Arus Komunikasi Vertikal Pada Organisasi Sapma Pemuda Pancasila USU (Studi Deskriptif Kualitatif Arus Komunikasi Vertikal Pada Organisasi Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas Sumatera Utara)

(1)

ARUS KOMUNIKASI VERTIKAL PADA ORGANSASI SAPMA

PEMUDA PANCASILA USU

(Studi Deskriptif Kualitatif Arus Komunikasi

Vertikal

Pada

Organisasi Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila

Universitas Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakutas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara

Joy Pramadana Meliala

090904121

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ARUS KOMUNIKASI VERTIKAL PADA ORGANSASI SAPMA

PEMUDA PANCASILA USU

(Studi Deskriptif Kualitatif Arus Komunikasi

Vertikal

Pada Organisasi

Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas

Sumatera Utara)

SKRIPSI

Joy Pramadana Meliala

090904121

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh

Nama : Joy Pramadana Meliala

NIM : 090904121

Judul Skripsi : Arus Komunikasi Vertikal Pada Organisasi SAPMA PEMUDA PANCASILA USU

(Studi Deskriptif Kualitatif Arus Komunikasi

Vertikal Pada Organisasi Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas Sumatera Utara)

Medan, Februari 2014

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dr. Iskandar Zulkarnain, M.Si Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A NIP : 196609031990031004 NIP: 196208281987012001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP: 196805251992031002


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun diujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbuki melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Joy Pramadana Meliala Nim : 090904121

Tanda Tangan: ……… Tanggal: Februari 2014


(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Joy Pramadana Meliala NIM : 090904121

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif ( Non- ekslusif Royalti- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

ARUS KOMUNIKASIVERTIKAL PADA ORGANSASI SAPMA PEMUDA PANCASILA USU(Studi Deskriptif Kualitatif Arus Komunikasi Vertikal Pada

Organisasi Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas Sumatera Utara)

beserta perangkat yang ada ( jika diperlukan ). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data ( database ), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : Februari 2014 Yang Menyatakan,


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini mengambil judul Arus Komunikasi Vertikal Pada SAPMA Pemuda Pancasila USU (Studi Deskriptif Kualitatif Arus Komunikasi Vertikal

Pada Organisasi Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas Sumatera Utara). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 8 orang karena peneliti melakukan wawancara secara berkali-kali sampai menemukan hasil jenuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi vertikal yang terjadi di dalam Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas Sumatera Utara dan komunikasi yang terjadi antara anggota dengan pemimpin dan pemimpin dengan anggotanya pada Satuan Pelajar dan Mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

Paradigma yang digunakan oleh peneliti adalah paradigma konstruktivisme yang bebas nilai melalui metode wawancara mendalam, observasi dan penelitian kepustakaan. Peneliti ingin melihat fenomena-fenomena yang ditemukan dalam interkasi dan komunikasi di dalam sebuah organisasi, baik itu komunikasi organisasi, komunikasi upward dan komunikasi downward, diantara anggota dengan atasan organisasi SAPMA PP USU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kedelapan informan SAPMA PP USU yang aktif, komunikasi vertikal yang terjadi antara anggota dengan atasan berjalan dengan baik dan lancar. Pertukaran motivasi dan saran antara anggota dengan atasan mempengaruhi hubungan yang terjadi antara anggota dengan atasan. Musyawarah juga termasuk mempengaruhi hubungan yang terjadi antara anggota dan atasan karena dengan adanya musyawarah maka pesan yang akan disampaikan anggota maupun atasan akan didengar seluruh anggota SAPMA PP USU.

Kata kunci :

Arud Komunikasi vertikal, SAPMA PP USU, Upward Communication, Downward Communication


(7)

KATA PENGANTAR

Segala hormat, puji dan syukur penulis panjatkatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat karuniaNya jugalah akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan.Skripsi ini berjudul Arus Komunikasi Vertikal Pada Orgainasasi SAPMA PP USU (Studi Deskriptif Kualitatif Arus Komunikasi

Vertikal Pada Organisasi Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas Sumatera Utara). Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terimakasih dari dasar hati yang terdalam, penulis persembahkan kepada kepada kedua orang tua penulis, Bapak Yantek Sembiring Meliala dan Ibu Laporta Tarigan yang selalu memberikan dukungan moril dan material, serta kasih sayang yang selalu dicurahkan kepada penulis. Kepada abang penulis, Eddy Putra Meliala dan adik penulis yaitu Eka Safaina Meliala rasa senyum dan canda tawa serta dukungan kalian memberi semangat lebih bagi penulis. Terimakasih juga untuk seluruh keluarga besar atas dukungan dan doanya.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Iskandar Zulkarnain, M.Si selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan masukan bimbingan dan dorongan kepada penulis. Terimakasih atas pengetahuan dan wawasan baru yang diberikan kepada penulis, dan semua itu sangat berarti bagi penulis.

4. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, khususnya para dosen Ilmu Komunikasi. Terimakasih yang tulus penulis sampaikan atas jasa-jasa yang telah diberikan selama perkuliahan.


(8)

5. Seluruh atasan dan bawahan SAPMA PP USU yang telah mau bekerja sama dengan penulis dalam melaksanakan penelitian di lapangan.

6. Pak Tangkas yang ada di bagian departemen dan pendidikan yang setia membantu penulis dalam menyelesaikan urusan administrasi.

7. Teman-teman satu angkatan 2009 Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik kepada, Joseph K.A Purba S.I.Kom, Maulana Andinata Dalimunthe S.I.Kom, Dedy Lambok Panggabean S.I.Kom, Nalom Andrew Simanjuntak S.I.Kom, Dessy, Cesilia, Disa, Amir, Dzikra dan kawan-kawan lainnya.

8. Kedua sahabatku yang setia menemani dikala berbagi suka dan duka, Maya Ari, Faisal Dasyah SH., Eddy Putra Meliala SH.dan N. Hidayah Rangkuti SH. yang telah banyak memberi bantuan dan masukan pada saat menyusun skripsi.

9. Semua pihak baik secara sadar maupun tidak, telah ikut serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tulus.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini mengingat terbatasnya waktu, pengetahuan dan kemampuan penulis.Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak, semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya dengan limpahan rahmat kepada kita semua. Harapan penulis semoga skripsi ini kelak dapat berguna, jika dapat kesalahan penulis memohon maaf serta menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.

Medan, Februari 2014 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGHANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah ... 1

I.2 Pembatasan Masalah ... 4

I.3 Fokus Masalah ... 4

I.4 Tujuan Penelitian ... 5

I.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Paradigma Kajian ... 6

II.2 Kajian Pustaka... 7

II.2.1 Komunikasi ... 8

II.2.2 Komunikasi Organisasi ... 9

II.2.2.1 Tujuan dan Fungsi Komunikasi Organisasi ... 10

II.2.2.2 Hambatan-Hambatan Komunikasi Dalam Organisasi ... 13

II.2.2.3 Usaha-Usaha Mengurangi Hambatan Komunikasi Organisasi ... 15

II.2.3 Komunikasi ke Bawah (Downward Communication) ... 16

II.2.3.1 Defenisi Komunikasi Komunikasi ke Bawah


(10)

(Downward Communication) ... 16

II.2.3.2Fungsi Komunikasi ke Bawah (Downward Communication) …….. 17

II.2.3.3Bentuk Komunikasi Atasan ke Bawahan...…... 21

II.2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Atasan Kepada Bawahan ... 25

II.2.4 Komunikasi ke Atas (Upward Communication) ... 27

II.2.4.1 Defenisi Komunikasi ke Atas (Upward Communication) ... 27

II.2.4.2 Fungsi Komunikasi Kepada Atasan (Upward Communication) ... 28

II.2.4.3 Jenis Informasi yang Dikomunikasikan Kepada Atasan ... 26

II.2.4.4 Bentuk Komunikasi Bawahan Kepada Atasan ... 29

II.2.5 Kerangka Pemikiran ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metode Penelitian ... 37

III.2 Objek Penelitian ... 37

III.3 Subjek Penelitian ... 37

III.4 Teknik Pengumpulan Data ... 38

III.4.1 Penentuan Informan ... 39

III.4.2 Waktu Penelitian ... 39

III.4.3 Keabsahan Data ... 39

III.5. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1Hasil...………...………. 42


(11)

IV.1.3 Tabel Reduksi Data ... 45

IV.1.4 Penyajian Data Informan ... 47

IV.2 Pembahasan ...78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ... 83

V.2 Saran ... 84

V.3 Implikasi ... 85

V.3.1 Implikasi Teoritis ... 85

V.3.2 Implikasi Praktis ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

IV.1.1.5. Tabel Matriks Mengenai Profil Informan ... 54 IV. 2.1. Tabel Matriks Mengenai Kemudahan Berkomunikasi Terhadap


(13)

DAFTAR GAMBAR


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini mengambil judul Arus Komunikasi Vertikal Pada SAPMA Pemuda Pancasila USU (Studi Deskriptif Kualitatif Arus Komunikasi Vertikal

Pada Organisasi Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas Sumatera Utara). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 8 orang karena peneliti melakukan wawancara secara berkali-kali sampai menemukan hasil jenuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi vertikal yang terjadi di dalam Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas Sumatera Utara dan komunikasi yang terjadi antara anggota dengan pemimpin dan pemimpin dengan anggotanya pada Satuan Pelajar dan Mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

Paradigma yang digunakan oleh peneliti adalah paradigma konstruktivisme yang bebas nilai melalui metode wawancara mendalam, observasi dan penelitian kepustakaan. Peneliti ingin melihat fenomena-fenomena yang ditemukan dalam interkasi dan komunikasi di dalam sebuah organisasi, baik itu komunikasi organisasi, komunikasi upward dan komunikasi downward, diantara anggota dengan atasan organisasi SAPMA PP USU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kedelapan informan SAPMA PP USU yang aktif, komunikasi vertikal yang terjadi antara anggota dengan atasan berjalan dengan baik dan lancar. Pertukaran motivasi dan saran antara anggota dengan atasan mempengaruhi hubungan yang terjadi antara anggota dengan atasan. Musyawarah juga termasuk mempengaruhi hubungan yang terjadi antara anggota dan atasan karena dengan adanya musyawarah maka pesan yang akan disampaikan anggota maupun atasan akan didengar seluruh anggota SAPMA PP USU.

