EFIKASI HERBISIDA PIROKSASULFON DAN KOMBINASINYA DENGAN PENDIMETHALIN UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

(1)

ABSTRAK

EFIKASI HERBISIDA PIROKSASULFON DAN KOMBINASINYA DENGAN PENDIMETHALIN UNTUK MENGENDALIKAN GULMA

PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

Oleh Ardiansyah

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu tanaman sayuran dengan prospek yang cukup baik dalam pengembangan agribisnis di Indonesia. Kebutuhan dan permintaan konsumen akan bawang merah terus menerus meningkat, sehingga perlu dilakukan suatu usaha pengembangan di sektor pertanian. Salah satu cara peningkatan produktivitas bawang merah yaitu teknik budidaya. Gulma merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam praktik budidaya bawang merah. Kehadiran gulma pada lahan budidaya memiliki pengaruh nyata dalam penurunan hasil produksi. Hal tersebut disebabkan terjadinya persaingan antara gulma dengan tanaman budidaya dalam memperoleh unsur hara, air, cahaya, CO2, serta ruang tumbuh. Salah satu metode pengendalian gulma yang dapat dilakukan yaitu pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan herbisida piroksasulfon. piroksasulfon merupakan herbisida yang relatif baru, sehingga masih harus dilakukan pengujian untuk mendapatkan informasi daya kendali herbisida ini.


(2)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) daya kendali piroksasulfon yang diaplikasikan secara tunggal dan dikombinasi dengan herbisida pendimethalin terhadap pertumbuhan gulma pada budidaya tanaman bawang; (2) perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin; (3) respon tanaman bawang terhadap piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin. Penelitian ini dilakukan di Lahan Penelitian Bataranila Lampung Selatan dan Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung, yaitu pada bulan September hingga November 2009. Perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS) yang terdiri dari 10 perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali. Homogenitas ragam diuji dengan Uji Bartlett dan aditivitas data diuji dengan Uji Tukey. Selanjutnya data dianalisis dengan sidik ragam dan perbedaan nilai tengah perlakuan diuji dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kombinasi piroksasulfon dosis 60 g/ha dengan pendimethalin 910 g/ha efektif dalam mengendalikan gulma pada pertanaman bawang merah. Piroksasulfon tunggal dan kombinasinya dengan pendimethalin mampu mengendalikan gulma dominan Ottochloa nodosa, (2) terdapat perubahan komposisi jenis gulma akibat aplikasi piroksasulfon tunggal dan kombinasinya dengan pendimethalin, dan (3) semua taraf dosis piroksasulfon tunggal dan kombinasi yang diaplikasikan menunjukkan gejala keracunan sedang terhadap tanaman bawang merah awal-awal setelah pengaplikasian, namun 4 minggu setelah aplikasi tanaman sudah tidak menunjukkan gejala keracunan lagi.


(3)

ABSTRACT

EFFICACY PYROXASULFONE HERBICIDE AND ITS COMBINATION WITH PENDIMETHALINE FOR WEED CONTROL IN ONION

CULTIVATION (Allium ascalonicum L.)

By Ardiansyah

Red onion (Allium ascalonicum L.) is one vegetable crop with a good prospect in

the development of agribusiness in Indonesia. The consumer’s needs and demands

will continue increase, so it needs some developments in the agricultural sector. One way to increase the productivity of onion is by cultivation techniques. Weeds is one of the problems encountered in the practice of onion cultivation. The presence of weeds on cultivated land cause decrease in yield. It caused by the competition between weeds with crop plants in obtaining nutrients, water, light, CO2, and grow space. One method of weed control is a chemical control by using pyroxasulfone herbicides. The pyroxasulfone is a new herbicide, which is must be tested to obtain information about weed control.

The objective of this research were to identify: (1) the efficacy of pyroxasulfone and its combination with the herbicide pendimethaline in growth of weeds on onion crop cultivation, (2) composition changes of weeds species after the application of pyroxasulfone herbicide and its combination with pendimethaline;


(4)

(3) the responses of red onion to pyroxasulfone and its combination. This research was conducted in Natar, South Lampung and at the laboratory of weed science, Faculty of Agriculture, University of Lampung, from September to November 2009. The treatments were applied to experimental plots in a complete-randomized block design (RKTS) with 10 treatments and 3 replications. Homogeneity of variance was tested with Bartlett’s test and additivity with Tukey’s test, then the data were analyzed with ANOVA and mean differences among the treatment were determined with Honestly Significant Difference Test (BNJ) at level P=0,05.

