Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Klinik Kecantikan Apabila Terjadi Kerusakan Pada Kulit Wajah Setelah Proses Perawatan (Studi pada Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung)

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KLINIK KECANTIKAN APABILA TERJADI KERUSAKAN PADA KULIT WAJAH SETELAH

PROSES PERAWATAN

(Studi Pada Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung)

Oleh

ASTARI MAHARANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Klinik Kecantikan Apabila Terjadi Kerusakan Pada Kulit Wajah Setelah Proses Perawatan

(Studi pada Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung)

Oleh:

ASTARI MAHARANI

Tumbuh dan berkembangnya jasa yang bergerak diindustri kecantikan disebabkan karena kebutuhan wanita akan fasilitas kesehatan dan kecantikan semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan wanita sudah menyadari akan pentingnya kesehatan tubuh termasuk kulit wajah. Penelitian ini mengkaji hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung dan Konsumen. Upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung yang dirugikan apabila terjadi kerusakan pada kulit setelah dilakukannya proses perawatan, serta membahas tanggung jawab Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung terhadap konsumen apabila mengalami kerusakan pada kulit setelah dilakukannya proses perawatan.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif terapan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum: primer, sekunder, tersier dan di dukung dengan data hasil wawancara dengan konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung dan Pemimpin Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung, data dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung dan Konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung terjadi karena adanya perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik dapat terjadi apabila terdapatnya informed consent.

Hubungan hukum melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Klinik. Upaya hukum atau penyelesaian sengketa yang ditempuh konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung atas kerusakan kulit setelah proses perawatan dilakukan adalah penyelesaian sengketa secara non litigasi, yaitu secara damai. Tanggung jawab hukum Klinik Kecantikan Puspita


(3)

Astari Maharani

Bandar Lampung atas kerusakan kulit wajah setelah proses perawatan dilaksanakan dengan dasar hukum Pasal 19 Ayat 2 UUPK yaitu dalam bentuk perawatan kesehatan kulit wajah konsumen yang mengalami kerusakan sampai kembali normal dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan kulit wajah konsumen.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan bahwa pihak Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung memberikan informasi secara jelas kepada konsumen mengenai cara penggunaan dan efek samping produk perawatan yang ditawarkan, hal tersebut untuk mengurangi resiko konsumen mengalami ketidakcocokan dengan produk perawatan.

Kata Kunci: Konsumen, Kecantikan, Perawatan, Perlindungan Hukum.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Astari Maharani, penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 23 April 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan bapak Yuliansyah Noor, S.E dan ibu Dona Friyatni.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Trisula Bandar Lampung pada tahun 1998, penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar di SD Kartika II-V pada Tahun 1999 hingga tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2005 hingga tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 4 Bandar Lampung pada Tahun 2008 hingga tahun 2011. Penulis terdaftar sebagai mahasiwa Fakultas Hukum melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2011.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif diberbagai unit kegiatan mahasiswa, yaitu anggota muda Pusat Studi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung, HIMA Perdata Fakultas Hukum menjabat sebagai ketua dana usaha pada tahun 2014-2015. Penulis juga tercatat mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN Tematik) di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu.


(5)

PERSEMBAHAN

Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan skripsiku ini kepada:


(6)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Klinik Kecantikan Apabila Terjadi Kerusakan Pada Kulit Wajah Setelah Proses Perawatan (Studi pada Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung di bawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas bantuan dari berbagai pihak lain. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum.,Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Wati Rahmi Ria, S.H., M.H., Pembimbing I atas kesabaran dan kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya, mencurahkan segenap


(7)

pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Aprilianti, S.H., M.H., Pembimbing II yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Ahmad Zazili S.H., M.H., Pembahas I yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.

6. Ibu Selvia Oktaviana , S.H., M.H., Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.

7. Ibu Melly Aida, S.H., M.H., Pembimbing Akademik atas bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalankan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi. 9. Ibu dr. Puspita Sari, M.Kes selaku Pemimpin Klinik Kecantikan Puspita

Bandar Lampung yang telah membantu dan bersedia menjadi narasumber dalam penulisan skripsi ini.

10. Papah dan Mamah tercinta yang telah banyak memberikan dukungan dan pengorbanan baik secara moril maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Terimakasih atas segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian tersenyum dalam kebahagiaan.


(8)

penulis selama ini.

12.Keluarga besar Arifin Kartaprawira dan Halim terima kasih atas doa, dukungan dan motivasi selama ini.

13.Muhammad Gerri Prasetya, terima kasih telah memberikan semangat, doa, nasihat dan saran serta selalu mendengarkan cerita-ceritaku, terima kasih atas bantuan dan waktunya selama ini.

14.Sahabat-sahabatku yang selalu hadir dikala sedih maupun senang Clara Lucky Respati, Annisa Dian Permata H, Chelsilia Hernidons, Pebie Putri R, Bramantya Ariwibowo terima kasih untuk semangat, doa, kebersamaan, tawa canda dan persahabatan kita selama ini.Terima kasih untuk semuanya, semoga persahabatan kita abadi selamanya dan semoga kita jadi menjadi orang yang sukses dan bermanfaat Aamiin YRA.

15.Sahabat- sahabatku tercinta dari SMP dan SMA yang selalu hadir dikala sedih maupun senang Ni Made Ria Bintari, Feby Amalia Saputri, Jessi Trianka. Terima kasih telah mewarnai hari hariku, semangat, doa, kebersamaan, tawa canda dan persahabatan kita. Terima kasih untuk semuanya dan semoga persahabatan kita awet selamanya dan semoga kita jadi menjadi orang yang sukses dan bermanfaat Aamiin YRA.

16.Sahabat-sahabatku Gella Nadia Dwi P, Windy Septiani, Amalia Yasmine, Zalalia Alfiolieta, I Ratna Novalia Sari, Faira Indah Mutiara, Defika Dwi P, Dina Oktaviana, Riska Juliantika. Terima kasih atas semangat, dukungan, tawa canda dan doanya selama ini.


(9)

17.Teman-teman Hukum Keperdataan 2011 Abung Pratama, Dananjaya A, Himawan A, Ines Septia G, Citra Sari N, Rizki Aprilia, Rae Anggraeny, Chandra A, Imam M, Wardiyanti S, serta teman-teman HIMA Perdata yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya.

18.Seluruh teman-teman KKN Tematik 2014 di Srikaton Muhammad Yogie Fadli, Muhammad Fathan Kurniawan, Nafilia Utari, Masruhan Dwi Anugrah, Meylinda Silviana , Muhammad Pebriansyah, Nadia Anissa, Nastria Fitrianasari, Vivi Ariani Aminanda, atas kebersamaan selama 40 hari yang mengesankan.

