Kondisi desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id darat dalam waktu sekitar 30 menit. Sedangkan jarak ke ibu kota provinsi berjarak sekitar 20 km yang dapat ditempuh melalui jalur darat dalam waktu sekitar 60 menit dari desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo. Desa Gemurung terdiri dari 25 RT Rukun Tetangga dan 6 RW Rukun Warga. Desa Gemurung yang memiliki luas wilayah sekitar 171,6 Ha dapat dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya adalah: Tabel 2.1 Luas Tanah Desa Gemurung No Jenis Tanah Luas Tanah 1. Tanah pemukiman 99,3 Ha 2. Tanah kawasan industri 27,3 Ha 3. Tanah kawasan pertanian 45 Ha Sumber data: Profil Monografi desa Gemurung tahun 2016 Sedangkan batas-batas wilayah desa Gemurung kecamatan Gedangan kebupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Batas-Batas Desa Gemurung No Batas Desa 1. Utara Desa Betro – Desa Wedi 2. Selatan Desa Kragan 3. Barat Desa Punggul 4. Timur Desa Kwangsan Sumber data: Profil monografi desa Gemurung tahun 2016 Berdasarkan data arsip kependudukan tahun 2016 desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo, penduduk yang berdomisili di desa Gemurung tercatat mencapai 4456 jiwa dengan rincian sebagai berikut: digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah 1. Laki-laki 2196 jiwa 2. Perempuan 2260 jiwa Total 4456 jiwa Sumber data: Profil monografi desa Gemurung 2016 Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama No Agama Jumlah 1. Islam 4173 2. Kristen 176 3. Katholik 82 4. Budha 12 5. Hindu 13 Sumber data: Profil monografi desa Gemurung 2016 Jika dilihat dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat Gemurung beragama Islam. Sedangkan masyarakat non- Islam merupakan warga pendatang dari beberapa daerah lain dan tinggal di perumahan Permata alam Permai dan Valencia Residence di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo. Tabel 2.5 Jumlah Sarana Peribadatan No Agama Sarana Peribadatan Jumlah 1. Islam Masjid Tempat Pendidikan al- Qur’an TPQ Musala Yayasan atau Pondok Pesantren 3 buah 8 buah 14 buah 2 buah 2. KristenKatholik Gereja - 3. Budha Vihara - digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 4. Hindu Pura - Sumber data: Profil monografi desa Gemurung 2016 Jika dilihat dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata di setiap Rukun Tetangga RT di desa Gemurung memiliki satu musala untuk aktivitas ibadah mereka. Sedangkan LDII di desa Gemurung hanya memiliki satu masjid yang berada di RT 03 RW 04 bernama masjid Al- Mabrur. Semua aktivitas keagamaan warga anggotanya dilaksanakan di masjid Al-Mabrur tersebut. Tabel 2.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan No Jenis Pekerjaan Jumlah 1. - 1994 2. TNI 30 3. POLRI 9 4. Pensiunan 18 5. Pegawai Negeri Sipil PNS 71 6. WiraswastaPedagang 171 7. Petani 128 8. Pertukangan 70 9. Buruh tani 60 10. Nelayan 12 11. Swasta 1767 12. Jasa 126 Sumber data: Profil monografi desa Gemurung 2016 Jika dilihat dari tabel di atas maka dapat diketahui bahwa penduduk desa Gemurung yang bekerja sebagai swasta sebanyak 1767 jiwa. Hal itu menjadi wajar adanya karena jika dilihat dari letak desa Gemurung yang dikelilingi kawasan industri, sehingga banyak penduduk desa Gemurung yang bekerja di beberapa pabrik. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Tabel 2.7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan No Pendidikan Jumlah 1. - 882 2. TK 203 3. SD 1416 4. SMP 727 5. SMA 1053 6. D1D2D3 108 7. S1S2S3 67 Sumber data: Profil monografi desa Gemurung 2016 2. Kondisi Sosial dan Budaya Sebelum membahas tentang kondisi sosial dan budaya masyarakat di desa Gemurung, perlu kiranya peneliti mendefinisikan kata “sosial” dan “budaya”. Berdasarkan kamus ilmiah populer kata “sosial” berarti segala sesuatu yang mengenai masyarakat, peduli terhadap kepentingan umum. 2 Sedangkan kata “budaya” didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi mewujudkan tingkah lakunya. 