PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIO CERDIKTERA TERHADAP PEMAHAMAN KARAKTER TOLERASI DAN PEDULI SOSIAL PADA MATA PELAJARAN PKN BAGI SISWA TUNANETRA KELAS VIIIA MTSLB YAKETUNIS.

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIO CERDIKTERA TERHADAP PEMAHAMAN KARAKTER TOLERASI DAN

PEDULI SOSIAL PADA MATA PELAJARAN PKN BAGI SISWA TUNANETRA KELAS VIIIA

MTSLB YAKETUNIS

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Wiwiet Sukmawati NIM. 11105241031

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

PERSETUJUATI

Skripsi yang

berjudul '?ENGARUH PENGGI-INAAN

MEDIA

AUDIO

CERDIKTERA TERHADAP PEMAHAAMAN KARAKTER TOLERANSI

DAN

PEDI,]LI SOSIAL PADA

MATA

PELAJARAhI PKN

BAGI SISWA

TUNAIiETRA KELAS VIIIA MTSLB YAKETUMS" yang disusun oleh Wiwiet

Sukmawati,

NIM

11105241031

ini telah disetujui

oleh pembimbing untuk diujikan.

23 Jtmi 2015 Menyetujui,

DosenPembimbing

. Pd.


(3)

ST}RAT PEnI{YATAAI\T

Dengan ini saya menyatakan bahwa stxipsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya atau pendapat yang ditulis atau

diterbitkan orang lain dengan mengikuti tata

penulisan karya ilmj

Tanda tangan adalah asli.

Jika tidak

hdkuhya

pada periode

Agustus 2015 menyatakan

rifli$

Wiwiet Sukmawati NrM r1105241031


(4)

(5)

v MOTTO

Sesungguhnya berprasangka baik pada Allah adalah termasuk sebaik-baiknya

ibadah”

(HR. Abu Daud)

“Karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya

bersama kesulitan ada kemudahan. Maka jika engkau sudah berhasil tetaplah

tabah dan bekerja keras”

(Al-Insyiroh 5-7)

“Bolehlah jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal i

a amat baik bagimu.

Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagumu.

Allah Maha Mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”

(Al-Baqarah:216)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas terselesaikannya karya ini dengan penuh pengorbanan, kesabaran, dan keihlasan. Karya ini penulis persembahkan kepada:

1. Bapak dan ibu 2. Simbah buyut 3. Keempat simbahku 4. Adikku Anggit Febriawan


(7)

vii

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIO CERDIKTERA TERHADAP PEMAHAMAN KARAKTER TOLERANSI DAN

PEDULI SOSIAL PADA MATA PELAJARAN PKN BAGI SISWA TUNANETRA KELAS VIIIA

MTSLB YAKETUNIS Oleh

Wiwiet Sukmawati NIM. 11105241031

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media audio Cerdiktera terhadap pemahaman karakter toleransi dan peduli sosial siswa tunanetra kelas VIIIA di MTsLB Yaketunis Yogyakarta.

Jenis penelitian ini merupakan quasi eksperiment dengan menggunakan one group pre-test post-test design. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas VIIIA MTsLB Yaketunis yang berjumlah dua orang laki-laki dan satu orang perempuan yang dua diantaranya mengalami buta total (total blind) dan satu siswa mengalami low vision. Pengumpulan data dilaksanakan dengan teknik tes hasil belajar dan observasi. Analisis data yang digunakan yaitu statistik non-parametrik dengan tes tanda untuk tes hasil belajar dan hasil observasi dianalisis dengan deskriptif kuantitatif.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa media audio Cerdiktera memiliki pengaruh terhadap pemahaman karakter toleransi dan peduli sosial. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis yang meggunakan tes tanda menunjukkan bahwa p hitung 0,0031 lebih kecil dari p 0,005 dan hasil observasi menunjukan kategori rata-rata baik, sehingga dapat dikatakan bahwa media audio Cerdiktera mempunyai pengaruh terhadap pemahaman konsep karakter bagi siswa tunanetra kelas VIIIA MTsLB Yaketunis. Pemahaman karakter pada siswa ditunjukkan dengan siswa mampu mendeskripsikan, menyebutkan contoh, menjelaskan karakter toleransi dan peduli sosial selama proses pembelajaran menggunakan media audio Cerdiketra. Siswa mampu menerapkan karakter toleransi dan peduli sosial yang sudah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat mencapai aspek pemahaman yang baik dengan mengaplikasikan materi toleransi dan peduli sosial yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.

Kata Kunci: Cerdiktera, pemahaman karakter toleransi dan peduli sosial, siswa tunanetra


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, ridho, hidayah, dan anugerah-Nya, sehingga penuis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Media Audio Cerdiktera (Cerita Pendidikan Karakter untuk Tunanetra) Terhadap Pemahaman Karakter Toleransi dan Peduli Sosial Siswa Tunanetra Kelas VIIIA MTsLB Yaketunis Yogyakarta”.

Keberhasilan yang penulis capai dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menimba ilmu dari awal studi sampai terselesaikannya skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin dalam peneilitan ini serta arahannya.

3. Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan yang telah memberikan ijin penelitian, bimbingan serta arahan demi terselesaikannya skripsi ini.

4. Dr. Christina Ismaniati selaku pembimbing I yang telah berkenan memberikan masukan, saran serta bimbingannya selama proses penyelesaian skripsi ini.


(9)

ix

5. Estu Miyarso, M. Pd. selaku dosen pembimbing II yang telah berkenan memberikan masukan, saran, serta bimbingannya selama proses penyelesaian skripsi ini.

6. Dr. Ishartiwi selaku penguji utama dalam skripsi yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen TP yang telah memberikan ilmu dna pengalaman selama perkulihan sebagai bekal penulis dimasa yang akan datang.

8. Aristo Rahadi, M. Pd. selaku kepala Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan (BPMRP) yang telah berkenan memberikan ijin penulis menggunakan media produksi BPMRP untuk diteliti.

9. Windah Nur Hidayati, S. IP., M. A., dan Sunarto, S. Pd., selaku tim pengkaji dan perancang media audiodi BPMRP yang telah mengusulkan penulis untuk menggunakan media audio produksi BPMRP sebagai media penelitian serta saran, kritikan, masukan dan bimbingan demi kebaikan skripsi ini.

10.Lusila Andriani, M. Hum., dosen Filsafat dan Sosiologi Pendidikan selaku ahli materi pendidikan karakter yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran yang berarti terhadap instrumen penelitian yang digunakan dalam skripsi ini.

11.Agus Suryanto, S. Ag., M. Pd. I. Selaku kepala MTsLB Yaketunis Yogyakarta yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian ini.


(10)

x

12.Rini Setyani, S. Pd. selaku guru Pendidikan Kewarganegaraan kelas VIII MTsLB Yaketunis Yogyakarta, yang telah banyak memberikan bantuan dan kerjasama dalam pelaksanaan penelitian ini.

13.Siswa kelas VIIIA MTsLB Yaketunis Yogyakarta, yang telah membantu peneliti dalam proses pengambilan data.

14.Teman-teman seperjuangan di Prodi TP angkatan 2011

15.Sahabat-sahabatku yang selalu setia mengingatkan dan menjadi penyemangat saat penulis menyelesaikan skripi ini.

16.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal baik dan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan pada umumnya dan bagi para pembaca atau pengguna khususnya.

Yogyakarta, Agustus 2015


(11)

xi DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C.Pembatasan Masalah ... 5

D.Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6


(12)

xii BAB II KAJIAN TEORI

A.Pembelajaran untuk Siswa Tunanetra ... 11

1. Pengertian Tunanetra ... 11

2. Masalah Belajar yang Dihadapi Tunanetra... 14

3. Pembelajaran untuk Anak Tunanetra... 15

B. Media Audio untuk Pembelajaran Siswa Tunanetra ... 17

1. Pengertian Media Audio untuk Tunanetra ... 17

2. Tujuan dan Manfaat Media Audio untuk Siswa Tunanetra ... 19

3. Kelebihan dan Kekurangan Media Audio untuk Siswa Tunanetra ... 22

C.Pendidikan untuk Perubahan Karakter ... 29

1. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter ... 29

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter ... 31

3. Strategi dan Metodelogi Pendidikan Karakter dalam Pemahaman Karakter ... 34

4. Prinsip Pembelajaran Karakter bagi Siswa Tunanetra ... 40

D.Pemahaman Konsep Karakter Siswa Tunanetra ... 43

1. Pemahaman Konsep Karakter ... 43

2. Evaluasi Hasil Belajar tentang Pemahaman Karakter Siswa Tunanetra ... 45

E. Pembelajaran Menggunakan Media Audio Cerdiktera... 49

1. Definisi Media Audio Cerdiktera... 49


(13)

xiii

3. Pemanfaatan Media Audio Cerdiktera ... 50

4. Penggunaan Media Audio Cerdiktera bagi Siswa Tunanetra ... 53

G. Landasan Teoritik Penggunaan Media dalam Pembelajaran ... 58

H. Kerangka Berfikir ... 63

F. Hipotesis Penelitian ... 64

BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian ... 65

B.Desain Penelitian ... 65

1. Pretest (Sebelum Perlakuan) ... 66

2. Perlakuan (Treatment) ... 66

3. Post Test (Setelah Perlakuan) ... 70

C.Tempat dan Waktu Penelitian ... 71

1. Tempat Penelitian ... 71

2. Waktu Penelitian ... 71

D.Subyek Penelitian ... 71

E. Variabel Penelitian ... 73

F. Metode Pengumpulan Data ... 74

1. Metode Tes Hasil Beajar ... 74

2. Observasi ... 74

G.Instrumen Penelitian ... 75

1. Tes Pemahaman Karakter ... 75

2. Pedoman Observasi ... 77


(14)

xiv

1. Validasi Instrumen Tes Hasil Belajar dan Instrumen Observasi ... 81

2. Validasi Media ... 82

I. Teknik Analisis Data ... 82

J. Kriteria Pengaruh Penggunaan Media Audio Cerdiktera ... 84

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 85

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 87

C. Deskripsi Data Penelitian ... 88

1. Deskripsi Data Hasil Pretest Pemahamaan Konsep Karakter Toleransi dan Peduli Sosial ... 88

2. Penerapan Penggunaan Media Audio Cerdiktera pada Pemahaman Konsep Karakter Bagi Siswa Kelas VIIIA MTsLB Yaketunis ... 89

3. Deskripsi Data Hasil Post-test ... 95

4. Perbandingan Skor Pretest dan Post-test ... 98

5. Deskripsi Hasil Observasi Pemahaman Karakter ... 100

D. Uji Hipotesis Penelitian ... 106

E. Pembahasan ... 108

F. Keterbatasan Penelitian ... 111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 112

B.Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 113


(15)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pemahaman Konsep

Karakter Toleransi dan Peduli Sosial ... 46

Tabel 2 Kategori penilaian tes pemahaman konsep karakter toleransi dan peduli sosial ... 48

Tabel 3 Waktu dan Kegiatan Penelitian ... 71

Tabel 4 Daftar Identitas Subyek Penelitian ... 72

Tabel 5 Kisi-kisi tes hasil belajar konsep karakter toleransi dan peduli sosial . 75 Tabel 6 Kategori penilaian tes pemahaman konsep karakter toleransi dan peduli sosial ... 77

Tabel 7 Pedoman Observasi Pemahaman Karakter ... 78

Tabel 8 Kategori Hasil Observasi Karakter Toleransi ... 80

Tabel 9 Kategori Hasil Observasi Karakter Peduli Sosial ... 81

Tabel 10 Pretest Pemahaman karakter ... 89

Tabel 11 Post Test Pemahaman Karakter ... 95

Tabel 12 Perbandingan Pre-test dan post-test ... 98

Tabel 13. Hasil Observasi Karakter Toleransi ... 100

Tabel 14 Hasil Observasi Karakter Peduli sosial ... 103

Tabel 15 Perhitungan Skor ... 106

Tabel 16 Hasil Observasi Akhir Karakter Toleransi ... 107


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pikir... 63

Gambar 2 Desain Penelitian ... 65

Gambar 3 Hasil pre-test dan post-test AR ... 96

Gambar 4 Hasil pre-test dan post-test MR ... 97

Gambar 5 Hasil pre-test dan post-test ON ... 98


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Observasi Awal ... 117

Lampiran 2. Soal Pre-test dan Post-test ... 122

Lampiran 3. Kunci Jawaban Soal Pre-test dan Post test ... 126

Lampiran 4. Jawaban Soal Pretest Subjek ... 127

Lampiran 5. Jawaban Soal Pretest Subjek ... 128

Lampiran 6. Observasi Check list ... 129

Lampiran 7. Hasil Observasi Deskripsi ... 135

Lampiran 8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 143

Lampiran 9. Dokumentasi Proses Pembelajaran ... 160

Lampiran 10. Surat Keterangan Validasi Instrumen Observasi ... 161

Lampiran 11. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ... 162

Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian dari Balai Kota Yogyakarta ... 163

Lampiran 13. Surat Keterangan dari BPMRP ... 164

Lampiran 14. Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah ... 165


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan karakter menurut Ratna Megawati (dalam Dharma Kesuma, 2011:5) adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Wynne (dalam Mulyasa, 2013:5) mengemukakan bahwa pendidikan karakter adalah menandai dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata dan perilaku sehari-hari. Bila ditafsirkan dari pendapat tersebut berarti bahwa pendidikan karakter adalah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata dan perilaku sehari-hari yang dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Usaha untuk mendidik agar dapat menerapkan karakter yang baik bukan berarti usaha mendidik anak yang normal saja akan tetapi semua anak tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus termasuk anak tunanetra.

Tunanetra adalah adanya kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organ mata, baik anatomis atau fisiologis (Purwaka Hadi, 2005: 8). Tunanetra merupakan suatu kondisi adanya kerusakan mata yang terjadi pada seseorang, sehingga indera penglihatan sudah tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya (Tin Suharmini, 2009:30). Dari dua pendapat ahli tersebut dapat ditegaskan bahwa tunanetra adalah terganggunya organ


(19)

2

penglihatan (mata) baik secara anatomis atau fisiologis, sehingga indera penglihatan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pembelajaran untuk siswa tunanetra perlu dilakukan penyesuaian bahan pelajaran, metode pembelajaran, dan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa tunanetra agar materi yang disampaikan dapat dipahami.

Penyesuaian perlu dilakukan terutama di bidang pendidikan karakter bagi siswa tunanetra. Hal tersebut dikarenakan selama ini mereka “terpaksa” mengikuti pembelajaran umum yang menggunakan metode dan media yang sama dengan yang digunakan untuk siswa normal, misalnya dengan memakai buku paket biasa.

Siswa tunanetra perlu memahami suatu konsep dasar sebagai prasyarat pemahaman konsep selanjutnya(Ishartiwi, 2009:3). Pemahaman konsep dalam pendidikan karakter harus dijelaskan sesuai dengan konsep nyata di lingkungan sekitar atau melalui contoh sehari-hari. Hal tersebut bertujuan agar siswa mampu memahami karakter-karakter yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran karakter melalui pemahaman konsep dan pembiasaan akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sikap rasa ingin tahu melalui berbagai penjelasan logis kemudian mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Konsep pemahaman yang diajarkan kepada siswa tunanetra harus secara menyeluruh agar bermanfaat bagi kehidupannya sehari-hari.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada tanggal 7 Januari 2015 ditemukan fakta lapangan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam


(20)

3

memahami konsep karakter toleransi dan peduli sosial. Konsep yang dipahami siswa belum sesuai dengan konsep yang benar. Konsep yang selama ini dipahami siswa tunanetra adalah bahwa secara konseptal karakter toleransi adalah tenggang waktu, sedangkan konsep karakter peduli sosial itu sebatas rasa kasihan. Hal ini terungkap dari wawancara dengan guru Pendidikan Kewarganegaraan yang menyatakan bahwa selama ini penjelasan mengenai konsep-konsep karakter diperoleh hanya dari buku paket saja. Belum ada media yang sesuai dengan karakteristik siswa tunanetra yang tersedia di sekolah, sehingga mereka hanya memiliki pemahaman konsep karakter yang sangat terbatas dan belum benar.

Tidak tersedianya media yang sesuai karakteristik siswa tunanetra dimaksud mengakibatkan guru tidak terbiasa menggunakan media lain saat proses pembelajaran karakter selain buku pelajaran cetak. Fakta lapangan pada saat observasi awal penelitian ini menunjukkan bahwa pada saat guru menjelaskan materi karakter toleransi dan peduli sosial hanya menggunakan buku paket “Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan” yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2014. Oleh karena itu, muncul pemikiran tentang perlunya guru menggunakan media lain yang sesuai dengan karakteristik siswa tunanetra untuk membantu menjelaskan konsep karakter toleransi dan peduli sosial melalui konsep nyata atau cerita sehari-hari.

Tidak berfungsinya penglihatan (visual) pada siswa tunanetra menyebabkan keterbatasan kognisi, mobilitas, dan interaksi (Juang Sunanto,


(21)

4

2005:47), sehingga mereka memerlukan pendidikan dan layanan khusus. Guru harus memiliki berbagai pertimbangan dalam menyampaikan informasi pembelajaran sebagai bentuk pendidikan dan layanan khusus bagi siswa tunanetra.

Media audio bisa menjadi pertimbangan guru untuk membantu menyampaikan pembelajaran karakter. Media audio mempunyai kegunaan dalam pembelajaran di antaranya dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar (Nana Sudjana, 2005:129).

Media audio yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Cerita Pendidikan Karakter untuk Tunanetra (selanjutnya disingkat Cerdiktera). Cerdiktera yang berisi cerita sehari-hari tentang pendidikan karakter untuk siswa tunanetra dikembangkan oleh Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan (BPMRP) pada tahun 2014. Dalam pengembangannya oleh BPMRP, Cerdiktera sudah divalidasi oleh ahli materi dan ahli media, kemudian sudah diujicobakan kepada kelompok siswa tunanetra (BPMRP, 2014:15-16).

Dalam penelitian ini dipilih dua program Cerdiktera dengan judul (1) Toleransi, dan (2) Peduli Sosial. Pemilihan kedua program Cerdiktera dimaksud guna membantu siswa tunanetra memahami konsep karakter toleransi dan peduli sosial.

Cerdiktera yang dipilih untuk penelitian ini berisi cerita karakter sehari-hari tentang karakter toleransi dan peduli sosial yang diharapkan mampu mengajak siswa tunanetra untuk mengikuti alur ceritanya, sehingga mereka


(22)

5

mampu memahami karakter yang disajikan dalam media audio tersebut. Suasana dan perilaku saat proses belajar siswa dapat dipengaruhi melalui penggunaan musik dan efek suara yang sesuai, guna mengembangkan daya imajinasi, merangsang partisipasi aktif siswa, dan dapat membantu guru menjelaskan konsep karakter toleransi dan peduli sosial.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Guru kesulitan menjelaskan konsep-konsep pendidikan karakter kepada siswa tunanetra dengan hanya menggunakan buku pelajaran cetak.

2. Siswa tunanetra mengalami kesulitan memahami konsep-konsep materi pendidikan karakter menggunakan buku pelajaran cetak.

3. Siswa tunanetra mengalami kesulitan dalam memahami konsep pendidikan karakter toleransi dan peduli sosial.

4. Media audio sebagai media yang sesuai dengan karakteristik belajar siswa tunanetra dan dibutuhkan untuk mengajarkan pendidikan karakter tidak tersedia di sekolah.

5. Guru belum terbiasa menggunakan media pembelajaran selain buku pelajaran cetak untuk mengajarkan pendidikan karakter pada siswa tunanetra.

C.Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada masalah no satu dan tiga yakni konsep-konsep pendidikan karakter kepada siswa tunanetra yang dijelaskan dengan hanya


(23)

6

menggunakan buku pelajaran cetak mengalami kesulitan dan pemahaman konsep siswa terhadap karakter toleransi dan peduli sosial belum dimaknai siswa sesuai konsep nyata.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah penggunaan media audio Cerdiktera dalam pembelajaran berpengaruh terhadap pemahaman karakter toleransi dan peduli sosial siswa kelas VIIIA MTsLB Yaketunis Yogyakarta?”

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalahnya, maka tujuan penelitian ini adalah “untuk mengetahui pengaruh penggunaan media audio Cerdiktera terhadap pemahamaan konsep karakter toleransi dan peduli sosial pada siswa kelas VIIIA MTsLB Yaketunis Yogyakarta”.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

1) Membantu penyampaian materi pendidikan karakter yang bersifat abstrak menjadi konkret dengan menggunakan media audio Cerdiktera.

2) Belajar mengelola lingkungan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan melalui kelebihan yang dimiliki oleh siswa tunanetra,


(24)

7

sehingga mereka mampu berkembang tidak hanya kognitifnya saja tetapi juga karakternya.

b. Bagi Siswa

1) Membantu siswa dalam pemahaman konsep pendidikan karakter toleransi dan peduli sosial, sehingga siswa mampu mengetahui karakter tersebut dengan baik.

2) Memberikan proses pembelajaran yang menyenangkan ketika disampaikan melalui media audio.

c. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menggunakan sumber belajar yang dirancang khusus untuk pengembangan karakter siswa tunanetra.

2. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan bidang pendidikan anak berkebutuhan khusus, terutama dalam penggunaan media pembelajaran karakter bagi siswa tunanetra.

G.Definisi Operasional

1. Siswa dalam penelitian ini terdapat 1 (satu) siswa mengalami low vision dan 2 (dua) siswa mengalami buta total (total blind) di kelas VIIIA MTsLB Yaketunis Yogyakarta. Siswa yang mengalami low vision adalah AR yang berumur 15 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. ON dan MR adalah siswa yang mengalami tunanetra, ON berusia 15 tahun berjenis kelamin


(25)

8

perempuan dan MR berusia 18 tahun berjenis kelamin laki-laki. Ketiga siswa tersebut tidak mengalami tunaganda (double handicaped) dan mampu membaca dan menulis huruf braille. Siswa mempunyai kemampuan mobilitas yang sangat baik, yaitu mereka dapat membedakan waktu, jadwal pelajaran, bahkan tata ruang.

2. Pemahaman konsep adalah kemampuan seseorang dalam mengartikan atau mengidentifikasi, menyebutkan, menjelaskan, dan mengambil kesimpulan dari materi yang telah diajarkan. Pemahaman konsep karakter toleransi dan peduli sosial adalah kemampuan siswa dalam menjelaskan karakter-karakter yang toleransi dan peduli sosial, menyebutkan manfaat dari karakter toleransi dan peduli sosial, menyebutkan contoh-contoh karakter toleransi dan peduli sosial, dan mengimplementasikan karakter toleransi dan peduli sosial. Data tersebut diambil dengan menggunakan tes hasil belajar yang diberikan kepada siswa melalui media audio Cerdiktera yang diputarkan.

3. Pengaruh penggunaan media adalah perubahan yang timbul akibat dari penggunaan media. Pemilihan media yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui pengaruhnya harus dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran, sesuai dengan karakter yang dimiliki siswa dan ketepatan cara menggunakan media. Pengaruh penggunaan media pada penelitian ini adalah adanya kesesuaian media audio Cerdiktera pada tujuan, yaitu pemahaman karakter toleransi dan peduli sosial. Media Audio Cerdiktera ini sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh siswa tunanetra yang


(26)

9

mengutamakan indera pendengaran. Penggunaan media audio Cerdiktera dengan cara yang tepat dapat mempengaruhi siswa tunanetra menjadi paham mengenai karakter toleransi dan peduli sosial setelah belajar menggunakan Cerdiktera. Media audio Cerdiktera dikatakan memiliki pengaruh dalam penggunaannya apabila hasil skor post-test lebih tinggi dibanding hasil skor pre-test dan hasil observasi siswa mencapai rata-rata baik.

4. Cerdiktera adalah media audio cerita pendidikan karakter untuk tunanetra yang dikembangkan oleh BPMRP Kemendikbud pada tahun 2014 yang dapat dioperasikan dengan mudah menggunakan menggunakan perangkat keras seperti MP3 player, DTB player, komputer, atau handphone. Topik yang dipilih dalam penelitian ini adalah Cerdiktera yang berisi tentang karakter toleransi dan peduli sosial.

5. Langkah-langkah penerapan media audio Cerdiktera pada pembelajaran karakter bagi siswa tunanetra sebagai berikut:

a. Merumuskan tujuan pembelajaran, guru merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa dan tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan hasil observasi awal (assement) siswa

b. Persiapan guru, guru mempersiapkan materi sesuai dengan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), mempersiapkan soal latihan, mempersiapkan media audio Cerdiktera dan perangkat yang


(27)

10

digunakan untuk memutar media audio sebelum pembelajaran dimulai.

c. Persiapan kelas, guru mempersiapkan ruang kelas dengan cara mengajak siswa mengatur posisi tempat duduk melingkar dengan tempat duduk guru agar siswa nyaman untuk kegiatan belajar mengajar menggunakan media audio Cerdiktera.

d. Langkah inti pemanfaatan media dan kegiatan belajar siswa, penyajian pembelajaran menggunakan media audio Cerdiktera pada materi karakter toleransi dan peduli sosial, yaitu siswa diminta mendengarkan penjelasan dari guru tentang materi tersebut, siswa diminta mendengarkan media audio Cerdiktera, siswa diminta menceritakan kembali isi dari media audio Cerdiktera, siswa berdiskusi dengan guru mengenai karakter toleransi yang ada dalam media audio Cerdiktera yang hasilnya dipahami bersama kemudian guru memutar kembali media audio Cerdiktera untuk memastikan bahwa hasil diskusi bersama tesebut benar, sehingga materi pelajaran yang disampaikan dapat dipahami siswa tunanetra.

e. Langkah evaluasi pembelajaran, siswa diminta guru merefleksikan kembali materi yang telah dipelajari dengan cara siswa menjelaskan kembali karakter toleransi dan peduli sosial dikaitkan dengan cerita dalam media audio Cerdiktera sesuai pemahamannya secara bergantian dan guru menambahkan jawaban yang belum lengkap.


(28)

11 BAB II KAJIAN TEORI

A.Pembelajaran untuk Siswa Tunanetra 1. Pengertian dan Karakteristik Tunanetra

“Legally blind is a person who has visual acuity of 20/200 or less in the

better eye even with correction (e.g. eyeglasses) or has a field of vison so narrow that its widest diameter subtends an angular distance no greater than

20 degrees” (Hallahan, Kauffman dan Pullen, 2009:380). Artinya, penyandang tunanetra adalah seseorang yang memiliki ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang dengan mata yang lebih baik meskipun telah dikoreksi dan atau memiliki sudut penglihatan yang sangat sempit tidak lebih besar dari 20 derajat.

Tunanetra adalah adanya kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organ mata, baik anatomis atau fisiologis (Purwaka Hadi, 2005: 8). Tunanetra merupakan suatu kondisi adanya kerusakan mata yang terjadi pada seseorang, sehingga indera penglihatan sudah tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya (Tin Suharmini, 2009: 30).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapar ditegaskan bahwa tunanetra adalah seseorang yang mengalami kerusukan pada organ penglihatan (mata) baik secara anatomis atau fisiologis, sehingga indera penglihatan sudah tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Keterbatasan yang dialami oleh siswa tunanetra tersebut menyebabkan siswa tunanetra membutuhkan pendidikan dan layanan khusus bagi dari segi media


(29)

12

pembelajaran, metodem materi, dan lingkungan belajarnya. Implikasi dalam penelitian ini, yaitu penerapan media pembelajaran yang dapat mengakomodasi kebutuhan siswa tunantera untuk memahami konsep karakter toleransi dan peduli sosial. Siswa yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan siswa tunanetra kelas VIIIA di MTsLB Yaketunis yang mengalami kesulitan pada pemahaman konsep karakter toleransi dan peduli sosial.

Pembelajaran yang diterapkan bagi siswa tunanetra perlu memperhatikan karakteristik siswa tunanetra agar pembelajaran berlangsung secara optimal. Karakteritsik adalah ciri khusus yang dimilik oleh seseorang. Karakteristik siswa dapat dijadikan pertimbangan dalam pemberian pembelajaran begitupula dengan karakteristik siswa tunanetra. Karakteritsik siswa tunanetra menurut Purwoko Hadi (2005 : 49-51) yautu terbagi menjadi karakteritsik fisik dan karakteristik psikis. Karakteristik tunanetra buta yaitu bola mata tidak bergerak, kelopak mata tidak berkedip, dan tidak berekasi terhadap. Sedangkan karakteritsik tunanetra low vison karena masih memiliki sedikit penglihatan biasanya siswa berusaha untuk mencari rangsangan, sehingga kadang terlihat perilaku yang tidak terkontrol. Karakteritsik psikis tunanetra buta yaitu ketidak mampuan menguasai lingkungan jarak jauh membuat anak tunanetra buta sering mengalami ketakutan, kecemasan, pemarah, tidak percaya diri, pasif, mudah putus asa, tidak mandiri, dan sulit menyesuaikan diri. Sedangkan karakteristik tunanetra lowvision, jika berada


(30)

13

diantara anak awas akan merasa rendah diri karena sisa pengelihatannya tidak mampu diperlihatkan sebagai anak awas.