Kata kunci :

Arud Komunikasi vertikal, SAPMA PP USU, Upward Communication, Downward Communication


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Konteks Masalah

Komunikasi memang sangat penting bagi kita yang merupakan kodratnya makhluk sosial. Dengan adanya berkomunikasi maka pesan atau informasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dapat tersampaikan dengan jelas dan dapat dimengarti. Komunikasi sendiri merupakan suatu tindakan yang memungkinkan kita mampu menerima dan memberikan informasi atau pesan sesuai dengan apa yang kita butuhkan.

Menurut Berger dan Chaffee, ilmu komunikasi adalah suatu pengamatan terhadap produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda/lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang (Sendjaja, 1994 : 9).

Secara teoritis, kita mengenal beragam tindak komunikasi berdasarkan pada konteks dimana komunikasi tersebut dilakukan, yaitu konteks komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. Komunikasi organisasi sangat penting dan layak dipelajari, karena sekarang ini banyak orang yang tertarik dan memberi perhatian kepadanya yang berguna untuk mengetahui prinsip dan keahlian komunikasi yang dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan tujuan organisasi, baik organisasi komersial seperti lembaga rumah sakit maupun institusi pendidikan (Sendjaja, 1994 :131).

Komunikasi merupakan penggerak organisasi seperti yang dikatakan Rogers bahwa komunikasi adalah darah kehidupan yang mengalir dalam organisasi, komunikasi meliputi semua kegiatan dalam organisasi yang menghasilkan peralatan kerja yang penting akan menimbulkan saling pengertian serta kerjasama yang baik antar anggota organisasi (Rogers dan Agarwala, 1976). Zelko dan Dance mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi dalam organisasi itu sendiri, seperti komunikasi dari bawahan kepada atasan (upward communication),


(16)

komunikasi dari atasan kepada bawahan (downward communication) dan komunikasi sesama karyawan yang sama tingkatnya atau dengan kata lain komunikasi horizontal. Salah satu konteks yang menarik untuk dikaji adalah komunikasi antara atasan dan bawahan (Muhammad, 2005).

Setiap elemen yang terkait dalam mencapai tujuan organisasi tersebut adalah elemen yang penting, baik itu anggota yang berguna sebagai pekerja dalam menggerakkan organisasi itu agar terus berkembang dan mencapai satu tujuan organisasi tersebut. Para anggota yang bekerja dalam organisasi itu harus mempunyai pemimpin yang berguna untuk memimpin para anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.

Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila USU atau yang sering disebut SAPMA PP USU adalah salah satu kegiatan ekstrakulikuler kampus yang merupakan sebuah wadah Mahasiswa USU yang meninggalkan jejak - jejak sejarah kepada generasi berikutnya dengan kegiatan - kegiatan yang nyata, monumental, patut diteladani, dipelihara, dan dilanjutkan. Bukan menjadi SAPMA yang hanya menangani kegiatan-kegiatan yang bersifat ceremonial dan sloganis serta berbau politis saja. Menjadikan SAPMA sebagai moral force dan kontrol sosial terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara dalam segala aspek. Mengingat pemuda jaman sekarang kurang menunjukan peran kontrol sosial dan

moral force yang tangguh seperti pemuda masa lalu.

Kejadian ini tentu menuntut mahasiswa untuk serius dalam menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi, dari manapun asalnya untuk didarmabaktikan bagi kepentingan bangsa dan negara. SAPMA Pemuda Pancasila sebagai wadah kaderisasi dan aktualisasi diri untuk membentuk pribadi yang memiliki jiwa

leadership, kemampuan manajerial, keterampilan administrasi dan diplomasi serta memiliki sense of belonging dan sense of protecting terhadap organisasi, bangsa dan Negara dengan tetap berpedoman kepada UUD 1945 dan PANCASILA.

SAPMA PP sendiri merupakan salah satu cara bagaimana Pemuda Pancasila (PP) untuk menambah keanggotaan mereka sehingga organisasi tersebut semakin berkembang. Pada tanggal 26 April 2013 SAPMA PP Medan melantik 30 komisariat yang dilaksanakan di gedung Jalan Sei Deli. Tiga puluh komisariat tersebut dilantik oleh M.Rahmaddian Shah dengan sekretaris Octo Gabriel


(17)

M.Simangunsong SH dan bendahara Timo A Karokaro (http://satmappusu.blogspot.com/).

Para pemuda – pemuda yang bergabung dengan keorganisasian seperti ini membuat mereka dapat belajar mengenai bagaimana berorganisasi dan belajar bertanggung jawab atas sebuah bidang yang sesuai dengan kita. Selain itu di dalam berorganisasi tersebut kita juga bisa berkomunikasi dengan anggota-anggota lainnya agar menyatukan pendapat yang berbeda. (http://satmappusu.blogspot.com/).

Peneliti memilih organisasi SAPMA PP untuk diteliti karena organisasi tersebut merupakan salah satu organisasi terbesar di Universitas Sumatera Utara. Selain itu organisasi kepemudaan ini salah satu organisasi tertua di Universitas Sumatera Utara. Organisasi SAPMA PP tersebut merupakan organisasi yang mudah dijangkau oleh peneliti sehingga memudahkan peneliti mendapatkan informasi dari informan.

Downward communication yang terjadi di dalam SAPMA PP USU dapat ditemukan pada saat briefing setelah melakukan event salah satunya. Kegiatan ini berfungsi untuk dapat memotivasi bawahan, memberikan pencerahan-pencerahan dan mengarahkan bawahan agar tetap fokus terhadap target kerja mereka masing-masing. Ketika kegiatan briefing, komunikasi langsung untuk upward communication juga mengharuskan para bawahan untuk melakukan komunikasi dengan atasannya sehingga atasan dapat langsung memberikan solusi dan kebijakan terhadap masalah yang disampaikan oleh bawahan. Kegiatan upward communication ini sangat efektif dalam memperkuat hubungan antara atasan dengan bawahan.

Jadwal kegiatan tetap lainnya juga mengharuskan atasan dan bawahan untuk melakukan rapat. Ketika melakukan kegiatan ini atasan dalam downward communication memberikan review dan penilaian kerja terhadap masing-masing bawahan. Sementara upward communication yang dilakukan berfungsi untuk saling pengertian dan pertukaran pendapat (sharing) dalam menghadapi permasalahan target organisasi. Oleh karena itu jadwal dibuat tetap, agar penyampaian informasi dari bawahan kepada atasannya akan selalu berkelanjutan sehingga atasan dapat memberikan keputusan.


(18)

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk membahas peranan komunikasi organisasi terhadap berkembangnya organisasi SAPMA PP USU tersebut yang merupakan tempat dilakukannya penelitian ini. Alasan lain peneliti untuk meneliti organisasi ini karena sudah banyak pandangan negatif masyarakat terhadap organisasi tersebut, tetapi organisasi tersebut masih mempunyai rasa sosial dalam membantu masyarakat yang salah satu contohnya Saur On The Road yang selalu dilaksanakan pada saat bulan puasa.

Menurut Rhenald Kasalijuga mendefinisikan citra sebagai kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Pemahaman itu sendiri timbul karena adanya informasi. Begitulah citra organisasi tersebut negatif karena kenyataan yang terjadi sehingga pandangan masyarakat terhadap organisasi pun menjadi negatif.( http://id.wikipedia.org/wiki/Citra_(Hubungan_Masyarakat).

Citra dan pandangan masyarakat yang negatif terhadap organisasi, tidak membuat anggota dari organisasi yaitu mahasiswa dan pelajar intelektual tersebut untuk meninggalkan organisasi SAPMA PP USU itu sendiri. Bahkan hal tersebut membuat mereka semakin kompak dan tetap terorganisir oleh pemimpinnya karena mereka ingin belajar berorganisasi dan sudah hal biasa terjadi perbedaan pendapat demi mendapatkan satu tujuan. Dengan kejadian ini membuat peneliti tertarik untuk membahas secara mendalam mengenai komunikasi dalam organisasi SAPMA PP USU.

I.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan diatas, fokus masalah dapat dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah Arus Komunikasi vertikal

pada Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas Sumatera Utara?”

I.3 Pembatasan Masalah

1. Penelitian hanya dilakukan pada organisasi SAPMA PP USU.


(19)

I.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Arus Komunikasi vertikal pada Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi anggota kepada pemimpinnya dan pemimpin kepada anggotanya di Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas Sumatera Utara.

I.5 Manfaat Penelitian

1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan berguna bagi para peneliti lain yang berminat pada komunikasi organisasi.

2. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, memberikan kontribusi yang positif dan sebagai masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

3. Secara Teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk menguji pengalaman teoritis peneliti selama mengikuti studi di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Paradigma Kajian Konstruktivisme

Paradigma Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivisme. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua peran seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun pemahaman perilaku dikalangan mereka sendiri.

Kajian pokok dalam paradigma konstruktivisme menurut Weber, menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya tetapi dengan beberapa catatan, dimana tindakan sosial yang dilakukan oleh individu tersebut harus berhubungan dengan rasionalitas dan tindakan sosial harus dipelajari melalui penafsiran serta pemahaman (interpretive understanding). Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti (http://www.scribd.com).

