SEJARAH PERKEMBANGAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) DI DESA GEMURUNG KECAMATAN GEDANGAN KABUPATEN SIDOARJO 1985-2015.

(1)

SEJARAH PERKEMBANGAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) DI DESA GEMURUNG KECAMATAN GEDANGAN

KABUPATEN SIDOARJO 1985-2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh: Nur Ainiyah NIM: A0.22.12.081

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Sejarah Perkembangan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo 1985-2015”. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi: (1) Bagaimana sejarah dan perkembangan LDII di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo 1985-2015?, (2) Bagaimana respon masyarakat Gemurung terhadap keberadaan LDII?.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah untuk mengkaji serta menganalisis kesaksian sejarah dengan tujuan untuk menemukan data yang autentik dan analisis data yang dapat dipercaya melalui pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dokumentasi. Selain itu, penulis menggunakan pendekatan sosio-historis untuk menggambarkan tentang fenomena sejarah, perkembangan dan respon masyarakat Gemurung terhadap keberadaan LDII. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori challange and respons yang dikemukakan oleh Arnold Josep Toynbee, untuk memahami tantangan dan respon yang ada di antara masyarakat Gemurung dan kelompok LDII.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) LDII masuk pertama kali di desa Gemurung dibawa oleh Drs. Nurhasyim dan Nur Zain sekitar tahun 1960-an d1960-an mendapat penolak1960-an dari masyarakat Gemurung secara umum. Seiring dengan berjalannya waktu masyarakat Gemurung mulai bisa menerima keberadaan kelompok LDII di desanya. Hal tersebut terjadi karena keduanya mulai bisa terbuka dan saling bertoleransi. Sampai saat ini kelompok LDII dapat mempertahankan eksistensinya dan juga mengalami perkembangan dalam berbagai bidang. (2) Saat ini sebagian besar masyarakat Gemurung memberikan respon positif terhadap keberadaan kelompok LDII di desa Gemurung seiring dengan semakin terbukanya pemikiran dan kesadaran masyarakat dalam menyikapi perbedaan di antara mereka.


(7)

ABSTRACT

This thesis under the title “The History and Development of Indonesian

Islamic Da’wah Institutions (LDII) in Gemurung Village Gedangan Sub-district Sidoarjo City 1985-2015”. The problems in this research are: (1) how is the history and development of LDII in Gemurung village Gedangan sub-district Sidoarjo city 19985-2015?, (2) how is public Gemurung response towards the existence LDII?

The method is in this research is history method for examine and analyze testimony of history with the destination for find authentic collect and analysis collect can be believe to pass collecting data with observation, interview, documentation. In other hand, the writer used a socio-historical approach to describe about history phenomenon, development and Gemurung people responses to existence of LDII. While the theory is used challenge and response

theories by Arnold Josep Toynbee, to understand challenge and response between Gemurung people and LDII group.

The result of the research are concluded that: (1) LDII is the first sign in Gemurung village brought by Drs. Nurhasyim and Nur Zain around 1960 and get rejection from the public Gemurung. Along the time Gemurung society began to accepted the existence of the LDII group in his village. It happened because they began overt and tolerate each other. (2) Now days the LDII group can maintain their existence and experience growth in various fields also. Today the most Gemurung people gave a positive response to the existence of LDII group in Gemurung village open thinking of thought and public awareness in addressing the differences between them.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ... 0

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 10

F. Penelitian Terdahulu ... 12


(9)

H. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II: GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN DAN SEJARAH LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) ... 22

A. Kondisi desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo ... 22

1. Kondisi Geografis dan Demografis ... 22

2. Kondisi Sosial dan Budaya ... 26

3. Kondisi Keagamaan ... 28

B. Sejarah Berdirinya LDII ... 30

1. Sejarah Berdirinya LDII di Indonesia ... 30

2. Masuknya LDII ke desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo ... 36

3. Tokoh-Tokoh LDII ... 40

C. Ajaran dan Doktrin LDII ... 42

1. Keimanan ... 42

2. Peribadatan ... 45

3. Masalah-Masalah Keagamaan ... 50

BAB III: PERKEMBANGAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) DI DESA GEMURUNG KECAMATAN GEDANGAN KABUPATEN SIDOARJO 1985-2015 ... 54

A. Sarana-Prasarana dan Kegiatan LDII... 54

1. Infrastruktur ... 54


(10)

3. Pendukung Keagamaan ... 58

B. Metode Dakwah ... 63

1. Cara Berdakwah ... 63

2. Media... 67

3. Buku-Buku Rujukan ... 70

C. Hasil-Hasil yang Dicapai ... 72

BAB IV: RESPON MASYARAKAT DESA GEMURUNG TERHADAP LDII ... 77

A. Interaksi Anggota LDII dengan Masyarakat Sekitar ... 77

B. Sikap Masyarakat Gemurung Terhadap LDII di Desa Gemurung81 C. Pendapat Tokoh-Tokoh Agama Tentang LDII... 87

BAB V: PENUTUP ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini keberagaman corak beragama menjadi suatu fenomena yang tidak dapat dihindari dan wajar adanya. Terlepas dari apa saja faktor yang melatarbelakangi munculnya keragaman corak beragama tersebut, baik itu secara agama, ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Pada dasarnya kemajemukan keagamaan merupakan fitrah dari Allah yang tidak akan berubah sehingga hal tersebut tidak dapat dihindari apalagi ditolak. Adanya keberagaman corak beragama tersebut akan menimbulkan persoalan-persoalan tentang fungsi agama di tengah-tengah masyarakat. Pada dasarnya Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling mengenal dan menghargai.1 Hal tersebut telah tertuang dalam

Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi

اوإا ر يتاالئ ق ا ب يشاْ ك ْ يج اى ْن الكذا ْيآاْ ك ْق خا نإاس ا ا ا

ال خا عا اوإاْ ك قْ ا ا ْ عاْ آلْك

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangasa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang.”2

Jika dilihat dari sejarahnya, negara Indonesia telah mengalami adanya pergerakan Islam yang muncul sekitar tahun 1900-1940-an atau yang sering

1

Nurcholish Madjid, Menembus Batas Tradisi Menuju Masa Depan yang Membebaskan (Jakarta: Kompas, 2006), 9.

2


(12)

2

disebut dengan gerakan tradisional. Islam di Indonesia saat itu sudah mulai menampakkan berbagai macam wajah, yang ditunjukkan oleh berbagai organisasi masyarakat maupun organisasi politik yang bermunculan. Berbagai gerakan Islam yang muncul tersebut dapat dibedakan menjadi tiga aspek:

pertama, gerakan yang fokus gerakannya untuk memurnikan agama yang dilakukan untuk menghilangkan praktik-praktik bid’ah, khurafat, tahayyul, hal ini ditunjukkan oleh golongan Muhammadiyah. Kedua, gerakan yang mempertahankan tradisi bermadzhab terutama dalam bidang hukum fiqh yang dilakukan oleh gerakan tradisional, hal ini dapat ditunjukkan oleh golongan Nahdlatul Ulama (NU). Ketiga, gerakan yang bergerak untuk reformasi Islam yang merupakan suatu gejala terhadap perubahan dan rasional, dalam hal ini sudah beranjak ke ranah politik yang ditunjukkan oleh partai Masyumi.3

Perjalanan sejarah Islam Indonesia telah terjadi polarisasi pada umat Islam yang beranekaragam. Oleh karena itu, para pengantar Islam menggolongkan adanya keragaman tersebut dengan memberikan label atau nama. Ada Islam tradisional yakni agama Islam yang dalam pelaksanaan kesehariannya masih terdapat tradisi-tradisi setempat, Islam modernis yakni Islam modern yang pelaksanaan serta pemikirannya menggunakan logika untuk menyelesaikan berbagai macam masalah yang muncul dalam Islam dan bedasarkan al-Qur’an dan Hadis. Selain itu terdapat juga sebutan Islam puritan, Islam ekstrem, Islam abangan, Islam nasionalis dan lain-lain. Adanya berbagai macam pemberian nama/label tersebut tentunya sudah dapat

3


(13)

3

menjelaskan pluralitas umat muslim di Indonesia.4 Berbagai gerakan Islam yang muncul tersebut memiliki beragam kelompok yang terdapat berbagai macam pemikiran, ideologi, dan strategi gerakan yang berbeda-beda.

Dengan adanya perbedaan gerakan antara Islam tradisionalis-modern ini

menimbulkan adanya perbedaan pendapat, pemikiran, sehingga

mengakibatkan adanya perselisihan dan perpecahan antar umat. Hal tersebut mengakibatkan kerancuan, kebingungan dan ketidakpastian pada umat Islam dalam menentukan panutan agama. Dengan kondisi yang demikian mengakibatkan lahirnya gerakan-gerakan baru, gerakan-gerakan baru tersebut sering dikenal dengan gerakan Islam kontemporer.5 Gerakan Islam kontemporer ini memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda dengan gerakan sebelumnya yakni gerakan tradisional-modern. Gerakan Islam kontemporer ini dapat ditunjukkan oleh golongan LEMKARI yang saat ini sering dikenal dengan nama Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (selanjutnya disebut dengan LDII) merupakan organisasi kemasyarakatan yang berkembang pesat saat ini. Pada awalnya organisasi ini bernama Islam Jamā’ah yang didirikan oleh KH. Nurhasan Ubaidah pada tahun 1950-an, bertepatan dengan pendirian pondok pesantren di Burengan Kediri. Nama lengkapnya adalah Nurhasan Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad, namun terdapat nama lain dari KH. Nurhasan Ubaidah sebelum ia melakukan ibadah haji namanya adalah

4

M. Imadadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal (Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia) (Jakarta: Erlangga, 2005), 133.

5

Imam Tholkhah et al, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia (Jakarta: Diva Pustaka, 2006), 10.


(14)

4

Muhammad Madigol.6 Berbagai pemikiran yang ia hadirkan tersebut termotivasi dan dipengaruhi oleh pemikiran gurunya yang juga fanatik terhadap ajaran-ajaran yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadis. KH. Nurhasan Ubaidah merupakan alumni Madrasah Darul Hadis di Makkah, dari sinilah ia mendapatkan berbagai pemikiran yang nantinya ia ajarkan pada pengikutnya.