The results of experience indicated that (1) pyroxasulfone’s combination in 60 g/ha with pendimethaline 910 g/ha is effective to control weeds in onion crop. The pyroxasulfone herbicide and its combination are able to control the dominant weeds Ottochloa nodosa, (2) there are changes in weed species composition due to a pyroxasulfone applications and its combinations, and (3) all of the

pyroxasulfone’s dose levels and its combinations show poisoned symptoms at the early of application. But 4 weeks after application, there are no poisoned


(5)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu tanaman sayuran dengan prospek yang cukup baik dalam pengembangan agribisnis di Indonesia. Komoditi ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu masakan untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang merah dalam kebutuhan sehari-hari menyebabkan permintaan akan komoditas ini semakin meningkat. Maka perlu adanya usaha peningkatan produksi (Rahayu dan Berlian, 2002)

Prospek bawang merah begitu cerah karena tidak adanya bahan pengganti (barang subtitusi) yaitu barang berupa komoditi lain yang sifat dan fungsinya hampir sama dengan bawang merah, baik yang bersifat sintetis maupun alami. Ketiadaan barang subtitusi tersebut makin menambah tingginya kebutuhan masyarakat akan bawang merah (Nazarudin, 1994).

Dalam upaya memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen akan bawang merah yang terus menerus meningkat, harus dilakukan usaha pengembangannya di sektor pertanian. Ada beberapa hal yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas bawang merah dalam hal teknik budidaya


(6)

2 antara lain memperhatikan faktor lingkungan, genetik, teknik budidaya yang diterapkan, iklim mikro, dan keberadaan hama atau penyakit.

Salah satu langkah yang dilakukan oleh petani untuk meningkatkan produksi tanaman bawang yaitu perlindungan tanaman atau pengendalian organisme pengganggu tanaman. Sebayang (2008) menyatakan bahwa di bidang pertanian, gulma ialah setiap tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan sehingga manusia berusaha untuk mengendalikannya. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual, mekanis, kultur teknis, kimia dan hayati.

Beberapa kerugian yang timbul akibat keberadaan gulma pada lahan pertanian yaitu: (1) menurunkan hasil produksi, (2) menurunkan mutu hasil, (3) menjadi inang alternatif hama dan patogen, (4) mempersulit pengolahan tanah dan mempertinggi biaya produksi, (5) menimbulkan zat beracun dari golongan fenol bagi tumbuhan yang lain, (6) mengurangi debit dan kualitas air (Triharso,1994).

Kehadiran gulma pada lahan budidaya memiliki pengaruh nyata dalam penurunan hasil produksi. Penurunan produktivitas oleh gulma dapat mencapai 20-80% bila gulma tidak dikendalikan. Hal tersebut disebabkan terjadinya persaingan antara gulma dengan tanaman budidaya dalam memperoleh unsur hara, air, cahaya, CO2, serta ruang tumbuh (Moenandir, 1993a). Menurut PT Tanindo Subur Prima (2008), keberadaan gulma kini menjadi ancaman khusus yang perlu dikendalikan sesegera mungkin. Selain menggunakan pengendalian secara fisik seperti mencabut langsung atau menggunakan alat khusus, kini tidak sedikit para petani yang mengambil jalan lebih sederhana yaitu menggunakan herbisida. Disamping mudah, penggunaan herbisida juga ditengarai lebih cepat dan tuntas dalam


(7)

3 memberantas gulma. Bila ditinjau dari biaya maupun penggunaan tenaga tentu saja penggunaan herbisida lebih murah, apalagi herbisida ini mampu mengendalikan gulma hingga ke akar-akarnya.