19.Almamater Tercinta Universitas Lampung.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 2015 Penulis,


(10)

MOTTO

“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah”

(HR. Muslim no. 1467)

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta kalian, tapi ia melihat hati dan amal kalian”

(HR. Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah)

“Kecantikan yang abadi terletak pada keelokan adab dan ketinggian ilmu seseorang, bukan terletak pada wajah dan pakaiannya”


(11)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ...1

A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C.Ruang Lingkup ... 6

D.Tujuan Penelitian ... 7

E. Kegunaan Penelitian... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A.Perlindungan Hukum Konsumen ... 8

B. Pelaku Usaha ... 14

1. Pengertian Pelaku Usaha ... 14

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ... 14

C. Hubungan Hukum antara Konsumen dan Klinik Kecantikan ... 20

D.Upaya Hukum Konsumen Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 22

1. Penyelesaian Sengketa di Peradilan Umum ... 23

2. Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan ... 24

E. Tanggung Jawab Pelaku Usaha ... 25

1. Tanggung Jawab Berdasarkan Atas Kesalahan... 26

2. Tanggung Jawab Secara Langsung ... 27

3. Tanggung Jawab Produk ... 28

4. Tanggung Jawab Profesional ... 29

5. Pembayaran Ganti Kerugian ... 30

F. Klinik Kecantikan ... 30

1. Pengertian Klinik Kecantikan ... 30

2. Produk Perawatan Klinik Kecantikan ... 32

G.Kerangka Pikir ... 36

III. METODE PENELITIAN ... 39

A.Jenis Penelitian ... 39

B. Tipe Penelitian ... 39

C.Pendekatan Masalah ... 40

D.Data dan Sumber Data ... 40

E. Metode Pengumpulan Data ... 41

F. Metode Pengolahan Data ... 42


(12)

Bandar Lampung dan Konsumen Klinik Kecantikan Puspita

Bandar Lampung ... 44

1. Hak dan Kewajiban Konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung Berdasarkan Informed Consent dan Perjanjian Terapeutik ... 49

2. Hak dan Kewajiban Konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 ... 51

B. Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Konsumen Klinik Kecantikan Puspita Yang Dirugikan Apabila Terjadi Kerusakan Pada Kulit Setelah Dilakukannya Proses Perawatan ... 56

1. Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan ... 57

2. Penyelesaian Sengketa di Peradilan Umum ... 63

C. Tanggung Jawab Hukum Klinik Kecantikan Terhadap Konsumen Apabila Mengalami Kerusakan Kulit Wajah Setelah Proses Perawatan ... 69

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

1. Kesimpulan ... 79


(13)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KLINIK KECANTIKAN APABILA TERJADI KERUSAKAN PADA KULIT WAJAH SETELAH

PROSES PERAWATAN

(Studi Pada Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

ASTARI MAHARANI 1112011063

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(14)

(15)

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman dan teknologi yang semakin maju mengakibatkan kebutuhan masyarakat saat ini semakin meningkat. Masyarakat tidak hanya memikirkan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan, namun masyarakat sudah mulai memikirkan kebutuhan lainnya, seperti kebutuhan akan penampilan, kecantikan dan sebagainya.

Masalah penampilan seseorang merupakan bagian dari hidup manusia yang harus diperhatikan. Hal ini dikaitkan dengan fenomena yang ada, bahwa sebagian besarmasyarakat menganggap wanita memiliki kesempurnaan jika ia memiliki wajah yang cantik, berkulit halus dan mulus serta bersinar, dengan tubuh yang indah dan langsing. Anggapan ini berkembang sebagai akibat dari maraknya iklan, berita, film, sinetron, infotainment, artikel dan foto-foto di media yang sering kali menampilkan wajah maupun bentuk tubuh yang sempurna.

Kebutuhan wanita akan fasilitas kesehatan dan kecantikan saat ini terus meningkat, karena wanita sudah menyadari begitu pentingnya kesehatan tubuh dan merawatnya agar terlihat cantik dan sehat. Kondisi inilah yang antara lain menyebabkan tumbuh dan berkembangnya jasa yang bergerak di industri kecantikan.


(17)

2

Dahulu, perawatan kecantikan yang dilakukan kaum wanita masih menggunakan bahan-bahan tradisional seperti membuat masker wajah dari buah-buahan. Saat ini sudah ada salon kecantikan dan klinik kecantikan tempat untuk mempercantik diri. Adapun perbedaan antara klinik kecantikan dan salon kecantikan, adalah klinik kecantikan menggunakan tenaga medis (dokter umum/dokter spesialis) sedangkan salon kecantikan tenaga pelaksananya adalah ahli kecantikan (beautician).

Pertumbuhan industri kecantikan di Provinsi Lampung saat ini sangat maju dan cepat. Hal ini ditandai dengan bermunculannya salon kecantikan atau klinik kecantikan sebagai salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Beberapa klinik kecantikan yang ada di Provinsi Lampung diantaranya Erha Clinic, Natasha Skin Care, Klinik Kecantikan Puspita, Aira, Klinik Kusuma dan masih banyak lagi.

Klinik Kecantikan Puspita merupakan salah satu klinik yang ada di Bandar Lampung. Klinik tersebut saat ini menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat khususnya kaum hawa untuk melakukan perawatan wajah. Produk perawatan yang disediakan pun termasuk lengkap dengan harga yang terjangkau. Berbagai produk perawatan wajah dan tubuh disediakan oleh Klinik Kecantikan Puspita guna memenuhi kebutuhan konsumennya. Produk perawatan wajah yang disediakan oleh industri ini berupa cream pagi, cream malam, tooner, sabun muka, facial treatment seperti facial honey, facial detox, setrika wajah dan tanam benang.


(18)

Pada beberapa klinik kecantikan sudah menggunakan alat kesehatan yang ditunjang teknologi modern yang menggunakan mesin dengan tekhnologi laser yang canggih agar dapat menjadi alternatif bagi konsumen dalam usaha untuk memperoleh kecantikan. Adapun pengertian alat kesehatan berdasarkan Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah

instrument, apparatus, mesin, dan/atau implan, yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

Pada kenyataannya dibalik pesatnya pertumbuhan klinik kecantikan terdapat beberapa sisi negatifnya, diantaranya banyak konsumen yang ternyata tidak cocok dengan beberapa produk kecantikan yang dikeluarkan oleh klinik kecantikan tersebut. Hal ini tentu saja dapat memberikan dampak buruk bagi konsumen baik secara materiil maupun psikis. Berdasarkan Pasal 19 UUPK pihak klinik kecantikan harus bertanggung jawab apabila konsumen tidak cocok dengan produk klinik kecantikan tersebut. Hal ini bisa terjadi karena adanya kondisi berbeda dari masing-masing konsumen itu sendiri ataupun dari kelalaian pelaku usaha dalam hal ini klinik kecantikan.

Contoh kasus yang pernah dialami konsumen Klinik Kecantikan X yaitu kerusakan kulit yang diawali dengan timbulnya iritasi pada kulit wajah setelah melakukan perawatan dengan menggunakan produk kosmetik dari klinik kecantikan. Konsumen tersebut telah menjalani perawatan selama kurang lebih satu bulan. Iritasi pada kulit wajah ditandai dengan kulit wajah menjadi memerah dan terasa perih ketika terpapar sinar matahari.


(19)

4

Permasalahan seperti ini biasanya timbul karena kurangnya informasi mengenai efek samping dan cara melakukan perawatan menggunakan produk kecantikan secara jelas oleh klinik kecantikan. Hal ini berdasarkan Pasal 4 huruf c UUPK yang menyatakan konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ jasa.

Apabila penggunaan produk yang dikeluarkan oleh klinik kecantikan ini menimbulkan efek samping yang merugikan, maka konsumen memerlukan perlindungan hukum untuk dapat melindungi hak-haknya. Perlindungan hukum tercipta karena adanya hubungan hukum. Hubungan hukum dalam hal ini yaitu hak dan kewajiban antara konsumen dengan klinik kecantikan sebagai pelaku usaha/ penyedia jasa. Hak dan kewajiban dimulai sejak konsumen datang ke klinik kecantikan dan dilakukannya wawancara medis oleh dokter. Walaupun hubungan hukum tersebut terjadi hanya secara lisan dan tidak ditindaklanjuti dengan suatu perjanjian secara tertulis sehingga sulitnya diklaim, tetapi hubungan hukum tersebut telah mengikat kedua belah pihak dan telah menimbulkan hak dan kewajiban.

Salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah untuk melindungi konsumen yaitu dengan dibuatnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwasannya produk-produk klinik kecantikan yang diberikan kepada konsumen harus sesuai dengan syarat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu Undang-Undang Perlindungan Konsumen, juga mengatur tentang hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, serta mengatur juga tentang tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen, bertujuan untuk


(20)

meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha di dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab. Dan dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, berarti hukum memberikan jaminan terhadap hak-hak konsumen sebagai subyek hukum.

Konsumen Klinik Kecantikan, selain dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, konsumen juga dilindungi oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik.

Klinik kecantikan sebagai pelaku usaha menyadari bahwa mereka harus dapat memenuhi hak-hak konsumen, memproduksi barang dan atau jasa yang berkualitas, informasi yang benar dan jelas, aman dimakan dan digunakan, mengikuti standar yang berlaku, dan dengan harga yang sesuai (reasonable). Namun tidak menutup kemungkinan terjadinya kerugian yang akan diderita oleh konsumen, dan pelaku usaha harus bertanggung jawab terhadap hal tersebut. Sedangkan konsumen juga harus sadar akan hak-hak yang mereka miliki. 1

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan membahas mengenai perlindungan hukum bagi konsumen apabila terjadi kerusakan pada kulit setelah proses perawatan dengan mengambil studi penelitian yaitu Klinik Kecantikan Puspita. Untuk itu judul penelitian ini adalah:

1

Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Bogor: Ctk Pertama, Ghalia Indonesia, 2008, hlm 63.


(21)

6

“Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Klinik Kecantikan Apabila Terjadi Kerusakan Pada Kulit Wajah Setelah Proses Perawatan (Studi pada Klinik Kecantikan Puspita)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimanakah hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Puspita dan Konsumennya?

2. Bagaimanakah upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen Klinik Kecantikan Puspita yang dirugikan apabila terjadi kerusakan pada kulit setelah dilakukannya proses perawatan?

3. Bagaimanakah tanggung jawab Klinik Kecantikan Puspita terhadap konsumen apabila mengalami kerusakan pada kulit setelah dilakukannya proses perawatan?

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup pembahasan dan ruang lingkup bidang ilmu. Ruang lingkup pembahasan adalah perlindungan hukum bagi konsumen klinik kecantikan apabila terjadi kerusakan pada kulit wajah setelah proses perawatan, sedangkan ruang lingkup bidang ilmu adalah Hukum Keperdataan khususnya Hukum Perlindungan Konsumen.


(22)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Puspita dan Konsumen Klinik Kecantikan Puspita.

2. Untuk mengetahui dan memahami bentuk upaya hukum konsumen Klinik Kecantikan Kecantikan Puspita apabila mengalami kerusakan pada kulit setelah dilakukannya proses perawatan.

3. Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimanakah tanggung jawab Klinik Kecantikan Puspita terhadap konsumen apabila mengalami kerusakan pada kulit setelah dilakukannya proses perawatan.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya hukum perlindungan konsumen.

2. Secara praktis

a) Bahan bacaan atau sumber informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan; b) Salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan studi pada Fakultas

Hukum Universitas Lampung;

c) Meningkatkan pengetahuan dan pengembangan wawasan ilmu bagi penulis.


(23)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hukum Konsumen

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan adalah tempat berlindung atau merupakan perbuatan (hal) melindungi, misalnya memberi perlindungan kepada orang yang lemah.2 Hukum adalah kumpulan peraturan atau kaedah yang mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan norma karena menentukan apa yang seharusnya dilakukan atau apa yang tidak boleh dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah.3 Jadi perlindungan hukum adalah suatu perbuatan hal melindungi subjek– subjek hukum dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku dan pelaksanaannya dipaksakan dengan suatu sanksi.

Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Hukum dalam memberikan perlindungan dapat melalui cara–cara tertentu, antara lain yaitu dengan:

a. Membuat peraturan (by giving regulation), bertujuan untuk: 1. Memberikan hak dan kewajiban;

2

W.J.S Poerdwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Jakarta: Balai Pustaka, 1986, hlm.600

3

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum ( Suatu Pengantar ), Yogyakarta: Liberty, 2005, hlm. 38.


(24)

2. Menjamin hak-hak para subyek hukum

b. Menegakkan peraturan (by law enforcement) melalui:

1. Hukum adminstrasi negara yang berfungsi untuk mecegah (preventive) terjadinya penyelenggaraan hak–hak konsumen dengan perijinan dan pengawasan;

2. Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive) pelanggarana UUPK, dengan mengenakan sanksi pidana dan hukuman; 3. Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak (curative, recovery,

remedy), dengan membayar kompensasi atau ganti kerugian.4

2. Pengertian Konsumen

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika) atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument

itu tergantung dari posisinya. Secara harafiah arti kata dari consumer itu adalah (lawan dari produsen), setiap orang yang menggunakan barang. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.5

Menurut Pasal 1 UUPK, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik di sini,

4

Wahyu Sasongko, Ketentuan- Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Lampung: Unila, 2007, hlm. 31

5

John M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2013, hlm 124.


(25)

10

konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli, sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.

3. Pengertian Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. Dalam bidang hukum, istilah ini masih relatif baru khususnya di Indonesia, sedangkan di negeri maju, hal ini mulai dibicarakan secara bersamaan dengan berkembangnya indsutri dan teknologi.6 Hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) konsumen antara penyedia dan penggunaannya dalam kehidupan bermasyarakat.7

Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 Bab 1 Pasal 1 Ayat (1) yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggungjawab.

6

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung; Citra Aditya Baktti, 2006, hlm. 9

7

A.Z Nasution, Hukum Perindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit Media, 2002, hlm 22.


(26)

Tujuan perlindungan konsumen sesuai Pasal 3 UUPK adalah:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif barang dan/atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-hak sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.8

Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial, ekonomi, daya saing, maupun tingkat pendidikan. Sementara perlindungan konsumen digunakan apabila konsumen dengan pelaku usaha yang mengadakan

8

Titik Triwulan Tutik dan Shita Febriana, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010, hlm.37


(27)

12

suatu hubungan hukum itu terjadi permasalahan yang diakibatkan kedudukannya yang tidak seimbang.9

4. Hak dan Kewajiban Konsumen

Berbicara mengenai perlindungan konsumen, tidak akan lepas dari dunia perdagangan dimana di dalamnya melibatkan dua pihak, yaitu konsumen dan pelaku usaha. Dimana masing-masing pihak tentunya memiliki hak dan kewajiban yang harus dapat dilaksanakan secara seimbang, sehingga perlindungan konsumen yang diinginkan dapat terwujud.