Terkait metode dakwah dari KH. Nurhasan Ubaidah awalnya hanya disebarkan dilingkup keluarga serta lingkungannya. Momen penting dari proses dakwah yang dilakukan oleh KH. Nurhasan Ubaidah adalah proses

bai’at kesetiaan kepadanya sebagai pemimpin oleh para pengikutnya yang terjadi pada tahun 1941.7 Agar dapat mempermudah dalam menyebarkan pahamnya. Ia mendirikan lembaga pendidikan tradisional di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam Jamā’ah yakni Darul Hadis yang di dalamnya mengajarkan tentang doktrin jamā’ah, keamīran, bai’at, ketaatan.8 Landasan hukum yang digunakan oleh KH. Nurhasan Ubaidah adalah atsār yang diucapkan oleh Umar bin Khattab yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Addarimi. Atsārtersebut yang artinya adalah “Sesungguhnya bukanlah Islam kalau tanpa jamā’ah, bukanlah jamā’ah kalau tanpa amīr, bukanlah amīr, kalau tanpa, bukanlah bai’at kalau tanpa ketaatan”. Atas dasar inilah KH. Nurhasan Ubaidah menggunakannya sebagai landasan hukumnya terhadap

6

Hilmi Muhammad, LDII Pasang Surut Relasi Agama dan Negara (Depok: Elsas, 2013), 84-85. 7

Ibid., 86.

8 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Islam Jamā’ah”,

Ensiklopedi Islam, vol. 3, ed. Nina M. Armando et al, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Houve, 2005), 229.


(15)

5

doktrin-doktrin yang ia ajarkan seperti doktin jamā’ah, keamīran, bai’at, kesetiaan.

Jika melihat akar sejarah dari LDII sendiri terdapat benang merah antara lembaga ini dengan Darul Hadis/ Islam Jamā’ah yang didirikan oleh KH. Nurhasan Ubaidah pada tahun 1950-an.9 Gerakan tersebut mendapatkan respon dari masyarakat dari sudut pandang doktrin sebagai gerakan yang menyimpang dari ahlussunnah wal jamā’ah yang dari situlah akan menimbulkan berbagai keresahan bahkan konflik antar golongan Islam lainnya.

Untuk menanggapi anggapan negatif dari masyarakat yang dialamatkan kepada LDII saat itu, mereka melakukan berbagai cara jitu agar gerakannya tetap bertahan di masyarakat. Berbagai strategi dilakukan oleh kelompok LDII untuk mempertahakan keberadaanya.10 Salah satu cara yang dilakukannya adalah berganti-ganti nama agar pandangan negatif masyarakat terhadap gerakan Islam Jamā’ah ini hilang begitu pula dengan pandangan negatif pemerintah terhadap mereka. Walaupun demikian, masyarakat tetap melihat dari ajaran yang diamalkan oleh gerakan ini merupakan penerus dari Darul Hadis.

Pada 29 Oktober 1971 secara resmi gerakan Islam Jamā’ah dilarang oleh pemerintah bedasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung RI No.Kep-089/D.A./10.1971 dan tak lama kemudian organisasi ini berganti nama menjadi Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972.

9

Hartono Ahmad Jaiz (Ed), Bahaya Islam Jamā’ah-LEMKARI-LDII (Jakarta: LPPI, 2006), 51. 10


(16)

6

Selanjutnya pada tahun 1981, LEMKARI berganti nama kembali dengan nama singkatan LEMKARI juga yang merupakan kepanjangan dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam. Pada tahun 1990 LEMKARI berganti nama kembali dengan nama Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau yang sering dikenal dengan nama LDII sampai sekarang.11

Pergantian nama yang dilakukan oleh gerakan tersebut dimaksudkan juga untuk pembinaan mantan anggota Darul Hadis agar meninggalkan ajaran dari Darul Hadis yang pernah dilarang oleh pemerintah saat itu.12 Dari langkah-langkah yang dilakukan oleh gerakan tersebut untuk mempertahankan eksistensinya di masyarakat, gerakan tersebut juga masuk ke dalam partai politik Golkar (Golongan Karya). Mereka berusaha menjelaskan tentang ajaran gerakan tersebut tidak bertentangan dengan pemerintah Republik Indonesia serta mengambil hati partai Golkar yang saat itu merupakan partai yang paling berpengaruh saat itu.

Dengan langkah-langkah yang diambil oleh gerakan tersebut, maka gerakan tersebut sampai saat ini tetap eksis dan semakin menyebarluaskan pahamnya di tengah-tengah masyarakat. Sampai saat ini pengikutnya semakin bertambah banyak dan menyebar di berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan telah memiliki struktur kepengurusan dari Dewan Perwakilan Pusat (DPP), Dewan Perwakilan Daerah Provinsi (DPD Provinsi), Dewan Perwakilan Daerah Kota/Kabupaten (DPD Kota/Kabupaten), Pimpinan Cabang (PC), Pimpinan Anak Cabang (PAC) tentunya dengan jumlah ribuan jumlah

11

Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), 73-74.

12


(17)

7

anggota. Bahkan di beberapa desa di wilayah Indonesia sudah terdapat para anggotanya, termasuk di desa Gemurung Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo yang dijadikan objek penelitian oleh peneliti.

Islam di desa Gemurung ini terdapat variasinya misalnya saja terdapat

jamā’ah Nahdlatul Ulama (NU), LDII. Pada awalnya seluruh masyarakat desa Gemurung menganut paham NU, akan tetapi seiring berjalannya waktu paham-paham Islam lain mulai masuk ke dalam masyarakat desa Gemurung. Desa yang menjadi tempat objek penelitian merupakan desa yang mayoritas penduduknya beragama Islam dengan memiliki komitmen yang kuat dengan organisasi yang dianutnya. Mayoritas penduduknya merupakan warga Nahdliyin, walaupun demikian mereka bisa berinteraksi baik dengan anggota paham lainnya.

Ajaran LDII masuk ke dalam masyarakat desa Gemurung dibawa oleh Drs. Nur Hasyim dan Nur Zain sekitar tahun 1960. Respon pertama kali yang diberikan adalah penolakan dari masyarakat setempat atas ajaran yang dibawanya, akan tetapi hal tersebut lama kelamaan mencair dan lebih terbuka serta berubah menjadi harmonis ketika satu sama lain mulai membuka hati atas perbedaan. Walaupun berbeda aliran yang mereka anut, mereka tetap saling menghormati satu sama lain dan hidup berdampingan dalam kehidupan bermasyarakat.

Golongan LDII di desa Gemurung merupakan golongan minoritas, akan tetapi secara sosial mereka tetap bersosialisasi dengan masyarakat setempat. Bahkan terlibat langsung dalam acara rutinan seperti tahlīl yang dilakukan


(18)

8

oleh warga pada umumnya. Walaupun golongan ini merupakan kelompok minoritas, akan tetapi mereka tetap bisa mempertahankan eksistensinya sampai saat ini. Bahkan salah satu anggotanya berhasil menjabat sebagai pemimpin (kepala desa) di desa Gemurung. Hal itu tentunya telah melalui proses sejarah yang panjang terkait bagaimana proses awal masuk ajaran tersebut ke dalam masyarakat desa Gemurung. Tentunya paham tersebut tidak langsung diterima dan sempat mendapatkan penolakan yang keras dari warga Gemurung. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu kelompok minoritas ini mengalami banyak perkembangan dan sampai sekarang tetap eksis di masyarakat desa Gemurung.

Dari ulasan singkat tentang gerakan LDII di desa Gemurung tersebut di atas, maka peneliti ingin lebih jauh lagi mengetahui tentang bagaimana sejarah, perkembangan dan respon masyarakat terhadap keberadaan LDII di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo pada tahun 1985-2015.

B. Rumusan Masalah

Dalam pembatasan masalah dan rumusan masalah ini, peneliti akan

membatasi yang disesuaikan dengan judul “Sejarah Perkembangan Lembaga

Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Desa Gemurung Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo 1985-2015”. Kajian ini dibatasi dengan pembahasan yang bersifat kohesif dan terfokus, sehingga tidak keluar dari masalah apa yang telah ditulis di bawah ini. Berikut masalah penelitian ini dibuat:


(19)

9

1. Bagaimana sejarah dan perkembangan LDII di desa Gemurung

kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo1985-2015?

2. Bagaimana respon masyarakat Gemurung terhadap keberadaan LDII?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dengan penelitian ini adalah sebagai berikut;

Secara teoritis:

1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dan perkembangan LDII di desa Gemurung kecamatan gedangan kabupaten Sidoarjo tahun 1985 sampai dengan 2015.

2. Untuk mengetahui bagaimana respon masyarakat Gemurung terhadap keberadaan LDII.

Secara praktis:

1. Penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat bagi peneliti guna memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar sarjana dalam program strata satu (S-1) di jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sekurang-kurangnya ada dua aspek yaitu:

Secara teoritis:

1. Aspek keilmuan (teoritis), hasil studi ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya wawasan khazanah keilmuan khususnya kepada mahasiswa


(20)

10

agar dapat mengetahui bagaimana sejarah dan perkembangan LDII di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo tahun 1985-2015. 2. Diharapkan juga hasil penelitian ini dapat menjadi sumber data

penelitian-penelitian baru yang akan dilakukan ke depannya dan dapat memberikan kontribusi ilmiah bagi aktivitas akademis lainnya.

Secara praktis:

1. Dapat dijadikan bahan bacaan atau referensi yang disimpan di perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, maupun perpustakaan pusat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, dalam bidang kajian Islam Indonesia terkait tentang sejarah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan perkembangannya di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo 1985-2015.

2. Untuk dapat menambah bahan bacaan pada masyarakat umum khususnya

masyarakat desa Gemurung terkait tentang sejarah dan perkembangan LDII di desa Gemurung.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-historis, yakni penelitian tentang sejarah yang disusun dengan pendekatan sosiologis. Perspektif sosial (sosiologis) meningkatkan kemampuan untuk mengektrapolasikan berjenis-jenis aspek sosial masyarakat atau gejala sejarah yang dikaji, seperti adanya


(21)

11

pelbagai golongan sosial, jenis-jenis kepemimpinan, macam-macam ikatan sosial, dan lain sebagainya.13

Dengan menggunakan pendekatan ini peneliti berusaha untuk menggambarkan tentang sejarah, perkembangan dan respon masyarakat terhadap keberadaan LDII. Sebagai sebuah gerakan dalam Islam lembaga keagamaan ini tidak dapat lepas dari interaksi-interaksi sosial demi kemajuan dan eksistensinya dalam masyarakat. Masyarakat sendiri memiliki peran penting dalam perkembangan kelompok ini, oleh karena itu hubungan dengan masyarakat sangat menentukan eksistensi dan perkembangannya.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan perspektif teoritis yang digunakan untuk menganalisa fenomena-fenomena sejarah yang dikaji. Penggunaan ilmu sosial lain seperti sosiologi juga penting adanya, karena penggunaan ilmu sosiologi dapat dijadikan sebagai pisau analisis dalam menganalisa peristiwa sejarah dan perkembangan yang berkaitan dengan

“Sejarah Perkembangan Lembaga Dakwah Islam Indonesia di desa

Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo 1985-2015”.

Suatu teori digunakan agar dapat membantu untuk menganalisa suatu fenomena di mana hal tersebut menjadi suatu objek penelitian. Teori sendiri merupakan pedoman dan pegangan bagi peneliti guna mempermudah dan memperjelas jalannya penelitian. Selain digunakan untuk pedoman, teori

13

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia, 1993), 145-146.


(22)

12

merupakan sumber inspirasi bagi peneliti guna memecahkan suatu permasalahan dalam penelitian.14

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori challange and respons

yang dikemukakan oleh Arnold Josep Toynbee, yang menggambarkan tentang hubungan sebab-akibat yang dimunculkan oleh suatu kejadian,15 artinya saat awal masuk LDII ke desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo ini mendapatkan tantangan dari masyarakat yang berupa penolakan atas ajaran-ajarannya. Jawaban dari tantangan tersebut, mereka memunculkan respon dengan melakukan pendekatan, adaptasi serta akomodasi dengan lebih baik lagi terhadap masyarakat desa Gemurung. Jawaban inilah yang membuat kelompok minoritas di desa Gemurung tetap eksis dan mengalami perkembangan di tengah-tengah masyarakat.

F. Penelitian Terdahulu

Berikut beberapa kajian atau penelitian yang pernah peneliti temukan yang berupa buku-buku, diantaranya adalah:

1. Hilmi Muhammad, LDII Pasang Surut Relasi Agama dan Negara

(2013). Buku ini menjelaskan tentang pasang surut relasi agama dan negara dengan memotret dinamika komunitas LDII di Kediri dalam memepertahankan eksistensinya serta mengungkapkan strategi komunitas LDII dalam membangun relasi agama dan negara.

14

Imam Suprayogo et al, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 129.

15

Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), 359.


(23)

13

2. Hartono Ahmas Jaiz (Ed), Bahaya Islam Jamā’ah-LEMKARI-LDII

(2006). Buku ini memaparkan tentang bahayanya LDII, bentuk-bentuk penyelewengan LDII, fatwa-fatwa serta surat-surat pelarangan adanya

Islam Jamā’ah/LDII, pengakuan pembesar eks LDII.

3. Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia (2007). Isi: Buku ini membahas tentang aliran-aliran sesat, paham dan pemikiran menyimpang serta praktik sosial ataupun politik yang sesat dan mengganas di Indonesia.

4. M. Amin Djamaluddin, Kupas Tuntas Kesesatan & Kebohongan LDII; Jawaban Atas Buku Direktori LDII (2008). Buku ini menjabarkan tentang kesesatan dan kebohongan atas ajaran-ajaran serta doktrin LDII. 5. Ely Sulistyowati, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga

Dakwah Islam Indonesia di Kediri (2004). Skripsi ini peneliti hanya memfokuskan pembahasannya di sejarah pekembangan, aktivitas, ajaran LDII di desa Burengan Kediri.

Dari hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti di atas, belum ada penelitian yang mendalam terkait dengan sejarah, perkembangan dan respon masyarakat terhadap keberadaan LDII di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo 1985-2015. Oleh karena itu, peneliti mencoba

meneliti “Sejarah Perkembangan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di

desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo 1985-2015” secara mendalam dengan upaya untuk kelanjutan dan pelengkap bagi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.


(24)

14

G. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian kualitatif.16 Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode sejarah.17 Adapun aspek-aspek yang ingin diketahui diantaranya adalah tentang sejarah dan perkembangan LDII di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo tahun 1985-2015, aktifitas dan sarana-prasarana yang dimiliki, interaksi dan respon masyarakat Gemurung terhadap keberadaannya, kondisi sosial-budaya serta keagamaan masyarakat Gemurung secara umum. Fokus penelitian ini untuk mengungkap bagaimana sejarah, perkembangan dan respon masyarakat terhadap kelompok minoritas LDII di desa Gemurung yang sampai saat ini masih bisa mempertahankan eksistensinya bahkan lambat-laun mengalami banyak perkembangan di dalamnya.

Peneliti mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber, baik yang berupa arsip/dokumen, foto, buku, tesis, disertasi, skripsi, artikel-artikel, berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan LDII, wawancara dengan beberapa narasumber, kemudian diidentifikasi secara sistematis dan dianalisis dengan bantuan berbagai material yang ada. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian sejarah dengan melalui empat tahap:

16

Penelitian kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 81.

17

Seperangkat aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan menyajikan sintesa dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Dudung Abdurrohman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 43.


(25)

15

1. Heuristik

Pada tahap ini, peneliti melakukan pengumpulan beberapa macam data/sumber dengan beberapa cara, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Observasi

Teknik observasi18 atau yang sering disebut dengan pengamatan mengunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Teknik ini sangat membantu peneliti dalam mengidentifikasi pola-pola hubungan intern dan atau antara kelompok LDII dengan masyarakat desa Gemurung. Begitu juga dengan pola relasi sosial serta berbagai kegiatan yang dilakukan oleh golongannya. Teknik observasi ini dilakukan oleh peneliti ketika mengamati kondisi sosial antara kelompok minoritas dengan masyarakat desa Gemurung. Misalanya saja ketika LDII mengadakan pengajian rutin, peneliti berpartisipasi dalam kegiatan pengajian tersebut. Selain itu, kondisi sosial antara mereka dengan masyarakat desa Gemurung yang cukup baik dapat dilihat saat ini ketika anggotanya mendapat undangan ataupun terdapat warga yang meninggal, maka anggotanya datang memenuhi undangan tersebut dan mengikuti tahlīl yang diadakan. Saat ini yang menjabat sebagai kepala desa Gemurung adalah anggota dari LDII. Hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa antara warga mayoritas maupun

18

Observasi/ pengamatan terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya adalah observasi partisipasi, observasi non-partisipasi, observasi ganda dan lain-lainnya. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial; Suatu Teknik Penelitian bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), 69-70.


(26)

16

minoritas saling berhubungan baik dan tidak saling membeda-bedakan.

b. Wawancara

Teknik wawancara19 ini dilakukan oleh peneliti untuk dapat mengkonfirmasi serta mendiskusikan validitas data-data dengan sumber yang dipandang mengenal serta mengetahui sejarah perkembangan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di desa Gemurung kecamtan Gedangan kabupaten Sidoarjo 1985-2015. Selain itu, wawancara juga dilakukan oleh peneliti untuk dapat mengetahui bagaimana kondisi sosial-budaya, keagamaan, interaksi serta respon masyarakat Gemurung dengan kelompok tersebut.

Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan beberapa narasumber yang layak dengan penulisan yang dapat memberikan informasi yang relevan mengenai sejarah, perkembangan dan respon masyarakat Gemurung terhadap keberadaan LDII di desa mereka seperti: 1) H. Idris Asidiq (wakil kiai kelompok LDII), 2) A. Zunaidi (Ketua LDII Gemurung), 3) Lefi Anas Abdulah (Sekretaris Desa Gemurung), 4) Rohmani (anggota LDII), 5) Muasmadah (masyarakat Gemurung), 6) Sulami (masyarakat Gemurung), 7) H. Hendro Prayitno (ketua Muhammadiyah kecamatan Gedangan), 8)

19

Wawancara adalah percakapan tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara untuk memperoleh keterangan dari informan. M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2011), 111.


(27)

17

H. Turmudzi (ketua Muhammadiyah kecamatan Gedangan), 9) Ratna (anak H. Basuni kiai kelompok LDII pertama di Gemurung).

c. Dokumentasi

Penelaahan terhadap data-data dokumentasi20 sangat penting dalam penelitian ini. Dengan teknik dokumentasi ini digunakan untuk mendapakan data kontekstual berkenaan dengan sejarah, perkembangan dan respon masyarakat terhadap LDII di desa Gemurung kecamtan Gedangan kabupaten Sidoarjo 1985-2015. Dokumentasi dilakukan oleh peneliti terhadap catatan-catatan, arsip, termasuk berbagai laporan penelitian sebelumnya yang juga masih berkesinambungan dengan masalah penelitian.

Dalam hal ini peneliti mendokumentasikan dari hasil observasinya dengan menggunakan kamera yang berupa foto-foto kegiatan dan kitab-kitab pengajian rutin, foto piagam legalitas terdaftar masjid LDII dari pemerintah kabupaten Sidoarjo dengan nomor 400/3049/404.1.1.3/2015, merekam hasil wawancara dari narasumber. Selain itu, peneliti juga mendapatkan arsip dokumen struktur anggota masa jabatan 2014-2016 dan arsip data kependudukan desa Gemurung tahun 2016.

20

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen dapat berupa rekaman/ catatan lainnya, seperti surat, memo, buku harian, foto, hasil-hasil penelitian, agenda kegiatan. Soehartono, Metode Penelitian Sosial, 70-71.


(28)

18

2. Tahap Kritik

Pada tahap ini, peneliti hanya melakukan kritik intern yaitu menitikberatkan pada kebenaran isi dengan mencari korelasi dari sumber primer dan sumber sekunder. Kecocokan kedua sumber tersebut akan ditarik sebagai fakta sejarah untuk penulisan selanjutnya.

Dalam hal ini peneliti mengklasifikasikan sumber menjadi dua kategori yaitu sumber primer (kuat) dan sumber sekunder (lemah). Sumber primer yang didapatkan penulis diantaranya adalah wawancara dengan kiai sesepuh LDII H. Idris Asidiq, ketua LDII A. Zunaidi, foto kitab-kitab LDII, foto kegiatan LDII, piagam legalitas terdaftar masjid LDII dari Pemkab Sidoarjo dengan nomor 400/3049/404.1.1.3/2015 dan arsip dokumen struktur kepengurusan anggota LDII desa Gemurung masa jabatan 2014-2016. Sedangkan sumber sekunder yang peneliti dapatkan berupa wawancara dengan beberapa narasumber seperti anggota LDII, masyarakat Gemurung, sekretaris desa Gemurung, arsip data kependudukan desa Gemurung, artikel dari internet dan buku-buku literatur yang masih ada korelasi pembahasan tentang LDII.

Dari data yang diperoleh peneliti baik sumber primer maupun sumber sekunder tersebut peneliti menghubungkan dan mencari korelasi kebenaran dari sumber primer tersebut dengan sumber sekunder yang didapatkan berupa buku literatur tentang LDII. Dari kecocokan kedua sumber tersebut peneliti dapat menarik fakta sejarah tentang sejarah


(29)

19

perkembangan LDII di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo 1985-2015.

