UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.7 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.7 SEMESTER GENAP

SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013 (Skripsi)

Oleh:

SAMIDJEM

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

ABSTRAK

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.7 SEMESTER GENAP

SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh: SAMIDJEM

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mengenai upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Example Non Example. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Example Non Example pada pelajaran IPS di kelas VIII.7 SMP Negeri 4 Pringsewu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes dan observasi. Hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Example Non Example pada pelajaran IPS di kelas VIII.7 SMP Negeri 4 Pringsewu selalu mengalami peningkatan untuk setiap siklusnya.

Kata Kunci: Aktivitas, Hasil Belajar, dan model pembelajaran Example Non Example


(3)

\ama Mahasiswa

No. Pokok Mahasiswa

Jurusan

Progarn Studi

Fal-ultas

IPS DI KELAS VIII.7 SEMESTER GENAP SMP NEGERI4

PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN zONNOt3

$ami{iem

r013113018

Pendidikan IPS Pendidikan Ekonomi

Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MEITYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing II,

Drs. Hi. Nurdin, M.Si. NIP 19600817 198603

l

003 Drs Teddy Rusman, M.Si.

\-IP

19600826 198603

I

001

Ketua Program Studi

Pendidikan Ekonomi

Drs.

IIi.

Nurdin, M.Si. NIP 19600817 198603

I

003 Pembimbing I,


(4)

Tim Penguji

Kerua

:

Drs. Teddy Rusman, M.Si.

Sekretaris

Penguji

:

Drs. Hi. Nurdin, M.Si.

BukanPembimbing

:

Drs. Yon Rizal, M.Si.

Itas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Rahman,

M.S|.P

9600315 198503

I

003


(5)

Sala yang bertanda tangan di bawah ini:

\ama Mahasiswa

\omor Pokok Mahasiswa Junrsan

hogram S-.rdi

Fskultas

Samidjem

10131 r3018

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Pendidikan Ekonomi

Keguruan dan llmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karyayang pemah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan

di

suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan sayajuga tidak pernah terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecauli disebutkan di dalam daftar

Fstuka.

Bandar Lampung, April 2014

Samidjem

NPM. 1013113018

nr TGL r vrr or rc L r r: ic-si 20

7C52FABF358


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Penelitian ... 11

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 13

1. Model Pembelajaran Example Non Example ... 13

2. Ilmu Pengetahuan Sosial ... 16

3. Aktivitas Belajar ... 21

4. Hasil Belajar ... 25

B. Kerangka Pikir ... 26

C. Hipotesis ... 28

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Subyek Penelitian ... 31

C. Faktor Yang Diteliti ... 33

D. Rencana Tindakan ... 34

E. Data Penelitian ... 42

F. Teknik Pengumpulan Data ... 42

G. Instrumen Penelitian ... 42

H. Analisis Data ... 45


(7)

2. Hasil Penelitian ... 50

a. Siklus I ... 50

b. Siklus II ... 56

c. Siklus III ... 62

3. Deskripsi Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran ... 67

B. Pembahasan Penelitian ... 70

1. Aktivitas Belajar Siswa ... 70

2. Hasil Belajar ... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan ... 83

b. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan dan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Makna dan hakikat belajar diartikan sebagai proses membangun makna/ pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa (Indra Jati Sidi, 2004:4). Belajar bukanlah proses menyerap

pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Buktinya, hasil ulangan siswa berbeda-beda padahal mendapat pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama.

Pembelajaran yang bermakna akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan. Pengalaman yang diperoleh siswa akan semakin berkesan apabila proses pembelajaran yang diperolehnya merupakan hasil dari


(9)

dan melakukannya sendiri. Proses pembelajaran yang berlangsung melibatkan siswa sepenuhnya untuk merumuskan sendiri suatu konsep. Keterlibatan guru hanya sebagai fasilitator dan moderator dalam proses pembelajaran tersebut.

Namun kenyataan di lapangan belum menunjukkan ke arah pembelajaran yang bermakna. Para pendidik masih perlu penyesuaian dengan KTSP, para guru sendiri belum siap dengan kondisi yang sedemikian plural sehingga untuk mendesain pembelajaran yang bermakna masih kesulitan. Sistem pembelajaran duduk tenang, mendengarkan informasi dari guru sepertinya sudah membudaya sejak dulu, sehingga untuk mengadakan perubahan ke arah pembelajaran yang aktif, kreatif, menyenangkan agak sulit.

Pengembangan kurikulum pengetahuan sosial merespon secara positif sebagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi secara tuntutan desentralisasi, hak ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran pengetahuan sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Kompetensi pengetahuan sosial menjamin kebutuhan keimanan dan

ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip sosial, ekonomi, budaya dan kewarganegaraan sehingga tumbuh generasi yang kuat dan berakhlak mulia.

Wachidi (2002: 23) merumuskan tujuan pokok dari pengajaran pengetahuan sosial, yaitu :

(a) Memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana bersikap terhadap benda-benda disekitarnya,


(10)

(b) Memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana cara berhubungan dengan manusia,

(c) Memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana berhubungan dengan masyarakat sekitarnya,

(d) Memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana cara berhubungan dengan alam sekitarnya,

(e) Memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana cara berhubungan dengan Tuhannya.

Memperhatikan tujuan yang dikandung oleh mata pelajaran pengetahuan sosial maka harusnya pembelajarannya di sekolah-sekolah merupakan suatu kegiatan yang disenangi, menantang dan bermakna bagi peserta didik.

Kegiatan belajar mengajar mengandung arti interaksi dari berbagai komponen seperti guru, murid, bahan ajar dan sarana lain yang digunakan pada saat

kegiatan berlangsung. Lubis (2004) menyatakan bahwa “ kegiatan belajar

mengajar (KBM) merupakan kegiatan interaksi antar guru dengan siswa dan antar siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan sumber belajar lainnya dalam satu kesatuan waktu dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha mengembangkan dan membina seoptimal mungkin potensi yang dimiliki setiap anak didik. Oleh karena itu perlu diadakan pembaharuan dalam pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, karena hal ini akan berdampak pada hal mutu pendidikan dan lulusan sekolah tersebut. Dari sisi lain sebagai indikator untuk melihat sejauh mana kualitas dari suatu sekolah, dapat dilihat dari pencapaian hasil belajar anak didik secara umum, yang didlihat dari hasil belajar dan mutu lulusannya.


(11)

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan pada Kelas VIII.7 SMP Negeri 4 Pringsewu Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013, hasil belajar pada saat Ulangan Harian I (UH1) Semester genap dapat dilihat dari perolehan nilai siswa di bawah ini.

Tabel 1. Nilai Siswa Pada Ulangan Harian I (UH1) Kelas VIII.7 SMP Negeri 4 Pringsewu Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013

No. Kategori Nilai Jumlah Siswa Persentase (%) 1. 2. ≥ 60 < 60 13 22 37,14 62,86

Jumlah 35 100

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa hasil belajar pada

pembelajaran IPS Terpadu yang diperoleh siswa Kelas VIII.7 pada ulangan harian I (UH1) masih rendah. Jumlah siswa pada Kelas VIII.7 yang

memperoleh nilai di atas 60 (syarat minimal dikatakan tuntas dalam belajar ) sebanyak 13 siswa dengan persentase 37,14%. Sehingga hasil belajar di atas menunjukan belum berhasil dalam proses pembelajaran.

Sedangkan hasil belajar IPS Terpadu pada saat Ulangan Harian II (UH2) semester genap dapat dilihat dari perolehan nilai siswa di bawah ini.

