Latar Belakang Masalah Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Antara Bank Syariah Dengan Bank Konvensional Yang Terdaftar Di Bank Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bank mempunyai peranan yang strategis dalam perekonomian suatu negara. Sebagai lembaga intermediasi, bank berperan dalam memobilisasi dana masyarakat yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi serta memberikan fasilitas pelayanan dalam lalu lintas pembayaran. Selain menjalankan kedua perencanan tersebut, bank juga berfungsi sebagai media dalam mentransmisikan kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral. Bank adalah department of store, yang merupakan organisasi jasa atau pelayanan berbagai macam jasa keuangan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran Kasmir 2009:25. Berdasarkan fungsi bank tersebut, sifat bisnis bank berbeda dengan perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa lainnya. Sebagian besar aktiva bank adalah aktiva likuid dan tingkat perputaran aktiva dan pasivanya sangat tinggi. Bisnis perbankan merupakan usaha yang sangat mengandalkan kepercayaan, yaitu kepercayaan masyarakat sebagai pengguna jasa perbankan. Sedikit saja ada isu berkaitan dengan kondisi bank yang tidak sehat, maka masyarakat akan berbondong-bondong menarik dananya dari bank, sehingga akan lebih memperburuk kondisi bank tersebut. Dekade ini, Indonesia membiayai peluncuran sistem keuangan Islam dalam rangka untuk mengakomodasi orang-orang Indonesia yang mayoritas nya adalah muslim. Wijaya 2008 menjelaskan bahwa sistem keuangan Islam di Indonesia telah diperluas ke pasar modal, asuransi, hipotek, tabungan dan lembaga pinjaman, bank, dll. Hal tersebut adalah untuk memperkaya sistem Islam atas sistem konvensional yang digunakan untuk membandingkan kinerja dan prospek masa depan khususnya. Pemerintah melakukan langkah strategis pengembangan perbankan Islam yang memberikan izin kepada bank-bank konvesional komersial untuk membuka cabang Unit Usaha Syariah UUS yaitu konversi bank konvensional menjadi bank syariah Antonio 2001. Namun, selama periode 1992- 1998 Aziz 2009 mengkritik hanya ada satu Bank Umum Syariah BUS sebagai pelaku industri perbankan syariah yaitu Bank Muamalat Indonesia BMI, Hal ini disebabkan selama enam tahun beroperasi praktis tidak ada regulator lain yang mendukung sistem Perbankan Islam. Strategi ini juga merupakan respon dan inisiatif dari perubahan dalam Undang-Undang Perbankan No.101998 sebagai pengganti UU No.71992, yang secara tegas. Sistem Perbankan Islam diposisikan sebagai bagian dari sistem perbankan nasional. Pada tahun 2008 Pemerintah menerbitkan UU No.212008 Perbankan Islam, yang diharapkan untuk memberikan dasar hukum yang lebih kokoh dan peluang yang lebih besar dalam pengembangan Perbankan Islam di Indonesia sehingga sama dan sejajar dengan bank konvensional. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan serta lebih spesifiknya pada Peraturan Pemerintah N0 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan prinsip Bagi Hasil. Sejak saat itulah, kemudian dikenal dua sistem perbankan di Indonesia Dual Banking System yang dibedakan berdasarkan pembayaran bunga atau bagi hasil usaha yakni: 1. Bank yang melakukan usaha secara konvensional. 2. Bank yang melakukan usaha secara syariah. Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu menyangkut aspek legal, stuktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja Antonio 2001. Kebutuhan masyarakat telah terjawab dengan terwujudnya sistem perbankan yang sesuai syariah. Kegiatan operasional Bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil. Bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh keuntungan maupun membebankan bunga atas pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan. Pola bagi hasil ini memungkinkan nasabah untuk mengawasi langsung kinerja bank syariah dengan memantau jumlah bagi hasil yang diperoleh. Jika jumlah keuntungan bank semakin besar maka semakin besar pula bagi hasil yang diterima nasabah,demikian juga sebaliknya. Jumlah bagi hasil yang kecil atau mengecil dalam waktu cukup lama menjadi patokan bahwa pengelolaan bank merosot. Keadaan itu merupakan peringatan dini yang transparan dan mudah bagi nasabah. Berbeda dari perbankan konvensional, nasabah tidak dapat menilai kinerja hanya berpatokan pada bunga yang diperoleh. Bank syariah sebagai satu alternatif jasa perbankan telah menjadi fenomena tersendiri dalam perekonomian Indonesia. Eksistensinya telah memberikan nafas baru bagi dunia bisnis dinegeri ini, terutama dunia perbankan. Walau masih tergolong baru didunia perbankan, namun Bank Syariah mampu maju dan berkembang ditengah persaingan yang pelik. Persaingan ini akan semakin ketat antara bank konvensional dan bank syariah. Berdasarkan statistik Bank Indonesia hingga agustus 2011 jumlah Bank Umum Syariah BUS saat ini telah mencapai 11 unit. Unit Usaha Syariah UUS23 unit. Selain itu, jumlah Bank Perkreditan SyariahBPRS telah mencapai 154 unit dan total jumlah kantor syariah sebanyak 1,877 unit. Di sisi aset, hingga Agustus 2011 nilainya telah mencapai sekitar Rp 120 triliun dengan target akhir tahun sebesar Rp 131 triliun. Rata-rata pertumbuhan aset sebesar 33 selama lima tahun terakhir 2006-2010. Penghimpunan dana dari masyarat atau disebut dana dari pihak ketiga DPK mengalami pertumbuhan setiap tahun. Tingkat pertumbuhan DPK tercatat rata-rata 39,16 per tahun,begitu pula pembiayaan yang diberikan PYD tumbuh 34,85per tahun. Pertumbuhan industri bank syariah pada 2011 yang mencapai 3,4 dengan rata-rata 45 per tahun. Sebagai salah satu lembaga keuangan, bank perlu menjaga kinerjanya agar dapat beroperasi secara optimal. Terlebih lagi bank syariah harus bersaing dengan bank konvensional yang dominan dan telah berkembang pesat di Indonesia. Persaingan yang semakin tajam ini harus dibarengi dengan manajemen yang baik untuk bisa bertahan di industri perbankan. Salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh bank untuk bisa terus bartahan hidup adalah kinerja keuangan bank. Salah satu sumber utama indikator yang dijadiakan dasar penilaian adalah laporan keuangan dari bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan perbankan dapat dikalkulasikan sejumlah rasio keuangan yang dapat dimanfaatkan untuk memprediksi tingkat keuntungan, memprediksi masa depan, dan untuk mengantisipasi kondisi di masa depan. Penelitian yang dilakukan oleh Rindawati 2007 yang bertujuan untuk membandingkan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional pada periode 2001-2007 dengan menggunakan rasio keuangan yang terdiri dari CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, dan LDR menunjukkan hasil bahwa rata-rata rasio keuangan perbankan syariah NPL dan LDR lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan perbankan konvensional, sedangkan pada rasio- rasio yang lain perbankan syariah lebih rendah kualitasnya. Akan tetapi bila dilihat secara keseluruhan perbankan syariah menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan perbankan konvensional. Dengan semakin ketatnya persaingan antar bank syariah dengan bank konvensional, membuat bank syariah dituntut untuk memiliki kinerja yang bagus agar dapat bersaing dalam merebutkan pasar perbankan nasional di Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah