Interpretasi Data Penelitian .1 Temuan Hasil Penelitian Dan Pembahasan
4.2 Interpretasi Data Penelitian 4.2.1 Temuan Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Konflik kekerasan dalam bentuk tawuran mahasiswa yang terjadi di Universitas Sumatera Utara USU yang dilakukan antar fakultas dengan fakultas lainnya, fakultas
dengan kelompok mahasiswa adalah bentuk sebuah fenomena konflik kekerasan sebagai perwujudan dari konflik yang tidak dapat diselesaikan secara damai. Bentuk
konflik yang dilakukan oleh mahasiswa adalah konflik kekerasan yang ditandai dengan adanya perusakan, penyerangan, pembakaran dan bahkan mungkin pembunuhan.
Apabila ditelaah dari sifat konflik tawuran mahasiswa di USU dapat disimpulkan bahwa konflik mahasiswa dapat berupa aksi kekerasan personal pada
mulanya dan kemudian menjadi aksi kekerasan yang bersifat kolektif dan menyeluruh. Sebagian besar konflik kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa berawal dari konflik dan
aksi kekerasan personal, seperti tindakan saling mengejek, pemukulan terhadap mahasiswa dari fakultas lain, kelompok atau jurusan, kemudian membentuk solidaritas fakultas ke
arah yang sifatnya ‘bersatu untuk menyerang’, selanjutnya menjadi konflik kekerasan yang sifatnya kolektif.
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik di kampus USU biasa di awali oleh masalah-masalah sepele seperti pemukulan terhadap mahasiswa baru, ada
pihak lain yang memprovokasi mahasiswa, dan adanya pelemparan isu yang dapat menyebabkan konflik antar mahasiswa. Kemudian massa puncak konflik adalah pada saat
penerimaan mahasiswa baru. Proses sebelum menuju konflik biasanya dibicarakan terlebih dahulu oleh mahasiswa dari masing-masing fakultas yang terlibat konflik. Apabila
Universitas Sumatera Utara
banyak mahasiswa yang tidak setuju untuk melakukan aksi balas dendam maka konflik tersebut pasti tidak akan terjadi, begitu pula sebaliknya.
Sisi lainnya sebagai sumber pemicu konflik adalah terbatasnya sumber sosialisasi positif yang dibutuhkan mahasiswa, lemahnya norma yang mengikat mereka,
melemahnya solidaritas kolektif, atau semangat perguruan tinggi semangat akan menjadi mahasiswa Universitas, bukan fakultas, bergeser ke semangat fakultas ataupun kelompok.
Begitupun bergesernya semangat bersatu dalam perbedaan. Selain itu yang menjadi salah satu faktor utama penyebab konflik antar mahasiswa adalah pada saat pengkaderan
tingkat fakultas, yang dimana pada saat pengkaderan tersebut mahasiswa baru didoktrin oleh senior mereka bahwa kalian disini tidaklah sendiri tetapi banyak saudara-
saudara kalian yang siap membantu bila kalian mengalami masalah nantinya. Salah seorang mahasiswa yang ikut dalam kasus tawuran antara mahasiswa Fakultas
Teknik dengan mahasiswa Fakultas Pertanian Oktober 2011, AG, mengklaim bahwa memang ada rasa solidaritas yang sangat tinggi di antara mahasiswa yang terlibat tawuran. Dia
menceritakan bagaimana peristiwa tawuran tersebut terjadi, terutama ketika aksi saling lempar batu berlangsung. Bahkan ia mengambarkan pada saat saling lempar batu terjadi di
antara kedua belah pihak, ada beberapa mahasiswi yang ikut ‘ambil bagian’. “Aslilah kejadiannya seru-seram ‘kali, bang. Lempar-lempar batu
mulai dari perbatasan teknik itu, sampe kami bikin orang itu mundur ke dekat Fakultas Hukum. Kalo yang cowok udah habis
batunya, yang cewek-cewek ikutlah bantuin; nyari trus ngasih batu-batu ke cowok-cowoknya biar ada yang bisa dilemparkan.”
Dia menambahkan, dampak kerusakan yang ditimbulkan bukan hanya pada gedung serta fasilitas kampus saja, tetapi juga pada sejumlah kendaraan roda dua yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
milik beberapa mahasiswa, meski dia dengan tidak detail menjelaskan bagaimana bentuk kerusakannya.
“…ada sekitar dua kereta yang rusak, bang. Nggak tahu kereta siapa aja itu. Beneran mencekam suasananya, apalagi pas udah
malamnya itu, bang.” Salah seorang pelaku tawuran tersebut, TS, mengatakan bahwa permasalahan yang
terjadi antara mahasiswa Fakultas Pertanian dengan Fakultas Teknik, bukanlah merupakan hal yang baru terjadi. Bahkan ia mengatakan dengan setengah berseloroh
bahwa perselisihan antara Fakultas Pertanian dengan Fakultas Teknik sudah seperti sebuah el clasico. Karena pada beberapa tahun sebelumnya juga pernah terjadi perkelahian antar
kedua fakultas ini. Namun, permasalahan diantara kedua belah pihak tidak pernah lagi sampai pada ‘skala besar’ sampai dengan kejadian pada tanggal 30 Oktober 2011 yang
lalu. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 Oktober 2011 yang lalu juga diawali dengan beberapa kejadian yang akhirnya memicu perkelahian yang lebih besar.
“Kalo gak salah, kejadiannya di hari kedua PMB, dek. Hanya karna persoalan sepele ajanya. Barislah adek-adek Maba kami itu
di lapangan, sebagian memang ada yang sampe ke trotoar, nah, pas itu datanglah barisan orang itu, kesenggollah barisan
belakang Maba kami. Udah gitu, layas ‘kali pula lagi gayanya, sambil kayaknya ngejek gitu. Mulai dari situ, sebagian senior kami
datangi orang itu. Bukan cuma dari satu jurusan, hampir semua pun mendatangi orang itu. Udah gitu, entah gimana pas didatangi
senior-senior kami itu, pecahlah perang ‘tu.” Berdasarkan kutipan wawancara diatas, dapat dilihat bahwa permasalahan yang
sederhana dapat memunculkan perkelahian. Meskipun permasalahan tersebut mungkin
Universitas Sumatera Utara
hanya dialami oleh mahasiswa Departemen Teknik Mesin, namun mahasiswa Fakultas Teknik lainnya selain Departemen Teknik Mesin juga turut membela kepentingan
Departemen lainnya. Tidak bisa dipungkiri, hal ini mencerminkan solidaritas fakultas yang sangat tinggi.
Hal itu diamini oleh seorang informan penulis, SA: “Faktor penyebabnya karena ketika begitu kita masuk ke
kampus kita kemudian memiliki identitas yang berbeda-beda yang mana kemudian melahirkan sebuah perbedaan pastinya
karena kita masuk ke kampus akhirnya kita punya budaya dan cara pandang yang berbeda dan akhirnya kita diberikan identitas
yang berbeda bukan ada dengan sendirinya karena itu merupakan sistem yang diatur yang pada akhirnya kita punya kultur yang
berbeda”. Solidaritas yang ada di antara mahasiswa yang berasal dari fakultas yang sama
sayangnya diwujudkan ke dalam tindak kekerasan. Salah seorang mahasiswa yang diwawancari penulis dari Fakultas Pertanian, PD, mengatakan ada sebuah rasa kolektifitas
yang sangat besar di antara mahasiswa fakultas tersebut, terlebih jika konteksnya merupakan bentuk ancaman fisik dari kelompok mahasiswa dari fakultas lain. Dia juga menambahkan,
hal ini ditambah ada rasa gengsi yang tinggi bahwa ‘rivalitas; yang sudah menahun dan mendalam di antara kedua fakultas, yaitu Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknik, yang sudah
dianggap bagi banyak kalangan merupakan yang paling disegani di USU. “Gak ada ceritalah kalo bicara soal solidaritas di Fakultas
Pertanian, dek. Satu orangnya nanti misalnya dari Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan kena pukul, kawannya yang lain nanti
bisa langsung teriak ke kawan-kawan Pertanian lain;
Universitas Sumatera Utara
‘Wooooiiii…. PERTANIAN diserang’. Jadi gak cuma satu Jurusan nanti yang gerak, tapi langsung satu fakultas kita ini,
dek.” AP, mahasiswa FISIP yang kebetulan berada di lokasi menyaksikan kejadian tersebut,
mengatakan keadaannya saat itu betul-betul kacau tak terkendali. Dia juga mengatakan betapa solidaritas antar mahasiswa yang berasal dari fakultas yang sama sangat kuat. Seperti
pada saat ia hendak mengabadikan kejadian tersebut dengan kamera ponselnya, tiba-tiba datang seorang mahasiswa dari salah satu fakultas yang bertikai mengancam agar ia
mengurungkan niatnya untuk mengabadikan kejadian tersebut, yang mana langsung diikuti oleh kawan-kawannya yang lain terhadap orang-orang yang hendak melakukan hal yang
serupa. “Suasananya kaco, lae. Anak Pertanian terdesak sama anak
Teknik. Trus pas aku mau motoin orang itu, tiba-tiba ada yang ngacungin balok kayunya ke aku sambil bilang; ‘simpan
kameramu itu, sempat ku campakkan nanti itu’. Ada juga kami liat pas disitu juga entah wartawan dari media mana itu kena
intimidasi sama orang itu biar dihapus itu gambar-gambarnya dari kameranya si wartawan.”
Terbentuknya solidaritas fakultas, kelompok ataupun jurusan lebih pada upaya untuk memperjuangkan nilai -nilai, status sosial, kekuasaan dan berbagai sumberdaya
yang langkah dengan cara melemahkan, merusak ataupun menghancurkan pihak lawan. Hal ini tampak dalam setiap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa, selain
berdampak adanya korban jiwa juga terjadinya perusakan pada sarana dan prasarana seperti gedung kuliah, sekretariat kemahasiswaan dan fasilitas-fasilitas rutin mahasiswa.
Universitas Sumatera Utara
Konflik antar mahasiswa yang terjadi di dalam lingkungan kampus pemicunya terkadang kurang jelas, bahkan hanya berupa isu, kemudian meningkat menjadi aksi saling
tuding di antara dua kelompok mahasiswa hingga akhirnya berujung pada tindak kekerasan. ZL, salah seorang yang ikut ke dalam pertikaian tersebut memberikan gambaran
bagaimana kronologi timbulnya tawuran tersebut. “Yang tanggal 31 Oktober itu udah tinggal masalah kecil aja.
Tapi karna memang udah ‘panas’ sebelumnya, ya jadinya cepat ‘tebakar’-nya langsung. Jadi, kemaren itu adalah anak Teknik
2011 yang lagi jalan lewat Pertanian. Baru tiba-tiba dari belakang adalah yang tereak-tereak entah apa, ‘kan gitu. Gitu
nyampe di kampus, dikesitau si adek inilah sama kawan- kawannya, sama seniornya juga yang kebetulan ada disitu.
Geraklah semua datangi Pertanian. Disitulah mulai kami yang serang orang itu, lempar batu, trus anak Mesin bawa
peralatannya masing-masing. Peranglah pas situ. Malamnya pun, masing-masing ngatur strategi. Kami ngumpul di kampus
semua untuk bicarakan rencana berikutnya gimana. Mereka pun ngumpul juga, dengar-dengar katanya di Kampung Susuk.
Soalnya kemaren ada yang bilang jalan dari Kampung Susuk ke kampus ditutup, jadi harus mutar kalo mau ke kampus.
Malamnya tiba-tiba kami diserang duluan sama Pertanian. Makanya lab-lab kami ada yang rusak. Kami pun serang
baleklah. Pas polisi datang, mulailah belarian semua.” Seorang mahasiswi, LM, yang juga menjadi informan penulis ikut memberikan
keterangan mengenai gambaran tentang tawuran tersebut:
Universitas Sumatera Utara
“Tepat pas lempar-lempar batu itu aku berdua sama kawan cuma bisa lihat sekilas aja dari kejauhan. Memang ada kami liat cewek-
ceweknya yang ngasih batu ke yang cowoknya. Tapi kami nggak mau ikutlah. Takut kena pulak jadinya. Udah kayak perang apalah
pas kejadiannya itu, bang. Rusuh ‘kali.” Sementara hasil wawancara penulis dengan salah seorang mahasiswa dari Fakultas
ISIPOL, AM, ketika dimintai pendapatnya bagaimana kejadian semacam ini dapat terjadi, dia berkata:
“Pendapat saya hal itu terjadi dikarenakan adanya disorientasi akan fungsi mahasiswa. Penyebabnya dikarenakan adanya kelompok-
kelompok tertentu yang lebih mengutamakan kepentingan kelompok- kelompoknya sendiri. Dalam hal ini, ada ego yang bermain.
Akhirnya ketika kepentingannya diusikdiganggu, maka orangkelompok tersebut akan merasa tersinggung dan timbullah perilaku massa yang
tak terkendali yang disebut dengan tawuran. Selain itu karena merasa harga dirinya dilecehkan. Walaupun masalahnya itu sepele,
misalnya ‘panggilan’ atau ‘julukan’ yang diberikan oleh kelompok lain kepada anggota kelompoknya, dapat memicu perselisihan. Meskipun
cuma satu anggota yang diejek, tapi semua anggota kelompok merasa tersinggung. Terjadilah tawuran. Trus, karna
kurangnya keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan yang positif. Misalnya kegiatan organisasi mahasiswa yang bisa membuat
mahasiswa melakukan sesuatu yang berguna baginya dan bagi orang-orang disekitarnya. Kalau mahasiswa yang mengikuti sebuah
organisasi akan memiliki kegiatan, sedangkan mahasiswa yang tidak
Universitas Sumatera Utara
mengikuti kegiatan organisasi akan cenderung untuk ikut-ikutan dalam aksi-aksi seperti tawuran ini. Karena ga ada kerjaannya yang
lain. Pertanyaan yang demikian juga penulis tanyakan kepada salah seorang mahasiswi
Fakultas Ekonomi, NHA. Dia menanggapi bahwa sudah ada semacam salah dalam memaknai yang sebenarnya dari konsep solidaritas mahasiswa pada satu fakultas, yang mengakibatkan
timbulnya pola perilaku negatif. “Kalo menurutku, yang jadi penyebab tawuran itu bisa muncul
karna adanya salah paham akan hal yang sepele dan juga salah paham akan konsep solidaritas yang mereka dapatkan di fakultas
masing-masing. Jelasnya gini, bang, udah gak sesuai lagi pemahaman mereka itu tentang solidaritas antar mahasiswa satu
fakultas yang sebenarnya. Akibatnya perilaku yang gak bener yang ditunjukkan”.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang informan, TKD , dia menyebutkan bahwa persoalannya adalah kadang-kadang dimulai dari persoalan personal
ataupun pribadi kemudian melibatkan etnisitas, golongan dan institusi baik itu jurusan, kelompok, maupun fakultas. Selain itu, adanya ikatan pertemanan dalam satu
kelompok tertentu turut mewarnai aksi kolektifitas sehingga masalah personal tersebut menjadi masalah besar.
“Persoalannya kadang-kadang persoalan pribadi satu orangnya, dek. Tapi bisa jadi merembet ntah gimana ke persoalan suku, trus
lanjut ke persoalan jurusan atau kelompok tertentu. Mungkin kebetulan pula orang-orang yang didalamnya yang udah
Universitas Sumatera Utara
‘sesepuh’, ‘kan. Jadinya gampanglah persoalannya jadi besar entah kemana-mana jadinya arahnya.”
Pandangan di atas jelas didukung kenyataan bahwa terkadang—bahkan seringkali terjadi—tawuran mahasiswa diawali oleh masalah yang sifatnya sepele, seperti rasa
ketersinggungan yang berawal dari bersenggolan di jalan, pemukulan, perasaan akan disepelekan atau diremehkan oleh mahasiswa fakultas lain. Hal ini pula yang menjelaskan
bahwa di dalam benak mahasiswa yang terlibat ke dalam perselisihan tersebut sudah cenderung tertanam solidaritas kelompok in-group dan out-group yang memandang
mahasiswa yang berasal dari luar fakultasnya merupakan saingan atau bahkan merupakan lawan bagi fakultasnya.
Adanya sebuah pemikiran mengenai solidaritas kelompok in-group dan out-group yang ‘dianut’ oleh mahasiswa pelaku tawuran yang mana dapat pula dikatakan sebagai ego
fakultas di dalam konteks permasalahan ini telah mengarahkan pemikiran orang-orang yang berada di luar kelompok tersebut memilki anggapan yang cenderung negatif terhadap
mahasiswa tersebut. Sebagai contoh, mahasiswa di luar Fakultas Teknik dan Fakultas Pertanian akan mengatakan bahwa semua mahasiswa Fakultas Teknik atau Fakultas Pertanian
semuanya—dengan langsung mengeneralisir—‘tukang berkelahi’ atau ‘tukang buat rusuh’. Seperti hasil kutipan wawancara penulis mengenai hal di atas dengan salah satu
mahasiswa, ESN, berikut ini: “Kalo menurutku, ada ego yang ditunjukkan anak-anak Teknik
sama Pertanian. Ego fakultas,‘gitu kali, ya? Jadi ‘kan kesannya orang itu asal ada masalah dikit aja sama anak fakultas lain
kayaknya langsung mau main berantam aja. Dikit aja ada masalah, langsung panas ‘kali jadinya.”
Universitas Sumatera Utara
Lembaga kemahasiswaan yang kental dengan semangat pengkaderan telah menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan sebagai wujud mengepresikan peran dan fungsi
mahasiswa dalam konteks pemberdayaan potensi mahasiswa. Realitas dilembaga kemahasiswaan bahwa pengkaderan menggunakan konsep yang beragam. Bahkan dalam
setiap penerimaan mahasiswa baru sering ditemukan berbagai dogmatis dilakukan kelompok senior yang berdampak pada munculnya rasa lebih, kebencian, rasa perlawanan, terhadap
kelompok-kelompok lainnya apakah berbeda fakultas, jurusan bahkan dendam lama yang terus dipertahankan.
Pengkaderan tingkat fakultas juga sangat beresiko untuk terjadinya konflik. Karena tiap fakultas masing-masing mau menunjukkan bahwa fakultas merekalah yang terbaik
diantara fakultas lain. Apalagi fakultas teknik mereka merasa bahwa fakultas merekalah yang paling berkuasa di kampus.
Tawuran yang terjadi antarmahasiswa di kampus Universitas Sumatera Utara hanya terjadi di dalam kampus saja. Itu dikarenakan tiap fakultas harus menjaga fakultas mereka
jangan sampai dihancurkan oleh fakultas lain dan faktor solidaritas yang tinggi yang membuat mahasiswa bersatu untuk melawan fakultas yang lain. Tidak seperti dikampus-
kampus lainnya yag mana jikalau terjadi tawuran antar mahasiswa di kampus itu akan berlanjut hingga di luar kampus dan bahkan sampai menelan korban jiwa.
Tindakan kekerasan yang terwujud dalam tawuran mahasiswa ini juga dapat diartikan sebagai pelepasan ketegangan sebagai akibat dari perubahan sosial yang cepat dan ekstensif
yang menciptakan ketidakpastian, kebimbangan, dan tekanan yang berakumulasi sehingga orang mencari kesempatan untuk melepaskannya dalam bentuk protes kekerasan dan aksi
massa. Kerusuhan dan kekacauan merupakan reaksi orang kebanyakan yang sudah lama ada terhadap kesukaran dan keluhan. Sekelompok massa dengan masalah, keluhan atau
Universitas Sumatera Utara
harapan yang sama menjadi sadar akan kesamaan nasibnya, sehingga menimbulkan respon terhadap ketegangan yang tak terpecahkan.
Salah satu faktor utama yang menjadikan mahasiswa berani untuk melakukan tindak kekerasan terhadap mahasiswa lain karena pada saat pengkaderan tingkat fakultas para
mahasiswa baru tersebut di tanamkan secara mendalam oleh senior mereka bahwa mereka dikampus itu tidaklah sendiri tetapi banyak saudara-saudara mereka yang akan siap
membantu bila mereka mendapat masalah nantinya. Karena faktor itulah yang membuat para mahasiswa baru siap melakukan apa saja yang di “perintahkan” oleh senior-seniornya.
Itulah yang menjadi faktor mengapa mereka berani untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap mahasiswa fakultas lain karena pada saat mereka didoktrin oleh senior mereka
itu sudah terbangun pola pikir yang baru bagi mahasiswa baru bahwa di kampus ini saya tidak sendiri.
BAB V PENUTUP
Universitas Sumatera Utara