MAKALAH ANTISIPASI PENANGGULANGAN BENCAN

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang sangat luas dan terletak pada posisi silang antara dua benua besar dan dua samudera besar, Indonesia juga berada di atas lempeng benua yang masih aktif serta Indonesia adalah negara yang masih dijejeri oleh barisan gunung api yang masih aktif, sehingga Indonesia sering sekali disapa dengan negara yang sangat akrab dengan bencana. Kondisi geografis Negara Indonesia itulah yang merupakan faktor penyebab kerentanan Indoensia terhadap bencana. Adapun kerentanan Indonesia terhadap bencana dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (Ramli, 2010:4).

1. Faktor Geografis

Wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau-pulau yang tersebar diantara benua Asia dan Australia dan di tengah dua samudera mengakibatkannya rawan terhadap bencana. Pengaruh iklim, badai tropis, dan arus laut akan berpengaruh terhadap kerentanan bencana.Pantai-pantai yang memanjang sepanjang samudera menjadikan daerah Indonesia rawan terhadap bahaya gelombang pasang dan tsunami.

2. Faktor Geologi

Dari sisi geologi, Indonesia juga merupakan kawasan yang rawan terhadap berbagai bencana. Posisi geografis Indonesia terutama aspek geologi berpengaruh besar. Indonesia tempat bertemunya lempeng Australia, lempeng Asia, lempeng Pasifik, yang masing-masing mempunyai gerakan sendiri dengan arah berbeda dan saling bergeser. Kondisi ini mengakibatkan penumpukan energi yang jika tidak bisa ditahan lagi akan menimbulkan gempa.

3. Faktor Hidometeorologi

Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang dialiri oleh sungai-sungai yang besar dan beraliran deras. Curah hujan di Indonesia sebagai suatu kawasan tropis juga tergolong tinggi, khusunya dimusim penghujan. Kondisi ini menimbulkan kerawanan untuk menimbulkan bahaya banjir, tanah longsor, atau galodo.

Permasalahan mengenai bencana yang disebabkan oleh faktor-faktor di atas tentunya akan menimbulkan kerugian-kerugian, entah kerugian berupa korban jiwa maupun kerugian yang berupa kerusakan infrastruktur. Sehingga dalam penanggulangan


(2)

bencana peran yang dilakukan pemerintah yang menyangkut kebijakan dan administrasi publik sangatlah besar. Bencana alam yang terjadi pada masa dekade ini bukan dilihat dari apa penyebab dari bencananya namun dilihat dari apakah dampak yang ditimbulkannya.

Gempa yang mengguncang Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009 dengan kekuatan 7,6 Skala Richter (SR). Kerusakan yang terjadi tersebar di 13 dari 19 kabupaten/ kota dan memakan korban jiwa lebih dari 1.100 jiwa. Darah yang terdampak paling parah ialah Kota Padang, Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman. Kerusakan dan kerugian di Sumatera Barat diperkirakan mencapai Rp 21, 6 triliun. Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh struktur bangunan yang relative lemah, dan kerusakan terjadi pada jalan-jalan sehingga akses transportasi menjadi lumpuh. (BNPB, Bappenas, Oktober 2009)

Pada saat gempa terjadi, sistem peringatan dini daerah walau telah dibantu oleh BMKG dengan radio internet dan sirine, masih belum mampu dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah. Kondisi ini dapat dilihat dari tidak siapnya daerah mengambil keputusan evakuasi atau tidak yangkemudian disebar kepada masyarakat. Kondisi ini disebabkan karena tidak mencukupinya sistem dan saluran informasi peringatan bencana yang mampu melingkupi kebutuhan seluruh masyarakat di daerah berisiko.

Gempa bumi terjadi lagi di Provinsi Sumatera Barat, yang terletak di Kepulauan Mentawai dengan kekuatan 7,2 SR pada tanggal 25 Oktober 2010 memicu terjadinya gelombang tsunami menurut informasi dari BPBD provinsi Sumatera Barat. Ketinggian gelombang mencapai 3 meter dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dengan kerusakan di 4 kecamatan di kabupaten mentawai, yaitu kecamatan Sipora selatan, kecamatan Pagai Selatan, Kecamatan Pagai Utara dan kecamatan Sikakap. Menurut informasi dari posko BNPB dan Pusat Pengendalian Operasional Penanggulangan Bencana Sumatera Barat per tanggal 22 November 2010, bencana gempa bumi dan tsunami tersebut telah mengakibatkan korban jiwa sebanyak 509 orang meninggal dunia, 17 orang mengalami luka-luka, dan masyarakat mengungsi sebanyak 11.425 jiwa. Berdasarkan penilaian kerusakan dan kerugian yang dilakukan, jumlah rumahrusak sebanyak 1.269 unit rumah, dengan rincian kerusakan meliputi 879 unit rumah rusak berat, 116 unit rumah rusak


(3)

sedang, dan 274 unit rumah rusak ringan. Dampak bencana juga mengakibatkan kerusakan sarana jalan, kantor pemerintahan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan, dan resort pariwisata (BNPB, 2010).

Pengurangan Risiko Bencana (PRB) merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh lembaga pemerintah ataupun lembaga nonpemerintah dalam rangka pengurangan dampak buruk dan kerugian yang terjadi pada saat terjadi bencana maupun pasca terjadinya suatu bencana. Penanggulangan bencana yang dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun lembaga nonpemerintah berwujud kegiatan yang bermacam-macam. Mulai dari bantuan yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung yaitu dalam bentuk pelatihan-pelatihan dalam rangka mengurangi risiko. bencana. Sedangkan pengertian tentang Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang disebutkan dalam Perka BNPB No.4 Tahun. 2008 Bab. X bahwa,

“Pengurangan Risiko Bencana adalah sebuah pendekatan sistematis yaitu mengidentifikasi, mengkaji dan mengurangi risiko-risiko bencana, bertujuan untuk mengurangi kerentanan-kerentanan sosial-ekonomi terhadap bencana dan menangani bahaya-bahaya lingkungan maupun bahaya-bahaya lain yang menimbulkan kerentanan.”

Berbagai program untuk mengurangi Risiko Bencana gempa bumi dan tsunami pada upaya mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan telah diakomodir dalam Rencana Penaggulangan bencana (RPB) Sumbar. Namun demikian ternyata masih ditemukan berbagai kendala baik di pemerintahan maupun di masyarakat pada fase tanggap darurat dan pemulihan bencana gempabumi dan tsunamidi Sumatera Barat. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam penanggulangan bencana telah menyusun Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) sejak tahun 2007 dan ditetapkan pada tahun 2008 untuk periode 2008-2012. Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai kendala sehingga sasaran penanggulangan bencana tidak tercapai optimal. Oleh karena itu, penyempurnaan terhadap RPB ini sangat penting mengingat beberapa ahli gempa percaya bahwa masih terdapat potensi untuk terjadinya gempa yang lebih besar di Sumatera Barat dengan kekuatan mencapai 8.5 SR.(BNPB, Bappenas, Otober 2009).

Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis tertarik untuk mengambil judul “Analisis Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat”.


(4)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Provinsi Sumatera Barat 2008-2012?

2. Bagaimana alternatif kebijakan dalam penanggulangan risiko bencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui, menanalisis dan mendiskripsikan Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Provinsi Sumatera Barat 2008-2012 .

2. Untuk mengetahui, menganalisis dan mendiskripsikan alternatif kebijakan dalam penanggulangan risiko bencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Pelaksanaan Kebijakan

Menurut Abdullah (1987, 398) terdapat tiga unsur penting dalam proses pelaksanaan kebijakan, antara lain 1) Adanya kebijakan yang dilakukan, 2) Target grup,


(5)

yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari kebijakan tersebut dalam bentuk perubahan dan peningkatan, dan 3) Unsur pelaksana baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.

Salah satu model pelaksanaan/ implementasi program menurut David C. Korten adalah model kesesuaian implementasi kebijakan. Menurut Korten (dikutip dari Tarigan, 2000, 19) dapat dijelaskan bahwa dalam Pelaksanaan atau implementasi program terdiri dari tiga elemen yaitu program itu sendiri, kelompok sasaran atau pemanfaat program, dan pelaksana program dalam struktur organisasi. Pelakasanaan program dapat dikatakan berhasil jika memenuhi tiga elemen implementasi program di atas. Yang pertama, yaitu kesesuaian antara program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksanaan. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program.

B. Bencana

UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”. Sementara Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) mendefinisikan bencana dalam formulasi “The serious disruption of the functioning of society, causing widespread human, material or environmental losses, which exceed the ability of the affected communities to cope using their own resources” (Abarquez & Murshed, 2004).

Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu: a. Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak

(hazard).

b. Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi dari masyarakat.

c. Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk mengatasi dengan sumber daya mereka.


(6)

Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana. C. Penanggulangan Bencana

Kesadaran akan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana mulai muncul pada dekade 1900-1999 yang dicanangkan sebagai Dekade Pengurangan Risiko Bencana Internasional. Beberapa konferensi tingkat dunia diinisiasi oleh United Nations International Strategy or Disaster Risk Reduction (UN-ISDR) yang merupakan salah satu badan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) yang ditugaskan untuk mengawal Dekade Pengurangan RisikoBencana Internasional. Menutut Carter dalam Hadi Purnomo tahun 2010, mendefinisikan pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan observasi sistematis dan analisis bencana untuk meningkatkan tindakan-tindakan (measures) terkait dengan preventif (pencegahan), mitigasi (pengurangan), persiapan, respon darurat dan pemulihan. Sehingga menurutnya, tujuan dari Manajemen Bencana tersebut diantaranya, yaitu mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang dialami oleh perorangan, masyarakat negara, mengurangi penderitaan korban bencana, mempercepat pemulihan, dan memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya terancana.

Di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana terdapat Ketentuan Umum yang mendefinisikan penyelenggaraan Penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahaan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dalam Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan bencana, yaitu kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan,


(7)

keseimbangan, keselarasan, dan keserasian, ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Pada pasal 5, dinyatakan bahwa pelaksanaan penanggulangan bencana ini membutuhkan Rencana Penanggulangan Bencana yang disusun pada situasi tidak terjadi bencana. Diamanatkan kembali pada pasal 6 bahwa setiap Provinsi wajib menyusun Rencana Penanggulangan Bencana. Sebagaimana UU No. 24 tahun 2007, Peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nomor 04 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana juga menyebutkan bahwa penanggulangan encana terdiri dari beberapa fase, yaitu fase pencegahan dan mitigasi, fase kesiapsiagaan, fase tanggap darurat dan fase pemulihan. D. Gempa Bumi

Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempabumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi (BMKG). Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak Bumi (lempeng Bumi). Frekuensi suatu wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa Bumi yang di alami selama periode waktu. Gempa Bumi diukur dengan menggunakan alat Seismometer (wikipedia.org).

1. Penyebab terjadinya Gempa Bumi

Kebanyakan gempa Bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang disebabkan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa Bumi akan terjadi. Gempa Bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan-lempengan tersebut. Gempa Bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa Bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi


(8)

karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km (wikipedia.org).

Pengertian gempa bumi adalah sebuah fenomena alam berupa getaran yang dirasakan pada permukaan bumi yang terjadi karena gelombang seismik dari dari sumber gempa pada lapisan kulit bumi. Penyebab gempa bumi adalah guncangan yang terjadi pada permukaan bumi yang diakibatkan oleh pelepasan energi dari dalam pusat gempa bumi secara tiba-tiba. Getaran tersebut dapat diukur besar kecilnya, dengan alat pengukur yang disebut Seismometer.

2. Akibat Gempa Bumi

a. Getaran atau guncangan tanah (ground shaking) b. Likuifaksi ( liquifaction)

c. Longsoran Tanah d. Tsunami

e. Bahaya Sekunder (arus pendek,gas bocor yang menyebabkan kebakaran, dll) 3. Faktor-faktor yang mengakibatkan kerusakan akibat Gempa Bumi

a. Kekuatan gempabumi b. Kedalaman gempabumi

c. Jarak hiposentrum gempabumi d. Lama getaran gempabumi e. Kondisi tanah setempat f. Kondisi bangunan

BAB III PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat (2008 -2012).

