Keefektivan Herbisida Pendimethalin untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Bawang Merah

KEEFEKTIVAN HERBISIDA PENDIMETHALIN
UNTUK PENGENDALIAN GULMA PADA BUDIDAYA
TANAMAN BAWANG MERAH

INTAN PUTRI ROLENZAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keefektivan
Herbisida Pendimethalin untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya
Tanaman Bawang Merah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Intan Putri Rolenzah
NIM A24090096

ABSTRAK
INTAN PUTRI ROLENZAH. Keefektivan Herbisida Pendimethalin untuk
Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Bawang Merah. Dibimbing oleh
SOFYAN ZAMAN dan DWI GUNTORO.
Salah satu komponen biaya yang besar proporsinya dalam produksi
tanaman bawang merah adalah pengendalian gulma secara manual. Aplikasi
herbisida pratumbuh diharapkan dapat mengurangi kompetisi gulma dan
mengurangi biaya pengendalian gulma. Tujuan penelitian adalah untuk
mempelajari keefektivan herbisida pendimethalin untuk mengendalikan gulma
pada pertanaman bawang merah. Penelitian dilaksanakan di Brebes, Jawa Tengah
dari bulan Desember 2012 hingga Januari 2013. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan rancangan acak kelompok dengan satu faktor perlakuan dan empat
ulangan. Percobaan terdiri atas delapan perlakuan yaitu : tanpa penyiangan,
pendimethalin 495 g a.i. ha-1, pendimethalin 660 g a.i. ha-1, pendimethalin 825 g
a.i. ha-1, pendimethalin 990 g a.i. ha-1, oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1, pendimethalin

330 g a.i. ha-1 + oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1, dan penyiangan manual. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aplikasi herbisida pendimethalin pada dosis 495 g
a.i. ha-1 hingga 990 g a.i. ha-1 dapat mengendalikan gulma spesies Alternanthera
philoxeroides and Echinochloa colona, tetapi tidak dapat mengendalikan
Commelina beghalensis and Cyperus rotundus. Aplikasi herbisida pendimethalin
pada semua dosis yang diuji tidak menyebabkan gejala fitotoksisistas pada
tanaman bawang merah.
Kata kunci : bawang merah, dosis, gulma dominan, herbisida pendimethalin

ABSTRACT
INTAN PUTRI ROLENZAH. Effectiveness of Pendimethalin Herbicide to
Control Some Weeds on Shallot Production. Supervised by SOFYAN ZAMAN
and DWI GUNTORO.
One of the greatest expenses on shallot production is manual weed control.
Preemergence herbicide can reduce weed and reduce expenses for weeding. The
objective of the research was to study the effectiveness of pendimethalin herbicide
to control some weeds on shallot production. The research was conducted in
Brebes, Central Java, from December 2012 to January 2013. The research was
arranged in randomized complete block design with four replications. The
research consisted of eight treatments i.e. no weeding, pendimethalin 495 g a.i.

ha-1, pendimethalin 660 g a.i. ha-1, pendimethalin 825 g a.i. ha-1, pendimethalin
990 g a.i. ha-1, oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1, pendimethalin 330 g a.i. ha-1 +
oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1, and manual weeding. The results showed that
pendimethalin application at 495 g a.i. ha-1 to 990 g a.i. ha-1 could control
Alternanthera philoxeroides and Echinochloa colona,but not significant on
Commelina benghalensis and Cyperus rotundus. Application pendimethalin
herbicide did not cause fitotoxicity effect on growth of shallot.
Keywords : dosage, major weed, pendimethalin herbicide, shallot

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEEFEKTIVAN HERBISIDA PENDIMETHALIN

UNTUK PENGENDALIAN GULMA PADA BUDIDAYA
TANAMAN BAWANG MERAH

INTAN PUTRI ROLENZAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Keefektivan Herbisida Pendimethalin untuk Pengendalian Gulma
pada Budidaya Tanaman Bawang Merah
Nama

: Intan Putri Rolenzah
NIM
: A24090096

Disetujui oleh

Ir Sofyan Zaman, MP
Pembimbing I

Dr Dwi Guntoro, SP., MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini yang berjudul “Keefektivan
Herbisida Pendimethalin untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman
Bawang Merah” berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Sofyan Zaman, MP selaku
pembimbing I dan Dr Dwi Guntoro, SP, MSi selaku pembimbing II yang telah
banyak memberi saran dan bimbingan selama penelitian. Penghargaan juga
penulis sampaikan kepada Ir Adolf Pieter Lontoh, MS sebagai penguji skripsi atas
masukan dan saran perbaikannya dan Prof Dr Ir Memen Surahman, MS selaku
pembimbing akademik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2013
Intan Putri Rolenzah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN


vi
vi
vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Bawang Merah
Morfologi Tanaman Bawang Merah
Ekologi Bawang Merah
Gulma pada Tanaman Bawang Merah
Herbisida Pendimethalin


2
2
3
4
4
5

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan
Pengamatan

6
6
6
6
6

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gulma Dominan
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Bawang Merah
Produksi Tanaman Bawang Merah
Produktivitas Bawang Merah
Fitotoksisitas pada Tanaman Bawang Merah

7
7
10
11
13
14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran


14
14
15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering biomassa
gulma A. philoxeroides (Mart.) Griseb dan E. colona (L.) Link

9

Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering biomassa
gulma spesies C. benghalensis L. dan C. rotundus L.

10

Tinggi tanaman dan jumlah daun bawang merah pada perlakuan
herbisida pendimethalin pada saat tanaman berumur 6 MST

10

Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap umbi bawang merah per
rumpun

11

Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering umbi bawang
merah

12

Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering tajuk bawang
merah

12

Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot biomassa total (tajuk
+ umbi) tanaman bawang merah

13

Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot umbi basah dan bobot
umbi kering bawang merah

13

Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap fitotoksisitas pada tanaman
bawang merah

14

DAFTAR GAMBAR
1.

Struktur kimia pendimethalin

5

2.

Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering biomassa
gulma total

8

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Denah percobaan

2.

Kondisi pertanaman
pendimethalin

3.

18
bawang merah pada

perlakuan

Spesies-spesies gulma dominan di lokasi percobaan

herbisida
19
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki
nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber
penghasilan petani, maupun potensinya sebagai penghasil devisa negara (Suryana
2005). Bawang merah dikembangkan di beberapa sentra bawang merah di
Indonesia yang tersebar di beberapa provinsi baik di Jawa maupun luar Jawa,
antara lain : Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Jogjakarta, Nusa Tenggara
Barat, Bali, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Bawang
merah secara terus-menerus dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga sebagai
pelengkap bumbu masak sehari-hari, sebagai obat tradisional, bahan baku farmasi
dan kosmetika.
Kebutuhan bawang merah cenderung meningkat dari tahun ke tahun
seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Tingkat konsumsi
bawang merah penduduk Indonesia per kapita per tahun mencapai 4.56 kg atau
0.38 kg per kapita per bulan (Susenas 2011). Namun, peningkatan kebutuhan ini
tidak selalu diikuti dengan peningkatan produksi bawang merah dalam negeri.
Perkembangan produksi bawang merah tahun 2011 sebesar 893 124 ribu ton,
dengan luas panen sebesar 93 667 ribu ha, dan rata-rata produktivitas sebesar 9.45
ton ha-1. Produksi tersebut mengalami penurunan sebesar 155 810 ton (14.85%)
bila dibandingkan dengan produksi tahun 2010 yang disebabkan oleh penurunan
produktivitas sebesar 0.03 ton ha-1 (0.31%) dan penurunan luas panen seluas 15
967 ribu ha (14.56%) (BPS 2012).
Salah satu faktor utama yang menyebabkan kehilangan hasil dan
menurunkan produktivitas tanaman bawang merah adalah gulma. Kehilangan
hasil bawang merah akibat gulma mencapai 40-80% (Verma dan Singh 1997).
Metode pengendalian gulma pada tanaman bawang merah biasa dilakukan secara
manual. Namun demikian, pengendalian gulma secara manual ini membutuhkan
tenaga kerja yang banyak, mahal, dan tidak efisien. Pada masa yang akan datang,
pengendalian gulma pada tanaman bawang menjadi sangat mahal karena
peningkatan upah tenaga kerja dan ketersediaan tenaga kerja semakin berkurang.
Oleh karena itu, pengendalian gulma menggunakan herbisida merupakan alternatif
pilihan yang paling efisien.
Salah satu herbisida yang dapat digunakan untuk pengendalian gulma pada
budidaya tanaman bawang merah adalah herbisida berbahan aktif pendimethalin.
Pendimethalin merupakan herbisida grup dinitroanilin, selektif, dan pratumbuh
(preemergence) yang digunakan secara luas untuk mengendalikan gulma
golongan rumput dan gulma berdaun lebar. Pendimethalin bekerja mengganggu
pembelahan mitosis dengan menghambat produksi protein mikrotubule (Shaner
2012).
Penggunaan herbisida pendimethalin diharapkan dapat mengendalikan
gulma dan mengurangi biaya pengendalian gulma pada tanaman bawang merah.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui keefektivan herbisida berbahan aktif
pendimethalin dalam pengendalian gulma pada tanaman bawang merah.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui keefektivan herbisida berbahan aktif
pendimethalin dalam pengendalian gulma pada tanaman bawang merah.

Hipotesis
1.
2.

Herbisida berbahan aktif pendimethalin dapat mengendalikan gulma pada
budidaya bawang merah
Pengendalian gulma menggunakan herbisida berbahan aktif pendimethalin
dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Bawang Merah
Klasifikasi bawang merah berdasarkan taksonominya menurut Fritsch dan
Friesen (2002) adalah sebagai berikut :
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Amaryllidales
Famili
: Alliacea (Amaryllidaceae)
Genus
: Allium
Species
: A. cepa L.
Spesies Allium cepa terbagi ke dalam dua kelompok yaitu Common Onion
(termasuk di dalamnya : Allium cepa var. cepa; Allium cepa L. ssp. cepa dan ssp.
australe Trofim) dan Aggregatum Group (termasuk di dalamnya Allium
ascalonicum auct non Strand; Allium cepa ssp. orientale Kazak; Allium cepa var.
ascalonicum Baker) (Brewster 1994). Bawang merah dinamakan Allium cepa var.
aggregatum group yang berada dalam spesies yang sama dengan bawang bombay
karena kemampuannya untuk disilangkan dengan bawang bombay dan
menghasilkan anakan yang fertil (Brewster 1994; Rabinowitch dan Kamenetsky
2002). Umbi dari Aggregatum lebih kecil dibandingkan dengan Common Onion
karena umbinya terbagi dengan cepat dan membentuk cabang/lateral, kemudian
membentuk kelompok umbi. Grup Aggregatum biasanya diperbanyak secara
vegetatif (Brewster 1994).
Ciri-ciri utama Allium adalah karakteristik aroma dan rasanya. Daunnya
muncul dari batang bawah tanah dan seringnya memiliki pelepah/daun bawah
yang dapat menentukan penampakan batang seperti halnya tipe pada bawang daun.
Hal ini disebut sebagai batang semu atau pseudostem (Brewster 1994).

