Respon tokoh masyarakat Kediri terhadap ideologi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

(1)

RESPON TOKO

LEMBAGA D

Disusun untuk Me dalam Program Stu

PROGR

KOH MASYARAKAT KEDIRI TERHA

IDEOLOGI

A DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDI

DISERTASI

Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Do Studi Dirasah Islamiyah pada Program Pascasa

UIN Sunan Ampel Surabaya

Oleh:

LIMAS DODI

NIM : F01511009

GRAM DOKTOR PASCASARJANA

UIN SUNAN AMPEL

SURABAYA

2015

ADAP

DII)

Doktor asarjana


(2)

RESPON TOKOH MASYARAKAT KEDIRI TERHADAP

IDEOLOGI

LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

Oleh:

LIMAS DODI

NIM : F01511009

DISERTASI

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Doktor dalam Program Studi Dirasah Islamiyah pada Program Pascasarjana

UIN Sunan Ampel Surabaya

PROGRAM DOKTOR PASCASARJANA

UIN SUNAN AMPEL

SURABAYA

2015


(3)

(4)

(5)

(6)

Abstrak

LDII adalah salah satu organisasi sosial masyarakat yang menjelma menjadi salah satu ormas Islam yang ternyata sulit diterima apalagi mendapat respon positif di masyarakat, bahkan kadang muncul pula labeling sesat oleh beberapa pihak. Hakikat ajaran dan pemikiran yang dikembangkan para pengikut ormas ini banyak dipertanyakan oleh berbagai pihak, karena mereka masih bersikap selektif terhadap orang baru dan tidak mau terbuka terhadap pihak terkait. Pengakuan mereka bahwa mereka sudah lepas dari ajaran Darul Hadits yang difatwakan sesat oleh MUI tidak mudah untuk mendapat respon positif. Sementara kenyataan di lapangan warga yang termasuk pengikut LDII menampakkan keselarasan dengan umat Islam dari kelompok lain hanya dalam hal yang bersifat sosiologis semata, bukan dalam ideologi dan pemikiran. Dengan demikian, ideologi LDII mendapat respon yang beragam oleh kelompok Islam lain seperti NU, Muhammadiyah dan Wahidiyah, maupun dari MUI. Penelitian ini membahas tentang ”Respon Tokoh Masyarakat Kediri Terhadap Ideologi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)”. Dalam penelitian ini, peneliti memusatkan pembahasan pada respon tokoh masyarakat Kediri terhadap ideologi LDII, dengan rumusan masalah: 1) Bagaimana sejarah gerakan keagamaan LDII? 2) Bagaimana ideologi LDII? 3) Bagaimana respon tokoh masyarakat Kediri terhadap gerakan sosial keagamaan LDII?. Jenis penelitian ini adalah kualitatif, untuk mengungkap gejala secara holistik dan kontekstual melalui pengumpulan data dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci. Selain itu, peneliti menggunakan fenomenologi

sebagai pisau occum untuk membedah respon masyarakat Kediri terhadap

ideologi LDII.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 1) Dalam sejarahnya LDII dikonotasikan sebagai penerus dari pemikiran dan ajaran Darul Hadits dan Islam Jamaah. Meskipun banyak indikasi yang mengarahkan persepsi demikian, menurut pengakuan warga LDII Kediri, LDII merupakan suatu organisasi

bentukan pemerintah orde baru yang ditugaskan untuk membenahi

penyelewengan ajaran Islam yang dilakukan oleh kelompok Darul Hadits atau Islam Jamaah. 2) Ideologi LDII pada hakikatnya terbagi menjadi tiga, yaitu ideologi gerakan keagamaan, ideologi ekonomi dan ideologi politik. Ideologi gerakan keagamaan LDII memiliki tujuan yaitu memurnikan agama Islam di masyarakat yang dilakukan oleh bidang dakwah. Ideologi ekonomi LDII memiliki tujuan membentuk masyarakat muslim yang kuat duniawi dan berakhlak mulia. Sedangkan ideologi politik LDII memiliki platform politik yaitu partai politik adalah subsistem dari gerakan dakwah. 3) Respon tokoh MUI, Wahidiyah, NU dan Muhammadiyah di Kediri terhadap ideologi Gerakan keagamaan LDII ada dua, yaitu respon akomodatif dan respon resistensif. Respon akomodatif masyarakat Kediri yaitu berupa diterimanya gerakan keagamaan LDII sebagai salah satu golongan Islam yang tidak menyimpang, namun justru membangun umat. Sedangkan respon resistensif yaitu berupa kecurigaan masyarakat terhadap sejarah ideologi sosial keagamaan dan politik LDII yang berakar dari Islam Jama’ah.


(7)

DAFTAR ISI

COVER DALAM

HALAMAN PERSEMBAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PROMOTOR ... v

HALAMAN PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ... x

ABSTRAK BAHASA INGGRIS ... xi

ABSTRAK BAHASA ARAB ... xii

DAFTAR ISI.……….……...… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Msalah Masalah ... 13

C. Rumusan Masalah ... 14

D. Tujuan Penelitian ... 14

E. Kegunaan Penelitian ... 15

F. Penelitian Terdahulu ... 16

G. Metodologi Penelitian ... 18

H. Sistematika Pembahasan ... 32

BAB II: GERAKAN SOSIAL KEAGAMAAN DAN IDEOLOGI... 34

A. Gerakan Sosial Keagamaan ... 34

1. Pengertian Gerakan Sosial Keagamaan... 34

2. Faktor Munculnya Gerakan Sosial Keagamaan ... 37


(8)

B. Ideologi ... 54

1. Pengertian Ideologi ... 54

2. Prinsip-prinsip Ideologi ... 68

3. Macam-macam Ideologi ... 72

BAB III: DINAMIKA PEMIKIRAN ERA AWAL ISLAM HINGGA ERA H. NURHASAN AL-UBAIDAH ... 93

A. Era Rasulullah ... 93

B. Era Khulafa’ al-Rasyidin ... 97

C. Era ... 121

D. Era Ibn Taimiyah ... 135

E. Era Muhammad bin Abdul Wahab ... 140

F. Era Salafi ... 144

G. Era Nur Hasan Ubaidah ... 146

a. Aktifitas Ketika di Makkah ... 148

b. Sepulang Ke Indonesia ... 150

c. Lahir Sebagai LDII ... 153

d. Sistem Pengajaran ... 158

e. Ideologi LDII ... 159

BAB IV: POLEMIK, DESIMINASI, REKONSILIASI DAN PENERIMAAN TERHADAP IDEOLOGI LDII ... 200

A. Setting Sosial Keagamaan Masyarakat Muslim di Kediri ... 200

B. Tahap Pengenalan LDII ... 223

C. Polemik Ideologi LDII ... 239

D. Desiminasi Ideologi LDII ... 283

E. Rekonsiliasi dan Penerimaan LDII ... 309

BAB V: PENUTUP ... 324

A. Kesimpulan ... 324


(9)

C. Saran/Rekomendasi ... 328

DAFTAR PUSTAKA ... 329 BIODATA PENULIS


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Manusia beragama bukan hanya terbatas pada mereka mempercayai adanya Tuhan, akan tetapi mereka yang mempercayai adanya kekuatan lain yang tidak terlihat secara kasap mata, dapat dikatakan sebagai manusia yang beragama. Agama meliputi berbagai bidang kehidupan manusia seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Agama mengatur hal sederhana sampai pada hal yang komplek,

dan merupakan patokan manusia dalam bertindak dalam kehidupannya.1

Agama yang mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat dapat menjadi dasar dalam suatu pergerakan yang muncul dalam masyarakat. Perubahan zaman yang semakin hari kian pesat dengan membawa berbagai dampak pada kehidupan yang mulai menjauh dari nilai-nilai agama memicu munculnya gerakan sosial dengan basis agama untuk melakukan pembaharuan. Gerakan sosial keagamaan bermunculan untuk menjadi kontrol sosial masyarakat secara umum atau pemeluk agama tersebut secara khusus.2

Sekitar abad XIII-XIV di dunia Islam muncul kelompok Salafiyah, yaitu gerakan yang mengajak umat Islam untuk kembali kepada tradisi salaf (generasi pertama Islam, yaitu para sahabat Nabi SAW) dan berpegang teguh

1

Robert N. Bellah, dan Philiip E. Hammaond, Varieties of Civil Religion: Beragam Bentuk Agama Sipil dalam Beragam Bentuk Kekuasaan Politik Kultural Ekonomi dan Social, terj. Ihsan Ali Fauzi (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), 25.

2

Robert N. Bellah, Religious Evolution (New York: Illionist Scott, 1981), 19. 1


(11)

2

pada al-Qur'an. Gerakan ini diilhami oleh Ibnu Taimiyah. Kelompok Salafiyah yang dikenal juga sebagai "gerakan pembaharuan pemahaman Islam (reformisme Islam)" dan "gerakan pemurnian Islam" itu dipandang orang-orang Barat sebagai "gerakan yang sama" dengan yang terjadi dalam sejarah Kristen. Dari situlah Barat kemudian memunculkan istilah "fundamentalisme Islam"

( ).3

Salah satu faktor yang menyebabkan munculnya fundamentalisme dalam agama Islam adalah ketika umat Islam yang melihat sebagian muslim yang lain, semakin jauh dari nilai-nilai Islam dan tidak peduli dengan semua yang terjadi. Di sisi lain, umat Islam melihat orang-orang ada yang gigih memerangi dan menghadapi mereka dengan kekuatan dan usaha yang maksimal untuk mengembalikan umat Islam kepada kemuliaan, dan kecemerlangan seperti yang terjadi pada masa lalu.4

Di era modern, gerakan Islam harus mampu menghadapi masalah-masalah yang diinginkan yakni kesanggupannya memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat modern dan berbagai tuntutannya, material maupun

3

Penamaan tersebut merupakan pemaksaan terhadap sejarah, karena "gerakan kembali pada al-Qur'an atau Islam yang asli" mempunyai visi, cita dan orientasi yang sama sekali berbeda dengan fundamentalisme Kristen. Salah satu perbedaan itu adalah fundamentalisme Kristen muncul karena adanya ketidakpuasan terhadap agama (yang semakin lemah dan tidak tahan menghadapi arus penemuan dan pengembangan sains modern), sedangkan "gerakan yang sama" dalam Islam muncul justru karena ketidakpuasan terhadap keadaan dunia. Selain itu, "gerakan yang sama" di dunia Islam tidak anti sains modern, tapi justru mendorong umat Islam agar menguasainya. Perkembangan sains modern bahkan seiring sejalan dengan ajaran al-Qur'an. Gerakan pembaharuan di dunia Islam adalah gerakan yang mengajak umat Islam agar kembali pada al-Qur'an dan hadis, mempertahankan kemurnian Islam dan membersihkannya dari paham-paham "asing" yang mengotorinya, mengamalkan syari'at Islam dalam segala aspek kehidupan, menghapus taklid buta dalam beragama, ketahayulan, khurafat, kejumudan berfikir, serta menentang setiap pemikiran dan budaya "asing" utamanya dari Barat, yang bertentangan dengan Islam. Gerakan pembaharuan juga mengajak umat Islam agar melawan musuh agama dan umat Islam. Lihat, Asep Syamsul M.Romli, Isu-isu Dunia Islam (Yogyakarta: Dinamika, 1996), 88.

4

Hasan Bin Falah al-Qahthani, Pedoman Harakah Islamiyah, terj. Ummu ‘Udhma ‘Azmina. (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994), 15.


