Kecepatan rambat gelombang dan keteguhan lentur beberapa jenis kayu pada berbagai kondisi kadar air

(1)

PADA BERBAGAI KONDISI KADAR AIR

MOHAMMAD MULYADI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Judul Penelitian : Kecepatan Rambatan Gelombang dan Keteguhan Lentur Beberapa Jenis Kayu Pada Berbagai Kondisi Kadar Air Nama Mahasiswa : Mohammad Mulyadi

NRP : E24101045

Disetujui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen pembimbing II

Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc,F Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S NIP.132 206 244 NIP. 131 411 834

Diketahui :

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S

NIP. 131 430 799


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI

...

i

DAFTAR GAMBAR

...

ii

DAFTAR TABEL

...

iii

DAFTAR LAMPIRAN

...

iv

I. PENDAHULUAN

A. LatarBelakang ...

1

B. Tujuan...

2

C. Hopotesis ...

2

D. Manfaat ...

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengujian Destruktif...

3

B. Pengujian Non Destruktif ...

6

C. Gambaran Umum Jenis-jenis Kayu Yang Diuji...

7

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...

11

B. Alat dan Bahan Penelitian ...

11

C. Persiapan dan Pembuatan Contoh Uji ...

12

D. Prosedur Pengujian ...

14

E. Analisis Data...

17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Sifat Fisis ...

18

B.

Sifat Mekanis ...

26

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...

32

B. Saran...

32


(4)

ii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Contoh Uji MOE, MOR , Velocity, KA, BJ, dan Kerapatan...12

2. Pengujian non Destruktif Metode Ultrasonik dengan sylvatest-Duo ...15

3. Pengujian Destruktif Metode Ultrasonik dengan UTM Instron...15

4. Hubungan Kadar Air Dengan Kecepatan Gelombang Ultrasonik ...21

5. Hubungan Kerapatan Kayu Dengan Kecepatan

Rambatan Gelombang Ultrasonik ...24

6. MOE Pada Berbagai Kondisi Kadar Air ...26


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Kelas Kuat Kayu ... 7

2.

Rekapitulasi data rata-rata sifat fisis pada berbagai kondisi kadar air ... 20

3.

Rekapitulasi data rata-rata sifat mekanis pada berbagai kondisi kadar air ... 20

4.

Model Regresi linear sederhana 6 jenis Kayu untuk Hubungan


(6)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1.

Alur Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Enam Jenis Kayu ...

37

2.

Rekapitulasi MOEd dan Kecepatan Gelombang

Pada Berbagai Kondisi Kadar air ... 38

3.

Rekapitulasi MOEs dan MOR Pada Berbagai Kondisi Kadar Air ... 40

4.

Analisis keragaman Regresi 6 jenis kayu pada kondisi KA kering udara ... 41


(7)

PADA BERBAGAI KONDISI KADAR AIR

Skripsi :

Sebagai Salah Satu Syarat U ntuk M emperoleh Gelar Sarjana KehutananPada Fakultas Kehutanan

I nstitut Pertanian Bogor

Oleh :

MOHAMMAD MULYADI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

RINGKASAN

Mohammad Mulyadi. E24101045, Kecepatan Rambatan Gelombang dan Keteguhan Lentur Beberapa Jenis Kayu Pada Berbagai Kondisi Kadar Air.

Di bawah bimbingan Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc,F dan Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S.

Teknik untuk menduga kualitas kayu ada dua cara, yaitu (1) Pengujian

secara destruktif (merusak kayu), dan (2) pengujian secara non destruktif (tanpa merusak kayu). Salah satu pengujian non destruktif yang sudah banyak

digunakan adalah metode gelombang ultrasonik, walaupun demikian di Indonesia pengujian dengan metode ini belum banyak diteliti. Bucur (1995) mengatakan bahwa pada pengujian metode gelombang ultrasonik ini didasarkan pada pengukuran kecepatan gelombang ultrasonik (ultrasonic wave velocity) yang dibangkitkan oleh getaran dengan parameter yang diukur berupa waktu perambatan gelombang ultrasonic (ultrasonic wave velocity propagation time). Terdapat hubungan antara kecepatan rambatan gelombang dengan elastisitas

bahan yang dinyatakan dalam persamaan V2 = E/ñ. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan gelombang adalah kadar air.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kadar air terhadap kecepatan rambatan gelombang ultrasonik dan mengetahui hubungan antara kekuatan kayu yang diuji secara destruktif dan non destruktif pada kondisi kadar air kering udara pada enam jenis kayu. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah enam jenis kayu terdiri dari kayu sengon (Paraserianthes falcataria

L. Nielsen), mangium (Acacia mangium Willd), kayu durian (Durio zibethinus

Murr), tusam (Pinus merkusii Junghuhn & de Vriese), rasamala (Altingia excelsa

Norona), kempas (Koompassia malaccensis Maing). Contoh uji dibuat dalam kondisi basah, titik jenuh serat, ker ing udara, dan kering tanur. Pembuatan contoh uji untuk pengujian sifat fisis dan mekanis baik destruktif maupun non destruktif

disesuaikan dengan bentuk dan ukuran contoh uji menurut standar Inggris untuk contoh kayu bebas cacat (BS 373 : 1957).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan rambatan gelombang ultrasonik semakin meningkat dengan menurunnya kadar air dari kondisi kadar air titik jenuh serat ke kondisi kadar air kering tanur. Modulus Elastis dinamis (MOEd) dan Modulus Elastis statis (MOEs) pada keenam jenis kayu meningkat dengan menurunnya kadar air dari kondisi kadar air titik jenuh serat ke kondisi kadar air kering tanur. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin meningkat kadar air kekakuan kayu semakin rendah. Sementara itu untuk keteguhan lentur patah atau MOR (Modulus of Rupture), semakin tinggi kadar air MOR akan semakin rendah.

Hasil analisa mengenai hubungan MOEd dan MOEs dengan MOR menunjukkan bahwa terdapat korelasi linier antara Modulus Elastis statis (MOEs) dengan keteguhan lentur patah (MOR) pada keenam jenis kayu kecuali pada jenis kayu Acacia mangium. Hal ini berarti bahwa MOE s cukup baik untuk menduga MOR pada kayu kering udara. Terdapat korelasi linier antara MOE dinamis


(9)

hasil pengujian keteguhan lentur statis dengan model regresi linea r sederhana untuk kedua jenis tersebut. Sementara itu pada keempat jenis kayu yang lain tidak terdapat korelasi linier.

Hasil pengujian MOEd (non destruktif) rata-rata lebih tinggi 35% dari MOEs secara (destruktif). Pengujian pada penelitian ini dilakukan dengan jumlah sampel yang sangat terbatas (n = 5).


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pam ekasan, Jawa Timur pada tanggal 13 0ktober 1983. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Moh. Yasin (Ayah) dan Hosniyah (Ibu).

Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu Taman Kanak- Kanak di TK Dharma Bakti pada tahun 1987- 1989, Pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Murtajih I Pamekasan tahun 1989-1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 2 Pamekasan tahun

1998- 1998 dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 2 Pamekasan tahun 1998- 2001.

Pada tahun 2001, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tahun 2003 penulis mengambil Sub-Program studi Pengolahan Hasil Hutan dan pada tahun 2004 memilih keteknikan kayu sebagai bidang keahlian.

Semasa perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi, diantaranya Keluarga Mahasiswa Madura (GASISMA) IPB, Bendahara Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari (2002-2003), Dewan Keluarga Mushalla ’Ibadurrahmaan’ Fakultas Kehutanan IPB (2002-2004), Ketua Departemen HANKAM Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari (2003-2004), Kesekretariatan Himpunan Profesi Mahasiswa Teknologi Hasil Hutan (HIMASILTAN) Fakultas Kehutanan IPB (2003-2004), Bendahara Yayasan Sylvasari Mandiri (2003- 2005), Ketua Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari (2004-2005).

Beberapa pengalaman kerja yang penulis dapatkan diantaranya adalah sebagai pengajar Taman Pendidikan Alqur’an (TPA) Al-Istiqamah Dramaga Bogor, Konselor Usaha Kampus IPB (2005). Selain itu pada tahun 2004 melaksanakan praktek umum Kehutanan di KPH Banyumas Barat dan KPH Banyumas Timur, serta Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi dan KPH Randublatung, Jawa Tengah. Pada tahun 2005 penulis juga telah melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di PT. Profilindah Kharisma Mojokerto, Jawa Timur.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dalam bidang keteknikan dan rekayasa kayu dengan judul : ”Kecepatan Rambatan Gelombang dan Keteguhan Lentur Be berapa Jenis Kayu Pada Berbagai Kondisi Kadar Air”


(11)

"Sesunguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan

pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda

(kebesaran Allah) bagi orang yang berakal”

{QS. Ali ’Imran :190}

Dari Abu Muhammad Al Hasan bin ’Ali

bin Abu Thalib ra. Berkata : ”Saya menghafal

dari Rasulullah saw. : Tinggalkanlah apa yang kau

ragukan dan kerjakanlah apa yang tidak kau ragukan.

Sesungguhnya jujur itu menimbulkan ketenangan

dan dusta itu menimbulkan kebimbangan”.

(Riwayat At Turmudzy)

”Hidup ini adalah perjuangan”

Ingatlah !

Selalu optimis, istiqamah, istikharah dan istighfar dalam

meniti kehidupan untuk menggapai ridha Allah SWT

Kupersembahkan karya kecilku ini

buat keluarga t ercint a dan orang-orang yang ku cint ai karena Allah


(12)

UCAPAN TERIMAKASIH

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya bagi seluruh ciptaan-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada suri tauldan kita Rasulullah Muhammad SAW dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah sampai akhir jaman. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada :

1. Ibu Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc,F selaku pembimbing I dan Bapak Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S. selaku Pembimbing II, atas kesabaran dan

keikhlasan dalam me mberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat kepada penulis. 2. Bapak Ir. Basuki Wasis, MS dan Ibu Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, MS selaku

Dosen penguji dari Departemen Silvikultur dan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Ahmad, M.S. yang telah mengenalkan penulis pada indahnya

Syumuliyatul islam, dan atas bimbingan serta dukungan spritual maupun

material kepada penulis semasa kuliah hingga menyelesaikan karya ilmiah ini.

4. Ibu, Bapak, Kakak dan Adik atas segala curahan kasih sayang, do’a, pada penulis selama kuliah hingga menyelesaikan karya ilmiah ini.

5. Seluruh Staf Laboratorium keteknikan kayu dan kayu solid Departemen Hasil Hutan (Adang Sukarta, Kadiman, Esti, Amin Suroso, M. Irfan) .

6. Yayasan Damandiri, Bank Bukopin, dan Supersemar yang telah memberikan dukungan moril dan materi sehingga terselesaikan studi saya di IPB.

7. Skuad Wood Enginering Student Club dan teman-teman Departemen Hasil Hutan 38 yang tidak bisa saya sebut satu persatu.

8. Saudara seperjuangan di Asrama Sylvasari IPB (Afif Aprianto, Barkah Ilham Purnama, Catur Sediyo Utomo, Dimas Bayu. P, Gunawan, Herdiansah, Johaerudin, Joko Pramono, Syufriandi Saiful), kakakkakakku serta adik -adikku tercinta yang telah memberi warna kehidupan bagi penulis.

