Konsep Diri LANDASAN TEORI

19 c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan mana yang akan dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan- perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. 2.2.7 Motivasi Belajar pada Anak Berbakat Menurut Heward 1996, karakteristik perilaku belajar dengan motivasi tinggi yang dimiliki oleh anak berbakat, yaitu: a. Konsisten dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi minatnya. b. Senang mengerjakan tugas secara independen dimana mereka hanya memerlukan sedikit pengarahan. c. Ingin belajar, menyelidiki, dan mencari lebih banyak informasi. d. Memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal pembelajaran, seperti mudah menangkap pelajaran, memiliki ketajaman daya nalar, daya konsentrasi baik, dan lain sebagainya.

2.2 Konsep Diri

2.2.1 Pengertian Konsep Diri Salah satu aspek kepribadian yang akan sangat mewarnai perilaku individu adalah adalah konsep diri. Konsep diri adalah bagian yang penting dalam kehidupan individu, konsep diri merupakan refleksi yang dipandang, dirasakan, dan dialami individu mengenai dirinya sendiri. Adanya konsep diri tersebut menunjang individu menjalani hidupnya, karena bagaimanapun dia memandang dirinya begitu pula dia menjalani kehidupannya. 20 Konsep diri atau Self-concept menurut Syamsu Yusuf 2002 yang dimaksud dengan Self-concept adalah a. persepsi, keyakinan, perasaan, atau sikap seseorang tentang dirinya sendiri. b. Kualitas persiapan individu tentang dirinya, dan c. Suatu sistem pemaknaan individu tentang dirinya sendiri dan pandangan orang lain tentang dirinya. Manning 2007 menjelaskan konsep diri self-concept sebagai persepsi pelajar terhadap evaluasi kompetensi atau kemampuan yang terwujud dalam persepsi diri self-perception yang ada pada dirinya. Pada perkembangan pelajar, mereka lebih baik memahami bagaimana orang lain memandang kemampuan mereka dan lebih baik mereka membedakan antara usaha-usaha yang mereka lakukan dan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki. Sebagai hasilnya, persepsi-diri mereka menjadi lebih tinggi dan akurat. Wigfield, et al 2005 menjelaskan konsep diri sebagai kepercayaan diri dan evaluasi individu tentang karakteristik yang ada pada diri mereka, peran-peran mereka, kemampuan mereka, dan hubungan sosial mereka. Lebih lanjut Mead dalam Rohman, 2011, konsep diri adalah kemampuan seseorang yang menjadikan dirinya sendiri sebagai obyek. Diri adalah kemampuan khas untuk menjadi subyek sekaligus obyek. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka yang dimaksud dengan konsep diri merupakan pandangan individu mengenai segala sesuatu yang terkait dengan dirinya sendiri baik yang bersifat, fisik, psikis, serta sosial yang diperoleh dari pengalaman serta interaksi dengan orang lain. 21 2.2.2 Komponen Konsep Diri Konsep diri merupakan multi dimensional, menurut Calhoun Acocella 1995, konsep diri memiliki tiga dimensi yaitu pengetahuan mengenai diri sendiri, pengharapan mengenai diri sendiri, serta penilaian mengenai diri. Pudjijogyanti 1993 berpendapat bahwa konsep diri terbentuk dari dua komponen yaitu komponen kognitif serta komponen afektif. a. Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu mengenai dirinya, misalnya “saya ini anak bodoh”, atau “saya ini anak pemberani”, serta sebagainya. Komponen kognitif merupakan penjelasan dari “siapa saya?”, yang akan membuat gambaran objektif mengenai diri saya the picture about my self, serta melahirkan citra diri self-image. b. Komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya. Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan diri self-acceptance, serta harga diri self-esteem pada individu. Contoh pernyataan dari komponen afektif adalah “saya kecewa sebagai anak yatim”, atau “walaupun kulit saya hitam, tapi saya senang’, serta sebagainya. Jadi komponen afektif merupakan gambaran subjektif seseorang mengenai dirinya sendiri. Menurut Syamsu Yusuf 2002 Self-concept memiliki tiga komponen utama: a. Physical self-concept ; yaitu citra diri seseorang tentang penampilan dirinyabody image. b. Psychological self-concept ; yaitu konsep sesorang tentang kemampuankeunggulan dan ketidakmampuankelemahan dirinya, dan 22 masa depannya, serta meliputi juga kualitas penyesuaian hidupnya; honesty, selfcomfidance, independence, dan courage. c. Attitudinal ; yaitu komponen yang menyangkut perasaan seseorang tentang dirinya, sikapnya terhadap keberadaan dirinya sekarang dan masa depannya, sikapnya terhadap keberhargaan, kebanggaan dan keterhinaannya. 2.2.3 Aspek-aspek Konsep Diri Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh seorang individu. Gambaran mental yang dimiliki oleh individu memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan yang dimiliki individu mengenai dirinya sendiri, pengharapan yang dimiliki individu untuk dirinya sendiri serta penilaian mengenai diri sendiri Calhoun Acocella, 1990. a. Pengetahuan Dimensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki individu merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada istilah-istilah kuantitas seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan, dan lain-lain yang merupakan sesuatu yang merujuk pada istilah kualitas, seperti individu yang egois, baik hati, tenang, dan bertempramen tinggi. Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan diri individu dengan kelompok pembandingnya. Pengetahuan yang dimiliki individu tidaklah menetap sepanjang hidupnya, pengetahuan bisa berubah dengan cara merubah tingkah laku individu tersebut atau dengan cara mengubah kelompok pembanding. 23 b. Harapan Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan. Selain individu mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya, individu juga memiliki satu set pandangan lain, yaitu tentang kemungkinan menjadi apa di masa mendatang Rogers, dalam Calhoun Acocella, 1990. Singkatnya setiap individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri dan pengharapan tersebut berbeda- beda pada setiap individu. c. Penilaian Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap diri sendiri. Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya sendiri setiap hari. Penilaian terhadap diri sendiri adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya. 2.2.4 Proses Pembentukan serta Perkembangan Konsep Diri pada Remaja Erikson dalam Burns, 1993 mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa yang penuh gejolak strum und drang. Keremajaan adalah merupakan suatu “penangguhan psikososial” pada saat harus membuat pilihan-pilihan seperti pilihan karir, nilai-nilai, gaya hidup, serta hubungan personal, karena pengetahuan serta pengalaman mereka tidak memadai. Dalam rangka mencapai identitas dirinya, mereka sering kali menunjukan perilaku-perilaku yang bermengenaian dengan nilai-nilai yang ada di keluarga maupun di masyarakat. Mereka sering kali terlibat dalam kelompok-kelompok kecil yang kompak,saling membantu dalam obrolan-obrolan sebagai akibat dari krisis identitas yang mereka alami. Menurut Erikson dalam Burns, 1993, bahaya dari 24 periode masa remaja ini adalah terjadinya “difusi diri” atau “diri mengambang”. Misalnya munculnya perasaan tidak mampu menarik perhatian orang-orang tertentu. Hal itu juga disebabkan antara lain oleh perubahan yangbegitu cepat pada dirinya. Sejauh mana hal itu akan mengarah pada masalah-masalah psikologis yang lebih parah atau bukan, seperti mengarah pada tindakan kejahatan , neurosis, ataupun psikosis, tergantung pada bagaimana perkembangan konsep diri sebelumnya. Apabila perkembangan konsep diri sebelumnya positif, self-esteemnya juga berkembang dari pengalaman-pengalaman kesuksesan, maka remaja remaja yang bersangkutan akan dapat melihat kembali visi hidupnya secara lebih jelas di masa selanjutnya. Sekalipun tidak mudah bagi mereka untuk melepaskan diri dari gejolak-gejolak perasaan tersebut. Erikson gejala-gejala itu sebagai sesuatu yang wajar sebagai proses transisional dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dalam kondisi seperti itu, penting sekali bagi remaja besertanya orang dewasa yang dapat dijadikan sebagai panutan atau figur identifikasi. jika tidak, masalah-masalah kepribadian yang dialaminya itu bisa mengarah pada delinquensi moral. Paling tidak dalam bentuk tindakan-tindakan agresif yang dapat merugikan diri sendiri. Seperti melalaikan tugas-tugasnya sebagai seorang anak, sebagai siswa, atau sebagai pribadi yang masih dalam perkembangan. Konsep diri pada individu tidak hanya ditentukan oleh satu faktor, melainkan oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan hal-hal yang melekat pada dirinya maupun hal-hal yang berada diluar dirinya, yaitu lingkungan. Terbentuknya konsep diri pada individu tergantung pada keyakinannya terhadap 25 penilaian serta pendapat orang lain mengenai dirinya, maka dari itu hubungan individu dengan orang lain merupakan faktor yang penting dalam proses terbentuknya konsep diri. Berkenaan dengan proses pembentukan konsep diri, Gunarsa dalam Rosmiati, 2004 mengungkapkan bahwa konsep diri tersusun atas tahapan- tahapan. Yang paling dasar adalah konsep diri primer, dimana konsep ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan terdekatnya, yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Kemudian setelah anak bertambah besar, ia mempunyai hubungan yang lebih luas daripada hanya sekedar hubungan dalam lingkungan keluarganya. Ia mempunyai lebih banyak teman, lebih banyak kenalan serta sebagai akibatnya, ia mempunyai lebih banyak pengalaman. Akhirnya anak akan memperoleh konsep diri yang baru serta berbeda dari apa yang sudah terbentuk dalam lingkungan rumahnya. Ini menghasilkan suatu konsep diri sekunder. Bagaimana konsep diri sekunder ini terbentuk, banyak ditentukan pula oleh bagaimana konsep diri primernya. Sejalan dengan pendapat itu, William Fitts dalam Fridayani, 2004 mengungkapkan bahwa konsep diri terdiri dari dua bagian yaitu konsep diri internal yang terbentuk oleh pengamatan individu mengenai diri sendiri yaitu apa yang kita lakukan perilaku diri, siapa kita identitas diri serta bagaimana perasaan mengenai diri kita penilaian diri. Konsep diri eksternal terbentuk dari physical self kesehatan serta keterampilan, moral ethical orang baik atau tidak baik, personal self nilai diri di luar fisik serta lingkungan, family self diri 26 