(12)

3

moral. Eksistensi gerakan Islam tidak mungkin mantap jika tidak memiliki pengaruh apa-apa di dalam keyakinan umat dan kehidupannya, sehingga umat melihat bahwa jalan keluar dari masalah tersebut ada di dalam ajaran fundamentalisme.5

Dalam sejarah Islam Indonesia terdapat polarisasi umat Islam yang amat kaya.6 Sejak zaman kemerdekaan, Islam sudah menunjukkan beraneka

5

Istilah fundamentalis ini digunakan untuk menggeneralisasi berbagai gerakan Islam yang muncul dalam masa yang sering disebut sebagai "Kebangkitan Islam", beberapa dasa warsa terakhir terlihat gejala kebangkitan Islam yang muncul dalam berbagai bentuk intensifikasi penghayatan dan pengamalan Islam, yang diikuti dengan pencarian dan penegasan kembali nilai-nilai Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Lihat, Azyumardi Azra. Pergolakan Politik Islam Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post Modernisme (Jakarta: Paramadina, 1996), 107. Lihat pula Yusuf Qardhawi dalam bukunya Masa Depan Fundamentalisme Islam (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1997), 74. Bahwa tujuan yang hendak di capai umat dalam perkembangan dan kemajuan tidak akan tercapai kecuali setelah bergabung dengan fundamentalis.

6

Awal pertumbuhan pola pemikiran keislaman di Indonesia bersifat tradisional-skripturalistik. Tradisional-skripturalistik merupakan corak berpikir yang berorientasi pada aspek eksistensi literal nas. Bagi golongan ini "gugatan" terhadap nas masih tetap sesuatu yang dianggap tabu, karena nas tersebut dianggap sebagai wujud tunggal dari "kebenaran mutlak" yang mesti dipedomani. Pola pemikiran tradisional-skripturalistik ini dalam lingkungan pemikiran hukum Islam di Indonesia lebih dominan berpengaruh pada pesantren-pesantren di pedesaan yang mendapat bimbingan penuh dari kiai (ulama). Gerakan pemikiran ini dapat unjuk gigi sebagai sebuah gerakan pemikiran terbesar di Indonesia, setelah terbentuk organisasi Nahdatul Ulama (NU). Basis-basis pemikiran NU terletak di pesantren-pesantren pedesaan dengan memusatkan pengajian kitab-kitab fiqih yang bermadzhab Syafi'i. Dalam perjalanannya gerakan tradisional-skripturalistik ini dipandang telah mengabaikan pedoman ummat Islam yaitu al-Qur'an dan Hadis, maka sebagai antitesis dari gerakan ini muncul suatu gerakan yang berorientas kepada al-Qur'an dan Hadis. Simbol dari gerakan pemikiran ini diwakili oleh organisasi masa (ormas) Islam, seperti Muhammadiyah, al-Irsyaddan Persis. Namun dari kedua pemikiran itu, terdapat satu organisasi yang dulunya identik dengan NU, akan tetapi dalam perkembangannya juga akomodatif dengan pemikiran-pemikiran Muhammadiyah. Organisasi jenis ketiga ini adalah Mathla’ul Anwar (MA). Mathla’ul Anwar membolehkan anggotanya menggunakan paradigma manapun dalam melakukan rekonstruksi terhadap ajaran Islam, asal sejalan dengan ruh atau nafas nas yang terkandung dalam ajaran Islam. Melihat kecenderungannya dalam menyikapi fenomena hukum yang terkandung dalam nas secara eksplisit, maka gerakan ini dapat dikategorikan sebagai gerakan pemikiran Islam yang bercorak modern-skriptural-listik. Dikatakan modern, karena gerakan ini mampu menciptakan reformasi di bidang pengembangan wawasan keislaman dibanding dengan gerakan tradisional-skripturallistik. Namun pada tataran pemikiran hukum Islam, gerakan ini tidak berani mengadakan rekonstruksi pemahaman terahadap bunyi literal nas, dengan menangkap makna yang lain. Sebagai kelanjutan dari gerakan ini muncul suatu gerakan yang mencoba mengadakan "modifikasi" terhadap pemikiran keslaman melalui pendekatan rasionalitas dengan mengutamakan aspek kemaslahatan ummat, penelitian dan . Kerangka pemikiran semacam ini merupakan sebuah strategi intelektual yang rasional berdasarkan data sosiologis, tapi keberadaannya tidak menyimpang dari ruh Islam. Oleh karenanya pola pendekatan gerakan pemikiran ini lebih lazim bila disebut gerakan rasionalistik. Pada perjalanannya, sebagian kalangan merasa tidak puas


(13)

4

ragam wajah, yang dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) maupun organisasi politik (orpol). Oleh para peneliti Islam keragaman ini diidentifikasikan dengan berbagai nama atau label. Ada Islam tradisional, yaitu agama Islam yang cara pelaksanaannya masih dicampur dengan tradisi-tradisi daerah setempat, Islam modernis yaitu Islam modern dengan menggunakan logika untuk menyikapi berbagai masalah yang ada dalam Islam dan berdasarkan al-Qur’an Hadis. Islam puritan (murni), Islam ekstrem, Islam abangan, Islam nasionalis dan lain sebagainya. Adanya sebutan-sebutan di atas, cukup menjelaskan pluralitas umat muslim Indonesia.

Di Indonesia, masyarakat yang menganut agama Islam memunculkan organisasi-organisasi keagamaan yang berdasarkan aliran keagamaan, misalnya: Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Lembaga Dakwah Islam

terhadap pandangan-pandangan pemikiran hukum Islam rasional yang terlalu mengandalkan sisi logika, tanpa perduli terhadap paham yang dibangun sebelumnya. Gerakan rasional mereka pandang sebagai gerakan pemikiran yang tidak mampu memberikan solusi yang feasible (mudah untuk dilaksanakan). Kelompok model terakhir ini dapat disebut sebagai pola pemikiran hukum Islam transformatif. Pendekatan pola transformatif ini memandang perubahan sebagai sarana untuk mencapai cita kebaikan kualitatif, maka dapat dilihat, bahwa ciri khas dari pola pemikiran transformatif ini adalah keterbukaan, yaitu bersedia untuk belajar dan memahami, sekalipun harus belajar kepada pola pemikiran tradisional-skripturalistik. Reformasi tidak akan pernah berhasil, manakala selalu mengesampingkan kultur pemikiran yang telah dibangun sebelumnya. Oleh karena itu institusi keulamaan yang telah ada pada aliran pemikiran tradisional-skripturalistik harus diakomodir melalu pendekatan yang fleksibel. Dengan strategi semacam ini maka pola pemikiran rasional lebih memungkinkan untuk dapat diterima. Dalam paradigma pemikiran kaum transformis nas tetap dipandang sebagai nas, yang berarti perlambangan atau tanda dari ide kemutlakan yang dikandungnya. Ini artinya bahwa nas yang terbaca secara eksplisit pada dasarnya adalah obyektivitas atau verbalisasi (pengungkapan tersirat) terhadap ide-ide kebaikan universal yang telah ditanamkan Tuhan dalam fithrah manusia sejak masa azali, seperti keadilan, persamaan hak, kebaikan dan sebagainya. Pendekatan ini dimaksudkan untuk dapat mengimplementasikan ajaran Islam di tengah merebaknya polarisasi pemikiran keislaman yang ada. Sebagai ilustrasi dari gerakan pemikiran transformis, dapat dilihat bagaimana gerakan ini memahami perintah zakat yang telah digariskan dalam nas. Dalam nas disebutkan dengan jelas bahwa zakat adalah bagian kekayaan yang diambil dari yang kaya untuk diberikan kepada yang miskin. Karena sudah jelas tujuannya maka sikap yang mereka ambil adalah cara-cara mengumpulkan zakat yang efektif untuk didistribusikan kepada kepentingan orang miskin. Son Haji. http://sonhaji-online.blogspot.com/2009/02/polarisasi-pemikiran-keislaman-di.html, diunduh tanggal 9 Mei 2014.


(14)

5

Indonesia (LDII), dan lain-lain. Organisasi keagamaan itu lebih khusus disebut organisasi massa Islam. Salah satu fungsi organisasi itu adalah sebagai wadah kolektifitas identitas dari kelompoknya, yaitu sebagai wadah aktifitas dalam rangka dakwah Islamiyah.7 Hal itu merupakan salah satu fenomena sosial di Indonesia, yang kerap kali membingungkan masyarakat awam. Bahkan muncul labeling sesat bagi aliran-aliran keagamaan tertentu oleh pihak tertentu.

LDII adalah salah satu organisasi masa Islam yang dianggap meresahkan masyarakat,8 sehingga muncul labeling sesat oleh pihak-pihak tertentu. Di beberapa daerah, labeling sesat terhadap LDII sering menimbulkan konflik antara penganut LDII dengan non LDII. Paham keagamaan yang dikembangkan oleh LDII dianggap telah meresahkan masyarakat di berbagai daerah, karena dinilai masih mengajarkan faham Darul Hadits/Islam Jamaah yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK

Jaksa Agung RI No. Kep-08/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971).9

Faham Darul Hadits mulai diperkenalkan ke Indonesia pada tahun 1940 oleh H. Nurhasan al-Ubaidah Lubis. Ajaran yang dibawa adalah mengembalikan Islam di Indonesia yang sudah banyak menyimpang ke jalur yang benar. Darul Hadits adalah organisasi non-formal dan kegiatannya terbatas pada pengajian-pengajian yang memfokuskan pada pemaknaan atau terjemah perkalimat al-Qur’an dan Hadis, dan pemurnian dari bid’ah, kurafat dan sejenisnya, dan belum ada masalah keamiran. Setelah H. Nurhasan

7

Kazuo Shimogaki, Kiri Islam (Yogyakarta; LKIS Pelangi Aksara, Cetakan VII, 2007), 165.

8

Depag RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan 2009, Nuhrison M. Nuh (ed), Aliran/Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan (Jakarta: Prasasti, 2009), 49.

9

Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Faham Sesat di Indonesia (Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar, 2005), 73.


(15)

6

Ubaidah mendapatkan doktrin keamiran dari imam dan khalifah dunia Jami’atul Muslim Hizbullah yaitu Imam Wali al-Fatah yang di-bai’at pada tahun 1954 di Jakarta oleh para Jamaahnya, maka sistem keamiran mulai diterapkan. Waktu itu Wali al-Fatah adalah Kepala Biro Politik Kementrian Dalam Negeri RI (pemerintahan Soekarno). Sedangkan Islam Jama’ah ini didasarkan atas perkataan Umar Bin Khatab “tiadalah Islam kecuali dengan berjama’ah, tiadalah berjama’ah kecuali dengan beramir, tiadalah beramir kecuali dengan berta’at”.10

Kajian tentang LDII telah banyak dilakukan, baik berupa hasil penelitian maupun buku. Pada umumnya hasil penelitian-penelitian yang sudah terlaksana masih bersifat pendahuluan atau studi awal yang berusaha mendiskripsikan sekitar kelahiran, perkembangan dan pokok-pokok ajaran gerakan LDII. Hingga saat ini kajian ilmiah mengenai LDII sebagai salah satu organisasi dan juga pondok pesantren besar di Indonesia masih belum memadai, meskipun selama satu dekade terakhir ini LDII telah mengalami perkembangan yang pesat.11

Perkembangan LDII yang pesat ini, pada hakikatnya menimbulkan respon dan resistensi tersendiri bagi masyarakat yang berada di luar golongan

10

Mundir Thohir, Islam Jama’ah dan LDII, Doktrin Islam Jama’ah dan Sosialisasinya Dalam Membentuk Kesalehan Warga LDII (STAIN Kediri Perss, 2009), 14-15.

