Analisis Pemanfaatan Pengetahuan Ekologi Lokal Dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (Kkpd) Pesisir Timur Pulau Weh (Ptpw) Sabang

ANALISIS PEMANFAATAN PENGETAHUAN EKOLOGI
LOKAL DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU
KARANG DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH
(KKPD) PESISIR TIMUR PULAU WEH (PTPW) SABANG

JHON SEPTIN M. SIREGAR

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pemanfaatan
Pengetahuan Ekologi Lokal dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Pesisir Timur Pulau Weh (PTPW)
Sabang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Jhon Septin M. Siregar
NIM C252130151

RINGKASAN
JHON SEPTIN M. SIREGAR. Analisis Pemanfaatan Pengetahuan Ekologi Lokal
dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Perairan
Daerah (KKPD) Pesisir Timur Pulau Weh (PTPW) Sabang. Dibimbing oleh
LUKY ADRIANTO dan HAWIS MADDUPPA.
Potensi perikanan yang tinggi di perairan PTPW Sabang dimanfaatkan
nelayan pesisir Timur Pulau Weh sebagai sumber pendapatan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Interaksi yang terjadi antara masyarakat dan terumbu karang
adalah penentu kondisi terumbu karang. Pengetahuan ekologi lokal (PEL)
merupakan pengetahuan yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang dapat

digunakan dalam menilai kondisi lingkungan dan menggambarkan interaksi yang
terjadi dalam suatu ekosistem. Usher (2000) mengkategorikan pengetahuan
ekologi lokal menjadi pengetahuan tentang lingkungan, pengetahuan tentang
pemanfaatan lingkungan, nilai tentang lingkungan hidup, dan sistem pengetahuan.
Tujuan dari penelitian ini adalah yaitu untuk mengidentifikasi evolusi
pemanfaatan dan upaya pengelolaan yang dilakukan masyarakat berdasarkan
pengetahuan ekologi lokal di ekosistem terumbu karang KKPD PTPW Sabang,
mengetahui kondisi ekologi ekosistem terumbu karang berdasarkan PEL
masyarakat di KKPD PTPW Sabang dan untuk mengevaluasi dan merumuskan
kembali strategi pengelolaan KKPD PTPW Sabang berdasarkan pemanfaatan
pengetahuan ekologi lokal dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang di
Sabang. Penelitian dilaksanakan di Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur
Pulau Weh Sabang dari bulan April sampai dengan Mei 2015 dengan
pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi ekologi ekosistem
terumbu karang. Analisis data terdiri dari analisis deskriptif, analisis ekologi,
analisis spasial dan analisis komponen utama.
Hukum adat yang berkembang di masyarakat Pesisir Timur Pulau Weh
bersumber dari adat istiadat dan nilai keagamaan yang bertujuan untuk membatasi
pola perilaku masyarakat dalam melakukan pemanfaatan sumberdaya laut dan
merupakan hukum yang tidak tertulis. Berdasarkan PEL, wilayah PTPW Sabang

dengan kondisi terumbu karang kategori buruk berada di peraian utara Kelurahan
Kota Atas, kategori sedang terdapat di sepanjang perairan kelurahan Ie Meule dan
Ujung Kareng serta wilayah Anoi Itam kecuali Benteng. Hasil pengamatan pada
13 stasiun pengamatan diketahui bahwa wilayah perairan disekitar Sumur Tiga,
Ujung Kareung serta Benteng memiliki kondisi yang baik yaitu penutupan
berkisar dari 51-65%. Sedangkan wilayah perairan sekitar Ujung Seuke, Anoi
Itam serta Reuteuk memiliki kategori sedang yaitu persen penutupan berkisar dari
44-49%. Persepsi responden terhadap kondisi terumbu karang selama 10 tahun
terakhir diperoleh sebanyak 55% responden di Ie Meule dan 74,29% responden di
Anoi Itam menyatakan terjadi peningkatan terhadap penutupan terumbu karang.
Kata Kunci: pengetahuan ekologi lokal, Pesisir Timur Pulau Weh, terumbu karang

SUMMARY
JHON SEPTIN M. SIREGAR. Used Analysis Of Local Ecology Knowledge in
Coral Reef Ecosystem Management in KKPD East Coast Of Weh Island Sabang.
Supervised by LUKY ADRIANTO and HAWIS MADDUPPA
The high fishing potential in PTPW Sabang sea is used by fishermen from
the east coast of Weh Island as their main source of income to meet their daily
needs. Interaction between the community and the coral reefs determines the
condition of the coral reefs. Local ecological knowledge (LEK) refers to the

knowledge of people in a local community that can be used in assessing
environmental conditions as well as reflecting the interaction that occur in an
ecosystem. Usher (2000) categorized local ecological knowledge into
environmental knowledge, knowledge of the environment usage, the value of
environment and system knowledge.
The purpose of this study is to identify the evolution of the use and the
efforts made by the people in the community based on their ecology knowledge of
the coral reefs ecosystem in KKPD PTPW Sabang, to know the ecology of the
coral reef ecosystem based on the LEK’s community in KKPD PTPW Sabang,
and to evaluate and formulate management strategies of KKPD PTPW Sabang
based on local ecological knowledge in management of coral reef ecosystems in
Sabang. This research conducted in Marine Protected Area, East Coast of Weh
Island, Sabang from April to May 2015. Data analysis consists of descriptive
analysis, ecological analysis, spatial analysis and principal component analysis.
The local law within the community in the east coast of Weh Island from
custom to religious value is aimed to limit the behavior pattern of the community
in using marine resource and is an unwritten law. Based on LEK, it is known that
in the PTPW Sabang region coral reefs which falls under deteriorated class is
found in the northern sea of Kelurahan Kota Atas, while those which falls under
good condition class are found in Ie Meule and Ujung Kareng as well as in Anoi

Itam except Benteng. Result from the observations done in 13 stations found that
sea region near Sumur Tiga, Ujung Kareung and Benteng have coral reefs are in
good conditions with a coverage range of 51-65 %. While the sea in Ujung Seuke,
Anoi Itam and Reuteuk have coral reefs that falls under good category with a
percentage of coverage ranging from 44- 49%. Respondents’ perceptions of the
coral reef condition during the last 10 years which include 55% respondents in Ie
Meule and 74.29% of respondend in Anoi Itam stated that there is an increment of
coral reefs coverage.
Keywords: local ecology knowledge, East Coast Weh Island, coral reef

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


ANALISIS PEMANFAATAN PENGETAHUAN EKOLOGI
LOKAL DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU
KARANG DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH
(KKPD) PESISIR TIMUR PULAU WEH (PTPW) SABANG

JHON SEPTIN M. SIREGAR
C252130151

Tesis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Achmad Zamroni S.Pi, M.Sc., Ph.D


Judul Tesis

Nama
NRP

: Analisis

Pemanfaatan Pengetahuan Ekologi Lokal dalam
Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di Kawasan Konservasi
Perairan Daerah (KKPD) Pesisir Timur Pulau Weh (PTPW)
Sabang
: Jhon Septin M. Siregar
: C252130321

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Luky Adrianto, MSc
Ketua


Dr Hawis Madduppa, SPi, MSi
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi.