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menyusun Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008-2012 (RPB Sumbar) yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008, yang tujuan penyusunan Kebijakan Penanggulangan Bencana tersebut adalah:

1. Mempersiapkan perencanaan yang terarah, terpadu dan terkoordinasi untuk menurunkan risiko bencana di Provinsi Sumatera Barat.


(9)

2. Meningkatkan kinerja lembaga dan instansi Penanggulangan Bencana di Provinsi Sumatera Barat menuju profesionalisme dengan pencapaian yang terukur dan terarah.

3. Mensinergikan kinerja pemerintah, swasta, masyarakat dan instansi terkait dalam Penanggulangan Bencana dalam suasana damai sesuai dengan budaya masing-masing daerah di wilayah Provinsi Sumatera Barat.

4. Melindungi masyarakat di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan sekitarnya dari bahaya yang mengancam.

Terdapat 6 Kebijakan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Provinsi Sumbar, yaitu antara lain:

1. Mendirikan BPBD Prov. Sumbar dengan sumber daya yang memadai dan kompeten sesuai dengan metode terstandarisasi.

2. Menerbitkan prosedur internal untuk mobilisasi sumber daya di Prov. Sumbar dalam PB.

3. Membangun jaringan kerja PB untuk optimalisasi mobilisasi sumber daya, system peringatan dini bencana yag handal dan responsive bagi masyarakat.

4. Membangun peningkatan pengetahuan masyarakat dalam PB.

5. Membangun wilayah percontohan siaga bencana untuk mengembangkan kemampuan penduduk dalam memobilisasi sumber daya.

6. Melaksanakan mitigasi structural pada daerah rentan dan menerapkan analisis risiko bencana pada rencana pembangunan.

Dalam kebijakan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi ini telah mengakomodasi kepentingan dan tanggungjawab dari berbagai pihak terkait. Proses penyusunan yang melibatkan berbagai organisasi pemerintah dan non-pemerintah serta sektor swasta dari seluruh wilayah di Sumatera Barat memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk turut andil dalam penyusunan kebijakan Penanggulangan Bencana.

Kebijakan Sumbar 2008 - 2012 diharapkan mampu untuk melingkupi semua daerah di Provinsi Sumatera Barat. Kebijakan Penanggulangan Bencana ini memiliki dua sudut pandang berdasarkan fungsi pemerintahan provinsi dan mempertimbangkan otonomi daerah. Di internal pemerintahan provinsi, KPB ini terbatas dalam pelaksanaan fungsi koordinasi, fasilitasi dan motivasi/stimulasi pemerintah provinsi kepada


(10)

pemerintahan kota / kabupaten yang berada di wilayah Sumatera Barat. Sedangkan dalam lingkup pemerintahan kota / kabupaten, KPB ini dapat dijadikan rujukan dalam penyusunan KPB kota/kabupaten yang berisikan kegiatan‐kegiatan yang bersifat teknis sesuai dengan kondisi lokal.

Untuk pengelolaan pelaksanaan RPB Sumbar ini, dilakukan oleh Lembaga BPBD yang menggantikan peran satkorlak PB yang bersifak koordinatif dan fungsional. Selain lembaga pemerintah, sumber daya yang turut berperan dalam penanggulangan bencaa terdiri dari masyarakat umum,swasta, lembaga non pemerintahan, perguruan tinggi dan media massa. Pendanaan kegiatan penanggulangan bencana berasal dari APBN, APBD, sector swasta, donor nasional dan internasional.