Karakteristik siswa tunanetra menurut Sari Rudiyati (2002:41) adalah siswa tunanetra cenderung mengembangkan rasa curiga terhadap orang lain, mempunyai perasaan mudah tersinggung, mengembangkan verbalisme, mengembangkan rasa rendah diri, suka melakukan adatan (blindsm/mannerism), suka berfantasi, berfikir kritis, dan pemberani.

Menurut Suparno (2007:4.2) siswa tunanetra memiliki lima karakteristik, yaitu segi fisik siswa tunanetra nampak sekali adanya kelainan pada organ penglihatan, segi motorik pada siswa tunanetra adalah kurang mampu melakukan orientasi lingkungan karena hilangnya pengalaman visual pada siswa tunanetra, perilaku siswa tunanetra sering menunjukkan perilaku yang steriotip sehingga menunjukkan perilaku yang tidak semestinya, akademik pada siswa tunanetra sama seperti siswa pada umumnya hanya saja keadaan ketunanetraan berpengaruh pada ketrampilan akademis khususnya menulis dan membaca yang membuat siswa tunantera membutuhakn media pembelajaran yang khusus, yang terakhir adalah pribadi dan sosial. Mengingat tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan menirukan, maka siswa tunanetra sering mempunyai kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa siswa tunanetra mengalami karakteristik diantaranya karakteristik fisik adanya kelainan pada organ penglihatan, kurang mampu melakukan orientasi


(31)

14

lingkungan karena hilangnya pengalaman visual pada siswa tunanetra, cenderung memiliki rasa curiga terhadap orang lain, mempunyai perasaan mudah tersinggung, mengembangkan verbalisme, mengembangkan rasa rendah diri, suka melakukan adatan (blindsm/mannerism), suka berfantasi, sering mengalami ketakutan, kecemasan, pemarah, tidak percaya diri, pasif, mudah putus asa, tidak mandiri, dan sulit menyesuaikan diri

2. Masalah Belajar yang dihadapi Tunanetra

Menurut Sutjihati Soemantri (2012:67) indera penglihatan adalah salah satu indera penting dalam menerima informasi atau pengetahuan yang berada di lingkungan sekitar. Indera penglihat adalah indera yang bersifat abstrak tetap dapat bersifat konkrit dalam memperoleh pengetahuan. Menurut Miller (dalam Purwoko Hadi, 2005: 63) bahwa kebanyakan awal seseorang belajar adalah melalui visual dengan cara meniru apa yang dilihat. Berbeda dengan siswa tunanetra, karena hilangnya indera penglihatan pada tunanetra akan secara otomatis mengaktifkan atau menyadarkan indera-indera lain yang masih berfungsi untuk belajar. Tunanetra dengan kata lain memiliki keterbatasan atau bahkan ketidak mampuan menerima rangsang atau informasi dari luar dirinya melalui indera penglihatan (Sutjihati Soemantri, 2012:68). Kehilangan indera penglihatan ini yang menghambat tunanetra medapatkan informasi yang bisa diproses dalam otak sebagai konsep atau dengan istilah lain bahwa siswa tunanetra mempunyai masalah dalam belajar dikarenakan kehilangan indera penglihat.

Hilangnya penglihatan pada tunanetra berakibat pada pengenalan dengan dunia luar harus melalui proses pengamatan yang dilakukan dengan


(32)

15

indera lain, yaitu indera pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecap. Menurut Tin Suharsimi (2009: 34) bahwa akibat dari hilangnya penglihatan tunanetra, mereka sering mempunyai pengertian yang tidak lengkap terhadap suatu objek. Variasi pengalaman yang diperoleh anak tunanetra tidak selengkap anak awas atau dengan kata lain bahwa siswa tunanetra tidak mempunyai pengertian objek yang konkrit ini berakibat siswa tunanetra tidak mampu memahami dengan sempurna atau bahkan tidak mengerti sama sekali dengan suatu objek. Variasi dalam pembelajaran siswa tunanetra sangat menentukan dalam proses belajar yaitu dalam perkembangan kognitif anak tunanetra, sehingga siswa tunanetra memerlukan bantuan dalam memahami suatu objek melalui bantuan orangtua atau guru awas dengan berbagai metode yang diterapkan.

3. Pembelajaran untuk Anak Tunanetra

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (Mulyana, 2003: 100). Menurut Sari Rudiyati (2002: 35)

“Pembelajaran mempunyai arti sebagai penciptaan sistem lingkungan yang

merupakan seperangkat peristiwa yang diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung, dan memungkinkan terjadinya

belajar”. Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Syaiful Sagala, 2011: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.


(33)

16

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, pembelajaran anak tunanetra adalah proses interaksi guru dan siswa yang menyandang tunanetra dengan lingkungannya secara terprogram dalam desain instruksional, dan atau proses penciptaan sistem lingkungan yang merupakan seperangkat peristiwa yang diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung dan memungkinkan terjadinya anak tunanetra belajar, sehingga terjadi perubahan perilaku anak tunanetra kearah yang lebih baik.

Pembelajaran untuk siswa tunanetra yang diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung dan memungkinkan terjadinya siswa tunanetra belajar salah satunya menggunakan media audio. Media audio digunakan untuk memaksimalkan indera pendengaran yang dimiliki oleh siswa tunanetra untuk belajar, sehingga media audio dianggap sebagai salah satu media yang tepat untuk membantu siswa yang mengalami tunantera dalam memperoleh pengetahuan atau proses belajar.

Siswa dengan gangguan penglihatan mudah sekali memperoleh pengetahuan yang tidak lengkap mengenai banyak hal melalui pengamatan yang serba sebagian (Yozwan Azwadi, 2007:113). Anak-anak dengan gangguan penglihatan harus diberi kesempatan untuk memperoleh pengetahuan mengenai benda, tempat, serta situasi secara untuh untuk mendapatkan pemahaman mendasar mengenai realita, dengan kelebihan yang dimiliki oleh siswa tunanetra yaitu indera pendengaran siswa bisa belajar.


(34)

17

B.Media Audio untuk Pembelajaran Siswa Tunanetra 1. Pengertian Media Audio untuk Tunanetra

Media adalah pembawa informasi dari sebuah sumber dan sebuah penerima (Smaldhino, 2011:7). Menurut Geralch dan Ely (dalam Azhar Arsyad, 2007:3) media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Secara eksplisit Gagne dan Briggs (Azhar Arsyad, 2007:5) mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, antara lain buku, tape recorder, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai, foto, gambar, grafik, bingkai, dan komputer). Menurut AECT media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan informasi (dalam Depdiknas, 2003:10)

Dari definisi di atas dapat ditegaskan bahwa media pembelajaran adalah pembawa informasi berupa buku, tape recorder, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai, foto, gambar, grafik, bingkai, dan komputer yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.

Media pembelajaran mempunyai berbagai macam jenis. Menurut Bretz (dalam Gatot Kuswanto 2012:16) mengklasifikasikan media dalam tujuh kelompok, yaitu: media audio, media cetak, media visual diam, media visual gerak, media audio semi gerak, media semi gerak, media audio visual diam, media audio visual gerak.


(35)

18

Menurut Seel dan Glasgow (dalam Azhar Arsyad, 2004 : 33) kalsifikasi macam media dibagi dalam dua kategori, yaitu:

a. Media Tradisional

1) Visual diam yang diproyeksikan, seperti : proyeksi opaque (tidak tembus pandang), proyeksi overhead, slides, filmstrips. 2) Visual yang tidak diproyeksikan seperti : gambar dan poster,

foto, charts, grafik, diagram, pameran, papan info, papan-bulu. 3) Audio seperti rekaman piringan, pita kaset, reel, catridge. 4) Penyajian multimedia, slides plus suara (tape), multi-image. 5) Visual dinamis yang diproyeksikan seperti film, televisi, video. 6) Cetak seperti buku teks, modul, teks terprogram, workbook,

majalah ilmiah berkala, lembaran lepas (hand out), koran. 7) Permainan seperti teka-teki, simulasi, permainan papan.

8) Realita seperti model, specimen (contoh), manipulatif (peta, boneka).

b. Teknologi Mutakhir

1) media berbasis telekomunikasi seperti telekonferen dan kuliah jarak jauh.

2) Media berbasis mikroposesor seperti computer-assisted instruction, permainan komputer, sistem tutor inteligen, interaktif, hypermedia compact (video) disc.

Menurut Anderson (Gatot Kuswanto, 2012:16) mengelompokkan media menjadi 10 golongan, yaitu : audio, cetak, audio-cetak, proyeksi visual diam, proyeksi audio visual diam, visual gerak, audio visual gerak, obyek fisik, manusia dan lingkungan, dan komputer.

Menurut Nana Sudjana (2005:129) media audio adalah bahan pengajaran yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (pita sura atau pirigan suara), yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar. Media audio adalah media yang berkaitan dengan pendengaran, pesan yang disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal


(36)

19

(kedalam kata-kata/bahasa lisan) maupun non verbal (Arief S. Sadiman, 2006: 49)

Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan oleh penulis bahwa media audio adalah media yang berkaitan pendengaran dalam menyampaikan pesannya sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar.

Sedangkan media audio untuk tunanetra dapat diambil dari intisari tersbut, bahwa media pembelajaran yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan daya imajinasi yang tidak dapat dilihat secara fisik oleh siswa tunanetra.

2. Tujuan dan Manfaat Media Audio untuk Siswa Tunanetra a. Tujuan Media Audio untuk Siswa Tunanetra

MenurutHujair Sanaky (2013:5) tujuan media pembelajaran adalah sebagai alat bantu pembelajaran sebagai berikut: 1) Mempermudah proses pembelajaran di kelas, 2) Meningkatkan efisiensi proses pembelajaran, 3) Menjaga relevansi antara materi pelajaran dengan tujuan belajar, dan, 4) Membantu konsetrasi siswa dalam proses pembelajaran

Sesuai dengan pendapat Hujair Sanaky dapat ditegaskan dan dijelaskan kembali bahwa tujuan media audio pembelajaran untuk siswa tunanetra, adalah:

1) Media audio mempermudah proses pembelajaran dikelas dikarenakan media audio memuat materi yang akan dipelajari


(37)

20

siswa tanpa harus membaca buku braille atau bahkan kadang sekolah tidak mempunyai buku braille dikarenakan buku braille mahal harganya.

2) Meningkatkan efisensi proses pembelajaran

Menggunakan media audio siswa tidak harus membaca buku braille yang membutuhkan waktu lama saat membacanya, sehingga waktu yang digunakan dalam pembelajaran lebih efisein.

3) Menjaga relevansi antara materi pelajaran dan tujuan belajar Menjaga relevansi adalah setiap materi dipelajaran harus ada dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

4) Membantu konsetrasi siswa dalam pembelajaran

Media audio dapat membantu siswa tunanetra dalam berkonsentrasi dikarenakan dalam media audio terdapat musik latar dan efek suara yang dapat membantu konsetrasi.

b. Manfaat Media Audio untuk Siswa Tunanetra

Menurut Hujair Sanaky (2013:5) manfaat media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

1) Pengajaran lebih menarik perhatian siswa sehigga dapat menumbuhkan motivasi belajar,

2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami siswa, serta memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran yang baik,


(38)

21

3) Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata lisan guru, siswa tidak bosan, dan guru tidak kehabisan tenaga

4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan penjelasan dari pengajar saja, tetapi juga aktivitas lain yang dilakukan seperti: mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.

Dari pendapat Sanaky di atas dapat ditarik intisari bahwa media audio untuk tunanetra mempunyai manfaat sebagai berikut:

1) Pengajaran menggunakan media audio lebih menarik perhatian siswa tunanetra sehigga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Pengajaran menggunakan media audio dapat dikatakan lebih menarik perhatian siswa tunanetra dikarenakan dalam media audio terdapat musik latar dan musik efek yang secara tidak langsung dapat membangkitkan atau menumbuhkan motivasi belajar siswa tunanetra.

2) Bahan pengajaran menggunakan media audio akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami siswa tunanetra, serta memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran yang baik. Bahan pengajaran menggunakan media audio akan lebih jelas maknanya jika tidak hanya guru saja yang menjelaskan materi akan tetapi dibantu menggunakan media audio, sehingga dapat lebih dipahami siswa, serta memungkinkan siswa menguasai


(39)

22

tujuan pengajaran yang baik daripada hanya dijelaskan oleh guru saja.

3) Metode pembelajaran menggunakan media audio akan bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata lisan guru saja, siswa tidak bosan dikarenakan ada musik latar dan efek suara, dan guru tidak kehabisan tenaga dikarenakan peran guru diganti atau dibantu oleh media audio.

4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan penjelasan dari pengajar saja, tetapi juga aktivitas lain yang dilakukan seperti berimajinasi tentang materi yang diajarkan, mendengarkan cerita yang ada dalam media audio, mengamati cerita yang disampaikan dalam media audio, dan melakukan apa yang dilakukan oleh media audio untuk tunanetra.

3. Kelebihan dan Kekurangan Media Audio untuk Tunanetra a. Kelebihan Media Audio untuk Tunanetra

Media audio mempunyai enam kelebihan yang membuat pendidik perlu menggunakannya dalam kegiatan pembelajaran (Andi Prastowo, 2012:268). Keenam kelebihan tersebut adalah sebagai berikut:

1) materi pelajaran dalam media audio sudah tetap, terpatri, dan dapat direproduksi kembali dengan konten yang sama.


(40)

23

2) Produksi dan reproduksi media audio sangat ekonomis, serta mudah dalam pendistribusian kepada calon pengguna.

3) Peralatan dalam media audio termasuk media yang paling murah harganya dibandingkan dengan media audiovisual.

4) Dengan berbagai teknik perekaman audio, bentuk-bentuk pengajaran terprogram dapat digunakan untuk pengajaran mandiri, memungkinkan setiap siswa belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing, serta memberikan penguatan dan pengetahuan dengan penampilan langsung. Selain itu siswa dapat belajar dirumah dengan menggunakan media audio tidak hanya disekolah.

5) Dalam bentuk program pengajaran mandiri yang canggih, sudah ada peralatan yang dapat menyelaraskan visual dengan program dalam media audio yang terekam, serta tersedia juga alat yang dapat berhenti sendiri. Sehingga, siswa berkesempatan untuk berinteraksi dengan program tersebut, kemudian melanjutkan program jika sudah siap. Media audio memudahkan siswa mengulangi materi-materi yang belum jelas dengan menggunakan bentuk program yang disediakan dalam media audio.

6) Suasana dan perilaku saat proses belajar siswa dapat dipengaruhi melalui penggunaan musik latar belakang dan efek suara.


(41)

24

Menurut Arief. S. Sadiman (2006:50) kelebihan media audio, adalah: 1) variasi program dalam media audio lebih banyak daripada

program TV dan harga media audio lebih murah dibandingkan dengan media lain;

2) sifatnya mudah untuk dipindahkan (mobile). Radio dapat dipindahkan dari satu ruang ke ruang lain sehingga memudahkan siswa untuk belajar dimanapun;

3) media audio dapat diputar lagi sesuka hati siswa jika terdapat materi yang belum jelas;

4) media audio dapat mengembangkan daya imajinasi pada siswa dikarenakan di media audio hanya menggunakan suara saja tanpa ada gambar sheingga merangsang imajinasi pada siswa; 5) dapat merangsang partisipasi aktif pendengar. Sambil

mendengarkan siswa boleh menggambar, menulis, melihat peta, menyanyi ataupun menari. Dengan hal itu siswa tidak akan bosan dalam proses pembelajaran;

6) media audio dapat memusatkan perhatian siswa pada kata-kata yang digunakan, pada bunyi dan artinya;

7) Media audio cocok dan tepat untuk mengajarkan siswa pembelajaran musik dan bahasa;

8) Media audio dapat mengajarkan hal-hal tertentu secara lebih baik bila dibandingkan dengan jika dikerjakan oleh pendidik, antara lain: media audio dapat membantu mengatasi masalah


(42)

25

kekurangan pendidik yang layak dan mampu untuk mengajar dengan baik dan pembelajaran melalui media audio bisa lebih bermutu baik dari segi ilmiah maupun metodis. Ini mengingat pendidik-pendidik kita jarang yang mempunyai waktu dan sumber-sumber untuk mengadakan penelitian dan menambah ilmu, sehingga bisa dibayangkan bagaimana mutu pelajarannya dalam megajar siswa.

Dari uraian di atas dapat diambil intisari, bahwa kelebihan media audio untuk tunanetra adalah: 1) Suasana dan perilaku saat proses belajar siswa dapat dipengaruhi melalui penggunaan musik latar belakang dan efek suara; 2) media audio dapat mengembangkan daya imajinasi pada siswa dikarenakan di media audio hanya menggunakan suara saja tanpa ada gambar sheingga merangsang imajinasi pada siswa; 3) dapat merangsang partisipasi aktif pendengar. Sambil mendengarkan siswa boleh menggambar, menulis, melihat peta, menyanyi ataupun menari. Dengan hal itu siswa tidak akan bosan dalam proses pembelajaran; 4) sifatnya mudah untuk dipindahkan (mobile). Radio dapat dipindahkan dari satu ruang ke ruang lain sehingga memudahkan siswa untuk belajar dimanapun; 5) media audio dapat diputar lagi sesuka hati siswa jika terdapat materi yang belum jelas


(43)

26

b. Kekurangan Media Audio untuk Tunanetra

Menurut Nana Sudjana (2005:131) ada lima kelemahan yang ada media audio, diantaranya:

1) Media audio memerlukan suatu pemusatan pengertian, sehingga pengertiannya harus didapat dengan cara belajar yang khusus agar tidak menimbulkan salah persepsi.

2) Media audio yang menampilkan simbol digit dan analog dalam bentuk auditif adalah abstrak atau tidak jelas, sehingga pada hal-hal tertentu memerlukan bantuan pengalaman visual. 3) Karena abstrak media audio, tingkatan pengertiannya hanya

bisa dikontrol melalui tingkatan penguasan perbendaharaan kata-kata atau bahasa, serta susunan kalimat yang dimiliki oleh siswa.

4) Media audio hanya akan mampu melayani secara baik bagi mereka yang sudah mempunyai kemampuan dalam berpikir abstrak.

5) Media audio yang terdapat ungkapan perasaan atau simbol analog lainnya dalam bentuk suara harus disertai dijelaskan dengan perbedaharaan pengalaman analog kepada si penerima. Bila tidak disertai perbendaharaan pengalama bisa terjadi mengertian dan bahkan kesalah pahaman.

Menurut Wijaya (dalam Andi Prastowo, 2012:271) kelemahan adalah sebagai berikut:


(44)

27

1) Pendengar memiliki pilihan untuk kemungkinan mendengarkan terus atau mematikan media audio (penerima). Hal ini akan bergantung pada perhatian pendengar terhadap suatu program siaran yang disajikan apakah menarik perhatian atau tidak;

2) Daya ingat manusia tidak bisa menangkap terlalu banyak informasi dalam satu waktu, sehingga waktu siaran untuk satu program dibatasi agar tidak terlalu lama dan informasi dapat diterima pendengar dengan baik;

3) Media audio adalah alat komunikasi satu arah, sehingga materi siaran harus sederhana untuk bisa dipahami oleh kebanyakan pendengar jika materi siaran tidak sederhana penerima akan kesulitan untuk memahami materi yang disiarkan;

4) Kecepatan penyajian pesan harus sesuai dengan kecepatan daya tangkap pendengar;

5) Kebanyakan siswa belajar melalui saluran penglihatan atau visual. Oleh karena itu, media audio harus bisa memvisualisasikanmateri dalam bentuk suara-suara;

6) Segala arti dan pengertian disampaikan melalui saluran pendengaran (suara) atau berbentuk audio;

7) Setiap pendengar beranggapan hanya berkomunikasi dengan media audio. Oleh karenanya, media audio harus dapat berbicara dengan seseorang secara individual;


(45)

28

8) Beberapa hambatan dan rintangan lain secara teknik-mekanis, bahasa dan noise dalam proses pendengaran media audio. Menurut uraian di atas dapat diambil inti sari, bahwa kekurangan media audio untuk tunanetra adalah:

1) Media audio memerlukan suatu pemusatan pengertian, sehingga pengertiannya harus didapat dengan cara belajar yang khusus agar tidak menimbulkan salah persepsi. Padahal siswa tunanetra hanya bisa belajar dengan menggunakan media audio atau media taktil selain itu siswa tunanetra tidak bisa belajar menggunakan media apapun seperti siswa awas.

2) Media audio yang menampilkan simbol digit dan analog dalam bentuk auditif adalah abstrak atau tidak jelas, sehingga pada hal-hal tertentu memerlukan bantuan pengalaman visual padahal-hal siswa tunanetra tidak mempunyai pengalaman visual seperti siswa awas.

3) Daya ingat manusia bukan siswa tunanetra saja akan tetapi siswa awas tidak bisa menangkap terlalu banyak informasi dalam satu waktu, sehingga waktu siaran untuk satu program dibatasi agar tidak terlalu lama dan informasi dapat diterima pendengar dengan baik.

4) Media audio adalah alat komunikasi satu arah, sehingga materi siaran harus sederhana untuk bisa dipahami oleh kebanyakan pendengar jika materi siaran tidak sederhana penerima akan


(46)

29

kesulitan untuk memahami materi yang disiarkan. Dikarenakan siswa tunanetra tidak mempunyai pengalaman visual seperti siswa awas sehingga kalimat yang rumit akan susah diterima oleh siswa tunanetra.

5) Kecepatan penyajian pesan harus sesuai dengan kecepatan daya tangkap siswa tunanetra karena siswa tunanetra berbeda dengan siswa awas.

6) Setiap pendengar beranggapan hanya berkomunikasi dengan media audio. Oleh karenanya, media audio harus dapat berbicara dengan seseorang secara individual.

C.Pendidikan Karakter bagi Siswa Tunanetra 1. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter

a. Pengertian Karakter

Menurut Winnie (dalam Fatchul Mu’in, 2011: 160) karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Kedua, karakter adalah tingkah lakunya sesuai dengan moral. Karakter adalah nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkn dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari ( Muchlas Samani, 2013:43).

Menurut pengertian dari beberapa ahli dapat ditegaskan bahwa karakter adalah tingkah laku sehari-hari seseorang yang sesuai dengan moral yang


(47)

30

terbentuk karena pengaruh heredias maupun pengaruh lingkungan, yang membedakan dengan orang lain.

b. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter sendiri menurut Ratna Megawati (dalam Dharma Kesuma, 2011:5) adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang postif kepada lingkungannya.

Wynne (dalam Mulyasa 2013:5) mengemukakan bahwa pendidikan karakter adalah menandai dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata dan perilaku sehari-hari. Pendapat lain tentang pendidikan karakter yang dikemukanan oleh Gaffar (2010:1), bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam kepribadian seseorang tersebut.

Lickona (dalam Muchlas Samani, 2013:44) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah upaya sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan nilai-nilai etis. Sedangkan Saptono (2011:23) pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan sengaja untuk mengembangkan karakter baik berlandaskan kebijakan-kebijakan inti yang objektif baik bagi individu maupun masyarakat.


(48)

31

Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter adalah proses transformasi nilai-nilai kehidupan yang baik kepada anak-anak untuk ditumbuhkembangkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar dapat mengambil keputusan dengan bijak, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif bagi lingkungannya, sesama manusia dan Tuhannya

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter a Tujuan Pendidikan Karakter

Menurut Dharma Kesuma (2011:9), pendidikan karakter memiliki tujuan sebagai berikut: 1) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan siswa yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan; 2) Mengoreksi perilaku siswa yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah; 3)Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

Menurut Mulyasa (2013:9) Pendidikan karakter mempunyai dua tujuan, diantaranya :1) Meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia siswa secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan; 2) Siswa diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan


(49)

32

menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Tujuan pendidikan karakter menurut Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (2010:7) adalah : 1) mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif siswa sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; 2) mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi penerus bangsa; 4) mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan 5) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah menguatkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga siswa mempunyai karakter yang khas untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, mengembangkan kebiasaan sikap dan perilaku siswa yang terpuji, dan mengembangkan lingkungan sekolah sebagai lingkungan belajar yang baik untuk siswa.

Tujuan pendidikan karakter untuk siswa tunanetra hampir sama dengan siswa pada umumnya antara lain, menguatkan niai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga siswa tunantera mempunyai


(50)

33

karakter yang khas seperti siswa-siswa pada umunya yang memiliki karakter khas tanpa ada perbedaan, mengembangkan kebiasaan sikap dan perilaku siswa tunanetra yang terpuji sehingga siswa tunanetra bisa bersosialisasi dengan orang lain dengan karakter-karakter terpuji yang dimilikinya tanpa memiliki rasa minder, dan mengembangkan lingkungan sekolah sebagai lingkungan belajar yang baik untuk siswa tunantera sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan tenang.

b Fungsi Pendidikan Karakter

Fungsi pendidikan karakter menurut Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (2010:7), adalah 1) pengembangan: pengembangan potensi siswa untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi siswa yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa; 2) perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi siswa yang lebih bermartabat; dan 3) penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

Fungsi karakter untuk siswa tunanetra antara lain: 1) pengembangkan potensi siswa tunanetra untuk menjadi pribadi yang memiliki karakter baik dan berperilaku baik dan mencerminkan budaya dan karakter bangsa seperti siswa lainnya 2) mengembangkan potensi siswa tunanetra yang lebih bermartabat untuk bersama-sama dengan siswa lainnya membantu


(51)

34

memperkuat kiprah pendidikan nasional, dan 3) menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat, sehingga siswa tunanetra dapat memiliki karakater yang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

3. Strategi dan Metode Pembelajaran Karakter dalam Pemahaman Konsep Karakter Siswa Tunanetra

a. Strategi Pembelajaran Karakter

Pembelajaran Karakter fungsi utamanya adalah mengembangkan potensi siswa agar berperilaku baik yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa, guna memperkuat pendidikan nasional dan bertanggung jawab dalam perkembangan potensi siswa yang bermartabat (Muchlas Samani, 2013:143). Pengembangan potensi dan pemahaman siswa perlu mempunyai strategi-strategi khusus agar fungsi utama pembelajaran karakter tersebut tercapai.

Strategi yang umum diimplementasikan pada pelaksanaan pembelajaran karakter menurut Whitley (dalam Samani, 2013:144-150) terdapat lima startegi, diantaranya:

1) Strategi Cheerleading

Metode ini menanamkan karakter melalui menempel poster, spanduk atau pemasangan baliho.


(52)

35 2) Strategi pujian dan hadiah

Berlandaskan pada pemikiran yang positif (positive thinking), dan menerapkan penguatan positif (positive reinforcement). Strategi ini justru ingin menunjukkan anak yang sedang berbuat baik. 3) Strategi define-and-driil

Strategi ini meminta para siswa untuk mengingat-ingat sederet nilai kebaikan dan mendefinisikannya. Setiap siswa mencoba mengingat-ingat apa definisi atau makna nilai tersebut sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya dan terkait dengan keputusan moralnya.

4) Strategi forced formality

Pada prinsinya strategi ini ingin menegakkan disiplin dan melakukan pembiasaan (habituasi) kepada siswa untuk secara rutin melakukan sesuatu yang bernilai moral.

5) Strategi traits of the month

Pada hakikatnya meyerupai strategi cheerleading, tetapi tidak hanya mengandalkan poster-poster, spanduk, juga menggunakan segala sesuatuhan, sambutan terkait dengan pendidikan karakter, Strategi pembelajaran karakter yang cocok digunakan untuk siswa tunanetra adalah puji dan hadiah, define and drill, dan forced formality. Strategi tersebut dapat dilakukan siswa tanpa menggunakan indera penglihatan dalam melakukannya. Pujian dan hadiah dilakuakn jika siswa tunanetra menunjukkan karakter yang baik, define and drill


(53)

36

meminta siswa mengingat-ingat karakter yang baik melalui pengalaman yang siswa alami, dan forced formality adalah meminta siswa tunanetra melakukan pembiasaan yang baik seperti yang dilakukan disekolah yaitu membaca al-quran sebelum pembelajaran dimulai, mengucapkan salam dan menyapa jika bertemu dengan orang lain, atau sholat berjamaah.