Pengendalian secara mekanis maupun kimia keduanya sama efektifnya, hanya saja bila kita merujuk pada waktu dan efisiensinya, tentunya pengendalian secara kimia perlu diperhitungkan. Banyaknya jenis gulma menuntut petani untuk menggunakan herbisida yang tepat untuk gulma sasaran. Berkaitan dengan itu, banyaknya jenis gulma ternyata berimplikasi pada berbagai jenis bahan aktif dari herbisida. Menurut Beste (1983), herbisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengontrol, menekan, atau membunuh tumbuhan atau sangat mengganggu proses pertumbuhan normal tumbuhan.

Aplikasi serentak dari bahan agrokimia yang sesuai memberikan keuntungan yang meliputi pengurangan biaya produksi dalam bentuk penghematan waktu dan tenaga, pengurangan pemadatan tanah, spektrum organisme pengganggu yang dapat dikendalikan lebih besar dan pengaruhnya lebih lama, memperlambat timbulnya gulma yang resisten terhadap herbisida, memperbaiki daya kontrol pada keadaan cuaca yang lebih bervariasi, mengurangi kemungkinan keracunan pada tanaman budidaya karena komponen dosis campuran dipakai lebih rendah daripada bila bahan tersebut diaplikasi secara tunggal (Tjitrosemito dan Burhan, 1995). Menurut Alif (1977) dalam Setyobudi et al. (1995), pencampuran dua jenis herbisida yang kompatibel, ditujukan untuk menghasilkan efek yang sinergis. Sedangkan pencampuran dua jenis herbisida yang tidak kompatibel akan menghasilkan efek antagonis.


(8)

4

Pada penelitian ini herbisida yang digunakan adalah herbisida baru yang diproduksi oleh PT BASF dengan kode BAS 94461H dengan bahan aktif piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal dan dikombinasi dengan herbisida berbahan aktif pendimethalin, sehingga diketahui daya kendali herbisida terhadap pertumbuhan gulma, respons terhadap tanaman bawang, dan perubahan komposisi jenis gulma. Untuk mengetahui daya kendali herbisida piroksasulfon ini, penulis melakukan salah satu pengujian terhadap piroksasulfon yaitu uji efikasi. Uji efikasi merupakan salah satu prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan izin suatu pestisida layak dipasarkan. Dengan melakukan uji efikasi terhadap herbisida piroksasulfon, dapat diketahui daya kendali herbisida tersebut terhadap gulma pada budidaya bawang, pengaruh bagi tanaman bawang, serta dosis dan jenis aplikasi (tunggal atau campuran) piroksasulfon yang tepat sehingga piroksasulfon dapat digunakan untuk mengendalikan gulma sasaran pada budidaya bawang, dan mencegah bahaya keracunan.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana daya kendali piroksasulfon yang diaplikasikan secara tunggal dan dikombinasi dengan herbisida pendimethalin terhadap pertumbuhan gulma pada budidaya tanaman bawang?

2. Apakah terjadi perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin?


(9)

5 3. Bagaimana respons tanaman bawang terhadap piroksasulfon yang diaplikasi

secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah disusun tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui daya kendali piroksasulfon yang diaplikasikan secara tunggal dan dikombinasi dengan herbisida pendimethalin terhadap pertumbuhan gulma pada budidaya tanaman bawang.

2. Mengetahui perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin.

3. Mengetahui respons tanaman bawang terhadap piroksasulfon yang diaplikasi secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin.

1.3 Landasan Teori

Dalam rangka menyusun penjelasan teoritis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis menggunakan landasan teoritis sebagai berikut: Gulma merupakan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang tidak akan pernah hilang dari pandangan petani, penyuluh, peneliti, dan pengambil kebijakan karena keberadaannya lebih banyak merugikan daripada memberikan keuntungan. Oleh karena itu manusia berusaha untuk mengendalikannya. Pengendalian gulma sudah lama dikenal dan diterapkan oleh petani (Wibowo, 2005).


(10)

6 Menurut Djojosumarto (2008), gangguan pada tanaman bisa disebabkan oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik diantaranya keadaan tanah, air, keadaan udara, dan faktor iklim. Gangguan ini dapat diatasi dengan tindakan pengoreksian. Sementara itu, faktor biotik yang menyebabkan gangguan pada tanaman disebut dengan istilah organisme pengganggu tanaman (OPT). Dalam pengertian sehari-hari, OPT dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: hama, penyakit, dan gulma (tumbuhan pengganggu).

