ANALISIS POLA KONSUMSI DAGING SAPI OLEH RUMAH TANGGA DI KOTA BANDAR

(1)

ABSTRACT

THE CONSUMPTION PATERN ANALYSIS OF BEEF BY HOUSEHOLD IN BANDAR LAMPUNG

By Joni Parulian

The study aims to know: (1) the pattern of consumption of beef, (2) factors that affect the demand of beef, (3) elasticity of the demand of beef. Location of the research conducted in the city of Bandar Lampung was determined on purpose, based on the class of Prasejahtera households to Sejahtera III +, namely upper class in the District Kemiling at Kemiling Permai Village, middle class in the District Kedaton at Labuhan Ratu Village and lower classes in the District of Southern Teluk Betung at Pesawahan Village. The sample in the study was 54 housewives. Data collection was carried out from October-November 2013. Data analysis included qualitative analysis using the tabulation, multiple linear regression and analysis of the elasticity of demand. The results showed as follows. (1) The greatest amount of beef demand in the period of July–September 2013 was 0.5-3 kg / for 3 month, pieces of beef that was being the most widely consumed was chuck of 43.61 kg / for 3 month, frequency of beef consumption as much as 1-3 times in the period of July to September 2013, and a total of 76.64% of households chose the traditional market to buy beef. (2) Factors affecting beef demand by households in the city of Bandar Lampung were chicken prices, level of education, income and place of purchase. (3) Cross elasticity between broiler chicken and domestic chickens was positive, it meant that beef was substitution stuff; and income elasticity of the demand of beef worth positive; so that beef was normal stuff.


(2)

ABSTRAK

ANALISIS POLA KONSUMSI DAGING SAPI OLEH RUMAHTANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh Joni Parulian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) pola konsumsi daging sapi. (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi, dan (3) elastisitas permintaan daging sapi. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Bandar Lampung yang ditentukan secara sengaja, berdasarkan kelas rumahtangga prasejahtera sampai dengan sejahtera III+. Kecamatan Kemiling Kelurahan Kemiling Permai mewakili kelas atas, kelas menengah di Kecamatan Kedaton Kelurahan Labuhan Ratu dan kelas bawah di Kecamatan Teluk Betung Selatan Kelurahan Pesawahan. Jumlah responden penelitian ini 54 ibu rumahtangga. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2013. Analisis data menggunakan tabulasi, regresi linear berganda, dan analisis elastisitas permintaan. Penelitian menunjukkan hasil sebagai berikut. (1) Jumlah terbesar konsumsi daging sapi dalam periode Juli-September rata-rata 0,5-3 kg/per 3 bulan, jenis potongan daging sapi yang paling banyak dikonsumsi adalah daging paha depan sebesar 43,61 kg/per 3 bulan, frekuensi konsumsi daging sapi sebanyak 1-3 kali dalam periode Juli-September, serta sebanyak 76,64% rumahtangga memilih pasar tradisional untuk membeli daging sapi. (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi oleh rumahtangga di Kota Bandar Lampung adalah harga ayam ras, harga ayam kampung, pendidikan, pendapatan dan tempat pembelian. (3) Elastisitas silang ayam ras dan ayam kampung bertanda positif sehingga ayam ras dan ayam kampung bersifat barang subtitusi terhadap daging sapi dan elastisitas pendapatan atas permintaan daging sapi bernilai positif sehingga daging sapi bersifat barang normal.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sekincau, Lampung Barat, pada tanggal 11 November 1990,

sebagai anak ke dua dari 5 bersaudara, pasangan M. Sinaga dan L. Br Marbun

Banjarnahor.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN I Sekincau Lampung Barat

tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 16 Bandar Lampung

pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAK BPK Penabur

Bandar Lampung tahun 2008, secara akademik penulis lulus lewat jalur ujian

Paket-C (setara SMA) di PKBM Al-Jauhar Bandar Lampung. Penulis diterima di

Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Ujian

Mandiri pada tahun 2008.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Rebang

Tinggi Kecamatan Banjit Kabupaten Way Kanan pada tahun 2012. Praktik Umum

pada tahun 2011 (PU) selama 30 hari dilakukan di PT. GGL Terbanggi Besar

Lampung Tengah. Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen

mata kuliah Teknologi Informatika dan Multimedia (TIM), dan aktif dalam

organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian

(Himaseperta) periode 2009-2010, aktif dalam Persekutuan Oikumene Mahasiswa


(7)

SANWACANA

Puji syukur hormat pujian kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa yang telah mencurahkan kasih karunia dan damai sejahtera sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi berjudul “Analisis Pola Konsumsi Daging Sapi Oleh Rumahtangga di Kota Bandar Lampung”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Allah Bapa yang memberikan kekuatan, kesehatan rohani maupun jasmani

untuk dapat menyelesaikan skripsi.

2. Dr.Ir. Dyah Aring H.L, M.Si. selaku Dosen Pembimbing utama atas bimbingan,

saran, serta motivasi yang telah diberikan.

3. Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si. selaku Dosen Pembimbing kedua atas bimbingan,

saran, serta motivasi yang telah diberikan.

4. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P. selaku Dosen Pembahas atas saran, bahasan,

dan arahan yang diberikan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Lampung.

6. Dr.Ir. F. Erry Prasmatiwi, M.S. selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(8)

pengajaran, dan pelayanan yang telah diberikan.

9. Kedua orangtuaku tercinta, Bapak M. Sinaga dan Mama L. Marbun

Banjarnahor atas doa, kasih sayang, dukungan, baik moril maupun materiil, serta kesabarannya yang senantiasa diberikan kepada penulis.

10. Teman-teman AGB 2008, AGB 2009, AGB 2010 yang telah memberikan

bantuan, saran, kritik dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabat Altersingers : Mas Christian Astho Nugroho, Kak Ina Hotria Sitompul,

Theo. Teman sejawat : Febe, Toni, Merry, Patrick, Martha, Shari, Anggy, Ruth, Ikha, Nico, Torang, Tofer, Rivan. Sahabat NHKBP TanKa :

Neilmansyah, Tiar, Selly, Ina, Judika, Rere, Choky, Jurec, Merry, Kak Juli, M.R Sagala. Teman-teman BnF : Hendra Swarsof, Boy, Beber, Evan, Ardul, Rully, Nelian NATW Seluruh jemaat GJKI Bethania dan HKBP TANKA atas doa dan semangat yang diberikan.

12. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama ini. Semoga Allah Bapa

senantiasa memberkati kalian selama ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bandar Lampung, 16 Oktober 2014


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... 12

A. Tinjauan Pustaka ... 12

1. Daging Sapi ... 13

2. Pola Konsumsi Pangan ... 19

3. Perilaku Konsumen dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 24

4. Permintaan dan Konsep Elastisitas ... 28

B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 34

C. Kerangka Pikir ... 38

D. Hipotesis ... 39

III. METODE PENELITIAN ... 41

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 41

B. Lokasi, Waktu, dan Responden ... 45


(10)

D. Metode Analisis Data ... 50

1. Analisis Konsumsi ... 50

2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Daging yang dikonsumsi ... 50

3. Analisis Elastisitas ... 56

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 57

A Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 57

B. Keadaan Ekonomi Secara Umum ... 61

C. Kelurahan Kemiling Permai Kecamatan Kemiling ... 65

C. Kelurahan Labuhan Ratu Kecamatan Kedaton ... 67

D. Kelurahan Pesawahan Kecamatan Teluk Betung Selatan ... 68

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70

A. Karakteristik Umum Responden ... 70

1. Umur ... 70

2. Pendidikan ... 71

3. Pekerjaan ... 72

4. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga... 73

5. Jumlah Anggota Keluarga ... 75

B. Pola Konsumsi Daging Sapi Segar dan Produk Olahan ... 77

1. Jenis Potongan Daging Segar ... 77

2. Jumlah Daging Sapi ... 79

3. Tempat Pembelian ... 81

4. Frekuensi Pembelian Daging Sapi... 82

5. Jenis Masakan Olahan ... 83

6. Perilaku Konsumsi Daging Sapi ... 84

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi di Kota Bandar Lampung ... 87

D. Elastisitas Permintaan Daging Sapi ... 97

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1.

Rata-rata konsumsi ikan, daging, dan telur per kapita sehari di

Indonesia (gram) tahun 2009-2012 ... 4

2.

Produksi daging sapi di kabupaten dan kota Provinsi Lampung

(kg) tahun 2010-2012 ... 5

3.

Rata-rata konsumsi ikan, daging, telur dan susu per kapita sehari

(gram) tahun 2010-2011 di Provinsi Lampung ... 6

4.

Rata-rata konsumsi ikan, daging, telur dan susu per kapita sehari

(gram) menurut golongan pengeluaran per kapita sebulan

(Rupiah) 2011di Provinsi Lampung ... 7

5.

Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2011 ... 9

6.

Komposisi daging sapi per 100 gram bahan yang dimakan ... 12

7.

Komposisi nutrisi daging sapi berdasarkan letak karkasnya ... 14

8.

Ciri-ciri dan karakteristik daging sapi berdasarkan golongan ... 16

9.

Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk

per-kecamatan di Kota Bandar Lampung tahun 2011 ... 59

10.

Bagian wilayah Kota Bandar Lampung berdasarkan fungsinya

(BWK) ... 60

11.

Daftar nama pasar tradisional di Kota Bandar Lampung ... 63


(12)

13.

Daftar trayek angkutan dalam kota yang beroperasi di Kota

Bandar Lampung ... 66

14.

Sebaran ibu rumahtangga menurut umur di Kota Bandar

Lampung ... 71

15.

Sebaran ibu rumahtangga menurut tingkat pendidikan di Kota

Bandar Lampung ... 66

16.

Sebaran ibu rumahtangga menurut pekerjaan di Kota Bandar

Lampung... 67

17.

Sebaran ibu rumahtangga berdasarkan pendapatan rumahtangga

di Kota Bandar Lampung ... 68

18.

Sebaran ibu rumah tangga menurut jumlah anggota keluarga di

Kota Bandar Lampung ... 69

19.

Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan etnis di Kota Bandar

Lampung... 77

20.

Jenis dan jumlah potongan daging sapi segar berdasarkan kelas

sosial ekonomi ibu rumahtangga per Juli-September 2013 ... 78

21.

Jumlah daging sapi yang dikonsumsi rumahtangga per

Juli-September 2013 (Kg) ... 80

22.

Rata-rata dan jumlah pembelian daging sapi menurut kelas tiap

rumahtangga periode Juli-September 2013 ... 81

23.

Sebaran ibu rumahtangga berdasarkan tempat pembelian dan

kelas sosial ekonomi per Juli-September 2013 ... 82

24.

Sebaran ibu rumahtangga berdasarkan frekuensi pembelian

daging sapi dalam periode Juli-September 2013... 83

25.

Sebaran ibu rumahtangga berdasarkan jenis masakan yang dipilih

di Kota Bandar Lampung ... 84

26.

Sebaran ibu rumahtangga berdasarkan perilaku mengkonsumsi

daging sapi... 85

27.

Harga rata-rata daging sapi dan barang lainnya periode Bulan


(13)

28.

Hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi

permintaan daging sapi pada ibu rumahtangga di Kota Bandar

Lampung... 89

29.

Hasil pengujian multikolinieritas ... 92

30.

Hasil uji

White

dengan

Eviews

... 93

31.

Harga rata-rata daging sapi periode Juli-September ... 107

32.

Harga rata-rata ikan periode Juli-September ... 108

33.

Harga rata-rata ayam ras periode Juli-September ... 109

34.

Harga rata-rata telur ayam periode Juli-September ... 110

35.

Harga rata-rata ayam kampung periode Juli-September ... 111

36.

Hasil jawaban kuisioner pola konsumsi daging sapi ... 112

37.

Jenis masakan ... 113

38.

Jenis potongan daging sapi ... 114

39.

Variabel dalam regresi ... 115

40.

Pengeluaran pangan dan nonpangan rumahtangga di Kota Bandar

Lampung... 116

41.

Hasil Uji

White ...

117


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.

Bagian karkas sapi ... 13

2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen ... 21

3.

Kerangka pikir analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

konsumsi daging sapi tingkat rumah tangga di Kota

Bandar Lampung ... 37

4.

Banyaknya pentahapan keluarga sejahtera di Kota

Bandar Lampung 2011. ... 45

5.

Kurva

Engel

antara pendapatan terhadap jumlah permitaan


(15)

I. PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat

kesejahteraan masyarakat serta merta akan menjadi satu tolak ukur dalam

menilai keberhasilan pembangunan. Pola konsumsi suatu masyarakat

mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut, terutama bidang

perekonomian yang mengakibatkan perbedaan pola konsumsi antar masyarakat

secara umum dan tingkat rumahtangga secara khusus. Perbedaan kuantitas dan

kualitas konsumsi antar rumahtangga dikarenakan berbedanya pendapatan,

jumlah tanggungan, jabatan, kebutuhan tiap-tiap rumahtangga.

Konsumsi rumahtangga yang besar sejalan dengan pendapatan tinggi terhadap

pemenuhan kebutuhan konsumsi tersebut, bila kebutuhan rumahtangga dalam hal

ini konsumsi tidak didukung dengan pendapatan , maka akan terjadi kemunduran

ekonomi dan penurunan konsumsi suatu rumahtangga. Tingkat pendapatan yang

tinggi mempengaruhi keragaman bahan pangani, semakin beragam susunannya

serta proporsi pangan hewani yang lebih tinggi.


(16)

Persediaan bahan pangan akan mempengaruhi perubahan konsumsi yang

ditentukan oleh faktor demografi dan sosial ekonomi, ketersediaan yang sesuai

dengan permintaan akan membuat pilihan pangan yang utuh untuk masyarakat

atau rumah tangga dalam membeli dan mengkonsumsi. Faktor sosial ekonomi

akan menekan distribusi dari sentra produksi saat konsumsi menjadi budaya dan

secara ekonomi tingkat rumah tangga mampu untuk membeli (Suhardjo, 2003).

Rumahtangga secara alami akan memilih dan mengkonsumi jenis pangan sebagai

respon dari proses pemenuhan kebutuhan. Memilih dan mengkonsumsi jenis

pangan dengan melalui berbagai proses menentukan pilihan adalah kegiatan

individu atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan pangannya yang didasarkan

kepada faktor-faktor sosial dan budaya (Guthe dan Mead, 1945 dalam Sayuti dan

Efendi 2004).

Mengkonsumsi daging dan ikan dalam upaya mencukupi kebutuhan protein

hewani dalam tubuh manusia secara tidak langsung akan membentuk pola

konsumsi, oleh karena kegemaran atau sadar gizi. Kebiasaan mengkonsumsi

daging dapat terbentuk oleh gaya hidup yang berkaitan dengan pembentukan

kebiasaan makan. Beberapa faktor yang menyusun gaya hidup yang berkaitan

dengan pembentukaan kebiasaan makanan dan pola konsumsi adalah : (1)

Pendapatan, (2) Pendidikan Lingkungan hidup Perkotaan atau Perdesaan, (3)

Susunan keluarga, (4) Pekerjaan, (5) Suku Bangsa, (6) Kepercayaan dan Agama,

(7) Pengetahuan tentang kesehatan, (8) Pengetahuan akan Gizi, (9) Produksi

pangan (10) Sistem distribusi, (11) Sosial dan Politik (Suhardjo, 1989).


(17)

Menurut Harper dkk, (1986) proses pemenuhan kebutuhan protein hewani erat

kaitannya dengan pola konsumsi pangan, dimana pola konsumsi pangan adalah

upaya seseorang atau sekelompok manusia memilih makanan dan memakannya

sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial.

(Sayuti dan Efendi 2004 ).

Jenis dan jumlah pangan secara mikro dipengaruhi produksi, ketersediaan pangan

secara nasional dan domestik, ketersediaan pasar, alur distribusi yang memadai,

kesukaan, pendidikan, nilai sosial dan budaya yang berlaku di masyarakat.

Secara riil pendapatan rumahtangga adalah salah satu faktor yang menentukan

konsumsi tiap-tiap rumahtangga. Bahan pangan yang akan dikonsumsi juga

dipengaruhi oleh harga, karena fluktuatif harga pangan yang terjadi akan

mempengaruhi perilaku konsumsi tiap-tiap rumahtangga, terutama masyarakat

miskin (Soekirno,1991 dalam Ariani 1993).

Masyarakat dalam hal ini rumahtangga memilih pangan terlebih dahulu

mempertimbangkan salah satu atau lebih diantara aspek berikut ini : aspek teknis,

aspek ekonomis, aspek gizi dan kesehatan, aspek sosial budaya, dan aspek

agama. Berbagai aspek tersebut bisa dikombinasi berdasarkan hal-hal yang

mendukung dan menjadi acuan dalam memilih pangan (Aritonang, 2000 dalam

Nairah 2007).


(18)

Pencapaian konsumsi protein hewani secara nasional masih jauh dari standar

yang ditetapkan, untuk protein hewani perhari yaitu sebanyak 6,5 gram.

Rata-rata tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia hanya mencapai 4,7 gram/

orang/hari, sedangkan di Malaysia, Thailand dan Philipina rata-rata telah di atas

10 gram/orang/hari, sementara di negara maju seperti Jepang, Australia, dan New

Zealand konsumsi rata-rata telah mencapai di atas 20 gram/kapita/hari. (LIPI,

2004)

Tabel 1. Rata-rata konsumsi ikan, daging dan telur perkapita sehari di Indonesia

(gram) Tahun 2009-2012.

Komoditi

Tahun

2009 2010 2011 2012 Rata-rata

Ikan

7.28 7.63 8.02 8.12 7.76

Daging

2.22 2.55 2.75 2.64 2.54

Telur dan susu

2.96 3.27 3.25 3.22 3.17

Jumlah

12.46 13.45 14.02 13.98 13.47

Sumber : Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012.

Konsumsi protein hewani khususnya daging mengalami perubahan naik dan

turun tiap tahun. Jumlah konsumsi rata-rata protein hewani yang berasal dari

daging dalam 4 tahun sebanyak 2.54 gram dan jumlah rata-rata konsumsi protein

hewani untuk keseluruhan dalam 4 tahun terakhir sebanyak 13.47 gram perhari.

Konsumsi ini menunjukan rendahnya tingkat konsumsi terhadap daging


(19)

dengan jumlah 7.76 gram perhari serta telur dan susu sebanyak 3.17 gram

perhari.

Ketersediaan daging sapi secara umum tidak ada masalah, untuk semua daerah

kabupaten dan kota di Provinsi Lampung. Produksi daging sapi di Provinsi

Lampung secara terperinci dijelaskan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Produksi daging sapi per kabupaten dan kota di Provinsi Lampung

tahun 2010-2012

Kabupaten/Kota

Produksi Daging Sapi (kg)

2010

2011

2012*

1 Lampung Barat

488.240

505.118

519.851

2 Tanggamus

3.395.893

2.136.024

2.295.413

3 Lampung selatan

2.086.882

3.669.075

3.768.372

4 Lampung Timur

3.085.229

4.854.424

4.933.082

5 Lampung Tengah

14.308.935

7.269.114

7.344.845

6 Lampung Utara

4.496.636

5.963.237

6.088.062

7 Way Kanan

2.115.856

2.664.727

2.689.159

8 Tulang Bawang

1.351.345

1.197.837

1.227.973

9 Pesawaran

9.446.245

9.637.298

9.800.570

10 Pringsewu

2.086.575

3.889.536

3.971.935

11 Mesuji

2.426.877

4.014.983

4.086.853

12 Tulang Bawang Barat

811.866

1.443.856

1.455.539

13 Bandar Lampung

19.058.475 11.284.198 11.473.904

14 Metro

2.002.260

2.379.950

2.395.174

Jumlah

67.161.314 60.909.377 62.050.732

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kota Bandar Lampung memiliki produksi daging sapi tertinggi tahun

2010-2012, produksi mengalami penurunan pada tahun 2011 disebabkan oleh berbagai

faktor salah satunya pembatasan impor daging sapi dari Australia.


(20)

Konsumsi akan protein hewani khususnya daging di perkotaan dan perdesaan

berbeda, dan untuk Provinsi Lampung masih tergolong rendah, Besaran

konsumsi protein hewani di Provinsi Lampung dapat di lihat di Tabel. 3

Tabel 3. Rata-rata konsumsi ikan, daging, telur dan susu perkapita sehari (gram)

tahun 2010- 2011 di Provinsi Lampung.

Jenis Makanan Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

2010 2011 2010 2011 2010 2011

1 Ikan 6.88 6.88 6.58 6.44 6.66 6.56

2 Daging 2.76 2.71 1.74 2.00 2.01 2.18

3 Telur dan Susu 3.84 4.29 2.48 2.68 2.84 3.10 Jumlah 13.48 13.88 10.8 11.12 11.51 11.48

Sumber : Badan Pusat Statistik 2012

Konsumsi protein hewani di Provinsi Lampung pada tahun 2010-2011 untuk

wilayah perkotaan dan perdesaan mengalami perbuhan naik turun untuk kategori

ikan, daging, telur dan susu. Berdasarakan Tabel.3 konsumsi daging pada

perkotaan mengalami penurunan sebanyak 0.05 gram, sedangkan di perdesaan

konsumsi daging mengalami kenaikan sebanyak 0.26 gram. Penurunan yang

dialami tidak begitu besar sehingga diasumsikan masyarakat mengubah kuantitas

konsumsi daging dengan bahan pangan subtitusi lainnya. Dengan berbagai

faktor masyarakat Lampung akan memutuskan untuk memilih dan

mengkonsumsi bahan pangan protein hewani berupa daging khususnya daging

sapi.


(21)

Kemampuan membeli daging akan dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran yang

dialokasikan terhadap bahan pangan. Rata-rata konsumsi pangan hewani

berdasarkan golongan pengeluaran yang digunakan untuk membeli jenis pangan

protein hewani dijelaskan pada Tabel.4 terhadap ikan, daging, telur dan susu.

Tabel 4. Rata-rata konsumsi ikan, daging, telur dan susu per kapita sehari (gram)

menurut golongan pengeluaran per kapita sebulan (Rupiah) tahun 2011

di Provinsi Lampung

Golongan Pengeluaran perKapita Sebulan (Rp, 000)

Jenis

<100 100

150

200

300

500

750

1000

Rata-rata

Perkapita

-

-

-

-

-

-

-

100

149

199

299

499

749

999

>1000

1

Ikan

3.48

1.8

3.2 4.77

6.95

8.6

8.75

9.32

5.85875

2

Daging

-

-

0.11 0.72

1.55

4.02

5.64

5.96

2.25

3

Telur dan

Susu

-

0.31 1.06 1.74

2.99

4.34

5.52

6.51

2.80875

Jumlah

3.48 2.11 4.37 7.23 11.49 16.96 19.91

21.79

10.9175

Sumber : Badan Pusat Statistik 2011

Pengeluaran tiap-tiap rumah tangga diasumsikan dipengaruhi oleh pendapatan

dan banyaknya kebutuhan, banyaknya kebutuhan akan mempengaruhi besarnya

pengeluaran. Berdasarkan Tabel.4 dijelaskan bahwa masyarakat di Provinsi

Lampung akan mengkonsumsi daging bila pengeluaran diatas Rp 150.000.

Pengeluaran tiap-tiap rumahtangga terhadap daging juga dipengaruhi oleh

ketersedian daging itu sendiri. Ketersediaan daging sapi pada kwartal pertama

tahun 2013 mengalami mengalami penurunan. Pasokan daging sapi yang

tersedia secara ideal seharusnya 300 kg per hari, namun di lapangan hanya

tersedia 150 kg per hari menurut Menteri Perekonomian Hatta Rajasa (Kompas,


(22)

2013). Penurunan pasokan daging mengakibatkan kenaikan harga dasar daging

segar di pasaran.

Bandar Lampung sebagai Ibu Kota Provinsi Lampung merupakan pusat kegiatan

bisnis dan aktivitas ekonomi dengan jumlah penduduk sekitar 881.801 jiwa pada

Sensus Penduduk tahun 2010 ( BPS, 2012). Keadaan ekonomi dan taraf hidup

yang lebih beragam dibandingkan kabupaten dan kota lainnya, menjadikan Kota

Bandar Lampung sangat memadai untuk dikaji atau dipelajari dalam mejawab

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola konsumsi daging sapi. Selain

ekonomi, tingkat pendidikan yang bermacam-macam dan informasi yang begitu

cepat, diduga masyarakat Kota Bandar Lampung akan memiliki lebih banyak

faktor yang mempengaruhi dalam menkonsumsi daging sapi.

Berdasarkan capaian Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kota Bandar

Lampung tahun 2013, konsumsi daging sapi di Kota Bandar Lampung pada

tahun 2009 sebesar 1,2 kg/perkapita, tahun 2010 sebesar 1.06 kg/perkapita, tahun

2011 sebesar 1,45 kg/perkapita dan pada tahun 2012 sebesar 1.66 kg/kapita. Kota

Bandar Lampung mengalami konsumsi daging sapi tertinggi pada tahun 2012.

(Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan, 2013)


(23)

Kota Bandar Lampung memiliki 13 kecamatan sebagai infrastruktur jalannya

pemerintahan di Kota Bandar Lampung. Badan Pusat Statistik mendata jumlah

penduduk di Kota Bandar Lampung pada tahun 2011 pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2011 (jiwa).

No

Kecamatan

Jumlah Penduduk

1

Teluk Betung Barat

60,041

2

Teluk Betung Selatan

93,156

3

Panjang

64,194

4

Tanjung Karang Timur

90,295

5

Teluk Betung Utara

63,342

6

Tanjung Karang Pusat

73,169

7

Tanjung Karang Barat

64,439

8

Kemiling

72,248

9

Kedaton

89,273

10

Rajabasa

43,727

11

Tanjung Seneng

41,672

12

Sukarame

71,530

13

Sukabumi

64,288

Jumlah

881.801

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012

Secara statistik penduduk terbanyak berada di Kecamatan Teluk Betung

Selatan, yaitu sebanyak 93.156 jiwa, dan penduduk yang paling sedikit di Kota

Bandar Lampung berada di Kecamatan Tanjung Seneng yaitu sebanyak 41.672

jiwa.


(24)

B.

Perumusan Masalah

Ketersediaan daging sapi di Kota Bandar Lampung secara umum tidak ada

masalah, namun tingkat konsumsi yang masih rendah secara garis besar

dipengaruhi oleh harga sapi yang relatif mahal. Daging sapi segar menjadi

alternatif yang paling baik dibanding daging sapi olahan, secara tidak langsung

berhubungan dengan tingkat pendidikan dan Informasi gizi yang berkembang di

masyarakat secara umum dan ibu rumahtangga secara khusus. Besaran konsumsi

yang dilakukan merupakan respon dari pendidikan gizi dan kemampuan untuk

membeli masyarakat guna mengkonsumsi dalam jenis, frekuensi, jumlah dan

tempat dimana daging sapi diperoleh.

Pola konsumsi adalah kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi dalam jenis,

frekuensi, jumlah dan tempat dimana daging sapi diperoleh. Pola konsumsi yang

akan di teliti adalah pola konsumsi daging sapi pada rumahtangga yang ada di

Kota Bandar Lampung. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging

sapi dan elastisitas permintaan daging sapi. Oleh karena itu, penelitian ini

mempunyai batasan permasalahan untuk mengetahui :

1)

Bagaimana pola konsumsi daging sapi dan produk olahan daging sapi pada

rumahtangga di Kota Bandar Lampung ?

2)

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan daging sapi pada

rumahtangga di Kota Bandar Lampung?


(25)

3)

Bagaimana elastisitas permintaan untuk daging sapi pada rumahtangga di

Kota Bandar Lampung ?

C.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang ada, maka penelitian

ini bertujuan :

1)

Menganalisis pola konsumsi daging sapi dan produk olahan daging sapi pada

rumahtangga di Kota Bandar Lampung

2)

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi pada

rumahtangga di Kota Bandar Lampung

3)

Mengetahui elastisitas permintaan daging sapi pada rumahtangga di Kota

Bandar Lampung

D.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi :

1)

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan

pengetahuan informasi sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam

menentukan kebijakan harga khususnya harga daging sapi bagi ibu

rumahtangga

2)

Peniliti lain, sebagai referensi untuk penelitian yang berkaitan dengan pola

konsumsi dan permintaan daging sapi.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Daging Sapi

Daging adalah sekumpulan sejumlah otot yang melekat pada tulang atau kerangkanya. Biasanya daging berasal dari hewan ternak yang sudah

disembelih, istilah daging berbeda dengan karkas, daging adalah bagian yang tidak mengandung tulang sedangkan karkas adalah daging-daging yang belum dipisahkan dari tulang kerangka. Daging sapi merupakan salah satu sumber bahan pangan protein hewani, mengandung unsur gizi yang cukup tinggi berupa protein dan energi.

Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi, mengandung 19 % protein, 5%lemak, 70% air, 3,5 % zat-zat non protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al.

1992). Komposisi daging menurut Lawrie (1991) dalam Suhairi (2007) terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5 % lemak dan 3,5% zat-zat non protein, 9 % lemak dan 1% abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukan yang akan menurunkan presentasi air dan protein serta meningkatkan presentase lemak (Romans et al. 1994 dalam Suhairia, 2007)


(27)

Protein daging terdiri dari protein sederhana dan protein terkonjugasi.

Berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat. Protein

sarkoplasam adalah protein larut air karena pada umumnya dapat diekstrak oleh air dan larutan garam encer. Protein myofibril terdiri atas aktin dan myosin, serta jumlah sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein jaringan ikat ini memiliki sifat larut dalam larutan garam. Protein jaringan ikat merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas kalogen, elastin, dan retikulin (Muchtadi dan Sugiono 1992 dalam Suhairi 2007). Komposisi 100 gram daging sapi dan jumlah kandungan didalamnya akan dijelaskan dalam Tabel. 6

Tabel 6. Komposisi daging sapi per 100 gram bahan yang dapat dimakan.

Komposisi Kandungan

Kalori (Kal) 207

Protein(gram) 18,8

Air (gram) 66

Lemak (gram) 14,0

Kalsium (mg/gram) 11,0

Fosfor (mg/gram) 170

Besi (mg/gram) 3,0

Vitamin A (µg/gram) 30

Vitamin B (µg/gram) 0,08

Sumber : Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI, 2012

Air merupakan senyawa yang paling berlimpah sistem kehidupan dan mencakup 70 % atau lebih dari bobot tubuh. Menurut Winanrno (1997), bahwa kadar air yang dimiliki oleh semua bahan bangan berbeda-beda. Kebutuhan protein bagi manusia digolongkan berdasarkan umur. Rata-rata untuk anak yang berumur 0-9 tahun memerlukan 27 g per orang per hari,


(28)

sedangkan rata-rata kebutuhan orang dewasa yang berumur 10-60 tahun membutuhkan 49 gr per-orang per-hari.

Gambar 1. Bagian karkas sapi Sumber : Badan Informasi Pertanian DKI Jakarta 1993

Keterangan :

1. Daging punuk (blade) 2. Daging paha depan (chuck) 3. Daging lemusir (cub roll) 4. Has luar (sirloin)

5. Has dalam (fillet)

6. Penutup + tanjung (top slide + rump) 7. Pendasar + gandik (Silver side) 8. Daging kelapa (inside)

9. Sengkel (shank) 10.Samcan (flank) 11.Daging iga (rib meat) 12.Sanding lamur (brisket)


(29)

Tiap-tiap bagian karkas memiliki kandungan nutrisi yang berbeda-beda sehingga harga dari tiap-tiap bagian akan berbeda-beda karkas, dapat diklasifikasikan berdasarkan nutrisi, dan tekstur daging. Daging sapi merupakan bagian dari karkas sapi, secara garis besar kasrkas sapi dibagi menjadi 6 kelompok daging utama. Berikut di jelaskan pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi nutirisi daging sapi berdasarkan letak karkasnya Jenis

Potongan

Komposisi Nutrisi Daging

Protein (%)

Air (%)

Lemak

(%)

Abu

(%)

Kalsium

(mg/100g)

Fosfor

(mg/100g)

Chuck 18,6 65 16 0,9 11 167

Flank 19,9 61 18 0,9 12 186

Loin 16,7 57 25 0,8 10 182

Rib 17,4 59 23 0,8 10 149

Roun 19,5 69 11 1,0 11 180

Rump 16,2 55 28 0,8 9 131

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2010

Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting menjaga tubuh manusia. Selain itu lemak juga merupakan sumber energy yang lebih efektif dibanding dengan karbonhidrat dan protein. Satu gram lemak atau minya dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. (Winarno, 1997)

Menurut Winarno (1997), tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain. Diperkirakan 2% berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0-1,4 kg terdiri dari kalsium. Kebutuhan tubuh akan kalsium atau zat kapur adalah 0,8 gram sehari bagi orang dewasa normal.


(30)

Berdasarkan Standar Perdagangan (SP) 144-1982 dalam BIP DKI Jakarta (1993) yang ditetapkan Departemen Perdagangan Indonesia, penggolongan daging sapi menurut kelasnya adalah sebagai berikut :

Golongan (kelas) I, meliputi daging bagian 1. Has dalam (fillet)

2. Tanjung (rump) 3. Has luar (sirloin) 4. Lemusir (cube roll)

- Kelapa (inside)

- Penutup

- Pendasar + gandik (silver side)

Golongan (kelas) II, meliputi daging bagian 1. Paha depan

- Sengkel (shank)

- Daging paha depan (chuck) 2. Daging iga (rib meat) 3. Daging punuk (blade)

Golongan (kelas) III, meliputi daging lainnya yang tidak termasuk golongan I dan golongan II, yaitu :

1. Samsan (flank)

2. Shandung lamur (brisket) 3. Daging bagian lainnya

Penggolongan daging sapi secara visual memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda. Tabel.8 akan menjelaskan karakteristik visual dari daging sapi berdasarkan golongan atau kelasnya.


(31)

Tabel 8. Ciri-ciri dan karakteristik daging sapi berdasarkan golongan.

Karakteristik Ciri-ciri

Golongan I Golongan II Golongan III

Warna merah khas

daging segar

merah khas daging segar

merah khas daging segar

Bau khas daging

segar

khas daging segar

khas daging segar

Penampakan kekenyalan

kering kenyal lembab kurang

kenyal

basah lembek

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2010

Produk-produk olahan yang berasal dari daging sapi banyak tersebar, yaitu berupa baso, abon, cornet, dan sosis. Macam-macam produk olahan ini telah mengalami perubahan dan penambahan dari bentuk aslinya yaitu daging sapi. (Wikipedia. 2013).

Tubuh sangat membutuhkan protein, karena protein berfungsi menyediakan bahan-bahan yang penting dimana bahan-bahan yang tersedia dari protein dapat memelihara jaringan tubuh. Protein bekerja sebagai pengatur kelangsungan proses didalam tubuh serta memberikan tenaga bila korbonhidrat dan lemak tak mampu mencukupi kebutuhan.

Protein sebagai zat pembangun, yaitu merupakan bahan pembangun jaringan baru. Dengan demikian protein amatlah penting bagi semua taraf kehidupan mulai dari masa anak-anak, remaja yang sedang bertumbuh, juga pada masa hamil dan menyusui pada wanita dewasa, kondisi masa penyembuhan, demikian juga untuk orang yang lanjut usia. Tubuh yang menerima cukup makanan bergizi akan mempunyai simpanan-simpanan protein untuk digunakan dalam keadaan darurat. Tetapi bila keadaaan tidak menerima


(32)

menu seimbang atau mencukupi kebutuhan tubuh berlanjut terus, maka gejala-gejala kurang protein akan timbul.

Protein sebagai pengatur, yaitu pemeliharaan serta pengaturan proses-proses yang berlangsung di dalam tubuh. Hormon yang mengatur proses pencernaan dalam tubuh adalah terdiri dari protein. Protein membantu mengatur keluar masuknya cairan, nutrient (zat gizi) dan metabolit dari jaringan masuk ke saluran darah. Protein sebagai bahan bakar, karena protein mengandung unsur karbon. Protein menyediakan energy bagi kelangsungan aktifitas tubuh, protein akan dibakar sebagai sumber energi (Suhardjo dan Kusharto, 1992).

Kebutuhan protein dalam tubuh sangatlah penting, karena protein adalah sumber energi dalam tubuh serta sumber kalori yang relatif sangat mahal dibandingkan dengan karbonhidrat dan lemak. Sebanyak 4 kkalori energi dapat dihasilkan dari 1 gram protein. Protein dibagi menjadi dua yaitu protein nabati dan protein hewani. Protein nabati dapat dihasilkan dari kacang-kacangan dan protein hewani didapat dari bahan makanan berupa daging, ikan , telur dan organ hewan.

Kebutuhan protein dalam tubuh sangatlah penting, karena protein adalah sumber energi dalam tubuh serta sumber kalori yang relatif sangat mahal dibandingkan dengan karbonhidrat dan lemak. Sebanyak 4 kkalori energi dapat dihasilkan dari 1 gram protein. Protein dibagi menjadi dua yaitu protein nabati dan protein hewani. Protein nabati dapat dihasilkan dari kacang-kacangan dan protein hewani didapat dari bahan makanan berupa daging, ikan , telur dan organ hewan.


(33)

Pada umunya bahan makanan yang menghasilkan protein nabati mengandung asam amino yang kurang lengkap, sedangkan protein hewani mengandung asam amino yang lengkap. Apabila bahan makanan terdiri dari berbagai macam, maka kekurangan salah satu asam amino dalam suatu bahan makanan akan ditutupi oleh kelebihan asam amino yang sama dari bahan makanan lainnya (Indriani, 2007).

Protein berdasarkan asam amino pembentuknya, dikelompokkan manjadi protein sempurna, protein tidak sempurna, dan protein kurang sempurna. Kasein pada susu, albumin pada telur merupakan protein sempurna. Berdasarkan sumber pangannya, protein dibedakan atas protein hewani dan protein nabati. Protein hewani banyak terdapat pada daging, telur, ikan dan susu yang merupakan protein sempurna berasal dari sumber pangan protein hewani (Tejasari, 2005).

2. Pola Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan atau untuk memperolah zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan

sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat. (Sediaoetama, 1996)


(34)

Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al (1986), faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Untuk tingkat konsumsi (Sediaoetama, 1996), lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus terpenuhi.

Pola pangan adalah suatu kegiatan mengkonsumsi pangan yang dilakukan sebagai bentuk respon dari pengaruh fisiologis, psikhologis, sosial dan budaya. Pola pangan indentik sama dengan pola makan dan kebiasaan pangan. Pola konsumsi pangan adalah susunan beragam pangan dan hasil olahannya yang dimakan dengan berpola dan bersiklus oleh orang dan dicerminkan dalam jumlah, jenis, dan sumber bahan makanan (Harper dkk, 1986).

Pola konsumsi pangan yang dinilai secara kualitatif secara garis besar meliputi jenis, jumlah, frekuensi yang dimakan. Pangan dalam aspek kebutuhan hidup seseorang menjadi sangat penting dalam mempertahankan hidup, dan pangan menjadi kebutuhan pokok yang wajib untuk dipenuhi. Berbeda dengan kebutuhan hidup lainnya, kebutuhan pangan harus terpenuhi secara cukup. Terpenuhi secara cukup ialah terpenuhi sesuai kebutuhan dan sesuai yang dianjurkan, sebab bila dalam taraf yang berlebih maupun dalam


(35)

taraf yang kurang akan menimbulkan masalah gizi dan penyakit (Suhardjo, 1989).

Rumahtangga merupakan naungan didalam proses pola konsumsi pangan. BPS mendefinisikan rumahtangga sebagai seorang atau kelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau bangunan sensus, dan biasanya tinggal bersama serta makan bersama dari satu dapur. Rumahtangga yang umumnya didiami oleh bapak, ibui, anak disebut rumahtangga biasa. Kepala rumah tangga adalah seorang seseorang atau sekelompok anggota rumahtangga yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan sehari-hari atau konsumsi rumahtangga atau orang yang ditunjuk untuk bertanggung jawab. Anggota rumahtangga adalah orang yang umumnya mendiami rumahtangga (BPS, 2008). Rumahtangga merupakan akumulasi dari berbagai keputusan yang lahir dari berbagai aspek yang mempengaruhi rumahtangga dalam menkonsumsi.

Seseorang akan mengkonsumsi suatu pangan karena di sebabkan dengan dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam dirinya (intrinsik) dan faktor yang berasal dari luar dirinya (ekstinsik). Faktor sosial dan budaya masuk kedalam faktor ekstrinsik dan faktor instrinsik meliputi hal-hal yang berasal dari pribadi yang menkonsumsi.


(36)

Menurut Indriani (2007), pola konsumsi yang dipengaruhi oleh dua faktor :

1. Faktor dari luar (ekstrinsik)

a. Ketersediaan pangan

Ketersediaan pangan yang beragam akan cenderung menstimulan orang dalam melakukan pilihan pangan. Ketersedian mencakup jumlah, jenis dan waktu dalam penyediaan bahan pangan, sangat erat kaitannya dengan sektor penyediaan dan jalur distribus. Jarak dari kumpulan produsen menuju areal konsumen. Kondisi jalan dan fasilitas transportasi yang memadai.

Ketersediaan juga dipengaruhi oleh bahan pangan itu sendiri, apakah diproduksi sendiri dalam hal ini ikan telur daging dan susu untuk kajian protein hewani, apaka di impor, hal ini akan berdampak pada harga komoditas atau bahan pangan di konsumen.

b. Pola sosial dan budaya

Pola sosial budaya yang berkembang dari adat istiadat setempat dapat mempengaruhi cara makan seseorang. Pola sosial merupakan suatu tatanan (pola) mengenai kehidupan masyarakat. Adapun kata budaya mengandung arti pikiran, yang merupakan hasil budi manusia. Sehingga menurut Suhardjo (1989), budaya merupakan cara hidup manusia, yang mengajarkan bagaimana orang bertingkah laku dalam memenuhi kebutuhan dasar biologisnya.

Budaya membentuk cara makan seseorang dalam hal : (1) apa yang


(37)

(3) siapa yang menyiapkan makanan, siapa yang menyajikan dan prioritas anggota tertentu dalam pola pembagian pangan, (4) hubungan antara besarnya keluarga dan umur anggota keluarga dengan pola pangan dan status gizi, (5) larangan keagamaan yang berhubungan dengan konsumsi pangan, (6) kapan seorang boleh atau tidak memakannya, (7) apa saja yang dianggap tabu. Pada kenyataan budaya dapat mengkaji sesuatu yang dianggap tabu dan berimbas pada keputusan untuk tidak memakannya.

2. Faktor dari dalam (instrinsik)

Dalam memilih berbagai pangan untuk dikonsumsi, apabila memungkinkan secara pribadi seseorang akan memilih pangan yang sudah dikenal dan disukai. Dengan istilah kesukaan, seseorang akan emberi nilai berbeda untuk merespon pangan tersebut. Perkembangan mental dan pengetahuan

seseorang yang di pengaruhi sosial dan budaya, akan mencoba memilih diluar dari apa yang sudah dibentuk didalam budaya keluarga seperti warna, bentuk, dan komposisi pangan.

Di samping, reaksi indra perasa terhadap makanan sangat berbeda dari tiap-tiap orang. Faktor dari dalam juga mencakup pengetahuan gizi dan status kesehatan yang didapat dan dipahami, dengan taraf pengetahuan akan gizi yang baik akan memperngaruhi keputusan dalam mengkonsumsi sebuah bahan pangan.

Menurut Suhardjo (1989) terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi pola konsumsi pangan sebagian besar penduduk yaitu : (1) produksi pangan untuk


(38)

keperluan rumah tangga, (2) pengeluaran untuk keperluan rumah tangga, dan (3) pengetahuan gizi dan ketersediaan pangan.

3. Perilaku Konsumen dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

A. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen memiliki kepentingan khusus bagi konsumen yang ingin merubah perilakunya. Kepentingan khusus tersebut meliputi pemasaran, pendidikan, dan perlindungan konsumen serta kebijakan umum. Pemasar harus mengkaji apa yang menjadi sasaran pelanggan, maka tugas pemasar adalah memahami perilaku konsumen (Kotler, 2000).

Menurut Engel et’al (1994), perilaku konsumen adalah respon langsung yang dilakukan konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului tindakan tersebut. Tindakan membeli dilihat dari pilihan konsumen terhadap merek, jumlah produk, tempat, dan frekuensi pembelian.

Menurut Robert East dalam Hady (2008), secara garis besar keputusan konsumen dalam membeli beragam, maka jenis-jenis konsumsi dapat digolongkan menjadi pembelian penting, konsum rutin, konsumsi karena terpaksa dan konsumsi group.

a). Pembelian penting, jenis konsumsi biasanya hanya terjadi sekali saja dalam pengambilan keputusan karena kurangnya pengalaman sebagai dasar pembuatan keputusan.


(39)

b). Konsumsi rutin, pembelian yang dilakukan secara berulang, yaitu jika seseorang yang berbelanja ke pasar dan membeli kembali produk yang sama pada saat kunjungan terkahir di pasar tersebut.

c). Konsumsi karena terpaksa, jenis konsumsi yang dilakukan konsumen karena tidak ada pilihan selain membeli dan mengkonsumsi.

d). Konsumsi grup, jenis konsumsi yang dilakukan secara individual dan secara berkelompok.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut Kotler (2000) adalah pengaruh internal dan pengaruh eksternal dari konsumen yang melakukan pembelian.

Gambar 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen Sumber : Kotler. (2000)

Budaya • Kultur • Subkultur • Kelas

sosial • Etnis

Sosial

• Kelompok

acuan • Keluarga • Peran dan

status • Pemasaran

Pribadi • Usia • Pekerjaan • Keadaan

ekonomi • Gaya Hidup • Kepribadian

Psikologi • Motivasi • Presepsi • Pengetahuan • Keyakinan

dan Pendirian

Eksternal Internal


(40)

(1) Faktor Ekternal

a. Budaya

Budaya adalah faktor penentu keinginan perilaku yang paling mendasar. Menurut Engel at’al (1994) budaya mengacu pada serangkaian nilai, gagasan, sikap dan simbol lain sebagai media komunikasi, membuat tafsiran dan mengevaluasi sebagian anggota masyrakat.

Menurut Stanton, (1996) dalam Hady, (2008) menjelaskan kultur atau kebudayaan adalah simbol dan fakta yang kompleks, yang diciptakan oleh manusia sebagai penentu dan pengatur tingkah laku manusia dalam

bermasyarakat. Etnis adalah suatu kelompok masyarakat yang hidup dengan budaya dari leluhurnya yang merupakan batasan-batasan spiritual, bercocok tanam, serta hidup bermasyarakat. Kelas sosial adalah pembagian

masyarakat yang relative homogen dan permanen, yang tersususn secara hirarki dan memiliki anggota dengan nilai-nilai, minat, dan perilaku yang sama. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan, dan tempat tinggal. Kelas sosial dapat dicirikan dengan berbeda dalam busana, cara berbicara, preferensi rekreasi dan lain-lain (Kotler, 2000).

b. Sosial

Kelompok acuan adalah semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap atau tidak langsung terhadap sikap yang tercipta atau keputusan terhadap pemakaian barang. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Keluarga merupakan


(41)

objek penelitian yang ekstentif. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai.

(2). Faktor Internal.

a. Pribadi

Keputusan pembeli dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi yang menyangkut usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. Kepribadian sangat melekat terhadap unsure pembentuk respon tiap manusia, dan kepribadian tuap-tiap orang berbeda. Kepribadian menunjukkan karakteristik psikologis yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan konsisten dan relatif lama untuk berubah dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Secara garis besar kepribadian dijelaskan dengan cirri-ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, kemampuan beradaptasi.

b. Psikologi

Motivasi adalah dorongan dari dalam diri yang menjadi dasar untuk bertindak dan memutuskan. Sesuatu kebutuhan akan dipilih berdasarkan motivasi apabila hal itu didorong dari dalam diri hingga mencapai tingkat intensitas yang memadai. Presepsi adalah proses bagaimana seorang individu memilih, mengorganisasi dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk


(42)

mendapatkan gambaran yang memiliki arti, dengan kata lain pemahaman terhadap produk yang akan dibeli. Pengetahuan dapat merubah perilaku yang timbul dari pengalaman sebelumnya. Pembelajaran yang menghasilkan pengetahuan berawal dari petunjuk, tanggapan respon dan informasi yang dimiliki. Keyakinan merupakan suatu gagasan deskriptif yang dianut oleh seseorang tentang sesuatu. Pendirian menggambarkan penilain kognitif yang baik maupun tidak baik, perasaan emosional, kecendrungan berbuat yang bertahan selama waktu tertentu terhadap beberapa objek atau gagasan.

4. Permintaan dan Konsep Elastisitas

a. Permintaan

Teori dasar yang digunakan adalah teori permintaan yang menyatakan bahwa suatu rumahtangga atau individu sebagai konsumen akan selalu berusaha untuk memperoleh kepuasan maksimum dari barang yang dikonsumsinya. Kepuasan maksimum dimaksudkan sebagai nilai daya guna yang diberikan oleh barang yang dikonsumsi. Namun demikian untuk mencapai kepuasan maksimum, konsumen dibatasi oleh pendapatan yang digunakan untuk membelanjakan berbagai barang yang dibutuhkannya. Hal ini berarti bahwa ada pengalokasian pendapatan yang optimum oleh konsumen untuk memperoleh sejumlah barang yang memberikan daya guna (utilitas) maksimum.

Menurut Lipsey dkk., (1995), beberapa variabel yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta adalah harga komoditi/barang itu sendiri, harga komoditi lain, pendapatan, rata-rata penghasilan rumah tangga (distribusi pendapatan), selera, dan besarnya populasi atau jumlah penduduk.


(43)

Secara matematis variabel-variabel tersebut dapat dibentuk dalam suatu fungsi berikut :

Qdx = f (Px, Py, I, T, N) ……….(1)

Keterangan :

Qdx = jumlah barang x yang diminta

Px = harga barang x

Py = harga barang y

I = pendapatan

T = selera

N = populasi

Perubahan faktor-faktor diatas akan mempengaruhi kurva permintaan. Kurva permintaan menggambarkan hubungan fungsional antara harga dan jumlah yang diminta. Perubahan harga barang itu sendiri akan menyebabkan perpindahan sepanjang kurva permintaan, dengan demikian kuantitas yang diminta akan menurun. Oleh karena itu, perubahan pendapatan, perubahan harga barang lain, perubahan selera, perubahan populasi akan menggeser seluruh kurva permintaan kearah kiri atau kearah kanan (Lipsey dkk., 1995).

Dalam menganalisis suatu fungsi permintaan harus dibedakan antara

permintaan dan jumlah komoditas yang diminta. Permintaan menggambarkan keadaan keseluruhan daripada hubungan diantara faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan dan jumlah komoditas yang diminta. Oleh karena itu, jumlah komoditas yang diminta menggambarkan banyaknya jumlah komoditas yang diminta pada suatu tingkat harga tertentu.

Permintaan seseorang atau sesuatu masyarakat atas suatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Di antara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah (1) harga barang itu sendiri, (2) harga barang-barang lain yang menpunyai kaitan


(44)

erat denganbarang tersebut, (3) pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat, (4) corak ditribusi pendapatan dalam masyarakat, (5) cita rasa masyarakat, (5) jumlah penduduk, (6) ramalan mengenai keadaan mendatang (Sukirno, 2003).

b. Konsep Elastisitas

Menurut Sukirno (2003), elastisitas adalah kepekaan komoditas yang diminta terhadap salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi permintaan. Elastisitas permintaan adalah suatu pengukuran kuantitatif yang menunjukkan sampai dimana responsif perubahan harga terhadap perubahan permintaan.

Menurut Lipsey dkk., (1995), elastisitas permintaan cenderung dipengaruhi oleh perubahan harga, sehingga sering disebut elastisitas harga. Perubahan jumlah barang yang diminta dpat dipengaruhi oleh perubahan harga barang itu sendiri, dapat diukur dengan elastisitas harga.

Ukuran kuantitatif yang menyebabkan besar kecilnya pengaruh perubahan harga atau faktor-faktor lain diluar perubahan harga yang mengakibatkan perubahan permintaan disebut elastisitas. Dengan mengetahui bagaimana harga dan julmah komoditas yang diperjualbelikan berubah (Sugiarto,2000)

Elastisitas permintaan dibedakan menjadi tiga konsep yaitu (a) elastisitas harga, (b) elastisitas permintaan silang (c) elastisitas permintaan pendapatan.


(45)

(a). Elastisitas harga

Dalam menganalisis akibat perubahan harga keatas perubahan jumlah barang yang diminta adalah penghitungan koefesien elastisitas permintaan atau Ed. Koefisien tersebut adalah angka penunjuk yang menggambarkan seberapa besarkah perubahan jumlah barang yang diminta bila dibandingkan dengan tingkat perubahan harga.

Secara matematis koefesien elastisitas permintaan terhadap harga (Ed) menggunakan rumus :

Ed Persentasi perubahan jumlah barang yang diminta Persentasi perubahan harga

Ed

……….. (2)

Ed ∆Q

Q ∆P

P

Ed ∆Q Q X

P ∆P

Bila angka elastisitas permintaan (Ed) lebih kecil dari pada satu (Ed<1), maka permintaan dikatakan inelastis. Inelastis menunjukkan bahwa presentasi perubahan jumlah yang diminta lebih kecil dari presentasi perubahan harga. Menurut Sukirno (2004), hal ini desebabkan karena harga dan jumlah barang yang diminta mengalami perubahan kearah berbalikan dan merupakan kondisi yang selalu akan terjadi.


(46)

Bila angka elastisitas permintaan (Ed) lebih besar dari pada satu (Ed>1), maka permintaan dikatakan elastis. Bila angka elastisitas permintaan sama dengan satu (Ed=1), maka permintaan dikatakan elastis uniter. Elastis uniter adalah presentase perubahan sama antara perubah harga dan jumlah barang yang diminta. Semakin peka jumlah yang diminta terhadap perubahan harga, maka semakin besar angka elastisitas permintaannya (Lipsey dkk., 1995).

(b). Elastisitas permintaan silang

Menurut Sukirno (2003), elastisitas permintaan silang adalah koefesien yang menunjukkan sampai di mana besarnya perubahan permintaan ke atas sesuatu barang apabila terjadi perubahan keatas hargabarang lain atau dengan ringkas disebut elastisitas silang. Secara matematis koefesien elastisitas silang (Ec) menggunakan rumus :

Ec Persentasi perubahan jumlah barang Y yang diminta Persentasi perubahan harga barang X

Ec

X1 X X Y1 Y

Y

… … … "3$

Ec ∆X

X ∆Y

Y

Ed ∆X X X

Y ∆Y

Bila angka elastisitas silang positif (Ec>1) maka barang A dan B adalah subtitusi, karena peningkatan harga barang B akan membuat jumlah barang A yang diterima meningkat. Bilai angka elastitas silang negatif (Ec<1), maka


(47)

barang A dan B adalah komplementer, karena harga barang B akan mebuat barang A yang diminta menurun (Lipsey, 1995).

(c). Elastisitas permintaan pendapatan

Elastisitas permintaan pendapatan atau diringkas dengan elastisitas pendapatan adalah koefisien yang menunjukkan seberapa besar perubahan permintaan keatas suatu barang sebagai akibat dari perubahan pendapatan pembeli atau konsumen. Secara matematis koefesien elastisitas pendapatan (Ei)

menggunakan rumus :

Ei Persentasi perubahan jumlah barang yang diminta Persentasi perubahan pendapatan

Ei

% %

% & &

&

………(4)

Ec ∆X

X ∆i

i

Ed ∆X X X

i ∆i

Bila angka elastisitas pendapatan kurang dari satu (Ei<1), maka disebut tidak elastis,artinya apabila perubahanpendapatan menimbulkan perubahan yang kecil saja keatas jumlah yang diminta (barang inferior). Bila angka elastisitas pendapatan adalah sama dengan nol (Ei=0), maka terjadi kenaikan pendapatan yang tidak menyebabkan kenaikan jumlah barang yang diminta (barang netral). Elastis pendapatan dikatakan elastis jika angka koefisien elastisitas pendapatan lebih dari satu (Ei>1), hal ini terjadi apabila perubahan pendapatan

menimbulkan pertambahan permintaan yang lebih besar daripada perubahan pendapatan (barang superior).


(48)

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Metode Analisis Hasil

1 Arianto (2011) Pola Makan Mie Instan Strukturalisme

Levi- Strauss

1. Nilai-nilai pada mahasiswa yang mengolah dan mengkonsumsi mie istan adalah: kreatif, sosial, ekonomi, dan bersih.

2. Mahasiswa percaya bila makan mie instan dapat menghindari resiko kegemukan maupun

kolesterol

3. Terdapat enam variasi pola makan mie instan menurut waktu serta tiga variasi pola makan mie instan menurut kualitas hari.

2 Burhanuddin

dan

Atmakusuma (2002)

Analisis Preferensi dan Pola Konsumsi Kerbau Pada Konsumen Rumahtangga di Kabupaten Pandeglang

Regresi Linier Berganda

1. Tingkat kesukaan masyarakat diPandeglang dalam mengkonsumsi daging kerbau selain masih sangat dipengaruhi adat-istiadat.

2. Jumlah permintaan daging kerbau dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga dan tidak dipengaruhi oleh harga daging kerbau, harga daging ayam dan jumlah anggota keluarga.

3 Kahar (2010) Analisis Pola Konsumsi Daerah

Perkotaan dan Perdesaan Serta Keterkaitannya Dengan

Karakteristik Sosial Ekonomi Di Provinsi Banten

Almost Ideal Demand System

1. Didaerah perkotaan konsumsi telur, daging, susu cenderung lebih tinggi, dan berpengaruh

terhadapa karakteristik sosial ekonomi.

2. Pendapatan/pengeluaran mempengaruhi tingkat konsumsi di perkotaan dan perdesaan.


(49)

4 Laily dan Zaini (2006)

Analisis Faktor yang

Mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi Untuk Makanan Berprotein dengan Menggunakan Regresi Tobit

Regresi Tobit 1. Pengeluaran konsumsi untuk makanan berprotein

secara signifikan dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga, proporsi pengeluaran pangan dan pegeluarn pangan.

2. Pengeluaran konsumsi untuk makanan berprotein di daereah perdesaan dipengaruhi secara

signifikan oleh jumlah anggota keluarga, umur kepala rumahtangga dan proporsi pengeluaran pangan. Sedangankan untuk perkotaan

dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah anggota rumahtangga, proporsi pengeluaran dan pengeluaran perbulan perkapita.

5 Purba (2004) Analisis Perubahan Pola

Konsumsi Daging di Indonesia

LA/AIDS (Almost Ideal Demand System)

1. Tingkat partisipasi dan konsumsi daging lebih besar di daerah perkotaan dari pada di perdesaan. Tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi daging menurun saat krisis dan kembali meningkat pasca krisis.

2. Semakin tinggi tingkat pendapatan, maka tingkat konsumsi daging semakin tinggi.

3. Permintaan konsumsi atas daging dipengaruhi secara nyata oleh pendapatan, harga daging, dan jumlah anggota rumah tangga. Jumlah anggota rumahtangga berhubungan positif dengan pangsa pengeluaran untuk daging


(50)

6 Sayekti (2008) Konsumsi Pangan Rumahtangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Nonberas di Indonesia

Deskriptif dan Kualitatif

berdasarkan Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional

1. Semakin tinggi pendapatan maka semakin rendah konsumsi pangan yang besumber dari bahan-bahan pangan karbohidrat seperti padi-padian, serta semakin tinggi pula konsumsi sumber protein hewani daging, telur, dan susu.


(51)

Jadi penelitian ini layak untuk dilanjutkan berdasarkan penelitian yang sudah ada, tempat yang mempegaruhi harga untuk tiap-tiap potongan daging sapi akan membuat penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Keragamanan taraf hidup di Kota Bandar Lampung, serta ruang lingkup yang lebih kecil dalam skala Kota Bandar Lampung membuat penelitian ini menjadi lebh memprioritaskan kajian yang berkembang di dalam masyarakat Kota Bandar Lampung.


(52)

C. Kerangka Pikir

Proses pengambilan keputusan konsumen tidak memerlukan waktu yang lama, tergantung pada jenis daging dan harga yang berlaku. Gaya hidup yang sadar akan nilai gizi menjadi acuan untuk masyarakat mulai meningkatkan konsumsi terhadap daging sapi sebagai sumber protein hewani. Masing-masing rumahtangg akan berbeda-beda dalam mengkonsumsi daging sapi dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Daging sapi merupakan sumber bahan pangan hewani, mengandung unsur gizi yang cukup tinggi berupa protein dan energi. Peran serta ibu rumahtangga sangat erat dalam mengkonsumsi daging sapi. Daging sapi menjadi pilihan yang baik jika pendidikan dan informasi yang dimiliki ibu rumahtangga juga sangat baik, hal ini menjadi pertimbangan ketika diperhadapkan dengan produk-produk daging sapi olahan.

Penelitian ini menganalisis konsumsi rumahtangga terhadap daging sapi, mulai dari jenis, jumlah, frekuensi dan tempat pembelian. Selain pola konsumsi, penelitian ini juga menganalisis permintaan daging sapi dipengaruhi oleh

berbagai faktor, faktor-faktor tersebut terdiri faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal adalah harga daging sapi, harga barang lain yang merupakan barang subtitusi dari barang tersebut, tempat membeli dan ketersediaan pasokan. Faktor eksternal ini merupakan atribut-atribut yang akan dianalisis untuk mengetahui preferensi dan tanggapan konsumen terhadap daging sapi. Dari preferensi dan tanggapan konsumen akan diketahui bagaimana sikap konsumen terhadap produk dan atribut-atribut tersebut. Sedangkan faktor internal yaitu tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga dan tingkat pendidikan. Faktor ini yang diduga


(53)

mempengaruhi keputusan mengkonsumsi dari lini internal didalam rumahtangga. Besar kecilnya pembelian akan dipengaruhi oleh daya beli konsumen.

Kemampuan membeli merupakan indikator dari tingkat sosial ekonomi sesorang yang diukur dari besarnya pengeluaran terhadap barang dan jasa , karena

besarnya pengeluaran erat hubunganya dengan pendapatan. Kerangka pemikiran tersebut di atas dapat disusun melalui paradigma penelitian pada Gambar 3.

D. Hipotesis

Dari uraian yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga permintaan daging sapi dipengaruhi oleh harga daging sapi itu sendiri, harga bahan pangan lain (harga daging ayam ras, harga daging ayam buras, harga daging kambing, harga telur ayam, harga ikan), jumlah anggota rumahtangga, pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, dan tempat pembelian.


(54)

Keterangan :

= Dianalisis

Gambar 3. Kerangka pikir analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging sapi pada rumahtangga di Kota Bandar Lampung.

KONSUMEN RUMAHTANGGA

Kelas menengah Kelas bawah

Informasi gizi Gaya hidup

Peran serta ibu rumahtangga Kelas atas

Pola Konsumsi 1. Jumlah konsumsi daging sapi

2. Frekuensi membeli dan mengkonsumsi 3. Tempat pembelian

4. Jenis potongan daging 5. Produk olahan daging sapi

Elastisitas permintaan 1. Elastistas harga 2. Elastistas pendapatan 3. Elastisitas silang Internal 1. Pendapatan 2. Jumlah anggota keluarga 3. Pendidikan ibu rumah tangga 4. Etnis Eksternal 1. Harga daging

sapi

2. Harga daging ayam ras 3. Harga daging

ayam kampung 4. Harga telur

ayam 5. Harga ikan 6. Tempat membeli

Permintaan daging sapi


(55)

III. METODE PENILITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsumen rumahtangga adalah responden yang diwakili oleh ibu rumahtangga sebagai pengambil keputusan untuk membeli daging sapi segar guna memenuhi kebutuhan dirinya sendiri atau anggota keluarga.

Responden dalam penilitian ini adalah ibu rumah tangga yang berperan dalam mengatur konsumsi di dalam keluarga.

Daging sapi adalah sekumpulan otot yang melekat pada tulang atau kerangkanya. Daging berasal dari sapi yang sudah disembelih. Istilah daging berbeda dengan karkas. Daging adalah bagian yang tidak

mengandung tulang sedangkan karkas adalah daging-daging yang belum dipisahkan dari tulang kerangka. Pengukuran daging sapi dihitung melalui rata-rata pembelian berat selama 3 bulan dan menggunakan satuan Kg.

Pola konsumsi adalah cara seseorang atau sekelompok orang memilih makanan dan memakannya. Jenis pangan yang diteliti pada penelitian ini adalah daging sapi. Diasumsikan bahwa daging sapi yang telah dibeli oleh konsumen rumahtangga adalah daging sapi yang akan dikonsumsinya, sehingga konsumsi daging sapi sama dengan pembelian daging sapi. Pola


(56)

konsumsi daging sapi yang dimaksud pada penelitian adalah kebiasaan dalam memilih jenis potongan karkas beserta alasannya, tempat pembelian, frekuensi pembelian, jumlah pembelian, dan jenis produk olahannya.

Jenis daging sapi adalah potongan bagian-bagian karkas sapi yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket, yaitu paha depan daging, tetelan, has dalam, iga, paha depan sengkel, daging punuk, samsan, dan has luar.

Tempat membeli adalah tempat ibu rumahtangga mendapatkan daging sapi, yaitu di supermarket dan di pasar tradisional. Tempat pembelian

merupakan variabel Dummy, untuk supermarket D = 0 dan untuk pasar tradisional D = 1.

Frekuensi pembelian adalah intensitas pembelian daging sapi oleh

rumahtangga dalam jangka waktu 3 bulan. Pengukuran menggunakan kali (jumlah frekuensi pembelian).

Permintaan daging sapi adalah jumlah daging sapi yang diminta oleh rumahtangga untuk dikonsumsi. Pengukuran permintaan daging sapi dihitung berdasarkan rata-rata permintaan selama 3 bulan dan menggunakan satuan berat Kg.

Jenis produk olahan adalah macam-macam makanan olahan yang dimasak oleh ibu rumahtangga dengan menggunakan bahan daging sapi. Jenis produk olahannya diantara lain rending, daging sapi kecap, sop daging sapi, semur, gulai, dengdeng daging sapi, sosis dan opor daging sapi.


(57)

Perilaku konsumsi adalah respon langsung yang dilakukan ibu rumahtangga dalam mendapatkan dan menghabiskan daging sapi termasuk keputusan yang mendahului tindakan tersebut. Perilaku tersebut dirangkum secara deskriptif yang meliputi kelas sosial, peran ibu rumahtangga dalam membeli daging sapi, ketersediaan daging sapi, motivasi membeli, pengetahuan akan bagian-bagian daging sapi.

Etnis adalah suku ibu rumahtangga, dalam peniltian ini dibatasi menjadi 2 etnis, yaitu non Jawa dan Jawa. Etnis merupakan variabel Dummy, untuk etnis non Jawa D = 1 dan untuk etnis Jawa D = 0

Harga daging sapi adalah besaran nilai tukar uang yang berlaku untuk 1 kg daging sapi di pasar. Perhitungan harga daging sapi menggunakan rata-rata harga pembelian selama 3 bulan, harga daging sapi dihitung dalam

Rupiah/Kg.

Harga daging ayam ras adalah besaran nilai tukar uang yang berlaku untuk 1 kg daging ayam ras di pasar. Perhitungan harga daging ayam ras

menggunakan rata-rata harga pembelian selama 3 bulan, harga ayam ras dihitung dalam Rupiah/Kg.

Harga daging ayam kampung adalah besaran nilai tukar uang yang berlaku untuk 1 kg daging ayam kampung di pasar. Perhitungan harga daging ayam kampung menggunakan rata-rata harga pembelian selama 3 bulan, harga ayam kampung dihitung dalam Rupiah/Kg.


(58)

Harga telur ayam adalah besaran nilai tukar uang yang berlaku untuk 1 kg telur ayam di pasar. Perhitungan harga telur ayam menggunakan rata-rata harga pembelian selama 3 bulan, harga telur ayam dihitung dalam

Rupiah/kg.

Harga ikan adalah besaran nilai tukar uang yang berlaku untuk 1 kg di pasar. Perhitungan harga ikan menggunakan rata-rata harga pembelian selama 3 bulan, harga ikan dihitung dalam Rupiah/Kg.

Pendapatan adalah penghasilan yang didapat selama 1 bulan pada rumah tangga.

Pendidikan adalah lama sekolah yang ditempuh dan diukur dalam jenjang sekolah yang terakhir ditempuh (tahun sukses).

Jumlah anggota rumahtangga adalah banyaknya anggota dalam rumah tangga yang menjadi satu tanggungan. Besarnya anggota rumah tangga di ukur dalam satuan jiwa.

Elastisitas permintaan adalah ukuran kuantitatif yang menunjukkan sampai dimana besarnya pengaruh perubahan harga terhadap perubahan permintaan, serta pengaruh perubahan lain seperti pendapatan.

Elastisitas harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah komoditas yang diminta terhadap perubahan harga komoditas tersebut dengan asumsi ceteris paribus.


(59)

Elastisitas pendapatan adalah perubahan proporsional dalam konsumsi suatu barang dibagi dengan perubahan proporsional penghasilan konsumen.

Elastisitas silang adalah koefisien yang menunjukkan besarnya perubahan permintaan suatu komoditas apabila terjadi perubahan harga komoditas lain.

Elastisitas silang adalah koefisiien yang menunjukan besarnya perubahan permintaan suatu komoditas apabila terjadi perubahan harga komoditas lain.

B. Lokasi, Waktu dan Responden Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Bandar Lampung. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive). Sebagai pertimbangan, Kota Bandar Lampung sebagai ibu kota Provinsi Lampung merupakan pusat kegiatan bisnis dan aktivitas ekonomi dengan jumlah penduduk sekitar 881.801 jiwa pada sensus 2010 ( BPS, 2012). Keadaan ekonomi dan taraf hidup yang lebih beragam dibandingkan kabupaten dan kota lainnya, diasumsikan Kota Bandar Lampung berdasarkan rumahtangga dapat mejawab faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola konsumsi daging sapi.

Metode sampling yang digunakan dalam penilitian adalah Probability

Sampling dengan metode pemilihan sampel Stratified Random Sampling

yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama mengelompokkan

kecamatan-kecamatan yang ada di Bandar Lampung menjadi tiga kelompok, yaitu kecamatan yang mewakili masyarakat kelas bawah, kelas menengah dan masyarakat kelas atas.


(60)

Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS (2012), terdapat 13 kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung. Dalam masing-masing kecatamatan terbagi menjadi kelompok keluarga prasejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III dan sejahtera III plus. Untuk menentukan kecamatan yang dianggap mewakili kelompok bawah, menengah dan kelompok atas

dilakukan secara sengaja berdasarkan kecamatan-kecamatan yang dianggap memenuhi kriteria.

Gambar 4.Banyaknya pentahapan keluarga sejahtera di Kota Bandar Lampung 2011.

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012

Berdasarkan Gambar 4, kecamatan yang mewakili kelompok rumahtangga kelas bawah menggunakan kelompok prasejahtera yaitu Kecamatan Teluk Betung Selatan. Kecamatan yang mewakili kelompok rumahtangga kelas menengah adalah kelompok sejahtera II yaitu Kecamatan Kedaton, dan

0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000 Te lu k B e tu n g B a ra t Te lu k B e tu n g S e la ta n P a nj a n g Ta nj u n g K a ra n g T im u r Te lu k B e tu n g U ta ra T a nj u n g K a ra n g P u sa t Ta n ju n g K a ra n g B a ra t K e m il in g K e d a to n R a ja b a sa T a nj u n g S e n e n g S u k a ra m e S u k a b u m i Prasejahtera Sejahtera I Sejahtera II Sejahtera III Sejahtera III +


(61)

kecamatan yang mewakili kelompk rumahtangga kelas atas adalah kelompok Kecamatan Kemiling.

Tahap kedua adalah memilih masing-masing kelurahan secara purposive

dengan pertimbangan jumlah keluarga terbanyak untuk tiap-tiap kelas. Untuk kelompok masyarakat kelas bawah, Kelurahan Pesawahan mewakili kelas bawah karena memiliki jumlah keluarga prasejahtera terbanyak dari 11 kelurahan yang ada di Teluk Betung Selatan. Untuk kelompok

masyarakat kelas menengah diwakili Kelurahan Labuhan Ratu karena memiliki jumlah keluarga sejahtera II terbanyak dari 8 kelurahan yang ada di Kecamatan Kedaton. Kelompok masyarakat kelas atas diwakili oleh Kelurahan Kemiling Permai karena memiliki jumlah keluarga sejahtera III plus terbanyak dari 7 kecamatan yang ada di Kecamatan Kemiling.

Tahap ketiga adalah penentuan jumlah sampel, jumlah populasi dalam 3 kelurahan tersebut ialah Kelurahan Pesawahan (N=2.554), Kelurahan Labuhan Ratu (N=4.748) dan Kelurahan Kemiling Permai (N=2.784). Jadi populasi dalam penilitan ini sebanyak N=10.091. Perhitungan penentuan jumlah sampel mengacu pada teori Sugiarto (2001), yaitu :

n NZ S

Nd NZ S … … … 1

keterangan :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

S2 = Variasi sampel (5%) = 0,05

Z = Tingkat Kepercayaan (90%) = 1,645 d = Derajat Penyimpangan (5%) = 0,05


(62)

Dari rumus tersebut, jumlah sampel yang akan diambil adalah :

n 10.091 1,645 0.05

10.091 0.05 1,645 0.05

n = 53,44 n = 54

Perincian jumlah responden masing-masing wilayah (ni) dan digunakan alokasi proposional dengan rumus (Nasir, 1988), yaitu :

……… (2) di mana :

ni = jumlah sampel menurut stratum n = jumlah sampel seluruhnya Ni = jumlah populasi menurut stratum N = jumlah populasi seluruhnya

Dengan menggunakan persamaan (2), maka sampel di : Kelurahan Kemiling Permai : (2.789/10091) x 54 = 15 Kelurahan Labuhan Ratu : (4.748/10091) x 54 = 25 Kelurahan Pesawahan : (2.554/10091) x 54 = 14

Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan November 2013 dan data yang diambil adalah data bulan Juli, Agustus dan September 2013.


(63)

C. Jenis Data dan Metode Pengambilan Data

Penelitian ini menggunakan tiga macam teknik dalam mengumpulkan data, yaitu (1) wawancara, yaitu pengumpulan data melalui proses interaksi dan komunikasi dengan cara meminta keterangan melalui daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, (2) observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung objek penelitian dan (3) pencatatan yaitu pengumpulan data dengan cara mencatat data yang telah ada pada dinas dan instansi terkait dengan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1989).

Data yang digunakan dalam penilitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sampel melalui wawancara, bentuk data primer yang digunakan adalah kuesioner. Data sekunder merupakan data hasil survey yang sudah ada dan tersedia sebelumnya. (Singarimbun dan Effendi 1989). Data sekunder yang digunakan meliputi data kependudukan dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, data kependudukan dari kelurahan, data konsumsi dan produksi daging dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, dan sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan tujuan penelitian.


(64)

D. Metode Analisis Data

1. Analisis Pola Konsumsi

Tujuan pertama penelitian ini adalah menganalisis pola konsumsi daging sapi pada rumahtangga di Kota Bandar Lampung. Untuk menjawab tujuan tersebut maka digunakan analisis deskriptif dengan menggunakan tabulasi. Pola konsumsi daging sapi akan deskripsikan berdasarkan jenis potongan karkas daging sapi, jumlah daging, frekuensi konsumsi, dan tempat pembelian daging sapi dan produk olahan daging sapi.

2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Daging yang Dikonsumsi

Tujuan ke dua dalam penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi daging sapi. Untuk menjawab tujuan tersebut maka digunakan model Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan perasamaan tunggal (single equation) dalam perasamaan regresi linier berganda. Regresi linier berganda merupakan persamaan matematika yang menggambarkan hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel bebas. Fungsi permintaan yang digunakan secara matematisnya dirumuskan sebagai berikut :

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 D1+ b8X8 + d2D2 + u ……… (4 )


(65)

Keterangan :

Y = jumlah rata-rata daging sapi yang dikonsumsi (Kg) bo = intersep

b1-b9 = parameter

X1 = harga daging sapi (Rp/kg) X2 = harga daging ayam ras (Rp/kg) X3 = harga daging ayam kampung (Rp/kg) X4 = harga telur ayam (Rp/kg)

X5 = harga ikan (Rp/kg)

X6 = Jumlah anggota keluarga (jiwa) X7 = Pendapatan (Rp/bulan)

X8 = Tingkat pendidikan (tahun suskes) u = kesalahan acak

d1 = dummy tempat

D =0 bila dibeli di supermarket D=1 bila dibeli di pasar tradisioanl d2 = dummy etnis

D =1 bila non Jawa D=0 bila Jawa

Program SPSS (statistical product and service solutions) digunakan untuk mencari model yang terbaik dan menyelesaikan persamaan. Menurut Ghozali (2009), model terbaik yang dipilih dalam membahas permasalahan terdiri dari koefisiensi determinasi yang telah disesuaikan ( R2 adjusted), pengujian parameter secara serentak (Fhitung), pengujian parameter secara tunggal (Fhitung), kesesuaian tanda dan besar parameter regresi.

Model yang dianalisis menunjukkan pengujian terhadap hipotesis-hipotesis yang dilakukan. Pengujian hipotesis secara statistik bertujuan untuk melihat nyata tidaknya pengaruh variabel yang terpilih terhadap variabel yang diteliti.


(66)

Uji-t. Digunakan untuk menguji ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas.

Uji statistik t dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. H0 = bi = 0

H1 = bi > 0 atau bi < 0

t-Hitung = ; (n-k, t-tabel)

Keterangan

bi = Koefisien Peubah ke-i S(bi) = Standar error untuk bi n = Jumlah Pengamatan

k = Jumlah variabel dalam model Jika :

1. –ttabel < thitung< ttabel Maka terima H0 yang artinya variabel-variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. 2. thitung< -ttabel atau thitung > ttabel maka tolak Ho yang artinya variabel-variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel bebas.

Uji F. Dilakukan untuk mengetahui apakah seluruh variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas pada suatu persamaan.

H0 = b1= b2= ……….. bk = 0 H1= paling sedikit satu b≠0

F hitung =

!" # !$!% &'(&') #*+ !" # !$&!% ) )!

,*#


(67)

Keterangan : n = Jumlah sampel k = jumlah variabel bebas

Jika :

1. Fhitung > Ftabel maka tolak H0 yang berarti semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel tak bebas.

2. Fhitung < Ftabel maka terima H0 yang berarti semua variabel bebas tidak berpengaruh nyata pada variabel tak bebas.

Koefisien Determinasi ( R2 ). Koefisien determinasi ( R2 ) digunakan sebagai pengukur kebaikan model. Koefisien tersebut menjelaskan variasi total dalam seluruh dependen (Y) yang dijelaskan oleh seluruh variabel independen dalam model. Semakin tinggi keragaman yang dapat diterangkan oleh model tersebut maka semakin besar koefisisen determinasinya.

R ./01

012 … … … . . 7

Dengan :

R2 = koefisien determinasi JKS = jumlah kuadrat sisa JKT = jumlah Kuadrat total

Uji Normalitas. Menurut Ghozali (2009), Model regresi berganda harus mengasumsikan populasi gangguan (disturbances) µi terdistribusi normal. Oleh karena itu model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Cara mendeteksi normalitas yaitu dengan melihat grafik sebaran peluang normal (normal probability). Grafik sebaran peluang


(1)

130

4,000 2,000

0 -2,000

-4,000 -6,000

15

10

5

0

-5

-10

J

u

m

la

h

D

a

g

in

g

S

a

p

i

Dependent Variable: Jumlah Daging Sapi Partial Regression Plot


(2)

131

10,000 0

-10,000 -20,000

Harga Ikan 15

10

5

0

-5

J

u

m

la

h

D

a

g

in

g

S

a

p

i

Dependent Variable: Jumlah Daging Sapi Partial Regression Plot


(3)

132

4 2

0 -2

-4 15

10

5

0

-5

-10

J

u

m

la

h

D

a

g

in

g

S

a

p

i

Dependent Variable: Jumlah Daging Sapi Partial Regression Plot


(4)

133

5 0

-5 -10

Pendidikan 15

10

5

0

-5

-10

J

u

m

la

h

D

a

g

in

g

S

a

p

i

Dependent Variable: Jumlah Daging Sapi Partial Regression Plot


(5)

134

10,000,000 8,000,000

6,000,000 4,000,000

2,000,000 0

-2,000,000 -4,000,000

15

10

5

0

-5

J

u

m

la

h

D

a

g

in

g

S

a

p

i

Dependent Variable: Jumlah Daging Sapi Partial Regression Plot


(6)

135

1.0 0.5

0.0 -0.5

Detnis 15

10

5

0

-5

J

u

m

la

h

D

a

g

in

g

S

a

p

i

Dependent Variable: Jumlah Daging Sapi Partial Regression Plot