Secara khusus mengenai hak-hak konsumen diatur dalam Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menurut ketentuan Pasal 4 UUPK, konsumen memiliki hak diantaranya:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

9


(28)

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.10

Berdasarkan Pasal 52 dan 53 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengatur tentang hak dan kewajiban pasien dalam hubungannya dengan perjanjian terapeutik, dimana pasien mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Pada pasal 52 tentang hak pasien, disebutkan bahwa dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, pasien mempunyai hak:

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medik; b. Meminta pendapat dokter;

c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medik; d. Menolak tindakan medik;

e. Mendapatkan isi rekam medik.

Masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin bahwa suatu barang

10


(29)

14

dan/atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak membahayakan konsumen penggunanya, maka konsumen diberikan hak untuk memilih informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti rugi.

Konsumen juga memiliki kewajiban-kewajiban yang diatur dalam Pasal 5 UUPK, antara lain:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.11

Pada pasal 53 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran disebutkan bahwa pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai kewajiban sebagai berikut:

a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter;

c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; d. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterimanya.

11


(30)

B. Pelaku Usaha

1. Pengertian Pelaku Usaha

Undang-Undang Perlindungan Konsumen menggunakan istilah pelaku usaha. Istilah pelaku usaha memiliki abstraksi yang tinggi karena dapat mencakup berbagai istilah seperti produsen (producer), pengusaha atau pebisnis (bussiness man), pedagang (trader), eksportir, importir, penjual (seller), pedagang eceran (retailer), pembuat barang- barang jadi atau pabrikan (manufacturer), penyedia jasa, pengrajin (crafter).

Pasal 1 Angka 3 UUPK mengartikan pelaku usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha,baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.12

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 UUPK meliputi lima aspek yang sesungguhnya merupakan hak- hak yang bersifat umum dan sudah menjadi standar. Hak-hak pelaku usaha yaitu:

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

12


(31)

16

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.13

Dokter memiliki hak dan kewajiban dalam hubungannya dengan pasien untuk melakukan praktik kedokteran. Hak dan kewajiban yang esensial diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Berdasarkan pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan hak dokter dalam menjalankan tugas profesinya adalah:

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b. Melakukan praktik kedokteran sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

c. Memperoleh informasi yang jujur dan lengkap dari pasien atau keluarganya; d. Menerima imbalan jasa.

Setiap Kinik mempunyai hak berdasarkan Pasal 36 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik sebagai berikut:

a. Menerima imbalan jasa pelayanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam mengembangkan pelayanan;

13


(32)

c. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;

d. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan; dan

e. Mempromosikan pelayanan kesehatan yang ada di ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewajiban para pelaku usaha berdasarkan Undang-Undang Perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 7, adapun kewajiban-kewajiban tersebut adalah : a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang dan atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang yang dibuat dan atau yang diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang diperdagangkan;


(33)

18

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.14

Berdasarkan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran menjelaskan bahwa dokter dalam melaksanakan tugasnya mempunyai kewajiban sebagai berikut:

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. Merujuk pasien ke dokter lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien tersebut meninggal dunia;

d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila yakin pada orang lain yang bertugas dan mampu untuk melakukannya;

e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.

Setiap Klinik mempunyai kewajiban berdasarkan Pasal 35 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik sebagai berikut:

a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan yang diberikan;

b. Memberikan pelayanan yang efektif, aman, bermutu, dan non diskriminasi dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional;

14


(34)

c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya tanpa meminta uang muka terlebih dahulu atau mendahulukan kepentingan finansial;

d. Memperoleh persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan (informed consent);

e. Menyelenggarakan rekam medis;

f. Melaksanakan sistem rujukan dengan tepat;

g. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;

h. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien;

i. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;

j. Melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

k. Memiliki standar prosedur operasional;

l. Melakukan pengelolaan limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;.

m. Melaksanakan fungsi sosial;

n. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan; o. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal klinik; dan


(35)

20

C. Hubungan Hukum antara Konsumen dan Klinik Kecantikan

Hubungan hukum antara klinik kecantikan dan konsumen tercipta karena adanya perikatan. Arti dari perikatan itu sendiri adalah hal yang mengikat antara orang yang satu dengan orang yang lain. Menurut Pasal 1233 KUHPerdata perikatan dapat timbul karena perjanjian maupun karena undang-undang. Perikatan yang timbul karena perjanjian, kedua pihak dengan sengaja bersepakat saling mengikatkan diri, dalam perikatan kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Semua pihak yang terlibat dalam suatu hubungan hukum mempunyai hak dan kewajiban. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, begitu juga sebaliknya. Objek dari perikatan adalah prestasi, prestasi dalam hal ini yaitu sesuatu hal yang dituntut. 15

Suatu perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata yaitu suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih melibatkan satu orang atau lebih. Adapun unsur-unsur perjanjian menurut Pasal 1313, yaitu:

a. Ada pihak-pihak sedikitnya dua orang (subjek); b. Persetujuan antara pihak-pihak itu (konsensus); c. Ada objek yang berupa benda;

d. Ada tujuan yang bersifat kebendaan (mengenai harta kekayaan); e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.

15

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,2000, hlm. 198


(36)

Syarat sahnya suatu perjanjian ditegaskan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, bahwa perjanjian jika apabila:

a. Dibuat berdasarkan kata sepakat dari para pihak;

b. Dibuat oleh mereka yang cakap untuk bertindak dalam hukum; c. Memiliki obyek perjanjian yang jelas; dan

d. Didasarkan pada klausula yang halal.

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh para pihak yang membuatnya.16 Ilmu hukum mengenal dua jenis perjanjian, yaitu:

a. Resultaatsverbintenis, yang berdasarkan hasil kerja, artinya suatu perjanjian yang akan memberikan resultaat atau hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan.;

b. Inspanningsverbintenis, yang berdasarkan usaha yang maksimal (perjanjian upaya, artinya kedua belah pihak berjanji atau sepakat untuk berdaya upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa yang diperjanjikan).17

Berdasarkan dua jenis perjanjian di atas, maka pada dasarnya perjanjian sebagai dasar hubungan hukum antara konsumen dan dokter di klinik kecantikan adalah perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik yaitu sebuah perjanjian antara dokter dan pasien dimana masing-masing harus memenuhi syarat-syarat dalam aturan hukum. Perjanjian terapeutik dapat dikategorikan sebagai perjanjian

inspanningsverbintenis, dimana klinik kecantikan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dibidang kecantikan dituntut untuk berusaha maksimal dan

16

Titik Triwulan Tutik, Shita Febriana. Op.Cit. hlm.22

17

https://budi399.wordpress.com/2009/10/24/hubungan-dokter-pasien/ diakses pada


(37)

22

sungguh dalam melakukan penyembuhan dengan didasarkan pada standa ilmu pengetahuan kedokteran yang baik.

Konsumen klinik kecantikan merupakan pihak yang meminta pertolongan sehingga relatif lemah kedudukannya dibandingkan dengan dokter sebagai penyelenggara klinik kecantikan. Untuk mengurangi kelemahan tersebut, maka dikenal prinsip informed consent, yaitu hak konsumen untuk mengizinkan dilakukannya suatu tindakan medis. Informed consent diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/ Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Persetujuan tindakan medis (informed consent) dalam ketentuan ini adalah persetujuan yang diberikan oleh konsumen jasa pelayanan kesehatan atau keluarganya atas dasar penjelesan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap konsumen.18 Tujuan dari informed consent

adalah agar konsumen mendapat informasi yang cukup untuk mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Pada dasarnya perjanjian terapeutik harus didahului dengan informed consent.