3. Interpretasi

Dari data-data yang diperoleh peneliti saat melakukan penelitian tersebut, baik dilakukan melalui observasi, wawancara maupun dokumentasi. Maka akan dianalisis secara mendalam dengan melakukan deskriptif kualitatif. Data-data yang telah diperoleh peneliti tersebut dihubungkan antara satu dengan yang lainnya, selanjutnya dilakukan analisis dan dijelaskan secara kualitatif dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca.

4. Tahap Historiografi

Pada tahap terakhir ini peneliti melakukan penulisan, pemaparan atas laporan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Peneliti menuangkan laporan hasil penelitiannya ke dalam satu karya yang berupa skripsi. Dalam hal ini peneliti berharap agar penulisan ini dapat menggambarkan dengan jelas mengenai proses penelitian dari awal hingga akhir mengenai

“Sejarah Perkembangan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di

desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo 1985-2015”.

H. Sistematika Pembahasan

Agar penulisan skripsi ini tersusun sistematis dan sesuai dengan bagian-bagian sebagai berikut:

Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,


(30)

20

pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, sistematikapembahasan.

Bab II membahas tentang gambaran umum objek penelitian dan sejarah lembaga dakwah islam indonesia (LDII) yang terdiri dari tiga sub bab yang pertama ialah kondisi desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo yang didalamnya terbagi menjadi tiga poin yakni: kondisi geografis dan demografis, kondisi sosial dan budaya, kondisi keagamaan. Sub bab kedua ialah sejarah berdirinya LDII yang terdiri dari tiga poin yakni: sejarah berdirinya LDII di Indonesia, masuknya LDII ke desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo, tokoh-tokoh LDII. Sub bab ketiga ialah ajaran dan doktrin LDII yang terdiri dari tiga poin yakni: keimanan, peribadatan, masalah-masalah keagamaan.

Bab III merupakan bab pembahasan yang berisi tentang perkembangan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo 1985-2015 yang di dalamnya terdapat tiga sub bab. Sub bab pertama membahas tentang sarana-prasarana dan kegiatan LDII yang terdiri dari tiga poin diantaranya adalah infrastruktur, pendukung ekonomi dan pendukung keagamaan. Sub bab kedua membahas tentang metode dakwah yang terdiri dari tiga poin diantaranya adalah cara berdakwah, media dan buku-buku rujukan. Sub bab ketiga membahas tentang apa saja hasil-hasil yang telah dicapai oleh LDII di desa Gemurung dari tahun 1985-2015.


(31)

21

Bab IV membahas tentang respon masyarakat desa gemurung terhadap LDII. Dalam hal ini terbagi menjadi tiga poin diantaranya adalah: interaksi anggota LDII dengan masyarakat sekitar, sikap masyarakat Gemurung terhadap LDII di desa Gemurung, pendapat tokoh-tokoh agama tentang LDII. Bab V merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dan saran.


(32)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN DAN SEJARAH LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

A. Kondisi desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo

Pada bab II dalam penelitian ini, lokasi penelitian merupakan salah satu unsur penting agar tidak terjadi salah sasaran dalam penelitian tersebut. Pada bab sebelumnya telah dipaparkan sekilas mengenai lokasi penelitian yang dilakukan di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo. Oleh karena itu, dalam bab ini akan dipaparkan lebih dalam terkait gambaran umum lokasi penelitian desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo. Berikut gambaran secara umum tentang desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo:

1. Kondisi Geografis dan Demografis

Desa Gemurung yang menjadi objek penelitian merupakan salah satu desa yang berada di wilayah kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo.1 Desa Gemurung memiliki luas wilayah sekitar 171,6 Ha yang sebagian besar adalah pemukiman. Secara geografis desa Gemurung berada pada posisi 4 m di atas permukaan laut. Jarak pemerintah desa dengan pusat pemerintah kecamatan berjarak sekitar 4 km yang dapat ditempuh melalui darat dalam waktu sekitar 15 menit. Sedangkan jarak ke ibu kota kabupaten berjarak sekitar 11 km yang dapat ditempuh melalui jalur

1

Peta Lokasi Penelitian desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo. Gambar 2.1 terlampir. www.google.com.


(33)

23

darat dalam waktu sekitar 30 menit. Sedangkan jarak ke ibu kota provinsi berjarak sekitar 20 km yang dapat ditempuh melalui jalur darat dalam waktu sekitar 60 menit dari desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo. Desa Gemurung terdiri dari 25 RT (Rukun Tetangga) dan 6 RW (Rukun Warga).

Desa Gemurung yang memiliki luas wilayah sekitar 171,6 Ha dapat dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya adalah:

Tabel 2.1

Luas Tanah Desa Gemurung

No Jenis Tanah Luas Tanah

1. Tanah pemukiman 99,3 Ha

2. Tanah kawasan industri 27,3 Ha

3. Tanah kawasan pertanian 45 Ha

Sumber data: Profil Monografi desa Gemurung tahun 2016 Sedangkan batas-batas wilayah desa Gemurung kecamatan Gedangan kebupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2

Batas-Batas Desa Gemurung

No Batas Desa

1. Utara Desa Betro – Desa Wedi

2. Selatan Desa Kragan

3. Barat Desa Punggul

4. Timur Desa Kwangsan

Sumber data: Profil monografi desa Gemurung tahun 2016 Berdasarkan data arsip kependudukan tahun 2016 desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo, penduduk yang berdomisili di desa Gemurung tercatat mencapai 4456 jiwa dengan rincian sebagai berikut:


(34)

24

Tabel 2.3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-laki 2196 jiwa

2. Perempuan 2260 jiwa

Total 4456 jiwa

Sumber data: Profil monografi desa Gemurung 2016 Tabel 2.4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah

1. Islam 4173

2. Kristen 176

3. Katholik 82

4. Budha 12

5. Hindu 13

Sumber data: Profil monografi desa Gemurung 2016

Jika dilihat dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat Gemurung beragama Islam. Sedangkan masyarakat non-Islam merupakan warga pendatang dari beberapa daerah lain dan tinggal di perumahan Permata alam Permai dan Valencia Residence di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo.

Tabel 2.5

Jumlah Sarana Peribadatan

No Agama Sarana Peribadatan Jumlah

1. Islam Masjid

Tempat Pendidikan

al-Qur’an (TPQ)

Musala

Yayasan atau Pondok Pesantren

3 buah 8 buah 14 buah

2 buah

2. Kristen/Katholik Gereja -


(35)

25

4. Hindu Pura -

Sumber data: Profil monografi desa Gemurung 2016

Jika dilihat dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata di setiap Rukun Tetangga (RT) di desa Gemurung memiliki satu musala untuk aktivitas ibadah mereka. Sedangkan LDII di desa Gemurung hanya memiliki satu masjid yang berada di RT 03 RW 04 bernama masjid Al-Mabrur. Semua aktivitas keagamaan warga anggotanya dilaksanakan di masjid Al-Mabrur tersebut.

Tabel 2.6

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah

1. - 1994

2. TNI 30

3. POLRI 9

4. Pensiunan 18

5. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 71

6. Wiraswasta/Pedagang 171

7. Petani 128

8. Pertukangan 70

9. Buruh tani 60

10. Nelayan 12

11. Swasta 1767

12. Jasa 126

Sumber data: Profil monografi desa Gemurung 2016

Jika dilihat dari tabel di atas maka dapat diketahui bahwa penduduk desa Gemurung yang bekerja sebagai swasta sebanyak 1767 jiwa. Hal itu menjadi wajar adanya karena jika dilihat dari letak desa Gemurung yang dikelilingi kawasan industri, sehingga banyak penduduk desa Gemurung yang bekerja di beberapa pabrik.


(36)

26

Tabel 2.7

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1. - 882

2. TK 203

3. SD 1416

4. SMP 727

5. SMA 1053

6. D1/D2/D3 108

7. S1/S2/S3 67

Sumber data: Profil monografi desa Gemurung 2016 2. Kondisi Sosial dan Budaya

Sebelum membahas tentang kondisi sosial dan budaya masyarakat di

desa Gemurung, perlu kiranya peneliti mendefinisikan kata “sosial” dan “budaya”. Berdasarkan kamus ilmiah populer kata “sosial” berarti segala

sesuatu yang mengenai masyarakat, peduli terhadap kepentingan umum.2

Sedangkan kata “budaya” didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan

manusia sebagai makhluk sosial digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi mewujudkan tingkah lakunya.3

Dalam kehidupan keseharian masyarakat Gemurung menjalankannya dengan kerukunan antar masyarakat yang harmonis dengan menjunjung sistem gotong-royong. Sistem gotong-royong tercermin dalam bentuk kegiatan masyarakat. Misalnya saja ketika terdapat penduduk yang akan

keduk pademi (dalam bahasa Jawa) atau saat mulai membuat pondasi sebuah rumah baru, maka para tetangga akan berbondong-bondong

2

Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), 718. 3


(37)

27

datang membantu. Ketika terdapat penduduk yang mempunyai hajat penikahan maupun khitanan, maka para tetangga datang untuk rewang

(dalam bahasa Jawa) membantu dengan rela hati. Bahkan ketika ada penduduk yang meninggal, maka banyak dari mereka yang datang untuk berbela sungkawa dan membantu baik secara materil maupun non-materil. Selain itu, gotong royong yang ditunjukkan oleh penduduk desa Gemurung ialah ketika melaksanakan kerja bakti untuk membersihkan desa, perbaikan saluran air dan sebagainya. Ketika bertepatan dengan hari-hari besar Islam, maka para penduduk desa Gemurung mengadakan acara pengajian umum serta ikut berpartisipasi menyukseskan acara pengajian tersebut. Selain itu, jiwa sosial penduduk desa Gemurung juga dapat dibuktikan dengan adanya bantuan dana pendidikan yang diperuntukkan bagi anak yatim-piatu.4

Berbicara tentang kebudayaan, kebudayaan merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia baik secara individu maupun masyarakat. Dengan kemampuan menciptakan kebudayaan, manusia memperoleh predikat manusia membudaya atau makhluk membudaya.5 Tradisi pada masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa di mana masyarakat Jawa sendiri merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi dan agama.6

4

Lefi Anas Abdullah, Wawancara, Sidoarjo, 26 April 2016. 5

Johanes Mardinin (Ed), Jangan Tangisi Tradisi; Transformasi Budaya Menuju Masyarakat Indonesia Modern (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 43.