3
Morfologi Tanaman Bawang Merah
Bawang merah merupakan tanaman terna rendah yang tumbuh tegak
dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk
tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak
terlalu dalam tertanam di tanah. Tanaman bawang merah ini termasuk tanaman
yang tidak tahan kekeringan (Wibowo 1999).
Morfologi bawang merah terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah, biji,
dan umbi lapis. Bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal
dan bercabang terpencar pada kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah.
Bawang merah memiliki batang sejati yang disebut discus yang bentuknya
seperti cakram tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran dan mata
tunas (titik tumbuh). Discus bagian atas membentuk batang semu yang tersusun
dari pelepah-pelepah daun. Pangkal daun bersatu membentuk batang semu.
Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya
menjadi umbi lapis atau bulbus (Sumarni, et al. 2005).
Pembentukan umbi pada bawang merah dapat tejadi sebagai respon
terhadap suhu yang tinggi, fotoperiodisme yang berlangsung lama dan rasio
cahaya Red (R)/Far Red (FR) yang rendah (Brewster 1994), serta adanya
perbedaan kultivar yang dapat dibedakan dari panjang hari minimal yang
dibutuhkan untuk menginduksi setiap kultivar dalam membentuk umbi
(Rabinowitch dan Kamenetsky 2002).
Proses pembentukan umbi pada bawang merah berlangsung serupa seperti
yang terjadi pada bawang bombay. Namun pada bawang merah, bagian basal
plate akan menghasilkan tunas lateral yang akan menjadi individu umbi yang baru.
Proses pembentukan umbi bawang dimulai dari penebalan pada leher tanaman dan
pembengkakan pada daun pelepah pertama. Penebalan ini terjadi karena adanya
perluasan sel dan tidak melibatkan pembelahan sel. Ketika daun pelepah mulai
gugur, daun pipa mengalami senescense, sementara daun-daun baru mulai
bermunculan hingga akhirnya mengering dan digantikan daun pelepah dan daun
pipa yang baru (Brewster 1994).
Umbi mulai membengkak ketika bobot maksimum tanaman tercapai. Pada
tahap ini, saat umbi mulai membengkak dan daun-daun mengering dalam waktu
yang cepat, kulit terluar yang kering pada umbi mulai terbentuk. Pematangan
umbi tercapai setelah jaringan leher tanaman mulai melunak dan kehilangan
turgiditasnya, akibatnya tanaman rebah dan umbi mencapai ukuran maksimal
(Brewster 1994).
Umbi Allium mempunyai kulit yang ’membranous’, serta memiliki variasi
dalam bentuk, ukuran dan warna. Bentuk umbi lapis bawang merah sangat
bervariasi, ada yang bulat sampai pipih, sedangkan ukuran umbi meliputi besar,
sedang, dan kecil. Bunganya berwarna putih, berbentuk seperti bintang dengan
tepal yang menyebar (Rabinowitch dan Brewster 1990).
Umbi bawang merah terutama disukai karena aroma sedapnya yang
harum. Aroma utama bawang disebabkan oleh aktivitas enzim allinase yang
mengubah senyawa yang mengandung belerang (S-alkyl sistein sulfoksida) jika
jaringan tanaman rusak atau tergerus. Bawang merah juga mengandung flavonol,
kuersetin dan kuersetin glikosida. Semua senyawa ini bersifat antibakteri dan anti

4
cendawan dan juga menunjukan aktivitas anti kanker dan sifat anti koagulan
(Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Pada setiap 100 gram, bawang merah mengandung air 88 g, protein 1.5 g,
lemak 0.3 g, karbohidat 9 g, serat 0.7 g, Ca 36 mg, P 40 mg, Fe 0.8 mg, vitamin A
5 IU, vitamin B1 0.03 mg, dan vitamin C 2 mg. Nilai energi yang dikandung
adalah 160 kJ/100 g (Permadi dan Meer 1994).
Ekologi Bawang Merah
Tanaman bawang merah memiliki daya adaptasi luas karena dapat tumbuh
mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi (1000 m di atas permukaan laut).
Ketinggian tempat ideal untuk budidaya tanaman bawang merah antara 0 – 800 m
dpl. Namun pada dataran tinggi, tanaman bawang merah akan berumur lebih
panjang dan hasil umbinya lebih rendah daripada di dataran rendah (Suwandi dan
Hilman 1997).
Tanaman bawang merah dapat diusahakan pada lahan bekas sawah
maupun di tanah darat atau lahan kering seperti tegalan, kebun, dan pekarangan.
Jenis tanah yang paling baik adalah lempung berpasir atau lempung berdebu.
Derajat keasaman (pH) tanah antara 5.5 – 6.5. Drainase dan aerasi dalam tanah
berjalan baik (Suwandi dan Hilman 1997).
Tanaman bawang merah termasuk tanaman hari panjang, menyukai tempat
yang terbuka dan cukup mendapat sinar matahari (70%) terutama bila lamanya
penyinaran lebih dari 12 jam (Sumarni dan Rosliani 1997). Untuk dapat tumbuh
dengan baik, tanaman bawang merah memerlukan kondisi lingkungan yang cocok
untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Grubben (1990) dalam
Rosliani et al. (2005), suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan bawang merah
yaitu antara 20-30 ºC dengan curah hujan 100-200 mm/bulan. Tiupan angin sepoisepoi berpengaruh baik terhadap laju fotosintesis dan hasil umbi akan tinggi.
Gulma pada Tanaman Bawang Merah
Gulma menimbulkan kerugian secara perlahan selama gulma tersebut
hidup berinteraksi bersama dengan tanaman. Kerugian akibat gulma dapat terjadi
melalui proses persaingan antara gulma dan tanaman dalam memperoleh sarana
tumbuh dan melalui proses allelopati (Sembodo 2010). Gulma dapat menurunkan
mutu hasil akibat kontaminasi dengan bagian-bagian gulma, mengeluarkan
senyawa allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, menjadi bagi
hama dan pathogen yang menyerang tanaman, mengganggu tata guna air,
meningkatkan biaya usahatani, serta menurunkan produksi (Sukman dan Yakup
2002).
Produksi bawang merah dapat ditingkatkan melalui peningkatan luas areal
dan perubahan praktek manajemen. Namun, kurangnya pengendalian gulma dapat
menyebabkan peningkatan kehilangan bawang yang dapat dipasarkan
(Ashrafuzzaman et al. 2009). Bawang merah tidak dapat berkompetisi dengan
baik terhadap gulma karena pertumbuhannya yang lambat (Bell and Boutwell
2001), tinggi tanaman pendek (Singh, et al. 1992), struktur tanaman tidak
bercabang (Singh et al. 1992), luas daun kecil (Bell and Boutwell 2001), dan
sistem perakaran yang dangkal (Singh et al. 1992).