sebagai anggota keluarga serta social self penilaian diri dalam interaksi dengan lingkungan. Menurut Burns 1993 terdapat lima sumber yang sangat penting dalam pembentukan konsep diri, yaitu : a Citra tubuh, evaluasi terhadap diri fisik sebagai suatu objek yang jelas berbeda; b Bahasa, kemampuan untuk mengkonseptualisasikan serta memverbalisasikan diri serta orang lain; c Umpan balik yang ditafsirkan dari lingkungannya mengenai bagaimana orang lain yang dihormatinya memansertag pribadi tersebut serta mengenai bagaimana pribadi tadi secara relatif ada dibandingkan dengan norma serta nilai masyarakat yang bermacam-macam; d Identifikasi dengan model peranan seks yang sesuai stereotype; e Pola membesarkan anak. 2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri pada remaja, selain faktor lingkungan yaitu keluarga, guru serta teman sebaya, faktor-faktor internal yang terdapat dalam diri siswa itu sendiri juga sangat mempengaruhi. Hurlock 1997 mengemukakan faktor yang mempengaruhi konsep diri remaja adalah sebagai berikut ini. a. Usia kematangan. Remaja yang matang lebih awal, yang diperlukan seperti orang yang hampir dewasa mengmbangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. b. Penampilan diri. Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. c. Kepatutan seks. Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat serta perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. 27 d. Nama serta julukan. Remaja peka serta merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada cemoohan. e. Hubungan keluarga. Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain serta ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. f. Teman-teman sebaya. Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara, yaitu : 1. Konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan mengenai konsep teman-temannya mengenai dirinya. 2. Ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok. g. Kreatifitas. Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain serta dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas serta identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. h. Cita-cita. Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistis, ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu serta reaksi-reaksi bertahan di mana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya serta memberikan konsep diri yang lebih buruk atau negatif. Lebih lanjut Syamsu Yusuf 2002 mengemukakan bahwa terdapat delapan faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri , yaitu : a. Kondisi Fisik Kondisi Fisik merupakan hal yang paling kelihatan serta yang paling dapat dirasakan, sehingga Kondisi Fisik merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi kosep diri, bahkan Burns 1993 mengungkapkan bahwa tubuh merupakan ciri yang sentral di dalam banyak persepsi diri. Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Jourard serta Secord Burns, 1993 bahwa perasaan harga diri yang tinggi berkorelasi kuat dengan sikap penerimaan terhadap keadaan fisik seseorang. b. Cita-citaHarapan Cita-cita merupakan sesuatu yang diinginkan oleh seseorang atau pengharapan bagi diri, dalam istilah lain disebut diri ideal CalhounAcocella, 1995. Cita-citaHarapan merupakan hal yang penting bagi pembentukan konsep diri. Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistis, ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu serta reaksi-reaksi bertahan di mana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya serta memberikan konsep diri yang lebih buruk atau negatif. Semakin senjang diri ideal seseorang dengan kenyataan dirinya, maka konsep dirinya akan semakin negatif. Tetapi apabila individu memiliki pengharapan yang sesuai dengan keadaan dirinya, maka individu tersebut akan memiliki konsep diri yang positif. 28 c. Kondisi Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pendidikan bagi individu, pola asuh yang diterapkan oleh orang tua akan sangat berdampak pada konsep diri anak. Selain itu keharmonisan hubungan diantara anggotaanggota keluarga juga mempengaruhi konsep diri anak. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Stott Burns,1993, didapatkan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga di mana terdapat penerimaan, rasa saling percaya serta kecocokan diantara orang tua serta anak, lebih baik penyesuaian dirinya, lebih mandiri serta berpansertagan lebih positif mengenai diri mereka sendiri memiliki konsep diri yang positif. Sejalan dengan pendapat di atas, Coopersmith Burns,1993 menyatakan bahwa konsep diri yang positif lebih mungkin timbul bila anak-anak diperlakukan dengan penghargaan, diberikan standar-standar yang didefinisikan dengan jelas serta baik, serta diberikan pengharapan-pengharapan akan sukses yang masuk akal. d. Teman Sebaya Ketika kanak-kanak, konsep diri yang terbentuk lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan terdekatnya yaitu keluarga, namun ketika memasuki masa remaja, ia mempunyai hubungan yang lebih luas daripada hanya sekedar hubungan dalam lingkungan keluarganya. Ia mempunyai lebih banyak teman, lebih banyak kenalan serta sebagai akibatnya, ia mempunyai lebih banyak pengalaman.

2.3 Kajian Penelitian Yang Berhubungan

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Konsep Diri dan Motivasi Belajar Siswa Kelas X Teknik Kendaraan Ringan SMK Saraswati Salatiga T1 132008068 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Konsep Diri dan Motivasi Belajar Siswa Kelas X Teknik Kendaraan Ringan SMK Saraswati Salatiga T1 132008068 BAB IV

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Konsep Diri dan Motivasi Belajar Siswa Kelas X Teknik Kendaraan Ringan SMK Saraswati Salatiga T1 132008068 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Konsep Diri dan Motivasi Belajar Siswa Kelas X Teknik Kendaraan Ringan SMK Saraswati Salatiga

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Konsep Diri dan Motivasi Belajar Siswa Kelas X Teknik Kendaraan Ringan SMK Saraswati Salatiga

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Konsep diri dengan Kematangan Karier Siswa Kelas X SMK T & I Kristen Salatiga T1 132007058 BAB II

0 1 21

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Self Efficacy dengan Perilaku Merokok pada Siswa Kelas X SMK Saraswati Salatiga T1 BAB IV

0 0 6

T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Self Efficacy dengan Perilaku Merokok pada Siswa Kelas X SMK Saraswati Salatiga T1 BAB III

1 1 11

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Self Efficacy dengan Perilaku Merokok pada Siswa Kelas X SMK Saraswati Salatiga T1 BAB II

0 0 10

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Self Efficacy dengan Perilaku Merokok pada Siswa Kelas X SMK Saraswati Salatiga T1 BAB I

0 0 5