Tabel 1. Nilai Siswa Pada Ulangan Harian II (UH2) Kelas VIII.7 SMP Negeri 4 Pringsewu Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013

No. Kategori Nilai Jumlah Siswa Persentase (%) 1. 2. ≥ 60 < 60 17 18 48,57 51,43


(12)

Berdasarkan data yang ada pada tabel 2. di atas, terlihat bahwa hasil belajar pada pembelajaran IPS Terpadu yang diperoleh siswa Kelas VIII.7 pada ulangan harian II masih rendah. Jumlah siswa kelas XI yang memperoleh nilai di atas 60 sebanyak 17 siswa dengan persentase 48,57%. SMP Negeri 4 Pringsewu menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 60. Hal ini berarti siswa belum memenuhi ketuntasan kompetensi minimal yang ditetapkan oleh guru yaitu 75% siswa memperoleh nilai 60. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah (1995:128) menyatakan bahwa “apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65%, dikuasai maka presentase

keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah”.

Berdasarkan uraian di atas, rendahnya aktivitas dan hasil belajar diduga karena guru menggunakan model pembelajaran yang kurang tepat dalam pembelajarannya. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal, maka perlu adanya perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut adalah pembelajaran dengan model pembelajaran Example Non Example.

Tabel 3. Hasil Rekapitulasi Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kriteria Jumlah Siswa Persentase (%)

Siswa yang aktif 19 54,28

Siswa yang belum aktif 16 45,72


(13)

Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat dilihat siswa yang aktif sebanyak 19 siswa dari 35 siswa (54,28%) dan siswa yang belum aktif sebanyak 16 siswa dari 35 siswa (45,72%). Hasil pengamatan tersebut, dapat dinyatakan bahwa tingkat aktivitas siswa masih rendah.

Berdasarkan pengalaman peneliti selama mengajar di SMP Negeri 4 Pringsewu Kelas VIII.7 masih banyak siswa yang mempunyai aktivitas belajar off task (kegiatan yang menghambat pembelajaran) dan perhatian yang rendah selama pembelajaran berlangsung. Hal ini tampak dari sedikitnya jumlah siswa yang aktif bertanya mengenai materi yang relevan yang

diajarkan oleh guru, ngobrol pada saat guru menjelaskan, mengganggu teman, keluar masuk kelas, melamun atau ngantuk pada saat guru menerangkan pelajaran, dan mainan handphone. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada saat pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial aktivitas belajar siswa di SMP Negeri 4 Pringsewu Kelas VIII.7 masih rendah.

Hal ini aktivitas belajar merupakan upaya bagi siswa dalam belajar yang mempunyai andil besar untuk memperoleh hasil belajar. Aktivitas belajar yang tinggi memungkinkan proses pembelajaran efektif sehingga

memungkinkan pencapaian kompetensi yang harus didmiliki siswa. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator

keinginan siswa untuk belajar.

Tanpa adanya aktivitas, belajar itu tidak mungkin berlangsung dengan baik. Aktifitas dalam belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan yang


(14)

meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal-hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berfikir, membaca, dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang prestasi belajar. Agar aktifitas berjalan efektif, diperlukan keterlibatan secara terpadu, berkesinambungan dari

berbagai macam hal yaitu mengarah pada interaksi yang optimal, menuntut berbagai jenis aktifitas peserta didik, strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, dan menggunakan berbagai variasi media dan alat peraga. Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran aktivitas siswa Kelas VIII.7 di SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2010/2011 diperoleh data sebagai berikut : (1) proses pembelajaran

menitikberatkan pada pengerjaan Lembar Kerja Siswa, (2) Informasi/ konsep-konsep yang dipelajari diberitahukan atau di sajikan dengan ceramah saja; (3) dalam proses pembelajaran guru kurang memberikan penguat berupa

pemberian motivasi kepada siswa; (4) kegiatan pembelajaran masih banyak didominasi oleh guru sehingga siswa kurang aktif dalam belajar.

Hasil evaluasi proses pembelajaran diatas ternyata belum memberikan dampak yang baik terhadap peningkatan aktifitas dan hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran yang dilakukan masih

menggunakan metode dan model yang membosankan.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu dengan melakukan tindakan perbaikan-perbaikan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.


(15)

Belajar IPS tidak sekedar learning to know, melainkan harus ditingkatkan meliputi learning to do, Learning to be sehingga Learning to live together. Oleh karena itu filosofi pengajar IPS perlu diperbaharui menjadi

pembelajaran IPS. Dalam pengajaran IPS, guru lebih banyak menyampaikan sejumlah ide atau gagasan pokok, sedangkan dalam pembelajaran IPS kegiatan siswa mendapat forsi lebih banyak dibanding guru, bahkan mereka harus dominan dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam pembelajaran siswa berperan lebih aktif sebagai pembelajar dan fungsi guru lebih sebagai

fasilitator dan dinamisator. Sasaran dari pembelajaran IPS siswa diharapkan harus mampu berpikir kritis, analisis dan argumentatif serta tidak

membosankan. Untuk mengatasi permasalahan yang ada, diperlukan suatu model pembelajaran yang lebih cepat dan menarik, dimana setiap siswa dapat belajar secara kooperatif, dapat bertanya meski tidak ada guru secara

langsung dan mengemukakan pendapat atau pemikirannya. Salah satu upaya meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya dalam mata pelajaran IPS di Kelas VIII.7 SMP Negeri 4 Pringsewu dengan menerapkan model

pembelajaran Example Non Example.

Model pembelajaran Example Non Example adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Model pembelajaran ini menurut peneliti sesuai dengan materi SMP kelas VIII dan diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Karena model pembelajaran ini tidak membuat siswa merasa cepat bosan ketika belajar IPS (Hamalik, 2001: 56).


(16)

Meski dalam model ini siswa lebih aktif, namun guru tetap mengawasi kelas untuk memberikan bimbingan baik secara kelompok maupun individual. Penerapan model pembelajaran example non example ini akan menambah variasi model pembelajaran yang lebih menarik, menyenangkan, melibatkan siswa, meningkatkan aktivitas, model pembelajaran ini dirasakan lebih efektif dari pada model lain sehingga diharapkan mampu untuk mengkomunikasikan gagasan dan menerapkan dalam kehidupan sehari–hari.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengambil judul Laporan Penelitian Tindakan Kelas “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Example Non Example pada Mata Pelajaran IPS Di Kelas VIII.7 Semester Genap Pada SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat di identifikasikan masalah–masalah sebagai berikut:

1. Guru masih menggunakan metode belajar dengan ceramah, proses pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher center).

2. Partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran masih rendah. 3. Aktivitas belajar siswa di kelas belum optimal.


(17)

C. Pembatasan Masalah

Memperhatikan latar belakang masalah dan agar dalam pembahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang ingin dipecahkan dan diteliti, maka perlu adanya batasan masalah bahwa yang dianalisis adalah Upaya Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui model pembelajaran Example Non Example pada Mata Pelajaran IPS Di Kelas VIII.7 Semester Genap Pada SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah serta pembatasan masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada peningkatan aktivitas belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran Example Non Example pada mata pelajaran IPS di Kelas VIII.7 semester genap SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013?

2. Apakah ada peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran example non example pada mata pelajaran IPS di Kelas VIII.7 semester genap SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013?


(18)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa melalui model

pembelajaran Example Non Example pada mata pelajaran IPS di Kelas VIII.7 SMP Negeri 4 Pringsewu semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Untuk mengetahuipeningkatan hasil belajar IPS siswa setelah

menggunakan model pembelajaran Example Non Example di Kelas VIII.7 SMP Negeri 4 Pringsewu semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

F. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis

a) Kontribusi positif bagi guru-guru mata pelajaran IPS Terpadu tentang alternatif strategi pembelajaran yang lain yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran example non example yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

b) Memperkaya khazanah keilmuan di bidang keilmuan di bidang pendidikan.