Semoga Allah SWT membalas semua amal dan kebaikannya. Amien. Bogor, Januari 2006


(13)

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya bagi seluruh ciptaan-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada suri tauladan kita Rasulullah Muhammad SAW dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah sampai akhir jaman. Penelitian ini dengan judul Kecepatan Rambatan Gelombang dan Keteguhan Lentur Beberapa Jenis Kayu Pada Berbagai Kondisi Kadar Air” bertujuan untuk mengkaji pengaruh kadar air terhadap kecepatan rambatan gelombang ultrasonik dan mengkaji hubungan antara kekuatan kayu yang diuji secara destruktif dengan non destruktif pada kondisi kadar air kering udara enam jenis kayu, yaitu kayu durian

(Durio zibethinus Murr), kempas (Koompassia malaccensis Maing), kayu

mangium (Acacia mangium Willd), rasamala (Altingia excelsa Norona), sengon

(Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan tusam (Pinus merkusii Junghuhn

& de Vriese). Penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan model pendugaan kualitas kayu sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pemanfaatan kayu, serta membantu memecahkan masalah dalam teknik pendugaan kualitas kayu.

Penelitian ini mudah-mudahan dapat memberikan informasi awal dan menjadi dasar acuan dalam pengembangan pengujian non destruktif metode gelombang ultrasonik di masa yang akan datang. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini perlu dikembangkan lagi untuk kesempurnaannya, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran demi perkembangan penelitian selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap karya kecil ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiahnya dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amien.

Bogor, Januari 2006

Penulis


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan masih menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini mengingat begitu banyak keuntungan menggunakan kayu sebagai bahan bangunan dibandingkan dengan bahan lain, diantaranya kayu mudah dikerjakan dan dirakit dengan alat sederhana, cukup kuat dengan berat yang relatif ringan dan memiliki nilai estetika tinggi. Selain itu, meskipun dapat terbakar penggunaan kayu lebih aman dibanding baja atau beton.

Pemanfaatan kayu sebagai bahan konstruksi bangunan harus memiliki sifat mekanis sesuai dengan persyaratan struktural yang baik. Persyaratan struktural yang baik adalah kayu tersebut mampu menahan beban dengan aman dalam jangka waktu yang direncanakan. Teknik untuk menduga kualitas kayu ada dua cara, yaitu (1) Pengujian secara destruktif (merusak kayu), dan (2) pengujian secara non destruktif (tanpa merusak kayu). Menurut Pellerin dan Ross (2002) pengujian non destruktif pada kayu antara lain adalah evaluasi secara visual (warna dan cacat pada kayu), tes kimia (komposisi dan adanya perlakuan pengawetan dan ketahanan api), tes fisis (tahanan listrik, sifat dielektrik, sifat vibrasi lateral, gelombang bunyi, emisi akustik, sinar x, serta microwave ground

penetration radar), tes mekanis diantaranya metode defleksi (machine stress-rate

[MSR]).

Salah satu pengujian non destruktif yang sudah banyak digunakan adalah metode gelombang ultrasonik, walaupun di Indonesia pengujian dengan metode ini belum banyak diteliti. Bucur (1995) mengatakan bahwa pada pengujian metode gelombang ultrasonik ini didasarkan pada pengukuran kecepatan gelombang ultrasonik yang dibangkitkan oleh getaran dengan parameter yang diukur berupa waktu perambatan gelombang ultrasonik. Kecepatan rambatan gelombang menjadi dasar dalam pendugaan kekakuan kayu, dalam hal ini kekakuan kayu berkolerasi erat dengan kekuatan kayu. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju perambatan gelombang pada suatu media antara lain : homogenitas bahan, kadar air, kerapatan kayu, dan karakteristik serat.


(15)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji pengaruh kadar air terhadap kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pada enam jenis kayu.

2. Mengkaji hubungan antara kekuatan kayu yang diuji secara destruktif dengan non destruktif pada kondisi kadar air kering udara beberapa jenis kayu.

C. Hipotesis

Hipotesis awal penelitian ini adalah :

1. Kadar air kayu berpengaruh terhadap kecepatan rambatan gelombang yang terjadi.

2. Tedapat hubungan yang erat antara kekuatan kayu yang diuji secara destruktif dan non destruktif pada berbagai kondisi kadar air beberapa jenis kayu.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan model pendugaan kualitas kayu sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pemanfaatan kayu, serta membantu memecahkan masalah dalam teknik pendugaan kualitas kayu.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengujian Destruktif

1. Sifat Mekanis Kayu

Menurut Tsoumis (1991) sifat mekanis kayu adalah ketahana n terhadap gaya yang berasal dari luar yang cenderung merubah bentuknya.

Selanjutnya menurut Haygreen dan Bowyer (1996) sifat meka nis kayu adalah sifat yang berhubungan dengan kemampuan kayu untuk menahan beban

atau gaya luar yang bekerja padanya.

Kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu bahan disebut sebagai kekuatan mekanisnya. Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul bahan atau gaya yang mengenainya. Ketahanan terhadap perubahan bentuk menentukan banyaknya baha n yang dimanfaatkan, terpuntir, atau terlengkungkan oleh beban yang mengenainya. Perubahan-perubahan bentuk yang terjadi segera sesudah beban dikenakan dan dapat dipulihkan jika beban dihilangkan disebut perubahan bentuk elastis. Sifat-sifat mekanis biasanya menjadi parameter penting pada produk-produk kayu yang digunakan untuk bahan bangunan gedung (Haygr een dan Bowyer, 1996).

Menurut Bodig dan Jayne (1982) ada dua macam tegangan yang terjadi selama pembebanan berlangsung sehingga patah, yaitu tegangan pada batas

proporsi/keteguhan lentur (Modulus of Elasticity, MOE) dan tegangan pada ba tas maksimum/keteguhan patah (Modulus of Rupture, MOR). Tsoumis (1991) mengatakan bahwa pada beberapa material, termasuk kayu,

hubungan antara tegangan dan regangan di bawah batas proporsional adalah linear. Penambahan tegangan di atas batas proporsional menyebabkan perubahan bentuk (deformasi) pada material. Hubungan antara tegangan dan regangan didefinisikan sebagai Modulus of Elasticity (modulus young) disingkat MOE. Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi, maka setelah beban dilepaskan, balok kayu akan mengala mi perubahan bentuk yang tetap. Jika pembebanan diteruskan, maka balok kayu akan mengalami kerusakan dan lama kelamaan akan patah. Keadaan ini menyatakan ukuran


(17)

balok kayu dan merupakan sifat kritis kayu yang biasa disebut Modulus

of Rupture (MOR).

Menurut Tsoumis (1991) sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama oleh kadar air, kerapatan, berat jenis, lama pembebanan dan cacat-cacat kayu. Kerapatan me rupakan faktor yang baik dan paling sederhana untuk menduga kekuatan kayu bebas cacat. Dengan demikian

kerapatan dan berat jenis dapat digunakan sebagai indikator kunci sifat fisis dalam hubungannya dengan sifat mekanis kayu, dimana semakin me ningkat

berat jenis kayu maka kekuatan atau sifat mekanisnya semakin meningkat. 2. Sifat Fisis Kayu

Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan sifat fisis kayu yang terpenting adalah kadar air, kerapatan, dan berat jenis.

a. Kadar Air

Haygreen dan Bowyer (1996) mendefinisikan kadar air sebagai berat air yang dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kering tanur (BKT). Sedangkan menurut USDA (1999) kadar air kayu merupakan berat air dalam kayu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase dari berat kering tanur kayu. Berat, penyusutan, kekuatan, dan sifat-sifat kayu lainnya

tergantung pada kadar air kayu. Di dalam kayu kadar air berkisar antara 30 % - 200 % dari berat kayunya. Keragaman kadar air dapat terjadi antar suatu papan yang berasal dari pohon yang sama.

Kadar air kayu sangat dipengaruhi oleh sifat higroskopis kayu, yaitu sifat kayu untuk mengikat dan melepaskan air ke udara sampai tercapai keadaan setimbang dengan kadar air lingkungan sekitarnya. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dalam bagian xylem, air umumnya lebih dari separuh berat total, sehingga berat air dalam kayu umumnya sama atau lebih besar dari berat kering kayu. Kemampuan kayu untuk menyimpan air dapat dipengaruhi oleh ada tidaknya zat ekstraktif yang bersifat hidrofobik yang mungkin terdapat dalam dinding sel atau lumen (Haygreen dan Bowyer, 1996). Selanjutnya Oey Djoen Seng (1990) menegaskan bahwa besarnya kadar air kering udara tergantung dari keadaan iklim setempat, di Indonesia berkisar antara 12% sampai 20% dan di Bogor sekitar 15%.


(18)

5

b. Kerapatan dan Berat Jenis Kayu

Kerapatan digunakan untuk menerangkan massa suatu bahan persatuan volume. Sedangkan berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara kerapatan (atas dasar berat kering tanur) dengan kerapatan benda standar, air pada suhu 40 C kerapatan 1 g/cm3 atau 1000 kg/m3 (Haygreen dan Bowyer, 1996). Dalam satu spesies berat jenis kayu bervariasi baik antar pohon maupun di dalam satu pohon. Dalam satu pohon berat jenis kayu bervariasi, pada sumbu longitudinal umumnya berat jenis berkurang dari arah pangkal ke tengah batang lalu bertambah besar lagi ke arah pucuk (Tsoumis, 1991).

Menurut USDA (1999) berat jenis merupakan indikator utama dari sekian banyak zat (bahan) dalam sepotong kayu. Berat jenis juga merupakan indikator yang baik dari sifat mekanis dalam kayu tanpa cacat, miring serat, dan tanpa kerusakan. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) semakin tinggi berat jenis kayu maka semakin banyak zat kayu pada dinding sel yang berarti semakin tebal dinding sel tersebut. Karena kekuatan kayu terletak pada dinding sel, maka semakin tebal dinding sel semakin kuat kayu

tersebut. Kelas kuat kayu di Indonesia dibagi ke dalam lima kelas yang ditetapkan menurut berat jenisnya dengan metode klasifikasi seperti yang tercantum dalam Tabel 1. yang menunjukkan hubungan berat

jenis dengan keteguhan lentur dan kekuatan tekan (DEN BERGER, 1923 dalam Martawijaya, 1981).

Tabel 1. Kelas Kuat Kayu Kelas

Kuat

Berat Jenis Tegangan Lentur Mutlak (kg/m2)

Tegangan Tekan Mutlak (kg/m2)

I > 0,90 >1100 > 650

II 0,60 – 0,90 725 - 1100 425 - 650

II 0,40 – 0,60 500 - 725 300 - 425

I V 0,30 – 0,40 360 - 500 215 - 300

V < 0,30 < 360 < 215


(19)

B. Pengujian Non Destruktif Metode Gelombang Ultrasonik

Pengujian non destruktif didefinisikan sebagai kegiatan mengidentifikasi sifat fisis dan mekanis suatu bahan tanpa merusak atau mengganggu produk akhir sehingga diperoleh informasi yang tepat terhadap sifat dan kondisi bahan tersebut yang akan bermanfaat untuk menentukan keputusan akhir pemanfatannya (Pellerin dan Ross, 2002).

Mc-Intyre et al. (1991) menyatakan bahwa gelombang merupakan suatu

simpangan yang membawa energi melalui tempat dalam suatu benda yang tergantung pada posisi dan waktu. Taranggono et al. (1994) menggolongkan

gelombang berdasarkan zat antaranya menjadi dua golongan besar yaitu gelombang elektromagnetik dan gelombang mekanik. Dalam perambatannya

gelombang elektromagnetik tidak memerlukan medium atau zat antara, contohnya antara lain gelombang cahaya, gelombang radio, gelombang TV dan sinar X. Sedangkan gelombang mekanik dalam perambatannya memerlukan medium atau zat antara, contohnya antara lain gelombang tali, gelombang pada permukaan air, gelombang pada pegas dan gelombang bunyi (akustik).

Menurut Bucur (1995) pengukuran kecepatan perambatan gelombang ultrasonik dalam kayu (yang dianggap bahan orthotropik) adalah berdasarkan pada Non Destructive Evaluation (NDE) sifat elastis dan viscoelastisnya. Teknik

non destruktif ini digunakan untuk menduga kualitas kayu yang didasarkan pada pengukuran kecepatan perambatan gelombang ultrasonik yang diba ngkitkan melalui getaran. Parameter yang diukur adalah waktu perambatan gelombang ultrasonik, kemudian kecepatan perambatannya bisa dihitung. Parameter gelombang ultrasonik merambat dalam struktur padat bisa dipengaruhi oleh sifat

fisis substrat, karakter geometri spesimen di bawah uji (segi makro dan mikrostruktural), kondisi lingkungan dan kondisi pengukuran (respon frekuensi dan kepekaan tranduser, ukuran dan lokasinya, coupling media,

karakter dinamik dari peralatan elektronik). Selanjutnya Bucur (1995) menganalisis pengaruh ukuran yang terbatas dari spesimen pada pengukuran gelombang longitudinal yaitu menggunakan spesimen dengan panjang konstan dan penampang melintang beragam, serta spesimen penampang melintang konstan dan panjang yang beragam. Hasilnya menunjukkan bahwa modifikasi ukuran


(20)

7

spesimen, panjang spesimen dan arah geometri spesimen tidak mempengaruhi kecepatan perambatan gelombang.

Perambatan stress wave pada kayu adalah proses dinamis di bagian dalam yang berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis kayu (Wang et al. 2000).

Stress wave merambat pada kecepatan suara yang melewati material

dan dipantulkan dari permukaan luar, cacat internal dan batas antara material yang berdekatan. Metode yang paling sederhana dalam penggunaan stress wave

adalah waktu yang dibutuhkan stress wave untuk merambat pada jarak tertentu. Jika dimensi material diketahui, ukuran waktu stress wave dapat digunakan untuk menemukan cacat pada kayu dan produknya. Stress wave merambat lebih lambat melewati kayu busuk daripada kayu sehat, sehingga keadaan yang membatasi kayu dan produk kayu dapat diketahui melalui pengukuran waktu

stress wave pada bagian yang masih mengalami pertumbuhan sepanjang kayu.

Lokasi yang menunjukkan waktu gelombang bunyi lebih lama adalah lokasi yang mengandung cacat (Kuklik dan Dolejs 1998 dalam Abdul-Malik et al. 2002).

C. Gambaran Umum Jenis-Jenis Kayu Yang Diuji 1. Kayu Durian (Durio zibethinus Murr.)

Durian (Durio zibethinus Murr.) termasuk famili Bombacaceae dengan daerah penyebaran di seluruh Indonesia. Ciri umum kayu durian ini adalah kayu teras berwarna coklat-merah jika masih segar, lambat laun menjadi coklat-kelabu atau coklat semu-semu lembayung. Kayu gubal berwarna putih dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, tebal sampai 5 cm (Martawijaya, 1981).

Menurut PIKA (1979) kayu durian ini memiliki berat jenis rata-rata 0,64 (0,42 – 0,91) dengan tekstur kasar dan tidak merata. Kayu ini memiliki arah serat lurus, kadang-kadang berpadu dan termasuk kayu dengan kelas awet IV-V serta kelas kuat II-III. Kayu ini digunakan sebagai kayu bangunan, plywood, peti, bingkai, kotak serutu dan papan.


(21)

2. Kayu Kempas (Koompassia malaccensis Maing)

Menurut PIKA (1979) kayu kempas (Koompassia malaccensis Maing) termasuk famili Caesalpiniaceae dengan daerah penyebaran di daerah Pulau Sumatra (Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, dan Bangka) dan Pulau Kalimantan (Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan).

Menurut Mandang dan Pandit (1997) kayu kempas ini memiliki ciri umum warna teras berwarna merah bata, bergaris-garis kekuningan, mudah dibedakan dari gubal yang berwarna coklat sangat muda sampai kuning coklat muda. Kayu ini memiliki tekstur kasar sampai sangat kasar dan arah serat lurus berombak sampai berpadu, permukaannya agak mengkilap, sering mempunyai kulit tersisip dengan kekerasannya sangat keras. kayu ini termasuk kayu berat dengan rata -rata berat jenis 0,95(0,68-1,29) dan termasuk kelas awet III -IV serta kelas kuat I-II. Kayu kempas ini digunakan sebagai bahan konstruksi berat, bantalan rel, tiang telopon dan listrik (sebaiknya diawetkan), bangunan pelabuhan, rangka pintu dan jendela serta lantai rumah.

3. Kayu Mangium (Acacia mangium Wild)

Acacia mangium Wild merupakan salah satu spesies dari famili

Leguminosae, termasuk pionir, intoleran, dan cepat tumbuh. Tingginya dapat

mencapai 30 m dengan tinggi bebas cabang setengah dari tinggi total, kulit coklat, tebal dan kasar (Rahayu et al. 1991).

Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa kayu teras akasia berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, sedangkan kayu gubal berwarna kuning sampai kuning jerami. Corak polos atau berjalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial dengan tekstur halus sampai agak kasar dan merata. Arah serat kayu mangium ini biasanya lurus, kadang-kadang terpadu. Kayu Acacia mangium

Wild memiliki BJ rata-rata 0,61 (0,43-0,66) dengan kelas awet III dan kelas kuat II-III. Kayu mangium banyak digunakan sebagai bahan konstruksi ringan


(22)

9

sampai berat, mebel, kayu tiang, kayu bakar dan terutama untuk pulp dan kertas.

4. Kayu Rasamala (Altingia excelsa Norona)

Kayu Rasamala (Altingia excelsa Norona) termasuk famili

Hammamelidaceae dengan daerah penyebaran di Pulau Sumatra dan Pulau

Jawa (Jawa Barat) (PIKA, 1979).

Ciri umum kayu rasamala ini antara lain teras berwarna kelabu pucat merah kecoklatan, tidak jelas batas dengan gubal yang biasanya berwarna lebih terang, yaitu kelabu terang kemerahan. Corak permukaan agak licin dan sedikit mengkilap, terutama pada bidang radial. Tekstur halus dan rata, arah serat lurus sampai agak berpadu. Kayu ini memiliki berat jenis rata-rata 0,81 (0,61-0,90) dan termasuk kelas awet II (III) serta kelas kuat II. Kayu rasamala ini digunakan sebagi bahan perumahan (tiang dan balok), jembatan, tiang listrik dan telepon, dan bantalan rel (Mandang dan Pandit, 1997).

5. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen)

Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) termasuk dalam famili

Leguminosae, merupakan jenis tanaman cepat tumbuh, tidak membutuhkan

kesuburan tanah yang tinggi, dapat tumbuh pada tanah kering, tanah lembab, dan bahkan tanah-tanah yang mengandung garam serta dapat bertahan terhadap kekurangan oksigen (Pamoengkas, 1992).

Ciri umum kayu sengon antara lain kayu terasnya berwarna hampir putih atau coklat muda, warna kayu gubalnya umumnya tidak berbeda dengan kayu terasnya, mempunyai tekstur kayu yang agak kasar dan merata, arah serat yang lurus, bergelombang lebar atau terpadu (Martawijaya et al. 1989).

Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa kayu sengon termasuk kayu ringan dengan berat jenis rata-rata 0,33 (0,24-0,49) dan tergolong dalam kelas kuat IV-V dan kelas awet IV-V. Kayu sengon digunakan sebagi bahan bangunan perumahan terutama di pedesaan, peti, papan partikel, papan serat, papan wol semen, pulp dan kertas, kelom dan barang kerajinan.


(23)

6. Kayu Tusam (Pinus merkusii Junghuhn et de Vriese)

Pinus merkusii Junghuhn et de Vriese termasuk famili Pinaceae,

tersebar di seluruh wilayah Indonesia, Birma, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam dan Philipina. Di Indonesia secara alami terdapat di Sumatera Utara dan Aceh, biasanya terdapat pada ketinggian 60 – 900 meter dari permukaan laut.

Menurut Mandang dan Pandit (1997) Pinus merkusii ini mempunyai ciri utama : kayu terasnya berwarna putih krem kemerahan, riap tumbuhnya agak jelas, tidak berpori, mempunyai saluran aksial menyebar dan jarang. Arah serat lurus sampai sedikit berpadu dan tekstur kasar. Selanjutnya ditegaskan bahwa kayu pinus ini berat jenis rata-ratanya 0,55 (0,40-0,75) dengan kelas awet IV dan kelas kuat III. Kegunaan kayu pinus ini untuk korek api, papan partikel, pulp dan kertas, vinir, perabot rumah tangga, pensil, kotak, rangka pintu dan jendala, mainan anak.


(24)

III. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kayu Solid, Wor kshop dan Laboratorium Keteknikan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Persiapan dan pembuatan contoh uji dilakukan di ruang

work shop pada bulan Juli 2005. kegiatan ini meliputi pemotongan balok ukuran

penampang 5 cm x 7 cm dengan panjang 380 cm menjadi contoh uji sifat fisis mekanis sesuai standar Inggris untuk contoh kayu bebas cacat (BS 373 : 1957). Setelah itu, dilakukan pengeboran pada kedua ujung contoh uji sedalam ± 2 cm dengan menggunakan mata bor berdiameter 5 mm dan dilakukan pengampelasan untuk menghaluskan permukaan contoh uji. Selanjutnya pada bulan Agustus sampai September 2005 mulai dilakukan perenda man contoh uji, pengkondisian contoh uji, penimbangan, pengukuran dan pengujian contoh uji sesuai dengan data yang diinginkan. Pengambilan data primer dilakukan di Laboratorium Kayu Solid dan Laboratorium Keteknikan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Alat uji non destruktif merk Sylvatest -Duo

b. Alat uji destruktif UTM (Universal Testing Machine) merk Inst ron

c. Bor listrik dengan mata bor diameter 5 mm untuk melubangi kedua ujung contoh uji

d. Kaliper untuk mengukur dimensi contoh uji

e. Gergaji bundar (circular saw) untuk memotong kayu (membuat sampel) f. Oven untuk mengeringkan contoh uji sampai kadar air tertentu

g. Desikator alat kedap udara sebagai tempat penyimpanan contoh uji setelah dioven (pengkondisian contoh uji)

h. Timbangan untuk menimbang berat contoh uji

i. Mesin serut dan ampelas untuk menghaluskan permukaan contoh uji


(25)

k. Bak untuk merendam contoh uji

l. Alat tulis menulis untuk mencatat data hasil penelitian. 2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari enam jenis kayu, yaitu kayu durian (Durio zibethinus Murr), kempas (Koompassia malaccensis

Maing), kayu mangium (Acacia mangium Willd), rasamala (Altingia excelsa

Norona), sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan tusam (Pinus merkusii Junghuhn & de Vriese).

C. Persiapan dan Pembuatan Contoh Uji

Contoh uji yang dibuat mengacu pada standar Inggris untuk contoh kayu bebas cacat (BS 373 : 1957). Sifat mekanis yang diuji adalah MOE (Modulus of

Elasticity) dan MOR (Modulus of Rupture), sementara sifat fisis yang diuji adalah

kadar air (KA), berat jenis (BJ) dan kerapa tan.

Dimensi awal balok yang digunakan untuk membuat contoh uji adalalah penampang 5 cm x 7 cm dengan panjang 380 cm. Kemudian balok tersebut dipotong menggunakan circular saw menjadi tiga bagian dengan panjang masing-masing 150 cm. Selanjutnya balok tersebut dipotong menjadi balok kecil dengan ukuran penampang 2 cm x 2 cm dengan panjang 35 cm. Setelah itu, balok kecil ini dipotong menjadi dua contoh uji, yaitu (1) contoh uji dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 30 cm dan (2) contoh uji dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 4 cm. Contoh uji dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 30 cm digunakan untuk pengujian kecepatan rambatan gelombang dan keteguhan lentur statis (MOE dan MOR) pada berbagai kondisi kadar air (setiap perubahan kadar air). Contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 4 cm digunakan untuk pengujian KA, BJ dan kerapatan. Contoh uji KA, BJ dan kerapatan diambil dari contoh uji keteguhan lentur statis 2 cm x 2 cm x 30 cm dekat bagian yang mengalami kerusakan.

2 cm 2 cm

30 cm CU MOE, MOR dan Velocity 4 cm Cu KA


(26)

13

Kadar air yang diukur dikelompokkan menurut beberapa kondisi kadar air, meliputi kadar air basah ( KA > 30%), kadar air TJS (KA 25-30 %), kadar air kering udara (KA 15 – 20 %), dan kadar air kering oven (KO). Contoh uji KA, BJ, dan kerapatan awal di atas digunakan untuk mengetahui KA awal contoh uji kecepatan gelombang dan keteguhan lentur statis pada kondisi TJS dan kering udara setelah perendaman. Data pengujian contoh KA ini digunakan untuk mengetahui BKT contoh uji pada kondisi TJS dan kering udara. Data BKT ini digunakan untuk mengetahui berat basah target yang selanjutnya dijadikan dasar untuk melaksanakan pengujian.

Contoh uji dengan kadar air basah ditimbang kemudian dikeringkan secara alami dalam ruangan sampai mencapai kadar air TJS dan kadar air kering udara. Selama proses pengeringan tersebut contoh uji ditimbang secara berkala sampai mencapai berat basah target. Berat basah target tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 1 di bawah ini.

BKT = Berat Basah/(1+% KA/100)...(1)

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) persamaan dasar kandungan kadar air di atas dapat diubah kebentuk-bentuk yang mudah untuk digunakan di dalam kondisi-kondisi lain. Bentuk ini sangat berguna untuk memperkirakan berat kering kayu basah apabila berat basah diketahui dan kandungan air telah diperoleh dari contoh uji KA. Menurut Wang et al., (2003) penurunan kadar air selama proses pengeringan diikuti dengan penurunan berat spesimen. Hal ini terjadi pada spesimen longitudinal dan spesimen radial. Penurunan berat spesimen longitudinal saat penurunan kadar air dari kondisi basah ke kondisi titik jenuh serat berkisar 10-15 gram. Sedangkan penurunan berat spesimen radial berkisar 5-8 gram. Ketika kadar air spesimen menurun dari kadar air titik jenuh serat ke kadar air kering udara, penurunan berat spesimen longitudinal berkisar 2-4 gram. Sedangkan spesimen radial mengalami penurunan berat berkisar 1-2 gram.

Pada kondisi kering udara contoh uji kemudian dioven dengan suhu 103 ± 2° C selama ± 2 x 24 jam atau sampai diperoleh berat konstan (kondisi kering tanur). Pada setiap penurunan kadar air dari KA basah ke kadar titik jenuh serat (TJS) kemudian ke kadar KA kering udara (KU) sampai ke kadar air kering oven (KO) dilakukan pengujian secara non destruktif dan destruktif.


(27)

D. Prosedur Pengujian

1. Penguji an Non Destruktif

Pengujian non destruktif metode gelombang ultarasonik dilakukan dengan cara menempatkan 2 buah transduser piezo elektrik pada kedua ujung contoh uji setelah dilakukan pelubangan berdiameter 5 mm sedalam ± 2 cm. Transduser piezo elektrik terdiri dari tranduser pengirim (start accelerometer) dan tranduser penerima (stop accelerometer). Selanjutnya dengan dibangkitkan oleh alat, gelombang ultrasonik mengalir dari tranduser pengirim yang kemudian akan diterima oleh tranduser penerima. Waktu tempuh gelombang dan panjang/jarak tempuh bahan tersebut dicatat untuk kemudian dihitung kecepatan gelombangnya. Pembacaan data untuk kecepatan

gelombang ultrasonik dilakukan dengan ulangan sebanyak tiga kali. Menurut Sandoz (1994) sepanjang sisi longitudinal, relasi antara kecepatan

perambatan gelombang ultrasonik dengan sifat elastisitas sampel ditunjukkan oleh persamaan :

V =

t d

……...(2)

V2 = ...………(3)

MOEdinamis diperoleh berdasarkan fungsi persamaan :

MOED =

g

v

... (4)

MOED = Modulus elastisitas dinamis pada arah longitudinal (kg/cm2)

v = Kecepatan perambatan gelombang ultrasonik (m/s) ñ = Kerapatan (kg/m3)

g = Konstanta gravitasi (9,81 m/s2) d = Selisih jarak antar transduser (cm) t = Waktu tempuh gelombang (ìs)

ñ


(28)

15

Gambar 2. Pengujian non destruktif metode gelombang ultrasonik menggunakan sylvatest-duo

2. Pengujian Destruktif a. Keteguhan Lentur Statis

Pengujian keteguhan lentur statis dilakukan dengan memberikan beban tunggal di tengah bentang (centre loading) tegak lurus arah serat menggunakan alat uji mekanis merk Instron pada jarak sangga 24 cm. Data yang diperoleh berupa beban dan defleksi yang terjadi. Beban maksimum diperoleh sampai contoh uji mengalami kerusakan. Hasil pengujian ini dapat ditentukan besarnya modulus of elasticity statis atau MOEs dan kekuatan

lentur pata h atau MOR.

Gambar 3. Pengujian destruktif metode gelombang ultrasonik menggunakan UTM merk instron


(29)

Besarnya nilai Modulus of Elastisity (MOEs) dan Modulus of Rupture

(MOR) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

MOE = 3

3 4 ybh PL ∆ ∆ ………(5)

MOR = 2 2 3 bh PL ..………...(6) Dimana :

MOEs = Modulus of Elasticity statis (kg/ cm2)

MOR = Modulus of Rupture ( kg/ cm2) ∆P = Selisih beban

P = Beban maksimum paada saat contoh uji mengalami kerusakan (kg)

L = Panjang bentang (cm)

b = Lebar penampang contoh uji (cm) h = Tebal penampang contoh uji (cm) ∆y = Defleksi karena beban (cm)

b. Pengujian Sifat fisis

Pengujian sifat fisis meliputi kadar air, berat jenis, dan kerapatan dimana ukuran contoh uji 2 cm x 2 cm x 4 cm. Contoh uji ini dimasukkan ke dalam oven pada temperaatur 103 ± 2° C selama ± 2 x 24 jam hingga beratnya konstan (berat kering tanur). Berat contoh uji kering tanur ini kemudian ditimbang. Besarnya nilai kadar air, kerapatan, berat jenis dihitung berdasarkan persamaan :

KA = x 100%

BJ = Kerapatan =

Dimana : KA = Kadar air (%) BA = Berat awal (g)

BKT = Berat kering tanur (g) VKU = Volume kering udara (cm3)

VKU BKT BKT BKT BBVKU BKU


(30)

17

E. Analisis Data

1. Analisis data secara sederhana dilakukan untuk menyelesaikan secara deskriptif mengenai :

a. Perilaku kecepatan rambatan gelombang ultrasonik terhadap perubahan kadar air (KA)

b. Perilaku keteguhan lentur statis terhadap perubahan kadar air (KA). 2. Korelasi pengujian nondestruktif dan pengujian destruktif

Untuk mengetahui bentuk hubungan hasil pengujian nondestruktif dengan hasil pengujian destruktif (keteguhan lentur statis) contoh kecil bebas cacat, digunakan persamaan regresi linear sederhana.

Bentuk umum persamaannya adalah :

= á + â X

Dimana : = Peubah tak bebas (nilai dugaan) X = Nilai peubah bebas

á = Konstanta regresi â = Kemiringan/gradien

Persamaan tersebut digunakan bagi korelasi parameter dalam kondisi kadar air kering udara, yaitu :

a. MORKU - MOESKU

b. MORKU - MOEd ku


(31)

A. Sifat Fisis Kayu

Nilai rata-rata hasil pengujian sifat fisis dan kecepatan rambatan

gelombang ultrasonik contoh kecil bebas cacat kayu sengon

(Paraserianthes falcataria L. Nielsen), kayu mangium (Acacia mangium Willd),

durian (Durio zibethinus Murr),tusam (Pinus merkusii Junghuhn & de Vriese), rasamala (Altingia excelsa Norona),dan kayu kempas (Koompassia malaccensis

Maing) disajikan secara terperinci pada Tabel 2. Kecepatan rambatan gelombang ultrasonik keenam jenis kayu tersebut berubah seiring dengan perubahan/perbedaan sifat fisis kayu (kadar air, berat jenis, dan kerapatan).

1. Pengaruh Kadar Air terhadap Kecepatan Rambatan Gelombang Ultrasonik

Haygreen dan Bowyer (1996) mendefinisikan kadar air kayu adalah banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Pada penelitian ini dilakukan pengujian kecepatan rambatan gelombang pada kondisi KA basah, KA titik jenuh serat, KA kering udara, dan KA kering tanur enam jenis kayu Indonesia. Kadar air dan kecepatan gelombang ultrasonik disajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan oleh Tabel 2 dapat diketahui bahwa terdapat variasi nilai KA diantara enam jenis kayu

yang diteliti pada berbagai kondisi kadar air. Hal ini diduga karena disebabkan masing-masing jenis kayu memiliki karakteristik struktur anatomi, daya serap dan pengeringan yang berbeda-beda. Faktor yang diduga mempengaruhi kemampuan kayu untuk mengasorbsi maupun mengeluarkan air dari sel-sel kayunya adalah struktur sel penyusun kayu dan kandungan ektraktif serta ada tidaknya tilosis.

Perendaman selama tujuh hari yang dilakukan pada awal penelitian ini menyebabkan kayu jenuh air dan mencapai KA basah. Pada kondisi basah kayu mempunyai nilai KA lebih tinggi dari nilai kadar air titik jenuh serat, kering udara dan kadar air kering tanur. Hal ini terjadi karena pada kondisi basah rongga sel dan dinding sel jenuh air. Air yang terdapat di dalam dinding


(32)

19

sel disebut air terikat. Sedangkan uap air atau air cair pada rongga sel disebut air bebas. Jika terjadi pengeringan, air bebas lebih mudah meninggalkan rongga sel dibandingkan air terikat karena pengaruh kekuatan ikatan pada dinding sel. Oleh karena itu kayu yang memiliki rongga sel yang lebih lebar relatif lebih mudah kehilangan air dibandingkan dengan kayu yang berongga sel sempit. Demikian pula sebaliknya ji ka kayu direndam dalam air lebih dari 24 jam maka kayu yang memiliki rongga lebar lebih mudah mengasorbsi air (Haygreen dan Bowyer ,1996).

Pada kondisi basah rata-rata kadar air semua jenis kayu 105,93 %, terendah 45,27 % dan tertinggi 236,50 %. Pada kondisi TJS kandungan air menurun karena rongga sel sudah tidak terisi air meskipun dinding selnya jenuh air. Rata-rata KA dari semua jenis kayu pada kondisi TJS adalah 25,91 %, terendah 21,69 % dan tertinggi 29,77 %. Nilai ini mendekati nilai KA 30 % yang biasanya digunakan sebagai rujukan nilai untuk KA TJS.

Kayu menyesuaikan diri dengan kelembaban udara relatif dan suhu udara

sekitarnya mencapai kadar kering udara atau KA kesetimbangan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai rata-rata KA kering udara pada semua jenis kayu adalah 14,86 %, terendah 14,02 % dan tertinggi 17,52 %. Haygreen dan Bowyer (1996) mengemukakan bahwa meskipun ada

variabilitas dalam sifat-sifat penyerapan air diantara spesies namun dianggap bahwa semua jenis kayu mencapai KA kesetimbangan yang relatif sama dan nila inya selalu di bawah nilai KA TJS.

Kayu benar-benar kehilangan air jika dipanaskan pada suhu lebih dari 100° C. Pemanasan termal menyebabkan air yang terkandung pada rongga sel dan dinding sel mengalami pergerakan keluar kayu, sehingga yang terkandung dalam kayu hanya zat kayunya saja. Namun demikian kandungan air dalam

kayu tidak benar hilang secara keseluruhan. Setelah dipanaskan kayu

masih mengandung air ± 1 % dan telah mencapai berat konsta n (Haygreen dan Bowyer, 1996). Dalam penelitian ini nilai rata -rata kadar air

pada kondisi kering tanur pada semua jenis kayu adalah 1,08 %, terendah 0,58 % dan tertinggi 1,94 %.


(33)

KA (%) (g/Cmñ 3) BJ (m/s) v (%) KA (g/Cmñ 3) BJ (m/s) v (%) KA (g/Cmñ 3) BJ (m/s) v KA (%) (g/CmÑ 3) BJ (m/s) v

1. Sengon 236,50 0,71 0,21 3103 29,77 0,32 0,24 5775 17,52 0,30 0,25 5903 1,19 0,30 0,29 6233

2. Mangium 105,45 0,78 0,38 4427 21,69 0,45 0,37 6109 15,82 0,44 0,39 6516 1,94 0,64 0,62 6521

3. Durian 131,13 0,87 0,39 3747 27,23 0,44 0,37 5408 14,11 0,49 0,43 5691 0,90 0,57 0.56 5572

4. Pinus (SW) 68,91 1,10 0,64 4636 26,12 0,74 0,58 6059 13,56 0,69 0,61 6856 0,75 0,71 0,70 6810

5. Kempas 45,27 1,00 0,69 5694 23,01 0,86 0,70 5714 14,02 0,86 0,75 6104 0,58 0,82 0,81 6020

6. Rasamala 48,30 1,05 0,71 4683 27,64 0,90 0,70 5553 14,11 0,81 0,71 6142 1,14 0,88 0,87 5659

Tabel 3. Rata-rata Sifat Mekanis Enam Jenis Kayu pada Berbagai Kadar Air

Kondisi Basah Kondisi TJS Kondisi KU Kondisi BKT

JENIS KAYU

Ed

(kg/cm2 ) (kg/cmEs 2 ) (kg/cmMOR 2 ) (kg/cmEd 2 ) (kg/cmEs 2 ) (kg/cmMOR 2 ) (kg/cmEd 2 ) (kg/cmEs 2 ) (kg/cmMOR 2 ) (kg/cmEd 2 ) (kg/cmEs 2 ) (kg/cmMOR 2 )

1. Sengon 69060,08 26343,69 297,80 109674,31 22377,00 287,06 105739,62 34647,93 343,16 117276,01 48437,24 608,11

2. Mangium 155413,17 68712,09 502,57 171228,34 63355,77 535,09 191168,19 57578,01 592,89 276261,29 73596,18 933,31

3. Durian 127531,89 56643,80 498,13 132442,11 56705,26 494,75 160460,15 66218,52 661,86 179542,64 66371,44 791,42

4. Pinus (SW) 246058,37 75442,11 614,89 275752,44 99663,08 723,57 332701,03 110851,00 1111,83 333887,38 120308,54 1736,39

5. Kempas 331810,47 119542,20 1024,52 268095,48 126103,20 1002,86 325884,06 132598,90 1285,34 302766,49 136889,90 1365,52

6. Rasamala 237092,61 120113,90 985,84 281694,01 118016,40 942,41 312947,27 97978,12 1175,35 288314,49 110584,40 1628,33

Keterangan : ES = kekakuan lentur statis (MOEs)


(34)

21

Gelombang ultrasonik adalah gelombang suara yang bekerja pada frekuensi di atas 20 KHz, sehingga tidak terjangkau dalam indera pendengaran manusia. Gelombang ini dapat mengalir melalui medium padat, cair, maupun gas. Partikel-partikel bahan meneruskan gelo mbang dengan cara berosilasi searah penjalaran gelombang (Halliday dan Resnick (1984) dalam Waluyo 2001). Tiga parameter gelombang ultrasonik yang umumnya digunakan dalam pengujian secara tidak merusak yaitu kecepatan gelombang, koefisien atenuasi dan frekuensi respon tergantung dari tujuan pengujian dan kondisi material yang diuji (Lee et al. 1992 dalam Waluyo 2001).

Parameter yang digunakan dalam pengujian non destruktif metode gelombang ultrasonik ini adalah kecepatan rambatan gelombang ultrasonik. Kece patan gelombang ultrasonik dibangkitkan oleh getaran dengan parameter yang diukur berupa waktu perambatan gelombang ultrasonik. Kecepatan rambatan gelombang menjadi dasar dalam pendugaan kekakuan kayu, dalam hal ini kekakuan kayu berkolerasi erat dengan kekuatan kayu. Selanjutnya kecepatan rambatan gelombang enam jenis kayu pada berbagai kondisi kadar dicantumkan pada Gambar 3 di bawah ini.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

0 15 30 45

Kadar Air (%)

Kecepatan (m/s)

Sengon Mangium Durian Pinus Rasamala Kempas

Gambar 3. Hubungan Kadar air dengan Kecepatan Gelombang Ultrasonik

Gambar 3 menunjukkan bahwa pada enam jenis kayu (sengon, mangium, durian, pinus, rasamala, dan kempas) terjadi peningkatan kecepatan rata-rata gelombang ultrasonik dengan semakin menurunnya kadar air. Pada kondisi


(35)

basah kecepatan rata-rata rambatan gelombang enam jenis kayu tersebut secara berurutan adalah sebesar 3103 m/s, 4683 m/s, 3747 m/s, 4636 m/s, 4683 m/s, dan 5694 m/s. Sedangkan pada kondisi kering tanur kecepatan rata-rata rambatan gelombang kayu sengon, mangium, durian, pinus, rasamala, kempas secara berurutan adalah sebesar 6233 m/s, 5659 m/s , 5572 m/s, 6810 m/s, 5659 m/s, dan 6020 m/s. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kabir et al. (1997) , Wang et al. (2002), serta Van Dyk dan Robert (2005).

Menurut Wang et al. (2003) kecepatan gelombang ultrasonik yang merambat melalui kayu meningkat dengan penurunan kadar air dari keadaan titik jenuh serat ke keadaan kering oven, baik untuk spesimen longitudinal maupun radial. Walaupun demikian, pengaruh kadar air terhada p kecepatan rambatan gelombang ultrasonik berbeda untuk keadaan di bawah dan di atas titik jenuh serat. Kecepatan gelombang ultarasonik hanya bervariasi sedikit dengan penurunan kadar air di atas titik jenuh serat, tetapi untuk kadar air di bawah titik jenuh serat penurunan kecepatan rambatan

gelombang ultrasonik lebih besar. Selanjutnya ditegaskan oleh Sakai et al. (1991) dalam Van Dyk dan Robert (2005) pada spesimen

longitudinal kecepatan rambatan gelombang ultrasonik mengalami penurunan secara linear dan dengan kemiringan yang cukup dari kadar air basah ke kondisi titik jenuh serat. Di bawah titik jenuh serat, kemiringan kurva meningkat tetapi tetap linear. Baik Sakai et al. (1991) maupun Mishiro (1996) dalam Van Dyk dan Robert (2005) menemukan bahwa gradien kelembaban mempunyai efek yang sama terhadap gelombang ultrasonik seperti rata-rata kadar air yang mengalami penurunan karena terlepasnya ikatan antar molekul air (desorption).

Kecepatan gelombang pada kayu dan variasinya dengan kadar air serta arahnya telah dikaji secara intensif pada suhu di atas titik beku. Untuk kayu solid, kecepatan gelombang bebeda-beda antara 1000 m/s sampai 3000 m/s melewati arah serat dan 5000 m/s sampai 6000 m/s pada arah longitudinal. Kecepatan radial yaitu sekitar 50 % lebih besar daripada kecepatan tangensial pada sembilan jenis kayu yang diuji Ross et al. (1997).


(36)

23

Bucur (1995) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi kecepatan perambatan gelombang ultrasonik antara lain mata kayu, kadar air dan kemiringan serat. Sakai dan CoWork (1990) dalam Bucur (1995) menyatakan bahwa kecepatan menurun secara drastis dengan kenaikan kadar air sampai titik jenuh serat dan setelah itu variasinya sangat kecil. Pada kadar a ir rendah, yaitu KA kurang dari 18% air yang ada di dinding sel sebagai air terikat (bound water) merupakan media dimana gelombang ultrasonik disebarkan oleh dinding sel dan batas selnya. Pada kadar air yang lebih tinggi tapi di bawah titik jenuh serat, yaitu kisaran KA antara 18-30 % penyebaran pada batas dinding sel akan berperan dalam me nghilangnya gelombang ultrasonik. Setelah titik jenuh serat, air bebas yang berada dalam rongga sel dan porositas kayu juga berfungsi sebagai faktor utama dalam penyebaran gelombang ultrasonik. Dengan demikian peningkatan kecepatan gelombang ultrasonik dapat dihubungkan dengan adanya air terikat (bound water) sedangkan pelemahan dihubungkan dengan adanya air bebas (free water) dalam rongga sel.

Hasil penelitian pada contoh uji kondisi BKT diperoleh kecepatan yang lebih rendah dari kondisi kering udara. Hal ini diduga karena adanya pengaruh panas dan temperatur pada sampel setelah dilakukan pengovenan. Kecepatan rambatan gelombang ultrasonik yang merupakan gelombang suara mengalami penurunan dengan peningkatan temperatur, sebab temperatur yang lebih tinggi akan menghasilkan kerapatan yang lebih rendah (karena thermal ekspansi kayu). Thermal ekspansi kayu merupakan perubahan dimensi pa da kayu karena adanya perubahan temperatur. Selanjutnya ditegaskan kembali oleh Oliviera (2002) bahwa faktor yang mempengaruhi perambatan gelombang ultrasonik pada kayu adalah sifat fisis dari substrat, karakteristik geometris jenis (makro dan mikrostruktur) dan prosedur saat dilakukan pengukuran (frekuensi dan sensitivitas dari tranduser, ukurannya, posisi dan karakteristik dinamis dari peralatan.


(37)

2. Pengaruh Kerapatan Terhadap Kecepatan Gelombang Ultrasonik pada kondisi Kering Udara

Menurut USDA (1999) kadar air kayu mencapai kadar air kering udara atau kadar air kesetimbangan apabila kayu cenderung tidak melepaskan maupun menyerap air di sekitarnya. Dalam hal ini kadar air kayu menyesuaikan diri dengan kelembaban udara relatif dan suhu udara sekitarnya. Data hasil penelitian kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pada kondisi kadar air kering udara dicantumkan pada Tabel 2. Hubungan

kerapatan kayu dengan kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pada kondisi kadar air kering udara disajikan pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Hubungan Kerapatan Kayu dengan Kecepatan Gelombang Ultrasonik

Gambar 4 menunjukkan bahwa kecepatan rambatan gelombang pada enam jenis kayu sangat tinggi berkisar da ri 5691 m/s sampai dengan 6858 m/s. Kecepatan gelombang ultrasonik dipengaruhi kerapatan dengan hubungan terbalik sesuai persamaan V2 = E/ñ . Selain dari faktor tersebut, struktur sel dan kandungan air pada masing-masing kayu turut memberikan pengaruh terhadap kecepatan gelombang ultrasonik. Kadar air kering udara kayu sengon, mangium, durian, pinus, rasamala dan kempas secara berurutan yaitu : 17,52 %, 15,817 %, 14,11 %, 13,56 %, 14,106 %, 14,02 %.

Sengon, 5903Mangium, 6516

Durian, 5691

Pinus (SW), 6856 Rasamala, 6142

Kempas, 6104

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

Kerapatan (g/cm3)


(38)

25

Mishiro (1996) dan Chiu et al. 2000 dalam Wang et al. (2002) bahwa kecepatan ultrasonik pada sisi longitudinal cenderung menurun dengan

peningkatan kerapatan. Hubungan antara kerapatan dan kecepatan rambatan gelombang ultrasonik berbeda pada spesimen longitudinal dan radial. Pada spesimen radial, gelombang ultrasonik merambat melalui sel-sel jari-jari, sedangkan pada spesimen longitudinal gelombang ultrasonik merambat melalui sel-sel aksial. Perbedaan kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pada arah radial dan longitudinal dipengaruhi oleh jenis sel (jari-jari dan aksial), struktur cincin kayu (jarak dan kerapatan kayu awal dan kayu akhir), dan karakteristik sel-sel struktural (sifat, volume fraksi, panjang, bentuk, ukuran dan pengaturan sel).

Kecepatan rambatan gelombang pada pinus yang merupakan jenis

softwood (konifer) adalah yang paling tinggi (6856 m/s) diantara jenis yang

lain. Jenis konifer diketahui memiliki struktur kayu yang seragam (homogen). Menurut Watanabe (2002) dalam Wang et al. (2003) struktur softwood

kontinus dan seragam, disusun oleh elemen-elemen anatomis panjang yang memberikan nilai akustik konstan yang tinggi. Sementara itu, kecepatan rambatan gelombang kayu mangium yang merupakan jenis kayu hardwood

adalah 6516 m/s. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Karlinasari et al. (2005) dimana kecepatan rambatan gelombang pada kayu mangium 6213 m/s.

Menurut Bucur (1995) sifat-sifat ultrasonik tergantung pada jenis kayu. Setelah menguji beberapa jenis seperti cemara, doglas-fir (cemara Douglas), pinus, jati, dan pohon lainnya untuk mengetahui pengaruh jenis terhadap sifat-sifat gelombang ultrasonik diperoleh bahwa sifat-sifat gelombang

ultrasonik dipengaruhi oleh struktur mikro suatu benda. Karakteristik seperti sifat-sifat dari dinding sel, kerapatan secara keseluruhan, MOE, dan struktur mikro kayu mempengaruhi kecepatan, pelambatan dan panjang gelombang.


(39)

B. Sifat Mekanis

Nilai rata-rata hasil dari pengujian mekanis contoh kecil bebas cacat kayu

sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen), kayu mangium

(Acacia mangium Willd), durian (Durio zibethinus Murr), tusam

(Pinus merkusii Junghuhn & de Vriese), rasamala (Altingia excelsa Norona), dan kayu kempas(Koompassia malaccensis Maing) disajikan pada Tabel 3.

Sifat mekanis enam jenis kayu pada berbagai kondisi kadar air dicantumkan pada Gambar 5 di bawah ini :

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000

0 15 KA (%) 30 45

MOE (kg/cm2)

MOEd Sengon MOEs Sengon MOEd Mangium MOEs Mangium MOEd Durian MOEs Durian MOEd Pinus MOEs Pinus MOEd Rasamala MOEs Rasamala MOEd Kempas MOEs Kempas

Gambar 5. MOE pada Berbagai Kondisi Kadar Air

Gambar 5 menunjukkan kekakuan lentur statis (MOEs) dan kekakuan

lentur dinamis (MOEd) pada keenam jenis kayu semakin meningkat

dengan menurunnya kadar air dari kondisi kadar air titik jenuh serat ke kondisi kadar air kering tanur . Kadar air kayu dapat mempengaruhi nilai kecepatan gelombang maupun kerapatan. Menurut Kretschmana dan Green (1996) dalam Van Dyk dan Robert (2005) MOE kayu meningkat bersamaan dengan

penurunan kadar air karena terjadi pengurangan efek plastis air. Jadi, kecepatan gelombang ultrasonik meningkat seiiring dengan

meningkatnya MOE. Selain itu, kerapatan juga mempengaruhi kecepatan rambatan gelombang. Selanjutnya ditegaskan bahwa pengaruh utama pada kecepatan gelombang adalah kekakuan benda.


(40)

27

Menurut Wang et al. (2002) secara kimia adanya air terikat pada dinding sel menurunkan kecepatan perjalanan gelombang yang melewati kayu, sebanding dengan penurunan MOE dan peningkatan kerapatan kayu. Ketika kecepatan gelombang menurun dengan meningkatnya kadar air, nilai MOE juga menurun. Pada bagian lain, peningkatan kerapatan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar air diatas titik jenuh dapat menghasilkan nilai perhitungan MOE yang lebih tinggi.

Kekakuan lentur (MOE) pada kondisi kering udara menunjukkan bahwa pada pengujian MOEd dan MOEs diperoleh hasil rata -rata MOEd lebih tinggi dibandingkan nilai MOEs. Secara berurutan MOEd Sengon, Mangium, Durian, Pinus, Rasamala, Kempas lebih besar 32,77 %, 30,12 %, 41,27 %, 33,32 %, 31,31 %, 40,69 % dari MOEs. Sementara itu penelitian Bodig dan Jayne (1982) dengan jenis kayu West Coast hemlock, Coast Douglas fir,

Inland Douglas fir menghasilkan nilai pengujian dinamis (MOEd) yang lebih

tinggi 5-10 % daripada nilai pengujian statis (MOEs). Penelitian Bucur (1995) dengan jenis kayu spruce dan beech menghasilkan nilai pengujian dinamis (MOEd) yang lebih tinggi 10% daripada nilai pengujian statis (MOEs). Penelitian Oliviera et al. (2002) dengan jenis kayu jatoba dan cupiula

menghasilkan nilai pengujian dinamis (MOEd) yang lebih tinggi 20% daripada nilai pengujian statis (MOEs). Selanjutnya Penelitian Karlinasari et al. (2005) dengan jenis kayu aghathis, mangium, manii, meranti, pinus dan sengon menghasilkan nilai pengujian dinamis (MOEd) yang lebih tinggi 50 % daripada nilai pengujian statis (MOEs).

Sementara itu berdasarkan hasil penelitian ini, nilai MOE dinamis rata-rata lebih tinggi 35% dibandingkan nilai rata -rata MOE statis. Nilai pengujian

secara non destruktif yang lebih tinggi dibandingkan secara destruktif adalah karena faktor viscoelastisitas bahan dan pengaruh efek creep pada pengujian secara defleksi (Bodig dan Jayne, 1982). Sandoz (1996, 1998) melanjutkan kajian variasi kecepatan gelombang ultrasonik, pelemahan/pelambatan gelombang, dan amplitudo gelombang maksimum pada ketiga arah aksial kayu. Hasil penelitian diperoleh bahwa kecepatan gelombang metode terbaik untuk evaluasi kayu gelondongan atau timber


(41)

(kayu gergajian). Sepanjang sumbu longitudinal, kecepatan gelombang ultrasonik efektif untuk menilai MOE dan sebagai suatu metode pembuatan kelas/kategori.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

0 15 30 45

KA (%)

MOR (Kg/cm2)

MOR Sengon

MOR Mangium

MOR Durian

MOR Pinus

MOR Rasamala

MOR Kempas

Gambar 6. MOR pada Berbagai Kondisi Kadar Air

Gambar 6 menunjukkan bahwa pada keenam jenis kayu tersebut di atas kekuatan lentur patah (MOR) semakin meningkat dengan menurunnya kadar air. Hal ini menandakan bahwa dengan semakin menurunnya kadar air di bawah TJS kekuatan kayu semakin kuat. Penelitian pada contoh kecil bebas cacat menyimpulkan bahwa kerapatan, berat jenis dan persentase volume serat merupakan peubah yang memegang peranan sebagai indikator sifat meka nis. Haygreen dan Bowyer (1996) mengatakan bahwa semakin tinggi berat jenis kayu maka semakin banyak zat kayu pada dinding sel yang berarti semakin tebal dinding sel tersebut. Karena kekuatan kayu terletak pada dinding sel,

maka semakin tebal dinding sel semakin kuat kayu tersebut. Selanjutnya Tsoumis (1991) menegaskan bahwa sifat mekanis kayu

dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama oleh kadar air, kerapatan/berat jenis, lama pembebanan dan cacat-cacat kayu. Kera patan merupakan faktor yang

baik dan paling sederhana untuk menduga kekuatan kayu bebas cacat. Dengan demikian kerapatan/berat jenis dapat digunakan sebagai indikator

kunci sifat fisis dalam hubungannya dengan sifat mekanis kayu, dimana semakin meningkat berat jenis kayu maka kekuatan atau sifat


(42)

29

C. Hubungan antara Keteguhan Lentur Statis (MOEs) dan Keteguhan Lentur Dinamis (MOEd) dengan Tegangan Lentur Patah (MOR) pada Kondisi Kering Udara

Hasil penelitian hubungan antara nilai kekakuan lentur statis (MOEs)

dan kekakuan lentur dinamis (MOEd) dengan kekuatan lentur patah (MOR)

disajikan pada Tabel 4. dalam bentuk persamaan regresi linear sedehana. Keeratan atau keline aran hubungan ini ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2),

dimana semakin tinggi nilai R2 maka hubungan regresi kedua variabel yang dianalisa semakin erat atau semakin linear sehingga dapat digunakan untuk menduga variabel tak bebasnya dengan baik (Santoso, 1999).

Tabel. 4 Model Regresi Linear sederhana 6 jenis kayu tropis untuk hubungan MOED dan MOES dengan MOR

Jenis Kayu Parameter Model Regresi r R2 Signifkansi

(x dan y) (á = 0.05)

1. Sengon MOEs dan MOR y = 50,861 + 0,0084x 0,97 0,94 0,0056* MOEd dan MOR y = 14,465 + 0,0031x 0,97 0,94 0,0062* 2. Mangium MOEs dan MOR y = 684,27 - 0,0016x 0,22 0,05 0,7277t n

MOEd dan MOR y = 529,73 + 0,0003x 0,17 0,03 0,7880t n 3. Durian MOEs dan MOR y = 168,66 + 0,0074x 0,99 0,99 0,0007*

MOEd dan MOR y = 125,66 +0,0033x 0,63 0,40 0,2515t n 4.Pinus(sw) MOEs dan MOR y = 649,22 + 0,0042x 0,80 0,65 0,1004t n MOEd dan MOR y = 853,78 + 0,0008x 0,43 0,18 0,4745t n 5. Kempas MOEs dan MOR y = -952,53 +0,0169x 0,84 0,71 0,0750t n MOEd dan MOR y = 711,09 + 0,0017x 0.43 0.19 0.4695t n 6. Rasamala MOEs dan MOR y = 607,91 + 0,0058x 0,98 0,97 0,0025*

MOEd dan MOR y = 42,708 + 0,0036x 0,88 0,77 0,0500*

r = koefisien kore lasi; R2 = koefisien determinasi; tn = tidak signifikan *signifikan pada selang kepercayan 95%

Hasil penelitian pada Tabel 4 di atas menunjukkan hubungan antara MOEs dan MOEd dengan MOR. Keeratan ata u kelinearan hubungan

antar parameter yang diuji sangat beragam. Nilai koefisien determinasi (R2) hubungan MOEs dengan MOR kayu sengon 0,94, mangium 0,05, durian 0,99, pinus 0,65, rasamala 0,97 dan kempas 0,71. Hubungan yang paling linear antara MOEs dan MOR pada kayu durian dengan nilai koefisien determinasi 0,99 atau 99 %. Angka persentase ini mengilustrasikan bahwa apabila terdapat


(43)

100 sampel pengujian kekakuan lentur statis, 99 sampel diantaranya dapat digunakan dengan baik untuk menentukan kekuatan lentur patahnya.

Dengan demikian 99 % kekuatan lentur patah dapat diterangkan oleh kekakuan lentur statis. Sedangkan hubungan keeratan MOEs dengan

MOR yang rendah terjadi pada kayu mangium dengan nilai koefisien determinasi 0,05 atau 5 %. Dengan rendahnya nilai R2 ini dapat dikatakan tidak ada hubungan linear antara kedua sifat tersebut. Hal ini dibuktikan dengan analisis uji statistik uji F pada tingkat nyata 5 %, dimana diperoleh bahwa MOEs tidak berpengaruh nyata terhadap MOR.

Pada uji keragaman berdasarkan probabilitas (á = 0.05) diketahui bahwa koefisien regresi dengan tingkat signifikansi pada kayu sengon, durian, dan rasamala berurutan 0.006, 0.001, 0.003 atau lebih kecil dari 0.05, sehingga dengan demikian koefisien regresi signifikan. Sedangkan pada jenis kayu mangium, pinus dan kempas tidak signifikan. Koefisien yang tinggi

antara modulus elastisitas dan keteguhan lentur patah dinyatakan oleh Surjokusumo (1977) dalam Ginoga (1982) bahwa modulus elastisitas

merupakan salah satu indikator yang mempunyai korelasi tinggi dalam hubungannya dengan keteguhan patah. Dinyatakan pula bahwa

disamping mudah mengukurnya, indikator ini sangat peka terhadap adanya cacat pada sepotong balok kayu seperti mata kayu, serat miring, kayu rapuh, dan sebagainya. Dengan adanya keeratan hubungan yang tinggi antar sifat

mekanis tersebut maka modulus elastisitas (MOE) dapat digunakan untuk menduga keteguhan patah (MOR).

Hubungan MOEd dan MOR pada kayu sengon dan rasamala sangat tinggi. Pada hubungan tersebut nilai koefisien determinasi (R2) tinggi yaitu secara berurutan 0.94 atau 94 % dan 0.77 atau 77 %. Hal ini menunjukkan bahwa

MOEd pada kedua kayu tersebut baik untuk menduga MOR. Sedangkan pada keempat kayu lainnya hubungan MOEd dan MOR sangat rendah dengan nilai korelasi (r) dan koefisien determinasi rendah,

sehingga MOEd pada pada kempat kayu yang lain kurang baik untuk menduga MOR. Pada uji keragaman berdasarkan probabilitas bahwa koefisien regresi dengan tingkat signifikansi pada kayu sengon dan rasamala berurutan 0.006


(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kecepatan rambatan gelombang ultrasonik semakin me ningkat dengan menurunnya kadar air dari kondisi kadar air basah ke kondisi

kering tanur.

2. Modulus elastis itas dinamis, modulus elastis itas statis dan keteguhan lentur patah enam jenis kayu meningkat dengan me nurunnya kadar air dari kondisi titik jenuh serat ke kondisi kering tanur.

3. Terdapat korelasi linier antara modulus elastisitas dengan keteguhan lentur patah enam jenis kayu kecuali pada jenis kayu Acacia mangium. Dengan demikian modulus elastisitas dapat digunakan untuk menduga keteguhan lentur patah pada kayu kering udara.

4. Terdapat korelasi linier antara modulus elastisitas dinamis dengan keteguhan lentur patah jenis kayu sengon (Paraserianthes

falcataria L. Nielsen) dan rasamala (Altingia excelsa Norona).

Dengan demikian pengukuran non destruktif menggunakan metode ultrasonik dapat menduga keteguhan lentur statis melalui model regresi

linear sederhana. Namun demikian untuk jenis kayu mangium

(Acacia mangium Willd), kayu durian (Durio zibethinus Murr), kempas

(Koompassia malaccensis Maing), dan tusam (Pinus merkusii

Junghuhn & de Vriese) tidak terdapat korelasi linier, sehingga pengukuran

non destruktif dengan metode ultrasonik belum dapat digunakan untuk menduga keteguhan lentur statis.

5. Hasil pengujian MOEd (non destruktif) rata-rata lebih tinggi 35% dari MOEs (destruktif).


(45)

B. Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut dengan metode evaluasi non destruktif berbasis gelombang ultrasonik pada jenis-jenis kayu yang dapat mewakili jenis kayu di Indonesia untuk mendapatkan model persamaan penduga keteguhan dengan menggunakan jumlah data yang cukup.

2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kelembaban dan suhu terhadap kecepatan rambatan gelombang ultrasonik.

3. perlu penelitian lebih lanjut dengan menambah jumlah sampel mengenai pengaruh kadar air terhadap kecepatan rambatan gelombang ultrasonik.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul-Malik S, Al-Mattarneh H.M.A., Nuruddin M.F. 2002. Review of Nondestructive Testing and Evaluation on Timber, Wood and Wood

Products. Proceedings of The 7th World Conference on Timber

Engineering; Shah Alam, 12-15 August 2002. Shah Ala m: hlm 346-353. Bucur, V. 1995. Acoustic of wood. Institute National de la Recherche

Agronomigue Centre de Recherches Forestieres. Nancy. France.

Bodig, J. dan B. A. Jayne. 1982. Mechanics of Wood and wood composites. Van Nostrand Reinhold Company, New Yor k.

Ginoga, B. 1982. Suatu Studi Mengenai Pengelompoksn Sifat Mekanis Bebarapa

Jenis Kayu Indonesia. Tesis Fakultas Pascasarjana. IPB. Tidak diterbitkan.

Haygreen, J. G. dan J. L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Suatu

Pengantar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kabir, M. F., H. A. A.Sidek., W. M.Daud and K. Khalid. 1997. Effect of Moisture Content and Grain Angle on the Ultrasonic Properties of Rubber Wood.

Holzforschung Vol 51 No. 3. Department of Phisics. University Pertanian Malaysia. Se langor. Malaysia.

Karlinasari, L., Surjokusumo, Y. S. Hadi, and N. Nugroho. 2005. Non Destructive

Testing on six Tropical Woods Using Ultrasonic Method 6th International

Wood Science Symposium. 28-30 August 2005. Bali. Indonesia. hlm

109-116

Mandang, Y. I. Dan I. K. N. Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di

Lapangan. Yayasan Prosea. Bogor.

Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir dan S. A. Prawira. 1989. Atlas kayu

Indonesia. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Mc Intire, P. Albert, S. B. and Robert, E.G. 1991. Non Destructive Testing

Hanbook, Second Edition, Vol. VII. Ultrasonic Testing. American Society

for Nondestructive Testing. Inc.

Oey Djoen Seng. 1990. Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia untuk

Keperluan Praktek. Pengumuman no.13. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Oliviera, F.G.R. de, Campos J.A.O. de, Pletz E., Sales A. 2002. Assessment of Mechanical Properties of Wood Using an Ultrasonic Technique.

Proceedings of 13th International Symposium on Nondestructive Testing of

Wood; University of California Berkeley Campus. 19-21 Agu 2002. Madison: Forest Product Society. hlm 75-78.

Pamoengkas, P. 1992. Pedoman Teknis Penanaman Jenis -Jenis Kayu Komersial. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.

Pellerin, R. F. dan R. J. Ross. 2002. Non Destructive Evaluation of Wood. Forest Product Society . USA.


(47)

Pendidikan Industri Kayu Atas [PIKA]. 1979. Mengenal Sifat-Sifat Kayu

Indonesia dan Penggunaannya. Kanisius. Yogyakarta.

Rahayu, M., U. Soetina dan N. Sumarsi. 1991. Potensi Beberapa Jenis Akasia di

Indonesia dalam HTI. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Vol VIII (I) :

9-12. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Sandoz, J.L. 1994. Standing Tree Quality Assessment Using Ultrasound. Proceedings of First European Symposium on Nondestructive Evaluation of Wood; Sopron, 21-23 Sep 2000. Sopron: University of Sopron. Vol. 2 hlm 493-502.

. 1996. Ultrasonic Solid Wood evaluation in industrial Applications. Tenth Inter. Symp. On Nondestructive testing of Wood. NDT. Net. Vol.2. www.ndt.net/article/sandoz/sandoz.htm.

. 1998. Wood Testing Using Acousto-ultrasonic. http://timber.ce.wsu.edu/Resources papers/7-5-5.pdf

Santoso, S. (1999). SPSS Mengolah Da ta Statistik Secara Profesional. P.T. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Taranggono, A., H. Subagya dan U. Rachmat. 1999. Sains Físika 1b untuk kelas 1 SMU. Bumi Aksara.

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood Structure, Properties

Utilization. Von Nostrend Reinhold.

Uhmier, A., T. Morooka and M. Norimoto. 1998. Influence of Thermal Softening

and degradation on the radial compression Behavior of Wet Spruce.

Holzforschung, 52.(1), 77-81.

USDA Forest Service. Forest Products Laboratory (USDA).1999. Wood

Handbook : Wood as an Engineering Material. Forest Prod. Soc.,

Madison. WI.

Van Dyk, H and R. W. Rice (2005). Ultrasonic Wave Velocity As a Moisture Indicator in Frozen Lumber. Forest Prod. J. 55 (6) : 68 - 72

Waluyo, S. 2001. Pengkajian Sifat Fisiko Kimia dan Akustik Buah Durian Lokal Ciherang. (Tesis). Bogor. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian. Wang, Xiping, Ross R.J. 2002. Nondestructive Evaluation of Wood. Chapter 10:

Nondestructive Evaluation of Green Materials – Recent Research and

Development Activities. Madison WI: U.S. Dept. of Agriculture, Forest

Service, Forest Prod. Laboratory. hlm 149-171.

Wang, S. Y., C. J. Lin and C. M. Chiu. 2003. Adjusted Dynamic Modulus


(48)

(49)

Lampiran 1. Alur Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis 6 Jenis kayu

*Berat Basah - BTJS = berkurang 10-15 g

*BTJS -BKU = Berkurang 2- 4 g (* Sumber Wang et al.,2003)

Balok (2x2x4) cm

Ukur, Timbang, & oven (KA basah{%})

Pengujian Keteguhan Lentur (MOEd, MOEs,MOR)

CU Ukuran (2x2x35) cm

Dipotong

Balok (2x2x30) cm cm

Pengeboran kedua ujung è (5 mm)

Perendaman Dalam Air(7 hari)

Pengangkatan Contoh Uji dari Bak Perendaman

Kondisi Basah

TJS&KU

Timbang Berat Awal (BA)

KA = BA-BKTtarget

BKTtarget

BKTtar get = BBtarget penurunan/1+(%KA)

BKTtarget

BB CU

Kondisi BKT Pengeringan Oven 102 ± 3

0

C (± 2 x 24 jam)/ Konstan


(1)

Keterangan : Vr1 = Rata-rata Kecepatan pada tiga kali pengukuran tiap sampel

Vr2 = Rata-rata Vr1 untuk lima sampel

Pinus BASAH tjs k u bkt

1 302851.4348 257415.2403 306238,8939 309510.6485 1 3061 5625 6383 6623

2 291680.0192 297069.8393 333915,9296 310107.4548 2 4456 6383 6818 6522

3 105925.3453 279216.6866 353783,296 350623.8093 3 4892 5882 7143 6818

4 220992.9507 215326.2375 369052,2107 299557.42 4 5590 5882 7317 6522

5 308842.0869 333417.4812 300693,1901 404404.0603 5 5180 6522 6621 7564

246058.3674 275752.4433 332701,0328 333887.3835 VR2 4636 6059 6856 6810

Kempas Kempas

1 292876.1458 262087.4978 213379,021 335062.2182 1 5254 6383 4906 6522

2 286428.9183 269956.6163 346575,4306 312590.126 2 6250 5423 6383 6000

3 331546.149 206459.5801 354194,2729 167107.4426 3 5882 5000 6383 4639

4 391788.6269 290463.2315 406040,5537 326463.3261 4 5469 5845 6768 5961

5 356412.5003 319231.8952 325404,6826 402202.3905 5 5616 5922 6082 6977

rata-rata 331810.4681 268095.4846 325884,0564 302766.4926 VR2 5694 5714 6104 6020

3


(2)

Lampiran 3. MOEs dan MOR Pada Berbagai Kondisi KadarAir (Secara Destruktif)

Jenis Cu BASAH TJS KU BKT

Sengon instron instron instron instron

MOE MOR MOE MOR MOE MOR MOE MOR

1 20709.49 282.2669 29916.9 352.2758 43200 441.4014 51306.41 662.4896

2 38502.67 409.2787 14266.84 227.4499 48000 458.2272 46551.72 608.4284

3 21730.38 243.3092 23684.21 254.3719 20473.93 235.2732 41941.75 537.2063

4 17647.06 234.9743 27515.92 330.4126 24324.32 254.9522 49315.07 625.756

5 33128.83 319.1561 16501.15 270.7866 37241.38 325.9314 53071.25 606.6445

rata-rata 26343.69 297.797 22377 287.0594 34647.93 343.1571 48437.24 608.105

Rasamala

1 91914.89 963.2275 109090.9 973.2178 80297.4 1042.741 120670.4 1568.695

2 184615.4 1078.037 14210 5.3 813.9434 90756.3 1136.789 106930.7 1704.625

3 112500 999.2876 142105.3 1008.691 87804.88 1118.066 110204.1 1708.581

4 118032.8 989.3135 106403.9 1063.1 94323.14 1188.982 104347.8 1498.087

5 93506.49 899.3298 90376.57 853.1217 136708.9 1390.193 110769.2 1661.644

rata-rata 120113.9 985.8391 118016.4 942.4147 97978.12 1175.354 110584.4 1628.326

Mangium

1 68789.81 493.3632 65853.66 517.3557 63716.81 533.967 78260.87 1027.701

2 67500 513.3005 47682.12 399.5407 52811.74 570.7116 60504.2 609.4744

3 71287.13 490.0533 68789.81 622.8725 56396.87 624.4622 71052.63 940.081

4 70129.87 543.8053 64094.96 538.4375 52173.91 607.2469 87804.88 1049.315

5 65853.66 472.324 70358.31 597.2356 62790.7 628.0615 70358.31 1040

rata-rata 68712.09 502.5693 63355.77 535.0884 57578.01 592.8898 73596.18 933.3143

Durian

1 56692.91 514.4117 55242.97 483.1156 105882.4 947.0695 61189.8 633.4621

2 56544.5 497.8286 52811.74 407.1254 59504.13 626.2524 60674.16 710.0214

3 48648.65 432.9256 25775.66 285.2489 64670.66 677.9959 98181.82 1133.275

4 98181.82 755.8173 92703.86 837.8111 46351.93 492.6569 62608.7 855.3426

5 23151.13 289.6654 56992.08 460.4438 54683.54 565.3228 49202.73 625.001

rata-rata 56643.8 498.1297 56705.26 494.749 66218.52 661.8595 66371.44 791.4205

Pinus

1 80297.4 595.6355 108000 883.5101 102857.1 1105.871 111917.1 1647.415

2 75789.47 534.7853 105882.4 716.1116 125581.4 1172.99 122033.9 1855.178

3 78832.12 552.2158 95575.22 686.8566 110769.2 1062.395 133333.3 1961.42

4 68571.43 735.1668 87449.39 663.5588 115508 1160.587 130909.1 1707.079

5 73720.14 656.6629 101408.5 667.7969 99539.17 1057.28 103349.3 1510.855

rata-rata 75442.11 614.8933 99663.08 723.5668 110851 1111.825 601542.7 8681.947

Kempas

1 114285.7 725.9907 106930.7 1173.056 120670.4 1186.086 120000 1350.006

2 113684.2 1117.872 139354.8 1345.259 137579.6 1447.28 148965.5 1601.649

3 145945.9 1217.683 110769.2 495.6915 153191.5 1508.437 129341.3 965.1794

4 117391.3 1093.92 121348.3 529 .215 134161.5 1463.668 141176.5 1434.943

5 106403.9 967.1119 152112.7 1471.053 117391.3 821.237 144966.4 1475.82


(3)

Lampiran 4. Analisis Kergaman Regresi Linear 6 Jenis kayu pada Kondisi Kering

Udara

Tabel 1. Analisis Keragaman MOEs dan MOR Sengon

df SS MS F

Significance F

Regression 1 40254,78 40254,78 51,30062 0,005605573

Residual 3 2354,052 784,6841

Total 4 42608,84

Tabel 2. Analisis Keragaman MOEd dan MOR Sengon

df SS MS F

Significance F

Regression 1 40099,83 40099,83 47,94714 0,006175089

Residual 3 2509,003 836,3342

Total 4 42608,84

Tabel 3. Analisis Kergaman MOEs dan MOR Mangium

df SS MS F

Significance F

Regression 1 297,647 297,647 0,146237194 0,727640936

Residual 3 6106,113 2035,371

Total 4 6403,76

Tabel 4. Analisis Kergaman MOEd dan MOR Mangium

df SS MS F

Significance F

Regression 1 179,1299 179,1299 0,086333 0,788 047522

Residual 3 6224,63 2074,877

Total 4 6403,76

Tabel 5. Analisis Keragaman MOEs dan MOR Durian

df SS MS F

Significance F

Regression 1 119181,1 119181,1 217,9108 0,0006744

Residual 3 1640,778 546,9259

Total 4 120821,8

Tabel 6. Analisis Keragaman MOEd dan MOR Durian

df SS MS F

Significance F

Regression 1 48437,28 48437,28 2,007498 0,251515674

Residual 3 72384,56 24128,19


(4)

Lampiran 4. (lanjutan)

Tabel 7. Analisis Keragaman MOEs dan MOR Pinus

df SS MS F

Significance F

Regression 1 7497,987 7497,987 5,520213 0,100350134

Residual 3 4074,835 1358,278

Total 4 11572,82

Tabel 8. Analisis Keragaman MOEd dan MOR Pinus

df SS MS F

Significance F

Regression 1 2100,265 2100,265 0,665163 0,474474946

Residual 3 9472,557 3157,519

Total 4 11572,82

Tabel 9. Analisis Kergaman MOEs dan MOR Rasamala

df SS MS F

Significance F

Regression 1 66470,23 66470,23 89,55535 0,002501182

Residual 3 2226,675 742,2251

Total 4 68696,9

Tabel 10. Analisis Keragaman MOEd dan MOR Rasamala

df SS MS F

Significance F

Regression 1 52992,62 52992,62 10,12322 0,050028622

Residual 3 15704,28 5234,759

Total 4 68696,9

Tabel 11. Analisis Keragaman MOEs dan MOR kempas

df SS MS F Significance F

Regression 1 234948,2 234948,2 7,18551 0,075011913

Residual 3 98092,49 32697,5

Total 4 333040,7

Tabel 12. Analisis Keragaman MOEs dan MOR kempas

df SS MS F Significance F

Regression 1 61678,93 61678,93 0,681882 0,46948

Residual 3 271361,7 90453,91


(5)

Lampiran 5. Grafik Hubungan MOEs dan MOEd dengan MOR 6 jenis kayu

Sengon

y = 0,0084x + 50,861 R2 = 0,9448

0 100 200 300 400 500

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000

MOEs(kg/cm2)

MOR(kg/cm2)

Sengon

y = 0,0031x + 14,465 R2 = 0,9411

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000

MOEd (kg/m2)

MOR (kg/m2)

Mangium

y = -0,0016x + 684,27 R2 = 0,0465

520 540 560 580 600 620 640

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

MOEs (kg/cm2)

MOR (kg/cm2)

Mangium

y = 0,0003x + 529,73 R2 = 0,028

520 540 560 580 600 620 640

0 50000 100000 150000 200000 250000

MOEd (kg/cm2)

MOR(kg/cm2)

Durian

y = 0,0074x + 168,66 R2 = 0,9864

0 200 400 600 800 1000 1200

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000

MOEs (kg/cm2)

MOR (kg/cm2)

Durian

y = 0,0033x + 125,66 R2 = 0,4009

0 200 400 600 800 1000

0 50000 100000 150000 200000 250000

MOEd (kg/cm2)

MOR (kg/cm2)

Pinus (SW)

y = 0,0042x + 649,22 R2 = 0,6479

1040 1060 1080 1100 1120 1140 1160 1180

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000

MOEs (kg/cm2)

MOR (kg/cm2)

Pinus (sw)

y = 0,0008x + 853,78 R2 = 0,1815

1040 1060 1080 1100 1120 1140 1160 1180

0 50000 100000 150000 200000250000 300000 350000 400000

MOEd (KG/cm2)

MOEs (kg/cm2)

Rasamala

y = 0,0058x + 607,91 R2 = 0,9676

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000

MOEs (kg/m2)

MOR (kg/m2)

Rasamala

y = 0,0036x + 42,708 R2 = 0,7714

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

0 100000 200000 300000 400000

MOED (kg/cm2)


(6)

Lampiran 5. (lanjutan)

Kempas

y = 0,0169x - 952,53 R2 = 0,7055

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

0 50000 100000 150000 200000

MOEs (kg/cm2)

MOR (kg/cm2)

Kempas

y = 0,0017x + 711,09 R2 = 0,1852

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

0 100000 200000 300000 400000 500000

MOEd (kg/cm2)