Sedangkan strategi pembelajatan karakter yang diterapkan oleh peneliti adalah strategi pujian dan define and drill. Strategi pujian yang dilakukan peneliti untuk memebrikan motivasi siswa terus berbuat baik atau memupuk karakter yang baik, sehingga karakter akan membudidaya. Strategi define and drill ini meminta siswa untuk mengingat-ingat sederet nilai karakter dan pengertiannnya yang sudah disampaikan melalui media audio cerdiktera yang sudah diputarkan. Setiap siswa mencoba mengingat-ingat apa definisi atau makna nilai-nilai karakter yang disampaikan sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya dan terkait dengan keputusan moralnya untuk menerapkan nilai-nilai karakter tersebut.

b. Metode Pembelajaran Karakter Siswa Tunanetra

Metode juga diperlukan untuk pembentukan dan pemahaman karakter selain strategi, sehingga pembelajaran berjalan dengan efektif. Menurut Linckona, bapak Pendidikan Karakter menyaraknakan agar pendidikan karakter berlangsung efektif maka pendidik dapat mengusahakan implementasi berbagai metode. Metode


(54)

37

pembelajaran karakter terdiri dari empat metode (Muchlas Samani, 2013:146), yaitu:

1) Metode Story Telling (Bercerita, Mendongeng)

Metode ini hampir sama dengan metode ceramah, tetapi pendidik lebih leluasa untuk berimprovisasi. Di dalam metode story telling ini pendidik diperbolehkan menggunakan perubahan mimik, gerak tubuh, mengubah intonasi suara seperti keaadaan yang hendak dilukiskan dalam cerita. Pendidik dalam metode ini mesti mengambil hikmah atau esensi dari cerita

2) Metode Diskusi

Metode diskusi ini adalah proses bertukar pikiran antara dua orang atau lebih tentang sesuatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pembelajaran umumnya diskusi terdiri dari dua macam, diskusi kelas (whole group) dan diskusi kelompok. Dalam penerapan pembelajaran karakter terdapat lima macam metode diskusi kelompok (Muchlas Samani, 2013:153), yaitu:

a) Buzz Group

Metode diskusi buzz group ini suatu kelompok besar dibagi menjadi menjadi kelompok kecil-kecil terdiri dari 3-4 orang untuk mendiskusikan suatu topic masalah. Dalam metode ini tempat duduk diatur sedemikian rupa agar siswa dapat saling tatap muka dan berbagi pendapat dengan mudah.


(55)

38 b) Panel atau diskusi panel

Dalam diskusi panel terdiri dari kelompok kecil biasanya 3-6 orang, mendiskusikan suatu subjek tertentu. Dalam metode ini pemilihan moderator yang pandai untuk menguasai jalannya diskusi dan dia harus dapat menyimpulkan dan memahami materi yang dipanelkan dengan baik.

c) Kelompok Sindikat

Metode diskusi kelompok sindikat ini hampir sama dengan metode Buzz Group, hanya saja dalam kelompok sindikat ini setiap kelompok mendiskusikan aspek yang berbeda-beda. Pada akhir diskusi disampaikan laporan setiap sindikat dan selanjutnya dibawa ke pleno (sidang umum) untuk dibahas lebih lanjut sehingga seluruh aspek dari tema terselesaikan.

d) Curah Pendapat (Brainstorming)

Kelompok menyumbangkan sejumlah ide baru, tanpa harus dievaluasi layak tidaknya, benar tidaknya, relevan atau tidaknya ide tersebut.

e) Model Mangkuk Ikan, Model Akuarium (Fish Bowl)

Sejumlah peserta yang dipimpin oleh serang moderator mengadakan diskusi untuk mengambil suatu keputusan. Tempat duduk diatur bentuk setengah lingkaran dengan


(56)

39

dua atau tiga kursi kosong menghadap peserta diskusi. Kursi tersebut adalah tempat duduk para pembicara (fish). 3) Metode Simulasi (Bermain Peran/ Role Playing dan

Sosiodrama)

Dalam pembelajaran simulasi dilakukan dengan tujuan agar siswa memeperoleh keterampilan tertentu, baik yang bersifat professional maupun yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. Dapat pula simulais ditunjukan untuk memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip, serta bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang relevan dengan pendidikan karakter.

4) Metode atau Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif yang biasanya disebut group learning, adalah dimana siswa bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas akademik dalam suatu kelompok kecil saling membantu dan belajar bersama dalam kelompok mereka serta kelompok pasangan yang lain.

Metode yang cocok digunakan untuk pembelajaran karakter siswa tunanetra adalah metode story telling (bercerita, mendongeng) dan diskusi. Metode story telling cocok digunakan untuk pembelajaran siswa tunanetra karena dengan pendengaran siswa dapat meniru karakter baik yang terdapat dalam cerita tersebut. Metode diskusi juga dapat digunakan setelah metode story telling gunanya untuk proses bertukar pikiran antara


(57)

40

dua siswa atau lebih tentang masalah yang sedang dibahas, sehingga siswa dapat memperoleh kesamaan pandangan tentang suatu karakter-karakter yang dirasakan bersama atau mendiskusikan karakter-karakter-karakter-karakter mana yang bisa dicontoh karakter mana yang tidak dapat dicontoh kemudian dapat menarik kesimpulan. Metode diskusi yang digunakan dalam hal ini adalah metode brainstorming.

Metode pendidikan karakter yang dipilih oleh peneliti adalah metode story telling (bercerita, mendongeng) dan brainstorming dalam metode diskusi. Dalam metode pendidikan karakter peneliti menggunakan media audio cerdiktera sebagai media story telling. Setelah media audio diputarkan peneliti akan menerapkan metode brainstorming untuk mengambil hikmah atau esensi dari cerita tersebut, sehingga siswa memahami secara langsung nilai-nilai karakter melalui story telling yang kemudian diambil esensinya melalui brainstorming dalam metode diskusi.

4. Prinsip Pembelajaran Karakter bagi Siswa Tunanetra

Prinsip yang digunakan dalam pembelajaaran karakter bagi siswa tunanetra adalah mengusahakan agar siswa tunanetra memahami dan mengenal kemudian menerima nilai-nilai karakter sebagai milik siswa dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya (BPMRP, 2014:12). Prinsip yang digunakan dalam pembelajaran tersebut melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Prinsip dalam pembelajaran karakter ini dimulai dari berpikir dimana siswa merenungkan karakter yang sudah dipelajari kemudian memutuskan


(58)

41

karakter mana yang baik dan mana yang buruk. Prinsip yang terakhir yaitu berbuat dimana setelah siswa sudah bisa memutuskan mana karakter yang baik dan dapat dilakukan setiap sehari-hari.

Menurut Lowenfeld (dalam Juang Sunanto, 2005:186-188) prinsip pembelajaran bagi siswa tunanetra perlu diperhatikan oleh guru, diantaranya:

a. Pengalaman konkret

Prinsip pembelajaran dengan pengalaman konkret dimaksudkan agar segala sesuatu yang diperkenalkan atau diajarkan kepada siswa tunanetra diupayakan agar dialami secara nyata. Prinsip pengalaman konkret ini harus sesuai dengan konteks (contextual teaching and learning) yang menekankan adanya pengalaman langsung (experience) dalam proses pembelajaran.

b. Penyatuan antar konsep

Prinsip pembelajaran dengan penyatuan antar konsep yang dimaksudkan yaitu adanya proses keterkaitan antara pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dengan materi yang disampaikan. Konsep tersebut diperoleh melalui indera non-visual yaitu indera perabaan dan pendengaran. Penyatuan antar konsep memiliki dua teknik dalam penerapan pada proses memperoleh informasi yaitu teknik perabaan analitis (analytic touch) dan perabaan sintesis (sintetic touch). Perabaan analitis (analytic touch) merupakan mengenal benda dalam jangkauan perabaan telapak tangan. Perabaan sintesis (sintetic touch)


(59)

42

merupakan teknik memahami benda yang diluar jangkauan perabaan telapak tangan.

c. Belajar sambil melakukan

Prinsip belajar sambil melakukan (learning by doing) berkaitan dengan prinsip pengalaman konkret yang menekankan agar siswa tunanetra memperoleh pengetahuan melalui pengalaman yang secara langsung dialami sendiri. Belajar sambil melakukan dipandang dapat memberikan pemahaman dan pengalaman konkret dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Lowenfeld (dalam Juang Sunanto, 2005:186-188) pembelajaran yang diterapkan bagi siswa tunanetra tersebut, pada penelitian ini prinsip pembelajaran yang diterapkan untuk pembelajaran menggunakan media audio Cerdiktera materi karakter toleransi dan peduli sosial yaitu:

a. Pengalaman konkret, siswa tunanetra kelas VIIIA belajar secara konkret melalui cerita karakter sehari-hari yang terdapat dalam media audio Cerdiketra. Pembelajaran menggunakan media audio Cerdiketra memberikan gambaran secara konkret karakter toleransi dan peduli sosial, sehingga siswa mempunyai pengalaman belajar karakter tersebut. Pengalaman yang diperoleh siswa tunanetra tidak bisa melalui mengamati apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Siswa hanya bisa mendengarkan dari cerita orang yang melakukan, membaca buku,


(60)

43

atau mendengarkan dari media audio yang memuat cerita mengenai karakter-karakter.

b. Penyatuan konsep, pembelajaran karakter toleransi dan peduli sosial dijelaskan melalui media audio Cerdikera. Pembelajaran dimulai dengan cerita sehari-hari yang menampilkan karakter toleransi dan peduli sosial beserta contoh dan manfaat dalam kehidupan sehari-hari, kemudian ditegaskan kembali apa yang sudah dipelajari melalui diskusi atau tanya jawab.

c. Belajar sambil melakukan, prinsip pembelajaran ini dilakukan dengan cara belajar sambil guru memberikan stimulus kepada siswa untuk mengetahui respon siswa apakah selama pembelajaran siswa sudah melakukan karakter yang toleransi dan peduli sosial dan siswa tunanetra juga berlatih menceritakan kembali karakter yang sudah dipelajari menggunakan media audio Cerdiketra.

D.Pemahaman Konsep Karakter Siswa Tunanetra 1. Pemahaman Konsep Karakter

Pemahamaan adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat (BPMRP, 2014:5). Pemahaman menurut Bloom (Winkel, 2004: 274) mencakup kemampuan untuk menangkap makna dalam arti yang dipelajari.

Kemampuan memahami dapat juga disebut dengan istilah “mengerti”.

Seorang siswa dikatakan telah mempunyai kemampuan mengerti atau memahami apabila siswa tersebut dapat menjelaskan suatu konsep tertentu


(61)

44

dangan kata-kata sendiri, dapat membandingkan, dapat membedakan, dan dapat mempertentangkan konsep tersebut dengan konsep lain.

Konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan kita mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa itu termasuk atau tidak ke dalam ide abstrak tersebut (Herman Hudojo, 2003: 124). Sedangkan konsep menurut Winkel (2004: 92) adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama.

Berdasarkan pengertian pemahaman dan konsep tersebut, dapat ditegaskan oleh penulis bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan siswa untuk dapat mengerti, memahami, menjelaskan suatu ide abstrak tertentu dangan kata-kata sendiri, dapat membandingkan, dapat membedakan, dan dapat mempertentangkan ide abstrak tersebut dengan ide abstrak lain.

Menurut Juang Sunarto (2005:130) siswa tunanetra perlu mengenal beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan konsep. Hal tersebut, berarti bahwa siswa tunanetra perlu diajarkan pemahaman konsep agara bermanfaat dalam kehidupannya.

Konsep dalam penelitian ini yaitu konsep mengenai karakter toleransi dan peduli sosial. Pada penelitian ini ssiwa tunanetra membentuk konsep melalui pengalaman yang siswa dengar dari media audio Cerdiktera. Pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menjelaskan, menyebutkan contoh-contoh, mengerti manfaat karakter toleransi dan peduli sosial dalam kehidupan sehari-hari.


(62)

45

2. Evaluasi Hasil Belajar tentang Pemahaman Konsep Karakter Siswa Tunanetra

Keberhasilan suatu tujuan pembelajaran dapat diketaui melalui evaluasi pembelajaran. Menurut Tyler (Hamid Hasan, 2009:35)

“evaluation is the process for determining the degree to which these changes in behavior are actually taking place” Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa evaluasi berfokus pada upaya untuk menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada hasil belajar. Menurut Worthen dan Sanders (Hamid Hasan, 2009:33) evaluasi adalah proses pengumpulan informasi untuk membantu pengambilan keputusan dan didalamnya terdapat perbedaan mengenai siapa yang dimaksudkan dengan pengambilan keputusan. Menurut Sukardi (2011:2) evaluasi merupakan proses penilaian pertumbuhan siswa dalam proses belajar mengajar. Evaluasi merupakan suatu proses yang disengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data berdasarkan dara tersebut kemudian dibuat suatu keputusan (Ngalim Purwo, 2006:3).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa evalausi pembelajaran adalah proses penilaian dan pengumpulan informasi untuk menentukan tingkat perubahan dalam proses belajar mengajar. Evaluasi pembelajaran dapat dilakukan dengan cara tes dan non-test. Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait, atribut


(63)

46

pendidikan, psikologik atau hasil belajar yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Tim Pakarti, 2007:10). Non Tes adalah evalausi hasil belajar siswa yang dilakukan tanpa menguji siswa, tetapi dilakukan pengamatan, wawancara, menyebar angket, dan memeriksa dokumen-dokumen (Anas Sudijono, 2006:76).

Pada penelitian ini evaluasi hasil belajar untuk mengukur pemahaman siswa mengenai konsep karakter dilakukan dengan menggunakan tes objektif. Tes objektif adalah tes yang dibuat sedemikian rupa sehingga hasil tes dapat dinilai secara objektif, dinilai siapapun akan menghasilkan nilai yang sama (Ngalim Purwo, 2006:35). Tes objektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pilihan ganda (multiple choice test).

Kegiatan evalausi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam memahami konsep karakter toleransi dan peduli sosial sebelum dan setelah dilakukannya perlakuan (treatment) dengan menggunakan media audio Cerdiktera. Pemahaman konsep karakter toleransi dan peduli sosial pada siswa tunanetra didasari pada :

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pemahaman Konsep Karakter Toleransi dan Peduli Sosial

Standar kompetensi Kompetensi dasar

Toleransi

1. Memahami Karakter Toleransi

1.1Mendeskripsikan karakter toleransi

Peduli sosial

2. Memahami karakter peduli sosial


(64)

47

Evaluasi pemahaman konsep karakter toleransi dan peduli sosial dilakukan dengan tes dan non-test. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pilihan ganda yang berjumlah 20. Evaluasi non-tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi. Observasi dilakukan kepada siswa pada saat perlakuan menggunakan media audio Cerdiktera berlangsung.

Materi yang digunakan pada tes ini untuk materi toleransi adalah pengertian toleransi, tujuan toleransi, manfaat toleransi, dan contoh-contoh toleransi. Materi peduli sosial adalah pengertian peduli sosial, manfaat Peduli sosial, tujuan peduli sosial, contoh-contoh peduli sosial, dan implementasi peduli sosial. Tes objektif pada evaluasi ini terdiri dari 20 soal dimana 10 soal pilihan ganda karakter toleransi dan 10 soal karakter peduli sosial. Tes objektif yang berjumlah 20 soal akan memperoleh skor satu untuk jawaban benar, sehingga total skor benar 10. Penilaian pemahaman konsep karakter toleransi dan peduli sosial bagi siswa tunanetra akan diperoleh jumlah skor kesuluruhan sebanyak 20. Rumus penilaiannya tes objektif menurut Suparno (2007:10) sebagai berikut:

Pengkategorian skor pencapaian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Nana Syaodih, 2006:221):

a. Menentukan rentang skor (skor maksimal-minimal)

b. Menentukan jumlah kelas kategori yaitu amat baik, baik, cukup, dan kurang

c. Mengitung interval dengan rumus:


(65)

48 d. Hitungan pada penelitian ini yaitu:

1) Skor maksimal

Skor maksimal = skor tertinggi x jumlah butir = 1x 20

= 20 Skor minimal

Skor minimal = skor terendah x jumlah butir = 0 x 20

= 0

e. Jumlah kategori = 4 (amat baik, baik, cukup, dan kurang) Interval skor :

f. Mengubah skor ke dalam presentase

Tabel 2. Kategori penilaian tes pemahaman konsep karakter toleransi dan peduli sosial

skor presentase kategori

16-20 80%-100% Amat baik

11-15 55%-75% Baik

6-10 30%-50% Cukup

0-5 0%-25% Kurang

Perhitungan skor dalam tes ini menggunakan persentase, hal ini berarti kemampuan pemahaman konsep karakter toleransi dan peduli sosial siswa ditandai dengan hasil tes minimal 70% sesuai indikator keberhasilan materi.

Pengaruh media audio Cerdiktera pada penelitian adalah adanya perubahan yang timbul akibat dari penggunaan media perubahan kesesuaian antara media audio dengan karakteristik siswa tunanetra yang mengutamakan indera pendengaran dalam belajar. Media audio Cerditera dapat dikatakan mempunyai pengaruh apabila hasil skor post-test lebih tinggi dibadingkan hasil skor pre-test dan sesuai dengan indikator keberhasilan materi yaitu sebesar 70% dari 20 soal yang telah diberikan. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pemahaman konsep yang dimiliki siswa dalam kategori baik.


(66)

49

E.Pembelajaran Menggunakan Media Audio Cerdiktera 1. Definisi Media Audio Cerdiktera

Media Audio Cerdiktera adalah media audio yang dikembangkan oleh Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan. Produk Media Audio Cerdiktera ini merupakan salah satu produk unggulan produksi BPMRP untuk siswa Tunanetra.

Cerdiktera (Cerita Pendidikan Berkarakter untuk Tunanetra) adalah model media audio pendidikan karakter untuk tunanetra. Cerdiktera berorientasi pada pendidikan karakter bangsa yang berbasis tema karakter terpadu dari materi berbagai mata pelajaran, untuk membekali siswa tunanetra memiliki kecerdikan dalam menandai, mengukur, mengidentifikasi, mengklasifikasi, mengklarifikasi, dan menjastifikasi nilai-nilai atau karakter yang disajikan dalam bentuk cerita (Sunarto, 2014:6).

Media audio Cerdiktera ini terdapat cerita sehari-hari yang terkandung nilai-nilai pendidikan karakter untuk tunanetra sehingga siswa tidak bosan dalam menggunakan media audio cerdiktera.

2. Isi dan Tujuan Media Audio Cerdiktera

Isi dalam media Audio Cerdiktera disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan yang dilakukan oleh BPMRP untuk suatu tema karakter terpadu (integrated character theme) dari kompetensi beberapa mata pelajaran dalam kurikulum yang berlaku. Untuk pengembangan model ini, mata pelajaran yang dipadukan adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Bahasa


(67)

50

Indonesia, dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk SMP (Sunarto, 2014:7).

Jadi, dalam media audio Cerdiktera tidak hanya berisi cerita sehari-hari mengenai pendidikan karakter tetapi juga dipadukan dengan mata pelajaran yang berlaku pada SMP.

Dalam mengembangkan media audio Cerdiktera Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan memiliki tujuan khusus tidak semata-mata hanya mengembangkan media saja. Tujuan dikembangkannya Media Audio Cerdiktera oleh BPMRP adalah untuk (Sunarto, 2014:6) mengatasi keterbatasan media audio guru untuk siswa tunanetra, meningkatkan motivasi belajar siswa tunanetra, dan meningkatkan kemudahan mengajarkan nilai-nilai pendidikan karakter bagi siswa tunanetra.

Dari uraian di atas tujuan khusus yang ingin dicapai oleh BPMRP dalam mengembangkan media audio Cerdiktera adalah untuk memberikan kemudahan guru dalam mengajarkan nilai-nilai pendidikan karakter bagi siswa tunanetra.

3. Pemanfaatan Media Audio Cerdiktera

Pengertian teknologi pendidikan pada tahun 1994 (Seels dan Richey, 1994:1) adalah teori dan praktek dalam desain pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi proses dan sumber untuk belajar. Sesuai definisi tersebut, maka Teknologi Pendidikan terdiri dari beberapa bagian yang saling berhubungan.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)