3 Dalam kehidupan keseharian masyarakat Gemurung menjalankannya dengan kerukunan antar masyarakat yang harmonis dengan menjunjung sistem gotong-royong. Sistem gotong-royong tercermin dalam bentuk kegiatan masyarakat. Misalnya saja ketika terdapat penduduk yang akan keduk pademi dalam bahasa Jawa atau saat mulai membuat pondasi sebuah rumah baru, maka para tetangga akan berbondong-bondong 2 Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer Surabaya: Arkola, 1994, 718. 3 Wahyu MS. Wawasan Ilmu Sosial, Surabaya: Usaha Nasional, 1986, 23. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id datang membantu. Ketika terdapat penduduk yang mempunyai hajat penikahan maupun khitanan, maka para tetangga datang untuk rewang dalam bahasa Jawa membantu dengan rela hati. Bahkan ketika ada penduduk yang meninggal, maka banyak dari mereka yang datang untuk berbela sungkawa dan membantu baik secara materil maupun non- materil. Selain itu, gotong royong yang ditunjukkan oleh penduduk desa Gemurung ialah ketika melaksanakan kerja bakti untuk membersihkan desa, perbaikan saluran air dan sebagainya. Ketika bertepatan dengan hari-hari besar Islam, maka para penduduk desa Gemurung mengadakan acara pengajian umum serta ikut berpartisipasi menyukseskan acara pengajian tersebut. Selain itu, jiwa sosial penduduk desa Gemurung juga dapat dibuktikan dengan adanya bantuan dana pendidikan yang diperuntukkan bagi anak yatim-piatu. 4 Berbicara tentang kebudayaan, kebudayaan merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia baik secara individu maupun masyarakat. Dengan kemampuan menciptakan kebudayaan, manusia memperoleh predikat manusia membudaya atau makhluk membudaya. 5 Tradisi pada masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa di mana masyarakat Jawa sendiri merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi dan agama. 6 4 Lefi Anas Abdullah, Wawancara, Sidoarjo, 26 April 2016. 5 Johanes Mardinin Ed, Jangan Tangisi Tradisi; Transformasi Budaya Menuju Masyarakat Indonesia Modern Yogyakarta: Kanisius, 1994, 43. 6 M. Darori Amin Ed, Islam dan Kebudayaan Jawa Yogyakarta: Gama Media, 2000, 4. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Sama halnya dengan masyarakat desa Gemurung juga memiliki budaya atau tradisi yang dimiliki. Sampai saat ini masyarakat desa Gemurung masih mempertahankan tradisi yang dari dulu telah dilakukan seperti bersih desa atau ruwat deso yang dilaksanakan setiap tahunnya pada bulan Sya’ban dengan mengadakan pengjian dan pertunjukan acara wayang. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mencari keberkahan, keselamatan serta keamanan desa dan masyarakat. Selain itu, masyarakat desa Gemurung juga masih melaksanakan tradisi ritual maupun upacara ketika terdapat seseorang yang sedang hamil. Kegiatan upacara tingkeban, selapan, mudhun lemah dan lainnya. Masyarakat desa Gemurung yang mayoritas adalah warga Nahdlatul Ulama NU, biasanya melaksanakan tradisi selamatan tahlīlan pada 7, 40, 100, 1000 hari wafatnya seseorang. Dalam acara tersebut dibacakan doa-doa yang ditujukan untuk yang meninggal. 7 3. Kondisi Keagamaan Penduduk desa Gemurung mayoritas beragama Islam. Kegiatan keagamaan berjalan dengan baik dengan didukung oleh beberapa fasilitas yang menunjang kegiatan keagamaan penduduk desa Gemurung. Fasilitas tersebut berupa masjid, musala, Tempat Pendidikan al- Qur’an TPQ, pondok pesantren. Terdapat beberapa kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan oleh penduduk desa Gemurung diantaranya adalah pengajian akbar dalam memperingati hari-hari atau bulan besar Islam 7 Sulami, Wawancara, Sidoarjo, 28 Mei 2016. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id seperti bulan Ramadhan, Maulid, Isra’ Mi’raj, Sya’ban dan lain-lain. Selain itu terdapat pula kegiatan keagamaan lainnya seperti rutinan tahlīl, istighosah yang dilakukan pada beberapa RT maupun RW yang tempat dan waktu pelaksanaannya tergantung dari masing-masing RT maupun RW yang mengadakan kegiatan tahlīl rutin tersebut. Pada hari-hari tertentu terdapat juga para ibu-ibu yang yang melakukan kegiatan banjari dan hadrah. Tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan hadrah dan banjari tersebut kondisional, biasanya dilakukan secara bergilir di rumah para anggota hadrah maupun banjari. Selain itu, terdapat juga kegiatan para ibu-ibu seperti anggota fatayat yang melaksanakan kegiatan ja m’iyah diba’iyah, tahlīl masal serta pengajian kitab yang diisi oleh Hj. Alfiyatul Wahidiyah. Kegiatan tersebut dilakukan setiap dua Minggu sekali pada hari Minggu siang yang tempatnya bergiliran di anggota Fatayat. Kegiatan yasinan atau rotibul hadat dilaksanakan pada hari Sabtu yang dipimpin oleh Ibu Sofiyah. Kegiatan dirosan dilaksankan setiap hari Selasa malam Rabu yang dipimpin oleh Hj. Alfiyatul Wahidiyah. Sedangkan pemuda-pemudi seperti remaja masjid Remas desa Gemurung, biasanya melakukan kegiatan banjari di pondok pesantren Birul Ulum Gemurung. Selain itu juga terdapat kegiatan pengajian di Tempat Pembelajaran al- Qur’an TPQ untuk anak-anak maupun remaja. 8 8 Muasmadah, Wawancara, Sidoarjo, 28 Mei 2016. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Sejarah Berdirinya LDII

1. Sejarah Berdirinya LDII di Indonesia Lembaga Dakwah Islam Indonesia selanjutnya disebut dengan LDII merupakan nama lain dari gerakan Darul HadisIslam Jamā’ah yang didirikan oleh KH. Nurhasan Ubaidah 9 pada tahun 1950-an dengan Burengan Kediri sebagai pusat gerakannya. Salah satu yang melatar belakangi lahirnya gerakan ini adalah ketika Nurhasan Ubaidah merasa bahwa belum ada satu pun kelompok Islam yang mengamalkan al- Qur’an dan Hadis secara murni. Oleh karena itu mereka membentuk suatu kelompok yang terhimpun dalam wadah jamā’ah, bukan dalam melaksankan salat, tetapi dalam seluruh kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan. Hal ini didasarkan pada al-Quran surat Ali Imran ayat 103 yang artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu masa Jahiliyah bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” 10 Dalam pengamalan al- Qur’an dan Hadis terutama tentang kepemimpinan umat ke amīran, bai’at serta hakikat Islam, gerakan Islam Jamā’ahDarul Hadis ini banyak berbeda dengan kelompok lain. Mereka melihat bahwa di Indonesia mengalami krisis kepemimpinan umat dan 9 Foto Nurhasan Al Ubaidah pendiri Islam Jama’āhLDII. Foto diambil pada 27 Februari 2016 di rumah Idris Asidiq. Gambar 2.2 terlampir. 10 al- Qur’an, 3 Ali Imran : 103. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id menganggap bahwa di Indonesia sudah tidak ada lagi pemimipin yang pantas serta layak untuk dihormati, sehingga perlu untuk mengangkat pemimpin yang dapat dijadikan tauladan bagi umat Islam. 11 Sejarah tentang LDII tidak dapat dipisahkan dengan tokoh utama lahirnya aliran ini, yakni KH. Nurhasan Ubaidah Lubis. Adapun arti dari kata “Lubis” menurut dia sendiri adalah “Luar biasa”. KH. Nurhasan Ubaidah memiliki nama kecil yakni Madekal atau Madigol. Dia dilahirkan di desa Bangi kecamatan Purwosari kabupaten Kediri Jawa Timur pada tahun 1915 ada juga yang menyebutkan tahun 1908 dan meninggal pada tanggal 31 Maret 1982. 12 Ayahnya bernama H. Abdul Aziz bin H. Muhammad Thohir bin H. M. Irsyad. Beberapa pondok pesantren yang ada di Jawa Timur seperti pondok pesantren Sawelo, Nganjuk, pondok Jamsaren, pondok Dresmo, pondok Lirboyo, Kediri, pondok pesantren Sampang Madura pernah Nurhasan Ubaidilah kunjungi. Di Sampang Madura ia berguru pada Kiai Al Ubaidah dari Batuampar. Nama gurunya tersebut diakuinya ia pakai di belakang namanya sekarang. Nama yang awalnya Madigol diganti menjadi H. Nurhasan Al Ubaidah setelah ia pulang dari haji pertamanya pa da tahun 1929. Sedangkan nama “Lubis” itu konon panggilan dari murid-muridnya yang merupakan singkatan dari “luar biasa”, dan untuk menyatakan kedudukannya, maka di depan namanya di tambakan nama “Imam” dan dibelakangnya kata “Amīr”. 13 11 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Islam Jamā’ah”, Ensiklopedi Islam, vol. 3, ed. Nina M. Armando et al, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Houve, 2005, 228-229. 12 Hartono Ahmad Jaiz Ed, Bahaya Islam Jamā’ah-LEMKARI-LDII Jakarta: LPPI, 2006, 6. 13 Ibid., 82.