6


(38)

28

Sama halnya dengan masyarakat desa Gemurung juga memiliki budaya atau tradisi yang dimiliki. Sampai saat ini masyarakat desa Gemurung masih mempertahankan tradisi yang dari dulu telah dilakukan seperti bersih desa atau ruwat deso yang dilaksanakan setiap tahunnya

pada bulan Sya’ban dengan mengadakan pengjian dan pertunjukan acara

wayang. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mencari keberkahan, keselamatan serta keamanan desa dan masyarakat. Selain itu, masyarakat desa Gemurung juga masih melaksanakan tradisi ritual maupun upacara ketika terdapat seseorang yang sedang hamil. Kegiatan upacara

tingkeban, selapan, mudhun lemah dan lainnya.

Masyarakat desa Gemurung yang mayoritas adalah warga Nahdlatul Ulama (NU), biasanya melaksanakan tradisi selamatan tahlīlan pada 7, 40, 100, 1000 hari wafatnya seseorang. Dalam acara tersebut dibacakan doa-doa yang ditujukan untuk yang meninggal.7

3. Kondisi Keagamaan

Penduduk desa Gemurung mayoritas beragama Islam. Kegiatan keagamaan berjalan dengan baik dengan didukung oleh beberapa fasilitas yang menunjang kegiatan keagamaan penduduk desa Gemurung. Fasilitas tersebut berupa masjid, musala, Tempat Pendidikan al-Qur’an (TPQ), pondok pesantren. Terdapat beberapa kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan oleh penduduk desa Gemurung diantaranya adalah pengajian akbar dalam memperingati hari-hari atau bulan besar Islam

7


(39)

29

seperti bulan Ramadhan, Maulid, Isra’ Mi’raj, Sya’ban dan lain-lain. Selain itu terdapat pula kegiatan keagamaan lainnya seperti rutinan tahlīl,

istighosah yang dilakukan pada beberapa RT maupun RW yang tempat dan waktu pelaksanaannya tergantung dari masing-masing RT maupun RW yang mengadakan kegiatan tahlīl rutin tersebut.

Pada hari-hari tertentu terdapat juga para ibu-ibu yang yang melakukan kegiatan banjari dan hadrah. Tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan hadrah dan banjari tersebut kondisional, biasanya dilakukan secara bergilir di rumah para anggota hadrah maupun banjari. Selain itu, terdapat juga kegiatan para ibu-ibu seperti anggota fatayat yang melaksanakan kegiatan jam’iyah diba’iyah, tahlīl masal serta pengajian kitab yang diisi oleh Hj. Alfiyatul Wahidiyah. Kegiatan tersebut dilakukan setiap dua Minggu sekali pada hari Minggu siang yang tempatnya bergiliran di anggota Fatayat. Kegiatan yasinan atau rotibul hadat dilaksanakan pada hari Sabtu yang dipimpin oleh Ibu Sofiyah. Kegiatan dirosan dilaksankan setiap hari Selasa malam Rabu yang dipimpin oleh Hj. Alfiyatul Wahidiyah.

Sedangkan pemuda-pemudi seperti remaja masjid (Remas) desa Gemurung, biasanya melakukan kegiatan banjari di pondok pesantren Birul Ulum Gemurung. Selain itu juga terdapat kegiatan pengajian di Tempat Pembelajaran al-Qur’an (TPQ) untuk anak-anak maupun remaja.8

8


(40)

30

B. Sejarah Berdirinya LDII

1. Sejarah Berdirinya LDII di Indonesia

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (selanjutnya disebut dengan LDII) merupakan nama lain dari gerakan Darul Hadis/Islam Jamā’ah yang didirikan oleh KH. Nurhasan Ubaidah9 pada tahun 1950-an dengan Burengan Kediri sebagai pusat gerakannya. Salah satu yang melatar belakangi lahirnya gerakan ini adalah ketika Nurhasan Ubaidah merasa bahwa belum ada satu pun kelompok Islam yang mengamalkan al-Qur’an dan Hadis secara murni. Oleh karena itu mereka membentuk suatu

kelompok yang terhimpun dalam wadah jamā’ah, bukan dalam

melaksankan salat, tetapi dalam seluruh kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan. Hal ini didasarkan pada al-Quran surat Ali Imran ayat 103 yang artinya:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,

dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat

petunjuk.”10

Dalam pengamalan al-Qur’an dan Hadis terutama tentang

kepemimpinan umat (keamīran), bai’at serta hakikat Islam, gerakan Islam Jamā’ah/Darul Hadis ini banyak berbeda dengan kelompok lain. Mereka melihat bahwa di Indonesia mengalami krisis kepemimpinan umat dan

9

Foto Nurhasan Al Ubaidah pendiri Islam Jama’āh/LDII. Foto diambil pada 27 Februari 2016 di rumah Idris Asidiq. Gambar 2.2 terlampir.

10


(41)

31

menganggap bahwa di Indonesia sudah tidak ada lagi pemimipin yang pantas serta layak untuk dihormati, sehingga perlu untuk mengangkat pemimpin yang dapat dijadikan tauladan bagi umat Islam.11

Sejarah tentang LDII tidak dapat dipisahkan dengan tokoh utama lahirnya aliran ini, yakni KH. Nurhasan Ubaidah Lubis. Adapun arti dari

kata “Lubis” menurut dia sendiri adalah “Luar biasa”. KH. Nurhasan Ubaidah memiliki nama kecil yakni Madekal atau Madigol. Dia dilahirkan di desa Bangi kecamatan Purwosari kabupaten Kediri Jawa Timur pada tahun 1915 (ada juga yang menyebutkan tahun 1908) dan meninggal pada tanggal 31 Maret 1982.12 Ayahnya bernama H. Abdul Aziz bin H. Muhammad Thohir bin H. M. Irsyad. Beberapa pondok pesantren yang ada di Jawa Timur seperti pondok pesantren Sawelo, Nganjuk, pondok Jamsaren, pondok Dresmo, pondok Lirboyo, Kediri, pondok pesantren Sampang Madura pernah Nurhasan Ubaidilah kunjungi. Di Sampang Madura ia berguru pada Kiai Al Ubaidah dari Batuampar. Nama gurunya tersebut diakuinya ia pakai di belakang namanya sekarang. Nama yang awalnya Madigol diganti menjadi H. Nurhasan Al Ubaidah setelah ia pulang dari haji pertamanya pada tahun 1929. Sedangkan nama “Lubis” itu konon panggilan dari murid-muridnya yang merupakan singkatan dari

“luar biasa”, dan untuk menyatakan kedudukannya, maka di depan namanya di tambakan nama “Imam” dan dibelakangnya kata “Amīr”.13

11 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Islam Jamā’ah”,

Ensiklopedi Islam, vol. 3, ed. Nina M. Armando et al, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Houve, 2005), 228-229.

12

Hartono Ahmad Jaiz (Ed), Bahaya Islam Jamā’ah-LEMKARI-LDII (Jakarta: LPPI, 2006), 6. 13


(42)

32

Pada tahun 1937/1938 atau tepatnya saat KH. Nurhasan Ubaidah berusia 30 tahun, ia pergi ke Makkah. Selain untuk melaksanakan ibadah haji, ia juga belajar agama Islam lebih dalam. Kurang lebih selama 10 tahun ia tinggal di Makkah untuk menimba ilmu. Saat di Makkah KH. Nurhasan Ubaidah menuntut ilmu di dua perguruan diantaranya adalah Rukbat Naksabandiyah (nama ini tidak ada hubungannya dengan Tariqat Naqsyabandiyah) dan perguruan yang berada di desa Syamiah. Darul Hadis merupakan salah satu madrasah yang digunakan oleh KH. Nurhasan Ubaidah untuk menimba ilmu. Dalam Darul Hadis ini ia banyak belajar tentang bagaimana mendalami serta memahami al-Qur’an dan Hadis. Syech Abu Samah dari Mesir dan Syech Abu Umar Hamdan dari Maroko adalah beberapa guru yang ia ikuti selama ia belajar agama di Makkah.14

Berbagai pemikiran yang dimiliki oleh Nurhasan Ubaidah, nampaknya banyak dipengaruhi saat ia menimba ilmu di madrasah Darul Hadis. Nama Darul Hadis inilah yang akan dijadikan Nurhasan Ubaidah menjadi nama pondok pesantrennya kelak. Saat menimba ilmu di Darul Hadis, ia mulai memiliki rasa fanatisme yang mendalam terhadap ajaran-ajaran kebenaran yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis. Oleh karena itu, setelah ia kembali pulang ke asalnya yakni Indonesia, ia hanya membawa ajaran yang berasal dari al-Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an dan Hadis dijadikan sumber dan hampir tidak ada yang lain yang ia jadikan pedoman untuk mengamalkan agama dan pengetahuannya.

14

Imam Tholkhah et al, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia (Jakarta: Diva Pustaka, 2006), 26-27.


(43)

33

Pada tahun 1941, ia kembali ke tanah air dengan membawa berbagai pemikirannya. Pada awalnya Nurhasan Ubaidah menyebarluaskan berbagai pemikiran dan pahamnya tersebut kepada lingkungan keluarga serta masyarakat yang ada di desanya. Pada tahun itu juga ia mulai dakwahnya dengan membuka pengajian kecil di Kediri. Dari pengajian kecil inilah lama kelamaan mulai banyak warga yang tertarik untuk mengikutinya. Ada beberapa juga yang menginap di sana, mulanya pondok tersebut biasa-biasa saja. Akan tetapi pada tahun 1951 Nurhasan Ubaidah memproklamirkan nama Darul Hadis. Nama Darul Hadis sendiri tidak ada sangkut pautnya dengan Darul Hadis yang ada di Malang. Darul Hadis yang ada di Malang hanya mefokuskan pada Hadis, sedangkan Darul Hadis yang didirikan oleh Nurhasan Ubaidah ini di dalamnya terdapat bebrapa doktrin diantaranya adalah doktrin tentang jamā’ah, amīr, bai’at dan taat.15 Doktrin yang ia gembor-gemborkan tersebut didasarkan atas atsār yang diucapkan oleh Umar bin Khattab yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Addarimi yang berbunyi:

“Sesungguhnya bukanlah Islam kalau tanpa jamā’ah, bukanlah jamā’ah kalau tanpa amīr, bukanlah amīr kalau tanpa, bukanlah bai’atkalau tanpa ketaatan”. 16

Berdasarkan atsār inilah Nurhasan Ubaidah menjadikannya sebagai landasan hukum terhadap doktrin-doktrin yang ia ajarkan seperti doktrin jamā’ah, keamīran, bai’at dan kesetiaan. Sehingga dari masing-masing

15Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Islam Jamaah”,

Ensiklopedi Islam, vol. 3, 229. 16


(44)

34

doktrin tersebut saling terikat yakni suatu kelompok harus dipimpin oleh seorang amīr yang telah dibai’at dan dipatuhi oleh pengikutnya.