(19)

Penelitian ini secara praktis dapat memperbaiki proses pembelajaran di kelas untuk mempermudah siswa memahami meteri pelajaran IPS yang disampaikan sehingga aktivitas dan hasil belajar siswa lebih baik

F. Ruang Lingkup Penelitian 1. Objek Penelitian

Penerapan model pembelajaran Example Non Example untuk mengetahui aktivitas dan hasil Belajar IPS.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa Kelas VIII.7 yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Example Non Example.

3. Wilayah Penelitian

SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013. 4. Waktu Penelitian


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Model Pembelajaran Example Non Example

Model Pembelajaran Example Non Example atau juga biasa di sebut example and non-example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Penggunaan Model Pembelajaran Example Non Example ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti ; kemampuan berbahasa tulis dan lisan, kemampuan analisis ringan, dan kemampuan

berinteraksi dengan siswa lainnya. Model Pembelajaran Example Non Example

menggunakan gambar dapat melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas (Rusman, 2011: 67).

Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Example and Non example adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep. Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari

example dan non-example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada.


(21)

materi yang sedang dibahas, sedangkan non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.

Example Non Example dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.

Menurut Buehl (2006: 36) keuntungan dari metode example and nonexample

antara lain:

1. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memper- luas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek.

2. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari

example dan non example.

3. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.

Tennyson dan Pork (1980 hal 59) dalam Slavin (2001: 19) menyarankan bahwa jika guru akan menyajikan contoh dari suatu konsep maka ada tiga hal yang seharusnya diperhatikan, yaitu:

a) Urutkan contoh dari yang gampang ke yang sulit. b) Pilih contoh-contoh yang berbeda satu sama lain.


(22)

Menyiapkan pengalaman dengan contoh dan non-contoh akan membantu siswa untuk membangun makna yang kaya dan lebih mendalam dari sebuah konsep penting. Joyce and Weil (1986) dalam Buehl (2006: 45) telah memberikan

kerangka konsep terkait strategi tindakan, yang menggunakan model inkuiri untuk memperkenalkan konsep yang baru dengan metode Example and Nonexample.

Kerangka konsep tersebut antara lain:

1) Menggeneralisasikan pasangan antara contoh dan non-contoh yang menjelas- kan beberapa dari sebagian besar karakter atau atribut dari konsep baru. Menyajikan itu dalam satu waktu dan meminta siswa untuk memikirkan perbedaan apa yang terdapat pada dua daftar tersebut. Selama siswa

memikirkan tentang tiap examples dan non-examples tersebut, tanyakanlah pada mereka apa yang membuat kedua daftar itu berbeda.

2) Menyiapkan examples dan non examples tambahan, mengenai konsep yang lebih spesifik untuk mendorong siswa mengecek hipotesis yang telah dibuatnya sehingga mampu memahami konsep yang baru.

3) Meminta siswa untuk bekerja berpasangan untuk menggeneralisasikan konsep examples dan non-examples mereka. Setelah itu meminta tiap pasangan untuk menginformasikan di kelas untuk mendiskusikannya secara klasikal sehingga tiap siswa dapat memberikan umpan balik.

4) Sebagai bagian penutup, adalah meminta siswa untuk mendeskripsikan konsep yang telah diperoleh dengan menggunakan karakter yang telah didapat dari examples dan non-examples.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Example Non Example:

Contoh dapat dari kasus/gambar yang relevan dengan kompetensi dasar.

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran 2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/Proyektor/

hanya berupa slide kertas.

3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar.

4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.


(23)

6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.

7. Kesimpulan (Rusman, 2011: 69).

2. Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu- ilmu sosial seperti: Sosiologi, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Politik, Hukum, dan Budaya. IPS dirumuskan atas dasar realita dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang- cabang ilmu-ilmu sosial (Suyatna, 2008: 64).

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah suatu bidang studi yang rumit karena luasnya ruang lingkup dan merupakan gabungan sejumlah disiplin ilmu seperti Ekonomi, Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan apa yang disebut

dengan “sipil” perlu ditekankan (Fajar, 2009: 31).

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD, SMP yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, anak diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, bertanggungjawab, serta warga dunia yang cinta aman (Ahmadi dan Amri, 2011: 10).

Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Science) atau yang sering disingkat dengan IPS adalah ilmu yang membahas hubungan antar manusia sebagai makhluk sosial (Ibrahim dan Hidayat, 2003: 35). Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai


(24)

disiplin operasional yang efektif dan memperhatikan studi tentang manusia di masyarakat dalam situasi global saat ini dapat memainkan peran yang sangat penting. Namun demikian berdasarkan keberadaannya dalam mengajarkan ilmu sosial didominasi oleh proses belajar dengan menggunakan buku teks (Fajar, 2009: 32).

Karakteristik mata pelajaran IPS SMP/ MTS antara lain sebagai berikut.

1. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum, dan politik, kewarganegaraan, sosiologi bahkan bidang, humaniora, pendidikan dan agama.

2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan ilmu sosial yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik.

3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.

4. Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan adaptasi, dan pengelolaan lingkungan.

5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan (Suyatna, 2008: 65).

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPS adalah membina anak didik menjadi warga Negara yang baik yang memiliki pengetahuan keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta masyarakat dan Negara. Pada hakikatnya, Pengatahuan Sosial dan ilmu- ilmu sosial sebagai suatu mata pelajaran menjadi wahana dan alat bagi siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut.

1. Siapa diri saya ditengah atau dihadapan orang laian dan masyarakat? 2. Pada masyarakat apa saya berada?

3. Persyartan- persyaratan apa yang diperlukan diri saya untuk menjadi anggota suatu kelompok masyarakat dan bangsa?


(25)

4. Apakah artinya menjadi anggota masyarakat bangsa dan dunia? 5. Bagaimanakah kehidupan manusia dan masyarakat berubah dari waktu

ke waktu berikutnya? (Fajar, 2009: 105).

IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu- ilmu sosial: Sosiologi, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Politik, Antropologi, Filsafat, dan Psikologi Sosial (Suyatna, 2008: 64). Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berdasarkan Kurikulum 2004 mengalami perubahan nama atau sebutan yakni menjadi mata pelajaran Pengetahuan sosial (PS) untuk pendidikan dasar dan ilmu-ilmu sosial untuk pendidikan menengah (Fajar, 2009: 104).

Kajian yang dipelajari dalam Ilmu Sosial sebagai berikut.

1. Sosiologi mempelajari segala hal yang berhubungan dengan aspek hubungan sosial yang meliputi proses, faktor, perkembangan, permasalahan dan lain- lain.

2. Ilmu ekonomi mempelajari proses, perkembangan dan permasalahan yang berhubungan dengan ekonomi.

3. Segala aspek psikologi yang berhubungan dengan sosial dipelajari dalam ilmu psikologi sosial.

4. Aspek budaya perkembangan dan permasalahannya dipelajari dalam antropologi.

5. Aspek sejarah yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan kita dipelajari dalam sejarah.

6. Aspek geografi yang memberi efek ruang terhadap kehidupan manusia dipelajari dalam geografi.

7. Aspek politik yang menjadi landasan keutuhan dan kesejahteraan masyarakat dipelajari dalam ilmu politik (Ahmadi dan Amri, 2011: 8). Beberapa pembagian Ilmu Pengetahuan Sosial yaitu sebagai berikut.

1. Psikologi, suatu Ilmu Pengetahuan yang mempelajari proses mental dan tingkah laku.

2. Pendidikan, suatu perlakuan atau proses latihan yang terarah dan sistematis menuju ke suatu tujuan.

3. Antroplogi, suatu Ilmu Pengetahuan yang mempelajari asal-usul perkembangan jasmani, sosial, kebudayaan serta tingkah laku manusia.


(26)

4. Etnologi, suatu studi Antropogi dari aspek sistem sosio-ekonomi dan pewarisan kebudayaan terutama keaslian kebudayaan dan faktor pertumbuhan perkembangan kebudayaan, serta perubahannya dalam masyarakat primitif.

5. Sejarah, suatu pencatatan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi pada suatu bangsa, negara, atau individu.

6. Ekonomi, suatu Ilmu Pengetahuan yang berhubungan dengan produksi, tukar menukar barang produksi, pengelolaan dalam ruang lingkup rumah tangga, perusahaan atau negara.

7. Sosiologi, suatu studi tentang tingkah laku sosial, terutama tentang asal-usul organisasi, instuisi, dan perkembangan masyarakat manusia (Ibrahim dan Hidayat, 2003: 36).

Tujuan pelajaran pengetahuan sosial dan ilmu- ilmu sosial (Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi- Antropologi) antara lain sebagai berikut.

1. Pengembangan kemampuan intelektual siswa, yang berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan kepentingan ilmu.

2. Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa, yang berorientasi pada pengembangan diri siswa dan kepentingan masyarakat yang dinamakan kemampuan sosial. 3. Pengambangan diri sebagai pribadi, berorientasi pada pengembangan

pribadi siswa baik untuk kepentingan dirinya, masyarakat, maupun ilmu. 4. Untuk menumbuhkan warga negara yang baik dengan menempatkan siswa dalam konteks kebudayaannya, sehingga pelajaran IPS diorganisasikan secara ilmiah dan psikologis.

5. Siswa akan memperoleh kesempatan untuk memecahkan konflik interpersonal maupun antar- personal (Fajar, 2009: 107- 108).

IPS memiliki lima tujuan sebagai berikut.

1. IPS mempersiapkan siswa untuk studi lanjut di bidang ilmu-ilmu sosial jika nantinya masuk ke perguruan tinggi.

2. IPS yang tujuannya mendidik kewarganegaraan yang baik.

3. IPS yang hakikatnya merupakan suatu kompromi antara satu dan dua tersebut di atas.

4. IPS mempelajari masalah-masalah sosial yang pantang untuk dibicarakan di muka umum.

5. Menurut pedoman khusus bidang studi IPS, tujuan bidang studi tersebut, yaitu dengan materi yang dipilih, disaring dan disingkronkan kembali maka sasaran seluruh kegiatan belajar dan pembelajaran IPS mengarah


(27)

pada dua hal yaitu pembinaan warga negara Indonesia dan sikap sosial yang rasional dalam kehidupan (Ahmadi dan Amri, 2011: 9).

Pembelajaran IPS Terpadu dengan guru merupakan hal yang ideal dilakukan. Hal ini disebabkan sebagai berikut.

1. IPS merupakan satu mata pelajaran.

2. Guru dapat merancang skenario pembelajaran sesuai dengan topik yang ia kembangkan tanpa konsolidasi terlebih dahulu dengan guru lain oleh karena itu maka tanggung jawab dipikul guru sendiri (Suyatna, 2008: 79).

Strategi pembelajaran IPS Terpadu berkenaan dengan kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajran dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator (Ahmadi dan Amri, 2011: 21). Standar kompetensi lintas kurikulum mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan ilmu-ilmu sosial merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar sepanjang hayat yang dilakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar. Standar kompetensi lintas kurikulum IPS tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban, saling menghargai dan memberi rasa aman, sesuai dengan agama yang dianutnya.

2. Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain.

3. Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep- konsep, teknik- teknik, pola, struktur, dan hubungan.

4. Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang diperlukan dari berbagai sumber.


(28)

5. Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan teknologi, dan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai- nilai untuk mengambil keputusan yang tepat.

6. Berpartisipasi, berinteraksi aktif dalam masyarakat.

7. Berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya dan intelektual.

8. Berpikir logis, kritis, dan lateral dengan memperhitungkan potensi dan peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan.

9. menunjukkan motivasi dalam belajar, percaya diri, bekerja mandiri, dan bekerja sama dengan orang lain (Fajar, 2010: 106).

3. Aktivitas Belajar

Salah satu faktor yang penting dalam proses pendidikan adalah belajar. Dengan belajar manusia akan dapat meningkatkan kemampuanya baik dibidang

pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang dapat bermanfaat bagi dirinya dalam masyarakat. Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisik yang saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan dengan itu, belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian. Hal ini sesuai dengan pendapat

Roestyah dalam Wiarsana (2003:5) “belajar adalah suatu proses untuk

memperoleh modifikasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Belajar adalah pengetahuan keterampilan yang diperoleh dari

intruksi”.

Proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Hal ini sesuai dengan

yang dikemukakan oleh Hamalik (2004:171) yang menyatakan “pengajaran

yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan siswa belajar


(29)

Aktivitas belajar tiedak hanya mencatat dan mendengar seperti lazimnya terdapat pada pengajaran tradisional. Pengajaran modern tidak menolak seluruhnya pendapat tersebut namun menitikberatkan pada aktivitas atau keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran akan menumbuhkan kegiatan dalam belajar sendiri. Aktivitas belajar diartikan sebagai pengembangan diri melalui pengalaman bertumpu pada kemampuan diri belajar dibawah

bimbingan tenaga pengajar. Menurut (Sadirman, A.M. 2006:99) “tidak ada

belajar kalau tidak ada aktivitas”.

Belajar tidak terjadi secara kebetulan tetapi belajar merupakan suatu proses atau aktivitas pemikiran maupun aktivitas fisik, sebagai suatu proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Menurut Jarome Bruner dalam Trianto (2009:38) belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang lebih baik.

Selain dari usaha yang dilakukan oleh siswa, peran serta guru sangat

dibutuhkan agar selama proses pembelajaran aktivitas siswa meningkat, yaitu dengan cara memberikan arahan-arahan dan selanjutnya secara bertahap siswa melakukan kegiatan secara mandiri dengan penuh kesadaran akan pentingnya

belajar. Menurut Winkel dalam Wiyarsana (2003:6) “aktivitas belajar adalah

suatu kegiatan yang direncanakan dan disadari untuk mencapai suatu kegiatan tujuan belajar yaitu perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan pada siswa


(30)

manusia dengan belajar dapat merubah tingkah laku, pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang diperoleh dan aktivitas mental dan berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya.

Menurut Paul D. Dieriech dalam Hamalik (2001 : 172), aktivitas belajar dapat digolongkan menjadi delapan jenis :

1. Visual Activities, misalnya: membaca, memperhatikan gambar demontrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral Activities, masalnya: mengemukakan suatu fakta, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, mamberi saran, mengemukan pendapat.

3. Listening Activities, misalnya: mendengarkan penyajian bahan, percakapan, diskusi, musik dan pidato.

4. Writing Activities, misalnya: menulis cerita, karangan, laporan dan angket.

5. Drawing Activities, antara lain: menggambar, membuat grafik, chart, peta, diagram.

6. Motor Activities, seperti: melakukan percoban, membuat kontruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7. Mental Activities, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan dan mengambil keputusan. 8. Emotional Activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira,

bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Menurut Momes (2001:36), terdapat indikator terhadap aktivitas yang relevan dalam pembelajaran meliputi:

1. Interaksi anak dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (PBM) dalam kelompok meliputi kegiatan berdiskusi dan bekerjasama dalam menyelesaikan maslah,

2. Keberanian anak dalam bertanya/mengemukakan pendpat,

3. Partisipasi anak dalam Proses Belajar Mengajar (melihat dan aktif dalam diskusi),

4. Motivasi dan kegairahan anak dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (menyelesaikan tugas dan aktif dalam memecahkan masalah),

5. Hubungan anak dengan anak selama Proses Belajar Mengajar, 6. Hubungan anak dengan guru selama Proses Belajar Mengajar.


(31)

Prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku dan tindakan yang dialami oleh siswa itu sendiri. Dimyati dan Mudjiono (2002:7)

menyatakan bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.

