Pawongan : Pengendali Jumlah Populasi Komunitas dan Ikatan Sosial Antar

9 dapat digeser fungsi lain sebagai pusat desa. Pusat Desa berperan mengendalikan batas terluar desa, hal ini dapat terjadi karena batas terluar desa biasanya disyaratkan dengan jangkauan suara kul- kul kentongan dari pura dipusat desa ini. Berdasarkan hasil penelitian jarak terluar batas wilayah dari pusat, suara kulkul masih dapat terdengar pada radius sekitar 500 meter hingga 800 meter Rabindra, Pola Komunits Kota Tabanan, Bali, Tesis, PWK-ITB, 1995. Pura pada hilir desa disebut Pura Dalem, yakni pura yang berkaitan dengan keyakinan akan proses peleburan atau kematian manusia, dimana Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa atau Sang Pelebur atau Sang Pemralina di-stana-kan. Sesuai dengan fungsinya sebagai pura kematian, pada kawasan sekitar pura ini biasanya juga terdapat Setra atau pemakamankuburan desa. Dengan diposisikannya pada bagian Kelod- Kauh atau Barat-Daya sebagai wilayah paling hilir desa dengan tata nilai ruang Nista-ning-Nista, maka tidak layak adanya fungsi fisik profane guna lahan lain yang lebih nista dari kuburan, sehingga Pura ini menjadi batas fisik kelayakan fungsi guna lahan paling Barat Kauh dan Selatan Kelod Desa.

2. Pawongan : Pengendali Jumlah Populasi Komunitas dan Ikatan Sosial Antar

Warga Komunitas Pawongan Desa, adalah segenap Krama Desa yaitu warga komunitas desa sebagai ‘tenaga’ atau ‘prana’ nya desa; merupakan kekuatan yang timbul dan terwujud dari bentuk hubungan harmonis antara manusia satu dengan manusia lainnya sebagai unsur utama pembentuk sebuah komunitas, dalam pemahaman falsafah Tri Hita Karana. Komunitas inilah inti kekuatan atau tenaga atau ‘prana’ nya desa adat sebagai unit-unit dasar pembentuk komunitas wilayah atau kota. Kekuatan komunitas ini bukanlah pada ukuran tenaga dalam artian fisis, melainkan kekuatan sosial berupa rasa kebersamaan, solidaritas dan sikap gotong royong yang sangat kental diantara para warganya. Sebuah kekuatan sosial yang terbentuk dari harmoni hubungan antara manusia satu dengan lainnya, yang diikat dengan kedekatan fisik dan intensitas komunikasi dan tingkat kenal yang tinggi diantara satu dengan lainnya social cohesiveness. Krama desa atau warga komunitas desa adat terdiri dari jumlah beberapa warga komunitas banjar adat, dimana 10 warga komunitas banjar adat terdiri dari warga beberapa komunitas tempekan. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah warga komunitas tempekan biasanya terdiri dari 25 hingga 50 kepala keluarga atau sekitar 100 jiwa hingga 250 jiwa atau setara dengan jumlah warga rukun tetangga RT minimal. Beberapa tempekan biasanya membentuk suatu komunitas banjar adat, dengan jumlah warga komunitas banjar adat idealnya terdiri atas 150 hingga 250 kepala keluarga atau sekitar 600 jiwa hingga 1000 jiwa, atau setara dengan jumlah warga rukun warga RW ideal. Pada wilayah pusat kota yang padat, jumlah warga banjar dinas bisa mencapai sekitar 1200 jiwa sampai 2000 jiwa atau sekitar 250 hingga 500 kepala keluarga. Luas wilayah banjar minimal diperkotaan sekitar 35 Ha hingga 55 Ha atau luas wilayah dalam radius 350 m sampai dengan 420 m. Sedangkan luas wilayah banjar maksimal adalah sekitar 75 Ha hingga 200 Ha atau seluas wilayah dalam radius 500 m sampai dengan 800 m Rabindra, Tesis, PWK-ITB,1995. Besaran jumlah unit-unit komunitas tempekan, banjar dan krama desa terbentuk atas dasar derajat ikatan sosial yang dipengaruhi oleh kedekatan fisik lingkungan, intensitas pertemuan dan komunikasi, serta rasa saling kenal dan saling memperhatikan diantara anggota komunitas. Dengan unit dasar besaran ini secara otomatis akan terkendali jumlah populasi setiap unit komunitas, sehingga sulit timbul terjadinya peledakan jumlah populasi yang tak terkendali didalam maupun diluar komunitas. Disamping komunitas inti seperti diatas, terdapat juga sub-sub komunitas yang disebut sekehe atau kelompok, seperti : sekehe suka duka yakni semacam koperasi suka-duka, gotong royong, arisan, dsb; sekehe subak yakni kelompok pengairan dan pertanian; sekehe gong yakni kelompok kesenian dan sebagainya; sekehe semal yakni kelompok pembasmi hama pertanian; juga sekehe teruna-teruni yakni kelompok remaja semacam kelompok karang taruna. Hampir tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan baik, apabila rasa kebersamaan dalam komunitas terbentuk begitu harmonis; demikian halnya dalam konteks dengan penataan ruang wilayah, tak ada masalah pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang tak bisa diselesaikan secara mudah dan tanpa masalah oleh warga komunitas yang harmonis. 11

3. Palemahan : Pengendali Perluasan Kawasan Terbangun dan Terjaganya