D. Upaya Hukum Konsumen Penyelesaian Sengketa Konsumen

Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain.19 Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

18

Agus Budianto, Aspek Jasa Pelayanan Kesehatan Dalam Perspektif Perlindungan Pasien, Bandung: Karya Putra Darwati, 2010, hlm. 91.

19

Rachmadi Usman.Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2003. hlm. 1.


(38)

Perlindungan Konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha dan pelanggan. Ada tiga jenis pelanggaran yang potensial dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu:

a. Perbuatan atau tindakan pelaku usaha melanggar kepentingan dan hak- hak konsumen;

b. Produk yang dipasarkan oleh pelaku saha melanggar ketentuan larangan dalam UU;

c. Tanggung jawab yang harus dipikul oleh pelaku usaha.

Menurut UUPK, penyelesaian sengketa konsumen memiliki kekhasan. Sehingga para pihak yang bersengketa, dalam hal ini pihak konsumen, dapat menyelesaikan sengketa itu mengikuti beberapa lingkungan peradilan ataupun memilih jalan penyelesaian di luar pengadilan, yaitu penyelesaiaan sengketa melalui peran ombudsman.

1. Penyelesaian Sengketa di Peradilan Umum

Pasal 45 ayat (1) UUPK, menyatakan,“setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Ketentuan ayat berikutnya menyatakan,” penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”.

Dalam kasus perdata di pengadilan negeri, pihak konsumen yang diberi hak mengajukan gugatan menurut Pasal 46 UUPK adalah:


(39)

24

b. Kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;

c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;

d. Pemerintah dan/ atau instansi terkait apabila barang dan/ atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/ atau korban yang tidak sedikit.

2. Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan

Untuk mengatasi keberlikuan proses pengadilan, UUPK memberi jalan alternatif dengan menyediakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pasal 45 ayat (4) UUPK menyebutkan,” jika telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu dinyataka tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa”.

Tafsir yang lebih jauh dari ketentuan pasal tersebut, bahwa:

a. Penyelesaian di luar pengadilan merupakan upaya perdamaian di antara pihak yang bersengketa;

b. Penyelesaian di luar pengadilan dapat dilakukan melalui suatu badan independen seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Jika penyelesaian melalui BPSK, maka salah satu pihak tidak dapat menghentikan perkaranya ditengah jalan, sebelum BPSK menjatuhkan putusan. Artinya, bahwa


(40)

mereka terikat untuk menempuh proses pemeriksaan sampai saat penjatuhan putusan.20

E. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Setiap pelaku usaha dibebani tanggung jawab atas perilaku yang tidak baik yang dapat merugikan konsumen. Pengenaan tanggung jawab terhadap pelaku usaha digantungkan pada jenis usaha atau bisnis yang digeluti. Bentuk dari tanggung jawab yang paling utama adalah ganti kerugian yang dapat berupa pengembalian uang, atau penggantian barang dan/atau jasa yang setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan. Tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam Bab VI UUPK Pasal 19 sampai dengan Pasal 28.

Setiap subyek hukum diberi tanggung jawab menurut hukum, yang dalam hal-hal dapat dimintakan pertanggungjawaban di muka umum dan pengadilan bagi siapapun yang melanggar ketentuan larangan dalam UUPK.

Arti tanggung jawab secara keabsahan adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa–apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Istilah tanggung jawab hukum adalah kewajiban menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku. Di sini, ada norma atau peraturan hukum yang mengatur tentang tanggung jawab. Ketika, ada perbuatan yang melanggar norma hukum itu, maka pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan norma hukum yang dilanggarnya. Adapun bentuk-bentuk dari tanggung jawab hukum21:

20

Titik Triwulan Tutik, Shita Febriana. Op.Cit. hlm.69

21


(41)

26

1.Tanggung Jawab Berdasarkan Atas Kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPerdata, Pasal 1365 yang dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, menyatakan tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Unsur-unsur pokok dari ketentuan pasal itu, yaitu:

a. Adanya perbuatan melawan hukum ; b. Adanya unsur kesalahan;

c. Adanya kerugian yang diderita;

d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.22

Pertanggungjawaban dalam hukum perdata juga dapat disebabkan karena wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak dari pihak yang dirugikan untuk menuntuk pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

Ada 3 (tiga) macam dari wujud wanprestasi ini, yaitu: 23 a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;

b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya; c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.

22

Ibid, hlm.97

23

Mariam Darus Badrulzaman et al., Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 18


(42)

Pertanggungjawaban dalam hukum perdata juga dapat disebabkan karena adanya perbuatan melawan hukum. Adapun persyaratan perbuatan melawan hukum: a. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;

b. Melanggar hak orang lain; c. Melanggar kaidah tata susila;

d. Bertentangan dengan asas kepastian serta sikap kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.

2. Tanggung Jawab Secara Langsung

Tanggung jawab langsung bisa disebut juga sebagai tanggung jawab mutlak karena digantungkan pada adanya kerusakan yang muncul. Dalam hukum perlindungan konsumen, tanggung jawab secara langsung atau tanggung jawab berdasarkan risiko diatur dalam Pasal 19 Ayat (1) UUPK yang berbunyi Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau diperdagangkan.

Prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena:

a. Konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks.

b. Diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya.


(43)

28

Ketiadaan pembuktian kesalahan oleh konsumen atau pengalihan beban pembuktian kesalahan kepada pelaku usaha merupakan ciri khas dari strict liability yang juga dijumpai pada product liability.24

3. Tanggung Jawab Produk

Prinsip tanggung jawab produk dan tanggung jawab langsung memiliki kesamaan, yaitu ketiadaan unsur kesalahan yang harus dibuktikan oleh konsumen. Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacad yang melekat pada produk tersebut.

Product liabillity adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan hukum yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau dari orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan (seller, distributor) produk tersebut.25

Setiap perbuatan produsen (pelaku usaha) yang menghasilkan suatu produk dan produknya itu digunakan oleh pengguna atau dikonsumsi oleh konsumen dan ternyata merugikan pengguna atau konsumen dan orang lain, produsen bertanggung jawab mutlak tanpa mempersoalkan kesalahan untuk mengganti kerugian kepada pengguna atau konsumen dan orang lain yang dirugikan.26 Tanggung jawab produk diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

24

Wahyu Sasongko, Op.Cit,, hlm.98

25

Ibid, hlm. 100

26


(44)

4. Tanggung Jawab Profesional

Para profesional dapat dikenakan tanggung jawab atas pekerjaan yang telah dilakukan atau diberikan kepada klien atau pelanggannya. Tanggung jawab profesional, yaitu tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungan dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien. Peraturan hukum yang terkait dengan tanggung jawab profesional dalam klinik kecantikan, Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Praktik Kedokteran.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dibentuk demi memenuhi kebutuhan hukum masyarakat akan pelayanan kesehatan. Undang-Undang Kesehatan selain mengatur tentang hak dan kewajiban setiap orang secara umum dalam bidang kesehatan, juga memberikan perlindungan bagi konsumen jasa pelayanan kesehatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 58 Undang-Undang Kesehatan. Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengatur tanggung jawab profesional diatur dalam Bab IV tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, terdapat dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 dan Pasal 19.

Klinik Kecantikan dalam melakukan usahanya memakai tenaga medis yang ahli dalam bidangnya. Dalam hal ini yaitu dokter yang ahli dalam bidang kecantikan. Undang–Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran memberikan perlindungan kepada konsumen pengguna jasa dokter untuk mengadukan kerugiannya akibat kelalaian atau kesalahan pihak dokter dalam menjalankan


(45)

30

profesinya. Hal tersebut diatur dalam Bab VII, bagian Kedua tentang Pengaduan Pasal 66 Undang-Undang Praktik Kedokteran.

5. Pembayaran Ganti Kerugian

Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas produk yang diperdagangkan dapat berupa pemberian ganti kerugian. Menurut ketentuan Pasal 19 Ayat (1) UUPK, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Ganti kerugian merupakan tanggung jawab paling utama dari pelaku usaha. Ganti kerugian menurut UUPK dapat berupa:

a. Pengembalian uang;

b. Penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,; c. Perawatan kesehatan; dan/atau

d. Pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. 27

F. Klinik Kecantikan

1. Pengertian Klinik Kecantikan

Klinik berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik. Kecantikan adalah

27


(46)

keelokan, kemolekan. Kecantikan terdiri dari dua macam yaitu, kecantikan dalam (inner beauty) dan kecantikan luar (outer beauty). Outer beauty atau kecantikan luar memang dapat direfleksikan dengan bentuk wajah yang ayu, cantik, dan enak dilihat. Sedangkan kecantikan dari dalam adalah personality (kepribadian) seorang perempuan, bagaimana sikapnya terhadap siapa saja, bagaimana keanggunan atau juga sisi feminin yang diimpresikan oleh perempuan.28 Jadi klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan pelayanan jasa di bidang perawatan kesehatan dan kecantikan kulit, rambut, kuku, dan lainnya yang dilakukan oleh tenaga medis sesuai keahlian dan kewenangannya.29

Menurut Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik, berdasarkan jenis pelayanan, klinik dibagi menjadi 2, yaitu klinik pratama dan klinik utama. Klinik kecantikan estetika tipe pratama, yaitu suatu sarana klinik kecantikan estetika yang menyediakan jasa pelayanan tindakan medik terbatas yang dilakukan oleh seorang dokter/dokter gigi (bersertifikat) dengan penanggungjawab teknis adalah seorang dokter dengan kompetensi yang sama (bersertifikat). Klinik kecantikan estetika tipe utama, yaitu suatu sarana klinik kecantikan estetika yang menyediakan jasa pelayanan tindakan medik terbatas dan tindakan medik invasif (operatif) tanpa bius umum, dilakukan oleh seorang dokter/dokter gigi/dokter spesialis/dokter spesialis gigi dengan keahlian dan kewenangannya serta penanggungjawab teknis dari seorang dokter yang berkompetensi yang sama (bersertifikat).

28

W.J.S Poerdwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, hlm.625

29

http://fajarjazz.blog.friendster.com/kecantikan-perempuan diakses pada tanggal 1


(47)

32

Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung merupakan salah satu alternatif bagi masyarakat khususnya kaum hawa untuk melakukan perawatan wajah dengan harga yang terjangkau. Klinik ini mulai beroperasi pada tanggal 13 November 2012 dengan menepati gedung yang beralamat Jalan. MH. Thamrin Nomor.35 Gotong Royong, Bandar Lampung. Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung dari awal berdiri sampai saat ini dipimpin oleh dr. Puspita Sari, M.Kes.

Menurut dr. Puspita Sari, M.Kes, Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung memiliki konsumen kurang lebih 8500 orang. Yang terdiri dari berbagai usia mulai dari usia 15–45 tahun ke atas. Produk kosmetik yang dijual maupun bahan-bahan kosmetik yang digunakan untuk treatment seluruhnya sudah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawana Obat dan Makanan (BPOM RI) dan juga sudah mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan beberapa produk kosmetik sudah memakai label pribadi (private label) dengan merek “Mulei”.30

2. Produk Perawatan Klinik Kecantikan

Klinik Kecantikan menawarkan berbagai bentuk produk yang dapat digunakan oleh konsumen. Seperti produk kosmetik, perawatan wajah dan tubuh disediakan oleh klinik kecantikan untuk memenuhi kebutuhan konsumennya. Pengertian kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.445/ MenKes/PermenKes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah

30

Wawancara dengan dr. Puspita Sari, M.Kes, Pemimpin Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung, Senin, 22 Juni 2015.


(48)

daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.

Produk perawatan yang ditawarkan oleh Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung meliputi:

a. Produk treatment dan jasa konsultasi pencerahan tubuh dan kulit wajah; b. Produk treatment dan jasa konsultasi pengencangan untuk bagian tubuh

tertentu dan wajah;

c. Produk treatment dan jasa konsultasi untuk mengatasi jerawat pada wajah.31

Penggolongan kosmetik menurut penggunaanya pada kulit ada 2 yaitu, Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics) dan Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up). Kosmetik perawatan kulit, jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit, termasuk didalamnya:

a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser), misalnya sabun muka,

cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener/ tooner); b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizring

cream, night cream, anti wrinkle cream;

c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen foundation, sun block cream/lotion;

d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengikis kulit (peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengampelas (abrasiver);

31

Wawancara dengan dr. Puspita Sari, M.Kes, Pemimpin Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung, Senin, 22 Juni 2015.


(49)

34

Adapun jenis-jenis perawatan yang disediakan oleh klinik kecantikan:

a. Facial Acne: perawatan wajah dengan ektrak green tea yang mengandung antiseptik untuk membantu mengurangi serta menyembuhkan jerawat. Beberapa jenis ditambahkan serum khusus untuk mengatasi jerawat.

b. Facial Chocolate: perawatan wajah dengan masker yang terbuat dari coklat asli yang mengandung anti oksidan dan pelembab untuk anti-aging. Cocok baik untuk kulit kering, normal, maupun berminyak tanpa jerawat.

c. Facial Gold: perawatan wajah yang bermanfaat untuk memutihkan, mengencangkan, menghaluskan dan memberi cahaya di wajah. Selain itu juga sebagai anti penuaan dini karena mengandung emas, vitamin c, dan hyaluronic acid.

d. Facial + Detoxification: facial ini untuk mengeluarhan racun-racun yang ada pada lapisan epidermis ataupun dermis pada kulit wajah yang berpotensi menjadikan jerawat atau penyakit kulit lainnya. Detoxification Machine

merupakan alat yang mengeluarkan gelombang tinggi yang dapat menembus lapisan hypodermis.

e. Facial Honey: perawatan wajah dengan menggunakan masker dengan madu dan serum madu, mengandung AHA untuk mengelupas kulit mati, mengecilkan pori-pori, mengurangi jerawat, membuat kulit halus dan bersinar. Sesuai untuk kulit normal, kulit kering, dan kulit sensitif.

f. Facial Collagen: perawatan wajah menggunakan serum kolagen dan masker kolagen. Kolagen akan masuk dengan bantuan ultrasound sehingga kulit menjadi lembab, kencang, dan elastis. Sesuai untuk kulit normal, kulit kering, dan kulit kusam.