Implikasi dalam paradigma konstruktivisme menerangkan bahwa pengetahuan itu tidak lepas dari subjek yang sedang mencoba belajar untuk mengerti. Menurut Ardianto (2007: 154), konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Menurut Ardianto (2007: 161), prinsip dasar konstruktivisme menerangkan bahwa tindakan seseorang ditentukan oleh konstruk diri sekaligus juga konstruk lingkungan luar dari perspektif diri. Sehingga komunikasi itu dapat


(21)

dirumuskan, dimana ditentukan oleh diri di tengah pengaruh lingkungan luar. Pada titik ini kita dapat mengemukakan teori Ron Herre mengenai perbedaan antara person dan self. Person adalah diri yang terlibat dalam lingkup publik, pada dirinya terdapat atribut sosial budaya masyarakatnya, sedangkan Self adalah diri yang ditentukan oleh pemikiran khasnya di tengah sejumlah pengaruh sosial budaya masyarakatnya.

Ada tiga macam konstruktivisme, (1) konstruktivisme radikal; (2)

konstruktivisme realisme hipotesis; (3) konstruktivisme biasa (Suparno, 1997:25). Ketiga macam konstruktivisme diatas memiliki kesamaan, dimana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang disekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, yang oleh Piaget (Suparno, 1997:30) disebut dengan skema/skemata. Konstruktivisme seperti ini yang oleh Berger dan Luckman (1991:1), disebut dengan konstruksi sosial.

Kata kunci paradigma konstruktivisme adalah pendekatan antar pesona melalui komunikasi yang berbasis pada “konsep diri”. Paradigma ini dalam membangun (mengkonstruksi) pemahaman atau makna, secara bersama-sama melalui pemahaman berbasis pada subjek, dengan menggunakan elaborasi kode yang mana, menghargai perasaan, kepentingan, dan sudut padangan orang lain.

II.2 Kajian Pustaka

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memerlukan kejelasan berpikir mengenai teori sebagai landasan atau dasar dari penelitian. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok - pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian yang akan diteliti. Berdasarkan alasan itu, maka peneliti melaksanakan penelitian menggunakan teori – teori yang relevan dengan topik permasalahan yaitu:


(22)

II.2.1 Komunikasi

Istilah komunikasi (dari bahasa inggris “communication”), secara etimologis dalam bahasa latin yaitu communis yang artinya sama, sama yang dimaksud yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna. Selain itu komunikasi secara terminologis merujuk kepada adanya proses penyampaian suatu pernyataan antar manusia yang bersifat umum melalui simbol-simbol yang berarti, simbol-simbol yang dimaksud adalah verbal dan nonverbal.

Menurut Book (Cangara, 2006: 18-19) komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antarsesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku komunikator tersebut. Komunikasi sebagai suatu transaksi maksudnya adalah komunikasi sebagai proses yang dinamis dan sinambungan mengubah pihak-pihak yang berkomunikasi. Berdasarkan pandangan ini, maka orang-orang yang berkomunikasi dianggap sebagai komunikator yang secara aktif mengirim dan menafsirkan pesan. Setiap saat mereka bertukar pesan verbal dan nonverbal (Mulyana, 2005: 61-69). Tujuan dari komunikasi itu sendiri adalah mengubah sikap (to change the attitude), mengubah opini pendapat/ pandangan (to change the opinion), mengubah perilaku (to change the behaviour) dan mengubah masyarakat (to change the society) (Fajar, 2009: 39).

Hal yang paling penting dalam tujuan komunikasi ini adalah bagaimana seorang komunikator dapat merubah sikap dari komunikan pada saat proses komunikasi berlangsung. Berlangsungnya proses komunikasi ini ditentukan oleh komunikator (who), komunikator memiliki fungsi utama sebagai pengirim pesan. Informasi apa (says what) yang ingin disampaikan, kemudian pesan tersebut akan dikonstruksikan sesuai yang diinginkan komunikator yang kemudian akan diteruskan melalui suatu saluran (medium) kepada penerima pesan (to whom). Setelah pesan diterima dan dipahami, penerima pesan akan memberikan efek terhadap pesan yang diterimanya kepada pengirim pesan.


(23)

pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikan.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini (gambar 2.1).

Gambar II.2.1

Model Komunikasi Lasswell

=

Sumber: Cangara, 2006: 40

Komunikasi yang baik dan benar perlu dihayati dan digunakan agar ide, gagasan, keinginan, harapan serta perintah yang dapat terealisasikan oleh satu individu dengan individu lain dapat dimengerti, dipahami, dihayati serta dilaksanakan demi kepentingan baik itu individu, kelompok atau organisasi

II.2.2 Komunikasi Organisasi

Komunikasi dan organisasi tidak dapat dipisahkan, kedua ini sangatlah berhubungan satu sama lainnya. Komunikasi sangatlah penting bagi manusia, tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam komunikasi, begitu juga halnya bagi suatu organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik, suatu organisasi dapat berjalan lancar, begitu juga sebaliknya kurangnya atau tidak adanya komunikasi, organisasi menjadi berantakan dantidak mencapai tujuannya (Kholil(Ed), 2011: 86). Dalam organisasi tidak lepas dari yang namanya komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian dari aktivitas dari organisasi.Komunikasi ibarat sistem yang menjebatani antar satu individu dengan individu lain dalam organisasi. Aktivitas organisasi terletak pada interaksi komunikasi yang maksudnya adalah komunikasi itu penting untuk menghasilkan pemahaman yang sama antara pengirim pesan dengan penerima pesan pada semua anggota dan pimpinan dalam organisasi.

Menurut Wright (1977) organisasi merupakan suatu bentuk sistem terbuka dari aktivitas yang dikoordinasi oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan

Efek Siapa

(Audien) Saluran

(Medium) Apa

(Pesan) Siapa


(24)

bersama (Muhammad, 2009: 24). Di dalam organisasi tersebut terdapat komposisi sejumlah orang-orang yang menduduki posisi peranan tertentu. Dapat diketahui bahwa suatu organisasi mewajibkan adanya suatu tingkatan jabatan yang sudah resmi yang ditentukan oleh organisasi itu sendiri agar memungkinkan setiap individu yang berada di lingkup organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang sangat jelas antara satu dengan lainnya. Organisasi juga terdapat pembagian tugas sesuai dengan unitnya masing-masing, mereka memiliki beban dan tanggung jawab bersama.

Menurut Goldhaber defenisi tentang komunikasi organisasi yaitu “organizational communications is the process of creating and exchanging messages within a network of interdependent relationship to cope with environmental uncertainly” yang artinya komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah (Goldhaber,1990: 16). Berarti di dalam suatu organisasi terdapat sejumlah orang-orang yang ada di dalamnya yang saling bertukar informasi baik itu antara atasan dan bawahan maupun antara bawahan dan bawahan. Dalam sebuah organisasi sangatlah penting menciptakan sebuah komunikasi yang efektif antara atasan-atasan, atasan-bawahan, bawahan-atasan dan bawahan- bawahan agar dapat memahami pesan yang disampaikan. Biasanya komunikasi yang baik akan menciptakan kerja sama yang baik pula agar membentuk relasi yang luas untuk menciptakan tujuan organisasi itu sendiri.

II.2.2.1 Tujuan dan Fungsi Komunikasi Organisasi

Menurut Liliweri ada 3 tujuan utama dari komunikasi organisasi yang terdiri atas tindakan koordinasi, membagi informasi (information sharing) dan Komunikasi bertujuan untuk menampilkan perasaan dan emosi. Secara garis besar ke-tiga tujuan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, sebagai tindakan koordinasi; komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mengkoordinasi sebagian atau keseluruhan tugas yang telah ditetapkan per-unit dalam organisasi itu dan fungsi masing-masing yang melaksanakan aktivitas mereka tanpa keterkaitan satu


(25)

sama lainnya (tanpa sinkronisasi dan harmonisasi).Organisasi tanpa koordinasi, organisasi tanpa komunikasi artinya organisasi itu menampilkan suatu aspek individual dan bukan menggambarkan aspek administrasi yang didalamnya terdapat kerjasama.

Kedua, membagi informasi (information sharing); salah satu tujuan komunikasi yang penting adalah menghubungkan seluruh aparatur organisasi dengan tujuan organisasi.Komunikasi mengarahkan manusia dan aktivitas mereka dalam organisasi.Sebuah informasi yang dipertukarkanmempunyai fungsi untuk membagi kemudian mengartikan informasi itu sendiri tentang tujuan organisasi, arah dari suatu tugas yang diberikan, bagaimana usaha untuk mencapai hasil dan pengambilan keputusan.

Ketiga, komunikasi bertujuan untuk menampilkan perasaan dan emosi; di dalam organisasi terdapat beberapa manusia yang bekerja sendiri maupun bekerja dengan orang lain. Mereka mempunyai kebutuhan, keinginan, perasaan, emosi dan kepuasan yang harus diungkapkan kepada individu lainnya.Mereka mempunyai keinginan bahkan kebutuhan untuk menyatakan kepuasan atas pekerjaan dan prestasi yang mereka telah mereka lakukan. Begitu juga sebaliknya mereka akan mengungkapkan hasrat marah ketika mereka telah gagal dalam menyelesaikan pekerjaannya, mereka juga dapat mengungkapkan kekhawatiran dan kecemasan yang akan dihadapi baik dari diri sendiri, kelompok maupundi unit kerja. Selain itu mereka juga akan mengungkapkan bagaimana rasa kepercayaan mereka mengenai apa yang dikerjakannya (Liliweri, 2004: 64-65). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2.


(26)

Gambar II.2.2.1

Tujuan Komunikasi Organisasi

Sumber: Liliweri, 2004: 65

Menurut Sendjaja (1994) dalam suatu organisasi yang berorientasi komersial maupun sosial terdapat beberapa fungsi komunikasi dalam organisasi diantaranya adalah fungsi informatif, fungsi regulatif, fungsi persuasif dan fungsi integratif. Berikut akan dipaparkan masing-masing fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi informatif

Organisasi dipandang sebagai fungsi untuk “menceritakan” informasi yangterjadi terhadap orang yang terlibat didalam Organisasi.Dan dapatdipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi, yang artinyaseluruh anggota dalam organisasi itu mampu mempertukarkan informasimengenai pekerjaan, diantaranya informasi tentang jaminan keamanan,jaminan sosial, asuransi kesehatan, izin cuti dan sebagainya.

