Strategi mitigasi tsunami berbasis ekosistem mangrove dalam aplikasi pemanfaatan ruang pantai timur Pulau Weh

STRATEGI MITIGASI TSUNAMI BERBASIS EKOSISTEM MANGROVE
DALAM APLIKASI PEMANFAATAN RUANG
PANTAI TIMUR PULAU WEH

DINI PURBANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi STRATEGI MITIGASI
PEMANFAATAN RUANG PESISIR PANTAI TIMUR PULAU WEH
BERBASIS EKOSISTEM MANGROVE adalah hasil karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2012


Dini Purbani
C261060161

xxi

xv

ABSTRACT
DINI PURBANI. Mangrove Ecosystem Based Mitigation Strategy of the Spatial
Utilization of the East Coast of Weh Island. Under supervision of
MENNOFATRIA BOER, I WAYAN NURJAYA, MARIMIN and FREDINAN
YULIANDA
Pulau Weh located in the path of earthquake zone is an area vulnerable to
disasters that can be followed by a tsunami earth quake. Geological disasters
which occurred on 24 December 2004 with magnitude 9.0MW power resulted in
lost of lives and properties, and damage to mangrove ecosystems, especially on
the eastern side of Pulau Weh which is facing the Teluk Loh Pria Laot. The
impacts of tsunami on mangrove ecosystem namely lodging, uprooting and
breaking. The purposes of this study are:1.Mapping of after tsunami land cover

and land use to identify the damage caused by the tsunami inundation, 2. Mapping
mangrove ecosystem after tsunami in Taman Wisata Alam Alur Paneh, Teluk
Boih, Pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1,Pantai Lhok Weng 2b/Teupin Layeu
1b, Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2, Pantai Lhut dan Pantai Lhok Weng 1/Lam
Nibong, 3.Creating a distribution model based on run up, 4. Creating a level of
vulnerability to tsunami hazards, 5. Developing mitigation strategies to reduce
tsunami hazards by optimizing the local carrying capacity including increasing the
density of mangrove ecosystems and expanding the area of mangrove ecosystems.
To know the spread of inundation tsunami, a model builder as one of the GIS
applications is used. In this research a run up of 30 meter is applied to know the
extent of the inundation distribution that can occur in the land use. The
composition of total puddle area of 427.9633 ha is as follows: Mangrove forests:
39,7549 ha, Forest of 303,0701 ha, Vegetation: 25,6609 ha, Land Built: 6,1840
ha, Open land: 53,0234 ha and the area not affected by the tsunami: 568, 4441 ha.
Mitigation efforts were carried out by mangrove vegetation. The inundation was
reduced to 290.7681 ha with the distribution of mangrove vegetation. Inundation
was still there on the east coast of Weh Island, then as mitigation strategies to
reduce inundation are by planting mangroves to 102 meters ocean ward and
increasing the mangrove ecosystem density to 15 trees per 100m2.


Keywords: Tsunami inundation, mangrove carrying capacity and mitigation
strategy

xv

xvi

RINGKASAN
Secara geologi Pulau Weh merupakan daerah yang rawan akan bencana
gempabumi yang dapat diikuti tsunami. Hal ini disebabkan Pulau Weh berada
pada zona yang rentan akan gempabumi. Seperti bencana gempabumi yang terjadi
pada tanggal 24 desember 2004 dengan kekuatan 9,0 MW atau 9,3 diikuti dengan
tsunami.
Tsunami dengan tinggi gelombang datang (run up) setinggi antara 2-5 m yang
terjadi berulang kali sebanyak 4 kali mengakibatkan sebaran genangan/ inundasi
seluas 50 m dari garis pantai, sehingga menimbulkan kerusakan. Kerusakan yang
terjadi antara lain ekosistem mangrove, bangunan seperti rumah penduduk,
sekolah, kantor, kedai, tempat penginapan dan infrastruktur. Lokasi kerusakan
terdapat di sisi timur Pulau Weh yang berhadapan langsung dengan Teluk Lho
Pria Laot. Jenis kerusakan pada ekosistem mangrove seperti batang pohon patah,

tercabut dari akarnya, bahkan ada yang tersapu oleh tsunami. Lokasi kerusakan
ekosistem mangrove terdapat di pantai TWA Alur Paneh, Lhok Weng 2/ Teupin
layeu 1, Lhok Weng 2b/ Teupin Layeu 1b, Lhok Weng 3/Lam Nibong, Pantai
Lhut 1, Pantai Lhut 2 dan Lhok Weng 1/Lam Nibong.
Hasil penelitian Harada dan Imamura (2002) tsunami dapat direduksi
dengan ekosistem mangrove, oleh karena itu dalam penelitan ini menggunakan
daya dukung ekosistem mangrove, agar kerusakan yang terjadi dapat dieliminir.
Adapun tujuan penelitian adalah: 1. Memetakan tutupan lahan pasca tsunami dan
mengidentifikasikan kerusakan pemanfaatan lahan akibat genangan tsunami, 2.
Memetakan ekosistem mangrove pasca bencana di TWA Alur Paneh, Pantai
Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1, Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2, Pantai Lhut dan
Pantai Lhok Weng 1/Lam Nibong, 3. Membuat model sebaran genangan tsunami
berdasarkan tinggi gelombang datang (run up), 4. Membuat tingkat kerentanan
akan bahaya tsunami, 5. Menyusun strategi mitigasi untuk mereduksi bahaya
tsunami dengan mengoptimalkan daya dukung lokal diantaranya meningkatkan
kerapatan ekosistem mangrove dan memperluas areal ekosistem mangrove.
Penelitian dilakukan tanggal 15 November 2009 – 28 Maret 2010 berada di
wilayah administratif Kecamatan Sukakarya, posisi 05o 50‟ - 05o 54‟ LU dan 95o
14‟ - 95o 17‟ BT. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data
primer hasil pengamatan lapangan dan data sekunder sebagai data penunjang

berupa literatur, data citra ALOS AVNIR-2 tahun 2008, citra Quickbird tahun
2006 dan Peta Rupa Bumi Kota Sabang. Pengamatan lapangan yang dilakukan
adalah pengamatan pantai meliputi tipologi dan karakteristik pantai dan
pengamatan ekosistem mangrove dengan menggunakan transek kuadrat. Lokasi
pengamatan ekosistem mangrove di TWA Alur Paneh, Teluk Boih, Pantai Lhok
Weng 2/Teupin Layeu 1, Pantai Lhok Weng 2b/Teupin Layeu 1b, Pantai Lhok
Weng 3/Teupin Layeu 2, Pantai Lhut dan Pantai Lhok Weng 1/Lam Nibong.
Lokasi pengamatan pantai yaitu di Pantai Iboih, Pulau Rubiah. Data citra
Quickbird dan ALOS AVNIR-2 diolah penggunaan lahan sebelum kelapangan
secara klasifikasi tak terbimbing (unsupervised) kemudian dilakukan verifikasi
lapangan dan diolah kembali secara terbimbing (supervised) dengan
menggunakan perangkat ER Mapper 6.4. Penggunaan lahan yang sudah
diverifikasi digunakan untuk pembuatan peta kekasaran permukaan yang sebagai
dasar dalam pembuatan model builder. Pembuatan model builder menggunakan
persamaan Berryman (2006) dalam persamaan tersebut memerlukan Peta

