Gangguan Fungsi Kognitif Pada Remaja Penderita Migren Dan Peran Terapi Profilaktik Siproheptadin

(1)

GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA REMAJA PENDERITA MIGREN DAN PERAN TERAPI PROFILAKTIK

SIPROHEPTADIN

TESIS

ELVINA YULIANTI 057103005/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2008


(2)

GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA REMAJA PENDERITA MIGREN DAN PERAN TERAPI PROFILAKTIK

SIPROHEPTADIN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Kesehatan Anak

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ELVINA YULIANTI 057103005/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2008


(3)

Judul Tesis : Gangguan Fungsi Kognitif Pada Remaja Penderita Migren dan Peran Terapi Profilaktik Siproheptadin

Nama Mahasiswa : Elvina Yulianti Nomor Induk Mahasiswa : 057103005

Program Magister : Kedokteran Magister Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing :

( Prof. Dr. H. Iskandar Z. Lubis,SpA(K) ) Ketua

( Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K)) Anggota

Ketua Program Studi, Ketua TKP-PPDS,

(Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K)) (Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)) Tanggal lulus : 12 November 2008


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 12 November 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua: Prof. Dr. H. Iskandar Z. Lubis, SpA(K) ……… Anggota: 1. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) ……… 2. Prof. Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K) ……… 3. Prof. Dr. Rusdi Djas, SpA(K) ………


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. dr. H. Iskandar Z.Lubis, SpA(K), dr.Hj. Melda Deliana, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Dr. Sri Sofyani, SpAK, dr. Yazid Dimyati, Sp A dan dr. Johannes Saing, Sp A yang telah banyak membantu dan membimbing saya dalam menyelesaikan penelitian serta tesis ini.

3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU dan Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K). selaku Sekretaris Program Studi hingga tahun 2007 dan dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi periode 2007 hingga saat ini, yang telah banyak memberikan nasehat dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya penulisan tesis ini.


(6)

4. Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2007 dan dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007 – 2010 yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Dr. Muhammad Ali, SpA(K) dan seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.

7. Kepala Sekolah beserta guru-guru Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah kejuruan setingkat SMA dan SMP, meliputi SMP Negeri 34, SMP Swasta Bhayangkari, SMP Taman Siswa, serta SMU, STM, SMEA Tsanawiyah UMN Al- Wasliyah, SMU I UNIVA, SMU Mualimin UNIVA dan SMK Taman Siswa serta orang tua siswa/i yang telah memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.

8. Sahabat saya Rina Amalia C Saragih dan teman sejawat Ade Rahmat, Zulkarnain, Pranoto Trilaksono, Astri Nurhayati dan Atahillah yang senantiasa mendoakan, mendorong, dan mengorbankan banyak hal demi selesainya studi ini.

9. Susilowati, Gemma Nazri Yani, Ayodhia Pitaloka, Rini Savitri Daulay, Sisca Silvana dan Yunnie Trisnawati yang selama empat tahun


(7)

bersama-sama dalam suka dan duka serta teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

10. Teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Teristimewa kepada ibunda tercinta Hj. Salmiah Saleh yang senantiasa mendoakan, memberikan kasih sayang dan semangat, dan ayahanda Alm. H. Abd Gani Sabi yang walaupun beliau telah kembali ke haribaan Allah SWT, namun berkat doa dan dorongan semasa hidupnya-lah yang memungkinkan penulis dapat menjalani dan menyelesaikan studi ini, semoga Allah SWT menempatkan beliau pada tempat yang mulia di haribaan-Nya. Amin. Serta semua abang dan kakak yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 12 November 2008


(8)

DAFTAR ISI

Persetujuan Pembimbing iii

Ucapan Terima Kasih v

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Singkatan dan Lambang xii

Abstrak xiv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 4

1.3. Hipotesis 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kognitif 5

2.2. Migren 7

2.2.1. Jenis Migren 8

2.2.2. Patogenesis Migren 9

2.2.3. Gejala Klinik Migren 11

2.2.4. Diagnosis Migren 11

2.2.5. Terapi Profilaktik Migren 12

2.2.6. Siproheptadin sebagai Antiserotonergik 12

2.2.7. Parameter Terapi Profilaktik 14

2.3. Hubungan migren dengan fungsi kognitif 16

2.4 Kerangka Konseptual 18

BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain Penelitian 19

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 19

3.3. Populasi Penelitian 19

3.4. Perkiraan Besar Sampel 20

3.5. Kriteria Penelitian 22

3.6. Persetujuan / Informed Consent 22

3.7. Etika Penelitian 23

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 23

3.9. Identifikasi Variabel 25

3.10. Definisi Operasional 25


(9)

BAB 4. HASIL 29

BAB 5. PEMBAHASAN 36

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 44

6.2 Saran 44

Ringkasan 45

Daftar Pustaka 47

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Orang tua Subyek 51

2. Surat Pernyataan Kesediaan 53

3. Lembar Kuesioner 55

4. Diagnosis Migren 57

5. PedMIDAS 59

6. WISC Record Form 60

7. Persetujuan Komite Etik 61

8. Riwayat Hidup 62


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 29

Tabel 4.2. Frekuensi dan beratnya migren 30

Tabel 4.3. Nilai WISC (Mean, (SD)) antara kedua kelompok 31

Tabel 4.4. Nilai WISC (Mean, (SD)) antara setiap kelompok 32


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Patofisiologi dan target terapi migren 10

Gambar 2.2. Rumus bangun siproheptadin 13

Gambar 2.3. Kerangka konseptual 17

Gambar 3.1. Alur penelitian 23

Gambar 4.1. CONSORT Algoritme 28


(12)

DAFTAR SINGKATAN

AAFP : American Academy of Family Psysiacians AAN : American Academy of Neurology

Cm : Centimeter

CI : confident interval

Dkk : dan kawan – kawan

DO : drop out

IHS : International Headache Society

IQ : Intelligence Question

kgbb : Kilogram berat badan

mg : miligram

mm : milimeter

MSG : mono sodium glutamat

MIDAS : Migraine Disability Assessment MA : Migren dengan aura

MoA : Migren tanpa aura

PedMIDAS : PediatricMigraine Disability Assessment PGA : Pebdidikan guru agama

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah menengah Pertama SMEA : Sekolah Menengah Ekonomi Atas SMK : Sekolah Menengah Kejuruan STM : Sekolah Teknik Menengah

SMU : Sekolah Menengah Umum UNIVA : Universitas Alwasliyah

UMN : Universitas Muslim Nusantara USU : Universitas Sumatera Utara

US : United State

WHO : World Health Organization

WAIS : Wechsler Adult Intelligence Scales

WISC : Wechsler Intelligence Scales for Children WPPSI : Wechsler Pre-school and Primary Scale of

Intelligence α : Kesalahan tipe I

β : Kesalahan tipe II

n : Jumlah subjek / sampel

P : Proporsi

P1 : Proporsi sembuh untuk kelompok I P2 : Proporsi sembuh untuk kelompok II


(13)

Q1 : 1 – P1 Q2 : 1 – P2

zα : Deviat baku normal untuk α zβ : Deviat baku normal untuk β

P : Tingkat kemaknaan

x2 : Kai kuadrat

> : Lebih besar dari < : Lebih kecil dari

≥ : Lebih besar dari


(14)

ABSTRAK

Latar belakang. Migren merupakan penyebabkan umum ketidakhadiran anak di sekolah. Masih di jumpai beberapa perbedaan pendapat mengenai hubungan migren dan fungsi kognitif. Terapi profilaktik selama 1 sampai 2 bulan dapat menurunkan kejadian migren

Tujuan. Untuk mengetahui apakah terapi profilaktik siproheptadin akan mempengaruhi fungsi kognitif remaja penderita migren.

Metode. Suatu penelitian uji klinis tersamar tunggal. Sampel penelitian adalah anak sekolah usia 11 sampai 18 tahun yang menderita migren. Diagnosis migren di tegakkan berdasarkan klasifikasi Internasional Headache Society (HIS). Sampel di acak menjadi 2 kelompok. Kelompok intervensi mendapat siproheptadin 4 mg satu kali perhari dan kelompok kontrol mendapat terapi plasebo. Fungsi kognitif di nilai dengan menggunakan WISC sebelum intervensi dan 2 bulan setelah terapi.

Hasil. Dari 100 remaja migren yang menyelesaikan penelitian, setelah 2 bulan terapi terdapat perbedaan yang signifikan terhadap IQ verbal, IQ performance, full IQ dan perbandingan tingkat IQ dibanding data dasar pada kelompok siproheptadin.

Kesimpulan. Terdapat perbedaan yang signifikan pada fungsi kognitif setelah intervensi di banding data dasar pada kelompok siproheptadin, tetapi tidak pada kelompok placebo.

Kata kunci. Fungsi kognitif, remaja migren, siproheptadin, WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children)


(15)

ABSTRACT

Background: Migraine is the common cause of absent in school. There are still some controversies about the association of cognitive function and migraine. Prophylactic therapy for 1 to 2 months can reduce the incidence of migraine.

Objective: To evaluate whether cyproheptadine as prophylactic therapy influence cognitive function in migraineurs adolescent.

Methods: This study is a single mask randomized controlled clinical trial study. Samples were 11 to 18 years old students with migraine. Diagnosis of migraine was determined according to The International Classification of Headache Society (IHS). Sample was randomized into 2 groups; intervention group that received cyproheptadine 4 mg once daily and control group that received placebo. Cognitive function was assessed using Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) before intervention and 2 months after therapy.

Results: From 100 migraineurs adolescent completed the study. After 2 months of therapy, there were significant differences on verbal IQ, performance IQ, full IQ and proportion of full IQ gradation compared with baseline for group cyproheptadine.

Conclusion: There was significant difference on cognitive function after intervention compared with baseline in cyproheptadine group, even though there was no significant difference compared with placebo groups

Key Words: cognitive function, migraineurs adolescent, cyproheptadine, WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children)


(16)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nyeri kepala merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia (greatest shared human affliction).1 Nyeri kepala berulang merupakan masalah yang sering pada anak dan remaja, yang mengganggu pelajaran dan aktivitas.2 Migren merupakan fenomena umum pada anak namun masih sedikit diteliti.3 Migren sering diderita anak dan remaja, walaupun sering diremehkan oleh karena sulit didiagosis secara tepat.4 Insiden migren sampai usia di bawah 11 tahun lebih banyak mengenai anak laki-laki (4% sampai 11%), namun setelah umur tersebut lebih sering ditemukan pada anak perempuan (8% sampai 23%). Usia puncak kejadian migren rata-rata 7 tahun untuk anak laki-laki dan 11 tahun untuk anak perempuan.5 Pada anak perempuan menjelang menstruasi terjadi peningkatan jumlah kejadian migren sampai dua kali lipat dibanding anak laki-laki yang dikarenakan terjadi penurunan kadar estrogen dan pelepasan prostaglandin.1 Penelitian jangka panjang yang dilakukan di Finlandia melaporkan peningkatan insiden migren pada anak yang luar biasa selama lebih 30 tahun seperti migren tanpa aura tahun 1974 hanya 14,5 per seribu menjadi 91,9 tahun 2002 yang diakibatkan perubahan pola hidup anak.6

Menurut World Federation of Neurology, migren adalah suatu kelainan yang bersifat familial dengan adanya serangan nyeri kepala yang berulang dengan intensitas, frekuensi dan lama yang bervariasi. Pada umumnya


(17)

serangan migren bersifat unilateral, berdenyut, disertai hilangnya nafsu makan, mual-muntah dan membaik setelah tidur. Migren merupakan tipe nyeri kepala yang paling penting dan paling sering pada anak serta penyebab umum ketidakhadiran anak di sekolah.7 Studi prevalensi yang dilakukan terhadap anak sekolah dilaporkan migren sebagai penyebab tersering nyeri kepala pada anak dan remaja, dan secara bermakna menyebabkan penurunan angka kehadiran di sekolah.8

Fungsi proses informasi visual dan auditorik penderita migren berbeda dengan yang bukan penderita migren. Telah ditemukan bahwa perubahan fungsi dan elektrofisiologi saat interval migren yang berkaitan dengan gangguan kognitif seperti yang ditunjukkan pada uji persepsi, kemampuan psikomotor, atensi, memori dan verbal.9

Beberapa penelitian melaporkan bahwa penderita migren mengalami defisit fungsi kognitif. Sementara penelitian lain tidak mendukung adanya kaitan antara migren dan fungsi kognitif. Fungsi yang paling sering dipengaruhi adalah memori, kecepatan proses informasi, perhatian dan kemampuan psikomotor.4 Suatu studi yang dilakukan untuk mengetahui hubungan migren dengan fungsi kognitif disimpulkan bahwa kemampuan verbal penderita migren lebih rendah diakibatkan oleh serangan kumulatif dan dapat disebabkan oleh faktor perkembangan semasa janin.9

Terapi migren bisa dilakukan secara akut (abortif) dan preventif (profilaktik). Anak yang seringkali mengalami serangan biasanya


(18)

memerlukan keduanya. Terapi akut bertujuan untuk menghentikan atau melakukan prevensi progresi migren atau mengurangi nyeri kepala. Terapi profilaktik diberikan juga sewaktu tidak ada nyeri kepala, bertujuan untuk mengurangi frekuensi dan beratnya serangan migren.10 Terapi profilaktik migren pada anak sulit dimengerti dan masih sedikit diteliti. Terdapat dua pertiga penderita terjadi pengurangan frekuensi migren setelah mendapat terapi profilaktik.11 Suatu penelitian di Jerman di dapati bahwa profilaktik jangka panjang dengan ergotamin berpengaruh terhadap proses informasi kognitif, meskipun sampai pengobatan selesai proses informasi kognitif tidak normal secara sempurna.12

Siproheptadin menurut U.S. Headache Consortium Recommendations dan American Academy of Neurology bermanfaat untuk pencegahan migren pada anak dan dewasa, namun American Academy of Family Physicians (AAFP) dan American College of Physicians-American Society of Internal

Medicine (ACP-ASIM) tidak merekomendasikan disebabkan belum

mempunyai high-quality evidence.13 Siproheptadin sebagai antihistamin yang bermanfaat untuk profilaktik migren sudah sangat berkembang penggunaannya pada anak, namun belum mempunyai data yang memadai, seperti halnya penggunaan sodium valproat, topiramat dan amitriptilin yang juga telah banyak digunakan. 14


(19)

Belum ada penelitian yang menilai apakah terapi profilaktik mengurangi fungsi kognitif anak migren.15

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan yaitu: Bagaimana gangguan fungsi kognitif remaja penderita migren dan peran terapi profilaktik siproheptadin sebelum dan setelah mendapat terapi 1.3. Hipotesis

Terdapat perbedaan fungsi kognitif pada remaja penderita migren sebelum dan setelah terapi profilaktik siproheptadin

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gangguan fungsi kognitif remaja penderita migren dan peran terapi profilaktik siproheptadin 1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Mengetahui manfaat siproheptadin sebagai salah satu terapi pencegahan serangan (profilaktik) migren pada remaja dan pemantauan efek samping yang timbul sehingga dapat mengurangi jumlah ketidakhadiran remaja di sekolah karena menderita migren

1.5.2. Memberikan alternatif obat profilaktik migren yang dapat terjangkau masyarakat


(20)

2.1. Kognitif

Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Selanjutnya istilah kognitif popular sebagai domain psikologis manusia meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan dan keyakinan. Menurut ahli psikologi kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah kognitif manusia sudah mulai berjalan sejak manusia mulai mendayagunakan kapasitas motor dan sensorinya. Namun cara dan intensitas pendayagunaan kapasitas ranah kognitif tersebut masih belum jelas.16

Terdapat beberapa cara untuk menilai kemampuan kognitif yaitu Binet’s Test, Mental Test, Moray House Test, Stanford-Binet Test dan Wechsler Intelligence Test. Mental Test biasa dikenal sebagai tes intelegensi, kognitif, kemampuan dan tes minat-bakat.Wechsler Intelligence Test terdiri dari 3 kelompok.17

1. Wechsler Pre-school and Primary Scale of Intelligence (WPPSI) untuk usia 3 - 7 tahun.

2. Wechsler Intelligence Scales for Children (WISC) untuk usia 7-16 tahun. 3. Wechsler Adult Intelligence Scales (WAIS) untuk usia diatas 16 tahun.

Terdapat dua teori kognitif yang penting yaitu teori perkembangan kognitif dari Piaget dan teori pemerosesan informasi.18,19


(21)

Teori Piaget

Psikolog Swiss terkenal, Jean Piaget (1896 - 1980) menekankan bahwa remaja secara aktif mengkonstruksikan dunia kognitif mereka sendiri, informasi tidak hanya dicurahkan ke dalam pikiran mereka dari lingkungan. Piaget menekankan bahwa remaja menyesuaikan pikiran mereka dengan memasukkan gagasan-gagasan baru, karena tambahan informasi akan mengembangkan pemahaman.18

Piaget (1954) juga percaya bahwa kita melewati empat tahapan dalam memahami dunia. Setiap tahap berhubungan dengan umur tertentu dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Ingatlah, cara berfikir yang berbeda dalam memahami dunialah yang membuat satu tahap lebih maju daripada tahap yang lain; mengetahui lebih banyak informasi tidaklah membuat anak berpikir lebih maju dalam pandangan Piaget. Itulah yang dimaksudkan oleh Piaget ketika dia mengatakan kognisi anak berbeda secara kualitatif dalam tahap yang satu dibandingkan dengan tahap yang lain.18 Tahap perkembangan kognitif Piaget terdiri dari:19

1. Tahap sensorimotorik (sensorimotor stage) yang berlangsung dari lahir sampai kira-kira usia 2 tahun, adalah tahap Piaget yang pertama. Pada tahap ini, anak mengkonstruksikan pemahaman mengenai dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman sensoris (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan fisik, motorik karena itu disebut sensori motorik.


(22)

2. Tahap praoperasional (preoperational stage) yang berlangsung dari kira-kira usia 2-7 tahun, adalah tahap Piaget yang kedua. Pada tahap ini, anak mulai menginterpretasikan dunia dengan kata-kata, citra dan gambar-gambar.

3. Tahap operasional konkrit (concrete operational stage) yang berlangsung dari kira-kira usia 7 sampai 11 tahun, adalah tahap Piaget yang ketiga. Pada tahap ini, anak dapat melakukan operasi dan penalaran logis, menggantikan pemikiran intuitif, sepanjang penalaran dapat diaplikasikan pada contoh khusus atau konkrit.

4. Tahap operasional formal (formal operational stage) yang terjadi antara usia 11 dan 15 tahun, adalah tahap Piaget yang keempat dan terakhir. Pada tahap ini, individu bergerak melebihi dunia pengalaman yang aktual dan konkrit, dan berpikir lebih abstrak serta logis.

2.2. Migren

Secara klinik the International Headache Society (IHS-2) 2004 membagi nyeri kepala pada dua klasifikasi yaitu nyeri kepala primer seperti migren, nyeri kepala cluster dan nyeri kepala tipe tension serta nyeri kepala sekunder yang timbul berdasarkan sebabnya, seperti nyeri kepala akibat trauma kepala, penyakit vaskular, infeksi susunan saraf pusat, tumor dan gangguan metabolik.20


(23)

Nyeri kepala pada migren sifatnya berdenyut dan berpulsasi, mula-mula unilateral dan berlokalisasi di daerah frontotemporal dan okuler, lalu bertambah dalam waktu 1 sampai 2 jam, menyebar ke posterior dan menjadi difus, dan biasanya lamanya dari beberapa jam sampai sehari penuh dengan intensitas nyeri sedang sampai berat, sehingga menyebabkan penderita berdiam diri, karena nyeri akan bertambah pada aktivitas fisik.20 Serangan biasanya terjadi sewaktu pasien sadar, mual terjadi pada sekitar 80% anak dan muntah pada sekitar 50% penderita yang biasanya terjadi sewaktu serangan, disertai muntah dan intoleransi makanan, dan pada beberapa anak tampak pucat dengan fotofobia dan fonofobia, yang biasa menyertai nyeri kepalanya.20,21

2.2.1. Jenis Migren

Migren tanpa aura pada anak serangan dapat berlangsung selama 1 sampai 72 jam, umumnya bilateral, nyeri biasa di oksipital bisa unilateral atau bilateral. Disini tidak terdapat aura, tetapi biasanya 24 jam atau lebih sebelum serangan bisa terdapat gejala prodormal: misalnya perasaan lemah, lelah, lesu, kurang nafsu makan, muntah, perasaan sensitif terhadap sentuhan, suara, bau-bauan maupun cahaya.22 Nyeri kepala migren tanpa aura seringkali sukar dibedakan dengan nyeri kepala oleh sebab lain. Pedoman jelas pada migren adalah anak tampak sakit, ingin tidur dan tidak tahan cahaya terang atau suara keras.23


(24)

Migren dengan aura (classic migraine) yaitu suatu serangan nyeri kepala menyerupai migren tanpa aura, berulang sekurang-kurangnya dua kali, bersamaan atau didahului gejala aura homonim yang reversible secara bertahap 5 sampai 20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit. Bila dibandingkan dengan migren umum, migren klasik lebih jarang ditemukan pada anak dan remaja.7

2.2.2. Patogenesis Migren24,25

Harold Wolf dianggap sebagai ahli pertama yang mendukung teori vaskular migren. Bila ”generator migren” dinyalakan, aliran darah otak regional menurun yang diikuti dengan suatu gelombang depresi yang menyebar ke kortikal. Jika aliran darah otak menurun dibawah nilai kritis akan muncul gejala aura. Penurunan aliran darah otak kemudian diikuti oleh vasodilatasi yang menyebabkan edema perivaskular dan inflamasi yang menyebabkan sakit kepala migren.