2. Fungsi regulatif

Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi.Orang-orang didalamnya mempunyai gagasan, ide, pendapat, fakta serta menjual sikap organisasi yang mana sikap tentang sesuatu itu merupakan subjek layanan.Misalnya sikap bawahan untuk menjalankan ketetapan dari organisasi itu sendiri.

Tindakan Koordinasi

Membagi informasi demi :

1. Tujuan organisasi

2. Mengarahkan tugas

3.Hasil suatu usaha

4.Pengambilan

Menyatakan perasaan dan emosi


(27)

3. Fungsi persuasif

Fungsi persuasif ini berkaitan dengan kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai yang diharapkan. Pimpinan biasanya lebih suka mempersuasikan bawahannya dari pada memberi perintah, gunanya agar lebih meningkatkan kemampuan karyawan untuk mencapai tujuan bersama lebih besar dibandingkan jika pimpinan sering memperlihatkan kekuasan dan kewenangan.

4. Fungsi integratif

Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik (Sendjaja, 1994: 136-137).

Menurut Condrad (1985) menyatakan bahwa terdapat fungsi khusus dalam komunikasi organisasi yaitu :

1. Membuat para karyawan melibatkan dirinya ke dalam isu-isu organisasi lalu menerjemahkannya ke dalam tindakan tertentu di bawah sebuah “komando”. Ada dua tipe fungsi komando yang dimaksud yaitu pengarahan dan feedback.

2. Membuat para karyawan menciptakan dan menangani “relasi” antara sesama bagi peningkatan produk organisasi. Tujuan menciptakan relasi di dalam komunikasi organisasi itu adalah untuk meningkatkan produksi organisasi.

3. Membuat para karyawan memiliki kemampuan untuk menangani ataumengambil keputusan-keputusan dalam suasana yang “tidak pasti”. Komunikasi organisasi memilih keputusan yang komplikatif dalam organisasi (Liliweri, 2004: 68).

II.2.2.2 Hambatan-Hambatan Komunikasi dalam Organisasi

Komunikasi dalam organisasi tidak selamanya berjalan dengan mulus seperti yang diharapkan. Seringkali dijumpai dalam suatu organisasi terjadi salah pengertian antara satu anggota dengan anggota lainnya atau antara atasan dengan bawahannya mengenai pesan yang mereka


(28)

sampaikan dalam berkomunikasi. Robbins meringkaskan beberapa hambatan komunikasi sebagai berikut:

1) Penyaringan (filtering).

Hambatan ini merupakan komunikasi yang dimanipulasikan oleh sipengirim sehingga nampak lebih bersifat menyenangkan si penerima. Komunikasi semacam ini dapat berakibat buruk bagi organisasi, karena jika informasinya dijadikan dasar pengambilan keputusan, maka keputusan yang kelak akan dihasilkan berkualitas rendah.

2) Perspektif selektif.

Hambatan ini merupakan keadaan dimana penerima pesan di dalam proses komunikasi melihat dan mendengar atas dasar keperluan, motivasi, latar belakang pengalaman, dan cirri-ciri pribadi lainnya.Jadi, boleh jadi tidak sama dengan apa yang dilihat dan didengar oleh orang lain. Hal ini disebut juga adanya perbedaan persepsi sehingga dapat menjadi penghambat bagi komunikasi yang efektif.

3) Perasaan

Hambatan ini merupakan bagaimana perasaan penerima pada saat dia menerima pesan komunikasi akan mempengaruhi cara dia menginterpretasikan pesan. Pesan yang sama yang diterima oleh seseorang di saat sedang marah akan berbeda penafsirannya jika ia menerima pesan itu dalam keadaan normal.

4) Bahasa

Kata-kata memiliki makna yang berbeda antara seseorang dengan orang lain. Kadang-kadang, arti dari sebuah kata tidak berada pada kata itu sendiri tetapi pada kita. Umur, pendidikan, lingkungan kerja dan budaya adalah hal-hal yang secara nyata dapat mempengaruhi bahasa yang dipakai oleh seseorang, atau definisi yang dilekatkan pada suatu kata. (dalam Masmuh, 2010:80-82)


(29)

II.2.2.3 Usaha-Usaha Mengurangi Hambatan Komunikasi Organisasi

Menurut Down, ada empat cara umum yang dapat dilakukan oleh anggota organisasi untuk menambah ketepatan mengkomunikasikan informasi dalam organisasi. Cara tersebut adalah sebagai berikut:

1) Menetapkan lebih dari satu saluran komunikasi

Bila seorang karyawan atau pimpinan merasa bahwa informasi yang dia terima mungkin mendapat ganguan maka salah satu cara menemukan gangguan maka salah satu cara untuk menemukan ganguan tersebut adalah mengkonfirmasikan pesan itu dengan berbagai sumber pesan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berikut:

a. Menggunakan sumber informasi yang di luar organisasi, termasuk materi yang telah dipublikasikan, teman dari organisasi lain, langganan organisasi, orang yang memberikan bantuan terhadap organisasi, kenalan, kontak yang bersifat politik dan desas-desus.

b. Menciptakan bidang tanggung jawab yang tumpang tindih diantara karyawan sehingga adanya kompetisi dalam proses komunikasi. Tiap orang dalam bagian itu akan mengetahui apabila laporannya kurang tepat maka akan dibantah oleh karyawan lainnya.

2) Menciptakan prosedur untuk mengimbangi distorsi atau hambatan Seorang pemimpin hendaklah mengindentifikasi gangguan dengan teliti sehingga dia dapat mengenal mana informasi yang lebih dekat pada yang asli. Bila prosedur pengimbangan digunakan dalam organisasi, sebagaimana kecenderungan biasanya banyak efek faktor personal dan organisasi ini dapat dikurangi.

3) Menghilangkan pengantara antara pembuat keputusan dengan pemberi informasi

Cara ini dapat dilakukan dengan memelihara struktur organisasi yang mendatar atau dengan menggunakan bermacam-macam strategi langsung. Dengan mengurangi jumlah mata rantai jaringan


(30)

komunikasi maka jumlah penyaringan dan distorsi komunikasi akan berkurang. Struktur organisasi yang datar menghendaki pengontrolan yang luas. Bawahan mempunyai tingkat kebijaksanaan yang lebih besar karena supervisor mempunyai waktu yang sedikit dengan tiap-tiap bawahan. Kecenderungan dalam struktur organisasi yang datar adalah kurangnya distorsi dalam komunikasi vertikal karena kurangnya jumlah tingkat yang dilalui oleh suatu pesan.

4) Mengembangkan pembuktian gangguan pesan.

Satu cara untuk mengurangi hambatan adalah menciptakan sistem pesan yang tidak boleh mengubah arti pesan selama dalam pengiriman. Untuk membuktikan tidak ada distorsi, suatu pesan, suatu pesan harus dapat dikirimkan tanpa penyingkatan atau perluasan diantara sumber dan tujuan si penerima. (dalam Masmuh, 2010:95-97)

II.2.3 Komunikasi ke Bawah (Downward Communication)

II.2.3.1 Definisi Komunikasi ke Bawah (Downward Communication) Komunikasi ke bawah yaitu suatu penyampaian informasi baik lisan maupun tulisan, secara langsung maupun tak langsung, berupa perintah atau penjelasan umum dari atasan kepada bawahannya. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Robbin (2002:148) yang menjelaskan sebagai berikut: Komunikasi yang berlangsung dari tingkat tertentu dalam satu kelompok atau organisasi ke tingkat yang lebih rendah. Komunikasi atasan bawahan dalam sebuah organisasi memiliki pengertian yaitu informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah.Bahasanya kita beranggapan bahwa informasi bergerak dari manajemen kepada para pegawai; namun, dalam organisasi kebanyakan hubungan ada pada kelompok manajemen.Dari beberapa definisi di atas maka komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah.


(31)

Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari atas ke bawah. Komunikasi ke bawah biasanya diberikan pimpinan kepada bawahan atau para anggota organisasi dengan tujuan untuk memberikan pengertian mengenai apa yang harus dikerjakan oleh para anggota sesuai dengan kedudukannya. Pesan-pesan tersebut dapat dijalankan melalui kegiatan: pengarahan, petunjuk, perintah, teguran, penghargaan, dan keterangan umum. Menurut Lewis, komunikasi ke bawah juga dimaksudkan untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan, kecurigaan yang timbul karena salah informasi, dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Komunikasi ke bawah ini dapat diberikan secara lisan, tertulis, dengan gambar atau simbol-simbol, dalam bentuk edaran, pengumuman atau buku-buku pedoman karyawan/anggota (dalam Muhammad, 2009:107).

Kebanyakan komunikasi ke bawahan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijakan umum. Tujuan komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan (Muhammad, 2009:108).

II.2.3.2 Fungsi Komunikasi ke Bawah (Downward Communication) Para pegawai di seluruh tingkat dalam organisasi merasa perlu diberi informasi.Kualitas dan kuantitas informasi harus tinggi agar dapat membuat keputusan yang bermanfaat dan cermat.Manajemen puncak harus meimiliki informasi dari semua unit dalam organisasi, dan harus memperoleh informasi untuk semua unit.Aliran informasi dari manajemen yang turun ke tingkat operatif merupakan aktivitas yang /berkesinambungan dan sulit. Pemelihan cara menyediakan informasi mencakup tidak hanya pengeluaran sumber daya langsung monoter tetapi juga sumber daya psikis dan emosional.


(32)

Ronald Adler dan George Rodman dalam buku Understanding Human Communication (2000:135) menguraikan fungsi arus komunikasi ke bawah dalam organisasi adalah:

a. Pemberian atau penyampaian instruksi kerja (job instruction)

b. Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job rationale)

c. Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)

d. Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.Tubbs, (dalam Stewart L & Styvia Moss, 2000:135)

Menurut Purwanto fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah adalah: 1. Pembuatan instruksi kerja.

2. Penjelasan tentang mengapa suatu tugas perlu dilaksanakan.

3. Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku. 4. Pemberian motivasi. (Purwanto, 1997:49 )

Seorang pimpinan harus lebih memperhatikan komunikasi dengan bawahannya, dan memahami cara-cara mengambil kebijaksanaan terhadap bawahannya.Keberhasilan organisasi dilandasi oleh perencanan yang tepat dan seorang pimpinan organisasi yang memiliki jiwa kepemimpinan.Kedua hal tersebut merupakan modal utama untuk kemajuan organisasi yang dipimpinya.

Menurut Katz dan Kahn ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan (dalam Pace dan Faules, 2009), yaitu:

(1) informasi bagaimana melakukan pekerjaan,

(2) informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, (3) informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi, (4) informasi mengenai kinerja pegawai , dan

(5) informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).


(33)

prosedur pada bawahan, menunjukkan masalah yang memerlukan perhatian dan mengemukakan umpan balik terhadap kinerja. Secara umum komunikasi vertikal ke bawah dapat diklasifikasikan atas lima tipe antara lain:

1. Instruksi Tugas

Intruksi tugas/pekerjaan yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan , dilakukan dan mereka dan bagaimana melakukannya. Pesan itu mungkin bervariasi seperti perintah langsung, deskripsi tugas, prosedur manual, program latihan tertentu, alat-alat bantu melihat dan mendengar yang berisi pesan-pesan tugas dan sebagainya.

2. Rasional

Rasional pekerjaan adalah pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisasi atau objektif organisasi. Kualitas dan kuantitas dari komunikasi rasional ditentukan oleh filosofi dan asumsi pimpinan mengenai bawahannya.

3. Ideologi

Pesan mengenai ideologi lebih mencari sokongan dan antusias dari anggota organisasi guna memperkuat loyalitas, moral, dan motivasi. 4. Informasi

Pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan dengan praktik-praktik organisasi, peraturan-peraturan organisasi, keuntungan, kebiasaan dan data lain yang tidak berhubungan dengan instruksi dan rasional.

5. Balikan

Balikan adalah pesan yang berisi informasi mengenai ketepatan individu dalam melakukan pekerjaannya.Salah satu bentuk sederhana dari balikan ini adalah pembayaran gaji karyawan yang telah siap melakukan pekerjaannya atau apabila tidak ada informasi dari atasan yang mengkritik pekerjaannya, berarti pekerjaannya sudah memuaskan. (Muhammad, 2009:108-109)


(34)

Menurut Katz dan Kahn, komunikasi dari atas ke bawah mempunyai lima tujuan pokok, yaitu:

a. Memberikan pengarahan atau instruksi kerja tertentu. Tipe informasi ini memusatkan pada apa yang harus karyawan lakukan dan bagaimana melakukannya. Instruksi kerja yang berbentuk perintah, pengarahan, penjelasan dan deskripsi pekerjaan merupakan cara untuk menyampaikan informasi jenis ini.

b. Memberikan informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan. Tipe informasi ini bertujuan agar karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan mereka berhubungan dengan tugas-tugas dan posisi lainnya dalam organisasi dan mengapa mereka melakukan pekerjaannya. Dengan kata lain, tipe informasi ini membantu karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan mereka membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.

c. Memberikan informasi tentang prosedur dan praktik organisasional. Karyawan diberikan informasi mengenai jumlah jam kerja, gaji, program pensiun, asuransi kesehatan, liburan dan ijin cuti, program insentif, penalti dan hukuman.

d. Memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan. Informasi mengenai hasil kerja karyawan sangat penting dalam mempertahankan operasional perusahaan. Karyawan sering mengeluh, seperti mereka tidak tau bgaimana supervisor melihat performans mereka.

e. Menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam membantu organisasi menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai. (dalam Muhamad, 2009:110)

Adanya gangguan dalam penyampaian pesan dari atasan kepada bawahan, maka pimpinan perlu memperhatikan cara-cara penyampaian pesan yang efektif memberikan saran-saran dalam hal itu sebagai berikut:

1. Pimpinan hendaklah sanggup memberikan informasi kepada karyawan apabila dibutuhkan mereka. Jika pimpinan tidak mempunyai informasi


(35)

yang dibutuhkan mereka dan perlu mengatakan terus terang dan berjanji akan mencarikannya.

2. Pimpinan hendaklah membagi informasi yang dibutuhkan oleh karyawan.Pimpinan hendaklah membantu karyawan merasakan bahwa diberi informasi.

3. Pimpinan hendaklah mengembangkan suatu perencanaan komunikasi, sehingga karyawan dapat mengetahui informasi yang dapat diharapkannya untuk diperoleh berkenaan dengan tindakan-tindakan pengelolaan yang dipengaruhi mereka.

4. Pimpinan hendaklah berusaha membentuk kepercayaan di antara pengirim dan penerima pesan. Kepercayaan ini akan mengarahkan kepada komunikasi yang terbuka yang akan mempermudah adanya persetujuan yang diperlukan antara bawahan dan atasan (Muhammad, 2009:112).

Informasi dalam melaksanakan komunikasi ke bawah dapat berupa: a. Mengadakan rapat

b. Memasang pengumuman c. Menerbitkan majalah intern

d. Pemberian pujian (Effendy, 2002:148)

Dalam realitas setiap organisasi yang mulai tumbuh dan berkembang, struktur jenjang, tugas dan penerapan teknologi tinggi yang makin pasif, serta tingkat pelayanan produksi barang dan jasa semakin variasi dan makin meningkat dalam volume dan kuantitas serta kualitas. Secara komunikatif, organisasi cenderung akan mengalami banyak “kemunduran” yang akan dirasakan karyawannya (Pohan, 2005:76).

II.2.3.3 Bentuk Komunikasi Atasan Kepada Bawahan

Pimpinan menyampaikan informasi kepada bawahan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Empat klasifikasi metode yaitu: metode lisan, tulisan, gambar dan campuran dari lisan-tulisan dan gambar. Berdasarkan beberapa penelitian para ahli ditemukan bahwa metode lisan saja paling efektif digunakan untuk situasi memberikan teguran atau


(36)

menyelesaikan perselisihan di antara anggota organisasi. Metode tulisan saja paling efektif digunakan untuk memberikan informasi yang memerlukan tindakan di masa yang akan datang, memberikan informasi yang bersifat umum, dan tidak memerlukan kontak personal. Sementara itu hasil penelitian setiap level menyatakan metode yang paling efektif adalah metode lisan diikuti tulisan. Mereka juga mengatakan bahwa pemakaian papan pengumuman dan metode tulisan saja kurang efektif digunakan. (Muhammad, 2009:115)

Ada enam kriteria yang sering digunakan untuk memilih metode penyampaian informasi kepada para pegawai (Level & Galle, 1988):

1. Ketersediaan. Metode-metode yang tersedia dalam organisasi cenderung dipergunakan.

2. Biaya. Metode yang dinilai paling murah cenderung dipilih untuk penyebaran informasi rutin dan yang tidak mendesak.

3. Pengaruh. Metode yang nampaknya member pengaruh atau kesan paling besar sering dipilih daripada metode yang baku.

4. Relevansi. Metode yang tampak paling relevan dengan tujuan yang ingin dicapai akan lebih sering dipilih. Bila tujuannya singkat dan sekedar menyampaikan informasi, dapat dilakukan pembicaraan dapat diikuti oleh memo. Bila tujuannya menyampaikan masalah yang rinciannya rumit, metode laporan tehnik tertulis adalah metode yang mungkin dipilih.

5. Respon. Metode yang dipilih akan dipemgaruhi oleh ketentuan apakah yang dikehendaki atau diperlukan respon khusus terhadap informasi tersebut.

6. Keahlian. Metode yang nampaknya sesuai dengan kemampuan pengirim untuk mempergunakannya dan dengan kemampuan penerima untuk memahaminya cenderung digunakan daripada metode yang tampaknya diluar kemampuan komunikator atau diluar kemampuan pemahaman pegawai yang menerimanya. (dalam Muhammad, 2009:114-115)


(37)

Bentuk komunikasi yang biasa digunakan dalam tiap metode komunikasi ke bawah terdiri dari :

1. Metode Lisan, dapat dilakukan melalui: a) rapat, diskusi, seminar, konferensi, b) intervieuw,

c) telepon,

d) sistem interkom,

e) kontak interpersonal, dan g) ceramah.

2. Metode Tulisan, dapat dilakukan melalui: a) surat,

b) memo, c) telegram, d) majalah, e) surat kabar,

f) deskripsi pekerjaan, g) panduan pekerjaan, h) laporan tertulis, dan i) pedoman kebijaksaan.

3. Metode Gambar, dapat dilakukan melalui: a) grafik,

b) poster, c) peta, d) film, e) slide, f) display, dan

g) foto. (Muhammad, 2009:116)

Menurut Pohan (2005:78), setiap organisasi yang mulai tumbuh dan berkembang, struktur jenjang, tugas dan penerapan teknologi tinggi yang makin pasif, serta tingkat pelayanan produksi barang dan jasa semakin variasi dan makin meningkat dalam volume dan kuantitas serta kualitas. Secara komunikatif, organisasi cenderung akan mengalami


(38)

banyak “kemunduran” yang akan dirasakan karyawannya. Persoalan kemunduran arus kualitas dan kuantitas pesan dan informasi yang dirasakan karyawan, disebabkan oleh beberapa hal berikut:

a. Pertumbuhan dan perkembangan organisasi membuat isolasi beberapa bagian atau departemen dimana isolasi tersebut tidak disadari manajemen puncak, sehingga tidak segera diadakan perbaikan kondisi.

b. Kehilangan arah dan kejelasan sasaran dan tujuan. Hal ini akibat dari kurangnya kontak personal baik informal maupun formal.

c. Karena manajer mungkin hampir tidak pernah melakukan audit internal terhadap terhadap komunikasi organisasi, untuk mengevaluasi sejauh mana jaringan formal yang ada masih efektif dan relevan, ataukah sudah harus diperbaiki atau diganti segera.

d. Munculnya ketidakjelasan mengenai siapakah yang sebenarnya harus bertanggung jawab di antara para manajer tingkat atas, menengah atau supervisor (lini bawah) terhadap keberadaan jaringan formal komunikasi ke bawah yang efektif, dan

e. Pemisahan antara personal supervisor dengan yang bukan supervisor, kondisi ini didasarkan pada norma tidak tertulis bahwa terdapat pembedaan dan pemisahan antara keduanya: manajemen dan bukan manajemen.

Suatu keharusan bagi manajemen untuk segera memperbaiki kondisi jaringan komunikasi formal arus ke bawah ini agar arus pesan dan informasi yang relevan dalam kualitas dan kuantitas mengalir dengan deras melalui jaringan formal ke seluruh bagian organisasi perusahaan. Beberapa upaya guna memperbaiki kondisi arus pesan dan informasi ke bawah agar lebih efektif dimaksud adalah:

a) Membangun tujuan yang jelas dan realistis. Manajer perlu terus-menerus mengkomunikasikannya sehingga karyawan betul-betul memahami.

b) Perlu mempertimbangkan dan memperhatikan isi pesan yang akan disampaikan.


(39)

c) Teknik yang sesuai dalam cara bagaimana pesan dan informasi tersebut harus disampaikan kepada para karyawan sehingga lebih efektif.

II.2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Atasan Kepada Bawahan

Arus komunikasi dari atasan kepada bawahan tidaklah selalu berjalan lancar, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Keterbukaan

Kurangnya sifat terbuka di antara pimpinan dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan. Umumnya para pimpinan tidak begitu memperhatikan arus komunikasi ke bawah.Pimpinan mau memberikan informasi ke bawah bila mereka merasa bahwa pesan itu penting bagi penyelesaian tugas.Tetapi apabila suatu pesan tidak relevan dengan tugas pesan tersebut tetap dipegangnya.

b. Kepercayaan pada pesan tulisan

Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode difusi yang menggunakan alat-alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan dengan tatap muka. Hasil penelitian Dahle dalam Muhammad (2009), menunjukkan bahwa pesan itu akan lebih efektif bila dikirimkan dalam bentuk lisan dan tulisan.

c. Pesan yang berlebihan

Karyawan dibebani dengan memo-memo, buletin, surat-surat pengumuman, majalah, dan pernyataan kebijaksanaan, sehingga banyak sekali pesan-pesan yang harus dibaca oleh karyawan.Reaksi karyawan terhadap pesan tersebut biasanya.

d. Timing

Timing adalah ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah.Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan.


(40)

e. Penyaringan

Pesan-pesan yang dikrimkan ke bawahan tidaklah semua diterima mereka.Tetapi mereka saring mana yang mereka perlukan. Penyaringan pesan ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor diantaranya perbedaan persepsi diantara karyawan,jumlah mata rantai dalam jaringan komunikasi dan perasaan kurang percaya kepada suverpisor. (Muhammad, 2009:110-112)

Adanya gangguan dalam penyampaian pesan dari atasan kepada abwahan maka pimpinan perlu memperhatikan cara-cara penyampaian pesan yang efektif. Davis (1976) memberikan saran-saran dalam hal itu sebagai berikut:

1) Pimpinan hendaklah sanggup memebrikan informasi kepada karyawan apabila dibutuhkan mereka. Jika pimpinan tidak mempunyai informasi yang dibutuhkan mereka dan perlu mengatakan terus terang dan berjanji akan mencarikannya.

2) Pimpinan hendaklah membagi informasi yang dibutuhkannya oleh karyawan. Pimpinan hendaklah membantu karyawan merasakan bahwa diberi informasi.

3) Pimpinan hendaklah mengembangkan suatu perencanaan komunikasi, sehingga karyawan dapat mengetahui informasi yang dapat diharapkannya untuk diperoleh berkenaan dengan tindakan-tindakan pengelolaan yang mempengaruhi mereka.

4) Pimpinan hendaklah berusaha membentuk kepercayaan diantara pengirim dan penerima pesan dan penerima pesan. Kepercayaan ini akan mengarahkan kepada komunikasi yang terbuka yang akan mempermudah adanya persetujuan yang diperlukan antara bawahan dan atasan. (dalam Muhammad, 2009:112-113)

Di samping saran yang dikemukakan Davis tersebut ada pula pedoman yang dapat membantu pimpinan dalam berkomunikasi kepada bawahan. Pedoman ini disarankan oleh Down, Linkugel dan Berg yaitu:

1. Saluran yang digunakan dan informasi yang dikrimkan hendaklah betul-betul dikenal oleh pimpinan dan karyawan.


(41)

2. Pimpinan hendaklah tahu persis apa yang ingin dicapainya dengan komunikasinya.

3. Garis komunikasi hendaklah langsung dan sependek mungkin. Umumnya komunikasi personal lebih disukai karyawan, karena cepat dan adanya kemungkinan untuk mendapat penjelasan dari pesan tersebut.

4. Komunikasi manusia tidak pernah pasti dan pimpinan perlu berusaha agar pesan itu jelas dan konsistensi dinilai oleh karyawan. Oleh karena itu pimpinan perlu berorientasi kepada rekasi karyawan mengenai pesan tersebut.

5. Batas waktu adalah penting. Ada kemungkinan batas optimal untuk menyebarluaskan informasi. Suatu informasi mungkin disampaikan terlalu cepat atau terlalu lambat dari waktu yang diperlukan oleh karyawan.

6. Pentingnya dipahami kapan dan dimana informasi didistribusikan. Untuk itu pimpinan perlu mengetahui tingkah laku yang unik dari karyawannya.

7. Pergunakan uang sebagai alat untuk menilai program komunikasi. Pimpinan perlu mempertimbangkan segi ekonomisnya suatu program komunikasi.

8. Umumnya lebih efektif mengirimkan pesan dengan menggunakan dua saluran daripada satu saluran.

9. Meskipun mungkin diperlukan perhatian khusus pada waktu-waktu adanya stress dan perubahan, komunikasi hendaklah jalan terus. (dalam Muhammad, 2009:113-114)

II.2.4Komunikasi ke Atas (Upward Communication)

II.2.4.1 Definisi Komunikasi Kepada Atasan (Upward Communication) Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia). Semua pegawai dalam sebuah organisasi, kecuali mungkin mereka menduduki posisi puncak mungkin


(42)

berkomunikasi ke atas yaitu setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari atau member informasi kepada seseorang yang otoritasnya lebih tinggi daripada dia. Suatu permohonan atau komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih tinggi atau lebih luas merupakan esensi komunikasi ke atas.

Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya (Sharma, 1979).Suatu permohonan atau komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih tinggi, atau lebih luas merupakan esensi komunikasi ke atas.(Pace dan Faules, 2000:189).Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi.Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, memberikan saran dan mengajukan pertanyaan.Komunikasi ini mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap karyawan, tipe pesan adalah integrasi dan pembaruan. (dalam Muhammad, 2009:116)

Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawah ke atas, yakni pesan yang disampaikan oleh para anggota organisasi/ bawahan kepada pimpinan. Komunikasi ini dimaksudkan untuk memberikan masukan, saran atau bahan-bahan yang diperlukan oleh pimpinan agar pimpinan dapat melaksanakan fungsi dengan sebaik-baiknya.Selain itu komunikasi ke atas ini juga menjadi saluran bagi para anggota/karyawan untuk menyampaikan pikiran, perasaan yang berkaitan dengan tugas-tugasnya. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan: pemberian laporan, pemberian saran/pendapat, baik secara lisan, tertulis atau dengan menggunakan simbol dan gambar.

II.2.4.2 Fungsi Komunikasi Kepada Atasan (Upward Communication) Komunikasi ke atas (upward communication) terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:


(43)

a. Penyampaian informasi tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan.

b. Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan.

c. Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan

d. Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya. (Tubbs, Stewart L & Styvia Moss, 2000:135)

Menurut Purwanto fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas adalah: 1. Pelaporan tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan. 2. Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan

ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan. 3. Penyampaian saran perbaikan.

4. Penyampaian keluhan. (Purwanto, 1997:49)

Komunikasi ke atas mempunyai beberapa fungsi atau nilai tertentu. Menurut Pace & Faules dalam Muhammad fungsinya adalah sebagai berikut:

1. Dengan adanya komunikasi ke atas supervisor dapat mengetahui kapan bawahannya siap untuk diberi informasi dari mereka dan bagaimana baiknya mereka menerima apa yang disampaikan karyawan.

2. Arus komunikasi ke atas memberikan informasi yang berharga bagi pembuatan keputusan.

3. Komunikasi ke atas memperkuat apresiasi dan loyalitas karyawan terhadap organisasi dengan jalan memberikan kesempatan untuk menanyakan pertanyaan, mengajukan ide-ide dan saran-saran tentang jalannya organisasi.

4. Komunikasi ke atas membolehkan, bahkan mendorong desas-desus muncul dan membiarkan supervisor mengetahuinya.

5. Komunikasi ke atas menjadikan supervisor dapat menentukan apakah bawahan menangkap arti seperti yang dia maksudkan dari arus informasi yang ke bawah.


(44)

6. Komunikasi ke atas membantu karyawan mengatasi masalah-masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dalam tugas-tugasnya. (dalamMuhammad, 2009:117).

Komunikasi ke atas penting karena beberapa alasan yaitu:

1. Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya.

2. Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka.

3. Komunikasi ke atas memungkinkan bahkan mendorong omelan dan keluh kesah muncul ke permukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya.

4. Komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas ke pada organisasi dengan memberi kesempatan kepada tenaga kesehatan untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai operasi organisasi.

5. Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah.

6. Komunikasi ke atas membantu tenaga kesehatan mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut. (Pace & Faules, 2005:190)

Menurut Smith Goldhaber, 1986 dalam (Muhammad, 2004:117) komunikasi ke atas berfungsi sebagai balikan bagi pimpinan memberikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang disampaikan kepada bawahan dan dapat memberikan stimulus kepada karyawan untuk berpartisipasi dalam merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan bagi departemennya atau organisasinya.


(45)

II.2.4.3 Jenis Informasi Yang Dikomunikasikan Kepada Atasan

Kebanyakan analisis dan penelitian dalam komunikasi ke atas menyatakan bahwa penyelia dan manajer harus menerima informasi dari bawahan mereka yaitu:

1. Memberitahukan yang dilakukan bawahan tentang pekerjaan, prestasi, kemajuan, dan rencana-rencana untuk waktu mendatang.

2. Menjelaskan persoalan-persoalan kerja yang belum dipecahkan bawahan yang mungkin memerlukan beberapa macam bantuan.

3. Memberikan saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka atau dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan.

4. Mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan rekan kerja, dan organisasi. (Pace dan Faules, 2005:190)

Supervisor dan pimpinan haruslah mendapatkan materi-materi informasi dari bawahannya mengenai hal-hal berikut:

1. Menjelaskan materi yang dilakukan bawahan, pekerjaannya, hasil yang dicapainya, kemajuan mereka dan rencana masa yang akan datang.

2. Menjelaskan masalah-masalah pekerjaan yang tidak terpecahkan yang mungkin memerlukan bantuan tertentu.

3. Menawarkan saran-saran atau ide-ide bagi penyempurnaan unitnya masing-masing atau organisasi secara keseluruhan.

4. Menyatakan pikiran dan perasaan mengenai pekerjaannya, teman sekerjanya, dan organisasi. (Muhamamad, 2009:118)

Hal-hal itulah yang diharapkan pimpinan untuk disampaikan karyawan kepada atasannya melalui komunikasi ke atas.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa jika terdapat keseimbangan komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah maka diharapkan informasi yang disampaikan oleh atasan kepada bawahan akan dapat diterima dengan baik oleh bawahan. Apabila bawahan menginginkan informasi tambahan maka bawahan akan dapat menanyakan informasi tambahan tersebut kepada atasan. Dengan demikian maka akan terjadi arus informasi sehingga antara pimpinan dan bawahan diharapkan


(46)

dapat tercipta suasana yang menggairahkan yang pada akhirnya akan menimbulkan semangat kerja yang produktif di dalam usaha mencapai tujuan.

Hal-hal yang seharusnya disampaikan oleh karyawan kepada atasannya seperti yang disebutkan di atas tidaklah selalu menjadi kenyataan.Banyak kesulitan untuk mendapatkan informasi tersebut. Beberapa hal yang menyebabkan kesulitan mendapatkan informasi ke atas adalah:

1. Kecenderungan karyawan untuk menyembunyikan perasaan dan pikirannya.

2. Perasaan karyawan bahwa pimpinan dan supervisor tidak tertarik kepada masalah yang dihadapi karyawan.

3. Kurangnya reward atau penghargaan terhadap karyawan yang berkomunikasi ke atas.

4. Perasaan karyawan bahwa supervisor dan pimpinan tidak dapat menerima dan merespons terhadap yang dinyatakan oleh karyawan. Sharma dalam (Pace &Faules, 2005:191)

Kombinasi dari keempat perasaan dan kenyakinan di atas menghambat pengungkapan gagasan, pendapat, dan informasi oleh para bawahan, terutama bila proses dan prosedur munculnya komunikasi ke atas tidak praktis dan sulit. Jackson dalam(Pace&Faules,2005:192) menyatakan secara keseluruhan kekuatan yang mengarahkan komunikasi dalam sebuah organisasi adalah motivasi. Karyawan cenderung berkomunikasi untuk mencapai beberapa tujuan untuk memuaskan pribadinya atau untuk mencoba memperbaiki lingkungan barunya.Untuk memperlancar informasi dapat sampai ke atas maka setiap program komunikasi organisasi hanya didasarkan pada iklim kepercayaan. Bila ada kepercayaan, karyawan mungkin lebih berani mengemukakan gagasan dan perasaannya lebih bebas dan penyelia dapat menafsirkan apa yang dimaksud oleh karyawan dengan lebih cermat.


(47)

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi ke Atas yaitu: 1) Komunikasi ke atas lebih mungkin digunakan oleh pembuat keputusan

pengelolaan, apabila pesan itu disampaikan tepat pada waktunya. 2) Komunikasi ke atas yang bersifat positif, lebih mungkin digunakan

oleh pembuat keputusan mengenai pengelolaan daripada komunikasi yang bersifat negatif.

3) Komunikasi ke atas lebih mungkin diterima, jika pesan itu mendukung kebijaksanaan yang baru.

4) Komunikasi ke atas mungkin akan lebih efektif, jika komunikasi itu langsung kepada penerima yang dapat berbuat mengenai hal itu.

5) Komunikasi ke atas akan lebih efektif, apabila komunikasi itu mempunyai daya tarik secara intuitif bagi penerima. (Muhammad, 2009:119)

Komunikasi ke atas penting untuk pembuatan keputusan maka agar komunikasi ini berjalan dengan lancar dan memberikan informasi seperti yang diharapakan maka perlu di programkan secara khusus.Untuk menyusun program ini ada prinsip-prinsip yang perlu dipedomani oleh pimpinan. Prinsip-prinsip tersebut menurut Planty dan Machaver (Pace, 1989) adalah sebagai berikut:

1. Program komunikasi ke atas yang efektif harus direncanakan.

2. Program komunikasi ke atas yang efektif berlangsung secara terus-menerus.

3. Program komunikasi ke atas yang efektif menggunakan saluran yang 4. Program komunikasi ke atas yang efektif, menekankan kesensitivan

dan penerimaan ide-ide yang menyenangkan dari level yang lebih rendah.

5. Program komunikasi ke atas yang efektif memerlukan pendengar yang objektif.

6. Program komunikasi ke atas yang efektif memerlukan pengambilan tindakan berespons terhadap masalah.


(48)

7. Program komunikasi ke atas yang efektif menggunakan bermacam-macam media dan metode untuk memajukan arus informasi. (dalam Muhammad, 2009:120-121)

II.2.4.4 Bentuk Komunikasi Bawahan Kepada Atasan

Davis dan Newstrom mengidentifikasi beberapa sarana yang dinilai dapat mendorong komunikasi vertikal arus ke atas (upward communication) adalah:

1) Rapat dan pertemuan (meetings) karyawan, diadakan secara periodik, membicarakan berbagai hal mengenai kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapi para karyawan.

2) Kebijaksanaan Pintu Terbuka (Open Door Policies), kebijaksanaan yang mendorong karyawan untuk berinisiasi datang kepada pimpinan mereka untuk membicarakan berbagai hal yang penting dan relevan dengan pekerjaan.

3) Menyediakan Kotak Saran (Box Suggestion) dan penerbitan buletin atau inhouse magazine. Karyawan yang tidak memiliki waktu yang cukup ataupun tidak memiliki keberanian yang cukup, maka media ini dapat menolong mengatasi persoalan yang dihadapinya.

4) Partisipasi dalam kelompok-kelompok sosial yang diadakan perusahaan, guna membangun jalinan komunikasi informal, seperti: olah raga, pertemuan arisan karyawan, rekreasi, dan lain-lain. (dalam Muhammad, 2009:122)

Kedekatan hubungan tersebut membangun relasi interpersonal karyawan yang semakin intensif, akrab, dan jika terus-menerus kondisi ini dipelihara dengan baik, maka akan menjadi budaya komunikasi organisasi yang kondusif, dan akan menghadirkan iklim komunikasi baik pula yang mendorong semakin sehatnya iklim organisasi. Iklim organisasi yang baik pada gilirannya akan memberi pengaruh konstruktif yang luas bagi tingkah laku setiap karyawan dalam organisasi.


(49)

II.2.5 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah: Komunikasi Organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005).

Arus komunikasi dalam organisasi ada 2 yaitu:

1) Arus komunikasi vertikal yang terdiri dari arus komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) dan arus komunikasi dari bawah ke atas (upward communication). Adapun pengertian downward communication adalah komunikasi ini berlangsung ketika orang – orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Sedangkan upward communication sendiri terjadi ketika baawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya.

2) Komunikasi yang berlangsung antara dan di antara bagian ataupun karyawan dalam jenjang atau tingkatan yang sama. Arus komunikasi ini dikenal dengan nama komunikasi horisontal.

Gambar II.2.5

Skema Kerangka Pemikiran Peneliti

1.7 Metodelogi Penelitian

Sumber : Peneliti

Paradigma Konstruktivisme

Organisasi SAPMA PP USU

Komunikasi Organisasi

Arus Komunikasi vertikalnya anggota

kepada pemimpinnya di SAPMA PP USU.


(50)

1) Paradigma Konstruktivisme

Paradigma yang digunakan pada penelitian ini untuk melihat bagaimana konstruksi pemimpin dalam menjalankan komunikasi organisasi pada SAPMA PP USU.

2) Organisasi SAPMA PP USU

Subjek Penelitian atau sumber yang akan diwawancarai oleh peneliti untuk mengetahui komunikasi anggota kepada pemimpinnya begitu juga sebaliknya di SAPMA PP USU.

3) Komunikasi Organisasi

Kegiatan komunikasi organisasi yang dilakukan oleh anggota SAPMA PP USU.

4) Arus Komunikasi anggota kepada pemimpinnya di SAPMA PP USU Pada Komunikasi organisasi akan dilihat bagaimana arus komunikasi vertikalnya.


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Metode Penelitian

Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati suatu masalah dan mencari jawabannya. Dengan kata lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoritis itu sendiri adalah suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain. Sebagaimana perspektif yang merupakan suatu rentang dari yang sangat objektif sehingga sangat subjektif, maka metodologi pun sebenarnya merupakan suatu rentang juga dari yang sangat kuantitatif (objektif) hingga yang sangat kualitatif (subjektif) (Mulyana, 2001:145-146)

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi kualitatif melalui pendekatan deskriptif. Metode dekriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseoraang, lembaga, masyarakat dan lainlain pada saat sekarang berdasarkan fakta – fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1995:63).

III.2 Objek Penelitian

Objek formal yang diteliti dalam penelitian ini adalah Organisasi kepemudaan di Universitas Sumatera Utara yaitu Satuan Mahasiswa dan Pelajar Pemuda Pancasila (SAPMA PP)

III.3 Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Arus Komunikasi Vertikal SAPMA PP USU pada Mahasiswa USU yang merupakan anggota SAPMA PP USU.


(52)

III.4 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Metode wawancara mendalam (in-depth interview)

Esterberg, (dalam Sugiono,2005: 72) mendefenisikan “interview” atau wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide – ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam topik tertentu. Wawancara mendalam secara umum adalah proses keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lain. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan (Bungin, 2009: 108). Selain itu, Stainback, (dalam Sugiyono, 2005:72) mengatakan bahwa dengan wawancara maka peneliti akan mengetahui hal – hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi dimana hal tersebut tidak bisa ditemukan melalui observasi.

2. Observasi

Observasi diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan oleh objek tersebut. Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan pada riset kualitatif. Yang diobservasi adalah interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi antara subjek yang diriset (Kriyantono, 2009:108).

Observasi ini apabila dilihat dari akurasi data yang diperoleh mungkin dapat diandalkan, namun memerlukan waktu yang cukup banyak. Terutama jika objek pengamatan muncul dalam interval waktu yang lama serta berlangsung pada alokasi waktu yang lama pula (Bungin, 2003:116)

William (1973) menyarankan bahwa metodologi penelitian yang diperlukan untuk mengamati komunikasi manusia dari perspektif


(53)

interaksionisme simbolik adalah peneliti mengambil peran sebagai pengamat yang berpartisipasi (participant observer) oleh si peneliti itu sendiri (Fisher, 1990:244).

3. Penelitian Kepustakaan

Studi Kepustakaan (library research),yaitu dengan cara mengumpulkan semua data yang berasal dari literatur serta bahan bacaan yang relevan dengan penelitian ini. Studi kepustakaan dalam penelitian ini menghasilkan berbagai data yang didapatkan dari buku – buku atau sumber bacaan mengenai komunikasi organisasi.

III.4.1. Penentuan Informan

Untuk menentukan subjek yang akan diambil, maka peneliti akan menggunakan purposive sampling, yaitu menggunakan data yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Persoalan utama dalam teknik ini adalah menentukan kriteria, di mana kriteria harus mendukung tujuan riset. Dalam penelitian ini, peneliti memilih anggota yang aktif dari organisasi SAPMA PP USU.

III.4.2. Waktu Penelitian

Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2013-17 Januari 2014.

III.4.3. Keabsahan Data

Keabsahan data dimaksudkan untuk memperoleh tingkat kepercayaan yang berkaitan dengan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian, mengungkapkan dan memperjelas data dengan fakta-fakta aktual di lapangan. Untuk menetapkan keabsahan data, maka dalam penelitian ini akan dilampirkan transkrip wawancara yang telah diverifikasi, diklarifikasi dan telah disetujui oleh para informan.

III.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan dan bahan – bahan lain


(54)

sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data adalah sangat penting, baik itu penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan dan setelah dilapangan. Analisa data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif dan berkelanjutan yang tujuan akhirnya menghasilkan pengertian – pengertian, konsep-konsep dan pembangunan suatu teori baru.

Miles & Huberman mengemukakan “The Most serious and central difficulty in the use of central difficulty in the use of qualitative data is that methods of analysis are not well formulate” yang paling serius dan sulit dalam analisis data kualitatif adalah karena metode analisis belum dirumuskan dengan baik.

Peneliti tidak hanya mengandalkan kemampuan diri dalam menganalisis objek penelitian untuk menganalisis data kualitatif. Dibutuhkan kemampuan-kemampuan yang lebih seperti kepekaan peneliti terhadap segala aspek yang diteliti sehingga akan memudahkan peneliti dalam menganalisis data.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan metode menyusun data yang diperoleh kemudian diinterpretasikan dan dianalisis sehingga memberikan informasi bagi pemecahan masalah yang dihadapi. Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus samapi tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru. Terdapat tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 1992: 16):

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.


(55)

2. Penyajian data

Penyajian data ialah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3. Kesimpulan dan verifikasi

Kesimpulan-kesmipulan itu juga dilakukan verifikasi dengan cara memikir ulang selama penulisan dan tinjauan ulang catatan lapangan. Disini peneliti akan membuat kesimpulan berdasarkan data yang telah diproses melalui reduksi dan penyajian data kemudian ditarik kesimpulan yang disajikan secara naratif.


(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Gambar IV.1

Logo SAPMA PP USU

Sumber: Internet

Satuan Pemuda dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila (PP) Universitas Sumatera Utara (USU) merupakan wadah berhimpunnya para pelajar dan mahasiswa Pemuda Pancasila yang masih menuntut ilmu pengetahuan sesuai dengan jenjang yang sedang ditekuni saat ini. Dinamikanya SAPMA PP sebagai organisasi kemahasiswaan yang secara umum mempunyai tujuan yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera yang dilandasi oleh nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Visi dari SAPMA Pemuda Pancasila:

1) Sebagai wadah pembinaan dan pemberdayaan siswa, pelajar dan mahasiswa di masing-masing tingkatan.


(57)

3) Sebagai lembaga fungsional Pemuda Pancasila dalam wadah berhimpun dan/atau forum komunikasi kepemudaan.

Misi dari SAPMA Pemuda Pancasila:

1) Mempersiapkan kader-kader bangsa untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

2) Melakukan rekruitmen siswa, pelajar dan mahasiswa untuk menjadi anggota Pemuda Pancasila.

3) Melakukan kaderisasi terhadap siswa, pelajar dan mahasiswa. 4) Melakukan kajian intelektual.

Markas Besar dari SAPMA PP USU itu sendiri terdapat di jalan Babura Baru Medan, di tempat tersebut biasanya anggota dan atasan dari SAPMA PP USU berkumpul untuk bermusyawarah dalam menyusun kegiatan-kegiatan organisasi. Tempat tersebut juga tidak hanya dijadikan untuk berkumpul membicarakan organisasi saja melainkan bisa juga berkumpul untuk mempererat ikatan dan hubungan antara anggota dengan atasan.

Gambar IV.1.1

Struktur Organisasi SAPMA PP USU

Sumber: Informan

Ketua SAPMA PP USU

Wakil Ketua 1

Wakil Ketua 2

Ketua Sub Komisariat

Sekretaris Jendral


(58)

Saat ini, SAPMA PP USU masih mempunyai Ketua yaitu Ryan Ramadhan SH. dan juga mempunyai wakil ketua 1 yaitu Bondan Joandre Girsang SH. dan wakil ketua 2 yaitu Ocha Kukuh Wijaya.

IV.2 Hasil

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2013 hingga 17 Januari 2014 dengan cara menemui para anggota Satuan Pemuda dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila (PP) Universitas Sumatera Utara (USU) yang aktif dalam berorganisasi untuk diwawancarai. Telah didapat 8 orang informan yang terdiri dari 4 anggota (bawahan) dan 4 atasan (pemimpin). Penelitian dilakukan terhadap 8 orang informan karena data yang didapatkan dari 8 informan ini dianggap sudah cukup dan jenuh yang artinya penambahan informan lagi tidak memberikan informasi yang baru dan berarti bagi penelitian yang dilakukan. Informan yang dipilih sebagai narasumber adalah anggota SAPMA PP USU yang masih aktif berperan dalam organisasi tersebut. Peneliti menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview), observasi dan studi kepustakaan dengan mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaaan yang relevan dan mendukung penelitian. Pertanyaan yang diajukan adalah tentang bagaimana arus komunikasi vertikal antara anggota dengan atasan begitu juga sebaliknya. Dalam studi kepustakaan, peneliti membaca dan mempelajari buku, skripsi serta jurnal ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini.

Wawancara ini dilakukan di tempat yang berbeda antara informan yang satu dengan informan yang lainnya. Peneliti terlebih dahulu menghubungi informan yang diwawancarai untuk kemudian menyetujui tempat dilakukannya wawancara sesuai dengan keinginan informan tersebut. Wawancara informan 1 dan 4 dilakukan di Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Sumatera Utara (USU), informan 2, 6 dan 8 dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) dan informan 3, 6 dan 7 dilakukan di rumah informan. Pada saat proses wawancara, hambatan yang ditemui adalah lamanya waktu yang dibutuhkan peneliti untuk menunggu datangnya informan ke tempat yang dijanjikan dan agak berisiknya lingkungan tempat dilakukannya wawancara


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

BIODATA PENELITI

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Joy Pramadana Meliala

Nim : 090904121

Tempat/Tgl Lahir : Pekanbaru / 20 Desember 1991 Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Mahasiswa

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl Organ no. 15 B

II. JENJANG PENDIDIKAN

1. SD Santa Maria Pekanbaru 2. SMP Santa Maria Pekanbaru 3. SMA Negeri 9 Pekanbaru 4. Universitas Sumatera Utara

III. KELUARGA

1. Ayah : Yantek Sembiring Meliala

2. Ibu : Laporta Tarigan

3. Abang : Eddy Putra Meliala SH.