Organisasi kemasyarakatan ini mengalami metamorfosa pergantian nama, diantaranya adalah Darul Hadis, Islam Jamā’ah, Jajasan Pendidikan Islam Djamā’ah (JPID), gugus depan pramuka khusus Islam, LEMKARI dan YAKARI (di Jawa Tengah) lalu LDII. Darul Hadis dianggap sesat oleh masyarakat dan pemerintah, oleh karena itu gerakan ini melakukan beberapa cara agar gerakannya tetap bertahan di tengah-tengah masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan untuk menjaga eksistensinya adalah berganti-ganti nama, agar pandangan negatif serta kecurigaan terhadap gerakan dapat hilang seiring dengan bergantinya nama tersebut. Selain itu, mereka juga menjelaskan kepada pemerintah bahwa gerakannya adalah mengajak umat Islam untuk kembali ke al-Qur’an dan Hadis merupakan suatu hal yang wajar.17 Istilah yang biasa digunakan atas

pergantian nama gerakannya adalah “berganti baju/mantel”. Agar dapat

memperkuat posisinya di masyarakat, gerakan ini menyalurkan aspirasi politiknya/ mendukung kepada Golkar.18

Walaupun demikian, organisasi ini tetap memiliki akar kesejarahan dengan Darul Hadis/ Islam Jamā’ah yang didirikan oleh KH. Nurhasan Ubaidah pada tahun 1951. Pada 29 Oktober 1971 secara resmi gerakan ini dilarang oleh pemerintah bedasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung RI No.Kep-089/D.A./10.1971 dan tak lama kemudian gerakan ini berganti

17

Tholkhah et al, Gerakan Islam Kontemporer, 42. 18


(45)

35

nama menjadi Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972. Selanjutnya pada tahun 1981, LEMKARI berganti nama kembali dengan nama singkatan LEMKARI juga yang merupakan kepanjangan dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam. Pada tahun 1990 LEMKARI berganti nama kembali dengan nama Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) sampai sekarang. Keberadaannya didasarkan pada undang-undang No. 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan, peraturan pemerintah No. 18 1986 tentang pelaksanaan UU No. 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan. Peraturan menteri dalam negeri No. 8 tahun 1986 tentang ruang lingkup, tata cara pemberitahun kepada pemerintah, papan nama dan lambang. Berkaitan dalam sejarah perkembangannya, organisasi ini mengalami perubahan nama melalui Mubes II LEMKARI pada tahun 1981 dan pada Mubes IV LEMKARI pada tahun 1990. Nama LDII merupakan hasil dari Musyawarah Besar (Mubes) VI yang diadakan oleh LEMKARI pada tahun 1990 di Jakarta.19

Pergantian nama tersebut tidak lain bertujuan agar dapat menghilangkan citra LEMKARI yang masih meneruskan paham Darul Hadis. Selain itu, pergantian nama yang dilakukan oleh gerakan tersebut dimaksudkan juga untuk pembinaan mantan anggota Islam Jamā’ah/ Darul Hadis agar meninggalkan ajaran dari gerakan sebelumnya yang pernah dilarang oleh pemerintah saat itu. Adanya kesamaan nama antara LEMKARI dengan Lembaga Karatedo Indonesia yang juga disingkat

19

M. Amin Djamaluddin, Kupas Tuntas Kesesatan & Kebohongan LDII; Jawaban Atas Buku Direktori LDII (Jakarta: LPPI, 2008), 2.


(46)

36

“LEMKARI” serta motivasi untuk mengembangkan dakwah secara

nasional. Beberapa alasan tersebut juga merupakan dorongan atas perubahan nama LEMKARI menjadi LDII.20

2. Masuknya LDII ke desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo

LDII masuk di desa Gemurung sekitar tahun 1960-an yang dibawa oleh Drs. Nurhasyim dan Nur Zain. Kedua tokoh tersebut merupakan para pendakwah yang dimiliki kelompok tersebut yang berpusat di Kediri. Pada saat itu kondisi masyarakat desa Gemurung adalah mayoritas warga Nahdliyin dengan memiliki komitmen yang kuat dengan organisasi yang dianutnya. Kedatangannya pertama kali ke desa Gemurung dengan nama Yayasan Pendidikan Islam Dakwah (YPID) ini mengalami penolakan keras dari masyarakat.21

Untuk dapat menyebarluaskan dan mengembangkan pahamnya tersebut Drs. Nurhasyim dan Nur Zain melakukan beberapa usaha diantaranya adalah melakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat atau tokoh agama. Hal tersebut dilakukan agar sebelum ajarannya mendapatkan tempat di masyarakat terlebih dahulu tokoh masyarakat sudah menjadi anggota mereka. Sehingga nantinya pendekatan ke masyarakat dapat lebih mudah karena telah mendapat dukungan dari tokoh masyarakat tersebut. Dalam hal ini yang pertama kali menerima dakwahnya adalah H. Abdul

Madjid dan H. Basuni (ta’mir masjid al-Mubarok Gemurung) keduanya

20

Hilmi Muhammad, LDII Pasang Surut Relasi Agama dan Negara (Depok: Elsas, 2013), 130. 21


(47)

37

merupakan tokoh masyarakat desa Gemurung sekaligus penggerak awal kelompok LDII di desa tersebut.

Pada awalnya, dakwah mereka hanya dilakukan di rumah H. Basuni yang berupa kegiatan pengajian kecil yang diikuti beberapa orang. H. Abdul Madjid, H. Basuni dan H. Abdul Faqih mengajak para keluarga dan warga sekitar untuk mengikuti pengajian tersebut. Agar dapat mengembangkan pahamnya, pendakwahnya tidak berhenti di sini saja, mereka terus menyebarkan pahamnya dengan mempengaruhi masyarakat desa Gemurung. Penyebaran pahamnya dilakukan dengan beberapa cara ada yang langsung dengan mengadakan pengajian, pernikahan, door to door dan lain-lain. Pernikahan merupakan salah satu cara yang efektif untuk menyebarluaskan suatu paham, oleh karena itu mereka menggunakan cara tersebut untuk menyebarluaskan pahamnya.

Dengan cara-cara tersebut lambat-laun dapat menjadikan LDII di desa Gemurung semakin berkembang pesat sampai saat ini. Dari yang awalnya hanya dua orang berkembang sampai saat ini mencapai sekitar 227 orang. Keanggotaan bersifat umum tidak memaksa dan suka rela, siapa saja diperbolehkan menjadi anggotanya asalkan mau mengikuti kegiatan yang diadakan serta mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Mereka tidak pernah membuat data statistik tentang perkembangan kelompoknya, sehingga tidak ada data konkret tentang jumlah anggota serta data kepengurusan.22

22


(48)

38

Dengan bertambahnya jumlah anggota baru dalam kelompoknya, maka H. Basuni mewaqafkan sebidang tanah untuk dijadikan musala (cikal bakal masjid al-Mabrur kelak). Dengan adanya musala ini, maka seluruh kegiatan keagamaan seperti pengajian rutin berpindah ke musala tersebut. Para tokoh tetap mendakwahkan ajaran-ajarannya serta mengajak masyarakat untuk mengikuti pengajian dan menerima keberadaan mereka. Akan tetapi ajakan tersebut mendapat penolakan keras dari masyarakat. Penolakan masyarakat tersebut mengalami puncaknya dengan pembakaran masjid al-Mabrur pada tahun 1967-an atas penolakan ajaran YPID yang belum bisa diterima oleh masyarakat.23 Pasca kejadian pembakaran masjid tersebut, maka para pendakwahnya seperti H. Idris As-Sidiq, Yai Dan serta Pak Toha melakukan dakwah secara door to door memperkenalkan ajaran YPID kepada masyarakat pada tahun 1969-1970-an. Dakwah secara door to door tersebut dilakukan karena para anggota merasa takut melakukan kegiatan ke masjid pasca kejadian pembakaran masjid al-Mabrur.

Seiring dengan berjalannya waktu penduduk desa Gemurung mulai bisa menerima kehadiran YPID dengan ajarannya seiring dengan pergantian nama dari YPID menjadi LEMKARI. Nama Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) merupakan nama baru yang diresmikan pada tahun 1990. Dengan bergantinya nama ini lambat laun dapat menjadikan penduduk desa Gemurung yang mayoritas Nahdliyin ini mulai bisa menerima dan mau berbaur dengan anggotanya. Munculnya kesadaran dari

23


(49)

39

masyarakat ini dikarenakan kelompok tersebut tidak mengganggu kegiatan keagamaan warga mayoritas. Hal itu berakibat positif yang dapat mengembangkan ajarannya di tengah-tengah masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, yang pada awalnya jumlah anggotanya hanya dua orang yakni H. Abdul Madjid dan H. Basuni kini semakin bertambah banyak, bahkan dapat menyebar ke beberapa desa tetangga.24

LDII di desa Gemurung merupakan kelompok minoritas di tengah-tengah warga mayoritas Nahdliyin. Walaupun demikian, antara warga minoritas maupun mayoritas bisa berhubungan dengan baik. Sehingga mereka dapat hidup berdampingan secara normal tanpa adanya golongan yang terdiskriminasi. Hal tersebut dapat dibuktikan saat ini di desa Gemurung pada pemilihan umum kepala desa periode II pada tahun 2008-2013 dimenangkan oleh calon kepala desa dari kelompok minoritas. Saat pemilihan umum kepala desa periode 2013-2018 kembali terpilih lagi calon kepala desa dari kelompoknya, yakni Bapak Bambang Supriono. Dengan terpilihnya calon kepala desa dari golongan minoritas ini berarti masyarakat sudah tidak membeda-bedakan antara warga Nahdliyin atau bukan. Masyarkat secara umum menyalurkan aspirasinya berdasarkan asas berdemokrasi, memilih pemimpin berdasarkan kepercayaan serta kemampuan yang dimiliki oleh setiap calon kepala desa.

24


(50)

40

3. Tokoh-Tokoh LDII

Sudah menjadi hal wajar apabila suatu lembaga atau organisasi memiliki tokoh-tokoh atau para pengurus di badan lembaga/organisasi baik secara fomal maupun non-formal. Sama halnya dengan LDII di desa Gemurung juga memiliki tokoh-tokoh promotor atau penggerak dari kegiatan maupun perkembangan ke depannya.

Pada tahun sekitar 1960-an yang menjadi promotor awal dari gerakan LDII di desa Gemurung adalah H. Basuni dan H. Abdul Majid, mereka berdua adalah orang pertama yang mau menerima ajaran YPID/LDII di Gemurung. Saat periode awal kepemimpinan kelompok LDII, H. Basuni lah yang menjadi kiai kelompok mereka. Pada awalnya dakwah hanya dilakukan dilingkungan keluarga saja, seiring dengan berjalannya waktu mereka mulai mendakwahkan ajarannya kepada masyarakat Gemurung dengan mengadakan pengajian kecil di rumah H. Basuni. Pada saat itu dakwah belum dilakukan secara terang-terangan seperti saat ini, dapat dikatakan dakwah mereka awalnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Setelah H. Basuni meninggal dunia, maka kepemimpinan dari kelompok LDII digantikan oleh H. Abdul Faqih (anak H. Abdul Majid) sampai sekarang.

Berikut adalah susunan pengurus LDII kelompok Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo tahun 2014-2016 di desa Gemurung adalah:25

25


(51)

41

Kyai Kelompok

H. Abdul Faqih

Organisasi Asad Senkom

Ketua: A. Zunaidi Wakil Ketua: H. Cipto

H. Buwono

Sekretaris : H. Agung Umar Bendahara : Taufiq

Ketua : M. Sirot Wakil Ketua: A. Rofiq Sekretaris : Arwin Bendahara : Mujiharto

Arif Hisbullah Rokim A.Sujarno BP Yakup Sukardi Jumar

Mubalig Keuangan Penerobos Agniya Koordinator Ibu-Ibu

Zamroni Hasan H. Tamim Jamal Hafid Ishariyanto Rokim H. Rohmad Sukardi Bambang S. H. Tamim H. Agung Taufiq Gufron Oma Sanjaya Buwono Basuni H. Idris Ketua Hj. Sukowati Wakil Ketua Tamlika Kartina Ndari Tim Tujuh

Tim Bacaan Tim Basyiron Wamadiron

Tim Penyelesaian Tim Perkawinan

Zamroni Hasan

1. Tim Mundar-Mandir -Zunaidi

2. Tim Kematian -Yakub -Yatno -Hari -Imam 3. Tim BK

- H. Agung - H. Rohmat - Arwin 4. Tim KBM

- Suyitno

1. Tim Utang-Piutang

- Zunaidi 2. Tim Gambuh

- H. Buwono - Djito

- H. Ngadiron 3. Tim Benda Sabilillah - Mujiharto -Ya’kup H. Idris Tim Keluarga Bahagia -H. Djipto -Gufron Tim Agniya -Taufiq

Tim Faroid Tim Dhuafa Tim Pembangunan

H. Idris Tim Haji -H. Buwono

Ya’kup Miswandi Jumar Abu Sriman Abdul Wahab Yasin

Wakil Kyai Kelompok

1. H. Idris Asidiq 2. Arif Hisbullah


(52)

42

C. Ajaran dan Doktrin LDII

Adanya ketersambungan antara Islam Jamā’ah/Darul Hadis, LEMKARI dan LDII ini dapat ditelusuri dari doktrin dan ajaran keagamaan yang telah dikembangkan dan disebarluaskan kepada para anggota, yang mana ajarannya bersumber dari Nurhasan Ubaidah. Karena ajaran sesatnya yang meresahkan masyarakat, maka pada 29 Oktober 1971 secara resmi gerakan tersebut dilarang oleh pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung RI No.Kep-089/D.A./10.1971.

Doktrin dan ajarannya meliputi berbagai aktivitas keagamaan yang bertujuan untuk memurnikan agama Islam di masyarakat yang dikorelasikan dengan kehidupan akhirat kelak, dengan cara memperbanyak amal saleh sebanyak-banyaknya sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis.26 Dalam hal ini peneliti membagi menjadi dua bagian yakni ajaran/doktrin tentang keimanan dan peribadatan. Berikut adalah ajaran dan doktrin LDII sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Bambang Irawan Hafiludin:27

1. Keimanan

Keimanan merupakan keyakinan, ketetapan dan keteguhan hati seorang manusia sebagai hamba kepada Tuhannya. Seorang muslim wajib memperkuat keimanan kepada Allah. Dalam hal ini ajaran serta doktrin yang dibuat oleh Nurhasan Ubaidah dan diajarkan serta disebarluaskan kepada para anggotanya terkait tentang keimanan diantaranya adalah:

26 Limas dodi, “Respon Tokoh Masyarakat Kediri Terhadap Ideologi Lembaga Dakwah Islam

Indonesia (LDII)”, (Disertasi Doktor, UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2015), 324.

27


(53)

43

a. Doktrin bai’at, yakni janji setia kepada Tuhan untuk konsisten terhadap agama yang dipersaksikan kepada Nabi Muhammad Shallā Allāh hu Alaihi wa Sallam atau pemimpin, dalam hal ini adalah Nuhasan Ubaidah. Berikut salah satu Hadis yang digunakan Nurhasan untuk mengambil bai’at dari pengikutnya yang artinya

“Barang siapa yang mati tanpa bai’at di lehernya, maka matinya

seperti mati jahiliyyah”. (H.R. Muslim).

Nurhasan Ubaidah mengatakan bahwa, mati jahiliyyah dalam Hadis tersebut sama dengan mati kafir. Padahal pendapat Ulama Ahli Hadis, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Hajar, yang dimaksud mati jahilliyah dalam Hadis ini bukan mati kafir, akan tetapi mati dalam keadaan menentang.28

b. Wajib jihad Mukhlis Lillah karena Allah, yang tujuan utamanya

adalah surga dan terhindar dari neraka, yang didasari oleh “Basyiran wa Nadziran“. Ajaran Mukhlis Lillah karena Allah dengan dasar

Basyiran wa Nadziran ini terus menerus diulang dan ditekankan kepada para anggota, agar mereka lebih mantap dan yakin atas keyakinan dan ajarannya. Sehingga berdampak kepada anggota yang menjadi fanatik dengan alirannya.

c. Sumber hukum syari’at Islam diantaranya: Allah (al-Qur’an), Rasul

(Hadis), Ijma’, Qiyas.29

Dalam kelompok ini berpegang teguh pada hukum Islam yang diyakininya yakni al-Qur’an dan Hadis serta

28

Ibid., 32-33. 29

Dewan Pimpinan Pusat, Direktori LDII bagian kedua, Edisi Ketiga (Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat, 2006), 2.


(54)

44

manqūl amīr. Hukum Islam tersebut digunakan dalam penerapan berbagai kehidupan sehari-hari.

d. Orang Islam di luar mereka adalah kafir dan najis. Termasuk kedua orang tua sekalipun. Adanya anggapan bahwa orang yang di luar kelompok adalah kafir dan najis, karena adanya doktrin dan ajaran yang dibuat oleh Nurhasan Ubaidah yang disebarluaskan kepada pengikutnya.

e. Mati dalam keadaan belum bai’at kepada amīr LDII, maka akan mati jahiliyah (mati kafir). Menurut Nurhasan Ubaidah mengatakan bahwa seorang muslim harus memiliki seorang pemimpin dalam kelompoknya, ia harus setia/bai’at dengan pemimpinnya. Karena kepemimpinan merupakan salah satu jalan untuk berjamā’ah untuk menuju kebaikan/surganya Allah.

f. Di seluruh alam jagat raya ini hanya satu-satunya jalan mutlak masuk surga, selamat dari neraka itu adalah al-Qur’an-Hadis, jamā’ah di luar itu pastilah kafir dan neraka. Fatwa yang disampaikan oleh Nurhasan Ubaidah tersebut menjelaskan bahwa di seluruh dunia ini satu-satunya aliran/jalan multlak agar dapat selamat dari siksa neraka dan masuk surga hanyalah alirannya dengan berpedoman kitab al-Qur’an dan Hadis serta program-programmnya yakni program lima bab dan sistem 354; sistem tiga adalah


(55)

45

2. Peribadatan

Dalam hal ini peneliti mencoba mengumpulkan ajaran serta doktrin yang diciptakan oleh Nurhasan Ubaidah yang telah diajarkan dan menyebar di anggota LDII terkait dalam bidang peribadatan diantaranya adalah:

a. Doktrin manqūl (transmisi ilmu pengetahuan), dengan doktrin ini mengharuskan pengikutnya harus mempunyai transmisi keilmuan dari lisan sang amīr, wakil amīr atau amīr-amīr daerah melalui amīr KH. Nurhasan Ubaidah. Ia mengatakan bahwa ilmu itu tidak sah/tak bernilai sebagai ilmu agama kecuali ilmu yang disahkan olehnya secara manqūl.30 Doktrin ini didasarkan hukumnya oleh Nurhasan Ubaidah dari Hadis yang maknanya menurut Nurhasan Ubaidah adalah sebagai berikut:

“Barang siapa yang mengucapkan (menerangkan) kitab Allah

yang Maha Mulia dan Maha Agung dengan pendapatnya (secara tidak manqūl), walaupun benar maka sungguh ia telah salah.” (HR. Abu Dawud)

“Barang siapa membaca al-Qur’an tanpa ilmu (tidak manqūl),

maka hendaklah menempati tempat duduknya di neraka.” (HR.

Tirmidzi)31

b. Doktrin jamā’ah, merupakan doktrin yang diajarkan oleh Nurhasan Ubaidah yang mengharuskan muslim hidup secara berkelompok, dalam hal ini wajib adanya amīr/imam di dalamnya. Menurutnya seorang muslim perlu masuk dalam suatu kelompok, karena bukan

30

Ahmad Jaiz, Bahaya Islam Jama’ah, 44. 31


(56)

46

hanya melakukan ibadah salat saja tetapi juga dalam seluruh kehidupan keIslamannya.32 Nurhasan Ubaidah mengatakan bahwa

jamā’ah merupakan sekelompok orang Muslim yang membaiat

seoranga amīr kemudian amīr tersebut ditaati.

c. Doktrin pemimpin/amīr, dengan doktrin ini bermaksud bahwa tidak sahnya Islam seseorang yang tidak beramīr dan berjamā’ah, seperti tidak sahnya salat seseorang yang tidak berwudlu. Berikut salah satu Hadis اyang digunakan Nurhasan Ubaidah dalam menegakkan kepemimpinannya

اْ اْ ْ عا ر آ اَإاة ا ْر باو ن ال ناة اال َ

“Tidak halal bagi tiga orang yang berada di bumi falah (kosong),

melainkan mereka menjadikan amīr kepada salah satu mereka untuk

memimpin mereka”. (H.R. Ahmad).