Menurut Sebayang (2008), di bidang pertanian, gulma dapat merugikan pertumbuhan dan hasil tanaman karena bersaing dalam memperoleh unsur hara, air, cahaya dan sarana tumbuh lainnya. Selain itu gulma dapat juga dimanfaatkan sebagai penyedia bahan organik, sebagai bahan penutup tanah untuk mencegah erosi dan bahan obat tradisional. Persaingan antara gulma dan tanaman dipengaruhi oleh jenis dan kepadatan gulma, kultur teknik, jenis tanaman, pemupukan, faktor tanah dan iklim.

Ciri gulma berbahaya antara lain: memiliki pertumbuhan vegetatif yang cepat, memperbanyak diri lebih awal dan efisien, memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dan beradaptasi pada kondisi lingkungan yang kurang baik, memiliki sifat dormansi, dapat menurunkan produksi meskipun pada populasi gulma yang rendah.

Metode yang umumnya sering digunakan dalam pengendalian gulma adalah pengendalian secara kimiawi, yaitu menggunakan herbisida. Herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghentikan pertumbuhan gulma sementara atau seterusnya bila diperlakukan pada ukuran yang tepat. Dengan kata lain jenis dan


(11)

7 kadar racun bahan kimia suatu herbisida menentukan arti daripada herbisida itu sendiri (Moenandir, 1990).

Menurut Sembodo (2010), herbisida digunakan untuk mengendalikan gulma karena dapat mengendalikan gulma sejak dini; efisien dalam waktu, tenaga kerja, dan biaya; dapat mengendalikan gulma yang sulit dikendalikan dengan cara lain; dan mencegah erosi serta mendukung konsep olah tanah konvensional (OTK). Kekurangan dalam penggunaan herbisida adalah perlu kecakapan khusus (teknik aplikasi, pemilihan jenis herbisida, penentuan dosis, penanganan herbisida, dan keamanan), investasi alat aplikasi, dan kelestarian serta kualitas lingkungan. Keberhasilan aplikasi herbisida ditentukan oleh banyak hal, antara lain gulma sasaran, herbisida yang digunakan, dan cara pengaplikasiannya. Syarat pengaplikasian herbisida yang baik dirangkum dalam 4 tepat, yaitu tepat jenis, tepat cara, tepat dosis, dan tepat waktu.

Menurut Radonsevich dan Holt (1984) dalam Lubis (2002), beberapa kelemahan yang timbul akibat pemakaian herbisida tunggal adalah:

(1) Hanya mampu mengendalikan gulma dari golongan tertentu.

(2) Pemakaian satu jenis herbisida secara terus-menerus akan membentuk gulma-gulma yang resisten sehingga akan sulit untuk mengendalikannya. (3) Timbulnya resistensi gulma akan menambah permasalahan pengelolaan

gulma seperti menambah biaya pengendalian dan timbulnya persaingan yang berkepanjangan.


(12)

8 Pada dasarnya tidak ada jenis herbisida yang dapat memberantas semua jenis gulma, maka untuk memperluas spektrum pengendalian gulma dapat dilakukan dengan mencampur suatu jenis herbisida dengan herbisida lain atau diberi tambahan adjuvan (Setyobudi et al., 1995). Umumnya gulma sasaran dari suatu herbisida hanya beberapa spesies gulma saja, sedangkan di lahan dijumpai keragaman spesies gulma dari berbagai golongan. Oleh karena itu, beberapa formulasi herbisida mengandung lebih dari satu macam bahan aktif untuk memperluas jangakauan sasaran gulma.

Dari pencampuran dua herbisida diharapkan akan terjadi sifat sinergis yang mampu memberikan daya pengendalian lebih besar dibandingkan dengan komponen herbisida tunggalnya.

Piroksasulfon merupakan herbisida yang relatif baru. Herbisida ini masih harus diuji lebih lanjut untuk mengetahui jenis dan sasaran gulma yang dapat dikendalikan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengujian efikasi. Piroksasulfon diaplikasi secara tunggal pada beberapa dosis dan dikombinasikan dengan herbisida pendimethalin, sehingga diketahui respons dan daya kendali herbisida yang diujikan serta perubahan komposisi gulma.