11

Terbukti saat ini LDII sudah memiliki cabang di 32 propinsi (DPD Propinsi), 302 DPD Kabupaten/ Kota, 1637 PC (Pengurus Cabang) di tingkat Kecamatan, dan 4.500 PAC (Pengurus Anak Cabang) di tingkat Desa. Lihat Abdullah Syam, ‘laporan pertanggung jawaban dewan pimpinan pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia Periode 1998-2005’, dalam DPP LDII, Himpunan Keputusan MUNAS VI Lembaga Dakwah Islam Indonesia, nomor : KEP-03/MUNAS VI LDII/2005. Jakarta 11-13 Mei 2005 (Jakarta: DPP LDII, 2005), 43-44.


(16)

7

LDII. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pandangan tentang ideologi yang mendasari gerakan LDII di masyarakat.

Ideologi LDII terbagi menjadi tiga, yaitu ideologi gerakan keagamaan, politik dan ekonomi. Ideologi gerakan keagamaan LDII merupakan aktivitas keagamaan LDII dalam rangka memurnikan agama Islam pada masyarakat yang dilakukan oleh bidang dakwah. Selain itu, prosesnya melibatkan bidang pengkaderan, bidang ke-LDII-an, dan bidang pengkajian ilmu pengetahuan. Secara umum kegiatan dakwah LDII dilakukan untuk menyesuaikan visi dan misi sebagai gerakan Islam dan keilmuan serta kemasyarakatan. Semua itu bagi jamaah LDII hanya bisa terwujud ketika urusan dunia dikorelasikan dengan kehidupan akhirat kelak, dengan cara berbuat amal saleh sebanyak-banyaknya sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Hadis demi mendapatkan pahala dan mampu menghantarkan kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Sedangkan ideologi LDII yang bersifat politik yaitu LDII dalam melihat politik, kekuasaan ataupun negara, LDII meletakkannya sebagai produk dari dinamika sosial kemasyarakatan dan kebudayaan, yang kemudian dikenal sebagai gerakan dakwah. Bagi jamaah LDII, partai politik ataupun politik negara adalah sub-sistem dari gerakan dakwah. Dari sini terlihat bahwa hubungan antara LDII dengan partai politik tidak konsisten, selalu berubah dan tidak pernah bersifat struktural. Dengan kata lain LDII ditempatkan di atas basis yang lebih besar dan kultural dibandingkan dinamika politik kenegaraan. Dalam hal ini LDII cenderung bersikap pragmatis atau akomodatif dalam politik. Hal ini terlihat dalam hasil Rakernas pada tahun 2007 di Jakarta, LDII


(17)

8

kembali menetapkan Islam sebagai asas tunggal. Rakernas ini juga memutuskan bahwa LDII sebagai organisasi sosial-keagamaan akan menjaga jarak yang sama dengan semua partai politik. Para pengurus LDII dilarang melakukan rangkap jabatan dengan semua partai politik. Ideologi ekonomi LDII adalah menjadikan anggota LDII dalam memperoleh harta dengan semangat amal saleh dan sadaqah, demi mendapatkan harta yang halal dan barakah dari Allah.

Di kota Kediri, ideologi-ideologi LDII di atas mendapat respon yang akomodatif dan represif dari tokoh-tokoh golongan Islam yang lain. Tokoh Wahidiyah, misalnya, cenderung mengapresiasi beberapa hal, di antaranya terkait dengan ideologi LDII dan keputusan warga LDII dalam memutuskan hukum tentang jilbab dan cadar.

Warga LDII menolak pendapat yang menyatakan wajib mengenakan cadar bagi wanita, juga membantah mereka yang mengatakan bahwa menutup wajah merupakan perbuatan bid'ah dan berlebih-lebihan dalam agama. Hal ini berdasarkan pandangan warga LDII yang beranggapan bahwa agama harus dipelajari, difahami dan diamalkan sesuai ajaran al-Qur’an dan Hadis secara merata dan berkala oleh seluruh warga dari semua tingkatan melalui pembinaan, agar mampu melakukan perubahan diri menjadi lebih baik.12 Upaya itu cukup efektif dalam menciptakan kebaikan, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain dan akan berdampak positif pada kebersamaan, karena

12

Nur Hasyim, Imam Jama’ah Di Dalam Agama Islam dan 7 Faktor Syahnya Keamiran di Indonesia, (tk.: tp., tth.), 23, (Diktat, tidak diterbitkan).


(18)

9

dengan demikian melaksanakan agama akan menjadi ringan, yang pada akhirnya akan menjadi budaya.13

Sedangkan tentang ideologi ekonomi LDII, tokoh Wahidiyah cukup apresiatif karena seluruh warga LDII memiliki etos menjadi teladan di lingkungan kerjanya dan mempunyai nilai tambah. Dalam ideologi perekonomian warga LDII, terdapat pengajian dalam meningkatkan kualitas hidup manusia melalui etos kerja, sehingga materi pengajian bukan saja persoalan akhirat, tapi juga persoalan dunia dapat diterima dan dipraktekkan dengan baik oleh warga LDII.

Bagi warga LDII, jika pekerjaan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan dengan semangat yang tinggi, dalam bentuk kegiatan yang akan berbuah amal kebaikan, maka akan mendapatkan barokah. Kecuali itu, bekerja merupakan sunnah rasul dan bagian dari kehidupan. Agus Salim (pengurus yayasan perjuangan Wahidiyah) menuturkan:

Bekerja, disamping sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi (materiil), juga sebagai sarana untuk beribadah (spirituil), karena ibadah termasuk perintah Allah. Sebagai bagian dari ibadah, bekerja merupakan bagian dari amal shaleh dan harus diniatkan untuk agama. Orang yang tidak bekerja akan rugi, karena selain tidak akan mendapatkan hasil, juga tidak mendapat pahala. Orang yang bekerja akan mendapatkan hasil ganda, yaitu materi dan pahala.14

Selain itu, KH Abdul Latif Madjid (pengasuh pondok Kedunglo) menuturkan:

Bekerja, selain berusaha dengan penuh kesungguhan juga harus berdoa agar mendapat hasil yang halal.Jika melalui bekerja, manusia mendapatkan hasil, sebagian dari hasil itu (sebagai bentuk syukur)

13

Ibid., 27.

14


(19)

10

akan diinfaqkan ke jalan Allah, selain juga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Jika seseorang tidak mendapatkan hasil setelah bekerja, kecuali ia berharap mendapatkan pahala dari Allah karena sudah bekerja yang juga beribadah, paling tidak ia sudah menyadari bahwa penghasilan atau sebut saja rizki tidak saja didapat semata-mata dari kerja, tetapi dari Allah.15

Sedangkan respon yang bersifat resistensif terhadap ideologi politik LDII yaitu disebabkan pandangan LDII dan kelompok Islam yang lain berbeda. Menurut LDII dalam hal kenegaraan, agama Islam memang hanya mengatur dasar dan pokok-pokoknya saja, seperti halnya kepentingan dan keperluan masyarakat manusia yang tidak berubah-ubah selama manusia masih bersifat manusia, baik manusia zaman unta, manusia zaman kapal terbang dan lain sebagainya.16 Royan (Ustadz LDII) menyatakan:

LDII menegaskan bahwa negara bukanlah tujuan akhir Islam, melainkan hanya alat untuk merealisasikan aturan-aturan Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah. Dia menyebutkan bahwa di antara aturan-aturan tersebut yaitu kewajiban belajar, kewajiban zakat, pemberantasan perzinaan dan lain-lain. Menurutnya negara di sini berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan “kesempurnaan berlakunya undang-undang Ilahi, baik yang berkenaan dengan kehidupan manusia sendiri, (sebagai individu) ataupun sebagai anggota masyarakat.17

Menurut Fadil (ustadz LDII), LDII memandang ada atau tidak adanya Islam, eksistensi negara merupakan keharusan di dunia ini dan di zaman apapun, mendirikan negara tidak perlu disuruh Rasulullah lagi, dan eksistensi negara telah ada sebelum dan sesudah Islam.18

Ideologi politik LDII dan Muhammadiyah, terlihat sejalan namun berbeda. Terlihat sejalan dalam hal memilih untuk bersikap netral terhadap

15

Abdul Latief Majid, Wawancara, Kediri,20 Maret 2014.

16

Pahala, Wawancara, Kediri, 13 Maret 2014.

17

Royan, Wawancara, Kediri, 10 Maret 2014.

18


(20)

11

partai politik manapun. Sedangkan terlihat berbeda dalam hal memandang agama dan negara. LDII dengan berbagai alasannya di atas, menginginkan Islam dijadikan kekuatan ideologi dan dasar negara ini. Muhammadiyah sebaliknya, menolak Islam dijadikan ideologi, karena jika agama, politik dan budaya diideologikan fungsinya akan terdistorsi dan bukan malah mendapatkan struktur yang lebih baik, melainkan justru akan memicu disintegrasi yang berbasis sekretarian dan konflik horizontal. Menurut Fauzan saleh selaku pengurus Muhammadiyah kota Kediri, bahwa:

Ada dua alasan mengapa Muhammadiyah menolak didirikannya

negara Islam. Pertama, argumentasi normatif-teologis, yang

menyebutkan bahwa (Islamic State) tidak pernah

disebutkan secara eksplisit dalam Qur’an. Memang dalam al-Qur’an ada ayat yang berbunyi

, sebuah ayat yang lebih pada konteks sosiologis, yaitu negara yang baik, penuh pengampunan Tuhan. Atas dasar inilah Islam tidak memberi konsep yang jelas, melainkan hanya memberi nilai etik bagi kehidupan bangsa dan negara. Kedua, argumentasi historis, yaitu berkaitan dengan fakta bahwa dalam sejarah Islam tidak pernah ada mekanisme baku bagaimana suksesi dalam Islam. Ini bisa dilihat dari keempat khalifah pertama sepeninggalnya Rasulullah, semuanya diangkat melalui mekanisme yang berbeda satu sama lain, padahal pengangkatan seorang kepala negara merupakan kunci utama untuk mengetahui sistem kenegaraan.19

Selain itu, dalam konteks negara pluralistik seperti Indonesia, menjadikan Islam atau agama apapun sebagai ideologi negara hanya akan memicu disintegrasi bangsa, karena menurutnya sangat tidak mungkin memberlakukan formalisme agama tertentu dalam komunitas agama masyarakat yang sangat beragam.

19


(21)

12

Berbeda dengan Muhammadiyah, Wahidiyah dan NU lebih menyoroti konsep kepemimpinan dalam sistem negara yang ada pada LDII, berdasarkan ideologi LDII tampak ingin menjadikan Islam sebagai dasar negara Indonesia. Selain itu warga LDII berpendapat bahwa kaum muslimin dalam masalah persatuan atau pemisahan agama dan negara ini seharusnya tidak menjadikan sejarah sebagai ukuran kebenaran terakhir. Sedangkan Wahidiyah dan NU lebih ingin menjadikan Islam hanya sebagai pelengkap bagian dari pembangunan Negara Indonesia, yang instrumen utamanya adalah kepemimpinan yang adil dan amanah.

Dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa di Kota Kediri terdapat respon yang akomodatif dan resistensif kelompok Islam seperti NU, Muhammadiyah dan Wahidiyah terhadap ideologi yang dimiliki oleh LDII baik ideologi sosial keagamaan, politik dan ekonominya, yang terkadang berbenturan antara satu dengan yang lain, karena berbeda prinsip dan karakter berpikir, dan pola gerakannya. Oleh karena itu penelitian ini memfokuskan pembahasannya mengenai ”Respon Tokoh Masyarakat Kediri Terhadap Ideologi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)”.


(22)

13

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Sejarah kemunculan dan perkembangan LDII terkait dengan Islam Jamaah

(Darul Hadits) masih belum terdapat kesepakatan antara LDII dan masyarakat di luar LDII.

2. Paradigma baru LDII masih ada yang belum diketahui oleh kalangan Islam

di luar LDII.

3. Ideologi LDII masih kurang difahami dengan baik oleh masyarakat Kediri.

4. Sistem pembelajaran agama Islam di pondok pesantren LDII yang salaf-modern, berbeda dengan kelompok salaf-modern Islam yang lain.

5. Terdapat respon yang berbeda-beda dari tokoh masyarakat muslim Kediri terhadap LDII.

6. Terjadi konflik dan solidaritas warga LDII terhadap waga sekitar yang non-LDII.

7. Etos kerja warga LDII tinggi dibandingkan etos kerja kelompok Islam yang

lain.

Mengingat masih umumnya permasalahan yang timbul dalam penelitian Disertasi ini, maka pembatasan masalah perlu dilakukan. Dalam penelitian ini, masalah dibatasi sebagai berikut:

1. Sejarah perkembangan LDII Kediri yaitu untuk mengidentifikasi ada


(23)

14

2. Ideologi LDII, yaitu untuk memfokuskan pada ideologi keagamaan, politik

dan ekonomi.

3. Respon tokoh masyarakat muslim di Kota Kediri, yaitu Nahdlatul Ulama’ (NU), Muhammadiyah, dan Wahidiyah terhadap ideologi keagamaan, politik dan ekonomi LDII.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sejarah gerakan keagamaan LDII?

2. Bagaimana ideologi keagamaan, politik dan ekonomi LDII?

3. Bagaimana respon tokoh masyarakat Kediri terhadap ideologi keagamaan, politik dan ekonomi LDII?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendiskripsikan sejarah gerakan keagamaan LDII.

2. Mendiskripsikan ideologi keagamaan, politik dan ekonomi LDII.

3. Menemukan respon tokoh masyarakat Kediri terhadap ideologi keagamaan,


(24)

15

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian adalah:

1. Kegunaan Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang salah satu fenomena keagamaan Islam di Indonesia, juga untuk menutupi kekurangan bahan-bahan ilmiah tentang gerakan organisasi LDII, karena bagaimanapun juga gerakan organisasi tersebut hadir sebagai kenyataan sejarah yang makin lama makin penting dalam barisan gerakan-gerakan Islam lainya. Dengan demikian sangat diperlukan informasi yang akurat tentang gerakan organisasi LDII.

b. Kajian ini juga diharapkan dapat menjadi titik tolak untuk melakukan kajian sejenis secara luas dan mendalam. Pengkajian yang objektif dan mendalam tentang pemikiran dan gerakan Islam Indonesia sangat diperlukan bukan untuk mencari-cari perbedaan atau melakukan polarisasi, melainkan untuk saling mengerti dan menghargai satu sama lain.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Pemerintah, semua informasi data hasil penelitian ini, diharapkan bisa memberikan peluang kepada pemerintah khususnya kementerian agama dalam mendukung dan mengembangkan lembaga-lembaga keagamaan di masyarakat. Jika lembaga-lembaga tersebut meresahkan masyarakat pemerintah hendaknya dapat memberikan tindakan yang tegas terhadap lembaga tersebut.


(25)

16

b. Bagi masyarakat, sebagai bahan rujukan bagi setiap lembaga

keagamaan yang lain dalam mengembangkan lembaga keagamaanya seperti yang dilakukan oleh Lembaga Dakwah Islam Indonesia di Kediri.

F. Penelitian Terdahulu

Kajian tentang LDII telah banyak dilakukan, baik hasil penelitian maupun buku. Pada umumnya hasil penelitian-penelitian tersebut masih bersifat pendahuluan atau studi awal yang berusaha mendiskripsikan sekitar kelahiran, perkembangan dan pokok-pokok ajaran gerakan jamaah LDII, sebagai berikut:

1. Marzani Anwar (Departemen Agama, 1989) tentang “Masalah Teologi

Islam Jamaah”, menjelaskan tentang permasalahan-permasalahan teologis LDII yang berkembang di Indonesia.

2. Drs. Nur Hasyim (1971), terdapat tujuh kuliah yang ditulis dalam bentuk buku oleh Drs. Nur Hasjim, salah satunya adalah ”Imam Jama’ah di dalam Agama Islam dan Tujuh Fakta Syahnya Keamiran Jama’ah di Indonesia”. Diktat-diktat itu isinya sama, yaitu menggambarkan pokok-pokok pikiran yang mendasari gerakan Islam Jama’ah LDII (diktat ini tidak diterbitkan).

3. Tobroni (Pasca UMM, 1996) penelitian berupa tesis yang berjudul


(26)

17

Terhadap Perilaku Keagamaan Warga LDII di Jawa Timur”. Tesis ini menjelaskan tentang konsep keamiran dan jamaah di LDII di Jawa Timur. 4. Hartono Ahmad Jaiz (2005), dengan judul “Aliran dan Paham Sesat di

Indonesia”. Buku ini berusaha menggambarkan secara menyeluruh tentang seluk beluk ajaran LDII dengan tujuan menyerang habis argumen LDII. 5. Mundir Thohir (2009), dengan judul buku “Islam Jama’ah dan LDII,

Doktrin Islam Jama’ah dan Sosialisasinya Dalam Membentuk Kesalehan Warga LDII”. Dalam buku ini Mundir Thohir mengungkap perbedaan antara paham aliran Islam Jama’ah dan LDII sebagai organisasi dakwah.

6. Moh. Nuhrison (2009), dengan judul buku “Aliran-aliran/Faham

Keagamaan dan Sufisme Perkotaan di Indonesia”. Dalam buku ini Nuhrison mengupas tentang paradigma baru LDII yang berkembang di beberapa daerah.

7. Hilmi Muhammadiyah (2012),

disertasi dengan judul Pergulatan

Komunitas Lembaga Dakwah Islam Indonesia Di Kediri Jawa

Timur,

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Antropologi Program Studi Pascasarjana Universitas Indonesia. Disertasi ini membahas dinamika komunitas LDII dalam mempertahankan eksistensinya, melakukan transformasi serta melihat proses, pola dan strategi yang dikembangkan LDII dalam membangun relasi dengan masyarakat dan negara. Melalui teori strukturasi yang dikembangkan oleh Giddens yaitu agency; regionalisasi, reproduksi sosial dan globalisasiserta perspektif Foucault tentang kekuasaan.


(27)

18

Kajian-kajian di atas mayoritas belum mengungkap hubungan antara warga LDII dengan masyarakat sekitarnya, termasuk mengenai bagaimana interaksi sosial warga LDII dengan masyarakat sekitar yang bukan LDII (Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Wahidiyah). Penelitian-penelitian dan juga tulisan-tulisan sebelumnya banyak yang mengupas tentang doktrinal LDII, dan banyaknya konflik di dalamnya, baik berupa perbedaan atau perseteruan antar keyakinan, sedangkan penelitian ini mencoba untuk meneliti bagaimana respon warga non LDII terhadap LDII, baik respon akomodatif maupun resistensif.

G. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memusatkan pembahasan pada respon tokoh masyarakat muslim Kediri terhadap ideologi LDII. Jenis penelitian ini adalah kualitatif”, untuk mengungkap gejala secara holistik dan kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci.20

Data yang dihasilkan penelitian kualitatif adalah berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pokok kajiannya, baik sebuah organisasi maupun individu tidak akan diredusir kepada variabel yang telah

20


(28)

19

ditata, atau sebuah hipotesis yang telah direncanakan sebelumnya, akan tetapi akan dilihat sebagai bagian dari sesuatu yang utuh.21

Selain itu, penelitian ini merupakan studi kasus, yaitu sebuah penelitian untuk mencari kasus yang perlu diteliti.22 Dengan kata lain, keberadaan suatu kasus merupakan penyebab diperlukannya penelitian studi kasus. Imam Suproyogo dan Tobroni, dalam bukunya Metodologi Penelitian Sosial-Agama menjelaskan tentang studi kasus, yaitu:

A case study is an exploration of a ‘bounded system’ or a case (or multiple cases) over time through detailed, in-depth data collection involving multiple sources of information rich in context. Case study research is a qualitative research approach in which the investigator explore a bounded system (a case) or multiple bonuded systems (cases) over time through detailed, indepth data collection involving multiple source information (e.g., observations, interviews, audiovisual material, and documents and reports), and reports a case description and case-based themes. Case study is not a methodological choice but a choice of what to be studied. (Studi kasus adalah suatu eksplorasi dari sebuah 'sistem dibatasi' atau kasus (atau beberapa kasus) dari waktu ke waktu secara rinci, pengumpulan data secara mendalam yang melibatkan berbagai sumber informasi yang kaya dalam konteks. Penelitian studi kasus adalah pendekatan penelitian kualitatif yang mengharuskan peneliti mengeksplorasi suatu kasus atau beberapa kasus dari waktu ke waktu secara rinci, pengumpulan data melibatkan beberapa sumber informasi (misalnya, observasi, wawancara, materi audiovisual, dan dokumen dan laporan), dan laporan deskripsi kasus dan tema berbasis kasus. Studi kasus bukan pilihan metodologis tapi pilihan apa yang harus dipelajari).23

21

Robert C. Bodgan dan Steven J. Taylor, Kualitatif Dasar-dasar Penelitian. Penerjemah A. Khozin Affandi (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), 30.

22

Menurut Robert K. Yin, studi kasus dibagai menjadi tiga, yaitu:

1) Explanatory StudiesYaitu peneliti memberikan keterangan-keterangan yang rinci dan penjelasan terhadap kasus yang diteliti.

2) Eksploratory StudiesYaitu penyelidikan secara mendalam misalnya peneliti yang terlibat langsung dengan obyek yang sedang diteliti.

3) Descriptive Case Studies Yaitu merupakan metode penelitian studi kasus yang fokus pada penguraian kasus yang sedang diteliti.

23

Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 107-108.


(29)

20

Menurut beberapa ahli yang setuju dengan pengertian ini, pada penelitian kualitatif, terdapat obyek penelitian yang harus dipandang secara khusus, agar hasil penelitiannya mampu menggali substansi terperinci dan menyeluruh di balik fakta. Obyek studi kasus, harus dipandang sebagai satu kesatuan sistem dibatasi (bounded system) atau yang terikat pada tempat dan kurun waktu tertentu. Sebagai sistem tertutup, kasus terbentuk dari banyak bagian, komponen, atau unit yang saling berkaitan dan membentuk suatu fungsi tertentu. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode yang tepat untuk dapat mengungkapkan mengapa dan bagaimana bagian, komponen, atau unit tersebut saling berkaitan untuk membentuk fungsi. 24

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah kota Kediri Provinsi Jawa Timur - Indonesia. Kota Kediri dengan luas wilayah 63,40 km² terbelah oleh sungai Brantas yang membujur dari Selatan ke Utara sepanjang 7 kilometer. Artefak arkeologi yang ditemukan pada tahun 2007 menunjukkan bahwa daerah sekitar Kediri menjadi lokasi kerajaan Kediri, sebuah kerajaan Hindu di abad ke-11.

