Masalah Tujuan Kerangka Teori

Selain berkedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara sesuai dengan ketentuan yang tertera di dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV Pasal 36. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi antara lain; 1. Bahasa resmi negara, 2. Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, 3. Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembngunan nasional serta kepentingan pemerintah, dan 4. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi Halim, 1980:24. Dalam hubungan sebagai bahasa negara, bI adalah satu-satunya alat yang memungkinkan bangsa Indonesia membina serta mengembangkan kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional yang dimaksudkan adalah kebudayaan nasional yang memiliki ciri-ciri identitas sendiri yang membedakannya dengan kebudayaan daerah, karena sifat khas suatu kebudayaan memang hanya bisa dimanifestasikan dalam beberapa unsur kebudayaan yang terbatas, dalam bahasanya, kesenian, dan adat istiadatnya. Sulit menonjolkan sifat khas yang memberi identitas dalam unsur-unsur kebudayaan, sistem teknologi karena teknologi bersifat universal, juga dalam ekonomi, ilmu pengetahuan, dan agama. Bahasa Indonesia yang telah dinyatakan sebagai bahasa nasional dan negara terus tumbuh dan berkembang. Perkembangan itu sesuai dengan tingkat kemajuan masyarakat Indonesia menuju masyarakat yang modern. Dalam sejarah perkembangannya itulah bI memperoleh sumbangan- sumbangan positif baik dari bahasa daerah yang hidup di Indonesia maupun dari bahasa-bahasa asing. Kosa kata bahasa asing memegang peranan penting dalam pengembangan bI. Hal ini karena fungsi bahasa asing bahasa Inggris sangat besar dalam pergaulan antarbangsa. Bahasa Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh bahasa daerah maupun bahasa asing bahasa Inggris, akibat adanya kontak bahasa menimbulkan berbagai peristiwa bahasa. Peristiwa bahasa itu dapat berupa saling memungut dalam berbagai aspek kebahasaan, misalnya; dalam bentuk fonologi lafal, morfologi, dan kalimat disesuaikan dengan bahasa pemungut penerima. Pembahasan tentang lafal bI yang baku standar telah banyak dibicarakan di antaranya ; Adhitama 1978, Hakim 1978, 1986, Latif 1971 Moeliono 1986, Badudu 1979, 1985, dan Sulaga 1988. Walaupun cukup banyak pembicaraan tentang lafal bI, tetapi sampai saat ini tidak dijumpai bukti adanya produk perundangan peraturan pemerintah atau keputusan menteri yang menetapkan lafal baku bI. Selain alasan itu, penelitian pelafalan singkatan bI perlu dilakukan mengingat banyak singkatan kata yang kita serap dari bahasa daerah maupun bahasa asing khususnya bahasa Inggris, dalam pemakaian selanjutnya disesuikan dengan lafal bahasa Indonesia baku.

1.2 Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang yang dipaparkan di atas, oleh karena tidak adanya ketentuan resmi tentang lafal baku bI menyulitkan peneliti untuk menentukan pembahasan yang dianggap sebagai acuan atau rujukan. Akan tetapi dari sekian banyak pembahasan yang ada, hampir semua pembahasan merumuskan bahwa lafal baku bI adalah lafal yang tidak memperdengarkan “warna” lafal daerah atau lafal bahasa asing Badudu, 1979:115. Mengingat banyak masalah yang timbul di dalam pelafalan bI, masalah tersebut terpilah-pilah sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Berkaitan dengan penelitian ini, maka masalah yang diajukan pada kesempatan ini adalah terformalisasi dalam bentuk pernyataan berikut. a. Singkatan bahasa Inggris dilafalkan ke dalam bahasa Indonesia atau singkatan bahasa Inggris tetap dilafalkan dalam bahasa Inggris. b. Singkatan yang dibedakan antara singkatan lambang huruf dan singkatan kata.

1.3 Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang pelafalan singkatan dalam bahasa Indonesia yang telah dibakukan. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk mengetahui singkatan bahasa Inggris yang menggunakan lafal bahasa Inggris. Selain itu juga untuk mengetahui singkatan lambang huruf dan singkatan kata.

1.4 Kerangka Teori

Penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik terapan, yang membicarakan tentang perencanaan bahasa yang mengacu ke dalam bahasa Indonesia baku. Pemilihan teori ini dimaksudkan karena masalah yang dikaji adalah pelafalan singkatan dalam bahasa Indonesia. Dengan teori ini dapat diketahui pelafalan bI yang baku atau tidak baku. Konsep ini berlaku pada pembahasan yang dibicarakan oleh Badudu 1979, 1985, Arifin 1985, Moeliono 1986, dan Sulaga 1988. Di samping itu juga digunakan buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan 1988 dan Pedoman Umum Pembentukan Kata dan Istilah 1988 dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa di Jakarta.

1.5 Metode