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 14 Juli 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Syaloom dan Salam Sejahtera
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

limpahan berkat, kasih dan anugerah-Nya yang selalu ada dan setia dalam
sepanjang kehidupan ini, sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan.
Penyusunan tesis ini adalah bagian dari tugas akhir yang ditempuh penulis dalam
menyelesaikan pendidikan program pascasarjana di Program Studi Magister Sains
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
Penelitian yang berjudul Analisis Pemanfaatan Pengetahuan Ekologi
Lokal dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di Kawasan Konservasi
Perairan Daerah (KKPD) Pesisir Timur Pulau Weh (PTPW) Sabang. Proses
penyusunan thesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari pihak-pihak
yang terkait sehingga thesis ini dapat diselesaikan, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua (Jenner Siregar dan Polmida Br. Manurung) dan Adik saya
Yogi Jentrapolta Siregar, Octavinna Yeni Siregar dan Irwanto Siregar atas
dukungan doa, materiil dan motivasi sehingga saya melanjutkan kuliah dan
pengerjaan thesis dapat terselesaikan.
2. Kementerian Pendidikan Republik Indonesia atas pemberian beasiswa
BPPDN-DIKTI calon dosen 2013 sehingga penulis dapat melanjutkan
Perkuliahan pada program Magister di Sekolah Pascasarjana IPB.
3. Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc dan Dr. Hawis Madduppa, S.Pi, M.Sc.
selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan

dalam penyusunan tesis ini.
4. Bapak Achmad Zamroni S.Pi, M.Sc., Ph.D dan Ibu Dr. Majarina Krisanti
S.Pi, M.Sc selaku penguji dalam pelaksanaan ujian akhir program Magister
yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan penyusunan thesis ini.
5. Asni yang selalu menemani dan memberikan bantuan moril dalam
penyusunan thesis ini.
6. Nurul Najmi yang telah banyak membantu dan menemani penulis dalam
pengambilan data penelitian di KKPD PTPW Sabang.
7. Serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
memberikan bantuan dalam proses pembuatan thesis ini.
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini memberikan kontribusi
ilmiah terhadap pengelolaan ekosistem terumbu karang di Kawasan Konservasi
Perairan Daerah Pesisir Timur Pulau Weh Sabang.
Bogor,

Agustus 2016

Jhon Septin M. Siregar

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan masalah
Tujuan dan Manfaaat Penelitian
Kerangka Pendekatan Studi

1
1
2
3
3

2 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Alat dan Bahan Penelitian
Metode Pengambilan Data
Analisa Data

5
5
5
7
7
9

3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Profil Responden
13
Evolusi Pemanfaatan dan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di PTPW
sabang
15
Aturan dalam Pemanfaatan Perikanan
21
Kondisi Pemanfaatan Ekosistem Terumbu Karang
24
Pemanfaatan Perikanan Tangkap di Wilayah Ekosistem Terumbu Karang 28
Pemanfaatan Pariwisata di Wilayah Ekosistem Terumbu Karang
31
Kondisi Ekositem Terumbu Karang
32
Kondisi Sumberdaya Ikan Karang
40
Karateristik Pengetahuan Ekologi Lokal dalam Pengelolaan Ekosistem
Terumbu Karang
45
Persepsi Ekologi dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang
45
Persepsi Ekonomi dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang
46
Persepsi Sosial dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang
47
Evaluasi dan Rekomendasi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di
PTPW Sabang
49
5 SIMPULAN DAN SARAN

51

DAFTAR PUSTAKA

52

LAMPIRAN

57

RIWAYAT HIDUP

72

DAFTAR TABEL
1 Matriks jenis data dan analisis data
6
2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
7
3 Kategori penentuan kondisi terumbu karang berdasarkan penutupan karang
hidupnya
10
4 Pembagian luas daerah Pesisir Timur Pulau Weh
12
5 Jumlah kapal bermotor dan kapal tanpa motor di Lhok Ie Meule dan Anoi
Itam
13
6 Profil responden nelayan dan guide di PTPW
15
7 Batas koordinat zona inti dalam pencadangan KKPD PTPW
18
8 Batas-batas Koordinat Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur
Pulau Weh Kota Sabang
18
9 Hak penggunaan dalam melakukan pemanfaatan di ekosistem terumbu
karang
20
10 Aturan adat yang terdapat diwilayah Lhok Ie Meule dan Anoi Itam
21
11 Sanksi yang diberikan bagi pelaku pelanggaran hukum adat
23
12 Karaterisik kegiatan perikanan tangkap di PTPW Sabang
31
13 Penilaian kondisi ekosistem terumbu karang berdasarkan pengetahuan
ekologi lokal masyarakat PTPW Sabang
33
14 Nilai signifikansi uji Mann-Whitney pemetaan PEL dan survey terumbu
karang
36
15 Jenis dan harga ikan yang di manfaatkan oleh nelayan
40
16 Famili dan jumlah spesies ikan yang ditemukan selama penelitian
41
17 Nilai signifikan uji Mann-Whitney kelimpahan ikan karang
43
18 Parameter kunci pada persepsi ekologi, ekonomi dan sosial
49

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kerangka penelitian
4
Lokasi Penelitian
5
Skema wawancara responden pada Panglima Laot dengan teknik bola salju 8
Metode pengambilan data tutupan terumbu karang
9
Metode pengambilan data kelimpahan ikan karang
9
Tahapan penelitian
11
Persentase umur responden
14
Persentase tingkat pendidikan responden
14
Evolusi pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang di PTPW
Sabang
16
Diagram Badan Pengelola KKPD PTPW Sabang
19
Contoh surat pemberitahuan kegiatan kenduri laut dan poster pengumuman
aturan hukum adat
23
Mapping PEL wilayah pemanfaatan ekosistem terumbu karang
25
Sumber pendapatan responden
26
Rerata pendapatan responden berdasarkan sumber pendapatan
26

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Persepsi pengaruh kelimpahan ikan terhadap kesejahteraan masyarakat
Persepsi kondisi perikanan tangkap
Persepsi pengaruh lingkungan terhadap hasil tangkapan
Mapping PEL terhadap kondisi terumbu karang
Persentase penutupan karang hidup
Mapping survey kondisi terumbu karang
Overlay pemetaan PEL dan survey kondisi terumbu karang
Persepsi kondisi penutupan karang dibanding 10 tahun yang lalu
Persentase tahunan penutupan karang hidup di wilayah PTPW Sabang
Persepsi pengaruh kerusakan karang terhadap kelimpahan ikan
Persepsi kepentingan terumbu karang bagi masyarakat
Kelimpahan ikan karang
Persepsi kondisi sumberdaya perikanan dibandingkan 10 tahun
Kondisi kelimpahan ikan karang per tahun
Analisis komponen utama persepsi ekologi dalam pengelolaan ekosistem
terumbu karang
30 Analisis komponen utama persepsi ekonomi dalam pengelolaan ekosistem
terumbu karang
31 Analisis komponen utama persepsi ekonomi dalam pengelolaan ekosistem
terumbu karang

27
29
30
33
34
35
36
37
38
39
39
43
44
45
46
47
48

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis ikan karang yang dimanfaatkan nelayan PTPW Sabang
Spesies ikan karang yang ditemukan selama penelitian
Variabel dalan persepsi ekologi, ekonomi dan sosial
Hasil analisis komponen utama persepsi ekologi
Hasil analisis komponen utama persepsi ekonomi
Hasil analisis komponen utama persepsi sosial
Kuisioner Responden Panglima Laot/Nelayan
Kuisioner Responden Guide Wisata

57
58
60
62
63
64
66
69

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat produktif, dimana di
wilayah pesisir terdapat ekositem darat dan laut yang diakibatkan adanya
pertemuan lautan dan daratan di wilayah ini. Tingginya potensi sumberdaya di
wilayah pesisir turut mengundang masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya
banyak bermukim dan melakukan pemanfaatan sumberdaya di daerah ini. Akan
tetapi, pemanfaatan yang dilakukan di wilayah ini sering menyebabkan dampak
dan menjadi ancaman bagi sumber daya pesisir. Pemanfaatan yang dilakukan
sering kali lebih cepat dibandingkan dengan pemulihan sumber daya yang
berlangsung secara alami (Hopkins et al. 2011). Pulau Weh merupakan salah satu
wilayah pesisir yang memiliki potensi sumberdaya yang besar.
Pulau Weh merupakan salah satu pulau di Provinsi Aceh yang hampir
diseluruh wilayah pesisirnya terdapat ekosistem terumbu karang dengan tipe
terumbu karang tepi (fringing reef) (Dinas Kelautan dan Perikanan Sabang 2011).
Potensi ekosistem terumbu karang yang sangat besar menjadikan Pulau Weh
dimanfaatkan sebagai daerah wisata dan lokasi penangkapan ikan oleh masyarakat
Pulau Weh. Akan tetapi, ekosistem terumbu karang saat ini mengalami degradasi
yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti penangkapan ikan dengan alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan serta pencemaran yang berasal dari limbah
rumah tangga dan industry (Freed 2013). Menurut Golden et al. (2014) bahwa
degradasi terumbu karang meningkat seiring dengan jumlah kepadatan nelayan
yang melakukan pengambilan pada spesies terumbu karang. Lebih lanjut
Rinkevich (2008) mengemukakan bahwa semakin tingginya tingkat degradasi
maka terumbu karang dapat kehilangan sifat asli biologis dan ekologisnya.
Berdasarkan hal tersebut maka dibentuk suatu kawasan konservasi perairan untuk
tetap menjaga dan melindungi ekosistem terumbu karang dan biota perairan
lainnya. Salah satu kawasan konservasi yang berada di Pulau Weh adalah
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Pesisir Timur Pulau Weh.
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Pesisir Timur Pulau Weh (KKPD
PTPW) Sabang terletak di Provinsi Aceh dengan luas kawasan konservasi 3.207
ha ditetapkan melalui KEPMEN-KP No. 57 Tahun 2013. Penetapan KKPD
PTPW didasarkan pada permasalahan pemanfaatan yang dilakukan seperti
penangkapan spesies ikan karang yang tinggi yang menyebabkan keseimbangan
ekologi terganggu serta peningkatan wisatawan di daerah ini sering kali
menyebabkan sampah di KKPD PTPW meningkat. Pemanasan global juga
menyebabkan kematian pada terumbu karang (Dinas Kelautan dan Perikanan
Sabang 2011). Dalam pengelolaan KKPD PTPW Sabang terdapat peran lembaga
adat laot yang bekerjasama dengan pemerintah daerah Sabang. Peran masyarakat
dalam mengelola kawasan Pesisir Pantai Timur Pulau Weh telah dilakukan
sebelum Pesisir Timur Pulau Weh ditetapkan sebagai salah satu kawasan
konservasi. Peran nelayan dalam perubahan pola pemanfaatan dapat memberikan
kontribusi untuk meningkatkan ketersediaan atau berlanjutnya kemunduran
(Wilen et al. 2002).
Pemanfaatan pengetahuan ekologi lokal (PEL) dalam pengelolaan ekosistem
terumbu karang menjadi faktor yang sangat penting dalam keberlanjutan
pengelolaan suatu kawasan konservasi. Ferreira et al. (2014) menjelaskan bahwa

2

informasi yang diperoleh dari pengetahuan nelayan tentang daerah pemijahan,
jenis biota, dan karateristik wilayah dapat membantu perencanaan pengelolaan
sumber daya alam dalam suatu kawasan konservasi. Kawasan konservasi perairan
yang memadukan kepercayaan tradisional tentang kepemilikan terumbu karang
umumnya lebih berhasil dalam mencapai tujuan konservasi dan menjamin
partisipasi nelayan lokal pada sistem karang tropis yang rentan (Golden et al.
2014). Pemanfaatan pengetahuan ekologi lokal yang dimiliki nelayan dapat
membantu dalam mendesain suatu kawasan konservasi perairan yang
digabungkan kedalam sistem informasi geospatial (Aswani 2006).
Pemanfaatan pengetahuan ekologi lokal yang dimiliki oleh masyarakat
dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang memberikan ruang bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang.
Pemanfaatan PEL menyebabkan pengelolaan terumbu karang yang dilakukan
sesuai dengan pola adaptasi masyarakat pesisir dalam memanfaatkan dan
mengelola ekosistem terumbu karang. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan
penelitian tentang analisis pemanfaatan pengetahuan ekologi lokal dalam
pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKPD PTPW Sabang.
Perumusan Masalah
Masyarakat pesisir mempunyai peran penting dalam keberlanjutan
pengelolaan ekosistem terumbu karang. Hal ini diakibatkan masyarakat memiliki
hubungan yang erat dalam pemanfaatan ekosistem terumbu karang. Selama
memanfaatkan ekositem terumbu karang, pengetahuan tumbuh dan berkembang
dalam suatu kelompok masyarakat sebagai hasil dari interaksi dengan alam.
Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman terkait musim penangkapan, tingkah
laku ikan, keadaan ekosistem terumbu karang, serta strategi pengelolaan
ekosistem terumbu karang yang diturunkan secara turun temurun. Pengetahuan
yang dimiliki oleh masyarakat apabila tidak dimanfaatkan akan menyebabkan
terjadinya kerusakan terhadap ekosistem terumbu karang.
Laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Sabang 2011 menyebutkan bahwa
saat ini telah terjadi degradasi terumbu karang dan eksploitasi berlebih terhadap
sumberdaya ikan karang di Pulau Weh. Penggunaan alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan yang pernah dilakukan di PTPW Sabang serta tsunami yang
terjadi tahun 2004 telah mengakibatkan kerusakan terhadap kondisi ekosistem
terumbu karang. Menindak lanjuti kerusakan yang terjadi terhadap ekositem
terumbu karang, maka terdapat aturan adat serta daerah perlindungan laut yang
bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi ekosistem terumbu
karang di wilayah PTPW Sabang. Keberhasilan daerah perlindungan laut yang
dilakukan sebelumnya di wilayah Anoi Itam menjadi dasar untuk
mengembangkan perairan PTPW Sabang menjadi Kawasan Konservasi Perairan
Daerah Pesisir Timur Pulau Weh.
Perbedaan aturan antara lembaga adat di wilayah Pulau Weh menyebabkan
terjadinya konflik sosial di wilayah PTPW Sabang. Perbedaan persepsi dalam
mengelola sumberdaya laut dan pesisir merupakan hal yang seringkali menjadi
penyebab munculnya konflik sosial. Untuk itu, dilakukan penelitian terhadap
kondisi pemanfaatan ekosistem terumbu karang serta proses pengelolaan yang
terjadi di wilayah PTPW Sabang.

3

Berdasarkan uraian diatas maka untuk mengetahui analisis pemanfaatan
pengetahuan ekologi lokal dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang di
KKPD PTPW Sabang dapat didekati melalui pertanyaan penelitian (research
question) sebagai berikut:
1. Bagaimana evolusi pemanfaatan dan upaya pengelolaan ekosistem terumbu
karang berdasarkan pengetahuan ekologi lokal yang dilakukan di kawasan
KKPD PTPW Sabang?
2. Bagaimana keadaan ekologi ekosistem terumbu karang saat ini berdasarkan
pengetahuan ekologi lokal?
3. Bagaimana evaluasi pengelolaan ekosistem terumbu karang yang dilakukan
selama ini dan strategi keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang
berdasarkan pemanfaatan pengetahuan ekologi lokal?
Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengidentifikasi evolusi pemanfaatan dan upaya pengelolaan yang
dilakukan masyarakat berdasarkan pengetahuan ekologi lokal di ekosistem
terumbu karang KKPD PTPW Sabang.
2. Untuk mengetahui keadaan kondisi ekosistem terumbu karang berdasarkan
aktifitas yang dilakukan masyarakat di KKPD PTPW Sabang.
3. Untuk mengevaluasi dan merumuskan kembali strategi pengelolaan KKPD
PTPW Sabang berdasarkan pemanfaatan pengetahuan ekologi lokal dalam
pengelolaan ekosistem terumbu karang di Sabang
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam
pengelolaan ekosistem terumbu karang berbasis pengetahuan ekologi lokal.
Kerangka Pemikiran
Sistem sosial ekologi merupakan sebuah sistem antara ekologi sumberdaya
dan sosial masyarakat yang memiliki kaitan erat dan ketergantungan satu dengan
lainnya. Masyarakat pesisir merupakan pemangku kepentingan yang selalu
berinteraksi dengan sumber daya pesisir khususnya ekosistem terumbu karang.
Ekosistem terumbu karang menyediakan tempat untuk ikan memijah, berlindung
dan mencari makan sehingga ikan karang yang menjadi target bagi nelayan karena
harganya yang cukup tinggi tetap tersedia. Dalam memanfaatkan ekosistem
terumbu karang, masyarakat memiliki pengetahuan yang tumbuh dan berkembang
dari hasil interaksi yang dilakukan dengan alam dan lingkungannya. Pengetahuan
ekologi lokal menghasilkan aturan-aturan dalam memanfaatkan sumber daya alam
melalui pembatasan proses pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia agar tidak
berlebih. Pengetahuan ekologi lokal menjadikan masyarakat dapat menjaga dan
melindungi ekosistem terumbu karang serta meminimalkan dampak bagi
ekosistem tersebut.
Pemanfaatan pengetahuan ekologi lokal dalam kawasan konservasi perairan
memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk ikut berperan dalam mengelola
ekosistem sumber daya pesisir khususnya ekosistem terumbu karang sesuai
dengan pola adaptasi masyarakat pesisir.

4

Upaya
Pengelolaan

Aturan
Sistem
Sosial

Pengetahuan
Pengelolaan
Lokal

Panglima
Laot

Pengelolaan
n
Pengawasan

SES
Ekosistem
Terumbu
Karang
KKPD
PTPW
Sabang

Evaluasi MPA
berbasis PEL

Perikanan
Tangkap

MAPPING

Daerah
Bebas
pemanfaatan

Identifikasi
Pengetahuan
Lokal

Evolusi
Pemanfaatan
Ekosistem
Terumbu
Karang

Pariwisata

Kualitas dan
Kuantitas
Terumbu
Karang
Sistem
Ekologi

Pengetahuan
Ekologi
Lokal

Kelimpahan
Ikan Karang
Musim dan
Daerah
Pemanfaatan

Keanekaragaman
dan tutupan
terumbu karang
Keanekaragaman
dan kelimpahan
ikan karang
Karateristik
pembagian
wilayah
pemanfaatan

Gambar 1 Kerangka penelitian

Analisis
Ekologi

Strategi
keberlanjutan
pengelolaan
berdasarkan
PEL

5

2 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur
Pulau Weh Sabang (Gambar 2) dari bulan April sampai dengan Mei 2015. Lokasi
penelitian mencakup 4 kelurahan yang terdapat di KKPD PTPW, yaitu tiga
kelurahan di Lhok Ie Meule (Kelurahan Kota Atas, Ie Meule dan Ujung Kareung)
dan satu kelurahan di Lhok Anoi Itam (Kelurahan Anoi Itam). Pengamatan
kondisi penutupan terumbu karang di wilayah pengelolaan panglima laot lhok Ie
Meule dan Anoi Itam. Stasiun pengamatan di lokasi panglima laot lhok Ie Meule
sebanyak 8 stasiun yang terdiri dari 6 stasiun untuk pemanfaatan perikanan karang
(stasiun 6, 7, 8, 10, 12, 13) serta 2 stasiun untuk pemanfaatan wisata (stasiun 9,
11). Stasiun pengamatan di wilayah panglima laot lhok Anoi Itam sebanyak 5
stasiun yang terdiri dari 3 stasiun untuk perikanan karang (stasiun 2, 3, 4) dan 2
stasiun untuk kegiatan wisata (stasiun 1 dan stasiun 5).

Gambar 2 Lokasi penelitian
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder yang
memiliki keterkaitan tentang pengetahuan lokal dan pemanfaatan ekosistem
terumbu karang. Data primer mencakup observasi ekosistem terumbu karang,
wawancara terhadap panglima laot, nelayan serta pemandu wisata. Data sekunder
bersumber dari laporan-laporan serta studi ilmiah lainnya yang relevan dengan
tujuan dari penelitian dan digunakan untuk menguatkan hasil penelitian yang
dilakukan. Matriks jenis, sumber data dan analisis data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.

6

Tabel 1 Matriks jenis data dan analisis data
No.
Tujuan
Data Primer
1.

2.

3.

Untuk mengidentifikasi evolusi
pemanfaatan dan upaya
pengelolaan yang dilakukan
masyarakat berdasarkan
pengetahuan ekologi lokal di
ekosistem terumbu karang
KKPD PTPW Sabang.
Untuk mengetahui keadaan
ekologi ekosistem terumbu
karang berdasarkan aktifitas
yang dilakukan masyarakat di
KKPD PTPW Sabang.

Data Sekunder

Wawancara
Semi
terstruktur
(kuesioner)

Jumlah penduduk
Pekerjaan
Pendidikan

PIT dan
Underwater
Visual census

1. Jenis ikan
yang
ditangkap
2. Alat tangkap
dan jumlahnya
3. Jumlah
wisatawan
4. Data Ekologi
Terumbu
Karang
Data evaluasi
kawasan
konservasi
perairan

Untuk mengevaluasi dan
Wawancara
merumuskan kembali strategi
dan Observasi
pengelolaan KKPD PTPW
Sabang berdasarkan
pemanfaatan pengetahuan
ekologi lokal dalam pengelolaan
ekosistem terumbu karang di
Sabang

Analisis

Out put

GIS (Sistem
Informasi
Geografis),
Deskriptif
(Teixeria et al.
2013; Terer et al.
2012)
Densitas terumbu
karang dan
kelimpahan ikan
(Angarita et al.
2013)

Mendapatkan informasi
evolusi pemanfaatan dan
upaya pengelolaan yang
dilakukan masyarakat
berdasarkan pengetahuan
ekologi lokal yang ada dalam
masyarakat
Mendapatkan perbedaan
antara kualitas dan kuantitas
sumberdaya pada masingmasing lokasi pemanfaatan
ekosistem terumbu karang

Principal
Component
Analisis
(Terer et al. 2012)
Deskriptif
(Teixeria et al.
2013 ; Terer et al.
2012)

Mengetahui keberhasilan dari
kawasan konservasi perairan
dari segi PEL,
Rekomendasi pengelolaan
yang berkelanjutan
berdasarkan PEL

7

Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk
mendukung kegiatan penelitian agar terlaksana dengan baik. Adapun alat dan
bahan yang digunakan untuk mengukur data social dan ekologi disajikan dalam
Tabel 2.
Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
No. Alat dan Bahan
Kegunaan
1.
Kuisioner
Menggali pengetahuan lokal masyarakat
2.
Peta Pesisir Timur Pulau Weh Menggali informasi wilayah pemanfaatan
3.
GPS
Mengetahui
titik
koordinat
lokasi
pengamatan
Alat tulis bawah air
4.
Mencatat hasil pengamatan ekologi
Boat/perahu
6.
Moda transportasi ke lokasi pengamatan
ekologi
Kamera bawah air
7.
Dokumentasi
SCUBA Gear
8.
Alat selam dalam mengukur data ekologi
Roll meter (50 m)
9.
Transek pengukuran data ekologi
10. Alat Tulis
Mencatat hasil penelitian
Metode Pengambilan Data
Pengetahuan Ekologi Lokal
Pengambilan data tentang pengetahuan masyarakat dalam mengelola dan
memanfaatkan ekosistem terumbu karang diperoleh melalui wawancara
mendalam dan wawancara semi-terstruktur dengan menggunakan kuesioner
seperti yang dilakukan dalam penelitian Teixeria et al. (2013); Terer et al. (2012).
Wawancara semi-terstruktur dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju
dengan narasumber awal merupakan ketua panglima laot lhok Ie Meule dan ketua
panglima laot lhok Anoi Itam yang terdapat di lokasi KKPD PTPW Sabang.
Teknik bola salju dilakukan untuk memperoleh informasi secara
menyeluruh yang didasarkan kepada responden dari hasil rekomendasi dari kedua
ketua panglima laot lhok yang telah diwawancarai sebelumnya dimana responden
yang direkomendasikan merupakan pengurus panglima laot lhok dan nelayan
yang memiliki interaksi di ekosistem terumbu karang serta memiliki pengetahuan
dalam memanfaatkan ekosistem terumbu karang (Gambar 3).
Pelaku kegiatan wisata merupakan responden pendukung yang selanjutnya
diwawancarai dengan teknik purposive sampling (dipilih secara sengaja) untuk
menggali informasi tentang perkembangan kegiatan wisata di Pesisir Timur Pulau
Weh. Dalam proses wawancara, pertanyaan diberikan dengan pilihan berganda
serta pertanyaan lebih mendalam yang berisi jawaban untuk menggali opini
masyarakat dalam mengelola ekosistem terumbu karang (Terer et al. 2012).

8

Keterangan : n = jumlah responden

Gambar 3 Skema wawancara responden pada Panglima Laot dengan teknik bola
salju (Metode Bola Salju/Snowbally Method).
Penentuan Lokasi Pengamatan Terumbu Karang
Penentuan lokasi pengamatan terumbu karang merupakan langkah
selanjutnya yang dilakukan dari hasil wawancara yang telah dilakukan
sebelumnya. Dalam penentuan lokasi pengamatan, responden diminta
menyebutkan lokasi-lokasi pemanfaatan yang dilakukan pada peta kawasan
perairan pesisir timur pulau weh yang telah disediakan, selanjutnya di tentukan
titik pengamatan berdasarkan lokasi yang sering dimanfaatkan oleh responden.
Hal ini dilakukan karena masyarakat memiliki pemahaman terhadap kondisi
daerah yang menjadi wilayah pemanfaatannya. Pemanfaatan pengetahuan ekologi
lokal untuk mengkaji karateristik wilayah mengikuti penelitian yang telah
dilakukan Teixeria et al. (2013).
Kondisi Ekologi Ekosistem Terumbu Karang
Pengumpulan data untuk pengukuran kondisi ekologi dilakukan terhadap
persentase penutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan karang. Persentase
penutupan karang dilakukan dengan metode Point Intercept Transect (PIT) yang
bertujuan untuk mengetahui persentase penutupan kondisi terumbu karang
(Weinberg 1981 ; Riegl 1999 ; Hill et al. 2004 dan Lam et al. 2005) yang terdapat
di masing-masing wilayah pemanfaatan seperti disajikan pada Gambar 4. Transek
pengamatan dibentangkan sejajar dengan garis pantai dengan panjang transek 2 x
25 m yang berada di kedalaman 7-10 m. Transek pengamatan disetiap stasiun
dilakukan sebanyak dua kali dengan jarak antara masing-masing transek sejauh 5
m.
Metode Underwater Visual Census (UVC) digunakan untuk melakukan
pengamatan terhadap jenis ikan karang dan menghitung kelimpahan ikan karang
dalam suatu wilayah (Halfrod 1994 ; Samoilys et al. 2000 ; Kolinski et al. 2002 ;
Hill et al. 2004). Transek pengamatan yang dilakukan untuk kelimpahan ikan
adalah 2 x 5 m x 25 m dengan patokan transek yang telah dibentangkan
sebelumnya untuk pengamatan persen penutupan terumbu karang (Gambar 5).

9

Gambar 4 Metode pengambilan data tutupan terumbu karang (Coremap
2009)

Gambar 5 Metode pengambilan data kelimpahan ikan karang
Pengambilan Data Sekunder
Pengambilan data sekunder berasal dari sumber-sumber yang terkait dengan
penelitian ini. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini yaitu laporan
Dinas Kelautan dan Perikanan Sabang (2010) ; Badan Pusat Statistik Kota Sabang
(2008) dan hasil penelitian yang terkait dengan penelitian ini diantaranya Hastuty
et al. (2011) ; Muttaqin (2014) ; Noegroho (2007) ; Rudi (2005) ; Ulfa (2011)
serta data survey yang dilakukan Wildlife Conservation Society (2006-2011).
Analisis Data
Analisis Deskriptif Kuantitatif
Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menggambarkan persepsi
dan partisipasi masyarakat dalam melakukan pemanfaatan serta pengelolaan di
ekosistem terumbu karang yang kemudian disajikan dalam persentase. Data yang
diperoleh dari hasil wawancara kemudian ditabulasikan (skor dan persentase) dan
selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan persentase berdasarkan pengelompokan
yang dilakukan. Setelah didapatkan keseluruhan data dan diberi nilai untuk setiap
parameter, sehingga diperoleh hasil dari yang terendah hingga yang tertinggi.
Analisis ini dilakukan mengikuti penelitian Teixeria et al. (2013); Terer et al.
(2012).

10

Peta Kondisi dan Lokasi Pemanfaatan Ekosistem Terumbu Karang
Hasil gambaran kondisi ekosistem terumbu karang serta lokasi pemanfaatan
yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kondisi ekosistem terumbu
karang yang berasal dari hasil survei diolah menggunakan ArcGis 10. Pemetaan
dalam penelitian ini mengikut pada Teixeria et al. (2013); Terer et al. (2012)
yang bertujuan untuk mengetahui keadaan wilayah berdasarkan pengetahuan
masyarakat yang kemudian digabungkan dengan hasil observasi kondisi ekologi
ekosistem terumbu karang di masing-masing lokasi pemanfaatan.
Analisis Kondisi Ekologi Ekosistem Terumbu Karang pada Masing-masing
Lokasi Pemanfaatan
Dalam menghitung dan menganalisis kondisi ekologi ekosistem terumbu
karang maka dilakukan perhitungan tutupan terumbu karang, kelimpahan ikan,
dan Uji Mann-Whitney serta analisis komponen utama untuk mengetahui
hubungan antara indikator ekologi, sosial, ekonomi dari hasil wawancara. Masingmasing perhitungan dijelaskan sebagai berikut:
1. Tutupan terumbu karang pada masing-masing lokasi pemanfaatan
Perhitungan tutupan terumbu karang digunakan untuk melihat
persentase tutupan terumbu karang di masing-masing lokasi pemanfaatan.
Tutupan terumbu karang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

Keterangan : TKH = Tutupan karang hidup (%) ; ΣFKKH = Frekwensi kehadiran
karang hidup (cm) ; PT = Panjang transek (cm).

Kondisi atau tingkat kerusakan terumbu karang kemudian dinilai
berdasarkan kategori total penutupan karang hidup menurut Gomez dan Yap
(1999) seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kategori penentuan kondisi terumbu karang berdasarkan penutupan
karang hidupnya (Gomez dan Yap 1999).
Persentase penutupan (%)
Kategori Kondisi Terumbu Karang
0,0 – 24,9
Buruk
25,0 – 49,9
Sedang
50.0 – 74,9
Baik
75,0 – 100
Sangat baik
2. Kelimpahan ikan karang pada masing-masing lokasi pemanfaatan
Perhitungan persentase kelimpahan ikan karang yang terdapat di
masing-masing lokasi pemanfaatan dihitung dengan menggunakan rumus:

Dimana:

N = Kelimpahan ikan karang stasiun ke-i (indivdu/m2) ;
= Jumlah
total ikan karang stasiun ke-i ; A = Luas daerah pengambilan contoh (m2)

11

3. Uji Mann-Whitney
Uji Mann-Whitney dilakukan mengacu penelitian Angarita et al. (2013)
yang bertujuan untuk mengetahui kepadatan ikan pada masing-masing lokasi
pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat KKPD PTPW Sabang. Uji
Mann-Whitney merupakan uji nonparametric yang diolah menggunakan
SPSS 17.
4. Principle Components Analysis (PCA)
Principal component analysis digunakan untuk melihat hubungan
antara indikator pada masing-masing persepsi ekologi, sosial dan ekonomi
yang mengacu pada penelitian Terer et al. (2012). Analisis ini dilakukan
dengan menggunakan XLSTART 2009.5.01.

Gambar 6 Tahapan penelitian
3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Berdasarkan laporan Sabang dalam Angka (2014) diketahui yaitu secara
geografis Kota Sabang terletak pada koordinat antara 95° 13' 02" hingga 95° 22'
36" BT dan antara 05° 46' 28" hingga 05° 54' 28" LU dengan ketinggian rata-rata
28 meter diatas permukaan laut. Secara adminstratif Kota Sabang berbatasan
dengan Selat Malaka yaitu sebelah utara dan timur, sebelah selatan dan barat
berbatasan dengan Laut Andaman. Pulau Weh memiliki 2 musim yang terbagi

12

menjadi musim barat dan musim timur dimana kondisi iklim di derah ini relatif
sama dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Musim barat terjadi pada Bulan November hingga Januari dimana angin
bergerak dari arah barat ke arah timur dan memiliki suhu yang relatif rendah
(26°C) dan curah hujan yang paling tinggi (353,8 mm). Musim timur terjadi pada
Bulan Mei hingga Juli dengan arah bergeraknya angin berasal dari arah Timur ke
arah Barat dan Barat Daya. Rata-rata suhu udara saat musim timur dapat mencapai
28,40°C dengan rata-rata kelembaban udara mencapai titik terendah yaitu 73%.
Batimetri di Pulau Weh memiliki kemiringan yang landai khususnya di bagian
Utara dan Selatan Pulau Weh serta kemiringan kedalaman yang curam di bagian
Barat Laut Pulau Weh. Pesisir Timur Pulau Weh merupakan wilayah pesisir yang
terletak di bagian timur Pulau Weh mulai dari Pantai Paradiso hingga ke Ujung
Seuke dan memiliki panjang garis pantai ± 15,8 km dengan luas wilayah 1500,42
Ha (Table 4).
Tabel 4 Pembagian luas daerah Pesisir Timur Pulau Weh
No
Kelurahan/Gampong
Luas (Ha)
1
Kuta Ateuh/ Kota Atas
52,04
2
Ie Meule
306,89
3
Ujung Kareung
122,60
4
Anoi Itam
1018,89
Total
1500,42
Sumber: Sabang dalam Angka (2014)
Wilayah Pesisir Timur Pulau Weh terbagi dalam dua wilayah pengelolaan
Panglima Laot Lhok yaitu Panglima Laot Lhok Ie Meulee dan Panglima Laot
Lhok Anoi Itam. Panglima Laot Lhok Ie Meule terdiri dari 3 kelurahan yaitu Kota
Atas, Ie Meule, dan Ujung Kareung. Kelurahan Ie Meule merupakan kelurahan
yang memiliki wilayah terluas dalam wilayah pengelolaan Panglima Laot Lhok Ie
Meule. Panglima Laot Lhok Anoi Itam memiliki satu kelurahan dalam wilayah
pengelolaan laut yaitu Kelurahan Anoi Itam dengan luas wilayah sebesar 1018,89
Ha.
Wilayah Pesisir Timur Pulau Weh merupakan daerah yang tidak produktif
bagi bidang pertanian dan perkebunan dikarenakan memiliki topografi berbukit
dan batu karang terutama kelurahan di Ujung Kareung sampai Anoi Itam, serta
topografi relatif datar di kelurahan Ie Meule. Laporan Dinas Kelautan dan
Perikanan Kota Sabang (2011) disebutkan bahwa mayoritas penduduk Pesisir
Timur Pulau Weh bermata pencaharian sebagai pegawai negeri sipil, TNI dan
Polri. Lebih lanjut dijelaskan bahwa mata pencaharian nelayan memiliki peringkat
ke-6 atau hanya sebesar 4,8% dari keseluruhan jenis profesi yang ada di wilayah
Pesisir Timur Pulau Weh. Kondisi nelayan yang masuk dalam peringkat ke-6
tidak menyurutkan potensi perikanan di wilayah Pesisir Timur Pulau Weh.
Diketahui bahwa wilayah Lhok Ie Meulee merupakan salah satu daerah perikanan
yang produktif di Sabang.
Nelayan PTPW Sabang melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan
alat tangkap pancing dan speargun. Dalam melakukan penangkapan ikan
dilakukan dengan berenang maupun menggunakan bantuan perahu. Perahu yang
digunakan ada 2 (dua) jenis yaitu perahu tanpa mesin (motor) dan perahu dengan
mesin (motor). Jumlah perahu di wilayah PTPW Sabang disajikan dalam tabel 5.

13

Tabel 5 Jumlah kapal bermotor dan kapal tanpa motor di Lhok Ie Meule dan Anoi
Itam
Lhok

Kelurahan

Ie Meule
Ujung Kareung
Kota Atas
Total kapal di Lhok
Ie Meule
Anoi Itam Anoi Itam
Ie Meule

Kapal
Persentase Kapal Persentase Total
bermotor
(%)
tanpa
(%)
Jumlah
motor
Kapal
52
70,27
22
29,73
74
24
72,73
9
27,27
33
27
93,10
2
6,90
29
103

75,74

33

24,26

136

22

39,29

34

60,71

56

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sabang (2014)

Wilayah Lhok Ie Meule memiliki persentase terbesar pada kapal bermotor
yaitu sebesar 75,74% dari total keseluruhan jumlah kapal di lhok tersebut. Lhok
Anoi Itam memiliki persentase terbesar pada kapal tanpa motor yaitu sebesar
60,71%. Perahu tanpa motor adalah perahu yang pengoperasiannya menggunakan
dayung sehingga tidak dapat menempuh jarak yang jauh dan tidak dapat
berpindah ke lokasi berikutnya dengan cepat. Perahu bermotor adalah perahu yang
memiliki mesin untuk membantu menggerakkan kapal dimana mesin yang
digunakan yaitu 20 tahun
19
48,72
9
26,47
Jenis nelayan tersebut dibedakan oleh penggunaan alat tangkap dan mesin
pada perahu. Nelayan boat merupakan nelayan dengan perahu bermesin dan dapat
menempuh jarak yang jauh untuk melakukan penangkapan ikan. Nelayan katir
merupakan nelayan yang memakai perahu tanpa mesin atau menggunakan dayung
untuk menuju daerah penangkapan dan umumnya daerah penangkapan tidak jauh
dari daerah pantai. Nelayan katir dan boat merupakan nelayan yang menangkap
ikan dengan menggunakan pancing. Selain pancing, terdapat nelayan yang
menangkap ikan dengan menggunakan speargun atau senjata yang memiliki anak
panah yang terbuat dari besi. Responden yang memanfaatkan ekosistem terumbu
karang selain nelayan adalah pelaku usaha wisata (guide). Kegiatan wisata yang
dilakukan di ekosistem terumbu karang PTPW Sabang yaitu diving dan
snorkeling.
Evolusi Pemanfaatan dan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di
PTPW Sabang
Dalam pengelolan sumberdaya perikanan laut, masyarakat mempunyai cara
dan kebiasaan dalam memanfaatkan terumbu karang yang diatur dalam hukum
adat yang bertujuan untuk membatasi pola pemanfaatan sehingga sumberdaya
tetap terjaga dan lestari dan sebagai pelaksana hukum adat adalah panglima laot.
Panglima laot yang dibentuk oleh masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) dan telah ada sejak zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1637)
yang bertugas untuk mengatur tata cara dalam memanfaatkan sumber daya laut
(DKP Sabang 2010).
Panglima laot merupakan lembaga tertinggi di lingkungan masyarakat
pesisir yang berfungsi sebagai pengawas kegiatan pemanfaatan sumberdaya laut,
wadah dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat nelayan,
penghubung pemerintah dan masyarakat nelayan dalam pelaksanaan program
perikanan, serta wadah dalam mengatur dan menyelenggarakan upacara adat laut
(Adrianto 2011). Wilayah Pesisir Timur Pulau Weh memiliki dua lembaga adat
laut lhok yaitu Panglima Laut Lhok Anoi Itam dan Panglima Laot Lhok Ie Meule.
Sejarah pemanfaatan pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pesisir Timur

16

Pulau Weh Sabang diawali dengan terbentuknya panglima laot lhok di Pesisir
Timur Pulau Weh Sabang (Gambar 9).
Pesisir Timur Pulau Weh sebelumnya memiliki satu lembaga adat yaitu
Panglima Laot Lhok Ie Meule yang memiliki cakupan batas wilayah pengelolaan
di sepanjang wilayah Pesisir Timur Pulau Weh. Hasil wawancara dengan ketua
Panglima Laot Lhok Ie Meule disebutkan bahwa Usman Ali merupakan ketua
Panglima Laot Lhok Ie Meule pertama dengan periode kepemimpinan (19801999). Lebih lanjut disebutkan bahwa awal kepemimpinan ketua Panglima Laot
Lhok Ie Meule tidak ada pengaturan penggunaan alat tangkap, sehingga praktek
penggunaan alat tangkap yang merusak sering dilakukan diwilayah Pesisir Timur
Pulau Weh.
Alat tangkap merusak yang digunakan pada awal terbentuknya lembaga adat
di PTPW Sabang yaitu bom, bius ikan, bubu, dan segala jenis jaring. Tidak
adanya pengaturan penggunan alat tangkap yang dapat beroperasi di wilayah
PTPW Sabang menyebabkan kerusakan terhadap terumbu karang serta
berkurangnya populasi ikan karang di wilayah perairan Pesisir Timur Pulau Weh.
Kerusakan ekosistem terumbu karang akibat alat tangkap di tahun 1980
menyebabkan nelayan PTPW Sabang yang masih menggunakan alat tradisional
kesulitan untuk menangkap serta mendapatkan ikan karang. Potoh (2011)
menyebutkan bahwa kerusakan terumbu karang di Desa Arakan dan Wawontulap
akibat penggunaan alat tangkap yang merusak menyebabkan nelayan kesulitan
menangkap ikan sehingga harus menempuh jarak yang jauh untuk melakukan
penangkapan ikan.

Gambar 9 Evolusi pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang di
PTPW Sabang (Sumber: Data Primer dan DKP Sabang 2010)
Tahun 1985 disebutkan sebagai tahun dimana pemerintah mulai
bekerjasama dengan Panglima Laot Lhok Ie Meule yang berfungsi untuk
memperkuat hukum adat yang berlaku di wilayah Pesisir Timur Pulau Weh. Di
tahun yang sama mulai diterapkan aturan adat tentang penggunaan alat tangkap
yang dapat beroperasi di wilayah Lhok Ie Meule. Penerapan aturan penggunaan
alat tangkap yang dapat beroperasi di wilayah perairan PTPW Sabang merupakan
tindak lanjut dari permintaan masyarakat Pesisir Timur Pulau Weh akibat

17

terjadinya penurunan terhadap hasil tangkapan. Penggunaan alat tangkap yang
dapat digunakan hanya pada alat tangkap pancing dan speargun sementara alat
tangkap bom, bius ikan, bubu, segala jenis jaring dan alat tangkap selain pancing
dan speargun dilarang untuk digunakan. Menurut ketua Panglima Laot Lhok Ie
Meule, sesudah aturan dibentuk penggunaan alat tangkap yang merusak masih
sering dilakukan akibat sanksi yang diterapkan masih sebatas teguran.
Tahun 1992, Kelurahan Anoi Itam mendirikan lembaga adat yang disebut
Panglima Laot Lhok Anoi Itam sehingga Panglima Laot Lhok Ie Meule memiliki
batas pengelolaan pada tiga kelurahan hingga saat ini yaitu kelurahan Kota Atas,
Ie Meule dan Ujung Kareung. Panglima Laot Lhok Anoi Itam memiliki aturan
adat yang sama dengan Panglima Laot Lhok Ie Meule yang disebabkan karena
sebelumnya panglima laot lhok tersebut merupakan bagian dari wilayah Panglima
Laot Lhok Ie Meule. Pemanfaatan yang merusak terhadap ekosistem terumbu
karang hingga terbentuknya Panglima Laot Lhok Anoi Itam masih sering
dilakukan oleh nelayan diluar kawasan PTPW Sabang. Hasil wawancara terhadap
ketua panglima laot lhok di kedua wilayah disebutkan sekitar tahun 1995 telah
dilakukan upaya sosialisai aturan hukum adat kepada seluruh lembaga adat laot di
Pulau Weh. Hal ini dimaksudkan agar nelayan yang melakukan penangkapan ikan
disekitar PTPW Sabang memahami aturan yang berlaku di perairan PTPW
Sabang. Lebih lanjut disebutkan bahwa penegakan aturan penggunaan alat
tangkap mulai kuat dilakukan pada tahun 2000-an sampai saat ini dimana alat
tangkap yang merusak disita dan tidak dikembalikan lagi.
Wawancara yang dilakukan dengan ketua panglima laot lhok Anoi Itam
diketahui bahwa sebelumnya di wilayah Anoi Itam terdapat Daerah Perlindungan
Laut (DPL) yang dibentuk di tahun 2000. DPL yang dibentuk dilatar belakangi
oleh kesadaran masyarakat akibat terjadinya penurunan terhadap hasil tangkapan
yang disebabkan oleh penggunaan alat tangkap