Hadis ini tercantum di dalam kitab himpunan Hadis koleksi Islam Jamā’ah yang bernama Kitābul Imārah pada halaman 255. Nurhasan Ubaidah menfsirkan Hadis tersebut bahwa setiap Muslim di dunia ini hidupnya masih haram, baik makannya, minumnya, bernafasnya, shalanya, ibadahnya pun haram, seperti makan daging babi. Kecuali ia mengangkat seorang imam, sehingga hidupnya menjadi halal.33 d. Doktrin taat, ajarannya adalah kewajiban taat dan patuh kepada amīr

tertentu, yaitu Nurhasan Ubaidah. Doktrin taat ini tidak dapat dipisahkan dengan doktrin yang telah diciptakan oleh Nurhasan Ubaidah yakni doktrin jamā’ah dan keamīran. Pada dasarnya

32

Tholkhah et al, Gerakan Islam Kontemporer, 36. 33


(57)

47

Nurhasan menggunakan dasar hukum yang sama untuk menguatkan pendapatnya tersebut misalnya saja Hadis yang artinya

“Barang siapa yang mati, sedang pada lehernya tiada bai’at (tidak pernah mengucapkan bai’at) maka matilah ia di dalam

keadaan jahiliyah” 34

e. Al-Qur’an dan Hadis yang boleh diterima adalah yang manqūl (yang keluar dari mulut imam atau amīr mereka), sedangkan yang keluar/diucapkan oleh orang yang bukan imam atau amīrnya, maka haram untuk diikuti. Hal tersebut sebagai bukti adanya ketaatan kepada seorang imam/amīr dalam doktrinnya. Sehingga dengan adanya doktrin manqūl, secara tidak langsung dapat mengikat anggota dengan para amīrnya.

f. Wajib mensakralkan amīr dan mengkultuskannya. Kewajiban untuk mengkultuskan serta mensakralkan amīr (Nurhasan Ubaidah) pada setiap anggotanya merupakan imbas dari pengaplikasian doktrin keamīran, bai’at serta taat yang diajarkan olehnya. Dengan adanya nasihat yang diucapakan oleh Nurhasan Ubaidah yang mengatakan bahwa ia lebih tinggi derajatnya dan lebih berat bobotnya daripada manusia sedunia, sehingga para pengikutnya diharuskan bersyukur kepada amīr. Karena dengan adanya sang amīr, maka para anggota pasti masuk surga.

g. Wajib taqiyyah yang berupa fathōnah, bithōnah, budiluhur

luhuringbudi karena Allah. Strategi Taqiyyah ini digunakan oleh

34


(58)

48

Nurhasan Ubaidah untuk diterapkan pada pengikutnya agar dalam masyarakat umum, mereka bisa melindungi keamanannya serta mempertahankan eksistensinya. Adapun dalil yang dijadikan dasar hukum atas ajaran wajibnya taqiyah adalah al-Qur’an surat Ali Imran ayat 118 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu

(karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)

kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang

menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat

(Kami), jika kamu memahaminya.”35

h. Wajib menjalankan program lima bab dan sistem 354; sistem tiga adalah al-Qur’an, Hadis, dan Jamā’ah; sistem lima adalah mengaji, beramal, membela, sambung kelompok, dan taatamīr; sistem empat adalah syukur pada amīr, mengagungkan amīr, bersungguh-sungguh,

dan berdo’a. Progam 5 bab dengan sistem 354 inilah yang selalu

diajarkan oleh para imam atau amīr kepada para anggotanya. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat mereka harus mengaplikasikan program tersebut.

i. Hanya wajib mempelajari kitab yang sudah di-manqūlkan dari amīr, seperti Kitāb Shalāt, Kitāb Shalāt Nawafil, Kitāb Haji, Kitāb Jannah wan Nār, Kitāb Adāb, Kitab Himpunan Peraturan-peraturan amīr, dan Nasihat-nasihat amīr serta kalimat ucapan bai’at, sedangkan selain selain kitab-kitab itu adalah bathil. Pada awalnya mereka

35


(1)

100

3. Bagi masyarakat Gemurung dan kelompok LDII, agar lebih dapat terbuka dan saling berkomunikasi antar keduanya. Sehingga apa yang menjadi keinginan dari keduanya dapat dibicarakan lebih baik lagi serta saling menghormati dan menghargai setiap pemahaman atas keyakinan masing-masing. Selanjutnya ke depanya agar dapat berjalan lebih baik lagi dan dapat hidup berdampingan dalam bermasyarakat tanpa adanya suatu hal yang membeda-bedakan yang dapat mengakibatkan adanya perpecahan dan perselisihan.


(2)

Daftar Pustaka

Abdurrohman,Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Al-Madkhali, Rabi’ bin Hadi. Cara Para Nabi Berdakwah. Terj. Muhtadin Abrari. Pekalongan: Pustaka Sumayyah, 2007.

Amin, M. Darori (Ed.). Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media, 2000.

Bungin, M. Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2011.

Departemen Agama. al-Qur’an. Semarang: Jasa Media Utama, 1997.

Dewan Pimpinan Pusat LDII. Himpunan Keputusan Munas VI/Anggaran Dasar LDII. Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat LDII, 2005.

_______________________. Direktori LDII bagian kedua, Edisi Ketiga. Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat, 2006.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. “Islam Jama’ah”, Ensiklopedi Islam, vol. 3,

ed. Nina M. Armando et al. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Houve, 2005. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai.

Jakarta: LP3ES, 1984.

Djamaluddin, M. Amin. Kupas Tuntas Kesesatan & Kebohongan LDII; Jawaban Atas Buku Direktori LDII. Jakarta: LPPI, 2008.

Dodi, Limas. “Respon Tokoh Masyarakat Kediri Terhadap Ideologi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)”. Disertasi Doktor, UIN Sunan Ampel,

Surabaya, 2015.

Fakhruddin, Ainur Rofiq. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Larangan Pernikahan di Luar Golongan Masyarakat Islam LDII; Studi Kasus di desa Glagahan

kecamatan Perak kabupaten Jombang”. Skripsi, IAIN Sunan Ampel

Fakultas Syariah, Surabaya, 2013.

Jabir, Hussain bin Muhammad bin Ali. Menuju Jama’atul Muslimin. Terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid. Jakarta: Robbani Prees, 2008.


(3)

102

Jaiz, Hartono Ahmad. Alirandan Paham Sesat di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.

_________________ (Ed.). Bahaya Islam Jama’ah-LEMKARI-LDII. Jakarta: LPPI, 2006.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia, 1993.

Madjid, Nurcholish. Menembus Batas Tradisi Menuju Masa Depan yang Membebaskan. Jakarta: Kompas, 2006.

Mardinin, Johanes (Ed.). Jangan Tangisi Tradisi; Transformasi Budaya Menuju Masyarakat Indonesia Modern. Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Mawardi dan Nur Hidayati. Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar ( IAD-ISD-IBD. Bandung: CV Pustaka Setia, 2000.

Muhammad, Hilmi. LDII Pasang Surut Relasi Agama dan Negara. Depok: Elsas, 2013.

MS., Wahyu. Wawasan Ilmu Sosial. Surabaya: Usaha Nasional, 1986.

Nata, Abuddin. Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001.

Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1980.

Partanto, Pius A. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994.

Rahmat, M. Imadadun. Arus Baru Islam Radikal (Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia). Jakarta: Erlangga, 2005.

Shalahuddin, Mahfudh dan Abdul Kadir. Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Bina Ilmu, 1991.

Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial; Suatu Teknik Penelitian bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.

Supardan, Dadang. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013.


(4)

103

Suprayogo, Imam et al. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

Tasmuji et al. Ilmu Alamiah Dasar (IAD), Ilmu Sosial (ISD), Ilmu Budaya Dasar (IBD). Surabaya: IAIN Press, 2012.

Tholkhah, Imam et al. Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia. Jakarta: Diva Pustaka, 2006.

Usman, Husaini. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju


(5)

104

Daftar Pertanyaan Wawancara

1. Bagaimana sejarah LDII di desa Gemurung kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo?

2. Siapa saja tokoh penggerak atau promotor gerakan LDII di desa Gemurung? 3. Apa saja ajaran atau doktrin yang dilakukan oleh LDII?

4. Apakah terdapat permasalahan keagamaan yang muncul dari masyarakat Gemurung terkait keberadaan LDII dan ajarannya? Sebutkan dan jelaskan! 5. Adakah pengaruh dari perubahan nama LEMKARI menjadi LDII terhadap

kelompok mereka dengan masyarakat? jelaskan!

6. Bagaimana perkembangan LDII pada 1985-2015, sebelum berganti nama LDII (1985-1990) dan sesudah berganti nama LDII (1990-2015) dalam bidang sosial, agama, ekonomi, budaya?

7. Bagaimana cara LDII dalam berdakwah kepada masyarakat Gemurung? 8. Apa saja kegiatan rutinitas keagamaan kelompok LDII Gemurung dalam

keseharian?

9. Apa saja kitab-kitab atau buku yang digunakan kelompok LDII dalam pengajiannya?

10. Apa saja hasil-hasil yang telah dicapai oleh kelompok LDII saat ini? 11. Bagaimana interaksi antara anggota LDII dengan masyarakat Gemurung? 12. Bagaimana hubungan atau kondisi sosial masyarakat Gemurung dengan

kelompok LDII?

13. Bagaimana respon masyarakat Gemurung terhadap keberadaan LDII?

14. Bagaimana pendapat para tokoh agama terkait keberadaan LDII dan ajarannya?


(6)

105

Daftar Narasumber

1. Nama : Lefi Anas Abdullah, Wawancara, Sidoarjo, 26 April 2016.

Umur : 42 tahun

Jabatan : Sekretaris Desa Gemurung

2. Nama : Zunaidi, Wawancara, Sidoarjo, 7 Maret 2016.

Umur : 49 tahun

Jabatan : Ketua LDII desa Gemurung

3. Nama :H. Idris Asidiq, Wawancara, Sidoarjo, 27 Februari 2016.

Umur : 72 tahun

Jabatan : Wakil Kiai Kelompok LDII (Sesepuh LDII)

4. Nama :Muasmadah, Wawancara, Sidoarjo, 28 Mei 2016.

Umur : 54 tahun

Jabatan : Masyarakat Gemurung

5. Nama : Sulami, Wawancara, Sidoarjo, 28 Mei 2016.

Umur : 46 tahun

Jabatan : Masyarakat Gemurung

6. Nama : Rohmani, Wawancara, Sidoarjo, 28 Mei 2016.

Umur : 60 tahun

Jabatan : Anggota LDII

7. Nama : Ratna, Wawancara, Sidoarjo, 23 Juli 2016.

Umur : -

Jabatan : Anggota LDII (Anak dari H. Basuni kiai kelompok pertama LDII Gemurung)

8. Nama :H. Hendro Prayitno, Wawancara, Sidoarjo, 09 Juni 2016

Umur : 39 tahun

Jabatan : Ketua Muhammadiyah kecamatan Gedangan

9. Nama :H. Turmudzi, Wawancara, Sidoarjo, 09 Juni 2016.

Umur : 54 tahun