5
Herbisida Pendimethalin
Pendimethalin merupakan padatan kristal berwarna jingga kekuningan
dengan titik leleh 54-58 °C. Padatan ini larut dalam hidrokarbon diklorinasi dan
pelarut aromatik seperti metilen klorida, aseton, dan xilena, tetapi hanya larut
dalam air pada 5-20 % bentuk daun atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tidak normal;
2 = keracunan sedang, > 20-50 % bentuk daun atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tidak normal;
3 = keracunan berat, > 50-75 % bentuk daun atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tidak normal;
4 = keracunan sangat berat, > 75 % bentuk daun atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tidak normal sampai tanaman mati.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gulma Dominan
Bobot Kering Gulma Total
Gulma total merupakan gabungan gulma-gulma dominan baik golongan
rumput (grasses) maupun gulma golongan daun lebar (broadleaf) yang dijumpai
di petak percobaan. Perlakuan herbisida pendimethalin pada dosis 495 g a.i. ha-1
hingga 990 g a.i. ha-1 dapat mengendalikan gulma total yang ditunjukkan dengan
bobot kering biomassa gulma total yang nyata lebih rendah dibandingkan terhadap
perlakuan kontrol tanpa penyiangan, pada pengamatan 4 MSA dan 6 MSA.
Perlakuan herbisida pendimethalin pada semua dosis yang diuji menunjukkan
hasil pengendalian yang tidak berbeda nyata dibandingkan terhadap perlakuan

8
oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1 dan campuran pendimethalin 330 g a.i. ha-1 +
oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1 serta dibandingkan terhadap perlakuan penyiangan
manual (Gambar 1). Menurut Shaner (2012) pendimethalin merupakan herbisida
grup dinitroanilin, selektif, preemergence yang efektif mengendalikan gulma
golongan rumput dan gulma berdaun lebar dengan mengganggu pembelahan
mitosis dengan menghambat produksi protein mikrotubule (tubulin).
Bobot kering biomassa
gulma total (g/0.25 m2)

14

12,76a
4 MSA

12
10

6 MSA

8,68a

8
6

4,43b
3,23b
2,92b 2,53b
2,23b
1,98b 2,28b
1,85b
1,10b
0,50b
0,25b
0,18b 0,15b
0,18b

4
2
0
P0

P1

P2
P3
P4
P5
Perlakuan pengendalian gulma

P6

P7

(P0) tanpa pengendalian gulma
(P1) pendimethalin 495 g a.i. ha-1
-1
(P2) pendimethalin 660 g a.i. ha
(P3) pendimethalin 825 g a.i. ha-1
-1
(P4) pendimethalin 990 g a.i. ha
(P5) oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1
-1
(P6) pendimethalin 330 g a.i. ha + oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1
(P7) Penyiangan manual

Gambar 2. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering
biomassa gulma total
Bobot Kering Biomassa Alternanthera philoxeroides (Mart.) Griseb dan
Echinochloa colona (L.) Link
Gulma spesies A. philoxeroides (Mart.) Griseb (aligatorweed) merupakan
gulma golongan berdaun lebar (broadleaf), perenial, dikotil, famili
Amaranthaceae yang toleran terhadap kondisi anaerob. Gulma E. colona (L.) Link
(junglerice) merupakan gulma golongan rumput (grasses), annual, monokotil,
famili poacea, dan tidak toleran terhadap kondisi anaerob (USDA 2013; Bryson et.
al. 2011).
Aplikasi herbisida pendimethalin mulai dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 990 g a.i.
-1
ha dapat mengendalikan gulma A. philoxeroides (Mart.) Griseb dan E. colona
(L.) Link yang ditunjukkan dengan bobot kering gulma spesies A. philoxeroides
(Mart.) Griseb dan E. colona (L.) Link yang nyata lebih rendah dibandingkan
terhadap kontrol pada pengamatan 4 MSA dan 6 MSA. Aplikasi herbisida
pendimethalin mulai dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 990 g a.i. ha-1 menunjukkan hasil
pengendalian terhadap gulma spesies A. philoxeroides (Mart.) Griseb dan E.
colona (L.) Link yang tidak berbeda nyata dibandingkan terhadap penyiangan
manual yang ditunjukkan dengan bobot kering gulma spesies A. philoxeroides
(Mart.) Griseb dan E. colona (L.) Link yang tidak berbeda nyata dibandingkan
terhadap perlakuan penyiangan manual, pada pengamatan 4 MSA dan 6 MSA
(Tabel 1).

9
Tabel 1. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering
biomassa gulma A. philoxeroides (Mart.) Griseb dan E. colona
(L.) Link
Perlakuan

Tanpa penyiangan
Pendimethalin 495 g a.i. ha-1
Pendimethalin 660 g a.i. ha-1
Pendimethalin 825 g a.i. ha-1
Pendimethalin 990 g a.i. ha-1
Oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1
Pendimethalin 330 g a.i. ha-1
+ oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1
Penyiangan manual

Bobot kering biomassa gulma
A. philoxeroides
E. colona
4MSA
6 MSA
4 MSA
6 MSA
………………….... (g/0.25 m2) ……………….
2.00a
4.58a
5.95a
3.00a
0.00b
0.08b
0.18b
0.00b
0.08b
0.08b
0.00b
0.80ab
0.13b
0.24b
0.85b
0.15b
0.05b
0.10b
0.08b
0.00b
0.00b
0.05b
0.23b
2.70ab
0.00b
0.05b
0.15b
0.05b
0.13b

0.44b

0.07b

0.00b

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Bobot Kering Biomassa Commelina benghalensis L. dan Cyperus rotundus L.
Gulma spesies C. benghalensis L. (tropical spiderwort) merupakan gulma
golongan berdaun lebar (broadleaf), famili Commelinaceae, monokotil, dan
perenial (tropis), annual (temperate) (Webster et al. 2005). Gulma ini tumbuh
dari biji di dalam tanah dengan produksi biji mencapai 8000 – 12 000 biji/m2
(Walker dan Evenson, 1985).
Gulma spesies C. rotundus L. (purple nutsedge) merupakan gulma
golongan teki (sedges), monokotil, perenial dengan sistem umbi yang ekstensif
(USDA, 2013; Singh Pandey dan Singh, 2009). Gulma ini menjadi spesies invasif
di lebih dari 90 negara karena distribusi dan pengaruhnya terhadap tanaman.
Jaringan bawah tanah yang kompleks mulai dari umbi, akar dan rimpang
menjadikan gulma ini mampu bertahan hidup dan bereproduksi dalam kondisi
buruk. Gulma ini mampu beradaptasi terhadap suhu tinggi, radiasi matahari dan
kelembaban (ISSG, 2013).
Aplikasi herbisida Pendimethalin mulai dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 990 g
-1
a.i. ha tidak dapat mengendalikan gulma spesies C. benghalensis dan C.
rotundus yang ditunjukkan dengan berat kering biomassa gulma spesies C.
beghalensis dan C. rotundus yang tidak berbeda nyata dibandingkan terhadap
perlakuan tanpa penyiangan pada pengamatan 4 MSA dan 6 MSA (Tabel 2).
Menurut Prostko et. al. (2005) aplikasi herbisida preemergence tidak efektif
mengendalikan gulma C. benghalensis L. karena biji gulma ini terus berkecambah
setiap saat.

10
Tabel 2. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering
biomassa gulma spesies C. benghalensis L. dan C. rotundus L.
Perlakuan

Tanpa penyiangan
Pendimethalin 495 g a.i. ha-1
Pendimethalin 660 g a.i. ha-1
Pendimethalin 825 g a.i. ha-1
Pendimethalin 990 g a.i. ha-1
Oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1
Pendimethalin 330 g a.i. ha-1
+ oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1
Penyiangan manual

Berat kering biomassa gulma
C. benghalensis L.
C. rotundus L
4 MSA
6 MSA
4 MSA
6 MSA
2
………………… (g/0.25 m ) .........................
0.00a
0.33a
0.74ab
4.86a
0.00a
0.71a
0.00b
1.20a
0.03a
3.51a
0.05b
1.86a
0.00a
0.98a
0.13b
1.55a
0.08a
1.15a
0.05b
1.28a
0.10a
0.80a
1.90a
0.88a
0.03a
1.23a
0.00b
1.90a
0.05a

0.00a

0.25b

1.41a

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Bawang Merah
Aplikasi herbisida pendimethalin mulai dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 990 g
a.i. ha tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman
bawang merah, mulai pengamatan 1 MSA hingga pengamatan 6 MSA (Tabel 3).
-1

Tabel 3. Tinggi tanaman dan jumlah daun bawang merah pada perlakuan
herbisida pendimethalin pada saat tanaman berumur 6 MST
Perlakuan
Tanpa penyiangan
Pendimethalin 495 g a.i. ha-1
Pendimethalin 660 g a.i. ha-1
Pendimethalin 825 g a.i. ha-1
Pendimethalin 990 g a.i. ha-1
Oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1
Pendimethalin 330 g a.i. ha-1
+ oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1
Penyiangan manual

Tinggi tanaman
(cm)
38.40a
36.88a
38.30a
38.27a
36.65a
38.88a
38.22a

Jumlah daun
(helai)
13.0a
13.4a
11.5a
13.1a
14.4a
13.1a
13.6a

38.24a

13.1a

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Rata-rata tinggi tanaman bawang merah pada akhir pengamatan dari
berbagai perlakuan berkisar antara 36.65 cm hingga 38.88 cm, sedangkan rata-rata
jumlah daun berkisar antara 11.5 hingga 14.4 helai daun (Tabel 3). Berdasarkan
hasil ini terlihat bahwa aplikasi herbisida pendimethalin tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman bawang merah. Hal ini diduga karena
translokasi herbisida pendimethalin ke dalam tajuk bawang merah sangat rendah
sehingga tidak menyebabkan gangguan pertumbuhan vegetatif terhadap tanaman

11
bawang merah. Menurut Parka (1977) herbisida pendimethalin merupakan
herbisida selektif dan translokasinya di dalam tanaman dari akar ke ujung tajuk
sangat rendah.
Produksi Tanaman Bawang Merah
Aplikasi herbisida pendimethalin berpengaruh terhadap jumlah umbi
tanaman bawang merah per rumpun pada saat 4 MSA, sedangkan pada
pengamatan 2 MSA dan 6 MSA pengaruh herbisida pendimethalin tidak terlihat.
Pada pengamatan 4 MSA, aplikasi herbisida pendimethalin pada dosis 495 g a.i.
ha-1 menghasilkan jumlah umbi yang nyata lebih tinggi dibandingkan terhadap
kontrol jumlah umbi terbanyak ditunjukkan oleh perlakuan herbisida oxyfluorfen
yakni sebanyak 9.4 umbi per rumpun, nyata lebih tinggi dibandingkan terhadap
kontrol tanpa penyiangan. Aplikasi herbisida pendimethalin pada dosis 495 g a.i.
ha-1 hingga 990 g a.i. ha-1 menghasilkan jumlah umbi yang nyata lebih banyak
dibandingkan terhadap kontrol. Aplikasi herbisida pendimethalin pada dosis yang
lebih tinggi dari 495 g a.i. ha-1 hanya menunjukkan kecenderungan jumlah umbi
yang lebih banyak dibandingkan terhadap kontrol dan cenderung lebih banyak
dibandingkan dengan perlakuan penyiangan manual (Tabel 4).
Tabel 4. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap umbi bawang merah
per rumpun
Perlakuan
Tanpa penyiangan
Pendimethalin 495 g a.i. ha-1
Pendimethalin 660 g a.i. ha-1
Pendimethalin 825 g a.i. ha-1
Pendimethalin 990 g a.i. ha-1
Oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1
Pendimethalin 330 g a.i. ha-1
+ oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1
Penyiangan manual

Jumlah umbi (umbi/rumpun)
2 MSA
4 MSA
6 MSA
3.6a
5.3c
6.4a
4.1a
8.9ab
7.1a
3.4a
7.4abc
6.8a
3.5a
6.5abc
8.3a
4.0a
7.6abc
8.6a
3.8a
9.4a
8.0a
4.1a
8.1abc
7.0a
3.9a

6.0bc

7.2a

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Bobot Kering Biomassa Umbi dan Tajuk
Aplikasi herbisida pendimethalin berpengaruh terhadap bobot umbi
bawang merah pada 6 MSA, sedangkan pada 2 MSA dan 4 MSA tidak
berpengaruh. Pada pengamatan 6 MSA, aplikasi herbisida pendimethalin dosis
825 g a.i. ha-1 menunjukkan bobot umbi/rumpun tertinggi (Tabel 5). Aplikasi
herbisida pendimethalin tidak berpengaruh terhadap bobot biomassa tajuk
tanaman bawang merah pada saat 2 MSA, 4 MSA, dan 6 MSA (Tabel 6). Hasil ini
menunjukkan bahwa pengaruh fitotoksisitas pada tanaman bawang merah tidak
menyebabkan penekanan tinggi tanaman bawang merah. Tanaman hidup normal
sampai dengan saat panen.

12
Tabel 5. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering umbi
bawang merah
Perlakuan
Tanpa penyiangan
Pendimethalin 495 g a.i. ha-1
Pendimethalin 660 g a.i. ha-1
Pendimethalin 825 g a.i. ha-1
Pendimethalin 990 g a.i. ha-1
Oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1
Pendimethalin 330 g a.i. ha-1
+ oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1
Penyiangan manual

Bobot kering umbi
2 MSA
4 MSA
6 MSA
……………... (g/rumpun) ……………
0.34a
2.26a
4.10b
0.36a
1.83a
5.29b
0.36a
1.74a
4.98b
0.40a
1.75a
7.82a
0.43a
2.21a
6.11ab
0.39a
2.81a
5.92ab
0.45a
2.24a
6.53ab
0.46a

2.15a

5.45b

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Tabel 6. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot kering tajuk
bawang merah
Perlakuan
Tanpa penyiangan
Pendimethalin 495 g a.i. ha-1
Pendimethalin 660 g a.i. ha-1
Pendimethalin 825 g a.i. ha-1
Pendimethalin 990 g a.i. ha-1
Oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1
Pendimethalin 330 g a.i. ha-1
+ oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1
Penyiangan manual

Bobot kering tajuk
2 MSA
4 MSA
6 MSA
……………... (g/rumpun) ……………..
0.93a
2.35a
1.39a
1.05a
3.09a
1.51a
0.90a
2.41a
1.52a
0.83a
3.24a
2.41a
1.00a
2.96a
1.72a
0.89a
3.38a
1.93a
0.91a
2.84a
2.44a
1.15a

2.70a

1.84a

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Bobot Biomassa Total
Aplikasi herbisida pendimethalin berpengaruh terhadap bobot biomassa
total (tajuk + umbi) tanaman bawang merah pada saat 4 MSA dan 6 MSA. Hasil
ini menunjukkan bahwa pengaruh fitotoksisitas pada tanaman bawang merah tidak
menyebabkan penekanan tinggi tanaman bawang merah. Tanaman hidup normal
sampai dengn saat panen (Tabel 7).

13
Tabel 7. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot biomassa total
(tajuk + umbi) tanaman bawang merah
Bobot kering biomassa total
2 MSA
4 MSA
6 MSA
…………….. (g/rumpun) …..….……
1.45a
4.76ab
5.49c
1.46a
5.10ab
6.80bc
1.37a
4.31b
6.49bc
1.46a
5.19ab
10.23a
1.50a
5.31ab
7.83abc
1.47a
6.48a
7.84abc
1.64a
5.23ab
8.96ab

Perlakuan
Tanpa penyiangan
Pendimethalin 495 g a.i. ha-1
Pendimethalin 660 g a.i. ha-1
Pendimethalin 825 g a.i. ha-1
Pendimethalin 990 g a.i. ha-1
Oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1
Pendimethalin 330 g a.i. ha-1
+ oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1
Penyiangan manual

1.75a

5.03ab

7.29bc

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Produktivitas Bawang Merah
Aplikasi herbisida pendimethalin pada semua dosis yang diuji berpengaruh
terhadap bobot basah dan bobot kering umbi per hektar. Aplikasi pendimethalin
dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 990 g a.i. ha-1 menunjukkan bobot basah dan bobot
kering umbi lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa penyiangan (Tabel 8).
Peningkatan produktivitas disebabkan oleh peningkatan ukuran dan jumlah umbi
karena menurunnya persaingan terhadap gulma.
Tabel 8. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap bobot umbi basah
dan bobot umbi kering bawang merah
Perlakuan
Tanpa penyiangan
Pendimethalin 495 g a.i. ha-1
Pendimethalin 660 g a.i. ha-1
Pendimethalin 825 g a.i. ha-1
Pendimethalin 990 g a.i. ha-1
Oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1
Pendimethalin 330 g a.i. ha-1
+ oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1
Penyiangan manual

Bobot umbi ubinan
Basah
Kering

Produktivitas umbi
Basah
Kering

….…. (g/0.75 m2) …….

………. (ton/ha) ……...

2.52c
3.52b
4.28a
4.10ab
4.44a
4.31a
3.89ab

0.76c
1.06b
1.28a
1.23ab
1.33a
1.29a
1.17ab

25.19c
35.21b
42.81a
41.04ab
44.38a
43.13a
38.86ab

10.08c
14.08b
17.13a
16.42ab
17.75a
17.25a
15.54ab

4.04ab

1.21ab

40.42ab

16.17ab

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

14
Fitotoksisitas pada Tanaman Bawang Merah
Aplikasi herbisida pendimethalin pada semua dosis yang diuji
menunjukkan gejala fitotoksisitas yang sangat ringan dengan persentase
fitotoksisitas di bawah lima persen pada saat pengamatan 1 MSA hingga 2 MSA.
Gejala fitotoksisitas tidak terlihat lagi pada saat pengamatan 3 MSA. Namun
berdasarkan skoring fitotoksisitas, persentase fitotoksisitas di bawah lima persen
dikategorikan dalam skor 0 atau dikategorikan tidak ada fitotoksisitas (Tabel 9).
Tabel 9. Pengaruh herbisida pendimethalin terhadap fitotoksisitas pada
tanaman bawang merah
Perlakuan
Tanpa penyiangan
Pendimethalin 495 g a.i. ha-1
Pendimethalin 660 g a.i. ha-1
Pendimethalin 825 g a.i. ha-1
Pendimethalin 990 g a.i. ha-1
Oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1
Pendimethalin 330 g a.i. ha-1
+ oxyfluorfen 240 g a.i. ha-1
Penyiangan manual

1 MSA
0.0b
0.0b
0.0b
0.0b
0.0b
1.0a
1.0a

Skor fitotoksisitas
2 MSA
0.0b
0.0b
0.0b
0.0b
0.0b
1.0a
1.0a

3 MSA
0.0a
0.0a
0.0a
0.0a
0.0a
0.0a
0.0a

0.0b

0.0b

0.0a

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Aplikasi herbisida pendimethalin 33% mulai dosis 495 g a.i. ha-1 hingga
990 g a.i. ha-1 dapat mengendalikan gulma umum pada tanaman bawang merah
hingga 6 MSA. Gulma dominan yang ada di lokasi percobaan antara lain spesies
C. rotundus, C. benghalensis, A. philoxeroides, dan E. colona. Gulma yang dapat
dikendalikan oleh aplikasi herbisida pendimethalin yaitu gulma spesies A.
philoxeroides dan E. colona.
Pengendalian gulma dengan aplikasi herbisida pendimethalin dapat
meningkatkan produksi tanaman bawang merah. Peningkatan produksi sekitar
45% dibandingkan dengan tanpa penyiangan.
Dosis efektif herbisida pendimethalin 33% untuk pengendalian gulma
umum pada tanaman bawang merah di lokasi percobaan adalah dosis 495 g a.i. ha1
hingga 660 g a.i. ha-1. Aplikasi herbisida pendimethalin mulai dosis 495 g a.i.
ha-1 hingga 990 g a.i. ha-1 tidak menyebabkan gejala fitotoksisitas pada tanaman
bawang merah.

15
Saran
Berdasarkan hasil percobaan efikasi di lapangan, untuk mengendalikan
gulma umum pada pertanaman bawang merah dengan komposisi gulma seperti
pada lokasi percobaan, aplikasi herbisida pendimethalin 33% disarankan
menggunakan dosis 495 g a.i. ha-1 hingga 660 g a.i. ha-1.

DAFTAR PUSTAKA
Ashrafuzzaman M, Millat MN, Ismail MR, Shahidullah SM. 2009. Influence of
paclobutrazol and bulb sizes on seed yield and yield attributing traits of
onion (Allium cepa L.) cv Taherpuri. Archives of Agron and Soil Sci. 55:
609–621.
Bell CE, Boutwell BE. 2001. Combining bensulide and pendimethalin controls
weeds in shallots. California Agric. 55:35–38.
Brewster JL. 1994. Onions and Other Vegetable Alliums. Wallingford (GB): CAB
International.
Bryson CT, Skojac DA. 2011. An annotated checklist of the vascular flora of
Washington County, Mississippi. J. Bot. Res. Institute of Texas. 5:855-866.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Luas panen, produksi, dan produktivitas
bawang merah. http://www.bps.go.id. [25 September 2012].
Fritsch RM, Friesen N. 2002. Evolution, Domestication and Taxonomy. Recent
Advances. In Rabinowitch HD, Currah L, editors. Wallingford (GB):
CABI Publishing.
[ISSG] Invasive Species Specialist Group. 2013. Global Invasive Species
Database. http://www.issg.org. [7 Maret 2013].
Lin HT, Chen SW, Shen CJ, Chu C. 2007. Dissipation of pendimethalin in the
Garlic (Allium sativum L.) under subtropical condition. Bull Environ.
Contam. Toxicol. 79:84–86.
Parka S, Soper O. 1977. The physiology and mode of action of the dinitroaniline
herbicides. Weed Sci. 25: 79-87.
Permadi AH, Van der Meer QP. 1994. Allium cepa L. Cv. Group Aggregatum.
Siemonsma JS, Piluek K, editors. Prosea Plant Resources of South East
Asia 8 Vegetables. Bogor (ID).
Prostko EP, Culpepper AS, Webster TM, Flanders JT. 2005. Tropical spiderwort
identification and control in Georgia field crops. Circular 884, Cooperative
Extension Service, The University of Georgia College of Agricultural and
Environmental Sciences.
Rabinowitch HD, Kamenetsky R. 2002. Shallot (Allium cepa, Aggregatum
Group). Rabinowitch HD, Currah L, editors. Allium Crop Science: Recent
Advances. p 409-426.
Rosliani R, Suwandi, Sumarni N. 2005. Pengaruh waktu tanam dan zat pengatur
tumbuh mepiquat klorida terhadap pembungaan dan pembijian bawang
merah (TSS). J.Hort.15(3): 192-198.
Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia 2. Prinsip, Produksi dan Gizi.
Bandung (ID): ITB Pr.

16
Sembodo DRJ. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Shaner DL. 2012. Field dissipation of sulfentrazone and pendimethalin in
Colorado. Weed Tech. 26(4):633-637.
Sing NB, Pandey BN, Sing A. 2009. Allelophatic effect of Cyperus rotundus
extract in vitro and ex vitro on banana. Acta Physiol. Plant. 31: 633-638.
Singh S, Malik RK, Samdyan JS. 1992. Evaluation of herbicides for weed control
in shallot (Allium cepa L.). Tests of Agrochemicals and Cultivars. 13:54–
55.
Sumarni E, Sumiati, Suwandi. 2005. Pengaruh kerapatan tanaman dan aplikasi zat
pengatur tumbuh terhadap produksi umbi bibit bawang merah asal biji
kultivar bima. J Hort. 15(1): 208-214.
Sumarni N, Rosliani R. 1996. Ekologi Bawang Merah. Teknologi Produksi
Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Bandung.
Hal 12-17.
Suryana A. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis bawang merah.
http://www.litbang.deptan.go.id. [25 September 2012].
[SUSENAS] Survey Sosial Ekonomi Nasional. 2011. Komoditas bawang merah.
http://www.bps.go.id. [12 Desember 2012].
Suwandi, Hilman Y. 1996. Budidaya Tanaman Bawang Merah. Teknologi
Produksi Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang,
Bandung. Hal 51-56.
[USDA] United States Department of Agriculture. 2013. Natural Resources
Conservation Service. http://www.plants.usda.gov. [7 Maret 2013].
Verma SK, Singh HT. 1997. Effect of weed control measures and fertility on
growth and productivity of rainy season shallot (Allium cepa). Indian J
Agron. 42:540–543.
Walker SR, Evenson JP. 1985. Biology of Commelina beghalensis L. in shoutestern Queensland: growth, development, and seed production. Weed Res.
25:239-244.
Webster TM, Burton MG, Culpepper AS, York AC, Prostko EP. 2005. Tropical
spiderwort (Commelina benghalensis): A tropical invader threatens
agroecosystems of the Southern United States. Weed Tech. 19:501–508.
Wibowo S. 1999. Budidaya Bawang Bawang Putih, Bawang Putih, Bawang
Bombay. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

17

LAMPIRAN

18
Lampiran 1. Denah percobaan
Ulangan IV

Ulangan III

Ulangan II

Ulangan I

P2

P6

P1

P4

P3

P0

P4

P1

P5

P3

P0

P6

P1

P4

P7

P2

P3

P0

P5

P7

P6

P5

P7

P2

P4

P1

P2

P7

P3

P6

P0

P5

Keterangan :
P0 : tanpa pengendalian (kontrol)
P1 : aplikasi pendimethalin 495 g a.i. ha-1
P2 : aplikasi pendimethalin 660 g a.i. ha-1
P3 : aplikasi pendimethalin 825 g a.i. ha-1
P4 : aplikasi pendimethalin 990 g a.i. ha-1
P5 : aplikasi oxyfluorfen 480 g a.i. ha-1
P6 : aplikasi pendimethalin 330 g a.i. ha-1 + oxyflourfen 240 g a.i. ha-1
P7 : penyiangan manual

19
Lampiran 2. Kondisi pertanaman bawang merah pada perlakuan herbisida
pendimethalin

20
Lampiran 3. Spesies-spesies gulma dominan di lokasi percobaan

Cyperus rotundus

Commelina benghalensis

Echinochloa colona

Althernanthera philoxeroides

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 April 1991. Penulis adalah
putri pertama dari Bapak Khairul Bin Zahri dan Ibu Lela Suhana. Penulis
menempuh pendidikan tingkat pertama di SMP Negeri 4 Bogor dari tahun 2003
hingga tahun 2006. Pendidikan lanjutan atas ditempuh di SMA Negeri 5 Bogor
dari tahun 2006 hingga 2009. Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada
tahun 2009 dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian IPB.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di bidang kegiatan
kemahasiswaan diantaranya pernah menjadi panitia Masa Pengenalan Departemen
(MPD) pada tahun 2011 dan menjadi bendahara Festival Tanaman XXXII.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada Matakuliah Pengendalian Gulma
pada tahun 2012.