Belajar merupakan bagian dari aktivitas. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja. Aktivitas belajar harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Seiring dengan itu, Djamarah

(2006:67) menyatakan bahwa “belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan oleh anak

didik lebih tahan lama tersimpan didalam benak anak didik”.

Menurut Sardiman, A.M. (2006:100) menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik (jasmani) maupun mental (rohani). Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas itu harus saling terkait. Oleh karenanya Ahmad Rohani (2004:6) menjelaskan bahwa belajar yang berhasil mesti melalui

berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, aktivitas belajar dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan adanya perubahan dalam dirinya banyak yang tampak maupun yang tidak tampak diamati, sehingga tercapainya aktivitas siswa secara aktif dan tercapainya hasil belajar yang optimal.


(32)

4. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan prestasi yang dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang diperoleh dari penilaian hasil belajar. Hasil belajar tersebut berupa nilai yang berbentuk angka dan merupakan nilai hasil dari kegiatan yang dilakukan disekolah. Hasil belajar merupakan bukti dari usaha yanga telah dilakukan seseorang dalam kegiatan belajar. Hasil belajar siswa setelah mengalami pembelajaran kooperatif padaeksperimen menggunakan bahasa sehari-hari dapat diketahui dengan mengadakan tes hasil belajar (Yasa, 2008: 41).

Pembelajaran IPS dengan model kooperatif tipe example non example

merupakan pembelajaran kooperatif dimana model pembelajaran siswa belajar dalam kelompok kecil yang anggota kelompoknya bersifat heterogen dan saling membantu dalam memahami materi pembelajaran. Menurut beberapa pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tipe example non example adalah pemebelajaran yang menurut siswa untuk dapat bekerja sama dalam kelompoknya agar mendapatkan hasil belajar yang lebih baik.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan utama yaitu:

1. Hasil belajar baik

2. Perbedaan terhadap individu 3. Pengembangan keterampilan sosial

Peserta didik dapat berhasil belajaor diperlukan persyratan tertentu antara lain seperti dikemikakan sebagai berikut:

a. Kemampuan berfikir yang tinggi bagi para siswa, hal ini ditentukan dengan berfikir kritis, logis, sistematis, dan objektif.


(33)

c. Bakat dan minat yang khusus para siswa dapat dikembangkan sesuai dengan potensinya

d. Menguasai bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk meneruskan pelajaran disekolah yang menjadi lanjutanya (Yasa, 2008: 42).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan model pembelajaran kooperatif tidak hanya tertuju untuk mencapai hasil belajar yang baik saja tetapi, pada pembelajaran ini diharapkan setiap siswa dapat bekerja sama dan berkolaborasi antar sesame siswa tanpa memandang status dan latar belakang.

B. Kerangka Pikir

Model pembelajaran merupakan suatu setrategi pembelajaran dimana dalam pembelajaran itu akan mengajak peserta didik untuk belajar lebih aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide peokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari dalam kehidupan nyata.dengan pembelajaran aktif ini, pesrta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental tetapi juga melibatkan fisik.

Model Pembelajaran example non example yaitu, guru menjelaskan materi sebagai pengantar, kemudian guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan materi yang diberikan. Kemudian setiap kelompok diminta untuk melakukan presentasi secara suka rela. Dan kelompok mengirimkan anggota mereka untuk membagikan hasil diskusi


(34)

kelompok mereka. Kemudian kembali pada keadaan semula dan materi diakhiri dengan membuat kesimpulan yang dipandu oleh guru.

Dasarnya model pembelajaran apapun lebih mudah diterapkan pada siswa yang memiliki tingkat aktivitas, intelegensi dan motivasi yang tinggi. Pada Model Pembelajaran example non example dimana peserta didik diberikan kebebasan untuk mengutarakan pendapat, maka yang terjadi ialah siswa yang memiliki aktivitas lebihlah yang akan mendominasi kelas itu.

Desain penelitian ini dirancang untuk menyelidiki upaya penerapan Model Pembelajaran example non example untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini peneliti menduga bahwa ada pengaruh yang berbeda dari adanya perbedaan perlakuan pada tingkatan aktivitas siswa yang berbeda. Peneliti menduga Model Pembelajaran example non example dengan tahap-tahapan pembelajarannya lebih efektif meningkatkan hasil belajar siswa dengan aktivitas siswa tinggi. Dengan kata lain peneliti menduga ada interaksi antara Model Pembelajaran example non example dengan aktivitas siswa terhadap hasil belajar.


(35)

Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat di gambarkan paradigma penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada peningkatan aktivitas belajar setelah menggunakan Model

Pembelajaran example non example pada mata pelajaran IPS di kelas VIII.7 Semester Genap Di SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 20112/2013.

2. Ada peningkatan hasil belajar setelah menggunakan Model Pembelajaran

example non example pada mata pelajaran IPS di kelas VIII.7 Semester Genap Di SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013.

Model Kooperatif Tipe example non

example

Aktivitas Belajar Meningkat

Hasil belajar meningkat


(36)

III. METODE PENELITIAN

A.Faktor Yang Diteliti

Untuk dapat memecahkan masalah yang telah dirumuskan diatas, ada beberapa faktor yang akan diteliti pada penelitian ini sebagai berikut.

1. Aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung yang meliputi; keaktifan dalam bertanya, keaktifan dalam menjawab pertanyaan.

2. Hasil belajar IPS siswa dilihat dari tes pada setiap akhir siklus.

B.Rencana Tindakan

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari beberapa siklus berulang dan pada setiap siklus terdiri dari empat kegiatan. Empat kegiatan utam yang ada pada setiap siklus yaitu (a) perencanaan, (b) tindakan, (c) observasi, (d) refleksi ( sesuai dengan model yang dikembangkan oleh (Kurt, 2006:

Penjelasan untuk setiap siklusnya, sebagai berikut. a. Siklus I

1) Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus I meliputi sebagai berikut. a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus I


(37)

31 b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi dasar

yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran example non example yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran example non example berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus.

e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas VII.

f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran example non example.

g. Mempersiapkan perangkat.

2) Pelaksanaan (Acting)

Pembelajaran IPS siklus I dikelas VIII dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dua kali pembelajaran dan satu pertemuan untuk uji tes hasil siklus pertama. Pertemuan pertama dan pertemuan kedua dilaksanakan setiap pertemuan 2x40 menit.

3) Observasi (observating)

Observasi adalah proses mencermati jalanya pelaksanaan tindakan. 4) Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.


(38)

32 b. Siklus II

1. Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus I meliputi sebagai berikut. a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus I b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran

example non example yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran example non example berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus. e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas VIII.

f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran example non example.

g. Mempersiapkan perangkat.

2. Pelaksanaan (Acting)

Pembelajaran IPS siklus II dikelas VIII dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dua kali pembelajaran dan satu pertemuan untuk uji tes hasil siklus pertama. Pertemuan pertama dan pertemuan kedua dilaksanakan setiap pertemuan 2x40 menit.

3. Observasi (observating)


(39)

33 4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

c. Siklus III

1. Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus II meliputi:

a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus II b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran

example non example yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran example non example berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus. e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas VIII.

f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran example non example.

g. Mempersiapkan perangkat. 2. Pelaksanaan (Acting)

Pembelajaran IPS siklus III dikelas VIII dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dua kali pembelajaran dan satu pertemuan untuk uji tes hasil siklus pertama. Pertemuan pertama dan pertemuan kedua dilaksanakan setiap pertemuan 2x40 menit.


(40)

34 3. Observasi (observating)

Observasi adalah proses mencermati jalanya pelaksanaan tindakan.

