Kekerasan Konflik Dan Kekerasan A. Konflik

A. Coser melihat katup penyelamat itu sebagai jalan keluar yang dapat meredakan permusuhan antara 2 pihak yang berlawanan. Secara umum, ada 3 macam bentuk pengendalian konflik: • Konsiliasi, pengendalian konflik yang dilakukan dengan melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan diskusi dan pengambilan keputusan yang adil di antara pihak-pihak bertikai. • Mediasi, pengendalian yang dilakukan apabila kedua pihak yang berkonflik sepakat untuk menunjuk pihak ketiga sebagai mediator. • Arbitrasi, pengendalian yang dilakukan apabila kedua-belah pihak yang berkonflik sepakat untuk menerimaterpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik. http:www.scribd.comdoc24472806Sosiologi-Konflik-Kekerasan diakses pada 20 Desember 2011

B. Kekerasan

Kaum muda jaman sekarang hidup di dalam masa globalisasi. Ada dua sifat menonjol dalam masa ini, yaitu keterbukaan dan kebebasan. IPTEK yang berkembang dengan begitu pesat membuat dunia yang tadinya tampak luas kini terasa sempit. Fenomena alam yang tadi dianggap magis kini terkuak dan bisa dijelaskan secara logis. Arus informasi dari yang ideal dan luhur hingga yang bejat dan porno dapat diakses oleh kaum muda dengan mudah. Kebebasan juga cenderung berlebihan sekarang. Puluhan media masa lahir, dari yang bermutu tinggi hingga yang hanya mengandalkan gambar wanita berpakaian minim. Jalan dialog damai ditinggalkan, jalan pintas yaitu demonstrasi terjadi di mana-mana. Dalam masa ini, batas-batas tertentu, kebebasan diperlukan, namun, ketika kebebasan diartikan sebagai kebebasan tanpa batas, demokrasi menjadi anarkis, kedisiplinan diremehkan, nilai kebebasan Universitas Sumatera Utara jatuh. Di sisi lain, kaum muda ini belum memiliki pegangan moral yang kuat untuk menyaring informasi dan mengolah kebebasan itu. Karenanya, berbagai informasi dan pemenuhan kebutuhan yang negatif dengan mudah meracuni mereka. Budaya kekerasan yang diexpose oleh berbagai media dengan mudah berakar dalam diri mereka. Inilah titik tolak munculnya benih-benih budaya kekerasan yang akan mereka wujudkan dalam tawuran, misalnya. Jika keseluruhan analisis di atas dirangkum, semuanya mengarah pada jiwa-jiwa yang gelisah. Gelisah karena perubahan psikologis yang belum pernah dialami sebelumnya; membingungkan sekaligus menegangkan. Gelisah karena menyadari faktor-faktor sosiologis yang kini amat terasa dalam kehidupannya. Tindak kekerasan tak pernah diinginkan oleh siapapun, apalagi di lembaga pendidikan yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara edukatif. Namun tak bisa ditampik, di lembaga ini ternyata masih sering terjadi tindak kekerasan. Di Surabaya, seorang guru oleh raga menghukum lari seorang siswa yang terlambat datang beberapa kali putaran. Tapi karena fisiknya lemah, pelajar tersebut tewas. Dalam periode yang yang tidak berselang lama, seorang guru SD Lubuk Gaung, Bengkalis, Riau, menghukum muridnya dengan lari keliling lapangan dalam kondisi telanjang bulat. Dan contoh lainnya seperti seorang pembina pramuka bertindak asusila terhadap siswinya saat acara kemping. Selain hal tersebut, banyak lagi kasus kekerasan pendidikan masih mewarnai wajah pendidikan kita.Dalam melihat fenomena ini, beberapa analisa bisa diajukan: pertama, kekerasan dalam pendidikan muncul akibat adanya pelanggaran yang disertai dengan hukuman, terutama fisik. Jadi, ada pihak yang melanggar dan pihak yang memberi sanksi. Bila sanksi melebihi batas atau tidak sesuai dengan kondisi pelanggaran, maka terjadilah apa yang disebut dengan tindak kekerasan. Tawuran antar pelajar atau mahasiswa merupakan contoh kekerasan ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera ataupun matinya orang lain, Universitas Sumatera Utara atau yang menyebabkan kerusakan fisik ataupun barang orang lain. Menurut N.J. Smelser, ada 5 lima tahap kerusuhan massal. Kelima tahap itu berlangsung secara kronologis dan tidak dapat terjadi 1 atau 2 tahap saja. Tahap-tahap tersebut adalah: 1. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan yang disebabkan oleh struktur sosial tertentu. 2. Tekanan sosial, yaitu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan ini tidak cukup menimbulkan kerusuhan atau kekerasan, tetapi juga menjadi pendorong terjadinya kekerasan. 3. Berkembangnya suatu perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa yang memicu terjadinya kekerasan. 4. Mobilisasi untuk beraksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasi diri untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan terjadinya kekerasan. 5. Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti misalnya aparat keamanan untuk mengendalikan, menghambat dan mengakhiri kekerasan. Berikut ini merupakan tiga teori tentang kekerasan yang telah dikenal secara luas. 1. Teori Faktor Individual Beberapa ahli berpendapat bahwa setiap perilaku kelompok,termasuk perilaku kekerasan, selalu berawal dari perilaku individu. Faktor penyebab dari perilaku kekerasan adalah faktor pribadi dan faktor sosial. Faktor pribadi meliputi kelainan jiwa. Faktor yang bersifat sosial antara lain konflik rumah tangga, faktor budaya dan faktor media massa. 2. Teori Faktor Kelompok Universitas Sumatera Utara Individu cenderung membentuk kelompok dengan mengedepankan identitas berdasarkan persamaan ras, agama atau etnik. Identitas kelompok inilah yang cenderung dibawa ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Benturan antara identitas kelompok yang berbeda sering menjadi penyebab kekerasan. 3. Teori Dinamika Kelompok Menurut teori ini, kekerasan timbul karena adanya deprivasi relatif yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat. Artinya, perubahan-perubahan sosial yang terjadi demikian cepat dalam sebuah masyarakat tidak mampu ditanggap dengan seimbang oleh sistem sosial dan masyarakatnya. Adapun yang menjadi 3 tiga syarat agar konflik tidak berakhir dengan kekerasan: 1. Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus menyadari akan adanya situasi konflik di antara mereka. 2. Pengendalian konflik-konflik tersebut hanya mungkin bisa dilakukan apabila berbagai kekuatan sosial yang saling bertentangan itu terorganisasi dengan jelas. 3. Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus mematuhi aturan-aturan main tertentu yang telah disepakati bersama. Universitas Sumatera Utara BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dokumen yang terkait

Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita Di Kampus Universitas Sumatera Utara)

0 52 117

Fenomena Tawuran Antar-Mahasiswa (Studi Deskriptif Pada Mahasiswa/i Universitas Sumatera Utara)

2 78 75

Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara (Studi Deskriptif Kualitataif Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara)

4 91 149

Arus Komunikasi Vertikal Pada Organisasi Sapma Pemuda Pancasila USU (Studi Deskriptif Kualitatif Arus Komunikasi Vertikal Pada Organisasi Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila Universitas Sumatera Utara)

3 83 111

Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita Di Kampus Universitas Sumatera Utara)

0 1 28

Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita Di Kampus Universitas Sumatera Utara)

0 0 7

Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita Di Kampus Universitas Sumatera Utara)

0 1 14

Path Dan Pengungkapan Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Media Sosial Path sebagai Sarana Pengungkapan Diri Mahasiswa Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara)

0 0 37

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Fenomena Tawuran Antar-Mahasiswa (Studi Deskriptif Pada Mahasiswa/i Universitas Sumatera Utara)

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN - Fenomena Tawuran Antar-Mahasiswa (Studi Deskriptif Pada Mahasiswa/i Universitas Sumatera Utara)

0 0 8