(50)

g. Facial Collagen & Black Sea Mud: perawatan wajah dengan masker lumpur dan serum khusus yang dimasukkan dengan bantuan ultrasound untuk mengembalikan elastisitas dan kekencangan kulit, menjaga kelembaban kulit. Sesuai untuk kulit normal, kulit kusam, dan kulit keriput.

h. Tanam Benang (Thread Lifting): teknik perawatan kulit yang bertujuan untuk mengencangkan wajah, mengembalikan keremajaan kulit dengan menggunakan benang yang dimasukkan di bawah kulit. Benang akan merangsang terbentuknya collagen sehingga kulit menjadi kencang. Benang akan larut setelah 6-8 bulan, tetapi collagen di wajah tetap terbentuk. Hasil bertahan selama 1-2 tahun.

i. Chemical Peeling: perawatan kulit yang memakai cairan peeling untuk mengangkat lapisan kulit sampai kedalaman tertentu yang berfungsi untuk meremajakan kulit, menghilangkan keriput halus, mencerahkan kulit yang kusam, dan mengencangkan kulit.

j. Setrika Wajah: perawatan wajah dengan menggunakan gelombang Radio

Frequency untuk meningkatkan kolagenisasi di lapisan dermis kulit/lapisan ke 2 kulit sehingga kulit wajah, leher, menjadi lebih kencang, kenyal dan terangkat.


(51)

36

G. Kerangka Pikir

Guna memperjelas dari pembahasan ini, maka penulis membuat kerangka pikir sebagai berikut:

Pelaku Usaha ( Klinik Kecantikan

Puspita)

Konsumen

Hubungan Hukum ( Hak & Kewajiban )

Upaya Hukum Konsumen ( Klinik Kecantikan

Puspita )

Tanggung Jawab Pelaku Usaha ( Klinik Kecantikan

Puspita ) Tidak Sesuai Sesuai


(52)

Keterangan:

Klinik Kecantikan Puspita merupakan suatu bentuk usaha yang bergerak dibidang kecantikan yang menawarkan pelayanan jasa di bidang perawatan kesehatan dan kecantikan kulit yang dilakukan oleh tenaga medis sesuai keahlian dan kewenangannya. Banyaknya produk yang ditawarkan oleh Klinik Kecantikan Puspita dalam memenuhi kebutuhan konsumennya. Namun ketika konsumen sedang menggunakan produk yang diberikan oleh Klinik Kecantikan Puspita tidak menutup kemungkinan konsumen mengalami kerugian baik inmateriil maupun materiil, dan konsumen menuntut adanya suatu perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen medis.

Perlindungan hukum dapat diberikan apabila ada hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Puspita dan konsumen. Hubungan hukum yang dimaksud adalah suatu perjanjian antara konsumen dan klinik kecantikan. Adanya hubungan antara pasien dengan pelaku medis didahului dengan suatu perjanjian. Perlindungan hukum bagi konsumen klinik kecantikan dapat diberikan melalui aspek hukum keperdataan, aspek hukum perlindungan konsumen, aspek hukum kesehatan.

Perjanjian yang dilakukan antara konsumen dan klinik kecantikan akan menimbulkan suatu hak dan kewajiban bagi masing- masing pihak. Perjanjian tersebut timbul ketika konsumen datang untuk melakukan perawatan di klinik kecantikan. Namun sayangnya pelaksanaan hak dan kewajiban oleh pelaku usaha terkadang tidak sesuai dengan aturan yang ada sehingga menyebabkan kerugian bagi konsumen. Oleh karenanya hal tersebut menjadi salah satu alasan yang kuat timbulnya gugatan ke pengadilan oleh pihak konsumen yang merasa dirugikan.


(53)

38

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku klinik kecantikan wajib melakukan tanggung jawab terhadap konsumen apabila mengalami kerugian yang disebabkan oleh klinik kecantikan. Namun saat ini kesadaran hukum yang dimiliki para pelaku usaha sangatlah kurang, sehingga banyak konsumen yang merasa dirugikan oleh pihak pelaku usaha baik materiil maupun inmateriil.

Penelitian yang akan diteliti mengenai perlindungan hukum bagi konsumen Klinik Kecantikan Puspita, hubungan hukum antara kosumen dan Klinik Kecantikan Puspita, tanggung jawab hukum yang diberikan oleh Klinik Kecantikan Puspita kepada konsumen apabila terjadi kerugian. Selain itu, menjelaskan upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan konsumen apabila mengalami kerugian yang disebabkan oleh Klinik Kecantikan Puspita.


(54)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif-terapan karena meneliti dan mengkaji mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang) secara in-action pada setiap peristiwa hukum tertentu dengan mempelajari asa-asa hukum, norma-norma dalam peraturan perundang-undangan, pendapat ahli hukum (doktrin-doktrin), dan bahan kepustakaan hukum dan non hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini.31

B. Tipe penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat.32

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesain masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian.

31

Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo, 2003, hlm. 23

32

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, hlm.24


(55)

40

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara normatif terapan yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara lebih dahulu merumuskan masalah dan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari buku. Selain menggunakan data dari buku-buku, penelitian ini mengimpun data dan informasi dari para pihak-pihak dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi sumber hukum menjadi dasar rumusan masalah

2. Mengidentifikasi sumber-sumber bacaan yang menjadi acuan untuk melakukan penulisan penelitian hukum ini

3. Mengidentifikasi pokok bahasan dan subpokok bahasan yang bersumber dari rumusan masalah

4. Mengkaji secara analisis data yang bersumber dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.33

D. Data dan sumber data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.34 Adapun dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam membahas skripsi ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini, maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang bersumber dari peraturan

33Ibid hlm. 151.

34


(56)

undangan, dokumen perjanjian antara pihak perusahaan dan konsumen dan literatur terkait. Data sekunder terdiri atas:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan–bahan yang mengikat, yang terdiri dari berbagai peraturan perundang–undangan, antara lain :

1.) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2.) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

3.) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

4.) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 028/Menkes/ Per/I/2011 tentang Klinik.

b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa peraturan yang menjelaskan lebih lanjut bahan hukum primer berupa literatur, buku–buku yang berkaitan dengan pokok bahasan.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia.

E. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan yaitu dilakukan dengan mempelajari, membaca, mencatat, mengutip buku–buku, literatur, perundang-undangan serta mengklasifikasi data yang berkaitan dengan permasalahan.

2. Studi dokumen

Studi dokumen yaitu dilakukan dengan cara membaca, meneliti dan mempelajari serta menelaah dokumen yang ada.


(57)

42

3. Wawancara

Studi yang dilakukan dengan cara wawancara (interview) langsung kepada pihak-pihak terkait yaitu dr. Puspita Sari, M.Kes selaku Pemimpin Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung dan konsumen Klinik Kecantikan Puspita. Teknik wawancara yang dilakukan adalah dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan lisan untuk dijawab dan pertanyaan secara tertulis dan dikembangkan saat wawancara berlangsung.

F. Pengolahan Data

Setelah pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data sehingga dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti. Data yang telah terkumpul, diolah melalui pengolahan dengan tahap–tahap sebagai berikut : 1. Pemeriksaan data, yaitu meneliti dan memeriksa kembali data yang telah

diperoleh.

2. Seleksi data, yaitu memilih data yang sesuai dengan pokok bahasan.

3. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan kelompok dan aturan yang telah ditetapkan dalam pokok bahasan sehingga diperoleh data yang objektif dan sistematis untuk penulisan ini.

4. Sistematika data, yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data yang telah ditentukan dan sesuai dengan lingkup pokok bahasan secara sistematis dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisa data.

G. Analisis Data

Data yang terkumpul dan tersusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualititatif yaitu analisis yang dilakukan dengan cara merekontruksi atau


(58)

menginterprestasikan data dalam bentuk kalimat yang sistematis dan dalam bahasa yang efektif dengan menghubungkan data tersebut menurut pokok bahasan yang telah ditetapkan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas untuk mengambil suatu kesimpulan.


(59)

72

72

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung dan Konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung terjadi karena adanya perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik dapat terjadi apabila terdapatnya

informed consent. Hubungan hukum melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Klinik.

2. Upaya hukum atau penyelesaian sengketa yang ditempuh konsumen Klinik Kecantikan Puspita atas kerusakan kulit setelah proses perawatan dilakukan adalah penyelesaian sengketa secara non litigasi, yaitu secara damai.

3. Tanggung jawab hukum Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung atas kerusakan kulit wajah setelah proses perawatan dilaksanakan dengan dasar hukum Pasal 19 Ayat 2 UUPK yaitu dalam bentuk perawatan kesehatan yang berupa perawatan kulit wajah konsumen yang mengalami kerusakan sampai kembali normal dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab sampai terjadinya kerusakan kulit wajah konsumen.


(60)

73

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Pihak Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung diharapkan memberikan informasi secara jelas kepada konsumen mengenai kegunaan dan efek samping produk perawatan yang ditawarkan pada konsumen dan cara penggunaan produk perawatan secara benar untuk mengurangi resiko konsumen mengalami ketidakcocokan dengan produk perawatan.

2. Konsumen Klinik Kecantikan Puspita sebaiknya lebih teliti dalam menggunakan produk kecantikan yang dikeluarkan oleh pihak klinik untuk mengurangi resiko timbulnya ketidakcocokan dengan produk perawatan yang digunakan.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

1.Buku- buku

Badrulzaman, Mariam Darus et al., 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Budianto, Agus, 2010, Aspek Jasa Pelayanan Kesehatan Dalam Perspektif Perlindungan Pasien, Bandung: Karya Putra Darwati.

Echols, John M. dan Hasan Shadily, 2013, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia.

Mertokusumo, Sudikno, 2005, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty.

Muhammad, Abdulkadir, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.

, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti.

, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Karya Bakti.

Nasution, A.Z, 2002, Hukum Perindungan Konsumen Suatu Pengantar,

Jakarta:Diadit Media.

Poerdwadarminta, W.J.S, 2003, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Jakarta: Balai Pustaka.

Sasongko, Wahyu, 2007, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Lampung: Unila.

Siahaan, N.H.T., 2005, Hukum Konsumen Panta Rei, Jakarta.

Sidabalok, Janus, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung; Citra Aditya Bakti.

Sugono, Bambang, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo. Sutedi, Adrian, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan


(62)

Usman, Rachmadi, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan.

2. Peraturan Perundang- undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 8 Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik.

3. Website

https://budi399.wordpress.com/2009/10/24/hubungan-dokter-pasien http://fajarjazz.blog.friendster.com/kecantikan-perempuan;

uiiskripsi05410050luckyistigupitasari05410050LUCKYISTIGUPITASARI55667 73427-bab 1-1


(1)

3. Wawancara

Studi yang dilakukan dengan cara wawancara (interview) langsung kepada pihak-pihak terkait yaitu dr. Puspita Sari, M.Kes selaku Pemimpin Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung dan konsumen Klinik Kecantikan Puspita. Teknik wawancara yang dilakukan adalah dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan lisan untuk dijawab dan pertanyaan secara tertulis dan dikembangkan saat wawancara berlangsung.

F. Pengolahan Data

Setelah pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data sehingga dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti. Data yang telah terkumpul, diolah melalui pengolahan dengan tahap–tahap sebagai berikut : 1. Pemeriksaan data, yaitu meneliti dan memeriksa kembali data yang telah

diperoleh.

2. Seleksi data, yaitu memilih data yang sesuai dengan pokok bahasan.

3. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan kelompok dan aturan yang telah ditetapkan dalam pokok bahasan sehingga diperoleh data yang objektif dan sistematis untuk penulisan ini.

4. Sistematika data, yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data yang telah ditentukan dan sesuai dengan lingkup pokok bahasan secara sistematis dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisa data.

G. Analisis Data

Data yang terkumpul dan tersusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualititatif yaitu analisis yang dilakukan dengan cara merekontruksi atau


(2)

43

menginterprestasikan data dalam bentuk kalimat yang sistematis dan dalam bahasa yang efektif dengan menghubungkan data tersebut menurut pokok bahasan yang telah ditetapkan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas untuk mengambil suatu kesimpulan.


(3)

72 V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung dan Konsumen Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung terjadi karena adanya perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik dapat terjadi apabila terdapatnya informed consent. Hubungan hukum melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Klinik.

2. Upaya hukum atau penyelesaian sengketa yang ditempuh konsumen Klinik Kecantikan Puspita atas kerusakan kulit setelah proses perawatan dilakukan adalah penyelesaian sengketa secara non litigasi, yaitu secara damai.

3. Tanggung jawab hukum Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung atas kerusakan kulit wajah setelah proses perawatan dilaksanakan dengan dasar hukum Pasal 19 Ayat 2 UUPK yaitu dalam bentuk perawatan kesehatan yang berupa perawatan kulit wajah konsumen yang mengalami kerusakan sampai kembali normal dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab sampai terjadinya kerusakan kulit wajah konsumen.


(4)

73

73 B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Pihak Klinik Kecantikan Puspita Bandar Lampung diharapkan memberikan informasi secara jelas kepada konsumen mengenai kegunaan dan efek samping produk perawatan yang ditawarkan pada konsumen dan cara penggunaan produk perawatan secara benar untuk mengurangi resiko konsumen mengalami ketidakcocokan dengan produk perawatan.

2. Konsumen Klinik Kecantikan Puspita sebaiknya lebih teliti dalam menggunakan produk kecantikan yang dikeluarkan oleh pihak klinik untuk mengurangi resiko timbulnya ketidakcocokan dengan produk perawatan yang digunakan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1.Buku- buku

Badrulzaman, Mariam Darus et al., 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Budianto, Agus, 2010, Aspek Jasa Pelayanan Kesehatan Dalam Perspektif Perlindungan Pasien, Bandung: Karya Putra Darwati.

Echols, John M. dan Hasan Shadily, 2013, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia.

Mertokusumo, Sudikno, 2005, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty.

Muhammad, Abdulkadir, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.

, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti.

, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Karya Bakti.

Nasution, A.Z, 2002, Hukum Perindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta:Diadit Media.

Poerdwadarminta, W.J.S, 2003, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Jakarta: Balai Pustaka.

Sasongko, Wahyu, 2007, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Lampung: Unila.

Siahaan, N.H.T., 2005, Hukum Konsumen Panta Rei, Jakarta.

Sidabalok, Janus, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung; Citra Aditya Bakti.

Sugono, Bambang, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo. Sutedi, Adrian, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan


(6)

Tutik, Titik Triwulan dan Shita Febriana, 2010,Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher

Usman, Rachmadi, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan.

2. Peraturan Perundang- undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 8 Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik.

3. Website

https://budi399.wordpress.com/2009/10/24/hubungan-dokter-pasien http://fajarjazz.blog.friendster.com/kecantikan-perempuan;

uiiskripsi05410050luckyistigupitasari05410050LUCKYISTIGUPITASARI55667 73427-bab 1-1