Penelitian lain yang menilai peran serotonin dalam patogenesis migren. Sistim vaskular trigeminal dan agonis serotonin dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluih darah meningeal dan meningkatkan pelepasan berbagai dari aferent trigeminal termasuk serotonin (5-TH), Vasoactive Intestinal Peptide (VIP), Nitric Oxide (NO), substans P, neurokin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Namun teori trigeminal vaskular ini diketahui gagal menjelaskan triger migren yang spesifik seperti menstruasi, fase sakit kepala nonvaskular yang ringan dari migren dan gejala


(25)

neurologi seperti gangguan kognitif yang muncul saat serangan migren. Gambar 2.1 berikut ini mencantumkan patofisiologi dan target terapi migren.

Gambar 2.1. Patofisiologi dan target terapi migren24 2.2.3. Gejala Klinik Migren 26

Gejala prodromal seperti mual, hilangnya penglihatan dalam sebagian lapangan penglihatan dan aura selalu muncul setengah sampai satu jam sebelum migren. Emosi dan ketegangan yang lama menyebabkan vasospasme refleks dari beberapa arteri kepala, termasuk arteri yang mensuplai otak itu sendiri. Spasme pembuluh darah itu menyebabkan iskemia bagian otak, sehingga timbul gejala prodromal. Terjadi iskemia berat


(26)

berakibat dinding vaskuler lemah dan tidak dapat mempertahankan tonus vaskuler selama 24 sampai 48 jam. Tekanan darah di dalam pembuluh darah tersebut menyebabkan berdilatasi dan berpulsasi dengan hebat, dan terjadi peregangan berlebihan dari dinding arteri termasuk arteri temporalis sehingga berakibat nyeri kepala pada migren.

2.2.4. Diagnosis Migren

Diagnosis migren umumnya didasarkan pada observasi klinis dan tidak memerlukan alat bantu diagnostik. Namun bila nyeri kepala bersifat kronis dan diagnosis meragukan sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pencitraan untuk menyingkirkan adanya kelainan organik.20 Kriteria diagnostik migren pada anak dapat ditegakkan berdasarkan kriteria International Headache Society (IHS).5 Diagnosis klinik IHS sebagai standar baku emas migren sebab lebih mudah dan mempunyai akurasi yang baik.20

2.2.5. Terapi Profilaktik Migren

Pengobatan migren adalah akut (abortif) dan profilaktik (preventif). Pengobatan akut tergantung dari pemilihan anak terhadap beratnya serangan dan timbulnya gejala komorbid serta respon anak terhadap migren. Tujuan prevensi migren adalah untuk mengurangi frekuensi, berat dan lamanya serangan migren dan memperbaiki respons terhadap pengobatan dari serangan akut dan memperbaiki fungsi dan mengurangi disabilitas.27

Indikasi terapi profilaktik migren adalah serangan berulang, yang secara bermakna mempengaruhi kegiatan sehari-hari, seperti ketidakhadiran


(27)

di sekolah serta aktivitas anak lainnya walaupun telah diberi terapi akut.7 Terapi juga diberi pada serangan migren yang sering, efek samping pada terapi akut, dan terdapatnya jenis migren yang tidak lazim seperti migren hemiplegik, migren basiler atau migren dengan aura yang panjang.10 Terapi adekuat untuk profilaktik migren secara umum tampak perbaikan sedikitnya satu sampai dua bulan.5,10

2.2.6. Siproheptadin sebagai Antiserotonergik

Serotonin (5-HT2) adalah neurotransmiter yang tersebar luas dan mempunyai peran yang kompleks dan penting dalam proses modulasi nyeri yaitu sebagai antinociceptive pathway ascending maupun descending dari brain stem ke medulla spinalis. Serotonin mempunyai efek bervariasi terhadap tonus pembuluh darah, dapat menyebabkan vasodilatasi ataupun vasokonstriksi. Kadar serotonin di plasma terganggu pada saat migren, terjadi pengurangan serotonin di trombosit dan sintesa yang meningkat di otak. Hal ini ditandai dengan ditemukannya metabolit serotonin di urin dan cairan serebrospinal pada penderita migren. 10

Siproheptadin ((5H-dibenzo cyclohepten-5-ylidine)-1methylpiperidin hydrochloride) (Gambar 2.2.7) adalah suatu antihistamin dengan efek antiserotonergik yang digunakan untuk pencegah migren pada anak. Siproheptadin seperti antihistamin yang lain diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per oral, dengan kadar maksimum dalam serum tercapai setelah 1 sampai 2 jam, waktu paruh rata-rata dalam plasma 4 sampai 6 jam. Obat


(28)

ini mempunyai bioavailabilitas tinggi, didistribusi pada semua jaringan, termasuk susunan saraf pusat. Tempat biotransformasi utama adalah dalam hati. Diekskresi ke dalam urin, sedikit dalam bentuk yang tidak berubah dan sebagian besar dalam bentuk metabolit. Efek samping obat terutama peningkatan nafsu makan dan mengantuk, terkadang juga ditemukan mulut kering, anoreksia dan mual.28 Dosis 2 sampai 4 mg oral saat mau tidur sangat rasional dengan dosis maksimal 12 sampai 16 mg/ hari di bagi tiga dosis. 20

Gambar 2.2. Rumus kimia siproheptadin 28

Migren menyebabkan pelepasan serotonin yang diangkut oleh trombosit dibawah pengaruh adrenalin dan tiramin, sehingga pada awal serangan kadar serotonin dalam darah akan naik. Siproheptadin diduga mengurangi aktivitas serotonin dengan jalan persaingan reseptornya, sehingga dapat menghambat transmisi sinyal-sinyal nyeri di otak, sehingga ambang nyeri dinaikkan.29 Dari penelitian pola terapi profilaktik anak migren secara retrospektif didapati siproheptadin menurunkan frekuensi migren sebanyak 55% pada 30 anak dengan usia rata-rata 8,8 tahun.15


(29)

Penilaian keberhasilan terapi profilaktik migren pada anak dengan mengukur penurunan frekuensi serta lama serangan, dan catatan harian nyeri kepala yang digunakan untuk menilai efek tersebut. Untuk pemeriksaan disabilitas yang sensitif, dapat dipercaya dan sahih pada anak digunakan Pediatric Migraine Disability Assessment (PedMIDAS), sebagai modifikasi Migraine Disability Assessment (MIDAS) yang dipakai pada dewasa.30

Terdapat 6 pertanyaan pada PedMIDAS yang berhubungan dengan dampak migren dengan aktivitas sekolah, kegiatan harian di rumah dan sosialisasi serta olahraga. Pertanyaan pertama didasarkan pada hari ketidakhadiran di sekolah sebab migren. Pertanyaan kedua adalah jumlah hari anak hadir di sekolah tetapi sebab migren harus terlambat atau terpaksa pulang lebih awal. Pertanyaan ketiga berhubungan dengan jumlah hari di sekolah dimana anak kurang berfungsi kurang dari setengah kemampuannya karena sakit kepala. Pertanyaan keempat berfokus pada kegiatan-kegiatan di rumah, dengan mencatat jumlah hari anak tidak mampu melaksanakan pekerjaan rumah karena sakit kepala. Dua pertanyaan terakhir berhubungan dengan kegiatan di luar rumah seperti bermain dan olah raga. Pertanyaan kelima jumlah hari anak tidak berpartisipasi dan keenam tentang kemampuan anak berpartisipasi tetapi kurang 50% dari kemampuan sebenarnya. 30-31 Tingkatan skala PedMIDAS seperti yang tersebut di bawah ini:32


(30)

Rentang nilai PedMIDAS Gradasi disabilitas

0 – 10 Sedikit atau tidak ada

11- 30 Ringan

31 – 50 Sedang

> 50 Berat

2.3. Hubungan Migren dengan Fungsi Kognitif

Migren diketahui berkaitan dengan spektrum luas dari neuropsikologi seperti amnesia transient. Biasanya gangguan sementara ini berakhir setelah periode waktu 10 sampai 15 menit. Meskipun kerentanan neuropsikologi yang lebih tinggi telah dikemukakan terutama penderita migren dengan aura, dimana terjadi atrofi sereberal luas atau fokal.33 Beberapa peneliti menunjukkan bahwa penderita migren mengalami perubahan dalam aliran darah ke otak dan evoked potensial, serta meningkatkan risiko untuk lesi subklinik otak dan strok.34

Banyak penelitian telah menemukan defisit neurokognitif pada penderita migren. Secara umum terdapat kecenderungan para peneliti tidak menemukan defisit verbal dan memori visual. Masih sedikit penelitian yang menilai fungsi kognitif anak penderita migren, tapi suatu penelitian menemukan tidak ada perbedaan fungsi kognitif antara 37 anak migren dibanding yang tidak migren.35


(31)

Dalam penelitian fungsi kognitif penderita migren yang dilakukan secara tersamar didapati terjadi penurunan dalam hal memori waktu reaksi, konsentrasi dan proses visual spasial pada 28 penderita migren. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penderita migren memiliki uji memori perspektif yang lebih buruk dibanding bukan penderita migren.36

Fungsi kognitif secara tipikal menurun saat fase serangan migren. Beberapa peneliti mendapati perbaikan fungsi kognitif setelah pengobatan migren akut. Di banding plasebo hanya sedikit yang terjadi perubahan fungsi kognitif dari pada yang mendapat terapi terhadap migren.37


(32)

2.4. Kerangka Konseptual

- Perubahan fungsi dan

elektrofisiologi saat interval migren

- Perubahan aliran darah ke otak

- Perubahan Evoked Potensial

Migren

- Nyeri kepala berulang

- Unilateral

- Hilang nafsu makan

- Mual- muntah

- Membaik setelah tidur

- Ketidakhadiran di k l h

Gangguan fungsi

Profilaktik (Preventif) Menurunkan: frekuensi, keparahan, lamanya serangan Æsiproheptadin Akut (Abortif)

Mengatasi serangan akut

ÆSumatripta

Daya tangkap

Verbal Psikomotor Perhatian Memor

i

WISC


(33)

Gambar 2.3. Kerangka konseptual

BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat uji klinis tersamar tunggal, untuk mengetahui fungsi kognitif remaja penderita migren yang mendapat terapi siproheptadin sebagai terapi profilaktik dibandingkan dengan plasebo

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sekolah SMP Swasta Bhayangkari, SMP dan SMK Swasta Taman Siswa, SMP Negeri 34, serta SMU, STM, SMEA, Tsanawiyah UMN Al-Washliyah, SMU I UNIVA, SMU Muallimin UNIVA dan SMU PGA UNIVA di Medan, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 8 minggu yaitu pada bulan Maret hingga Mei 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel penelitian adalah anak sekolah yang berusia 11 sampai 18 tahun yang dikunjungi ke sekolah untuk di lakukan skrining dengan kuisoner untuk menentukan penderita sakit kepala, yang selanjutnya dilakukan uji diagnostik dengan menggunakan IHS untuk menentukan penderita migren. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi di masukkan ke dalam sampel penelitian.


(34)

3.4 Perkiraan Besar Sampel

Besar sample dihitung dengan menggunakan rumus uji dua proporsi yaitu sebagai berikut:38

(

)

(

)

2 2 1 2 2 2 1 1 β α

P

P

Q

P

Q

P

z

2PQ

z

n2

n1

+

+

=

=

n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok I n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok II Zα = derivat baku normal untuk kesalahan tipe 1

Zβ = derivat baku normal untuk kesalahan tipe 2

P1 = proporsi remaja yang berubah fungsi kognitif untuk kelompok I (kontrol) P2 = proporsi remaja yang berubah fungsi kognitif untuk kelompok II (diuji) P = Proporsi = ½ (P1+P2)

Q = 1-P

Pada penelitian ini ditetapkan yaitu :

α = kesalahan tipe 1 = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) Æ Z α = 1,96

β = kesalahan tipe 2 = 0,2 (kekuatan studi 80%) Æ Z β = 0,842

Perbedaan proporsi berubahnya fungsi kognitif yang diharapkan adalah 0,30 maka :


(35)

P1 = 0,50 dan P2 = 0,80 P = ½ (0.50+0,80) = 0,65 Q = 1- 0,65 = 0,35

Dengan memakai rumus diatas maka diperoleh besar sampel adalah 44 orang.

Koreksi besar sampel untuk antisipasi drop out yaitu : n = n / (1 – f) Î 49 n = besar sampel yang dihitung = 44

f = perkiraan proporsi drop out = 10% (0,1)

Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel minimal adalah 49 anak pada setiap kelompok termasuk untuk antisipasi drop out dan metode pengambilan sampel yaitu secara randomisasi sederhana.

3.5. Kriteria Penelitian Kriteria Inklusi:

a. Dua atau lebih serangan migren perbulan yang menyebabkan ketidak mampuan melaksanakan aktivitas harian selama 3 hari atau lebih dalam satu bulan

b. Kontraindikasi atau kegagalan terapi akut

c. Menggunakan terapi akut lebih dari dua kali per minggu

d. Mengalami keadaan migren yang tidak lazim, termasuk migren hemiplegik atau migren dengan aura yang memanjang

e. Belum pernah mendapat tiga atau lebih profilaktik migren sebelumnya


(36)

a. Nyeri kepala kronik setiap hari

b. Lebih dari satu tipe nyeri kepala termasuk cluster headaches c. Terdapat gangguan medis, neurologi dan kelainan psikiatri d. Obesitas

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang dialami, pengobatan yang diberikan, dan efek samping pengobatan. Formulir surat pernyataan kesediaan terlampir dalam tesis ini.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

Pasien disurvei terlebih dahulu dengan kuisoner untuk menetukan penderita sakit kepala, selanjutnya dengan menggunakan uji diagnostik IHS remaja yang memenuhi kriteria diagnostik untuk migren oleh dokter anak yang telah mendapat pendidikan neurologi anak dijadikan populasi terjangkau penelitian. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi di masukkan ke dalam sampel penelitian dengan diberi penjelasan (inform consent) sebelumnya dan persetujuan mengikuti penelitian. Remaja yang memenuhi kriteria inklusi dan setuju mengikuti penelitian kemudian dijadikan sampel dan dibagi


(37)

menjadi dua kelompok perlakuan yaitu diberi siproheptadin atau plasebo yang diacak secara sederhana yaitu sistem lotre. Obat diberikan setiap hari dalam bentuk kapsul dengan dosis 4 mg siproheptadin perhari (Heptasan, Sanbe Indonesia). Plasebo diberikan setiap hari sebagai kapsul yang mengandung sakarum laktis. Kapsul yang mengandung siproheptadin dan plasebo mempunyai bentuk yang sama dengan formulasi oleh apotik Kimia Farma. Pemeriksaan penderita migren dilakukan pada saat penelitian dimulai, pemeriksaan meliputi anamnesis terutama frekuensi, berat dan lamanya migren yang dialami remaja, dicatat data antropometrik meliputi berat badan dan tinggi badan. Selain itu dilakukan juga penilaian fungsi kognitif dengan menggunakan Weshler Intelligence Scale for Children (WISC) oleh tenaga ahli psikologi.

Semua anak diberi terapi dengan siproheptadin dan plasebo dengan pengawasan guru dan orang tua setiap hari. Selanjutnya diberikan dan dijelaskan kepada anak dan orangtua mengenai catatan harian nyeri kepala dan suatu lembaran skala penilaian yang disebut PedMIDAS untuk menilai disabilitas anak migren. Masing-masing kelompok mencatat catatan harian nyeri kepala yang telah diberikan untuk mencatat frekuensi dan lamanya serangan migren per bulan selama 2 bulan. Pemeriksaan dilakukan tiap bulan untuk melihat frekuensi dan lamanya serangan migren, evaluasi beratnya nyeri kepala serta efek samping yang timbul. Pasien dibolehkan meminum terapi abortif selama nyeri kepala. Setelah mendapat terapi


(38)

selama 2 bulan lalu diuji kembali fungsi kognitif remaja dengan menggunakan WISC

Alur penelitian

Randomisasi

Gambar 3.1. Alur penelitian manfaat antara kedua kelompok intervensi Penderita

Migren tanpa PedMIDAS daily diaries

WISC

Kelompok Plasebo Kelompok Siproheptadi

Fungsi kognitif Î WISC

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel Bebas Skala

Jenis obat Nominal

Variabel Tergantung Skala Gradasi fungsi kognitif (WISC) Ordinal Rerata score parameter WISC Numerik

3.10. Definisi Operasional Migren menurut kriteria IHS.5 Migren tanpa aura pada anak:


(39)

B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam

C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut: 1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital) 2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga) D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :

1. Nausea dan atau muntah 2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain Migren dengan aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:

1. Gangguan visual yang reversibel termasuk : positif atau negatif (seperti cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) 2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji dengan peniti dan jarum) atau negatif (hilang rasa/kebas)

3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral


(40)

aura yang lainnya ≥ 5 menit

3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain

Remaja didefinisikan bila telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan 12-20 tahun untuk anak laki-laki. World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun. Menurut Undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974 anak dianggap sudah remaja apabila sudah cukup matang untuk menikah yaitu 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.39

Fungsi kognitif merupakan fungsi untuk mengambil, menyimpan dan menyajikan kembali berbagai bentuk ingatan.16

Terapi profilaktik merupakan terapi yang diberikan sewaktu tidak ada nyeri kepala, bertujuan untuk mengurangi frekuensi dan beratnya serangan migren.5

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 15 (SPSS Inc, Chicago). Untuk membedakan variable kualitatif digunakan uji chi-square, membedakan dua mean berdistribusi normal digunakan uji t, kalau dua mean data dependent digunakan uji t berpasangan dan uji Mann Whitney U test digunakan untuk membedakan dua mean tidak berdistribusi normal. Wilcoxon rank-sum test digunakan untuk membedakan mean dua kelompok dependent (sebelum dan setelah intervensi). Tingkat kemaknaan bila P<0,05 dan tingkat


(41)

kepercayaan dengan Confident Interval (CI) 95%, serta keseluruhan analisis dengan menggunakan intention to treat.

BAB 4. HASIL

4.1. Hasil Penelitian

Dilakukan skrining untuk mencari penderita migren pada 11 sekolah, yaitu 3 SMA serta 8 SMP sederajat di Medan, Sumatera Utara.

Remaja Migren (n=320)

Nyeri kepala berulang (n= 1770)

Gambar 4.1. CONSORT Algoritme Mendapat izin

(n=100)

Plasebo (n=48) Siproheptadin

(n=52)

2 anak drop

Ikut penelitian sampai selesai dan diamati selama 2 bulan Ikut penelitian sampai selesai


(42)

Dari 3025 siswa sekolah terdapat 1770 siswa mengalami nyeri kepala berulang. Setelah diskrining 320 siswa tergolong migren sesuai kriteria IHS Terdapat 271 anak yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian, namun hanya 100 orang yang bersedia mengikuti penelitian. Sampel setelah dirandomisasi dibagi menjadi dua kelompok. Sebanyak 52 orang dalam kelompok siproheptadin dan 48 orang dimasukkan dalam kelompok plasebo. Pada saat pemantauan bulan pertama, terdapat 2 orang drop out dari kelompok siproheptadin, oleh karena analisa dengan menggunakan intention to treat dimasukkan ke dalam kelompok siproheptadin dan semua sampel dipantau selama 2 bulan. (Gambar 4.1).

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Siproheptadin (n=52)

Plasebo (n=48)


(43)

Usia, mean (SD), tahun Jenis kelamin, n (%) Laki-laki

Perempuan

Berat badan, mean (SD), kg Riwayat keluarga, n (%)

Faktor Makanan sbg pencetus, n (%) Tidak ada pencetus

Pencetus (kopi, coklat, daging, mie kering berpengawet, MSG) Migren, n (%)

Tanpa aura Dengan aura Frekuensi Durasi 1-2 jam > 2 jam

PedMIDAS, mean (SD)

PedMIDAS grading 0 - 30

> 31 14,7 (1,8) 10 (19,2) 42 (80,8) 46.3 (7,1) 24 (46,2) 12 (23,1) 40 (76,9) 32 (61,5) 20 (38,5) 5,5 (3,6) 37 (71,2) 15 (28,8) 19,5 (11,6) 45 (86,5) 7 (13,5) 15,2 (19,7) 8 (16,7) 40 (83,3) 48.3 (7,3) 29 (60,4) 19 (39,6) 29 (60,4) 30 (62,5) 18 (37,5) 4,9 (3,0) 36 (75,0) 12 (25,0) 16,9 (9,2) 45 (93,8) 3 (6,3)

Tabel 4.1 menunjukkan karakteristik sampel masing-masing kelompok sebelum intervensi. Terdapat 62% anak menderita migren tanpa aura dan 38% migren dengan aura. Sebanyak 18% laki-laki dan 82% perempuan. Faktor makanan juga berpengaruh terhadap timbulnya migren, faktor pencetus makanan seperti kopi, coklat, daging, mie instan dan makanan


(44)

yang mengandung monosodium glutamat sebanyak 38 anak (78%) pada kelompok siproheptadin dan 31 anak (62%) kelompok plasebo.

Tabel 4.2. Frekuensi dan beratnya serangan migren sebelum dan setelah intervensi

Siproheptadin Plasebo

Parameter Mean (SD) P 95% CI Mean (SD) P 95% CI

Frekuensi Sebelum Setelah

5,6 (3,64)

3,5 (2,58) 0,001* 1,361-3,001

4,9 (2,96)

4,6 (2,67) 0,286 -0,180-0,594

PedMIDAS Sebelum Setelah

19,5 (11,50)

12,8 (8,92) 0,001* 5,203-8,406

16,9 (9,19)

16,1 (9,39) 0,038* 0,046-1,617

*P < 0,05

Pada tabel 4.2 tampak penurunan frekuensi migren yang signifikan dari 5,6 (SD 3,64) menjadi 3,4 (SD 2,58) sedangkan plasebo tidak bermakna yaitu dari 4,9 (SD 2,96) menjadi 4,7 (SD 2,67). Walaupun pada kedua kelompok secara statistik bermakna untuk menilai disabilitas tetapi tampak pada kelompok siproheptadin dari skor PedMIDAS kelompok siproheptadin tampak perbaikan dari 12,8 (SD 8,92) dibanding 19,5 (SD 11,50), sedang kelompok plasebo hanya tampak perbaikan dari 16,1 (SD 9,39) dibanding 16,9 (SD 9,19) saat awal penelitian.

Tabel 4.3 Nilai WISC (mean, (SD)) antara kedua kelompok

Sebelum (rerata) Sesudah (rerata)


(45)

heptadin heptadin Information Comprehension Digit Span Arithmetic Similarities Picture Arrangement Picture Completion Block Design Object Assembly Digit Symbol Full IQ Verbal IQ Performance IQ 5,1 (1,80) 6,2 (1,78) 5,8 (2,26) 5,7 (3,91) 8,5 (2,50) 7,9 (3,01) 7,0 (2,34) 10,5 (2,85) 8,9 (3,27) 10,9 (2,38) 76,7 (13,07) 31,4 (7,77) 45,3 (8,14) 5,4 (2,02) 6,9 (1,81) 5,8 (2,68) 5,9 (2,96) 9,1 (2,72) 8,0 (2,71) 7,3 (2,90) 11,0 (2,12) 9,7 (2,80) 11,1 (2,11) 80,4 (9,93) 33,3 (6,16) 47,1 (6,04) 0,590 0,147 0,914 0,434 0,248 0,841 0,250 0,366 0,244 0,537 0,080 0,163 0,139 5,2 (1,73) 6,3 (1,80) 6,1 (2,23) 5,9 ((3,83) 8,6 (2,56) 8,0 (2,71) 7,4 (2.31) 10,7 (2,69) 9,0 (3,16) 10,9 (2,38) 78,5 (12,47) 32,3 (7,64) 46,3 (8,03) 5,5 (1,96) 6,9 (1,76) 5,9 (2,63) 5,9 (2,92) 9,2 (2,66) 8,4 (2,68) 7,8 (2,80) 11,0 (2,10) 10,0 (2,31) 11,2 (2,13) 82,1 (9,24) 33,7 (5,82) 48,5 (5,69) 0,532 0,176 0,635 0,612 0,259 0,674 0,302 0,499 0,177 0,590 0,108 0,296 0,121

Nilai dalam rerata (SD)

Pada tabel 4.3 tidak terlihat perbedaan yang signifikan terhadap nilai WISC antara kedua kelompok sebelum dan setelah intervensi.


(46)

Siproheptadin (rerata) Plasebo (rerata)

Parameter Sebelum Setelah P Sebelum Setelah P

Information Comprehension Digit Span Arithmetic Similarities Picture Arrangement Picture Completion Block Design Object Assembly Digit Symbol Full IQ Verbal IQ Performance IQ 5,1 (1,79) 6,3 (1,77) 5,8 (2,26) 5,7 (3,84) 8,5 (2,50) 7,9 (3,01) 7,1 (2,33) 10,5 (2,85) 8,9 (3,23) 10,9 (2,38) 76,7 (13,07) 31,4 (7,77) 45,3 (8,14) 5,3 (1,72) 6,4 (1,78) 6,1 (2,23) 5,9 (3,76) 8,6 (2,56) 8,1 (2,98) 7,4 (2,28) 10,7 (2,69) 9,1 (3,12) 10,9 (2,38) 78,5 (12,47) 32,3 (7,64) 46,3 (8,03) 0,059 0,229 0,010* 0,062 0,058 0,033* 0,002* 0,096 0,024* 0,322 0,001* 0,001* 0,001* 5,4 (2,00) 6,9 (1,80) 5,8 (2,68) 5,9 (2,96) 9,2 (2,70) 8,0 (2,71) 7,3 (2,90) 11,0 (2,12) 9,7 (2,80) 11,1 (2,11) 80,4 (9,93) 33,3 (6,16) 47,1 (6,04) 5,5 (1,96) 6,9 (1,76) 5,9 (2,63) 5,9 (2,92) 9,2 (2,66) 8,4 (2,68) 7,8 (2,80) 11,0 (2,10) 10,0 (2,31) 11,2 (2,31) 82,1 (9,24) 33,7 (5,82) 48,5 (5,69) 0,168 0,322 0,110 0,322 0,159 0,010* 0,018* 0,083 0,049* 0,322 0,001* 0,017* 0,001*

*P < 0,05; Nilai dalam rerata (SD)

Setelah intervensi, didapati peningkatan yang signifikan terhadap nilai digit span (P=0,010), picture arrangement (P=0,033), picture completion (P=0,002), dan object assembly (P=0,024) pada kelompok siproheptadin


(47)

dibanding sebelum intervensi. Demikian hal pada kelompok placebo yaitu picture arrangement (P=0,010), picture completion (P=0,018), dan object assembly (P=0,049). Selain itu terdapat perbedaan signifikan terhadap IQ verbal, IQ perforamance, full IQ sebelum dan setelah intervensi dengan P 0,001 (Tabel 4.4)

Gambar 4.2. Hasil Gradasi full IQ (uji WISC) setiap kelompok sebelum dan setelah terapi

Dari hasil penelitian didapat perbedaan yang signifikan nilai IQ pada tiap-tiap kelompok sebelum dan setelah terapi, terutama pada kelompok siproheptadin terjadi peningkatan gradasi IQ, sebelum terapi tertinggi pada tingkat borderline ( 22 orang ) dan setelah terapi pada tingkat dull normal (23 orang). Tetapi untuk kelompok pasebo sebelum dan setelah intervensi gradasi IQ tertinggi tetap pada tingkat borderline.

BAB. 5. PEMBAHASAN

Pada tahun 1988, International Headache Society menetapkan standar baku untuk definisi migren. Oleh karena itu, pada tahun 2003, International Headache Society merevisi kriteria diagnostik, dengan memadukan berbagai


(48)

perubahan yang sensitif terhadap perkembangan yang memungkinkan daya aplikasi luas terhadap anak anak dan anak remaja, sembari mempertahankan spesivisitas dan meningkatkan sensitivitas.20

Lima puluh empat persen anak penderita migren dilaporkan menderita migren aura termasuk efek visual, mati rasa, rasa geli, atau letih. Migren tanpa aura paling sering ditemukan (60 sampai 85%).3 Dalam studi penelitian ini, kami menggunakan kriteria International Headache Society, dan menemukan 62 penderita migren tanpa aura (MoA ) dan 38 penderita migren dengan aura (MA)

Disfungsi kogntiif pada penderita migren telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. namun masih ditemukan kontroversial dari temuan-temuan tersebut. Beberapa peneliti menyebutkan terdapat penurunan fungsi kognitif pada penderita migren, tetapi beberapa peneliti lain tidak sependapat dengan hal ini. Dari suatu penelitian didapatkan performance yang secara bermakna lebih buruk saat dilakukan uji memori dan pengolahan informasi pada kelompok penderita migren berat.40 Dari penelitian lain didapati 20 pasien penderita migren yang menunjukkan gangguan kogntiif yang diseleksi dari 200 subjek penelitian.41 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Italia yang menyatakan bahwa penderita migren tanpa aura memperlihatkan gangguan yang signifikan dalam hal memori verbal performance. Gangguan memori terjadi baik pada memori visual maupun spatial dan juga pada tugas kognitif verbal.42


(49)

Suatu penelitian terhadap 1431 pelajar pesantren Raudatul Hasanah, Medan, sampel diambil secara acak sejumlah 395 pelajar. Didapati hasil remaja yang menderita migren sekitar 2,3% sampai 5,6%. Ketidakhadiran di sekolah oleh karena migren sebesar 74,5% dengan rata-rata jumlah hari adalah 3,7 hari/tahunnya.43

Suatu penelitian yang mengamati apakah penderita migren interiktal dengan aura dan penderita migren tanpa aura, memperlihatkan gangguan kognitiif dibandingkan subjek penelitian kelompok kontrol yang sehat. Pasien migren tanpa aura bekerja secepat subjek kelompok kontrol pada uji kognitif. Namun, kecepatan kognitif lebih rendah pada penderita migren dengan aura pada beberapa domain kognitif. Penderita migren dengan aura, lebih lambat dibandingkan kelompok kontrol selama uji digit simbol, yang menggambarkan fungsi seperti proses visual, encoding, memori jangka pendek, dan perhatian yang terus menerus. Karena tidak ada efek detrimental lain yang dideteksi pada penderita migren dengan aura selama uji lain dalam encoding digit ataupun selama uji yang memerlukan memori jangka pendek, maka respon yang lebih lambat selama substitusi digit, disebabkan adanya gangguan kemampuan dalam proses visual ataupun gangguan perhatian.44 Namun ada penelitian lain yang tidak mendapatkan gangguan kogntif dalam sampel penderita migren dengan aura.45 Ada juga yang melaporkan bahwa tidak ada gangguan kognitif pada sampel pasien migren wanita.46


(50)

Suatu penelitian retrospektif tentang penggunaan topiramat sebagai profilaktik pada anak, terjadi penurunan frekuensi sakit kepala sampai 70%, dimana 7 pasien melaporkan efek sedasi, perlambatan fungsi kognitif, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan.15

Pengukuran nilai kognitif pada anak dengan WISC yang terbagi atas 10 macam test dan dikelompokkan dalam 2 kategori: Verbal dan Performance.Untuk test Verbal berupa: informasi, pemahaman, berhitung, persamaan, perbendaharaan kata, rentangan kata; sedangkan test Performance berupa: melengkapi gambar, mengatur gambar, rancangan balok, merakit objek, symbol dan Mazes. Table 5.1 berikut ini mencantumkan klasifikasi Kuosien Intelegensia berdasarkan skala Wechsler.47

Tabel.5.1. Klasifikasi Kuosien Intelegensi berdasarkan skala Wechsler47 Skala Wechsler Klasifikasi

Diatas 128 Very superior

120 – 127 Superior

111 – 119 Bright normal/ High average

91 – 110 Average

80 – 90 Dull Normal/ Low average


(51)

Dibawah 65 Mental devective

Dalam penelitian ini kami menggunakan skala Wechsler karena merupakan uji inteligensi yang sering digunakan.48 Aspek yang di ungkap dari hasil uji WISC adalah:46

Tools Interpretasi

- Informasi - Comprehension

- Digit span - Aritmatika

- Persamaan

- Picture arrangement - Picture

Completion

- Blok design - Objek

assembly

- Digit Symbol

Luasnya pengetahuan, memori jangka panjang

Kemampuan menggunakan pertimbangan praktis dalam kehidupan social sehari-hari (verbal judgment) Kemampuan konsentrasi/ atensi

Pemahaman konsep verbal, kemampuan penalaran angka, konsentrasi/atensi

Kemampuan untuk membedakan hal yang penting dan tidak penting, kemampuan berfikir asosiatif

Sistematika berpikir/logika

Kemampuan analisa sintesa: hubungan sebab-akibat Kecermatan dan ketelitian, konsentrasi dalam pengamatan

Koordinasi visual motorik, kemampuan berpikir abstrak

Kemampuan untuk melihat hubungan bagian dari keseluruhan

Kecepatan motorik dan ketelitian

Dari penelitian ini ditemukan perbedaan yang bermakna pada picture arrangement, picture completion, dan object assembly pada kedua kelompok. Juga terdapat perbedaan signifikan antara uji WISC setelah terapi 2 bulan dengan data dasar dalam IQ verbal, IQ performance, full IQ dan gradasi IQ total pada kelompok siproheptadin dari tingkat borderline


(52)

menjadi dull normal. Hasil ini didukung dengan terlihatnya penurunan frekuensi migren sebelum dan setelah terapi pada kelompok siproheptadin.

Studi penelitian epidemiologis telah memperkirakan bahwa 75% anak usia 15 tahun atau lebih muda, mengalami sakit kepala secara klinis, lebih dari 15% setiap minggunya pada anak- anak usia 10 -17 tahun.2 Usia rata-rata serangan adalah 7 tahun untuk laki laki dan 11 tahun untuk anak perempuan, dan prevalensinya meningkat selama masa anak anak. Prevalensi migren pada usia 3 sampai 7 tahun adalah 1,2% sampai 3,2%, usia 7 sampai 11 tahun adalah 4% sampai 11%, dan untuk usia 15 tahun adalah 8% sampai 23%.5 Pada mulanya, sedikit didominansi oleh pria yaitu pada usia 3 sampai 11 tahun, namun selama masa remaja (usia15 tahun), ada peralihan kearah dominansi wanita, yang tetap berlangsung sampai masa dewasa.15 Berdasarkan kriteria IHS didapati prevalensi migren lebih tinggi pada wanita (55%) dibandingkan pria (45%). Dalam penelitian ini, kami menemukan dari 1770 siswa terdapat 320 penderita migren remaja (55,3%). Usia rata-rata dalam studi penelitian ini adalah 14,7 tahun dan lebih didominasi oleh perempuan (80% banding 20%)

Jika diangosis migren sudah ditetapkan, maka pengobatan yang komprehensif sudah dapat dilaksanakan. Pilihan pengobatan mencakup intervensi perilaku, serangan akut atau episodik, dan agen profilaktik setiap hari.49 Jika pasien dan petugas kesehatan memutuskan untuk mengobati


(53)

serangan akut, pemakaian obat profilaktik harus dipertimbangkan. Indikasi terapi profilaktik migren adalah 1). Dua atau lebih serangan migren perbulan yang menyebabkan ketidakmampuan melaksanakan aktivitas harian selama 3 hari atau lebih dalam satu bulan, 2). Kontraindikasi atau kegagalan terapi akut, 3). Menggunakan terapi akut lebih dari dua kali per minggu, 4). Mengalami keadaan migren yang tidak lazim, termasuk migren hemiplegik atau migren dengan aura yang memanjang.28 Hanya sedikit informasi mengenai farmakologi profilaktik anak penderita migren. Rekomendasi terbaru menyarankan penggunaan berbagai obat - obatan yang sama dengan yang dipergunakan dalam profilaktik dewasa dengan dosis yang disesuaikan untuk anak. Pada umumnya, profilaktik harus dipertimbangkan bila migren terjadi cukup sering atau bila penderita migren tidak respon terhadap pengobatan akut.3

Siproheptadin merupakan terapi profilaktik kedua yang paling sering digunakan. Jenis obat ini sudah dipergunakan secara luas pada anak - anak tetapi tidak seefektif amitriptilin dan propanolol. Siproheptadin mempunyai sifat antiserotonergik dan menghambat saluran kalsium. Dosis efektif untuk profilaktik biasanya lebih rendah dari indikasi utama obat tersebut. Dosis profilaktik siproheptadin 2 sampai 4 mg secara oral saat menjelang tidur adalah pilihan yang rasional dan aman dengan dosis maksimal 12 sampai 16 mg/hari di bagi tiga dosis.29 Suatu penelitian yang membandingkan siproheptadin, propanolol dan kombinasi keduanya dengan plasebo, didapati


(54)

kombinasi propanolol dan siproheptadin secara signifikan menurunkan frekuensi, durasi dan keparahan migren sampai 55% yang diamati selama 6 bulan.50 Terapi profilaktik migren yang adekuat akan memperlihatkan perbaikan sedikitnya 1 sampai 2 bulan.10 Durasi pengobatan profilaktik masih kontroverial. Pilihan lain pada anak usia lebih muda adalah menggunakan jangka waktu yang lebih singkat (6 sampai 8 minggu), diikuti dengan penyapihan perlahan-lahan.5 Dalam penelitian ini, kami memberikan siproheptadine 4 mg secara oral sekali sehari selama 2 bulan.

Fungsi kognitif secara khusus menurun selama serangan migren. Beberapa studi mendapati terjadi perbaikan fungsi kognitif setelah pengobatan migren akut.37 Dalam penelitiani ini terdapat penurunan yang signifikan pada durasi, frekuensi dan keparahan migren setelah pengobatan profilaktik dengan siproheptadin, dan juga ditemukan peningkatan yang signifikan terhadap fungsi kogntif setelah pemberian terapi profilaktik.

Keterbatasan penelitian ini adalah pemantauan ulangan yang terlalu singkat dengan menggunakan metode pemeriksaan yang sama dan dilaksanakan hanya 2 bulan setelah pra-test, sehingga sampel dapat mengerjakan post-test dengan hasil yang lebih baik.


(55)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian secara uji klinis tersamar tunggal dengan kontrol plasebo yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana fungsi kognitif remaja penderita migren dan peran terapi profilaktik siproheptadin sebelum dan sesudah intervensi. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap fungsi kognitif setelah intervensi dibandingkan data dasar dalam kelompok sipropheptadin, meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan dibanding dengan kelompok plasebo.


(56)

Terapi profilaktik tidak mempengaruhi fungsi kognitif remaja migren. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan waktu yang lebih lama sebelum di lakukan tes IQ sesudah interfensi untuk melihat adanya perbedaan yang signifikan terhadap fungsi kognitif remaja migren yang dapat terapi profilaktik siproheptadin.

RINGKASAN

Migren merupakan fenomena umum pada anak namun masih sedikit diteliti oleh karena sulit didiagnosis secara tepat. Migren secara bermakna menyebabkan penurunan angka kehadiran di sekolah. Fungsi kognitif secara tipikal menurun selama fase serangan migren. Beberapa penelitian melaporkan bahwa penderita migren mengalami defisit fungsi kognitif, sementara penelitian lain tidak mendukung adanya kaitan antara migren dan fungsi kognitif. Fungsi yang paling sering dipengaruhi adalah memori, kecepatan proses informasi, perhatian dan kemampuan psikomotor.

Terapi profilaktik migren pada anak sulit dimengerti dan masih sedikit diteliti. Indikasi terapi profilaktik migren adalah serangan berulang yang secara bermakna mempengaruhi kegiatan sehari-hari seperti ketidak hadiran di sekolah serta aktivitas anak lainnya walaupun telah diberi terapi akut. Terapi adekuat untuk profilaktik migren secara umum tampak perbaikan setelah satu sampai dua bulan terapi. Siproheptadin sebagai profilaktik migren sudah sangat berkembang penggunaanya pada anak, namun belum mempunyai data yang memadai. Belum ada penelitian yang menilai apakah terapi profilaktik mempengaruhi fungsi kognitif anak migren.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi kognitif remaja migren akan berpengaruh setelah mendapat terapi profilaktik migren. Uji klinis tersamar tunggal ini dilakukan pada 11 sekolah SMP dan SMA di Kotamadya Medan, provinsi Sumatera Utara yang dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2008. Sampel penelitian adalah anak sekolah usia 11 sampai 18 tahun yang menderita migren menurut kriteria IHS sesuai kriteria inklusi. Sampel penelitan ditentukan secara randomisasi sederhana. Anak dimasukkan ke dalam satu dari dua kelompok perlakuan yaitu kelompok siproheptadin dan plasebo. Masing-masing kelompok diberikan satu kali


(57)

perhari dalam bentuk kapsul yang sama selama dua bulan. Plasebo yang diberikan mengandung sakarum laktis. Sebelum di berikan terapi, sampel penelitian dilakukan uji fungsi kognitif dengan menggunakan WISC dan di ulang dua bulan setelah mendapat terapi siproheptadin. Selama periode penelitian terdapat 100 anak, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 52 anak kelompok siproheptadin dan 48 anak kelompok plasebo. Pada akhir penelitian didapati kesimpulan terjadi perbedaan yang signifikan terhadap fungsi kognitif setelah intervensi pada kelompok sipropheptadin.

SUMMARY

Migraine is a common phenomene in children, but there is still limited study because it is hard to diagnose exactly. Migraine significantly lead to school absent in school. Cognitive function is typically decreased during migraine phase. Some studies reported that migraineurs had deficit cognitive function, while other studies didn’t support the relation between migraine and cognitive function. The most affected functions are memory, information processing, attention and psychomotor performance.

The prophylactic treatment of migraine in children is not fully understood and there are still limited studies on it. The indication of prophylactic treatment is recurrent attack that significantly affects daily activities, such as absent in school, eventhough the acute therapy had already given. Adequate therapy for migraine prophylactic commonly shows improvement after one to two months of therapy. Cyproheptadine as migraine prophylactic had widely used in children, but there is still lack of data. There is still no research evaluating wether the prophylactic treatment affect the cognitive function in migraineurs children.

This study was conducted to evaluat weather the prophylactic treatment will affect the cognitive function in migraineurs adolescent. Single blind clinical trial was performed in 11 schools in Medan, Province of North Sumatera from March to May 2008. The sampel of the research includes school children ranking from ages 11 to 18 years old who were suffering from migraine according to inclusión criteria of IHS. Grouped was taken randomly. Children were put in one of two groups, one was the cyproheptadine group, and the other was placebo. Both group were administered once daily, in the form of the same capsul for three months. Placebo was administered in the form a capsul which contains saccarum lactis. Cognitive function test was performed before treatment and repeated 2 months after treatment, using WISC. During the period research, 100 children were divided into two groups where by 52 children were administered cyproheptadine, and 48 were given placebo. We concluded that there was significant increased on cognitive function after treatment in cyproheptadine group.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam : Pusponegoro HD, Passat J, Mangunatmadja I, Widodo DP, Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Neurologi anak dalam praktek sehari-hari (Naskah lengkap PKB IKA XXXIV). Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 1995. h.189-206

2. Martin-Herz SP, Smith MS, McMahon RJ. Psychosocial factors associated with headache in junior high school students. Journal of Pediatric Psychology. 1999; 24:13-23

3. Bland SE. Pediatric migraine recognition management. Journal of the Pharmacy Society of Wisconsin. 2002; 2:41-4

4. Riva D, Aggio F, Vago C, Nichelli F. Cognitive and behavioral effects of migraine in childhood and adolescence. Cephalalgia. 2006; 26:596-603 5. Donald W, Lewis MD. Pediatric Migraine. Neurology. 2007; 28:43-53 6. Anttila P, Metsahonkala L, Sillanpaa M. Long-term trends in the

incidence of headache in finnish schoolchildren. Pediatrics. 2006; 117:1197-201

7. Rothner D, Menkes JH. Headaches and nonepileptic episodic disorders. Dalam: Menkes JH, penyunting. Child Neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. h.943-64

8. Abu-Arefeh I, Russel G. Prevalence of headache and migraine in schoolchildren. BMJ. 1994; 309:756-9

9. Waldie KE, Hausmann M, Milne BJ, Poulton R. Migraine and cognitive function a life-course study. Neurology. 2002; 59:904-8

10. Weiss HD. Headache and facial pain. Dalam: Johnson RT, Griffin JW, McArthur JC, penyunting. Current therapy in neurologic disease. Edisi ke- 7. St.Louis: Mosby Inc; 2002. h.81-6

11. Pakalnis A. New avenues in treatment of paediatric migraine: a review of the literature. Family Practice. 2001; 18:101-6

12. Evers S, Schmidt F, Bauer B, Voss H, Grotemeyer K-H, Husstedt IW. The impact of ergotamine-induced headache and ergotamine withdrawal on information processing. Psychopharmacology. 1999; 142:61-67.

13. Silberstein SD. Practice parameter: evidence-based guidelines for migraine headache (an evidence-based review). Report of the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology. AAN. 2000; 1:1-9

14. Spry H, McDiarmid T, Mayer J. What medication best prevents migraine in children? Clinical inquires: from the family practical inquiries network. Journal of Family Practice. 2003; 24:2-4

15. Lewis DW, Diamond S, Scott D, Jones V. Prohylactic treatment of pediatric migraine. Headache. 2004; 44:230-7


(59)

16. Syah M. Hubungan antara perkembangan dengan belajar. Dalam: Syah M, penyunting. Psikologi belajar. Edisi ke-1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada; 2007. h.22-37

17. Deary IJ, Batty GD. Cognitive epidemiology. J. Epidemiol Community Health. 2007; 13: 378 – 84

18. Bulk P. Hakikat perkembangan remaja. Dalam: Santrock JW, penyunting. Adolescence – perkembangan remaja. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2003. h.23-60

19. Soetjiningsih, Suandi IKG. Gizi untuk tumbuh kembang anak. Dalam Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh ING, Wiradisuria S, penyunting. Buku ajar I tumbuh kembang anak dan remaja. Edisi ke-1. Jakarta, Sagung Seto; 2002. h.22-50

20. Lewis DW. Headaches in infants and children. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric Neurology Principles & Practice. Edisi ke-4. Philadelphia : Mosby Inc; 2006. h.1183-99

21. Schor NF. Migraine in children and adolescent. Dalam: Maria BL, penyunting. Current management in child neurology. New York: BC Decker Inc; 2005. h.39-41

22. Sjahrir H. Nyeri kepala di Indonesia dan klasifikasi nyeri kepala menurut IHS. Dalam: Sjahrir H, penyunting. Nyeri kepala buku I. Medan: USU Press; 2004. h.1-26

23. Rossi LN, Cortinovis I, Menegazzo L, Brunelli G, Bossi A, Macchi M. Classification criteria and distinction between migraine and tension-type headache in children. Dev Med & Child Neurol. 2001; 43:45-51

24. Villalon CM, Centurion D, Valdivia LF, Vries PD, Saxena PR. Migraine: pathophysiology, pharmacology, treatment and future trends. Current Vascular Pharmacology. 2003; 1:71-84

25. Cady R. Pathophysiology of migraine. The pain practitioner. 2007; 17:6-10

26. Sjahrir H. Patofisiologi migren. Dalam: Sjahrir H, penyunting. Nyeri kepala & vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press; 2008. h.73-123 27. Snow V, Weiss K, Wall EM, Mottur-Pilson C. Pharmacologic management

of acute attacks of migraine and prevention of migraine headache. Ann Intern Med. 2002; 137:840-9

28. Sanders-Bush E, Mayer SE. 5-Hydroxytryptamine (serotonin) receptor agonists and antagonists. Dalam: Hardman JG, Lee E, Limbird, Gilman AG, penyunting. Goodman & Gilman`s The pharmacological basis of therapeutics. Edisi ke-10. New York: McGraw-Hill; 2001. h.249-62

29. Tjay TH, Rahardja K. Obat-obat migrain. Dalam: Tjay TH, Rahardja K, penyunting. Obat-obat penting, khasiat, penggunaan dan efek-efek sampingnya. Edisi ke 5. Gramedia Jakarta; 2002. h.781-91


(60)

30. Hershey AD, Powers SW, Vockell B, LeCates S, Kabbouche MA, Maynard MK. PedMIDAS development of a questionnaire to assess disability of migraines in children. Neurology. 2001; 57:2034-9

31. Hershey AD, Powers SW, Vockell A-LB, LeCates SL, Segers A, Kabbouche MA. Development of a patient-based grading scale for PedMIDAS. Cephalalgia. 2004; 24:844-9

32. Cincinnati Children's Hospital Medical Center. PedMIDAS headache tool. Diunduh dari

http :/ / www.c inc inna tic hild re ns.o rg / svc / a lp ha / h/ he a d a c he / p e d mi d a s.htm. Diakses Oktober 2008

33. Haverkamp F, Honscheid A, Muller-sinik K. Cognitive development in children with migraine and their healthy unaffected siblings. Headache. 2002; 42:776-779

34. Kalaydjian A, Zandi PP, Swartz KL, Eaton WW, Lyketsos C. How migraines impact cognitive function. Neurology. 2007; 68:1417-24

35. Calandre EP, Bembibre J, Arnedo ML. Cognitive disturbances and regional cerebral blood flow abnormalities in migraine patiens: their relationship with the clinical manifestations of the illness. Cephalalgia. 2002; 22:291-302

36. Pearsons AJ, Chronicle EP, Maylor EA. Cognitive function is not impaired in people with a long history of migraine: a blinded study. Cephalalgia. 2006; 26:74-80

37. O’Bryant SE, Marcus DA, Rains JC, Penzien DB. The neuropsychology of recurrent headache. Headache. 2006; 46:1364-76

38. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH Perkiraan besar sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: CV Agung Seto; 2002. h.259-86

39. Pardede N. Masa remaja. Dalam: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Paneih IGNG, penyunting. Buku ajar I tumbuh kembang anak dan remaja. Edisi ke-1. Jakarta:C.V. Sagung Seto; 2002. h.138-69

40. Zeitlin C, Oddy M. Cognitive impairment in patient with severe migraine. Br. J Clin Pschycol. 1984; 23:27-35.

41. Ardila A, Sanchez E. Neuropsychologic symptoms in the migraine syndrome. Cephalalgia. 1988; 8:67-70.

42. Le Pira F, Zappala G, Giuffrida S, Lo Bartolo ML, Murana R, Lanala F. Memory disturbances in migraine with and without aura: a strategy problem?. Cephalalgia. 2000; 20:475-8.

43. Yusuf M, Djali D, Sjahrir H. karakteristik nyeri kepala migren dan Tension type Headache pada pelajar pesantren Raudhatul Hasanah Medan. Dibacakan pada kongres Perdossi, Denpasar 2003.

44. Mulder EJ, Linssen WH, Passchier J, Orlebele JF, deGeus EJ. Interictal and post ictal cognitive change in migraine. Cephalalgia. 1999; 19:557-65.


(61)

45. Sinforiani E, Farina S, Mancuso A, Manzoni GC, Bono G, Mazzuchi A. Analysis of higher nervus function in migraine and cluster headache. Funct Neurol. 1987; 2:69-77.

46. Leijdekkers MLA, Passchier J, Goudswoard P, Menges LJ, Orlebeke JF. Migraine patients cognitively impaired? Headache. 1990; 30:352-8

47. Glasser AJ, Zimmerman IL. Clinical interpretation of the wechsler intelligence scale for children (WISC). New York: Grune & Stratton Inc; 1967. h. 9-19.

48. Gardner H, Kornhaber ML, Wake WK. Intellegence: multiple perspectives. US: Thomson Learning Inc; 1996. h.79-83.

49. Lewis DW. Preventive therapy for migraine. Dalam: Maria BL, editor. Current management in child neurology. New York: BC Decker Inc; 2005. h.53-7.

50. Rao BS, Das DG, Taraknath VR, Sarma Y. A double blind controlled study of propranolol and cyproheptadine in migraine prophylaxis. Neurol India. 2000; 48:224-6


(62)

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA SUBJEK PENELITIAN Assalamu’alaikum wr.wb

Saya akan menjelaskan maksud dan tujuan saya sebagai peneliti. Seperti yang kita ketahui bahwa nyeri kepala berulang merupakan masalah yang sering pada anak dan remaja, yang mengganggu pelajaran dan aktivitas sehingga menjadi penyebab umum ketidakhadiran anak di sekolah. Migren sering diderita anak dan remaja, walaupun sering diremehkan oleh karena sulit didiagosis secara tepat. Dari penelitian sebelumnya ternyata migren dapat mempengaruhi fungsi kognitif anak remaja. Maka dari itu disini saya ingin melakukan suatu penelitian apakah benar remaja penderita migren akan mempengaruhi fungsi kognitifnya. Dimana kemampuan menganalisa penderita migren lebih rendah diakibatkan oleh serangan kumulatip dari serangan migren. Maka dari itu frekuensi, lama dan beratnya serangan migren harus di kurangi agar mengurangi serangan migren. Pertama sekali saya akan memeriksa apakah nyeri kepala anak ibu/ bapak termasuk kriteria migren atau bukan. Jika termasuk penderita migren kami mohon ijin anak bapak/ibu untuk dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif oleh tenaga ahli psikologi Universitas Sumatera Utara. Baru setelah itu kami akan memberi obat selama 2 bulan yang diminum sehari sekali pada siang hari sehingga dapat mencegah dan mengurangi serangan migren. Setelah 2 bulan di beri obat kami akan memeriksa fungsi kognitif anak bapak/ibu kembali sehingga dapat di ketahui apakah fungsi konitif anak bapak/ ibu memang di pengaruhi oleh migren atau tidak.

Demikianlah penjelasan yang dapat saya sampaikan kepada bapak/ ibu, saya harap bapak/ ibu memgerti apa yang saya sampaikan dan dapat memberi ijin atas apa yang akan saya lakukan. Atas kerjasama dan kepercayaannya saya ucapkan terima kasih.


(63)

Jika bapak/ibu ingin menanyakan lebih lanjut tentang penelitian ini dapat menghubungi saya Dr. Elvina Yulianti

Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial

Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RS H.Adam Malik Jl. Bunga Lau No. 17 Medan

Telp. 8365663

Atau Jl. Ismailiyah No. 55/ 45, Medan

Hand Phone : 08126418756 atau 061 77590897

Wassalam Peneliti

(Dr. Elvina Yulianti)

Lampiran 2

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN Dengan ini saya / orang tua dari :

Nama : ... Jenis Kelamin : LK / PR


(64)

Alamat : ...

...

Telp / HP : ...

Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul fungsi kognitif remaja penderita migren yang mendapat terapi profilaktik siproheptadin. Dan setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengijinkan dengan rela anak saya menjadi subjek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu mengikuti penelitian ini.

Dengan pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.

Medan, ...2008 Yang membuat pernyataan

(...)

Saksi :

Pemimpin Penelitian

1. ...

2. ... (dr.Elvina Yulianti)


(65)

Lampiran 3 No. urut

Divisi Tumbuh Kembang Pediatri sosial Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan

KUESIONER PENELITIAN

Tanggal: Pencatat: 1. Nama Anak :

2. Tanggal Lahir : Umur : [ ] tahun, [ ] bulan 3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

4. Urutan anak dalam keluarga : 5. Jumlah bersaudara : Alamat :

Nama SMP/SMU :

6. Orang tua Ayah Ibu

Nama :

Umur (tahun) : [ ] [ ] Agama :

7. Mengalami Nyeri kepala : YA TIDAK

a. Sebelah kepala saja [ ] [ ] b. Dicetuskan oleh stress/

makanan atau menstruasi [ ] [ ]

c. Nyeri sangat lama

(1 jam atau lebih) [ ] [ ]


(66)

d. Nyeri berdenyut [ ] [ ] e. Nyeri bertambah

jika belajar/ bekerja [ ] [ ] f. Saat Nyeri sadar [ ] [ ] g. Disertai mual & muntah [ ] [ ]

h. Keluarga menderita

penyakit yang sama [ ] [ ] i. Nyeri bertahap timbul [ ] [ ]

j. Sebelum nyeri, tidak tahan cahaya terang

atau suara yang keras [ ] [ ] k. Nyeri perut berulang [ ] [ ]

l. Nyeri membaik dengan

tidur sejenak [ ] [ ]

m. Pernah berobat, dokter

menyebut migren [ ] [ ]

Interpretasi:

Jika ”Ya” > 3 : Sangkaan migren ” Ya” ≤ 3: Sakit kepala

Lampiran 4 DIAGNOSIS MIGREN

Migren menurut The International Headache Society (IHS) : Migren tanpa aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 – 72 jam

C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut: 1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)


(67)

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)

D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini : 1. Nausea dan atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain Migren dengan aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B

B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai Kelemahan

1. Gangguan visual yang reversibel termasuk : positif atau negatif (seperti cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)

2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji dengan peniti dan jarum) atau negatif (hilang rasa/kebas)

3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral

2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau aura yang lainnnya ≥ 5 menit

3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain


(1)

d. Nyeri berdenyut [ ] [ ] e. Nyeri bertambah

jika belajar/ bekerja [ ] [ ] f. Saat Nyeri sadar [ ] [ ] g. Disertai mual & muntah [ ] [ ]

h. Keluarga menderita

penyakit yang sama [ ] [ ] i. Nyeri bertahap timbul [ ] [ ]

j. Sebelum nyeri, tidak tahan cahaya terang

atau suara yang keras [ ] [ ] k. Nyeri perut berulang [ ] [ ]

l. Nyeri membaik dengan

tidur sejenak [ ] [ ]

m. Pernah berobat, dokter

menyebut migren [ ] [ ]

Interpretasi:

Jika ”Ya” > 3 : Sangkaan migren ” Ya” ≤ 3: Sakit kepala

Lampiran 4 DIAGNOSIS MIGREN

Migren menurut The International Headache Society (IHS) : Migren tanpa aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 – 72 jam

C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut: 1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)


(2)

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)

D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini : 1. Nausea dan atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain Migren dengan aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B

B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai Kelemahan

1. Gangguan visual yang reversibel termasuk : positif atau negatif (seperti cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)

2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji dengan peniti dan jarum) atau negatif (hilang rasa/kebas)

3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral

2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau aura yang lainnnya ≥ 5 menit

3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain


(3)

Lampiran 5

PedMIDAS (Pediatric Migraine Disability Assessment)

Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini mencoba untuk menilai seberapa banyak sakit kepala mempengaruhi aktivitas sehari-hari, jawaban anda harus

berdasarkan 3 bulan terakhir. Tidak ada jawaban benar atau salah, jadi jawablah sebaik-baiknya.

1. Berapa hari anda tidak hadir di sekolah karena sakit kepala dalam 3 bulan terakhir? 2. Berapa hari anda permisi dari jam sekolah karena sakit kepala dalam 3 bulan terakhir

(tidak termasuk hari yang dihitung dari pertanyaan pertama)?

3. Berapa hari dalam 3 bulan terakhir anda berfungsi kurang dari setengah kemampuan

anda di sekolah oleh karena sakit kepala (tidak termasuk hari yang dihitung pada 2 pertanyaan pertama)

4. Berapa hari anda tidak dapat melakukan pekerjaan di rumah (seperti tugas sehari-hari, pekerjaan rumah dan lain-lain) karena sakit kepala?

5. Berapa hari anda tidak ikut serta dalam aktifitas lain karena sakit kepala? (seperti

bermain, jalan-jalan, olahraga dan lain-lain 6. Berapa hari anda ikut serta dalam aktifitas-

aktifitas tersebut, tetapi berfungsi kurang dari setengah kemampuan anda (tidak termasuk

hari yang dihitung pada 5 pertanyaan diatas)?

Total skor PedMIDAS : _____________________


(4)

Lampiran 6

WISC RECORD FORM Nama : ... (L/P)

Alamat : ... Nama Orang tua: ... Pendidikan anak: ... Pemeriksa: ...

Year Month Day

Date Tested ... Date of Birth ... Age ...

Scaled Score IQ

Verbal Scale ... Performance Scale ... Full Scale ...

Lampiran 7: Persetujuan Komite Etik

Raw Score Scaled Score

VERBAL TESTS

Information ………. ………. Comprehension ………. ……….

Arithmatic ………. ………. Similarities ………. ………. Vocabulary ………. ………. Digit Span ………. ……….

Sum of Verbal Tests ……….. PERFORMANCE TESTS

Picture Completion ……… ………. Picture arrangement ……. ………. Block design ………. ………. Object assembly ………. ………. Coding ………. ………. Mazes ………. ……….


(5)

Lampiran 8

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI DATA PRIBADI:

1. Nama Lengkap : Dr. Elvina Yulianti

Jabatan : PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSHAM

NIP : 390 036 557

2. Tempat/ Tgl lahir : Medan/ 9 Juli 1979

3. Alamat : Jl. Ismailiyah No: 55/45, Medan Telp. (061) 77590897 / 08126418756

4. Agama : Islam

5. Status : Belum menikah

PENDIDIKAN FORMAL:

- Taman Kanak- Kanak TamanSiswa, Medan (1983-1984) - SD W.R. Supratman, Medan ( 1984-1991 )

- SMP W.R. Supratman, Medan ( 1991-1994 ) - SMU Negeri V, Medan ( 1994-1997 )

- Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ( 1997-2003 )

- Program Pendidikan Dokter Spesialis ( PPDS I ) Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU ( 2005 – sekarang)


(6)

RIWAYAT PEKERJAAN:

- Pegawai Negeri Sipil RS Umum Kota Sabang, NAD ( Tahun 2007 s/d