Dari lingkup fase bencana yang dibahas, KPB ini membahas seluruh tahapan dalam penanggulangan bencana. Rencana Penanggulangan Bencana ini berisikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada fase mitigasi / pencegahan, fase kesiapsiagaan, fase tanggap darurat dan fase pemulihan bencana. Untuk melihat efesiensi dan efektifitas sebuah sistem maka perlu dilakukan evaluasi terhadap efektifitas implementasi dari sistem tersebut. Dalam kajian ini terdapat sejumlah aspek yang digunakan dan hasil dari evaluasi atas implementasi tersebut dapat dilihat dalam tabel sederhana berikut ini:

Efektifitas Aspek Kebijakan

Efektifitas dari aspek kebijakan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

No Aspek Hasil

1 Efektifitas kebijakan dalam mengurangi risiko bencana dan saat bencana terjadi

 Meskipun Pemerintah telah memiliki Perda tentang penanggulangan bencana namun belum terimplementasi dengan baik karena menunggu beberapa peraturan pusat seperti tentang kelembagaan.

2 Hambatan dalam penyusunan

kebijakan di bidang penangulangan bencana (pusat

 Masih banyak terjadi ketidak sesuaian antara desain yang diharapkan oleh pusat dengan realitas pelaksanaan di daerah.

 Beberapa daerah masih menganggap bahwa eselonisasi (yang dipatok mutlak)


(11)

No Aspek Hasil

maupun daerah) dan mata anggaran khusus untuk bencana belum bisa sepenuhnya diterapkan di daerah.

 Banyak aturan yang saling tumpang tindih dan cepat berganti yang membuat pemerintah daerah sulit melakukan penyesuian dengan cepat

 Kapasitas pemahaman pemerintah daerah tentang bencana masih lemah yang mengakibatkan lambatnya proses penyusunan dan implementasi kebijakan di bidang kebencanaan

3 Sinergi

implementasi antar peraturan (adakah

yang saling

kontraproduktif)

 Masih ada kontraproduktif antara peraturan yang dikeluarkan oleh masing-masing instansi/lembaga dan departemen.

4 Tingkat dukungan politik terkait kebijakan

penanggulangan bencana

 Dukungan politik dari berbagai fihak (Legeslatif, Perguruan Tinggi dan LSM) sangat baik.

5

Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan

kebijakan

penanggulangan bencana

 Masih adanya ketidak sesuaian antara kebijakan yang dikeluarkan pusat (antara lembaga/instansi dan departemen) berdampak pada lemahnya komitmen dan kepercayaan dari daerah

 Terdapat kendala SDM yaitu mutasi pegawai yang terlalu cepat sehingga pemahaman tentang bencana menjadi


(12)

No Aspek Hasil

tidak mendalam, selain itu mengakibatkan proses sosialisasi dan regenerasi terhambat

B. Alternatif Kebijakan dalam Penanggulangan Risiko Bencana di Provinsi Sumatera Barat.

Pengurangan resiko bencana adalah salah satu system pendekatan untuk mengindentifikasi, mengevaluasi dan mengurangi resiko yang diakibatkan oleh bencana . Tujuan utamanya untuk mengurangi resiko fatal dibidang social, ekonomi dan juga lingkungan alam serta penyebab pemicu bencana. Ini merupakan bentuk tanggung jawab dan perkembangan dari agen sejenis Badan Penyelamat, dan seharusnya kegiatan ini berkesinambungan, serta menjadi bagian dari kesatuan kegiatan organisasi ini, tidak hanya melakukannya secara musiman pada saat terjadi bencana. Tapi juga dilakukan pengamatan walaupun tidak terjadi bencana.

Dari adanaya temuan-temuan pada penanggulangan bencana yang menjadi pembelajaran dan harus ditindaklanjuti dengan memperbaiki atau mempertajam kebijakan atau program Penanggulangan Bencana yang ada. Antara lain :

1. Memperkuat koordinasi intern pemerintahan (SKPD), antar pemerintah - swasta, perbankan, LSM, masyarakat rantau pada saat fase prabencana,tanggap darurat dan pemulihan.

2. Meningkatkan kapasitas Kepala Daerah dan SDM Pemerintahan (BPBD serta instansi terkait).

3. Menyusun Rencana Kontijensi untuk menilai kebutuhan sumber daya dan logistik.

4. Perencanaan dan penerapan aturan penataan ruang dengan perspektif PB.

5. Menyempurnakan aturan PB dengan meningkatkan keterlibatan semua SKPD, stakeholder.

6. Sosialisasi tentang PB perlu lebih diperluas, baik tentang peraturan yang ada maupun untuk prosedur kesiapsiagaan kepada komunitas.

