ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA

BANDAR LAMPUNG

Oleh

Novi Yeni Eka S1, R. Hanung Ismono2, dan Rabiatul Adawiyah 2

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung, tingkat kepekaan (elastisitas) permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung, dan kontribusi daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan protein pada

konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung.

Penelitian dilaksanakan di Kota Bandar Lampung. Lokasi ini dipilih secara segaja ( purposive). Pengambilan sampel dilakukan secara multistage sampling. Responden terdiri dari 76 orang yang merupakan ibu rumah tangga pada kelas menengah atas dan menengah bawah. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2010. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif (statistik) dan kualitatif

(deskriptif).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung adalah harga ayam ras pedaging, harga ayam buras, harga tahu, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan rumah tangga dan pengetahuan gizi, (2) Permintaan daging sapi bersifat tidak elastis terhadap perubahan harga daging sapi di tingkat konsumen, permintaan daging sapi terhadap harga ayam ras pedaging, harga ayam buras, dan harga tahu memiliki sifat subtitusi, dan daging sapi merupakan barang normal, (3) Kontribusi protein terhadap angka kecukupan protein pada rumah tangga menengah ke atas tertinggi sebesar 3,74 persen, sedangkan pada rumah tangga menengah kebawah tertinggi sebesar 2,32 persen.

1. Sarjana Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2. Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF BEEF DEMAND BY HOUSEHOLD CONSUMERS IN BANDAR LAMPUNG CITY

By

Novi Yeni Eka S1, R. Hanung Ismono2, and Rabiatul Adawiyah 2

This study aimed to analyze the factors that affect consumer demand for beef by households in Bandar Lampung, the level of demand sensitivity (elasticity) for beef by consumer households in Bandar Lampung, and the contribution of the beef consumed on the number of protein adequacy in household consumers in Bandar Lampung.

The experiment was conducted in Bandar Lampung. This location is selected purposive. Sampling is done by multistage sampling. Respondents consisted of 76 people who are housewife at the upper middle and lower middle class based on the income. Data was conducted in May-July 2010. Data analysis methods that used in this research are quantitative analysis (statistical) and qualitative analysis (descriptive).

The results showed that: (1) the factors that affect consumer demand for beef by

households in Bandar Lampung is the price of broiler chicken, domestic poultry prices, tofu price, the number of household members, household income and knowledge of nutritious, (2) demand for beef is inelastic to beef price change at the consumer level, demand for beef on broiler price, domestic poultry price, and tofu prices are subtitusions, and beef is a normal good, (3) contribution of protein to protein adeguacy in middle to upper household of 3.74 percent, while the highest medium household of 2.32 per cent.


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor harga ayam ras pedaging, harga ayam buras, harga tahu, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan rumah tangga dan pengetahuan gizi berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung, sedangkan faktor harga daging sapi, harga telur, harga ikan, harga tempe, pendidikan, dan umur tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung .

2. Elastisitas harga daging sapi terhadap permintaan daging sapi sebesar -0,01684, artinya permintaan daging sapi bersifat tidak elastis terhadap perubahan harga di tingkat konsumen. Elastisitas silang permintaan daging sapi terhadap harga daging ayam ras pedaging, harga ayam ras buras, dan harga tahu memiliki sifat subtitusi dimana kedua bahan pangan tersebut dikonsumsi secara bergantian. Elastisitas pendapatan konsumen daging sapi terhadap permintaan daging sapi lebih besar dari 0 (Ei = 0.02863), berarti daging sapi merupakan barang normal.

3. Kontribusi protein terhadap angka kecukupan protein pada rumah tangga menengah ke atas tertinggi sebesar 3,74 persen, sedangkan pada rumah tangga menengah kebawah tertinggi sebesar 2,32 persen. Konsumsi protein daging sapi di Kota Bandar Lampung masih belum mendekati angka kecukupan protein dari hasil ternak yang dianjurkan oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 yaitu 6 gram/kapita/hari.


(4)

B. Saran

1. Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh manusia, sehingga dipandang perlu adanya upaya yang konkrit dari pemerintah dalam meningkatkan pendapatan, penyuluhan tentang pentingnya mengkonsumsi daging sapi, dan pendistribusian daging secara merata antar wilayah.

2. Peternak disarankan melakukan pengembangan usaha ternak melalui kerjasama dengan pemerintah untuk peningkatan ternak mandiri atau tradisional karena selama ini sapi potong masih import sehingga harga jual ke masyarakat tinggi.

3. Untuk peneliti lain disarankan melakukan penelitian serupa pada masyarakat pedesaan untuk membandingkan dan mengetahui seberapa besar konsumsi daging sapi pada masyarakat pedesaan.


(5)

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

terjangkau dan bergizi merupakan pilar pembangunan sumberdaya manusia.

Pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas sebagai faktor kunci peningkatan produktivitas dalam memacu pembangunan Nasional

( Suryana, 2000).

Pemerintah mempunyai komitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, termasuk menanggulangi kerawanan pangan dan kekurangan gizi. Komitmen tersebut tertuang dalam program utama Departemen Pertanian yaitu Program Peningkatan Ketahanan Pangan, sedangkan di bidang peternakan tertuang dalam suatu program

terobosan yaitu Program Kecukupan Pangan Hewani Asal Ternak, khususnya daging sapi (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009).

Daging sapi merupakan salah satu sumber bahan pangan hewani, mengandung unsur gizi yang cukup tinggi berupa protein dan energi. Permintaan terhadap produk pangan hewani ini cenderung terus meningkat setiap tahun sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Selain faktor tersebut, faktor yang turut mendorong meningkatnya permintaan daging sapi adalah terjadinya pergeseran pola konsumsi masyarakat dari bahan pangan sumber protein nabati ke bahan


(6)

pangan sumber protein hewani (Erwidodo, 1997). Fenomena ini diperkirakan akan terus berlanjut kedepan.

Permintaan daging sapi di Indonesia saat ini 6,5 kg/kapita/tahun (Direktorat Jendral Peternakan, 2009) dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Pada tahun 2007 permintaan daging sapi tercatat sebanyak 453.844 ton sedangkan produksi daging sapi dalam negeri hanya mampu memenuhi kebutuhan 418.210 ton (Subagyo, 2009). Hal ini berarti terdapat kesenjangan yang cukup besar antara produksi daging sapi dengan permintaan sebesar 35.634 ton. Besarnya kesenjangan tersebut dipasok dari impor (Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2008).

Provinsi Lampung merupakan salah satu lumbung ternak Nasional, hal ini ditunjukkan dengan produksi daging sapi pada tahun 2008 yang cukup besar yaitu 10.670,05ton (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009). Kebutuhan konsumsi penduduk Propinsi Lampung sebesar 7.368.796 jiwa untuk daging secara keseluruhan adalah 57.391, 821 ton, sedangkan sumber daging yang berasal dari sapi potong tersedia 10.670 ton sehingga kontribusi daging yang berasal dari sapi potong lebih kurang 18 persen dari kebutuhan daging secara keseluruhan (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009).

Sentra produksi terbesar sapi potong di Propinsi Lampung adalah Kota Bandar Lampung yaitu sebesar 31,5 % dari total produksi (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009), akan tetapi sebagai sentra produksi daging sapi, Kota Bandar Lampung justru memiliki populasi paling rendah yaitu 0.31 % dari jumlah populasi sapi potong yang terdapat di


(7)

Propinsi Lampung. Populasi dan produksi sapi potong di Propinsi Lampung berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Populasi dan produksi sapi potong di Propinsi Lampung berdasarkan kabupaten/kota tahun 2008

No Kabupaten/Kota Populasi Sapi Potong (ekor) Produksi Daging Sapi (Kg)

1 Lampung Barat 15.492 601.910

2 Tanggamus 15.436 667.510

3 Lampung Selatan 48.337 739.890

4 Pesawaran 9.450 317.090

5 Lampung Timur 75.171 949.270

6 Lampung Tengah 140.579 824.410

7 Lampung Utara 19.892 811.740

8 Way Kanan 26.566 260.150

9 Tulang Bawang 70.892 1.867.240

10 Bandar Lampung 1.334 3.364.360

11 Metro 2.377 266.480

Jumlah 425.526 10.670.050

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2009.

Kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan pemerintah, sosial, politik, pendidikan, dan kebudayaan, juga merupakan pusat kegiatan perekonomian di Propinsi Lampung. Oleh karena itu, tidak heran jika wilayah Kota Bandar Lampung merupakan wilayah permintaan daging sapi terbanyak di Propinsi Lampung. Konsumsi, jumlah penduduk, dan konsumsi per kapita per tahun daging sapi potong berdasarkan kabupaten/kota di Propinsi Lampung tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 2.


(8)

Tabel 2. Konsumsi, jumlah penduduk, dan konsumsi per kapita per tahun daging sapi potong berdasarkan kabupaten/kota di Propinsi Lampung tahun 2007

No. Kabupaten/Kota

Konsumsi (Kg/tahun)

Jumlah Penduduk (jiwa)

Konsumsi/kapita/tahun (Kg/kap/tahun)

1 Lampung Barat 542.984,00 380.824,00 1,43

2 Tanggamus 602.066,40 825.766,00 0,73

3 Lampung Selatan 953.690,40 1.326.893,00 0,72

4 Lampung Timur 856.336,00 932.947,00 0,92

5 Lampung Tengah 743.672,80 1.153.190,00 0,64

6 Lampung Utara 732.430,40 560.743,00 1,31

7 Way Kanan 234.894,40 362.280,00 0,65

8 Tulang Bawang 1.684.685,60 768.813,00 2,19

9 Kota Bandar Lampung 3.035.208,80 808.028,00 3,76

10 Kota Metro 240.635,20 131.196,00 1,83

Jumlah 9.626.604,00 7.250.680,00 14,17

Rata-rata 962.660,40 725.068,00 1,42

Sumber : Data diolah dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2009

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa meskipun jumlah penduduk di Kota Bandar Lampung menempati urutan kelima di Propinsi Lampung, setelah Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur dan Tanggamus, namun konsumsi daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung menempati urutan pertama di propinsi, yaitu sebesar 3,76 kg/kapita/tahun. Perkembangan produksi dan konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung tahun 2004-2008 disajikan pada Tabel 3.


(9)

Tabel 3. Perkembangan tingkat produksi dan konsumsi daging sapi potong di Kota Bandar Lampung tahun 2004 –2008

Tahun Produksi Konsumsi Konsumsi/kapita/tahun

Konsumsi Protein daging sapi

(Kg) (Kg) (Kg/kapita/tahun) (gram/kapita/hari)

2004 2.134.150,00 2.134.382,00 2,72 1,33

2005 2.244.510,00 2.159.258,40 2,73 1,44

2006 2.452.740,00 2.359.468,80 2,95 1,23

2007 3.035.360,00 3.035.208,80 3,76 1,56

2008 3.364.360,00 3.364.257,60 4,14 1,73

Sumber : Data diolah dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2009.

Pada Tabel 3, terlihat bahwa konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan konsumsi daging sapi di Kota Bandar

Lampung telah dapat diimbangi dengan produksi daging sapi yang memadai, baik dari segi mutu maupun jumlahnya. Apabila dilihat dari konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung pada tahun 2008, maka daging sapi memberikan kontribusi konsumsi sebesar 43 % dari total konsumsi daging yaitu 9,61 kg/kapita/tahun (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009). Hal ini berarti, daging sapi di Kota Bandar Lampung mempunyai peranan yang penting dalam memenuhi kebutuhan permintaan pangan hewani dan perbaikan gizi masyarakat.

Akan tetapi, dalam mengkonsumsi protein berasal dari daging sapi, Kota Bandar Lampung masih belum memenuhi angka kecukupan protein dari hasil ternak yang dianjurkan menurut WKNPG yaitu sebesar 6 gram/kapita/hari (Dinas Peternakan


(10)

pemenuhan konsumsi protein daging sapi di Kota Bandar Lampung hanya 29 % dibandingkan dengan konsumsi protein daging yang dianjurkan.

Hal ini berarti konsumsi protein daging sapi di Kota Bandar Lampung masih sangat rendah.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung?

2. Berapakah tingkat kepekaan (elastisitas) permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung akibat perubahan masing-masing faktor? 3. Berapakah kontribusi daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan protein

pada konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang ada, maka tujuan penelitian adalah :

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung.

2. Mengetahui tingkat kepekaan (elastisitas) permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung akibat perubahan masing-masing faktor. 3. Mengetahui kontribusi daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan


(11)

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi :

1. Dinas atau instansi terkait sebagai bahan informasi dalam pengambilan keputusan untuk perencanaan, pengelolaan, peningkatan dan pengembangan produksi sapi potong di Propinsi Lampung.

2. Peternak untuk menentukan target produksi daging sapi potong, kualitas, dan kuantitas yang dapat memenuhi permintaan pasar serta merencanakan strategi pemasaran daging sapi potong.


(1)

pangan sumber protein hewani (Erwidodo, 1997). Fenomena ini diperkirakan akan terus berlanjut kedepan.

Permintaan daging sapi di Indonesia saat ini 6,5 kg/kapita/tahun (Direktorat Jendral Peternakan, 2009) dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Pada tahun 2007 permintaan daging sapi tercatat sebanyak 453.844 ton sedangkan produksi daging sapi dalam negeri hanya mampu memenuhi kebutuhan 418.210 ton (Subagyo, 2009). Hal ini berarti terdapat kesenjangan yang cukup besar antara produksi daging sapi dengan permintaan sebesar 35.634 ton. Besarnya kesenjangan tersebut dipasok dari impor (Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2008).

Provinsi Lampung merupakan salah satu lumbung ternak Nasional, hal ini ditunjukkan dengan produksi daging sapi pada tahun 2008 yang cukup besar yaitu 10.670,05ton (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009). Kebutuhan konsumsi penduduk Propinsi Lampung sebesar 7.368.796 jiwa untuk daging secara keseluruhan adalah 57.391, 821 ton, sedangkan sumber daging yang berasal dari sapi potong tersedia 10.670 ton sehingga kontribusi daging yang berasal dari sapi potong lebih kurang 18 persen dari kebutuhan daging secara keseluruhan (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009).

Sentra produksi terbesar sapi potong di Propinsi Lampung adalah Kota Bandar Lampung yaitu sebesar 31,5 % dari total produksi (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009), akan tetapi sebagai sentra produksi daging sapi, Kota Bandar Lampung justru memiliki populasi paling rendah yaitu 0.31 % dari jumlah populasi sapi potong yang terdapat di


(2)

Propinsi Lampung. Populasi dan produksi sapi potong di Propinsi Lampung berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Populasi dan produksi sapi potong di Propinsi Lampung berdasarkan kabupaten/kota tahun 2008

No Kabupaten/Kota Populasi Sapi Potong (ekor) Produksi Daging Sapi (Kg)

1 Lampung Barat 15.492 601.910

2 Tanggamus 15.436 667.510

3 Lampung Selatan 48.337 739.890

4 Pesawaran 9.450 317.090

5 Lampung Timur 75.171 949.270

6 Lampung Tengah 140.579 824.410

7 Lampung Utara 19.892 811.740

8 Way Kanan 26.566 260.150

9 Tulang Bawang 70.892 1.867.240 10 Bandar Lampung 1.334 3.364.360

11 Metro 2.377 266.480

Jumlah 425.526 10.670.050

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2009.

Kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan pemerintah, sosial, politik, pendidikan, dan kebudayaan, juga merupakan pusat kegiatan perekonomian di Propinsi Lampung. Oleh karena itu, tidak heran jika wilayah Kota Bandar Lampung merupakan wilayah permintaan daging sapi terbanyak di Propinsi Lampung. Konsumsi, jumlah penduduk, dan konsumsi per kapita per tahun daging sapi potong berdasarkan kabupaten/kota di Propinsi Lampung tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 2.


(3)

Tabel 2. Konsumsi, jumlah penduduk, dan konsumsi per kapita per tahun daging sapi potong berdasarkan kabupaten/kota di Propinsi Lampung tahun 2007

No. Kabupaten/Kota

Konsumsi (Kg/tahun)

Jumlah Penduduk (jiwa)

Konsumsi/kapita/tahun (Kg/kap/tahun)

1 Lampung Barat 542.984,00 380.824,00 1,43

2 Tanggamus 602.066,40 825.766,00 0,73

3 Lampung Selatan 953.690,40 1.326.893,00 0,72 4 Lampung Timur 856.336,00 932.947,00 0,92 5 Lampung Tengah 743.672,80 1.153.190,00 0,64 6 Lampung Utara 732.430,40 560.743,00 1,31 7 Way Kanan 234.894,40 362.280,00 0,65 8 Tulang Bawang 1.684.685,60 768.813,00 2,19 9 Kota Bandar Lampung 3.035.208,80 808.028,00 3,76 10 Kota Metro 240.635,20 131.196,00 1,83 Jumlah 9.626.604,00 7.250.680,00 14,17

Rata-rata 962.660,40 725.068,00 1,42

Sumber : Data diolah dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2009

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa meskipun jumlah penduduk di Kota Bandar Lampung menempati urutan kelima di Propinsi Lampung, setelah Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur dan Tanggamus, namun konsumsi daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung menempati urutan pertama di propinsi, yaitu sebesar 3,76 kg/kapita/tahun. Perkembangan produksi dan konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung tahun 2004-2008 disajikan pada Tabel 3.


(4)

Tabel 3. Perkembangan tingkat produksi dan konsumsi daging sapi potong di Kota Bandar Lampung tahun 2004 –2008

Tahun Produksi Konsumsi Konsumsi/kapita/tahun

Konsumsi Protein daging sapi

(Kg) (Kg) (Kg/kapita/tahun) (gram/kapita/hari)

2004 2.134.150,00 2.134.382,00 2,72 1,33

2005 2.244.510,00 2.159.258,40 2,73 1,44

2006 2.452.740,00 2.359.468,80 2,95 1,23

2007 3.035.360,00 3.035.208,80 3,76 1,56

2008 3.364.360,00 3.364.257,60 4,14 1,73

Sumber : Data diolah dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2009.

Pada Tabel 3, terlihat bahwa konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan konsumsi daging sapi di Kota Bandar

Lampung telah dapat diimbangi dengan produksi daging sapi yang memadai, baik dari segi mutu maupun jumlahnya. Apabila dilihat dari konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung pada tahun 2008, maka daging sapi memberikan kontribusi konsumsi sebesar 43 % dari total konsumsi daging yaitu 9,61 kg/kapita/tahun (Dinas Peternakan Propinsi Lampung, 2009). Hal ini berarti, daging sapi di Kota Bandar Lampung mempunyai peranan yang penting dalam memenuhi kebutuhan permintaan pangan hewani dan perbaikan gizi masyarakat.

Akan tetapi, dalam mengkonsumsi protein berasal dari daging sapi, Kota Bandar Lampung masih belum memenuhi angka kecukupan protein dari hasil ternak yang dianjurkan menurut WKNPG yaitu sebesar 6 gram/kapita/hari (Dinas Peternakan


(5)

pemenuhan konsumsi protein daging sapi di Kota Bandar Lampung hanya 29 % dibandingkan dengan konsumsi protein daging yang dianjurkan.

Hal ini berarti konsumsi protein daging sapi di Kota Bandar Lampung masih sangat rendah.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung?

2. Berapakah tingkat kepekaan (elastisitas) permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung akibat perubahan masing-masing faktor? 3. Berapakah kontribusi daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan protein

pada konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang ada, maka tujuan penelitian adalah :

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung.

2. Mengetahui tingkat kepekaan (elastisitas) permintaan daging sapi oleh konsumen rumah tangga di Kota Bandar Lampung akibat perubahan masing-masing faktor. 3. Mengetahui kontribusi daging sapi yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan


(6)

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi :

1. Dinas atau instansi terkait sebagai bahan informasi dalam pengambilan keputusan untuk perencanaan, pengelolaan, peningkatan dan pengembangan produksi sapi potong di Propinsi Lampung.

2. Peternak untuk menentukan target produksi daging sapi potong, kualitas, dan kuantitas yang dapat memenuhi permintaan pasar serta merencanakan strategi pemasaran daging sapi potong.