Tabel 3. Lembar observasi untuk menganalisis aktivitas siswa dalam proses pembelajaran

No Per 40 Menit % Ket

1 2 3 4 5 ……

1 2 3 4 5

Kegiatan yang relevan dalam proses pembelajaran (on Task) 1. Mendengarkan atau memperhatikan penjelasan guru

2. Mencatat penjelasaan guru yang sesuai dengan materi pelajaran 3. Berdiskusi dengan sesama teman yang bernomor sama

4. Berani menyampaikan jawaban dengan tegas sesuai dengan pertanyaan 5. Bertanya kepada guru ketika ada hal yang belum faham

6. Berani memberikan kritik dan saran kepada kelompok yang bernomor lain

Kegiatan yang tidak relevan (Off Task) 1. Tidak memperhatikan penjelasan guru 2. Tidak menulis atau tidak mencatat 3. Mengantuk

4. Mengganggu kelompok lain 5. Mengobrol


(41)

35 6. Bermain-main

4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

Pergantian siklus dilakukan pada setiap berakhirnya satu sub pokok bahasan. Rangkaian rencana penelitian tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Perencanaan

Pelaksanaan Siklus I

Refleksi

Pengamatan

Perencanaan

Siklus II Pelaksanaan Refleksi

Pengamatan

Siklus III

Pengamatan

Refleksi Pelaksanaan

Hasil Akhir Perencanaan


(42)

36 C.Data Penelitian

Data penelitian ini terdiri dari sebagai berikut.

a. Data aktivitas siswa, yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi terhadap kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung, terjadi di dalam kelas pada setiap siklus.

b. Data kehadiran siswa setiap pertemuan dalam pembelajaran IPS.

c. Data hasil belajar siswa, yaitu data yang diperoleh dari hasil belajar berupa nilai tes yang diberikan setiap akhir siklus.

D.Sumber data penelitian

Data dalam penelitian ini terdiri dari:

1. data aktivitas siswa, yaitu data yang diperoleh dan hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

2. data basil belajar siswa, yaitu data hasil belajar siswa diperoleh dan tes hasil belajar siswa yang diberikan pada setiap akhir siklus I, II dan III.

E.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui catatan lapangan dan tes sebagai berikut.

a. Observasi

Observasi digunakan untuk mengamati aktivitas belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran selama penelitian sebagai upaya untuk mengetahui kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Data diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas dan minat siswa saat pembelajaran.


(43)

37 b. Tes Hasil Belajar

Tes dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa setelah diberikan pembelajaran dengan mengunakan Model Pembelajaran kooperatif Example Non Example. Nilai diambil dari tes yang dilakukan pada setiap akhir siklus pembelajaran.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, catatan lapangan dan perangkat tes. Lembar observasi yang digunakan untuk mengamati aktivitas siswa.

G.Uji Persyaratan Instrumen Tes

Instrumen penelitian yang berupa perangkat tes, yang diberikan kepada siswa pada akhir setiap siklus untuk mengukur dan mengetahui hasil belajar siswa pada pelajaran IPS.

1. Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah derajat yang menunjukan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak di ukur (Sukardi, 2003: 122). Validitas dalam penelitian ini digunakan sebagai alat ukur yang menunjukkan tingkat kevalitan atau kesasihan suatu instrument. Untuk menguji validitas instrument digunakan rumus korelasi biserial.

r

pbi =


(44)

38 Keterangan:

rpbi = koefisien korelasi biseral

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari

validitasnya. Mt = rerata skor total

St = standar deviasi dari skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar

p = Banyaknya siswa yang menjawab benar

Jumlah seluruh siswa

q = proporsi siwa yang menjawab salah ( q = 1 – p )

(Arikunto, 2006: 79).

Dengan kriteria pengujian jika harga rhit rtabel dengan α=0,05 maka alat ukur

tersebut dinyatakan valid,dan sebaliknya apabila rhitung rtabel maka alat ukur

tersebut dinyatakan tidak valid.

Tabel 4. Uji Validitas Butir Soal Siklus I

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan

No. 1 0.334 0.412 V

No. 2 0.334 0.495 V

No. 3 0.334 0.648 V

No. 4 0.334 0.400 V

No. 5 0.334 0.495 V

No. 6 0.334 0.673 V

No. 7 0.334 0.720 V

No. 8 0.334 0.540 V

No. 9 0.334 0.478 V

No. 10 0.334 0.714 V

No. 11 0.334 0.545 V

No. 12 0.334 0.419 V

No. 13 0.334 0.587 V

No. 14 0.334 0.620 V

No. 15 0.334 0.458 V

No. 16 0.334 0.668 V


(45)

39

No. 18 0.334 0.715 V

No. 19 0.334 0.502 V

No. 20 0.334 0.598 V

Soal yang dianalisis pada siklus I masih berjumlah 20 item soal dan tidak terdapat butir soal yang tidak valid, nilai r hitung < r tabel. r tabel (n=20, α=5%) atau sama dengan 0,334. Untuk soal yang tidak valid, maka peneliti memperbaiki soal tersebut.

Tabel 5. Uji Validitas Butir Soal Siklus II

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan

No. 1 0.334 0.583 V

No. 2 0.334 0.519 V

No. 3 0.334 0.391 V

No. 4 0.334 0.446 V

No. 5 0.334 0.449 V

No. 6 0.334 0.389 V

No. 7 0.334 0.371 V

No. 8 0.334 0.435 V

No. 9 0.334 0.394 V

No. 10 0.334 0.441 V

No. 11 0.334 0.413 V

No. 12 0.334 0.428 V

No. 13 0.334 0.503 V

No. 14 0.334 -0.234 TV

No. 15 0.334 0.491 V

No. 16 0.334 0.453 V

No. 17 0.334 0.578 V

No. 18 0.334 0.418 V

No. 19 0.334 0.369 V

No. 20 0.334 0.627 V

Siklus II berjumlah 20 item soal dan terdapat 1 butir soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 14 dengan nilai r hitung < r tabel. r tabel (n=20, α=5%) atau sama dengan 0,334. Untuk soal yang tidak valid, maka peneliti memperbaiki soal tersebut.


(46)

40 Tabel 6. Uji Validitas Butir Soal Siklus III

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan

No. 1 0.334 0.486 V

No. 2 0.334 0.649 V

No. 3 0.334 0.620 V

No. 4 0.334 0.317 TV

No. 5 0.334 0.505 V

No. 6 0.334 0.698 V

No. 7 0.334 0.594 V

No. 8 0.334 0.613 V

No. 9 0.334 0.433 TV

No. 10 0.334 0.709 V

No. 11 0.334 0.567 V

No. 12 0.334 0.453 V

No. 13 0.334 0.545 V

No. 14 0.334 0.583 V

No. 15 0.334 0.626 V

No. 16 0.334 0.700 V

No. 17 0.334 0.620 V

No. 18 0.334 0.728 V

No. 19 0.334 -0.070 TV

No. 20 0.334 0.588 V

Sesuai dengan soal yang diberikan kepada siswa berjumlah 20 item soal dan terdapat 2 buah soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 4 dan 19 dengan nilai r hitung < r tabel. r tabel (n=20, α=5%) atau sama dengan 0,334. Untuk soal yang tidak valid, maka peneliti memperbaiki soal tersebut.

2. Uji Realibilitas

Reabilitas atau tingkat ketetapan (consistensi atau keajegan) adalah tingkat kemampuan intrumen untuk mengumpulkan data secara tetap dari sekelompok individu. Instrumen yang memiliki tingkat reabilitas tinggi cenderung menghasilkan data yang sama tentang suatu variabel unsur – unsurnya, jika diulang pada waktu berbeda pada kelompok individu yang sama menurut Arikunto (2006: 101).


(47)

41 Pengukuran reabilitas instrumen menurut (Arikunto, 2006: 101) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

K – R.20. Perhitungan dilkukan secara manual. Berikut ini adalah rumus K – R.20.

R11 = (k/k – 1) (S² - ∑pq / S²)

Keterangan :

R11 = Reabilitas secara keseluruhan

P = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan benar

Q = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan salah (q = 1 –p)

∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = Banyaknya item

S = Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians).

