Intervensi Air Minum Beroksigen Memperbaiki Status MDA Dan SGOT/SGPT Penderita Gangguan Fungsi Paru

INTERVENSI AIR MINUM BEROKSIGEN
MEMPERBAIKI STATUS MDA DAN SGOT/SGPT
PENDERITA GANGGUAN FUNGSI PARU

CHARLES / F24090041

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Intervensi Air Minum
Beroksigen Memperbaiki Status MDA dan SGOT/SGPT Penderita Gangguan
Fungsi Paru adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor dan PT Triusaha Mitraraharja (Garuda Food).
Bogor, Juni 2013

Charles
NIM F24090041

ABSTRAK
CHARLES. Intervensi Air Minum Beroksigen Memperbaiki Status MDA Dan
SGOT/SGPT Penderita Gangguan Fungsi Paru. Dibimbing oleh FRANSISKA
ZAKARIA RUNGKAT.
Kerusakan fungsi fisiologis dan antomi paru-paru adalah ciri dari manusia
penderita gangguan fungsi paru (restriktif dan obstruktif). Baik, restriktif maupun
obstruktif bersifat irreversible dan berdampak pada kesesakan selama bernafas
dan kekurangan oksigen. Air minum beroksigen dapat memberikan suplai oksigen
tambahan yang ditunjukkan melalui tren peningkatan saturasi oksigen dalam
darah (SaO2) pada penderita gangguan fungsi paru. Pemberian air minum
beroksigen dilakukan selama 21 hari dengan mengukur perubahan kadar MDA
dan SGOT/SGPT pada 16 responden penderita gangguan fungsi paru. Pengukuran
MDA menggunakan prinsip metode TBARS dan pengkuran SGOT/SGPT

menggunakan metode IFCC. Penelitian ini dilakukan dengan persetujuan ethical
clearance dan informed consent. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama
intervensi terjadi penurunan kadar MDA dari sebelum intervensi (5.87±1.00
nmol/ml) dengan setelah intervensi (5.21±1.34 nmol/ml) namun secara statistik
penurunan ini tidak signifikan (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa air minum
beroksigen tidak menimbulkan kerusakan oksidatif. Selain itu, air minum
beroksigen juga mampu menurunkan nilai SGOT/SGPT responden secara
signifikan (P0,05) by t-student test. This result showed that oxygenated water didn’t lead to
increase oxidative damage. Furthermore, drinking oxygenated water lowered
SGOT/SGPT status from 50,5625±14,7239 / 41,3125±12,4242 U/L to
35,4375±10,5575 / 24,3750±8,2855 U/L and it gave significant changes (p 0,05) (lampiran 4). Hasil ini menunjukkan bahwa meminum air
minum beroksigen tidak mendorong pembentukan MDA dalam tubuh responden.
Penentuan kadar MDA digunakan untuk memonitor peroksidasi lipid di dalam
sampel biologis (Suresh et al. 2010). MDA sendiri merupakan salah satu hasil
pembentukan metabolit dari adanya proses degradasi oksidasi molekul lipid,
terutama asam lemak tidak jenuh karena adanya radikal bebas dan senyawa reaktif
lainnya seperti reactive oxygen species (Esterbauer et al. 1991). Asam lemak tidak
jenuh merupakan bagian lipid dari fosfolipid bilayer yang menyusun membran sel.
Sedangkan, oksigen berpotensi membentuk ROS (Donelly dan Robinson, 1990)
dan dapat berdifusi pasif melalui membran sel usus pada sistem pencernaan.

Menurut Namiduru et al. (2011), MDA merupakan senyawa penanda untuk
melihat kerusakan oksidatif. Kerusakan oksidatif dapat menyebabkan kerusakan
sel sampai terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti jantung koroner,
parkinson, kanker, dan alzheimer (Diplock 1991). MDA dapat menjadi indikator
keberadaan radikal bebas dan semakin tinggi kadar MDA menunjukkan semakin

8
besar kerusakan oksidatif yang terjadi. Oleh karena itu, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa air minum beroksigen tidak memicu kerusakan oksidatif
pada tubuh responden dan aman untuk dikonsumsi. Hal ini didukung oleh
penelitian Speit et al. (2002) yang menyatakan bahwa dengan menggunakan uji
comet, air minum beroksigen tidak memicu efek genotoksik. Selain itu, Gruber et
al. (2005) juga menyatakan bahwa konsumsi air minum beroksigen tidak
menimbulkan efek patologi pada hati, darah, maupun pada sistem imun.

6,05
3,89

3,47


5,29

5,55
5,95

5,34

6,47

6,97

7,84
7,92
4,05

3,84
3,79

4,00


5,29
4,82

6,42
4,71
4,71

6,11

6,58

6,68
5,63

4,24

5,34
5,42

6,61

4,68

5,00

5,76

7,00
4,76
4,95

Konsentrasi MDA (nmol/ml)

8,00

6,00

8,03

9,00


sebelum
setelah

3,00
2,00
1,00
0,00
PAh PE BS1 PT PC PMi PSu BI PAc PMa PU BO PSa BS PU1BD1
Responden

Gambar 1. Data individu kadar MDA responden sebelum intervensi dan setelah
intervensi
8,00

Konsentrasi (nmol/ml)

7,00
6,00

5.87

5.21

5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
Sebelum

Setelah

Gambar 2. Data rata-rata kadar MDA responden sebelum intervensi dan setelah
intervensi

9
Pada data individu responden untuk kadar MDA, terdapat 6 dari 16
responden yang mengalami peningkatan kadar MDA (lampiran 7). Peningkatan
kadar MDA dapat terbentuk dari berbagai macam reaksi seperti kebocoran sistem
mitokondria, oksidasi lipid, olahraga dan aktivitas berat, dekomposisi asam amino

dan komponen karbohidrat serta reaksi yang melibatkan radikal bebas termasuk
adanya pencemaran pada produk pangan yang dikonsumsi, konsumsi minyak
sawit teroksidasi secara berlebih, dan menurunnya asupan antioksidan seperti dari
buah dan sayur (Putri 2009; Kumendong 1996; Widjaja 1997). Seperti yang
disampaikan oleh Lizuardi (2013) bahwa selama intervensi responden PAh, PSa
dan PSu mengalami peningkatan konsumsi gorengan (lampiran 10), responden PU
tidak mengonsumsi sayur dan buah yang merupakan sumber antioksidan tetapi
mengalami peningkatan konsumsi protein bakar (lampiran 10), dan responden BS
dan BI mengalami peningkatan konsumsi gorengan dan penurunan konsumsi
sayur dan buah (lampiran 10). Hal ini juga dapat mempengaruhi kenaikan kadar
MDA responden tersebut. Selain itu, seperti yang disampaikan dalam jurnal
Ozden et al. (2002) dan Namiduru et al. (2011) bahwa kondisi kesehatan
mempengaruhi kadar MDA manusia dimana pada manusia yang sehat memiliki
kadar MDA yang lebih sedikit dibandingkan manusia yang sedang menderita
penyakit. Hal yang sama juga disampaikan oleh Agusti et al. (2003) yang
menyatakan bahwa kerusakan oksidatif pada penderita penyakit paru obstruktif
kronik lebih besar dari yang sehat. Adapun penurunan kadar MDA pada 10
responden dapat menunjukkan bahwa konsumsi air minum beroksigen mampu
memberikan suplai oksigen tambahan yang kemudian dapat membantu perbaikan
kesehatan responden.

Nilai SGOT/SGPT Responden
Pengujian untuk analisis kesehatan hati dilakukan dengan menggunakan
parameter nilai SGOT/SGPT. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi
penurunan nilai SGOT antara hari ke-0 atau sebelum intervensi (50.56±14.72
U/L) dengan hari ke-21 atau setelah intervensi (35.44±10.55 U/L). Hal ini dapat
dilihat pada gambar 3 dan gambar 4. Penurunan nilai SGOT dari sebelum dengan
setelah intervensi ini signifikan (P < 0,05) melalui uji t-student (lampiran 5).
Adapun, hasil penelitian untuk nilai SGPT juga menunjukkan bahwa terjadi
penurunan nilai SGPT antara hari ke-0 atau sebelum intervensi (41.31±12.42 U/L)
dengan hari ke-21 atau setelah intervensi (24.37±8.28 U/L). Hal ini dapat dilihat
pada gambar 5 dan gambar 6. Penurunan nilai SGPT antara sebelum dengan
setelah intervensi ini juga signifikan (P < 0,05) melalui uji t-student (lampiran 6).
SGOT/SGPT adalah parameter yang umum digunakan dalam dunia medis untuk
mengetahui tingkat kesehatan hati. Semakin tinggi nilai SGOT/SGPT
menunjukkan bahwa terjadi kerusakan pada sel hati, namun semakin rendah nilai
SGOT/SGPT menunjukkan bahwa semakin sehat sel hati. Nilai Normal SGOT
pada laki-laki adalah 0-37 U/L dan perempuan adalah 0-32 U/L. Sedangkan, nilai
normal SGPT pada laki-laki adalah 0-42 U/L dan perempuan adalah 0-32 U/L.
Secara umum, nilai SGOT/SGPT responden sebelum diintervensi air minum
beroksigen lebih tinggi dibandingkan setelah diintervensi air minum beroksigen.

Tingginya nilai SGOT/SGPT responden sebelum diintervensi dapat disebabkan
oleh kurangnya ketersediaan oksigen bagi sel tubuh terutama bagi organ hati
untuk menjalankan fungsinya yang kompleks tersebut sehingga kerja hati menjadi

10
lebih berat dan dapat mengalami kerusakan. Kerusakan sel hati inilah yang dapat
menyebabkan keluarnya enzim aspartate transaminase (AST) dan alanin
transaminase (ALT) ke dalam darah.
80

76
71

70
63

Nilai SGOT (U/L)

60

58

56

56

55

41

54

52
49

50

50

63

48
44

42

41

42

38

40
27

30
24

24

38

38

38

36

setelah

29

29
25

25

23

21

20
10
0
PAh PE BS1 PT PC PMi PSu BI PAc PMa PU BO PSa BS PU1 BD1
Responden

Gambar 3. Data individu nilai SGOT responden sebelum intervensi dan setelah
intervensi

70,00
60,00

Nilai SGOT (U/L)

50.56
50,00
40,00

35.44

30,00
20,00
10,00
0,00

Sebelum Intervensi

sebelum

Setelah Intervensi

Gambar 4. Data rata-rata nilai SGOT responden sebelum intervensi dan setelah
intervensi

11
70

55

53

51

50
Data SGPT (U/L)

60

58

60

45

40

37

42

41

38

39

38

36

36 35

35

35

31

31 31

sebelum

30

setelah

23
19

20

23

21

21
20

19

19

21

16
11

11

10
0
PAh PE BS1 PT PC PMi PSu BI PAc PMa PU BO PSa BS PU1 BD1
responden

Gambar 5. Data individu nilai SGPT responden sebelum intervensi dan setelah
intervensi
60,00

Nilai SGPT (U/L)

50,00
41.31
40,00
30,00

24.38

20,00
10,00
0,00
Sebelum intervensi

Setelah Intervensi

Gambar 6. Data rata-rata nilai SGPT responden sebelum intervensi dan setelah
intervensi
Penurunan nilai SGOT/SGPT ini menunjukkan bahwa suplai oksigen
tambahan dalam air minum tersebut tidaklah membentuk radikal bebas di dalam
tubuh. Radikal bebas seperti ROS jika terbentuk dapat mengakibatkan kerusakan
sel hati (Urakami et al. 2007) yang dapat berdampak pada peningkatan nilai
SGOT/SGPT. Namun, hasil penelitian ini lebih menunjukkan bahwa adanya
suplai oksigen tambahan yang didapat dari air minum beroksigen dapat membantu

12
meningkatkan kesehatan organ hati responden yang diamati melalui penurunan
nilai SGOT/SGPT yang signifikan pada taraf kepercayaan 95% melalui uji tstudent. Hal ini didukung dengan penelitian Orman et al. (2011) yang
menunjukkan bahwa adanya ketersediaan oksigen yang cukup pada organ hati
dapat membantu organ tersebut dalam menjalankan fungsinya. Adapun kurangnya
ketersediaan oksigen bagi organ hati dapat menghambat kerja hati dalam
menjalankan fungsinya dan meningkatkan resiko munculnya atau berkembangnya
penyakit pada organ hati.
Pada data individu nilai SGOT/SGPT, terdapat 2 dari 16 responden yang
mengalami peningkatan nilai SGOT (lampiran 8) dan 1 dari 16 responden yang
mengalami peningkatan SGPT (lampiran 9). Responden BI mengalami
peningkatan baik pada SGOT maupun SGPT. Hal ini dapat terjadi karena adanya
kerusakan pada sel hati responden yang dapat diakibatkan dari adanya beberapa
faktor seperti konsumsi obat-obatan, adanya senyawa xenobiotik dari pangan yang
dikonsumsi (Lima 2006), kondisi kekurangan nutrisi (sistein, tokoferol, maupun
vit B kompleks), ataupun adanya kerusakan oksidatif. Sedangkan, responden PMi
hanya mengalami peningkatan nilai SGOT tetapi nilai SGPT-nya tetap. SGOT
mencerminkan enzim AST yang tidak hanya terdapat di hati, tetapi juga di jantung
dan ginjal. Sedangkan SGPT mencerminkan enzim ALT yang hanya terdapat di
hati. Peningkatan nilai SGOT dengan nilai SGPT tetap ini dapat mencerminkan
bahwa kondisi kesehatan organ hati responden sebenarnya belum tentu mengalami
penurunan tetapi bisa saja terjadi kerusakan di organ jantung ataupun ginjal. Hal
ini dapat terjadi karena umumnya penderita gangguan fungsi paru dapat
mengalami penyakit komplikasi seperti penyakit anemia kronis dan penyakit
jantung (GOLD 2006).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Air minum beroksigen tidak memicu pembentukan MDA sehingga air
minum beroksigen aman untuk dikonsumsi penderita penyakit paru restriktif
maupun obstruktif kronik. Selain itu, air minum beroksigen mampu menurunkan
nilai SGOT/SGPT responden. Hal ini menunjukkan bahwa suplai oksigen
tambahan dapat meningkatkan kesehatan hati responden penderita penyakit paru
restriktif maupun obstruktif kronik.
Saran
Pemberian konsumsi pangan yang seragam dan porsi yang ideal,
pengawasan aktivitas harian dan istirahat yang cukup, serta penempatan
lingkungan responden yang jauh dari kepadatan dan tingkat stres yang tinggi
diperlukan untuk mendapatkan keakurasian data yang tinggi akibat dari pengaruh
air minum beroksigen terhadap keadaan responden serta meminimalkan bias data
yang terjadi.

13

DAFTAR PUSTAKA
Agusti AGN, A Noguera, J Sauleda, E Sala, J Pons, X Busquets. 2003. Systemic
effects of chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J 21: 347-360.
Billiar TR, Curran RD.1992. Hepatocyte and Kupffer Cell Interactions. Florida:
CRC Press Inc.
British Liver Trust. 2012. A brief summary of the liver’s functions. http://www.
Britishlivertrust.org.uk/ [28 Mei 2013].
Diplock AT. 1991. Antioxidant nutrients and disease prevention: An Overview.
Am J Clin Nutr 53: 314-321.
Donelly JK, DS Robinson. 1990. Oxygen radicals in living systems and in food.
BNF Nutrition Bulletin vol. 15:114-129.
Erniati, Fransiska RZ, Bambang PP. 2012. Efek Konsumsi Minuman Bubuk
Kakao (Theobroma cacao L.) Bebas Lemak Terhadap Sifat Antioksidatif
Limfosit Subyek Perempuan. J Teknol. dan Industri Pertanian, V0l XXIII
tahun 2012: 81-85.
Esterbauer H, Schaur RJ, Zollner H. 1991. Chemistry and biochemistry of 4hydroxynonenal, malonaldehyde and related aldehydes. Free Radic Biol Med
11 (1): 81-128.
Forth W, O Adam. 2001. Uptake of oxygen from the Intestine experiments with
Rabbits. European Journal of Medical research 6: 488-492.
GOLD [Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease]. 2006. Global
Strategy For The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Oregon: MCR Vision, Inc.
Gruber R, S. Axmann, MH Schoenberg. 2005. The influence of oxygenated water
on the immune status, liver enzymes, and the generation of oxygen radicals: a
prospective , randomised, blinded clinical study. Journal of Clinical Nutrition
24: 407-414.
Halliwell, Aruoma OI. 1991. DNA damage by oxygen derived species. Its
mechanism and measurement in mammalian systems. FEBS letter 281: 9-19.
Halliwell B, Gutteridge JMC, Cross CE. 1992. Free radicals, antioxidants, and
human disease: where are we now? J Lab Clin Med 119 (6): 598-620.
Huang X.J., Choi Y.K., Im H.S., Yarimaga O, Yoon E dan Kim, H.S. 2006.
Aspartate Aminotransferase (AST/GOT) and Alanine Aminotransferase
(ALT/GPT) Detection Techniques: Review. Sensors 6: 756-782.
Kumendong E. 1996. Kadar malonaldehida dan zat gizi antioksidan pada populasi
dewasa rentan pencemaran makanan. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Koolman J, Rohm KH. 1995. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Wanandi SI,
penerjemah. Jakarta: Hipokrates. Terjemahan dari: Color Atlas of Biochemistry.
Langseth L, Kehrer JP. 1993. Oxidants, Antioxidants, and Disease prevention.
Belgium: ILSI Europe.
Lee J. 2000. Metabolic powerhouse. New Scientist 168(2264):135.
Lima CFM. 2006. Effects of Salvia officinalis in the liver: relevance of
glutathione levels. [Tesis]. Universidade do Minho.

14
Lizuardi AB. 2013. Intervensi Air minum beroksigen berpotensi memperbaiki
status lipida penderita gangguan fungsi paru [skripsi]. Bogor : Program Sarjana,
Institut Pertanian Bogor, siap terbit.
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Risiko.
Edisi ke-2. Jakarta: UI press.
McClelland RE, MacDonald JM, Coger RN. 2003. Modeling O2 transport within
engineered hepatic devices. Biotechnology and Bioengineering 82: 12-27.
Namıduru ES, Tarakçıoğlu M, Namıduru M, Kocabaş R, Erbağcı B, Meram I,
Karaoğlan I, Yılmaz N, Çekmen M. 2011. Increased serum nitric oxide and
malondialdehyde levels in patients with acute intestinal amebiasis. Asian
Pacific Journal of Tropical Biomedicine (2011): 478-481.
Nelson D.L, Michael M.C. 2004. Lehninger Principles of Biochemistry 4th Edition.
USA : University of Winconsin-Madison.
Nestle N, Thomas, B, Reinhard, N. 2003. Oxygen determination in oxygensupersaturated drinking waters by NMR relaxometry. Journal of Water
Research. 37 : 3361-3366.
Nestle F, Wunderlich A, Nussle-Kugele K. 2004. In vivo observation of oxygen
super-saturated water in the human mouth and stomach. MRI vol. 22 (44): 551556.
Olson E, Erin B, Kedar M. 1999. Principles of liver support systems.
http://biomed.brown.edu/courses/BI108/BI108_1999_Groups/Liver_team/
Liver.html [28 Mei 2013].
Orman MA, Marianthi GI, Ioannis PA, Francois B. 2011. Metabolic response of
perfused livers to various oxygenation conditions. Article Biotechnology and
Bioengineering.
Oxtoby DW, Gillis HP, Nachtrieb NH, Campio A. 2007. Principles of Modern
Chemistry. Thomson books / Cole Publisher, California.
Ozden M, Hale M, Derya A, Pinar C, Betul K. 2002. Erythrocyte glutathione,
plasma malondialdehyde, and erythrocyte glutathione levels in hemodialysis
and CAPD patients. Clinical Biochemistry 35: 269-273.
Prangdimurti E, FR Zakaria, NS Palupi, S Koswara, A Hartoyo. 2012. Penuntun
Praktikum Evaluasi Biologis Komponen Pangan. Departemen Ilmu dan
teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Putri KR. 2009. Proliferasi limfosit dan kadar malonaldehida pada produk pepes
ikan radiasi. [skripksi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Rice-Evans LA, AT Diplock, MCR Symons. 1991. Techniques in free radical
research. Laboratory techniques in Biochemistry and Molecular Biology vol 22.
Burdon RH dan PH Knippenberg (eds). Elecvier London.
Schoenberg MH, Hierl TC, Zhao J, Wohlgemuth N, Nilson UA. 2002. The
generation of oxygen radicals after drinking of oxygenated water. European
Journal Medical Research 7: 109-116
Schwartz, NB. 1992. Carbohydrate Metabolism II: Special Pathway. In: Devlin
TM. Ed. textbook of Biochemistry with Clinical Correlations (3rd ed). WileyLiss.
Siafakas NM, Vermeire P, Pride NB. 1995. Optimal assessment and management
of chronic obstructive pulmonary disease (COPD). European Society
Consensus Statement. Eur Respir J 8:1398-1420.

15
Speit GP, Schutz, Trenz, A Rothfuss. 2002. Oxygenated Water Does Not Induce
Genotoxic effects in the Commet Assay. Toxicology Letters 133: 203-210.
Suresh DR, Sendil Kumaran, Annam V, Hamsaveena. 2010. Age related changes
in malondialdehyde: total antioxidant capacity ratio – a novel marker of
oxidative stress. International Journal of Pharma and Bio Sciences 1 (2): 1-6.
Surono IS, Ali Khomsan, Enok Sobariah, Darti Nurani. 2010. Effect of
oxygenated water and probiotic administration on fecal microbiota of rats.
Microbiology Indonesia ISSN 1978-3477 vol 4:17-21.
Tarladgis BG, BM Watts, M Younathan. 1960. Distilation method for the
determination of malonaldehyde in rancid foods. J. of American Oil Chemistry
Society 37 (1): 44-48
Urakami H, Yuta A, Matthew BG. 2007. Role of reactive metabolites of oxygen
and nitrogen in partial liver transplantation: lessons learned from reduced-size
liver ischaemia and reperfusion injury. Clinical and Experimental
Pharmacology and Physiology 34: 912-919.
Vadivu R, Krithika A, Biplab C, Dedeepya P, Shoeb N, Lakshmi KS. 2008.
Evaluation of hepatoprotective activity of the fruits of Coccinia grandis Linn.
Int J Health Res 1 (3): 163-168.
WHO. 2000. COPDstat. http://www.who.int/whr/2000/en/statistics.htm [10
Desember 2012].
Widjaja A. 1997. Ketersediaan hayati vitamin C dan E dari sayuran dan buahbuahan serta fungsinya sebagai penurun malonaldehida plasma pada populasi
buruh industri di Bogor. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Wilmert N, John P Porcari, Carl Foster, Scott Doberstein, Glenn Brice. 2002. The
effects of oxygenated water on exercise physiology during incrimental exercise
and recovery. Journal of Exercise Physiology Online ISSN 1097-9751 vol. 5
(4): 16-21.
Zakaria, FR. 2004. Evaluasi Keamanan Konsumsi Oksigen dari Air Minum
Beroksigen bagi Kesehatan. Materi Presentasi dalam Diskusi Ilmiah Air
Minum Penambah Oksigen. R&K Health Living dan Fateta-IPB. Bogor.
Zakaria, FR, Tan, Kadarsyah. 2005. Penyerapan Oksigen melalui Sistem
Pencernaan dan Keamanannya. Bogor: Departemen Teknologi Pangan dan
Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian.

16

LAMPIRAN
Lampiran 1

Data Kadar MDA

Responden

Kadar MDA (nmol/ml)
Sebelum

Setelah

HDe

4,7632
5,7632
6,6053
5,4211
6,6842
6,5789
3,7895
4,7105
6,1053
5,2895
7,8421
6,4737
6,9737
5,5526
5,2895
6,0526

4,9474
4,6842
5,3421
4,2368
5,6316
3,8421
4,7105
6,4211
4,0526
4,8158
7,9211
5,3421
8,0263
5,9474
3,4737
3,8947

Rata-rata

5,8684

5,2056

AY
HjE
NSu
TTI
TC
TMi
TSu
NI
TA
TMa
TUc
NO
TSa
NSa
TUw

Lampiran 2
Responden

Data Nilai SGOT/SGPT
Nilai SGOT (U/L)

Nilai SGPT (U/L)

Sebelum

Setelah

Sebelum

Setelah

AY
HjE
NSu
TTI
TC
TMi
TSu
NI
TA
TMa
TUc
NO
TSa
NSa
TUw
HDe

56
58
44
71
76
24
52
27
56
42
38
49
36
63
63
54

41
50
42
24
55
41
48
38
38
29
25
25
23
29
21
38

53
55
38
35
41
31
36
11
51
39
35
45
31
58
60
42

19
37
36
16
38
31
23
21
35
11
23
20
21
19
19
21

Rata-rata

50,5625

35,4375

41,3125

24,375

17

Lampiran 3

Kurva StandarTEP (Analisis MDA)

Kurva Standar TEP
y = 0,0194x + 0,0337
R² = 0,9892

Absorbansi

0,6000000
0,4000000

Kurva Standar TEP

0,2000000
0,0000000
0

5

10

15

20

25

30

Linear (Kurva Standar
TEP)

konsentrasi (nmol/ml)

Lampiran 4 Hasil uji t-student untuk kadar MDA rata-rata sebelum dengan
setelah intervensi

Lampiran 5 Hasil uji t-student untuk nilai SGOT rata-rata sebelum dengan
setelah intervensi

Lampiran 6 Hasil uji t-student untuk nilai SGPT rata-rata sebelum dengan
setelah intervensi

18
Lampiran 7

Perbandingan kadar MDA sebelum dan setelah intervensi

Parameter statistik

Sebelum (nmol/ml)

Setelah (nmol/ml)

Rata-rata

5,87

5,21

Standar deviasi

1,00

1,34

Maksimum

7,84

8,03

Minimum

3,78

3,47

Uji berpasangan

Tidak signifikan

Jumlah responden naik

6

Jumlah responden tetap

0

Jumlah responden turun

10

Lampiran 8

Perbandingan nilai SGOT sebelum dan setelah intervensi

Parameter statistik

Sebelum (U/L)

Setelah (U/L)

Rata-rata

50,5625

35,4375

Standar deviasi

14,7239

10,5575

Maksimum

76

55

Minimum

24

21

Uji berpasangan

Signifikan pada p