7. Menyusun sistem peringatan dini berdasarkan kearifan lokal dan kondisi geografis daerah.


(13)

8. Membuat rencana pemulihan dengan relokasi dan penyiapan alternatif mata pencaharian.

9. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan pemulihan.

Oleh karena itu, disusun kebijakan yang menjadi prioritas untuk Penanggulangan Bencana di Prov. Sumbar yaitu sebagai berikut :

1. Kebijakan Menjalin partisipasi dan desentralisasi komunitas melalui pembangian kewenagan dan sumber daya pada tingkat lokal.

2. Kebijakan Membentuk dan memberdayakan forum/jaringan daerah khusus untuk pengurangan risiko bencana.

3. Kebijakan Menyelenggarakan sistem-sistem yang siap untuk memantau, mengarsipkan dan menyebarluaskan data potensi bencana dan kerentanankerentanan utama.

4. Kebijakan Memperkuat dokumen Kajian Risiko Daerah Provinsi Sumatera Barat 5. Kebijakan Menerapkan metode riset untuk kajian tentang kebencanaan di Provinsi

Sumatera Barat.

6. Kebijakan Memperkuat bidang ekonomi produksi untuk mengurangi kerentanan perekonomian masyarakat.

7. Kebijakan Menerapkan prosedur-prosedur penilaian dampak risiko bencana terhadap proyek-proyek pembangunan besar, terutama infrastruktur

8. Kebijakan Menyusun Rencana Kontijensi bencana, mengadakan latihan reguler untuk menguji dan mengembangkan program-program tanggap darurat bencana 9. Kebijakan Menyediakan prosedur yang relevan untuk melakukan tinjauan pasca

bencana selama masa tanggap darurat.

Beberapa Alternaltif yang disusun tersebut memberikan tujuan untuk mengurangi risiko bencana, dimana alternaltif ini digunakan untuk antisipasi dari semua bencana yang terjadi di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Alternaltif kebijakan tersebut akan dievaluasi dalam setiap pelaksanaannya, dan alternaltif tersebut menunjukkan keefektifannya dalam pengurangan risiko bencana. Hingga tahun 2014 ini alternaltif tersebut diperbaharui mengikuti dari perubahan dari masa ke masa sesuai keadaan dan kondisi yang terjadi di wilayah Sumatera Barat.


(14)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menyusun Rencana Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008-2012 (RPB Sumbar) yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008. Dalam kebijakan Penanggulangan Bencana yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Sumatera Barat telah mengakomodasi kepentingan dan tanggungjawab dari berbagai pihak terkait. Proses penyusunan yang melibatkan berbagai organisasi pemerintah dan non-pemerintah serta sektor swasta dari seluruh wilayah di Sumatera Barat memberikan kesempatan


(15)

kepada berbagai pihak untuk turut andil dalam penyusunan kebijakan Penanggulangan Bencana.

Kebijakan yang menjadi prioritas untuk Penanggulangan Bencana di Prov. Sumbar yaitu sebagai berikut:

1. Kebijakan Menjalin partisipasi dan desentralisasi komunitas melalui pembangian kewenangan dan sumber daya pada tingkat lokal.

2. Kebijakan Membentuk dan memberdayakan forum/jaringan daerah khusus untuk pengurangan risiko bencana.

3. Kebijakan Menyelenggarakan sistem-sistem yang siap untuk memantau, mengarsipkan dan menyebarluaskan data potensi bencana dan kerentanankerentanan utama.

4. Kebijakan Memperkuat dokumen Kajian Risiko Daerah Provinsi Sumatera Barat. 5. Kebijakan Menerapkan metode riset untuk kajian tentang kebencanaan di Provinsi

Sumatera Barat.

6. Kebijakan Memperkuat bidang ekonomi produksi untuk mengurangi kerentanan perekonomian masyarakat.

7. Kebijakan Menerapkan prosedur-prosedur penilaian dampak risiko bencana terhadap proyek-proyek pembangunan besar, terutama infrastruktur.

8. Kebijakan Menyusun Rencana Kontijensi bencana, mengadakan latihan reguler untuk menguji dan mengembangkan program-program tanggap darurat bencana. 9. Kebijakan Menyediakan prosedur yang relevan untuk melakukan tinjauan pasca

bencana selama masa tanggap darurat. B. Saran

Berdasarkan hasil analisis kebijakan penanggulangan bencana Provinsi Sumatera Barat, disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan penanggulangan bencana Provinsi Sumatera Barat, pemerintah Provinsi Sumatera Barat perlu memperkuat koordinasi sesama pemerintahan (SKPD), dengan daerah Kabupaten/Kota, LSM dan swasta.

2. Komitmen politis kepala daerah sangat diperlukan untuk menjamin pengarusutamaan penanggulangan bencana di Provinsi Sumatera Barat.


(16)

DAFTAR PUSTAKA

BNPB, Bappenas, and the Provincial and District/City Governments of West Sumatra and Jambi and international partners, a joint report. West Sumatra and Jambi Natural Disasters: Damage,Loss and Preliminary Needs Assessment, October 2009

Jones, Charles O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy). Jakarta: Rajawali

Natawidjaja, Danny Hilman, dkk, Studi Gempa Bumi Dan Tsunami Di Sumatra: Analisis Gerakan G30S (Gempa 30 September) Di Padang Dan Potensi Gempa Megathrust Mentawai Di Masa Datang, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Badung, 2009

Purnomo, Hadi dan Ronny Sugiantoro. 2010. Manajemen Bencana. Yogyakarta: Media Pressindo


(17)

Peraturan Gubernur Provinsi Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008 tentang Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008-2012

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Peraturan Gubernur Provinsi Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008 tentang Rencana

Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008- 2012.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 09.15

http://www.bmkg.go.id/bbmkg_wilayah_4/Geofisika/Gempabumi.bmkg diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 09.17

ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA GEMPA BUMI DI PROVINSI SUMATERA BARAT

Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Seminar Pemerintahan Kelas C


(18)

Disusun Oleh : KELOMPOK 7

1. Febryan Ratnasary (115030101111095) 2. Asna Nur Rohayati (115030107111025) 3. Ella Nur Indriawati (115030113111010)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA


(1)

8. Membuat rencana pemulihan dengan relokasi dan penyiapan alternatif mata pencaharian.

9. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan pemulihan.

Oleh karena itu, disusun kebijakan yang menjadi prioritas untuk Penanggulangan Bencana di Prov. Sumbar yaitu sebagai berikut :

1. Kebijakan Menjalin partisipasi dan desentralisasi komunitas melalui pembangian kewenagan dan sumber daya pada tingkat lokal.

2. Kebijakan Membentuk dan memberdayakan forum/jaringan daerah khusus untuk pengurangan risiko bencana.

3. Kebijakan Menyelenggarakan sistem-sistem yang siap untuk memantau, mengarsipkan dan menyebarluaskan data potensi bencana dan kerentanankerentanan utama.

4. Kebijakan Memperkuat dokumen Kajian Risiko Daerah Provinsi Sumatera Barat 5. Kebijakan Menerapkan metode riset untuk kajian tentang kebencanaan di Provinsi

Sumatera Barat.

6. Kebijakan Memperkuat bidang ekonomi produksi untuk mengurangi kerentanan perekonomian masyarakat.

7. Kebijakan Menerapkan prosedur-prosedur penilaian dampak risiko bencana terhadap proyek-proyek pembangunan besar, terutama infrastruktur

8. Kebijakan Menyusun Rencana Kontijensi bencana, mengadakan latihan reguler untuk menguji dan mengembangkan program-program tanggap darurat bencana 9. Kebijakan Menyediakan prosedur yang relevan untuk melakukan tinjauan pasca

bencana selama masa tanggap darurat.

Beberapa Alternaltif yang disusun tersebut memberikan tujuan untuk mengurangi risiko bencana, dimana alternaltif ini digunakan untuk antisipasi dari semua bencana yang terjadi di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Alternaltif kebijakan tersebut akan dievaluasi dalam setiap pelaksanaannya, dan alternaltif tersebut menunjukkan keefektifannya dalam pengurangan risiko bencana. Hingga tahun 2014 ini alternaltif tersebut diperbaharui mengikuti dari perubahan dari masa ke masa sesuai keadaan dan kondisi yang terjadi di wilayah Sumatera Barat.


(2)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menyusun Rencana Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008-2012 (RPB Sumbar) yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008. Dalam kebijakan Penanggulangan Bencana yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Sumatera Barat telah mengakomodasi kepentingan dan tanggungjawab dari berbagai pihak terkait. Proses penyusunan yang melibatkan berbagai organisasi pemerintah dan non-pemerintah serta sektor swasta dari seluruh wilayah di Sumatera Barat memberikan kesempatan


(3)

kepada berbagai pihak untuk turut andil dalam penyusunan kebijakan Penanggulangan Bencana.

Kebijakan yang menjadi prioritas untuk Penanggulangan Bencana di Prov. Sumbar yaitu sebagai berikut:

1. Kebijakan Menjalin partisipasi dan desentralisasi komunitas melalui pembangian kewenangan dan sumber daya pada tingkat lokal.

2. Kebijakan Membentuk dan memberdayakan forum/jaringan daerah khusus untuk pengurangan risiko bencana.

3. Kebijakan Menyelenggarakan sistem-sistem yang siap untuk memantau, mengarsipkan dan menyebarluaskan data potensi bencana dan kerentanankerentanan utama.

4. Kebijakan Memperkuat dokumen Kajian Risiko Daerah Provinsi Sumatera Barat. 5. Kebijakan Menerapkan metode riset untuk kajian tentang kebencanaan di Provinsi

Sumatera Barat.

6. Kebijakan Memperkuat bidang ekonomi produksi untuk mengurangi kerentanan perekonomian masyarakat.

7. Kebijakan Menerapkan prosedur-prosedur penilaian dampak risiko bencana terhadap proyek-proyek pembangunan besar, terutama infrastruktur.

8. Kebijakan Menyusun Rencana Kontijensi bencana, mengadakan latihan reguler untuk menguji dan mengembangkan program-program tanggap darurat bencana. 9. Kebijakan Menyediakan prosedur yang relevan untuk melakukan tinjauan pasca

bencana selama masa tanggap darurat. B. Saran

Berdasarkan hasil analisis kebijakan penanggulangan bencana Provinsi Sumatera Barat, disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan penanggulangan bencana Provinsi Sumatera Barat, pemerintah Provinsi Sumatera Barat perlu memperkuat koordinasi sesama pemerintahan (SKPD), dengan daerah Kabupaten/Kota, LSM dan swasta.

2. Komitmen politis kepala daerah sangat diperlukan untuk menjamin pengarusutamaan penanggulangan bencana di Provinsi Sumatera Barat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BNPB, Bappenas, and the Provincial and District/City Governments of West Sumatra and Jambi and international partners, a joint report. West Sumatra and Jambi Natural Disasters: Damage,Loss and Preliminary Needs Assessment, October 2009

Jones, Charles O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy). Jakarta: Rajawali

Natawidjaja, Danny Hilman, dkk, Studi Gempa Bumi Dan Tsunami Di Sumatra: Analisis Gerakan G30S (Gempa 30 September) Di Padang Dan Potensi Gempa Megathrust Mentawai Di Masa Datang, Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Badung, 2009

Purnomo, Hadi dan Ronny Sugiantoro. 2010. Manajemen Bencana. Yogyakarta: Media Pressindo


(5)

Peraturan Gubernur Provinsi Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008 tentang Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008-2012

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Peraturan Gubernur Provinsi Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008 tentang Rencana

Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008- 2012.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 09.15

http://www.bmkg.go.id/bbmkg_wilayah_4/Geofisika/Gempabumi.bmkg diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 09.17

ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA GEMPA BUMI DI PROVINSI SUMATERA BARAT

Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Seminar Pemerintahan Kelas C


(6)

Disusun Oleh : KELOMPOK 7

1. Febryan Ratnasary (115030101111095) 2. Asna Nur Rohayati (115030107111025) 3. Ella Nur Indriawati (115030113111010)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA