8 1.
Bagaimana proses dan hasil pengembangan peradiotim untuk memfasilitasi siswa MTsLB-A Yaketunis Yogyakarta dalam belajar IPS
materi bentuk muka bumi? 2.
Bagaimana kelayakan media audio-peta timbul untuk memfasilitasi siswa tunanetra MTsLB-A Yaketunis Yogyakarta dalam belajar IPS materi
bentuk muka bumi? 3.
Bagaimana efektivitas peradiotim dalam meningkatkan prestasi belajar siswa tunanetra di MTsLB-A Yaketunis Yogyakarta.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah: 1.
Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses dan hasil pengembangan peradiotim yang untuk memfasilitasi siswa MTsLB-A Yaketunis
Yogyakarta dalam belajar IPS materi bentuk muka bumi. 2.
Untuk menguji tingkat kelayakan perangkat media audio-peta timbul untuk memfasilitasi siswa tunanetra MTsLB-A Yaketunis Yogyakarta
dalam belajar IPS materi bentuk muka bumi. 3.
Untuk menguji efektivitas peradiotim dalam meningkatkan prestasi belajar siswa tunanetra di MTsLB-A Yaketunis Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang teknologi pendidikan
anak berkebutuhan khusus, terutama dalam pengembangan perangkat media audio peta timbul materi bentuk muka bumi.
9 2.
Manfaat Praktis a.
Bagi peserta didik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menfasilitasi siswa tunanetra
MTsLB-A Yaketunis Yogyakarta dalam belajar IPS materi bentuk muka bumi.
b. Bagi guru
Sebagai alat bantu mengajar mata pelajaran IPS MTsLB-A materi bentuk muka bumi.
c. Bagi kepala sekolah
Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam penggunaan media audio peta timbul materi bentuk muka bumi.
G. Spesifikasi Produk
Spesifikasi produk yang diharapkan pada pengembangan ini adalah peta timbul yang dilengkapi audio sehingga memunculkan suara yang
nantinya suara tersebut menjelaskan mengenai permukaan yang dipegang oleh siswa tunanetra, dengan spesifikasi sebagai berikut:
1. Produk berupa alat peraga terbuat dari bahan kaca berserat fiberglass
anyam yang dilengkapi dengan berbagai macam bentuk permukaan bumi yang menonjol.
2. Bentuk media dibuat dengan dataran tinggi dan gunung lebih menonjol
dibandingkan dataran rendah dan pantai. 3.
Menggambarkan bentuk permukaan yang sangat halus dengan kontur yang enak untuk diraba oleh anak tunanetra dan tentunya aman saat dipakai oleh
10 siswa.
4. Terdapat kepingan discmodulreceiver MP3 guna menyimpan suara,
ketika tombolbutton di sekitar kotak ditekan akan keluar suara yang menjelaskan nama permukaan yang dipegang oleh peserta didik, sehingga
guru tidak harus ikut menerangkan dan menjelaskan bentuknya. 5.
Seluruh rangkaian dan komponen elektronika terdapat dibawah media peta timbul ditempatkan di dalam kotak berukuran 50 cm
40 cm. 6.
Produk media audio peta timbul ini hanya mengangkat materi bentuk muka bumi mata pelajaran IPS untuk SMPLB.
H. Pentingnya Pengembangan
Penggunaan media pembelajaran sebagai sumber belajar merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan penbelajaran. Lebih-lebih pada media
yang memungkinkan untuk memberikan peningkatan motivasi dan merangsang siswa tunanetra untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar.
Materi bentuk muka bumi dalam mata pelajaran IPS yang memerlukan pemahaman secara mendalam dalam mempelajarinya. Apabila disampaikan
melalui metode ceramah saja sangat tidak efektif, terlebih lagi bagi siswa penyandang tunanetra yang sangat sulit memahami apabila guru hanya
menggunakan tulisan Braille dan ceramah, ini membuat siswa akan semakin bosan dan yang tidak paham akan tertinggal jauh.
Belajar dari keterbatasan media dan sumber belajar menjadikan proses belajar anak tunanetra sangat kurang efektif dan efisien dan tidak bervariasi.
11 Untuk mengatasi permasalahan tersebut pengembang media audio peta timbul
ini memiliki unsur penting dalam memfasilitasi belajar siswa tunanetra, yakni: 1.
Memberikan kemudahan dalam belajar bagi siswa tunanetra dengan menyediakan alternatif belajar dengan media audio peta timbul yang
berfungsi mengatasi keterbatasan sumber belajar. 2.
Bermanfaat sebagai informasi mengenai cara meningkatkan keaktifan siswa tunanetra dalam belajar IPS materi Bentuk Muka Bumi
3. Menambah pemahaman siswa tunanetra dalam mencerna materi bentuk
muka bumi dalam pembelajaran mata pelajaran IPS
I. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
1. Asumsi dalam penelitian pengembangan perangkat media audio-peta
timbul ini sebagai berikut: a.
Media pembelajaran ini dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran
pada siswa agar lebih menumbuhkan minat serta motivasi belajar. b.
Peradiotim ini mampu mengembangkan imajinasi siswa dan sangat kuat mempengaruhi emosi siswa.
c. Peradiotim dapat meningkatkan minat dan perhatian siswa sehingga
mampu membangkitkan motivasi belajar. d.
Peradiotim dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu dan menghadirkan objek yang secara fisik tidak dapat dipersepsi secara
visual oleh siswa MTsLB-A.
12 2.
Batasan Pengembangan Dalam penelitian pengembangan peradiotim ini peneliti memiliki
batasan dalam pengembangan sebagai berikut : a.
Pengembangan ini hanya terbatas pada satu mata pelajaran yaitu IPS untuk MTsLB-A dengan pokok bahasan bentuk muka bumi. Untuk
aspek lain masih diperlukan pengembangan lebih lanjut. b.
Uji coba pengembangan terbatas, utama, dan operasional di lakukan d MTsLB-A Yetunis Yogyakarta. Sehingga pengembangan media audio
peta timbul ini hanya berdasarkan hasil uji coba. c.
Pengembangan dilakukan menyesuaikan kondisi waktu dan biaya yang ada karena pengembangan yang benar-benar sempurna memerlukan
waktu dan biaya yang tidak sedikit.
J. Definisi Operasional
Pengembangan peradiotim bentuk muka bumi mata pelajaran IPS adalah suatu prosedur mengembangakan media pembelajaran IPS yang
diharapkan dapat membantu siswa tunanetra MTsLB-A Yaketunis Yogyakarta untuk memudahkan dalam kegiatan belajar. Identifikasi istilah yang tertuang
dalam judul penelitian ini perlu mendapatkan batasan agar tidak menimbulkan pemahaman dan prinsip yang berbeda dan sekaligus memberikan panduan
yang jelas. Adapun istilah-istilah yang dibatasi sebagai berikut : 1.
Pengembangan Merupakan suatu proses spesifikasi desain kedalam suatu bentuk
fisik tertentu. Bentuk fisik yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa
13 media audio peta timbul yang mengangkat materi bentuk muka bumi dari
mata pelajaran IPS untuk siswa tunanetra MTsLB-A Yaketunis Yogyakarta.
2. Media audio
Media ini menggunakan indera pendengaran. Pesan yang disampaikan dituangkan melalui lambang-lambang auditif baik verbal ke
dalam kata-kata atau bahasa lisan maupun non verbal. Dalam media audio peta timbul ini menggunakan jenis media audio perekam pita magnetic
tape recorder. 3.
Karakteristik anak tunanetra MTsLB-A Seorang anak tunanetra menggunakan perabaan sebagai sebuah
bentuk interaksi guna memperoleh pemahaman suatu konsep. Perabaan yang dilakukan adalah dengan indera perabaan dan pendengaraan guna
memperoleh informasi, tapi masih seringkali mengalami kesalahan karena keterbatasan informasi yang kurang atau bahkan salah informasi.
4. Materi IPS bentuk muka bumi
Mata pelajaran IPS adalah mata pelajaran yang memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Dalam mata pelajaran Geografi
materi yang diangkat dalam penelitian ini yaitu materi bentuk muka bumi menggunakan gambaran taktual berbasis multimedia sehingga siswa
tunanetra lebih mudah dalam mempelajarinya dan memahami. Materi tersebut disesuaikan dengan mata pelajaran IPS MTsLB-A.
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pendidikan Anak Tunanetra
1. Pengertian Anak Tunanetra
Anak yang mengalami hambatan penglihatan dikenal dengan istilah anak tunanetra. Hallahan, Kauffman, Pullen 2009, 380-381
mengemukakan mengenai definisi tunanetra yaitu: Visual imperiment has a two clasification. Legally Blind and Low
Vision. Legally Blind is a person who has visual acuity of 20200 or less in the better eye even with correction e.g., eyeglasses or
has a field of vision so narrow that its widest diameter subtends an angular distance no greater than 20 degrees. According to the
legal classification system, low vision is a person who have visual acuity falling between 2070 and 20200 in the better eye with
correction.
Jadi, menurut pendapat di atas orang yang mengalami gangguan penglihatan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu buta legal dan low vision.
Buta legal adalah kondisi seseorang yang hanya memiliki visus penglihatan kurang lebih 20200 atau kurang pada mata yang lebih baik
walaupun dibantu dengan koreksi penglihatan misal dengan kacamata, atau orang yang hanya memiliki lantang pandang begitu sempit yaitu
memiliki diameter terpanjang tidak lebih dari 20 derajat. Berdasarkan sistem klasifikasi resmilegal, low vision yaitu kondisi seseorang
mempunyai ketajaman penglihatan yang baik berada diantara visus 2070 hingga 20200 pada.
Visus 2070 bermakna jarak penglihatan benda yang seharusnya oleh mata normal dapat dilihat dengan jarak 70 feet, hanya dapat dilihat