xvi

xvii


Kemiringan Lereng dan Peta Kekasaran Permukaan. Model sebaran genangan
yang diteliti dalam penelitian ini menggunakan tinggi gelombang datang (run up)
30 m. Dasar penggunaan tinggi gelombang datang (run up) 30 m karena kejadian
gempabumi berkekuatan 9,3 SR dapat menimbulkan tinggi gelombang datang
(run up) 30 m dan ini terjadi di utara Pulau Sumatera.
Pengolahan model builder menggunakan ARCGIS 9.3. Hasil dari proses
tersebut memperlihatkan sebaran genangan yang menutupi hampir semua jenis
penggunaan lahan. Total sebaran genangan 427,6933 ha terdiri atas vegetasi
Mangrove (39,75490 ha), Hutan (303,07001 ha), Kebun (25,6609 ha), Lahan
Terbangun ( 6,1840 ha) dan Lahan Terbuka (53,0234 ha). Wilayah yang
tergenang pada umumnya berada di pesisir timur Pulau Weh yang berhadapan
dengan Teluk Loh Pria Laot.
Sebaran genangan akibat tsunami dapat direduksi dengan ekosistem
mangrove. Ekosistem mangrove di lokasi penelitian pada umumnya spesies
Rhizopora apiculata dan minor spesies Rhizopora stylosa. Ekosistem mangrove
mempunyai kerapatan yang maksimal 17 pohon per 100 m2 dan ketabalan
maksimal 238 m. Reduksi tsunami dilakukan dengan membuat Peta Ekosistem
Mangrove dilanjutkan dengan Peta Reduksi Genangan. Hasil dari proses analisis
menunjukkan luas genangan menjadi 290,7681 ha. Masih terdapat sebaran
genangan di pesisir timur Pulau Weh maka dilakukan usaha strategi mitigasi.

Usaha strategi mitigasi dilakukan dengan penambahan ketebalan ekosistem
mangrove sejauh 102 meter ke arah laut dan penambahan kerapatan sebanyak 15
pohon per 100 m2 untuk setiap lokasi.
Penanaman kembali (replanting) ekosistem mangrove di setiap lokasi
dengan jumlah anakan yang berbeda-beda. Jumlah anakan yang diperlukan di
setiap lokasi berdasarkan pada perhitungan tingkat kelangsungan hidup (survival
rate). Lokasi penanaman di utara Pantai TWA Alur Paneh spesies Rhizopora
apiculata jumlah anakan dan pohon 931.770 buah, Teluk Boih spesies Rhizopora
apiculata jumlah untuk anakan dan pohon 843.030. Lokasi di bagian tengah dekat
dengan Teluk Lho Pria Laot Pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1 spesies
Rhizopora apiculata jumlah anakan dan pohon 765.000 buah, Pantai Lhok Weng
2b/Teupin Layeu 1b spesies Rhizopora apiculata jumlah anakan dan pohon
99.450 buah, Pantai Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2 spesies Rhizopora apiculata
jumlah anakan 2.717.280 buah, jumlah pohon 2.490.840 buah. Di bagian selatan
daerah penelitian Pantai Lhut 2 spesies Rhizopora stylosa jumlah anakan
16.425.758 buah, jumlah pohon 1.510.110 buah, Pantai Lhok Weng 1/Lam
Nibong spesies Rhizopora apiculata jumlah anakan 1.292.340 buah, jumlah
pohon 553.860 buah.

xvii


xviii

© Hak cipta milik IPB, Tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

xviii

xix

STRATEGI MITIGASI PEMANFAATAN RUANG PESISIR
PANTAI TIMUR PULAU WEH BERBASIS
EKOSISTEM MANGROVE


DINI PURBANI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

xix

xx

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si
Dr. Budi Sulistiyo


Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka:
Prof. Dr. Cecep Kusmana, MS
Dr. Sutopo Purwo Nugroho, APU

xx

xxi

xxi

xxii

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
ALOS
AVNIR-2

:
:

BAKOSURTANAL

BAKORNAS PB
BALITBANG KP

:
:
:

BMKG
BGIS 2000
BPPT
BT
CDIT
DKP
DO
DEM
ESRI
GIS

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

GPS
ICZM
IK
ICG/IOTWS

:
:
:
:

JAXA
J
KKP
LPND
LU
MSL
MW
NAD
NPJ
PALSAR

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

PMI
pH
PJ
PPK
PP
PRISM

:
:
:
:
:
:

PUSDOLAPOS PB
RAN PRB
RBI

:
:

The Advanced Land Observing Satellite
Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type
2
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan
Perikanan
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Ball Global Imaging System 2000
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Bujur Timur
Coastal Development Institute of Technology
Departemen Kelautan dan Perikanan
Disolved Oxygen (oksigen terlarut
Digital Elevation Model
Environmental Systems Research Institute, Inc.
Geographic information systems (sistem informasi
geografis, SIG),
Global Positioning System
Integrated Coastal Zone Management
Indeks Kerentanan
Intergovernmental Coordination Group for The
Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation
System
Japan Aerospace Exploration Agency
Jarak Genangan
Kementerian Kelauatan dan Perikanan
Lembaga Pemerintah Non Departemen
Lintang Utara.
Mean Sea Level
Magnitude Movement
Nanggroe Aceh Darussalam
Nilai Penting Jenis
The Phased Array type L-band Synthetic Aperture
Radar
Palang Merah Indonesia
Derajat keasaman
Penginderaan Jauh
Pulau-pulau Kecil
Peraturan Pemerintah
The Panchromatic Remote-sensing Instrument for
Stereo Mapping
Pusat Pengendalian Operasi Bencana
Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana
Rupa Bumi Indonesia

xxii

xxiii

RTRW
RG I
RG II
SR
SNI
SR
T
TISDA
TK
TRPR
Tsu_Mng_Rd
TRM
TWA
UK
UNCLOS
UNESCO

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

UNESCO-IOC

:

USDA-NCRS

:

USGS
USDA
UU
WWF

:
:
:
:

RencanaTata Ruang Wilayah
Reduksi Genangan I
Reduksi Genangan II
Survival Rate/Tingkat Kelangsungan Hidup
Standar Nasional Indonesia
Skala Richter
Kontur
Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam
Tingkat Kerentanan
Tingkat Reduksi Peningkatan Kerapatan Mangrove
Tsunami Mangrove Reduksi
Tingkat Reduksi Mangrove
Taman Wisata Alam
United Kingdom
United Nation Convention of the Law of the Sea
United Nation Educational Scientific and Cultural
Organization
United Nation Educational Scientific and Cultural
Organization-Intergovernmental
Oceanographic
Commission
United State Department of Agriculture Natural
Resources Conservation Service
United State Geological Survey
United States Department of Agriculture.
Undang-undang.
World Wide Fund for Nature.

xxiii

xxiv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga Disertasi yang berjudul “Strategi Mitigasi Tsunami Berbasis
Ekosistem Mangrove Dalam Aplikasi Pemanfaatan Ruang Pantai Timur Pulau
Weh” dapat dengan penuh perjuangan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Selama penulisan dan penyusunan disertasi ini, penulis banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak, olehnya itu penulis menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc, Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc dan Dr. Ir.
Fredinan Yulianda, MSc selaku komisi pembimbing, yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran telah membimbing penulis selama melaksanakan
penelitian dan penulisan disertasi.
2. Prof. Dr. Dietriech G. Bengen, DEA dan Dr. Luky Ardianto. yang telah
memberikan saran dan masukan dalam ujian pra kualifikasi lisan.
3. Dr. Budi Sulistiyo dan Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, MSi selaku tim
penguji luar komisi pembimbing pada ujian tertutup.
4. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS dan Dr. Sutopo Nugroho, APU selaku
tim penguji luar komisi pembimbing pada ujian terbuka.
5. Ayahanda Drs. H Sukarman, Ak (Alm) dan Ibunda Hj Hertha yang telah
membesarkan, mengasuh dan mendidik dengan penuh kasih sayang.
6. Seluruh dosen dan karyawan pada Program Studi SPL khususnya, serta
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) dan Sekolah Pascasarjana
IPB umumnya, yang telah menambah ilmu dan wawasan serta membantu
penulis selama menempuh studi, dengan tulus disampaikan terima kasih.
7. Kepala Balitbang KP dan Kepala Pusat Riset Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Kelautan dan Perikan yang telah memberikan
izin tugas belajar
8. Teman-teman di Pusat Penelitian dan Sumberdaya Laut dan Pesisir,
Balitbang KP KKP yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
9. Coremap II yang telah memberikan bantuan penulisan disertasi dan JAXA
(Japanese Aerospace Exploration Agency) dan LAPAN yang telah
memberikan data citra ALOS AVNIR-2 Pulau Weh.
10. Para staf pada Program Studi SPL, Pak Zainal, Mas Didin dan semua
pihak yang telah berjasa dalam penyeleseian tugas akhir yang berat ini.
11. Seluruh unsur Pemerintah Kota Madya Sabang, yang telah membantu
selama penulis melakukan penelitian, disampaikan terima kasih.
12. Seluruh lembaga pemerintah dan swasta, serta masyarakat luas dan LSM,
di wilayah pesisir Pulau Weh yang telah membantu selama penulis
melakukan penelitian, disampaikan terima kasih.

xxiv

xxv

13. Seluruh teman mahasiswa SPL, penulis ucapkan banyak terima kasih atas
kebersamaan selama menempuh pendidikan.
Semoga seluruh amal perbuatan di atas mendapatkan balasan yang berlipat
ganda dari Allah SWT, Amin.Penulis menyadari bahwa Disertasi penelitian ini
masih banyak kekurangannya, untuk itu penulis memohon masukan dari berbagai
pihak.

Bogor, Februari 2012

Penulis

xxv

xxvi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1965 sebagai
anak ketiga dari pasangan Drs. H. Sukarman, Ak (Alm) dan Hj. Hertha. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SD Tarakanita II (lulus tahun 1977) kemudian
melanjutkan ke pendidikan menengah di SMP Tarakanita I (lulus tahun 1981) dan
SMAN VI Jakarta (lulus tahun 1984).
Pada tahun 1991 penulis memperoleh gelar Insinyur dari Pendidikan
Sarjana Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Universitas Trisakti.
Penulis memperoleh beasiswa dari TISDA BPPT tahun 1998 untuk melanjutkan
pendidikan Magister Geografi di Program Studi Matematika Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia dan menamatkannya pada 2000. Kesempatan untuk
melanjutkan ke program doktor pada program studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2006.
Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan.
Penulis bekerja sebagai peneliti muda pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya dan Pesisir, sejak tahun 2001. Hasil penelitian yang
telah dilakukan antara lain Kondisi ekosistem pesisir Pulau Bintan, Potensi
mineral bawah laut di Perairan Banda, Peningkatan kualitas garam rakyat menjadi
garam industri, dan Karakteristik Pulau-pulau lokasi Pulau Weh.
Beberapa bagian disertasi penulis telah dipublikasikan sebagai karya
ilmiah berjudul “Kondisi Ekosistem Mangrove Pascsa Tsunami di pesisir Teluk
Loh Pria Laot dan Upaya Rehabilitasi” telah diterbitkan dalam Jurnal Segara Vol
7 No 1 2011 dengan akreditasi A oleh LIPI Nomor Akreditasi:
319/AU1/P2MBI/10/2010 (Periode Oktober 2010-Oktober 2013) dan artikel
ilmiah yang lain berjudul “Aplikasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi
Geografis untuk mengetahui pola sebaran genangan tsunami dan tingkat
kerentanan Studi Kasus : Pulau Weh” diterbitkan dalam Jurnal Segara Vol 7 No 2
2011. Kedua karya ilmiah diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang KP KKP. Karya ilmiah tersebut
merupakan bagian dari disertasi penulis.

xxvi

xxvii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………………..

xxiii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….

xxv

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..

xxix

1 PENDAHULUAN…………………………………………………….
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………
1.2 Perumusan Masalah……………………………………………….
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………........
1.4 Ruang Lingkup Penelitian………………………………………...
1.5 Kebaharuan Penelitian (Novelty)…………………………………

1
1
4
5
5
6

2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….
2.1 Definisi Pulua-pulau Kecil dan Evolusi Tektonik………………...
2.2 Aspek Peraturan Perundangan Mitigasi Pesisir dan PPK ………..
2.3 Bencana Alam Pulau-pulau Kecil dan Kerentanan……………….
2.4 Bencana Gempabumi …………………………………………….
2.5 Pengertian Tsunami ………………………………………………
2.5.1 Karakter Tsunami…………………………………………..
2.5.2 Pemodelan Numerik Tsunami……………………………...
2.6 Tingkat Kebencanaan, Integrasi Pengeloaan Pesisir di Daerah
Bencana dan Analisa Bentuklahan untuk Bahaya Tsunami……..
2.7 Mitigasi Tsunami dengan Ekosistem Mangrove………………….
2.7.1 Sifat Mangrove…………………………………………….
2.7.2 Efektivitas Ekosistem Mangrove ………………………….
2.8 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi………………
2.8.1 Penginderaan Jauh………………………………………….
2.8.2 Citra Quickbird…………………………………………….
2.8.3 Citra ALOS AVNIR-2…………………………………….
2.8.4 Sistem Informasi Geografi (SIG)………………………….

11
11
14
16
20
20
22
29

3 METODOLOGI PENELITIAN……………………………………….
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………….
3.2 Metode Penelitian…………………………………………………
3.3 Metode Pengumpulan Data………………………………………..
3.3.1 Jenis Data Biofisik………………………………………….
3.3.2 Metode Pengambilan Contoh Biofisik……………………...
3.4 Metode Analisis Data……………………………………………..
3.4.1 Analisis Biofisik……………………………………………
3.4.2 Analisis Kerusakan Ekosistem……………………………..
3.4.3 Pemodelan Analisis Genangan Tsunami…………………...

47
47
47
47
47
49
52
54
57
60

xxvii

31
37
37
40
42
42
43
44
45

xxii

Halaman
3.4.4 Analisis Tingkat Kerentanan…………..…………………...
3.4.5 PengelolaanPesisir Berbasis Mitigasi….…………………...

64
67

4 KERUSAKAN EKOSISTEM…………………………………………
4.1 Hasil Pengamatan Lapangan Ekosistem Mangrove………………
4.2 Analisis Ekosistem Mangrove di Pantai Lhut 1, Pantai Lhut 2 dan
Pantai TWA Alur Paneh………………………………………….
4.3 Analisis Ekosistem Mangrove di Pantai Lhok Weng 1/Lam
Nibong, Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1 dan Lhok Weng
3/Teupin Layeu 2…………………………………………………
4.4 Rangkuman Kerusakan Ekosistem………………………………..

73
73

5 GENANGAN AKIBAT TSUNAMI…………………………………..
5.1 Tsunami Pulau Weh………………………………………………
5.2 Model Genangan Tsunami Penelitian…………………………….
5.3 Rangkuman Genangan Akibat Tsunami…………………………..

93
93
94
102

6 STRATEGI MITIGASI TSUNAMI…………………………………..
6.1 Kerusakan Ekosistem Mangrove Akibat Tsunami………………..
6.2 Jenis Kerapatan dan Ketabalan Ekosistem Mangrove di Lokasi
Penelitian dan Strategi Mitigasi………………………………….
6.3 Penanaman Mangrove (Replanting) ……………………………...
6.4 Sosialisasi Bencana Tsunami kepada Masyarakat dan
Kelembagaan……………………………………………………..
6.5. Rangkuman Strategi Mitigasi Tsunami…………………………..

107
107

7 SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….
7.1 Simpulan……………………………………………………...
7.2 Saran…………………………………………………………….

125
125
125

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..……..

127

LAMPIRAN……………………………………………………………...

139

74

80
89

109
119
120
123

DAFTAR TABEL
Halaman
1

State of the art dari hasil penelitian terdahulu………………………...

9

2

Perbandingan karakteristik pulau-pulau kecil, pulau besar dan benua..

13

3

Hubungan antara magnitudo gempabumi dengan ketinggian run up
tsunami………………………………………………………………..

25

4

Hubungan magnitudo dan tinggi tsunami di pantai…………………..

26

5

Hubungan antara magnitudo tsunami (m), ketinggian tsunami (meter)
dan skala kerugian…………………………………………………….

29

Nilai kekasaran permukaan untuk masing-masing jenis penutupan
lahan…………………………………………………………………..

30

7

Nilai kekasaran permukaan berdasarkan penggunaan lahan………….

32

8

Keterkaitan antara faktor-faktor lingkungan dengan penyebaran
beberapa jenis mangrove secara alamai……………………………….

39

9

Karakteristik satelit Quickbird………………………………………...

44

10

Karakteristik ALOS AVNIR-2 Multispektral…………………………

45

11

Tingkat pemrosesan produk ALOS AVNIR-2 Multispektral…………

45

12

Jenis data biofisik yang digunakan dalam penelitian………………….

49

13

Nilai kekasaran permukaan untuk pemodelan tsunami………………..

60

14

Kelas kontur dengan bobot 50………………………………………...

66

15

Kelas jarak genangan dengan bobot 30……………………………….

66

16

Kelas bentuklahan dengan bobot 20…………………………………..

66

17

Kelas tingkat kerentanan………………………………………………

67

18

Hasil pengukuran NPJ kategori pohon dari ekosistem Pantai Lhut 2
dan SR…………………………………………………………………

77

Hasil pengukuran NPJ kategori pohon dari ekosistem Pantai TWA
Alur Paneh dan SR……………………………………………………

80

6

19

xxiii

xxiv

Halaman
20

Penamaan jenis tekstur tanah di Pantai Lhut 2 dan TWA Alur Pane…

81

21

Hasil pengukuran NPJ kategori pohon dari ekosistem Pantai Lhok
weng 1/Lam Nibong dan SR…………………………………………..

83

Perhitungan NPJ dari ekosistem Pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1
kategori pohon dan SR………………………………………………..

86

Hasil pengukuan Nilai Penting Jenis (NPJ) ekosistem mangrove
Pantai Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2 kategori pohon dan SR………..

88

Penamaan jenis tekstur tanah di Lam Nibong/Lhok Weng 1, Teupin
Layeu1/Lhok Weng 2 dan Teupin Layeu 2/Lhok Weng 3…………

89

25

Luas genangan pada penggunaan lahan……………………………….

101

26

Luas genangan dari masing-masing kelas tingkat kerentanan………...

101

27

Kelas tingkat reduksi mangrove……………………………………….

110

28

Kelas Reduksi Genangan I…………………………………………….

111

29

Kelas tingkat reduksi peningkatan kerapatan mangrove………………

112

30

Kelas Reduksi Genangan II……………………………………………

112

22

23

24

xxiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Dinamika umum tektonik Indonesia diperlihatkan oleh respon Kep.
Indonesia terhadap pergerakan relatif tiga lempeng bumi dari data
GPS……………………………………………………………………

2

2

Kerangka pemikiran penataan ruang berbasis mitigasi bencana…..….

8

3

Sistem kerentanan pulau-pulau kecil …………………………….….

18

4

Pembagian wilayah gempa di Indonesia ………………………….…..

19

5

Penampang gempabumi terjadi tumbukan antar lempeng
Samudera/Oseanik menujam di bawah lempeng Benua……………..

21

6

Proses terjadinya tsunami akibat gempa……………………….…….

21

7

Perbedaan gelombang akibat angin dan gelombang tsunami……...….

23

8

Karakter tsunami di lautan lepas saat mendekati pantai………..……

24

9

Ilustrasi ketinggian tsunami…………………………………………

25

10

Hubungan antara kekuatan gempa dan kedalaman episentrum dengan
terbentuknya tsunami………………………………………………..

27

11

Hubungan antara kekuatan gempa dengan besaran tsunami………..

28

12

Model integrasi pengeloaan wilayah pesisir akibat tsunam………....

35

13

Bentuk-bentuk akar vegetasi mangrove……………………….…….

38

14

Pembagian wilayah umum vegetasi mangrove………………………..

40

15

Fungsi vegetasi pantai untuk meredam terjangan gelombang tsunami

42

16

Peta administrasi Pulau Weh…………………………………………

48

17

Peta lokasi pengambilan contoh……………………………………..

50

18

Desain unit contoh pengamatan vegetasi di lapangan dengan metode
jalur……………………………………………………………………

52

Tahapan penelitian pengelolaan pesisir ICZM berbasis mitigasi……..

53

19

xxv

xxvi

Halaman
20

Skema proses analisis kerusakan ekosistem…………………………

61

21

Skema proses pemodelan genangan…………………………………...

62

22

Skema analisis tingkat kerentanan…………………………………….

65

23

Skema pengelolaan pesisir berbasis mitigasi……………………..…

69

24

Komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove kategori semai di
Pantai Lhut 1………………………………………………………….

74

25

Kondisi ekosistem mangrove akibat tsunami di Pantai Lhut 1………

75

26

Komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove kategori semai,
anakan dan pohon di Pantai Lhut 2…………………………………...

76

27

Ekosistem mangrove lokasi Pantai Lhut 2…………………………….

77

28

Komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove kategori semai,
anakan dan pohon di Pantai TWA Alur Paneh………………………..

78

29

Kondisi ekosistem mangrove di Pantai TWA Alur Paneh………….

79

30

Komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove kategori semai,
anakan dan pohon di Pantai Lhok Weng 1/Lam Nibong…………..

82

Kondisi mangrove pasca tsunami di Pantai Lhok Weng 1/Lam
Nibong…………………………………………………………………

83

Komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove kategori semai,
anakan dan pohon di Pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1…………..

85

Kondisi mangrove pasca tsunami di Pantai Lhok Weng 2/Teupin
Layeu 1………………………………………………………………...

85

34

Kondisi mangrove di Pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1………….

85

35

Komposisi Jenis Ekosistem Mangrove Kategori Pohon Pantai Lhok
Weng 3/Teupin Layeu 2………………………………………….….

87

Kategori semai species Rhizopora apiculata lokasi Pantai Lhok
Weng 3/Teupin Layeu…………………………………………………

87

Kondisi habitat mangrove kategori pohon lokasi Lhok Weng
3/Teupin Layeu 2……………………………………………………...

88

31

32

33

36

37

xxvi

xxvii

Halaman
38

Rumah terkena gempabumi dan tsunami lokasi Pantai Lhut………….

94

39

Pondok penginapan/bungalow rusak terkena tsunami Lokasi Lhok
Weng 2………………………………………………………………...

94

40

Tambak rakyat di Teluk Boih terbengkalai akibat tsunami…………...

94

41

Peta Kontur…………………………………………………………...

96

42

Peta Tiga Dimensi Kemiringan Lereng……………………………….

97

43

Peta Penggunaan Lahan dari Citra ALOS AVNIR-2………………….

98

44

Peta Koefisien Kekasaran Permukaan……………………………….

99

45

Peta Genangan Gelombang Datang 30 M …………………………….

100

46

Peta Jarak Genangan Gelombang Datang 30 M………………………

103

47

Peta Bentuklahan……………………………………………………..

104

48

Peta Tingkat Kerentanan……………………………………………..

105

49

Peta Ekosistem Mangrove……………………………………………..

108

50

Peta Reduksi Tsunami I……………………………………………….

113

51

Peta Reduksi Genangan I…………………………………………….

114

52

Peta Reduksi Tsunami II…………………………………………….

116

53

Peta Reduksi Genangan II……………………………………………..

117

54

Peta Strategi Mitigasi………………………………………………….

118

55

Peta RTRW Sabang…………………………………………………..

121

56

Alat “Ocean Bottom Unit” dan “Tsunami Buoy”………………….….

122

xxvii

xxviii

xxviii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Diagram segitiga milar penentuan jenis tekstur tanah……..………..

141

2

Pengamatan karakteristik pantai………………………….…………

142

3

Proses pengoperasian ARCGIS 9.3…………………………………..

143

4

Proses pengoperasian ER Mapper 6.4…………………………………

152

5

Skema model builder untuk genangan/inundasi…………………….

158

6

Hasil pengukuran kerapatan jenis di ekosistem mangrove Pantai Lhut
dan Taman Wisata Alur Paneh…………………………………….

159

Hasil pengukuran kerapatan jenis di ekosistem mangrove Lhok Weng
1/Lam Nibong, Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1 dan Lhok Weng
3/Teupin Layeu 2…………………………………………………….

160

8

Replanting Pantai Lhut 2…………………………………………….

161

9

Replanting Pantai TWA Alur Paneh………………………….….….

162

10

Replanting Teluk Boih……………………………………………….

163

11

Replanting Pantai Lhok Weng 1/Lam Nibong……………………….

164

12

Replanting Pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1……………………

165

13

Replanting Lhok Weng 2 B/Teupin Layeu 1 b………….…………..

166

14

Replanting Pantai Lhok Weng 3…………………………………….

167

7

xix

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau Weh yang berada di barat laut Aceh merupakan pulau kecil yang
rentan akan bencana seperti gempabumi yang dapat diikuti dengan tsunami,
karena pulau ini berada pada zona gempabumi. Di sisi lain Pulau Weh memiliki
potensi sumberdaya alam hayati seperti terdapatnya Taman Nasional Alam Laut
dan sumberdaya nonhayati seperti panas bumi di Jaboi, Pulau Weh juga berada
dijalur pelayaran internasional, dengan demikian perlu memperhatikan bahaya
geologi yang bekerja di daerah tersebut. Bentuk bahaya geologi yang terjadi
adalah gempabumi yang dapat menimbulkan tsunami. Hal ini disebabkan karena
secara geologi Indonesia terletak pada jalur tumbukan antar 3 lempeng yaitu
Lempeng Eurasia di utara-barat, Lempeng Pasifik di timur dan Lempeng IndoAustralia di selatan (Gambar 1), kedua lempeng bergerak relatif ke barat dan ke
utara terhadap Eurasia. Lempeng Indo-Australia bergerak miring terhadap
lempeng Sumatera (yang merupakan bagian dari lempeng Eurasia), dengan
kecepatan 50-60 cm per tahun dan kemiringan dari zona penujaman sekitar 12o ,
terjadi penurunan permukaan dasar laut di tempat pertemuan lempeng tersebut
sehingga menimbulkan gelombang laut/tsunami yang merambat dan menerjang
pantai. (Lay et al. 2005; Natawidjaya 2003; Prawirodirjo 2000).
Bencana gempabumi yang terjadi 26 Desember 2004 sumber gempabumi
berada sekitar 250 km barat daya Banda Aceh dengan kedalaman pusat gempa
sekitar 45 km (Borreo 2006), dengan kekuatan gempa 9,1-9,3 MW atau 9,3 SR
yang terjadi di dasar samudera menyebabkan terjadinya tsunami (Lay et al. 2005;
USGS 2004). Akibat dari bencana tersebut menewaskan 300.000 orang penduduk
baik yang tinggal di wilayah Aceh dan laut Andaman dikenal sebagai “Bencana
yang terdasyat di Dunia tahun 2004” (Meltzner et al. 2005; Subarya et al. 2006).
Kejadian bencana selalu menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun
materi, karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan masyarakat dalam
menghadapi ancaman bahaya. Bencana gempa bumi yang terjadi disertai dengan
tsunami mengakibatkan beberapa wilayah pesisir rusak seperti Pulau Weh, Banda
Aceh, Meulaboh, Simeulue dan Pulau Nias.

`

2

U

Keterangan
Kecepatan gerak dari lempeng
Kecepatan gerak dari lokasi tempat pengukuran monumen GPS
antara tahun 1989 dan 2002

Gambar 1. Dinamika umum tektonik Indonesia diperlihatkan oleh respon
Kep. Indonesia terhadap pergerakan relatif tiga lempeng bumi dari
data GPS (Bock 2003)
Sebagaimana diketahui wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara
daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu wilayah yang unik
secara geologis, ekologis, dan merupakan domain biologis yang sangat penting
bagi banyak kehidupan di daratan dan di perairan termasuk manusia (Beatley et
al. 1994). Namun wilayah pesisir rentan akan bencana alam, sehingga diperlukan
penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana untuk mengeliminasi kerusakan
jiwa dan materi.
Salah satu wilayah pesisir yang memiliki sumberdaya hayati dan rentan
akan bencana gempa bumi dan tsunami adalah Pulau Weh. Pulau Weh memiliki
keanekaragaman terumbu karang, ikan hias dan panorama pesisir pantai menjadi
daerah objek tujuan wisata bahari. Lokasi yang memiliki keaneka ragaman hayati
berada di Pulau Rubiah sehingga berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian
No. 928/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 perairan Pulau Rubiah
dengan luas 26 km2 ditetapkan menjadi Taman Laut sedangkan di Pulau Weh

3

khususnya di sekitar Km Nol yang berada di ujung Barat Laut Pulau Weh
ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam seluas 13 km2.
Daya tarik wisata bawah laut seperti berbagai jenis terumbu karang, menjadi
rusak akibat bencana gempa bumi dan tsunami. Kerusakan yang umum terjadi
adalah terangkatnya terumbu karang, terumbu karang patah dan pecah karena
gelombang. Kerusakan tidak hanya di ekosistem pantai, mangrove dan terumbu
karang tetapi juga diikuti dengan kerusakan infrastruktur.

Kerusakan

infrastruktur terjadi di kawasan wisata bahari sekitar pantai Iboih dan Pulau
Rubiah. Bentuk kerusakan umumnya berupa rusaknya dermaga, bungalow,
pertokoan dan kedai makan. Berdasarkan saksi mata gelombang tsunami
menerjang pesisir pantai terjadi sebanyak tiga kali, dengan variasi tinggi
gelombang datang (run up) antara 2 m sampai 5 m dan daerah genangan/inundasi
sejauh 30 m hingga 50 m dari garis pantai dan kedalaman inundasi antara 50 cm
hingga 1 m.
Kerusakan ekosistem sumberdaya alam seperti contohnya terumbu karang,
tampak beberapa koloni terumbu karang ditemukan ada yang patah, terbalik dan
mati tertutup sedimen. Komunitas karang yang paling banyak mengalami
kerusakan adalah karang keras. Umumnya kerusakan terumbu karang terjadi pada
lapisan yang tidak padat, mudah lepas dan berada di lereng. Dapat pula terjadi di
perairan yang dangkal berada di cekungan antara dua pulau, terumbu karang rusak
lebih besar dibandingkan yang berada di perairan lepas contoh di sekitar Pantai
Iboih (Baird et al. 2005). Morfologi cekungan dasar laut yang terletak diantara
dua pulau, menyebabkan energi yang dihempaskan semakin tinggi ketika
mencapai teluk dan lekukan pantai, berkumpulnya energi gelombang yang berasal
dari laut lepas ketika gelombang masuk celah yang sempit (Diposaptono dan
Budiman 2008).
Selanjutnya kerusakan ekosistem mangrove akibat gelombang tsunami
terjadi di sekitar pantai Lam Nibong, pantai Lhut dan Teupin Layee. Kondisi
mangrove tampak ada yang tumbang, patah, tercabut dari akarnya dan hanyut.
Jenis mangrove yang terdapat di lokasi tersebut antara lain Rhizophora apiculata,
Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Xylocarpus granatum, Bruguiera
sexangula dan Bruguiera gymnorrhiza. Pasca tsunami

masyarakat di sekitar

4

Pantai Iboih menanam mangrove spesies Rhizophora mucronata, Rhizophora
stylosa dan Rhizophora apiculata, sesuai dengan keberadaan habitat mangrove
sebelumnya. Penanaman mangrove merupakan bantuan dari Japan Red Cross
bekerja sama dengan PMI. Tujuan utama dari penanaman mangrove adalah untuk
perlindungan pantai dari tsunami.
Dengan memperhatikan kondisi kerusakan akibat gempabumi dan tsunami
maka penataan wilayah pesisir perlu berbasis mitigasi bencana sesuai dengan
pasal 56 Bab X dalam UU No. 27 tahun 2007 yang berisi: Dalam menyusun
rencana pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
terpadu, Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah wajib memasukkan dan
melaksanakan bagian yang memuat mitigasi bencana di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan jenis, tingkat dan wilayahnya. Oleh karena itu
penelitian ini membahas Strategi Mitigasi Pemanfaatan Ruang Pesisir Pantai
Timur Pulau Weh Berbasis Ekosistem Mangrove.
1.2 Perumusan Masalah
Pulau Weh dengan luas 153 km2 dikategorikan sebagai pulau kecil dengan
tipologi pulau komposit, merupakan pulau yang rentan akan bencana gempabumi
dan tsunami karena berada di daerah zona gempa. Namun Pulau Weh memiliki
sumberdaya alam terumbu karang, ikan hias yang beraneka ragam dan vegetasi
mangrove sehingga menjadi salah satu daerah objek wisata alam baik wisatawan
domestik maupun mancanegara.
Terjadi kerusakan ekosistem sumberdaya alam dan infrastuktur akibat
bencana gempabumi yang diikuti dengan tsunami. Tsunami dengan tinggi
gelombang datang (run up) 3m-5m yang menerjang pesisir timur Pulau Weh
menimbulkan genangan/inundasi. Penyebaran genangan di wilayah tersebut
menggenangai semua jenis tutupan lahan. Luas sebaran genangan diperoleh
dengan pendekatan model builder salah satu aplikasi dari ARCGIS 9.3 ESRI.
Upaya mitigasi yang dilakukan untuk mereduksi genangan
peningkatan kerapatan ekosistem mangrove.

berbasis pada

5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan

utama

penelitian

ini

adalah

untuk

mendapatkan

sebaran

genangan/inundasi akibat tsunami dan upaya strategi mitigasi dalam mereduksi
genangan. Reduksi genangan dilakukan dengan cara mengoptimalkan kerapatan
dan ketebalan ekosistem mangrove. Tujuan utama tersebut dapat dicapai melalui
tujuan antara, yaitu:

1. Memetakan tutupan lahan, mengidentifikasikan kerusakan pemanfaatan
lahan dan memetakan ekosistem mangrove akibat genangan tsunami di
TWA Alur Paneh, Pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1, Lhok Weng
3/Teupin Layeu 2, Pantai Lhut dan Pantai Lhok Weng 1/Lam Nibong,
kemudian menspasialkan ekosistem tersebut,

2. Membuat model sebaran genangan tsunami berdasarkan tinggi
gelombang datang (run up) dan tingkat kerentanan akan bahaya tsunami,

3. Menyusun strategi mitigasi untuk mereduksi bahaya tsunami dengan
mengoptimalkan daya dukung lokal diantaranya meningkatkan kerapatan
ekosistem mangrove dan memperluas areal ekosistem mangrove.
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Melengkapi data dan informasi tentang pemanfaatan yang sesuai dengan
kondisi fisik geografi Pulau Weh,
2. Tersedianya analisis spasial mitigasi bencana yang dapat digunakan
dalam penataan ruang di daerah rawan bencana.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
1) Pengamatan deskriptif terdiri dari:
a. Ekosistem mangrove meliputi tegakan dan kerapatan,
b. Pengambilan sampel tanah di ekosistem mangrove untuk mengetahui
penyebaran komposisi tanah yang berkorelasi terhadap habitat mangrove,
c. Geologi meliputi struktur geologi dan jenis batuan penyusun pantai,
d. Geomorfologi pantai meliputi kemiringan pantai atau kelerengan pantai,
jenis pantai/tipologi pantai. Hasil pengamatan dilakukan untuk analisis
wilayah pesisir yang rentan terhadap bencana tsunami.
2) Analisis komposisi tanah untuk mengetahui substrat dasar di ekosistem
mangrove,

6

3) Pengolahan data mangrove untuk mendapatkan komposisi jenis mangrove dan
kerapatan vegetasi mangrove,
4) Pengolahan peta berbasis spasial dengan menggunakan PJ dan SIG untuk
mengetahui sebaran kerusakan ekosistem dan daerah-daerah rawan bencana di
wilayah pesisir. Hasil olahan analisis spasial akan menghasilkan zonasi
pemanfaatan berbasis ekosistem mangrove dan mitigasi,
5) Membuat peta spasial wilayah yang rentan terhadap bencana dan membuat
zonasi daerah mitigasi dengan memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai
pelindung terhadap tsunami,
6) Penerapan skenario optimum dalam pengelolaan sumberdaya pesisir pulaupulau kecil yang rawan bencana.
Adapun kerangka pemikiran Strategi Mitigasi Pemanfaatan Ruang Pesisir Pantai
Timur Pulau Weh Berbasis Ekosistem Mangrove tertera pada Gambar 2.
1.5 Kebaharuan Penelitian (Novelty)
Pulau Weh merupakan pulau kecil yang memiliki luas 153 km2, berada
pada jalur gempa sehingga Pulau Weh rentan terhadap bahaya gempabumi yang
dapat diikuti dengan tsunami.
Dengan memperhatikan karakteristik Pulau Weh maka penelitian ini
melakukan upaya mitigasi tsunami berbasis pada tipologi pantai, vegetasi
mangrove dan vegetasi pantai. Strategi mitigasi di pulau kecil mengkombinasikan
ke tiga unsur di atas, karena keberadaan vegetasi mangrove di pulau kecil yang
memiliki ketebalan dan kerapatan relatif lebih rendah dibandingkan dengan
pulau besar.
Ekosistem mangrove di lokasi penelitian berada pada tipologi pantai
berbatu, berpasir dan berlumpur yang mempunyai kemampuan berbeda satu sama
lain dalam mereduksi tsunami.
Berdasarkan hal tersebut ekosistem mangrove merupakan faktor yang
berperan dalam mereduksi tsunami sesuai dengan kapasitasnya. Oleh karena itu
penelitian ini menitik beratkan tentang kajian strategi mitigasi tsunami berbasis
ekosistem mangrove dalam aplikasi pemanfaatan ruang.

7

Penelitian yang telah dilakukan di Pulau Weh meliputi berbagai aspek
seperti penataan ruang dengan pendekatan grid, penataan ruang di wilayah
perbatasan, terumbu karang sebelum dan sesudah bencana tsunami, penataan
ruang pada wilayah perbatasan dan penentuan kawasan wisata dengan pendekatan
cell based modelling. Adapaun ikhtisar peneliti terdahulu tertera pada Tabel 1.

8

Gambar 2. Kerangka pemikiran pemanfaatan ruang berbasis mitigasi bencana

Tabel 1. State of the art dari hasil peneliti terdahulu
No

Peneliti

Topik

Kelebihan

Kekurangan

1

Edyanto (1998)

Pengelolaan lahan di pulau kecil .

Bersifat kualitatif, subyektif dan
ukuran grid kurang rinci

2

Tim P3K DKP
(2004)

Perencanaan tata ruang pulau kecil di
wilayah perbatasan

3
4

Campbell et al.
(2006)
Husnayen (2008)

Ekologi terumbu karang pasca tsunami dan
rehabilitasi
Penentuan kawasan wisata bahari di Pulau
Weh dan tingkat kerentanan

Memperhatikan faktor fisik, proses
pengelolaan lahan dibagidalam grid
ukuran 1x1 km
Analisis menggunakan 4 faktor:
Natural Resourches, Prosperity
Approach, Environmnet Approach dan
Security Approach
Pengamatan sebelum dan sesudah
pasca tsunami.
Aplikasi model penentuan pariwisata
menggunakan cell based modelling.

5

Purbani (2011)

Pemanfaatan pesisir timur Pulau Weh yang
rentan akan bahaya tsunami dan mitigasi
dengan ekosistem mangrove

Model genangan akibat tsunami di
modelkan dengan model builder,
Mitigasi tsunami dengan ekosistem
mangrove

Tidak membahas tata batas
kewenangan daerah baik antar
kabupaten/kota di dalam satu provinsi
dan tata batas antar provinsi.
Perlu pengamatan berkala agar dapat
diketahui kondisi terumbu karang.
Parameter kesesuaian zona pariwisata
tidak mempertimbangkan faktor
musim. Kerentanan mengacu pada
SOPAC yang tidak sesuai dengan
kondisi Indonesia,
Formula yang digunakan
menggunakan dengan tinggi
gelombang datang (run up) 3M.
Sedangkan penelitian menggunakan
tinggi gelombang datang (run up) 30
M, perlu dievaluasi kembali.

9

9

10

10

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pulau-pulau Kecil dan Batasan
Pulau berdasarkan UNCLOS 1982, Bab VIII Pasal 121 ayat 1: ”Pulau
adalah massa daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi oleh air dan selalu
mucul di atas permukaan air pasang tinggi” (Bengen dan Retraubun 2006). Pulau
memiliki batasan pulau yang memiliki dimensi berubah-ubah dari waktu ke waktu
(Ongkosongo 1998). Pulau kecil mula-mula dibatasi sebagai pulau yang luasnya
kurang dari 10.000 km2, kemudian turun menjadi kurang dari 5.000 km2,
kemudian berubah lagi menjadi kurang dari 2.000 km2 dan bahkan kurang dari
100 km2, kemudian ada pula yang membatasi berdasarkan lebarnya saja yaitu
kurang dari 3 km (Husni 1998; Brookfield 1990; Nakajima dan Machida 1990;
Sugandhy 1999; Dahuri 1998; Tresnadi 1998; Hehanusa et al. 1998).
Batasan pulau kecil yang ditetapkan DKP (2001) pulau kecil dengan ukuran
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 beserta ekosistemnya dan dengan jumlah
penduduk kurang dari atau sama dengan 20.000 orang (UNESCO 1991, UU No.
27 Tahun 2007 pasal 1 ayat 3).
PPK dapat terbagi atas 3 kelompok (Bengen 2008) berdasarkan asal-usul
geologi dan evolusi tektonik:
1.

Pulau-pulau Sistem Busur. Secara geomorfologi memiliki karakteristik:
terletak pada zona subduksi membentuk rantai busur pulau-pulau vulkanik
yang berasosiasi dengan cekungan laut dalam hingga 6.000 m, aktivitas
vulkanik yang baru terjadi lebih menonjol, fokus gempa lebih dalam dari 70
km, laut dangkal pada sisi daratan dari busur, aliran panas tinggi pada sisi
daratan dari busur dan sangat jelas terlihat pada lingkar Pasifik: mulai dari
sisi utara Selandia Baru, terus ke Melanesia hingga Indonesia, Filipina,
Jepang, Kep. Kuril, dan sisi timur melalui kepulauan Aleutian. Pulau-pulau
ini memiliki 75 % dari gunung api aktif maupun yang baru mati berada di
lingkar Pasifik seperti di Samudera Hindia, yang terjadi di Jawa dan
Sumatera.

2.

Pulau-pulau Oseanik. Proses pembentukannya terbentuk dari pengangkatan
material ke atas permukaan laut dari zona sempit gunung api bawah laut,
proses vulkanik umumnya terkonsentrasi pada sumbu dari lembah

12

perbukitan simetris yang membentuk pulau. Klasifikasi pulau-pulau
Oseanik terbagi atas 4 kategori:
a) Pulau vulkanik formasi baru: biasanya berukuran kecil, berpantai
curam dengan rataan yang sempit. Komunitas biologis memiliki
jumlah jenis dan kelimpahan yang terbatas,
b) Pulau vulkanik formasi tua: terbentuk dari beberapa kali erupsi yang
sebagian besar berumur tersier. Tanahnya subur, dan pesisirnya
terbentuk formasi karang, khususnya karang tepi (fringing reef),
c) Pulau vulkanik dengan laguna dan karang penghalang: terjadi karena
penenggelaman dan pertumbuhan formasi karang, sehingga pulau
dikelilingi oleh terumbu berlaguna. Pada sisi yang terkena
gelombang (windward) pertumbuhan karang yang cepat membentuk
terumbu yang lebih tebal, sedangkan pada sisi terlindung tidak
terkena gelombang (leeward) terumbu karang lebih tipis. Tanahnya
subur, dan sumberdaya lautnya kaya dan,
d) Pulau Atol: proses penenggelaman dan naiknya terumbu yang
menutupi laguna. Tanahnya kapur dan tidak subur. Sumberdaya air
di pulau atol terbatas.
3.

Pulau-pulau berasosiasi dengan dinamika Paparan Benua. Pembentukan
pulau-pulau yang berasosiasi dengan Dinamika Paparan Benua adalah: i).
terbentuk dari hasil aktivitas tektonik yang menonjol pada daerah paparan
benua, ii). pulau yang terbentuk umumnya lebih besar dan bergunung dari
pada sistem busur maupun pulau oseanik. Contohnya: Kepulauan Fiji,
Solomon

dan

Seychelles

di

Pasifik

dan

iii).

aktivitas

tektonik

direpresentasikan oleh seringnya gempa yang berdampak besar namun
memiliki sumb