Kota Kediri terletak di daerah kaki gunung berapi, Gunung Wilis dengan tinggi 2.552 meter. Kota berpenduduk 312.000 (2012) jiwa ini berjarak ±128 km dari Surabaya, ibu kota provinsi Jawa Timur terletak antara 07°45'-07°55'LS dan 111°05'-112°3' BT. Dari aspek topografi, Kota

24


(30)

21

Kediri terletak pada ketinggian rata-rata 67 meter di atas permukaan laut, dengan tingkat kemiringan 0-40%.

Struktur wilayah Kota Kediri terbelah menjadi 2 bagian, yaitu sebelah Timur dan Barat sungai. Wilayah dataran rendah terletak di bagian Timur sungai, meliputi Kec. Kota dan Kec. Pesantren, sedangkan dataran tinggi terletak pada bagian Barat sungai yaitu Kec. Mojoroto yang bagian Barat sungai ini merupakan lahan kurang subur yang sebagian masuk kawasan lereng Gunung Klotok (472 m) dan Gunung Maskumambang (300 m).

Secara administratif, Kota Kediri dibagi 3 kecamatan yaitu:

a. Kecamatan Mojoroto (Barat),

b. Kecamatan Kota (Tengah)

c. Kecamatan Pesantren (Timur).

Penduduk kota Kediri mayoritas beragama Islam dan terdiri dari beberapa golongan, di antaranya Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Wahidiyyah, dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Golongan-golongan tersebut memiliki platform yang berbeda-beda dalam melaksanakan ajaran agama Islam, meski dalam beberapa hal memiliki persamaan.

2. Sumber Data

Data adalah segala keterangan (informasi) mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian, dan tidak semua informasi bisa disebut


(31)

22

data, tetapi hanya sebagian informasi yang berkaitan dengan penelitian merupakan data.25

a. Sumber Primer

Sumber primer adalah hasi-hasil yang diperoleh dari lapangan yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang terkait dengan judul penelitian. Data yang lebih penting adalah:

1) Kata-kata dan orang-orang yang diamati atau diwawancarai

merupakan data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui pengambilan foto atau film. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya tentang gerakan sosial keagamaan dan ideologi LDII di Kediri sebagai objek penelitian.

2) Sumber tertulis, yaitu berupa buku-buku atau arsip-arsip gerakan sosial keagamaan dan ideologi LDII di Kediri, seperti:

a) Artikel-artikel yang berhubungan dengan gerakan sosial

keagamaan dan ideologi LDII di Kediri.

b) Dokumen-dokumen yang diarsipkan oleh gerakan sosial

keagamaan dan ideologi LDII di Kediri.

c) Buku-buku Himpunan Hasil Rakernas LDII

d) Buku-buku Direktori

25

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial: Pendekatan Kaulitatif dan Kuantitaif (Yogyakarta: UII Press, 2007), 83.


(32)

23

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah data yang berasal dari referensi-referensi yang bersifat melengkapi sumber data primer, seperti jurnal, internet, majalah, artikel dan sumber-sumber lain, dan buku yang memuat poin pokok dari kajian penelitian yang dibahas. Referensi-referensi tersebut diharapkan dapat menunjang peneliti dalam menganalisa permasalahan yang ada.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk membahas masalah yang dikaji dalam penelitian ini, maka peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan dengan metode oberservasi partisipan, wawancara mendalam, dan dokumentasi.26 Waktu yang dibutuhkan dalam pengumpulan data yang terkait dengan masalah judul penelitian, adalah kurang lebih empat bulan. Metode pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Metode Observasi

Observasi adalah pengamatan disertai pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti dengan melakukan kegiatan pemusatan penelitian terhadap obyek dengan menggunakan seluruh alat indra.27 Dengan metode ini peneliti dapat mengetahui secara langsung dan jelas data yang ada di lapangan. Observasi dilakukan untuk

26

Hal tersebut untuk mendapatkan sumber yang benar-benar teruji keabsahannya. Gunter W. Remmling and Campbell, Robert B. Basic Sociology: An Introduction to the Study of Society. (New Jersey: Littlefield, Adams & Co, 1976), 24.

27

Suharni Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rienika Cipta, 1993), 128.


(33)

24

mengumpulkan data tentang respon tokoh masyarakat muslim Kediri terhadap ideologi LDII.28

Dalam penelitian ini, penulis melakukan observasi ke beberapa tempat yang disitu terdapat anggota LDII. Sehingga penulis mendapatkan informasi yang faktual mengenai keseharian maupun peribadatan para pengikut LDII.

b. Metode Interview Mendalam

Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan

mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam. Wawancara mendalam ini dilakukan dengan cara terbuka, yaitu subyek mengetahui sedang diwawancarai dan

mengetahui apa maksud wawancara itu.29

Wawancara dilakukan dalam bentuk percakapan informal dengan pihak-pihak terkait, yaitu:

1) Pimpinan Lembaga Dakwah Islam Indonesia Kediri, untuk

mendapatkan informasi tentang sejarah, ideologi dan gerakan sosial keagamaan LDII.

28

Dari setiap observasi, peneliti menggali dan mengamati religious meaning (makna keagamaan). Kemudian peneliti mengaitkan antara data yang diperoleh dengan konteks. Lihat, Rusidi, Dasar-dasar Penelitian Dalam Rangka Pengembangan Ilmu (Bandung: PPS Unpad, 1992), 23.

29

Suharni, Prosedur Penelitian, 131. Lihat juga, Bagong Suyanto dan Sutinah ed., Metodologi Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010), 28-30.


(34)

25

2) Pengajar dan santri Lembaga Dakwah Islam Indonesia Kediri, untuk mendapatkan informasi tentang sejarah, ideologi dan gerakan sosial keagamaan LDII.

3) Tokoh-tokoh ormas Islam di Kediri, baik dari NU, Muhammadiyah, Wahidiyah, ataupun tokoh masyarakat yang menganggap dirinya netral dan tidak berpihak ke ormas manapun, namun memiliki sedikit banyak wawasan tentang LDII

4) Dinas atau instansi yang terkait, untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan ideologi dan gerakan sosial keagamaan LDII, dari prekspektif outsider.

Model wawancara yang digunakan adalah wawancara yang berstruktur, karena dengan wawancara ini peneliti ingin menanyakan

sesuatu secara mendalam.30 Teknik pengumpulan data dengan

wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan data tentang respon masyarakat muslim Kediri terhadap ideologi LDII. Agar wawancara bisa mengarah pada fokus penelitian, peneliti merasa perlu membuat pedoman wawancara sebagaimana terlampir di pedoman wawancara.

c. Metode Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan sumber yang stabil dan mendorong validitas data-data yang sudah terkumpul. Pengambilan data itu sendiri diperoleh melalui

30


(35)

26

dokumen yang dimiliki obyek penelitian, terkait dengan respon masyarakat muslim Kediri terhadap ideologi LDII. Metode dokumentasi ini juga peneliti gunakan sebagai salah satu bukti tertulis dalam melihat realita keberadaan LDII, bentuk interaksi LDII, dan juga bentuk kegiatan solidaritas antara LDII dengan masyarakat muslim sekitar yang non-LDII. Dalam metode ini peneliti dapatkan banyak dokumentasi yang peneliti sajikan dalam lampiran-lampiran.

4. Penggalian Data

Di sini peneliti menggunakan kajian fenomenologi dengan tujuan memberi panduan yang runtut untuk memahami sesuatu secara utuh dari fenomena yang muncul. Untuk itu dibutuhkan pengajuan pertanyaan tentang perihal yang ingin disadarinya. Untuk menentukan kualitas pertanyaan yang diajukan menyingkap hakikat sesuatu, maka dari segi ini ada dua jenis pertanyaan menurut Martin Heidegger yang menandai kesadaran seseorang atas sesuatu, yaitu pertanyaan ontis, dan pertanyaan ontologis.31

Pertanyaan ontis adalah pertanyaan yang didasari oleh keinginan untuk mengetahui sesuatu apa adanya. Dalam mendekati suatu objek, peneliti hanya ingin sekedar mengetahui kondisi faktual LDII tanpa ada keinginan lebih lanjut untuk merefleksikannya secara mendalam, dan tidak membutuhkan jawaban yang kompleks untuk menjawabnya. Pertanyaan

31

Heidegger, Dilektika Kesadaran Perspektif Hegel, Terj. Rudy Harisyah Alam (Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2002), 23.


(36)

27

semacam ini peneliti gunakan pada kegiatan seseorang pada kehidupan sehari-harinya, misalnya; pengajian, shalat jama’ah, dan lain-lain.32

Sedangkan pertanyaan ontologis adalah bukan pertanyaan yang

sifatnya sederhana, tetapi pertanyaan yang diajukan atas dasar keinginan untuk mengetahui hakikat sesuatu dengan jernih dan radikal. Pertanyaan semacam ini peneliti gunakan bukan hanya sekedar mengajukan pertanyaan tetapi lebih kepada memperkaya pertanyaan, sehingga untuk memahaminya penting diajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar dan utuh, dan hal ini yang mendasari peneliti memilih kajian fenomenologis.33

Setelah data-data yang terkait tema penelitian ini terkumpul, peneliti mencoba mengelola dan menganalisa data-data tersebut dengan menggunakan model analisa fenomenologis yang bersifat emik dan neotik.34 Fenomenologi secara harfiah berarti pelajaran mengenai gejala-gejala.35 Fenomenologi dalam kajian agama dapat digunakan sebagai metode kerja.

32

Al-Fayyadl, Teologi Negative, 63

33

Ibid., 64.

34

Model analisis emik dan neotik adalah model analisis yang menggunakan suatu teori sebagai alat untuk mengungkapkan data. Dengan kata lain data lebih diprioritaskan untuk menentukan teori yang akan digunakan. Model analisa semacam ini lebih menekankan objektivikasi dibandingkan interpretasi yang bersifat subjektif. Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2010), 389-391. Sedangkan Noeng Muhadjir membagi moral value menjadi dua yaitu logik objektif (alur pikir yang rasional empiric dan value free) dan logik interpretatif (alur pikir yang rasional empiric dan menggunakan interpretasi atas fakta yang ada). Dalam logik interpretatif ini dibagi menjadi tiga etik (moral value yang menggunakan kriteria right dan wrong yang kriteria kebenaran berada di atas realitas kehidupan ini, sebagai cita ideal kehidupan dan weltanschauung), emik (moral value yang menggunakan kriteria right dan wrong, yang kriteria kebenarannya berada dalam pribadi masing-masing. Merupakan personal value yang bersifat intrinsik dan personal, serta personal experience dicari lewat representasi orang-orang terpilih), dan noetik (moral noetik adalah kebenaran moral grass root. Kebenaran moral noetik adalah kebenaran moral sadar dan bawah sadar kolektif). Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2011), Vol. VI, 167.

35

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Terj. Anggota IKAPI ( Yogyakarta: Kanisius, 1973), 6.


(37)

28

Dalam menjalankan metode kerja fenomenologi, peneliti harus mempunyai sikap tidak memihak dan memiliki perhatian penuh terhadap hasil yang ingin dicapainya.36

Fenomenologi yang dipahami di sini merupakan sebuah pendekatan filosofis yang mendasarkan diri pada penyelidikan asumsi-asumsi untuk sampai kepada esensi dari suatu fenomena yang tampak, sebagai manifestasinya dari sudut pandang orang pertama (ego). Penyelidikan tersebut bertujuan untuk mengungkapkan inti yang paling dasar dari suatu fenomena berupa idea atau pengalaman, agar fenomena tampak benar-benar dalam realitasnya yang riil tanpa prasangka objektif maupun subjektif.

Tujuan dari fenomenologi adalah tercapainya kesadaran murni tentang suatu hal kepada subjek yang mengamati dan mendekatinya, dan Husserl menyebutnya being in it self.37 Dengan kata lain yang dicari peneliti adalah “kesengajaan” yang dimiliki oleh objek yang merupakan inti dari pencarian fenomenologi. Semakin subjektif objek dalam mengungkapkan tentang dirinya akan semakin objektif data yang didapatkan. Beragam dimensi fenomenologi dapat dipaparkan secara deduksi.

Kajian fenomenologi ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang murni sebagaimana disebutkan di atas, yaitu suatu pemahaman yang didukung oleh fakta-fakta yang menyebutkan bahwa begitu banyak asumsi yang hadir sebelum memahami suatu hal yang ingin dikaji, bahkan

36

Agus Salim, Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), 167-168.

37

Muhammad Al-Fayyadl, Teologi Negative Ibnu Arabi; Kritik Metafisika Ketuhanan (Yogyakarta: LKIS, 2012), 14-15.


(38)

29

asumsi tersebut muncul bukan dari pemahaman yang mendalam ataupun sungguh-sungguh tetapi hanya merupakan pengulangan atas pemahaman yang telah ada sebelumnya. Dengan kata lain, asumsi yang telah ada merupakan asumsi yang muncul dari yang dikatakan oleh orang lain dan bukan yang dikatakan oleh sesuatu itu (objek) sendiri. Hal semacam inilah yang ingin dicari substansinya oleh peneliti, dengan memahami cara objek mentafsirkan pengalaman untuk memahami pemahamannya sendiri tentang sesuatu.

5. Analisa Data

Analisa data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara sistematik transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan semuanya kepada orang lain.

Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni bahwa:

Analisis data melibatkan pengerjaan organisasi data, pemilihan menjadi satuan-satuan tertentu, sintesis data, pelacakan pola, penemuan hasil-hasil yang penting dan dipelajari, dan penentuan apa yang harus dikemukakan kepada orang lain. Jadi, pekerjaan analisis data bergerak dari penelitian deskripsi kasar sampai pada produk penelitian.38

Sedangkan menurut S. Efendi dan C. Manning analisa data adalah “proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan, dan setelah data dianalisa dan informasi yang lebih sederhana diperoleh, hasil-hasilnya harus diinterpretasi untuk penelitian”.39

38

Imam Suproyogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama., 107-108.

39

Masri Singarumbun dan Sofian Efendi, Prinsip-prinsip Analia Data dalam Metode Penelitian Survei, ed. Sofian Masri Singarimbun (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, 1989), 263.


(39)

30

Data, baik hasil dari wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang telah diperoleh dari warga LDII maupun masyarakat muslim yang non-LDII di Kediri, peneliti analisis dengan memadukan teori-teori yang ada dalam kajian pustaka yang valid.

Dalam menganalisis data guna mencari hubungan antara berbagai konsep dan menjelaskan pola dalam kategori, peneliti menggunakan tiga cara penganalisaan data, yaitu:

a. Reduksi Data

Data yang peneliti peroleh di lapangan sangat lengkap dan banyak. Data tersebut kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok dan difokuskan pada hal-hal yang penting dan berkaitan dengan masalah. Dari data yang telah direduksi, diharapkan dapat diperoleh gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan wawancara mengenai respon tokoh masyarakat muslim Kediri terhadap ideologi LDII.

b. Display Data

Analisis ini peneliti lakukan untuk menghindari adanya kesulitan dalam menggambarkan data secara detail atau dalam proses penyimpulan akibat penumpukan data, dengan membuat model, matriks atau grafiks sehingga keseluruhan data dan bagian-bagian detailnya dapat dipetakan dengan jelas tentang respon tokoh masyarakat muslim Kediri terhadap ideologi LDII.


(40)

31

c. Kesimpulan

Penarikan kesimpulan adalah langkah paling akhir yang dilakukan oleh peneliti dalam menganalisa data secara terus-menerus pada saat pengumpulan data.40 Data yang sudah dipolakan, difokuskan dan disusun secara sistematis, baik melalui penentuan tema maupun model grafiks atau matriks, kemudian peneliti simpulkan, sehingga makna data dapat ditemukan. Agar kesimpulan diperoleh secara lebih dalam, maka peneliti mencari data lain yang baru sebagai acuan terhadap berbagai kesimpulan tentatif.41

6. Pengecekan Keabsahan Data

Menurut Lexy J. Moleong, pengecekan keabsahan data dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya yaitu dengan triangulasi.42 Norman K. Denkin mendefinisikan trianggulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda.43 Sampai saat ini, konsep Denzin ini dipakai oleh para peneliti kualitatif di berbagai bidang. Ada

empat macam trianggulasi menurut Norman K. Denkin, yaitu Triangulation

Data, Investigator Triangulation, Theory Triangulation, dan Methodology Triangulation.

40

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi refisi (Yogyakarta; Rake sarakin, 1999), 104.

41

Dadang Kahmad, Metodologi Penelitian Agama, Perspektif Ilmu Perbandingan Agama (Bandung: Pustaka Ceria, 2000), 158-159.

42

Neong Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 178.

43

Agusta Ivanovich. http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metode-penelitian-kualitatif.html.


(41)

32

Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan bentuk trianggulasi data, yaitu; menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.44

H. Sistematika Pembahasan

Hasil penelitian Disertasi ini terdiri dari beberapa bab yang memiliki keterkaitan satu sama lain, sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini, dijelaskan latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika bahasan. Penjelasan mengenai poin-poin tersebut dimaksudkan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang mungkin muncul tentang seluk-beluk penelitian ini secara teknis.

44

Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 27.


(42)

33

BAB II : Gerakan sosial keagamaan dan ideologi. Bab ini membahas tentang; pengertian gerakan sosial keagamaan, faktor kemunculan, dan tipologinya, serta pengertian ideologi, prinsip-prinsip, dan macam-macamnya.

Bab III : Dinamika pemikiran era awal Islam hingga era Nurhasan Ubaidah Lubis dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Dalam bab ini dijelaskan tentang; sejarah, pemikiran era awal Islam hingga era Nurhasan Ubaidah Lubis, dan transformasi gerakan keagamaan LDII. Selain itu dibahas juga tentang ideologi LDII yang memuat: dinamika gerakan ideologi keagamaan LDII, dinamika politik LDII, dan dinamika ekonomi LDII. Bab ini juga sekaligus menjawab rumusan masalah yang pertama, dan kedua, juga sebagai acuan pada bab IV untuk membahas respon masyarakat Kediri terhadap ideologi LDII.

Bab IV:Merupakan bab pembahasan hasil penelitian. Dalam bab ini peneliti membahas dan menganalisa data yang telah dipaparkan sebelumnya. Bab ini juga membahas tentang respon tokoh masyarakat Kediri terhadap ideologi LDII, setelah mengetahui dinamika dalam LDII sebagaimana terdapat pada bab III. Bab ini sekaligus menjawab rumusan masalah yang ketiga.

Bab V: Penutup, yang berisi kesimpulan, implikasi teoritik, dan saran/rekomendasi.


(43)

324

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dalam sejarahnya LDII dikonotasikan sebagai penerus dari perjuangan pemikiran Darul Hadits/Islam Jamaah. Meskipun banyak indikasi yang mengarahkan persepsi demikian, menurut pengakuan pihak LDII sendiri, ia merupakan suatu organisasi bentukan pemerintah orde baru yang ditugaskan untuk membenahi penyelewengan ajaran Islam yang dilakukan oleh kelompok Darul Hadits atau Islam Jamaah.

2. Ideologi LDII terbagi menjadi tiga, yaitu ideologi gerakan keagamaan, ekonomi dan politik. Ideologi gerakan keagamaan LDII merupakan sebuah aktivitas keagamaan LDII dalam rangka memurnikan agama Islam di masyarakat yang dilakukan oleh bidang dakwah. Selain itu, prosesnya melibatkan bidang pengkaderan, bidang ke-LDII-an, dan bidang pengkajian ilmu pengetahuan. Secara umum kegiatan dakwah LDII dilakukan untuk menyesuaikan visi dan misi sebagai gerakan Islam dan keilmuan serta kemasyarakatan. Semua hal itu bagi warga LDII hanya bisa terwujud ketika urusan dunia dikorelasikan dengan kehidupan akhirat kelak, dengan cara berbuat amal saleh sebanyak-banyaknya sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Hadits demi mendapatkan pahala dan mampu menghantarkan kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ideologi ekonomi LDII adalah bekerja bukan saja untuk memenuhi kebutuhan


(44)

325

jasmani (materiil), tetapi bekerja juga sebagai sarana untuk beribadah (spirituil), karena ibadah termasuk perintah Allah. Dengan kata lain bekerja adalah bagian dari amal shaleh dan harus diniatkan untuk agama. Orang yang tidak bekerja akan rugi, karena selain tidak akan mendapatkan hasil, juga tidak mendapat pahala. Orang yang melakukan pekerjaan akan mendapatkan hasil ganda, yaitu materi dan pahala. Bekerja, selain berusaha dengan penuh kesungguhan juga harus berdoa agar mendapat pekerjaan yang halal. Bekerja harus didasari dengan sifat jujur, amanah dan hemat terhadap hasil kerja. Itu artinya, bekerja tidak boleh setengah-setengah, tetapi harus didasari dengan kejujuran dan amanah serta harus bertujuan untuk mendapatkan hasil yang besar dan halal, tidak asal mendapatkan hasil walaupun tidak halal. Selain itu mereka juga menyadari akan tanggung jawab sosialnya. Ideologi LDII yang bersifat politis, yaitu LDII dalam melihat politik, kekuasaan, dan negara adalah sebagai produk dari dinamika sosial kemasyarakatan dan kebudayaan, yang kemudian dikenal sebagai gerakan dakwah. Bagi LDII, partai politik ataupun negara adalah sub-sistem dari gerakan dakwah. Dari sinilah terlihat bahwa hubungan antara LDII dengan partai politik tidak konsisten, selalu berubah dan tidak pernah bersifat struktural. Dengan kata lain LDII ditempatkan di atas basis yang lebih besar dan kultural dibandingkan dinamika politik kenegaraan. Dalam hal ini LDII cenderung bersikap pragmatis atau akomodatif dalam politik. Hal ini terlihat dalam hasil Rakernas pada Tahun 2007 di Jakarta, yang memutuskan LDII kembali menetapkan Islam


(45)

326

sebagai asas tunggal, padahal dalam keputusan MUNAS tahun 2005 bahwa LDII berazazkan Pancasila. Meskipun demikian, persoalan ini masih bisa ditoleransi karena Islam dan Pancasila bukanlah dua hal yang kontradiktif secara substansial. Masing-masing memiliki wilayah aplikatif tersendiri. Rakernas ini juga memutuskan bahwa LDII sebagai organisasi sosial-keagamaan menjaga jarak yang sama dengan semua partai politik. Sebuah sikap “budi luhur” atau “luhuring budi” yang selalu didengungkan kepada setiap Jama’ah agar mereka bisa aman dimanapun mereka berada.

3. Respon tokoh masyarakat muslim kota Kediri yang terdiri dari tokoh MUI,

Wahidiyyah, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah terhadap ideologi Gerakan keagamaan LDII, terdapat dua tipologi, yaitu respon akomodatif dan respon resistensif. Respon akomodatif masyarakat Kediri meliputi, LDII yang digolongkan sebagai aliran sesat kini mulai memudar, atau tidak tampak demikiran. Interaksi sosial LDII yang kini sudah mulai menunjukkan tanda-tanda insklusif atau lebih terbuka. Dari respon akomodatif ini tokoh Wahidiyyah, NU dan Muhammadiyah cenderung berpandangan sama, tetapi berkenaan dengan respon resistensif tokoh masyarakat terhadap ideologi LDII, baik tokoh MUI, Wahidiyyah, NU dan Muhammadiyah berbeda. Menurut tokoh MUI, LDII masih menutup rapat-rapat akses terhadap ideologi mereka. Menurut tokoh Wahidiyyah dan NU bahwa LDII diyakini sebagai perpanjangan ajaran Islam Jamaah atau Darul Hadits dilihat dari sisi historisnya. Aqidah LDII yang dianggap menyimpang dari Islam maenstream yang ada dan sikap keagamaan dan


(46)

327

pengajaran LDII dianggap masih terlalu eksklusif bagi masyarakat di luar golongan mereka, dan mereka tetap mengajarkan materi hadits yang sama seperti dulu. Tokoh NU dan Muhammadiyah memiliki kesamaan yaitu tentang Islam dan Negara dalam mengkritisi ideologi poltik LDII, yang mengarahkan Islam menjadi sebuah ideologi negara. Sedangkan ideologi ekonomi Muhammadiyah menafikan konsep halal LDII yang dianggap teralu sempit dan konsep barakah LDII. Hal ini disebabkan bagi LDII harta yang halal adalah harta yang sudah diinfaqkan tanpa mempedulikan cara mendapatkannya, sedangkan bagi Muhammadiyah harta yang halal adalah harta yang diperoleh dengan cara yang benar.

B. Implikasi Teoritik

Berangkat dari data yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini memiliki implikasi, yaitu: Merupakan antithesis dari teori-teori yang digunakan peneliti terdahulu seperti Hartono Ahmad Jaiz, Mundzir Thohir, dan Hilmi Muhammadiyah yang cenderung memandang LDII sebagai respon terhadap organisasi keagamaan yang selalu bersifat resistensif dan eksklusif, baik secara ideologis maupun doktrin keagamaannya. Padahal dalam penelitian ini membuktikan bahwa respon terhadap LDII selain bersifat resintensif, terdapat juga respon masyarakat di luar keanggotaan LDII yang bersifat akomodatif. Hal ini dibuktikan dengan tidak semua ideologi LDII ditolak oleh masyarakat di luar LDII baik itu ideologi keagamaan, politik dan


(47)

328

ekonominya. Meskipun juga tidak semua ideologi tersebut dapat diterima sepenuhnya.

C. Saran/Rekomendasi

1. Bagi LDII untuk lebih terbuka akan sejarah, ajaran dan ideologi gerakan keagamaannya sehingga tidak terdapat kesalahpahaman di masyarakat yang berada di luar keanggotaannya.

2. LDII dan masyarakat di luar golongan LDII diharapkan secara intens berdialog berkenaan ideologi LDII. Hal ini demi meluruskan kesalahpahaman masyarakat di luar LDII selama ini, yang kurang memahami ideologi LDII. Selain itu agar menambah perbendaharaan pengetahuan LDII terhadap ideologi yang ia miliki untuk memperkaya kazanah pemikiran Islam yang telah ada.

3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan lebih mendalami potensi konflik

dan kekuatan yang dapat diciptakan dari respon masyarakat Kediri terhadap ideologi yang dimiliki oleh LDII.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Abdalla, Ulil Abshar. Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam, dalam

Dzulmani.Islam Liberal dan Fundamental: Sebuah Wacana

Pertarungan. Yogyakarta: Elsaq, 2007.

Abidin, Ahmad Zainal.Ilmu Politik Islam III – Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang (Perkembangan dari Zaman ke Zaman) Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

Albāniy (al), Muhammad Nā iruddīn. : Hukum Cadar.Terj.

Abū afiya. Yogyakarta: Media Hidayah, 2002.

Amin, Saiful. “Intoleransi Dan Otoritanisme: Tindakan Manusia dan Latar

Belakang Sikap Agama”, dalam Hamzah Sahal (ed).Inisiatif

Perdamaian: Meredam Konflik Agama dan Budaya, Jurnal Taswirul Afkar, Edisi 20. Jakarta: Lakpesdam NU, 2007.

Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 1988.

Afif, Azhari dan Mimien Maimunah.Muhammad Abduh Dan Pengaruhnya Di

Indonesia. Surabaya: Al-Ikhlas, 1996.

! " # $

% & ' 1971.

! (" ! . Fatwa-fatwa Syaikh Albāni.Terj. Amiruddin

Abdul Djalil. Jakarta: Pustaka Azzam, 2003.

Azra, Azyumardi. Pergolakan Politik IslamdariFundamentalisme Modernisme

Hingga Post Modernisme. Jakarta: Paramadina, 1996.


(49)

330

Badri (Al) Abdul Aziz,Hidup Sejahtera dalam Naungan Islam (terjemahan). Jakarta : Gema Insani Press, 1995.

Banna (al), Hasan dan Musthofa Masyhur. Jihad Ikhwanul Muslimin.Terj. Amin

S. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994.

, ) * * + ' , Surabaya:

Hidayah, 1987.

Barbari (Al), As-Subki as-Says.+ " + ! - ' . Damaskus: Dar

al-Asama’, 1978.

Bellah, Robert N. dan Phillip E. Hammond. Varieties of Civil Religion: Beragam Bentuk Agama Sipil dalam Beragam Bentuk Kekuasaan Politik Kultural Ekonomi dan Social.Terj. Ihsan Ali Fauzi. Yogyakarta: IRCiSoD, 2003.

---. Religious Evolution. New York: Illionist Scott, 1981.

Bin Ridho, Muhammad Mas’udi. Kitab al-Imarah (t.t).

Black, Antony.Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini (Jakarta: Serambi, 2001.

Burel, RM. Fundamentalisme Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.

Burhani, Ahmad Najib. Sufisme Perkotaan. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001.

Bouty (al), Muhammad Sa’id Ramadan.Al-Mazahib At-Tauhidiyah Wa

al-Falsafah at-Tauhidiyah Cet I; Damaskus: Dar al-Fikr, 2008.

C. Bodgan, Robert. dan Steven J. Taylor.Kualitatif Dasar-dasar Penelitian. Penerjemah A. Khozin Affandi. Surabaya: Usaha Nasional, 1993.

Cahyana, Ludhy. Islam Jamaah di Balik Pengadilan Media Massa.Yogyakarta: Benang Merah, 2003.


(50)

331

Chaidar. Sejarah Pujangga Islam Syeikh Nawawi al-Bantan Indonesia. Jakarta: Sarana Utama, 1978.

---.“Respon-respon pada Penjajahan Belanda di Jawa: Mitos dan Kenyataan”.Prisma. No. 11, Tahun. 1984.

Depag RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan 2009.

Nuhrison M. Nuh (ed).Aliran/Faham Keagamaan dan Sufisme

Perkotaan. Jakarta: Prasasti, 2009.

Departemen Agama Republik Indonesia.Al-Quran dan Terjemahnya. Jakarta: PT.

Bumi Restu, 1974.

Dewan Pimpinan Pusat LDII. Himpunan Hasil Rapimnas Lembaga Dakwah Islam

Indonesia Tahun 2007. Jakarta: LDII, 2007.

Dewan Pimpinan Pusat LDII. Himpunan Hasil Rapimnas Lembaga Dakwah Islam

Indonesia Tahun 2009. Jakarta: LDII, 2009.

Dewan Pimpinan Pusat LDII. Himpunan Keputusan Munas VI Lembaga Dakwah

Islam Indonesia Tahun 2005. Jakarta: LDII, 2005.

Dewan Pimpinan Pusat LDII. Himpunan Keputusan Munas VI Lembaga Dakwah

Islam Indonesia Tahun 2007. Jakarta: LDII, 2007.

Dhavamony, Marisusai. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1995.

Dhofier, Muhammad. Tradisi Pesantren. Bandung: Mizan, 2005.

Djam’annuri, Studi Agama-Agama Sejarah dan Pemikiran. Yogyakarta: Pustaka Rihlah, 2003.

Djamaludin, M. Amin. Capita Selekta Aliran-aliran Sempalan di Indonesia. Jakarta: LPPI, 2002.


(51)

332

Donohue, John. J. and L. Esposito (ed.).Islam ini Transition, Muslim Perspective. New York: Oxford University Press, 1982.

Effendi, Bachtiar. “Menyoal Pluralisme di Indonesia” dalam Raja Juli Antoni (ed.) Living Together in Plural Societies: Pengalaman Indonesia Inggris.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Fathurrahman, Pupuh.Keunggulan Pendidikan Pesantren; Alternatif Sistem

Pendidikan Terpadu Abads XXI. Bandung: Tunas Nusantara, 2000.

Faqih, Miftah.Agama dan Solidaritas Sosial, dalam Buletin At-Taubah Tahun I Edisi 2, tanggal 2 April 2004.

Fayyadl (al), Muhammad. Teologi Negatif Ibnu Arabi: Kritik Metafisika

Ketuhanan.Yogyakarta: LKiS, 2012.

Fuller, Graham E. A World Without Islam. New York: Little Brown Company, 2010.

Geertz, Clifford. Abangan Santri Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya, 1989.

Gellner, Ernest.Menolak Post Modernisme: Antara Fundamentalisme Rasional dan Fundamentalisme Religius. Bandung: Mizan, 1994.

Goldziher, “Ibn Taimiyah”.Encyclopedia of Religion and Ethics.

Ghazali (al), Syaikh Muhammad. Islam yang Diterlantarkan. Bandung: Karisma,

1994.

Iqbal, Muhammad. Fiqih Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007.

Haikal, Muhammad Husein.Umar bin Khatthab, Sebuah Telaah Mendalam

Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya Dimasa Itu (Bogor : Pustaka Lintera AntarNusa, 2002.


(52)

333

Hallaq, Wael B.Sejarah Teori Hukum Islam, terj. E. Kusnadiningrat dan Abdul Haris bin Wahid (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

Hanafi, Ahmad Pengantar dan Sejarah Hukum Islam Cet. VI. Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

Hanafi, Hasan. Oksidentalisme: Sikap Pembaca Terhadap Tradisi Barat, terj. M. Najib Buchori. Jakarta: Paramadina, 2000.

Hifni, Muchtar.“Fakta dan Cita-cita Sistem Pendidikan Islam di Indonesia”,Jurnal UNISIA, No.12 Th.XIII, UII Yogyakarta.

Hitti, Philip K. History of The Arabs. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010.

Howell, Julia Day. et all. Urban Sufisme. Jakarta: Raja Grafindo Pers, 2013.

Husen, Ibrahim. “Sampai Di Mana Ijtihad Dapat Berperan”IAIN Gunung Jati Bandung, 15 Maret 1989.

Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial : Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: UII Press, 2007.

Jaiz, Hartono Ahmad. Aliran dan Faham Sesat di Indonesia. Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar, 2005.

James, William. The Varieties Of Religious Experience. New York: New

American Library, 1958.

Jindan, Khalid Ibrahim.Teori Politik Islam, Telaah Kritis Ibnu Taimiyah tentang Pemerintahan Islam (Surabaya: Risalah Gusti, 1995.

Junaidi, Mahbub.Seratus Tokoh Yang Sangat Berpengaruh Dalam Sejarah.

Jakarta : Pustaka jaya, 1986.


(1)

339

Susilo, Djoko.“Langkah Amien ,Langkah Pendidikan Politik“, dalam Abd. Rohim Ghazali (ed). Amien Rais dalam Sorotan Generasi Muda

Muhammadiyah. Bandung: Mizan, 1998.

! (al). * ) . Cairo: t.p., 1968.

Syaifullah. Politik Muhammadiyah dalam Masyumi. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,1997.

Syalabi, Ahmad. Sejarah Kebudayaan Islam.Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988.

Syam, Nur. Mazhab-mazhab Antropologi. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011.

Syam, Abdullah.“Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah islam Indonesia Periode 1998-2005”, dalam DPP LDII, Himpunan Keputusan MUNAS VI Lembaga Dakwah Islam Indonesia, nomor : KEP-03/MUNAS VI LDII/2005. Jakarta 11-13 Mei 2005. Jakarta: DPP LDII, 2005.

Syamsuddin, M. Din. Muhammadiyah Kini dan Esok. Jakarta: Pustaka Panji Masyarakat, 1990.

Syari’ati, Ali. Islam Madzhab Pemikiran dan Aksi.Terj.M. S. Nasrullah dan Afif Muhammad. Bandung: Mizan, 1995.

+ -,Muhammad Husai.Syi’ah. Terj. Husain Nasr, Anshariah: Qum, 1981.

Thohir, Mundir. Islam Jama’ah dan LDII: Doktrin Islam Jama’ah dan

Sosialisasinya dalam Membentuk Kesalehan Warga LDII.Kediri: STAIN

Kediri Perss, 2009.


(2)

340

Wiktorowicz, Quintan. “A Geneology of Radical Islam,” Studies in Conflict &

Terrorism. London: Routledge, 2005.

---.Gerakan Sosial Islam: Teori Pendekatan dan Studi Kasus. Terj.

Paramadina. Jakarta: Paramadina, 2012.

---.“The New Global Threat : Transnasional Salafis and Jihad”. United States of America Middle East Policy,Vol. VIII, No 4, December, 2001.

---, “The Salafi Movement in Jordan”, International Journal of Middle East Studies, United States of America, 2000.

---. Islam Activism A Social Movement Theory. A New Direction of Research, dalam B.A. Roberson (eds) Shaping Current Islamic Reformations. London and Portland: Farank Cass, 2003.

Yusuf, Moh. Asror. (ed). Agama Sebagai Kritik Sosial. Yogyakarta: IRCiSod, 2006.

Zahrah, Muhammad Abu. Aliran Politik dan Aqidah Islam. Terj. Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib. Jakarta: Logos, 1996.

Zuhaili, Muhammad. - ( ' (Cet II;Damaskus: Dar al-Makrifah, 2005.

ﻡﺎﻣﻻﺍ

،ﻱﻭﻮﻨﻟﺍ

ﺢﻴﺤﺻ

ﻱﺭﺎﺨﺒﻟﺍ

ﺡﺮﺸﺑ

ﻱﻭﻮﻨﻟﺍ

ﺪﻠﺍ

ﱐﺎﺜﻟﺍ

.

ﺕﻭﲑﺑ

:

ﺭﺍﺩ

ﺐﺘﻜﻟﺍ

،ﻲﻣﻼﺳﻻﺍ

۱۹۷۵

.

ﺩﻮﻤﳏ

،ﺮﻛﺎﺷ

ﺦﻳﺭﺎﺘﻟﺍ

ﻲﻣﻼﺳﻻﺍ

ﺔﻌﺒﻄﻟﺍ

ﺔﻨﻣﺎﺜﻟﺍﺍ

.

ﺕﻭﲑﺑ

:

ﺐﺘﻜﳌﺍ

،ﻲﻣﻼﺳﻻﺍ

۲۰۰۰


(3)

341

Referensi dari Sumber Internet dan Dokumentasi

“Berita tentang LDII”,http://www.nahimunkar.com/kebiasaan-aliran-sesat-ldii-menjelang-ramadhan-dan-beberapa-pokok-kesesatannya/.

“Profil LDII”, Sejarah Lembaga Dakwah Islam Indonesia.

Agusta Ivanovich. “Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kualitatif”.http:// www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metode-penelitian-kualitatif.html.

Ulil Abshar Abdalla, “Artikel-artikel keislaman”, Potret Diri, http://ulil.net diunduh tanggal 30 Nopember 2012, pukul 22.00 wib.

Ulil Abshar Abdalla, “Gagasan Islam Liberal”, Telaah Kritis Konstruktif

Pemikiran UlilAbshar Abdalla (http://Islamlib.com diunduh tanggal 28

Nopember 2012 pukul 20.00 wib.

Republika, “nasional”,http://www.republika.co.id/berita/dunia-Islam/Islam-nusantara/08/10/29/10462-ldii-nyatakan-ajarannya-bukan-aliran-sesat.

Yayasan Perjuangan Wahidiyyah, “ sejarah Singkat sholawat Wahidiyyah”,

Profil,

http://www.scribd.com/doc/73658610/yayasan-perjuangan-wahidiyah-dan-pondok-pesantren-kedunglo, diunduh tanggal 14 Maret 2014.

Yayasan Perjuangan Wahidiyyah, “ sejarah Singkat sholawat Wahidiyyah”,

Profil,

http://www.scribd.com/doc/73658610/yayasan-perjuangan-wahidiyah-dan-pondok-pesantren-kedunglo, diunduh tanggal 10 Maret 2014.

Putri, “Ponpes Kedunglo Kediri”, Sarkub Alfiqir, diunduh tanggal 14 Maret 2014.

Bisri, “Sejarah Wahidiyyah”, Pengamal Wahidiyyah, diunduh tanggal 10 Maret 2014.


(4)

342

Subadi, “Profil Singkat Ponpes Kedunglo”, http://subadi-and-the-journey.blogspot.com/2012/05/ponpes-kedunglo-profil-singkat.html diunduh tanggal 12 Maret 2014.

Wahidiyyah, “Biografi Muallif”, http://wahidiyah.wordpress.com/biografi-mu%E2%80%99alif-sholawat-wahidiyah/ diunduh tanggal 12 Maret 2014.

Moch. Alfian, “Seputar Wahidiyyah”, diunduh tanggal 12 Maret 2014.

Abri dilarang mauk DH, Harian Abadi, Jakarta, 19 Desember 1971, halaman 1 kolom 6.

Panglima Angkatan Laut RI., Turunan SK, No. Kep. 15760 I tahun 1968.

Nur Hasyim, Islam Adalah Agama Allah (Bandung: tp, 1971), 4.

Responden

Nama : Gus Lik

Jabatan : Pengasuh Pon.Pes. Assa’idiyyah Kediri Nama : Slamet

Jabatan : Sekretaris MUI Kediri Nama : Bapak Hayyi

Jabatan : Tokoh Muhammadiyah Kediri Nama : Mohamad Mujahidin,

Jabatan : Pengurus MUI Kecamatan Pesantren Umur : 49 Tahun

Nama : KH. Anwar Iskandar

Jabatan : Penasehat MUI Kota Kediri/Penasehat PAUB Kota Kediri Umur : 57 Tahun


(5)

343

Nama : KH. Abdul Latief Majid Jabatan : Pengasuh Pondok Kedunglo Nama : Usman Arif

Jabatan : Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah LDII Kota Kediri Nama : Prof. H. Fauzan Saleh, Ph. D

Jabatan : Wakil Ketua PDM Muhammadiyah Kota Kediri Nama : Drs. Mundzir Thohir, M.Ag

Jabatan : Dosen STAIN Kediri Nama : Dr. Ahmad Subakir M. Ag Jabatan : Ketua PCNU Kota Kediri

Nama : Drs. Moh. Shobiri Muslim, M.Ag

Jabatan : Dosen STAIN/ Ketua FKUB Kab. Kediri Nama : Reza Ahmad Zaid, Ph.D

Jabatan : Pengurus PALM Kota Kediri Nama : Moh. Taufiq Al-Amin, M.Si Jabatan : Ketua PALM Kota Kediri Nama : Hasan Basri, M.Ag

Jabatan : Pengurus PCNU Kota Kediri Nama : Royan

Jabatan : Ustadz Pondok Wali Barokah LDII Kota Kediri Nama : Pahala

Jabatan : Ustadz Pondok Wali Barokah LDII Kota Kediri Nama : Fadil

Jabatan : Ustadz Pondok Wali Barokah LDII Kota Kediri Nama : Zaenal

Jabatan : Ustadz Pondok Wali Barokah LDII Kota Kediri Nama : Qodir

Jabatan : Ketua Pondok Lirboyo Kota Kediri Umur : 37 Tahun

Nama : Firrin

Jabatan : Ketua Lembaga Bashul Masa’il Lirboyo Umur : 30 Tahun


(6)

344

Nama : M. Taufiq

Jabatan : Santri Pondok Pesantren Lirboyo Nama : Zulkifli

Jabatan : Santri Pondok Pesantren Lirboyo Nama : Amir Hamzah

Jabatan : Santri Pondok Pesantren Lirboyo Nama : Widodo

Jabatan : Pengurus Pondok Kedunglo Kota Kediri Umur : 24 Tahun

Nama : Ahmad Wahib

Jabatan : Pengurus pondok Kedunglo Kota Kediri Nama : Heri Cahyono

Jabatan : Pengurus Pondok Kedunglo Kota Kediri Nama : Agus Heri


Dokumen yang terkait

PENDAHULUAN Konsep manquul dalam perspektif lembaga dakwah islam indonesia (ldii).

0 5 5

SEJARAH PERKEMBANGAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) DI DESA GEMURUNG KECAMATAN GEDANGAN KABUPATEN SIDOARJO 1985-2015.

3 16 115

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA TENTANG KONSEP KELUARGA SAKINAH (LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA SERUNI KECAMATAN GEDANGAN KABUPATEN SIDOARJO).

0 0 90

GERAKAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) 1990-1998 | Pajriah | Jurnal Artefak 328 1517 1 PB

2 2 20

Lembaga Dakwah Islam Indonesia LDII

1 1 15

UPAYA PEMERINTAH DAN MASYARAKAT DALAM MENYIKAPI KEGIATAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) DI KOTA PONTIANAK

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - METODE DAKWAH LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) DALAM MEMBINA MORAL REMAJA (STUDI KASUS PADA REMAJA LDII DI DESA MLATI KIDUL KECAMATAN KOTA KABUPATEN KUDUS) - STAIN Kudus Repository

0 0 6

METODE DAKWAH LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) DALAM MEMBINA MORAL REMAJA (STUDI KASUS PADA REMAJA LDII DI DESA MLATI KIDUL KECAMATAN KOTA KABUPATEN KUDUS) - STAIN Kudus Repository

0 2 29

METODE DAKWAH LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) DALAM MEMBINA MORAL REMAJA (STUDI KASUS PADA REMAJA LDII DI DESA MLATI KIDUL KECAMATAN KOTA KABUPATEN KUDUS) - STAIN Kudus Repository

0 0 8

b. Keadaan Penduduk - METODE DAKWAH LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII) DALAM MEMBINA MORAL REMAJA (STUDI KASUS PADA REMAJA LDII DI DESA MLATI KIDUL KECAMATAN KOTA KABUPATEN KUDUS) - STAIN Kudus Repository

0 0 29