Berdasarkan analisis butir soal dari siklus I sampai dengan siklus III dengan jumlah 20 butir soal, didapat untuk uji reabilitas siklus I di peroleh 0,984 atau nilai reliable yang tinggi, dan pada siklus II diperoleh 0,966 serta pada siklus III diperoleh 0,965. Dari ketiga siklus tersebut dinyatakan soal yang diberikan kepada siswa untuk uji siklus mempunyai nilai reliabel yang tinggi.

3. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukan mudahnya atau sukarnya suatu soal tersebut disebut dengan indeks kesukaran.


(48)

42 Besarnya indeks kesukaran antara 0,0 sampai 1,0 indeks kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukan bahwa soal tersebut terlalu sukar, sebaiknya jika indeks menunjukan 1,0 maka soal tersebut terlalu mudah, sehingga semakin mudah soal tersebut semakin besar bilangan indeksnya. Dalam istilah evaluasi, indeks

kesukaran ini diberi simbol P, singkatan dari proporsi”.

Tingkat kesukaran dapat dicari dengan rumus sebagai berikut. P= B / JS

Keterangan :

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut Arikunto (2006: 208) ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklafikasikan sebagai berikut.

- Soal dengan P 0,00

- adalah soal mudah sampai 0,30 adalah soal sukar - Soal dengan P 0,31 sampai 0,70 adalah soal sedang - Soal dengan P 0,71 sampai 1,00

Tabel 8. Tingkat kesukaran soal siklus I dan Siklus II

SIKLUS I

No. Soal Kesukaran soal Kategori

0,00 – 0,30 Sukar 6,9,11,12,13,14,16,18,20 0,31 – 0,70 Sedang 1,2,3,4,5,7,8,10,15,17,19 0,71 – 1,00 Mudah SIKLUS II

0,00 – 0,30 Sukar 1,6,9,11,12,13,16,18,19,20 0,31 – 0,70 Sedang 2,3,4,5,7,8,10,14,15,17 0,71 – 1,00 Mudah

SIKLUS III

0,00 – 0,30 Sukar 1,2,4,5,16,18 0,31 – 0,70 Sedang 3,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15

17,19,20


(49)

43 4. Daya Beda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan yang tinggi) dengan siswa yang bodoh (kemampuan rendah) angka yang menunjukan besarnya daya pembeda tersebut disebut indeks diskriminasi disingkat D. Daya pembeda berkisar antara 0,00 sampai 1,00 sama halnya dengan indeks kesukaran namun bedanya pada indeks diskriminasi ini ada tanda negatif. Tanpa negative pada indeks diskriminasi digunakan jika suatu soal terbalik menunjukan kualitas tes yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Suatu soal yang dapat dijawab oleh siswa yang pandai maupun siswa yang bodoh maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda, demikian juga apa bila soal tersebut tidak dapat dijawab benar oleh seluruh siswa pandai maupun siswa baik, maka soal tersebut tidak mempunyai daya beda sehingga soal tersebut tidak baik digunakan untuk tes. Suatu soal yang baik adalah yang dapat dijawab benar oleh siswa yang pandai saja.

Seluruh kelompok tes akan dibagi menjadi 2 kelompok sebagai berikut.

Kelompok atas dan kelompok bawah dengan jumlah yang sama, jika seluruh kelompok atas bisa menjawab soal dengan benar dan kelompok bawah menjawab dengan salah, maka nilai tersebut memiliki D paling besar yaitu 1,00 sebaliknya jika kelompok semua atas menjawab salah dan kelompok bawah menjawab benar, maka nilai D = 1,00 tetapi jika kelompok atas maupun kelompok bawah sama – sama menjawab benar atau salah maka soa;


(50)

44 tersebut mempunyai nilai D = 0,00 karena tidak mempunyai daya beda sama sekali.

Untuk menentukan indeks diskriminasi digunakan rumus sebagai berikut. D = BA / JA – BB / JB = PA – PB

Dimana :

D = Daya pembeda

JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab salah PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab salah

Klasifikasi daya pembeda D = 0,00 – 0,20 = Jelek D = 0,21 – 0,40 = Cukup D = 0,41 – 0,70 = Baik D = 0,71 – 1,00 = Baik Sekali

Negatif, Semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja. Arikunto ( 2006 : 213 ).

Tabel 9. Hasil Analisis Daya Beda

SIKLUS I

No. Soal Daya

Pembeda

Kategori

19 0,00 – 0,20 Jelek

1,2,4,9,10 0,21 – 0,40 Cukup

3,5,7,8,11,13,15,17,20 0,41 – 0,70 Baik 6,12,14,16,18 0,71 – 1,00 Baik Sekali

SIKLUS II

0,00 – 0,20 Jelek

1,2,4,10 0,21 – 0,40 Cukup

3,5,7,8,9,11,12,15,17,19,20 0,41 – 0,70 Baik 6,13,14,16,18 0,71 – 1,00 Baik Sekali

SIKLUS III

3,8,14 0,00 – 0,20 Jelek

2,5,7,10,11,12,13,15,17,18 0,21 – 0,40 Cukup

1,4,9,20 0,41 – 0,70 Baik


(51)

45 H.Analisis Data

1. Analisis data aktivitas siswa

Analisis data jumlah aktivitas siswa dilakukan dengan membagi dalam beberapa kelompok. Setiap siswa diamati aktivitasnya secara klasikal dalam setiap pertemuan dengan memberi tanda ceklis pada lembar observasi yang telah diadakan.

2. Analisis data hasil belajar siswa

Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual diambil rata-rata tes formatif yang diberikan pada setiapa akhir siklus.

I. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan pada penelitian ini sebagai berikut.

1. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran meningkat dari siklus ke siklus.


(52)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Pembelajaran kooperatif tipe example non example pada Siswa Kelas VIII.7 SMP Negeri 4 Pringsewu dapat meningkatkan aktivitas belajar Siswa. siklus I pertemuan pertama sebanyak 19 siswa dari 35 siswa dengan persentase 54,28% dan siklus I pertemuan kedua siswa yang aktif sebanyak 22 siswa dari 35 siswa dengan persentase 62,86. Siklus I dapat diambil rata-rata aktivitas siswa sebesar 58,57%. Kemudian siklus II pertemuan pertama siswa yang aktif sebanyak 24 siswa dari 35 siswa dengan persentase 68,57% dan siklus II pertemuan kedua siswa yang aktif sebanyak 26 siswa dari 35 siswa dengan persentase 74,28% dengan rata-rata aktivitas belajar siswa siklus II sebesar 71,42%. Antara siklus I ke siklus II ada peningkatan aktivitas belajar sebesar 12,85%. Kemudian siklus III pertemuan pertama siswa yang aktif sebanyak 28 siswa dari 35 siswa dengan persentase 80% dan siswa yang aktif pada siklus III pertemuan kedua sebanyak 32 siswa dari 35 siswa dengan persentase


(53)

91,42% dengan nilai rata-rata siklus III sebesar 85,71%. Ada peningkatan aktivitas belajar dari siklus II ke siklus III sebesar 14,29%.

2. Pembelajaran kooperatif tipe example non example pada Siswa Kelas VIII.7 SMP Negeri 4 Pringsewu dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang tuntas pada siklus I sebanyak 19 siswa dari 35 siswa dengan persentase 54,29%. Dengan nilai rata-rata 61,86. Sedangkan pada siklus II siswa yang tuntas sebanyak 25 siswa dari 35 siswa dengan persentase 71,43%. Nilai rata-rata pada siklus II sebesar 70,29. Dari siklus I ke siklus II ada peningkatan hasil belajar sebesar 17,29%. Siklus III siswa yang tuntas sebanyak 31 siswa dari 35 siswa dengan persentase 88,57%. Dengan nilai rata-rata sebesar 80. Untuk siklus II ke siklus III terjadi peningkatan hasil belajar siswa sebesar 17,14%.

B. Saran

Berdasarkan hasil analsis dan penelitian yang telah dilaksanakan terdapat beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan hasil belajar Siswa maka penulis menyarankan sebagai berikut.

1. Hendaknya guru mengenalkan dan melatih keterampilan proses kooperatif sebelum atau selama pembelajaran. Agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Serta siswa dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.

2. Siswa hendaknya diberi wawasan atau tekanan untuk tidak sering alpa atau tidak masuk sekolah, karena hal ini akan sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa. Selain itu siswa hendaknya dituntut untuk menguasai


(54)

sejumlah informasi yang berkaitan dengan materi pelajaran, sehingga di dalam kelompok siswa tidak bingung untuk mendiskusikan materi baginya, lebih dari pada itu siswa akan mampu mengembangkan kalimat dan potensinya secara mandiri. Diharapkan kemudian hari siswa tidak hanya berkembang intelektualnya saja tetapi mampu meningkatkan seluruh pribadi siswa termasuk sikap mental yang dimiliki.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Renny.2009. Studi Perbandingan Hasil Belajar Akuntansi Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Kooperatif Tipe STAD dengan Memperhatikan Kemampuan Awal. Skripsi, FKIP.

Universitas Lampung.

A. M. Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 233 hlm.

Ayu Mirnasari, Rosi. 2010. Studi perbandingan hasil belajar akuntansi siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kotabumi tahun pelajaran 2009/2010. Skripsi, FKIP. Universitas Lampung.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Bumi Aksara: Jakarta.

B. Uno, Hamzah. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.

Rineka Cipta: Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual;Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama: Bandung

Koestoro, Budi dan Basrowi. 2006. Stategi Penelitian Sosial dan Pendidikan.

Yayasan Kampusina: Surabaya.

Purnamasari, Lora. 2010. Penggunaan Animasi Multimedia Dengan Pembelajaran Tipe Jigsaw dan TSTS Terhadap Penguasaan Materi Pokok Sistem Pencernaan Pada Manusia Dan Hewan. Skripsi, FKIP. Universitas Lampung.

Rusman.2011.Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajagrafindo Persada: Jakarta.


(56)

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Bumi Aksara: Jakarta.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung.

---. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito: Bandung.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.

Suryosubroto, 1997. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Prenada


(1)

45 H.Analisis Data

1. Analisis data aktivitas siswa

Analisis data jumlah aktivitas siswa dilakukan dengan membagi dalam beberapa kelompok. Setiap siswa diamati aktivitasnya secara klasikal dalam setiap pertemuan dengan memberi tanda ceklis pada lembar observasi yang telah diadakan.

2. Analisis data hasil belajar siswa

Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual diambil rata-rata tes formatif yang diberikan pada setiapa akhir siklus.

I. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan pada penelitian ini sebagai berikut.

1. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran meningkat dari siklus ke siklus.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Pembelajaran kooperatif tipe example non example pada Siswa Kelas VIII.7 SMP Negeri 4 Pringsewu dapat meningkatkan aktivitas belajar Siswa. siklus I pertemuan pertama sebanyak 19 siswa dari 35 siswa dengan persentase 54,28% dan siklus I pertemuan kedua siswa yang aktif sebanyak 22 siswa dari 35 siswa dengan persentase 62,86. Siklus I dapat diambil rata-rata aktivitas siswa sebesar 58,57%. Kemudian siklus II pertemuan pertama siswa yang aktif sebanyak 24 siswa dari 35 siswa dengan persentase 68,57% dan siklus II pertemuan kedua siswa yang aktif sebanyak 26 siswa dari 35 siswa dengan persentase 74,28% dengan rata-rata aktivitas belajar siswa siklus II sebesar 71,42%. Antara siklus I ke siklus II ada peningkatan aktivitas belajar sebesar 12,85%. Kemudian siklus III pertemuan pertama siswa yang aktif sebanyak 28 siswa dari 35 siswa dengan persentase 80% dan siswa yang aktif pada siklus III pertemuan kedua sebanyak 32 siswa dari 35 siswa dengan persentase


(3)

77

91,42% dengan nilai rata-rata siklus III sebesar 85,71%. Ada peningkatan aktivitas belajar dari siklus II ke siklus III sebesar 14,29%.

2. Pembelajaran kooperatif tipe example non example pada Siswa Kelas VIII.7 SMP Negeri 4 Pringsewu dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang tuntas pada siklus I sebanyak 19 siswa dari 35 siswa dengan persentase 54,29%. Dengan nilai rata-rata 61,86. Sedangkan pada siklus II siswa yang tuntas sebanyak 25 siswa dari 35 siswa dengan persentase 71,43%. Nilai rata-rata pada siklus II sebesar 70,29. Dari siklus I ke siklus II ada peningkatan hasil belajar sebesar 17,29%. Siklus III siswa yang tuntas sebanyak 31 siswa dari 35 siswa dengan persentase 88,57%. Dengan nilai rata-rata sebesar 80. Untuk siklus II ke siklus III terjadi peningkatan hasil belajar siswa sebesar 17,14%.

B. Saran

Berdasarkan hasil analsis dan penelitian yang telah dilaksanakan terdapat beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan hasil belajar Siswa maka penulis menyarankan sebagai berikut.

1. Hendaknya guru mengenalkan dan melatih keterampilan proses kooperatif sebelum atau selama pembelajaran. Agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Serta siswa dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.

2. Siswa hendaknya diberi wawasan atau tekanan untuk tidak sering alpa atau tidak masuk sekolah, karena hal ini akan sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa. Selain itu siswa hendaknya dituntut untuk menguasai


(4)

78

sejumlah informasi yang berkaitan dengan materi pelajaran, sehingga di dalam kelompok siswa tidak bingung untuk mendiskusikan materi baginya, lebih dari pada itu siswa akan mampu mengembangkan kalimat dan potensinya secara mandiri. Diharapkan kemudian hari siswa tidak hanya berkembang intelektualnya saja tetapi mampu meningkatkan seluruh pribadi siswa termasuk sikap mental yang dimiliki.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Renny.2009. Studi Perbandingan Hasil Belajar Akuntansi Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Kooperatif Tipe STAD dengan Memperhatikan Kemampuan Awal. Skripsi, FKIP.

Universitas Lampung.

A. M. Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 233 hlm.

Ayu Mirnasari, Rosi. 2010. Studi perbandingan hasil belajar akuntansi siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kotabumi tahun pelajaran 2009/2010. Skripsi, FKIP. Universitas Lampung.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Bumi Aksara: Jakarta.

B. Uno, Hamzah. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.

Rineka Cipta: Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual;Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama: Bandung

Koestoro, Budi dan Basrowi. 2006. Stategi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yayasan Kampusina: Surabaya.

Purnamasari, Lora. 2010. Penggunaan Animasi Multimedia Dengan Pembelajaran Tipe Jigsaw dan TSTS Terhadap Penguasaan Materi Pokok Sistem Pencernaan Pada Manusia Dan Hewan. Skripsi, FKIP. Universitas Lampung.

Rusman.2011.Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajagrafindo Persada: Jakarta.


(6)

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Bumi Aksara: Jakarta.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung.

---. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito: Bandung.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.

Suryosubroto, 1997. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Prenada


Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN NHT PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VII 1 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 1 RAJABASA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 26 71

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN NHT PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VII 1 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 1 RAJABASA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 7 70

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.H SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 9 79

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.3 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 2 GADINGREJO KAB. PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 6 58

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN DISKUSI PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS IX.2 SEMESTER GENAP SMP PGRI BATANGHARI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 62

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.7 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 55

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SHARE (TPS) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII 4 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013 (Skripsi)

0 6 59

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.7 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

2 10 56

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SHARE (TPS) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII 4 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 60

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.D SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 1 PULAU PANGGUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 36