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, maka disusunlah kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah. Bawang merah merupakan salah satu tanaman sayuran yang menjadi menu pokok hampir pada semua jenis masakan dengan fungsi sebagai penyedap masakan.


(13)

9 Fungsi esensial pada bawang merah menunjukan jumlah penggunaan pada tiap masakan yang memerlukan penyedap sayuran ini.

Kebutuhan akan bawang merah akan terus meningkat seiring bertambahnya penduduk dan daya beli masyarakat. Untuk mencukupi permintaan masyarakat yang terus meningkat, diperlukan upaya-upaya peningkatan produksi tanaman bawang merah dan peningkatan kualitas produksi. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan produksi bawang merah adalah teknik budidaya yang baik. Dalam melaksanakan teknik budidaya itu, salah satu factor penghambat adalah kehadiran gulma. Kehadiran gulma dapat menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena gulma memiliki keperluan dasar yang sama dengan tanaman seperti unsur hara, mineral, air, CO2, cahaya, dan ruang tumbuh. Kompetisi antara tanaman dan gulma dapat mengurangi hasil dan mutu tanaman.

Gulma yang tumbuh di areal budidaya tanaman akan bersaing dengan tanaman untuk mendapatkan unsur hara sehingga tanaman tidak mendapatkan unsur hara yang cukup. Pengelolaan gulma yang baik akan sangat membantu dalam upaya meningkatkan hasil dan mutu tanaman.

Kegiatan pengendalian gulma meliputi pengendalian gulma secara manual (mekanis), kultur teknis, hayati, kimiawi, dan terpadu. Setiap pengendalian gulma memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung dari kondisi lahan, sifat tanaman, sifat gulma, dampak pada lingkungan, faktor eksternal, dan lain-lain. Pengendalian yang banyak dilakukan pada saat ini yaitu dengan cara kimiawi menggunakan herbisida, karena penggunaan herbisida memiliki beberapa keuntungan jika dibandungkan dengan teknik pengendalian yang lain.


(14)

10 penggunaan herbisida dalam kegiatan pengendalian gulma secara kimiawi bukanlah hal yang baru bagi petani karena secara ekonomi beberapa herbisida lebih murah daripada upah tenaga kerja, lebih efisien waktu dan tenaga, mudah, dan lebih praktis.

Umumnya, herbisida terdaftar merupakan herbisida yang terdiri dari satu bahan aktif saja dan beberapa diformulasikan dengan dua atau lebih bahan aktif. Penggunaan salah satu jenis herbisida secara terus-menerus dapat menyebabkan gulma menjadi resisten. Oleh karena itu dilakukan kombinasi dua jenis herbisida untuk memperoleh daya kendali terhadap gulma yang lebih baik dan lebih lama menekan pertumbuhan gulma.

Piroksasulfon merupakan herbisida baru yang harus diuji efikasi terlebih dahulu agar diketahui daya kendalinya, gulma sasaran, pengaruh herbisida terhadap tanaman, dosis yang tepat dan jenis aplikasinya (tunggal atau kombinasi), dan diharapkan tidak berpengaruh buruk bagi lingkungan dan tanaman. Pada penelitian ini diterapkan dua jenis aplikasi yaitu secara tunggal dan kombinasi, herbisida piroksasulfon diaplikasi secara tunggal pada beberapa taraf dosis dan dikombinasi dengan herbisida herbisida pendimethalin.

Adanya kombinasi dua jenis herbisida akan menyebabkan terjadinya interaksi, yaitu sinergisme, antagonisme, dan aditif. Dengan adanya kombinasi, maka dapat diketahui daya kendali masing-masing herbisida yang diujikan terhadap kondisi dan pertumbuhan gulma, respons terhadap tanaman bawang, dan perubahan komposisi jenis gulma. Sebagai pembanding, dilakukan pengendalian gulma secara manual pada petak tanaman bawang , untuk menciptakan kondisi tanaman


(15)

11 yang terbaik. Diusahakan tidak ada persaingan dengan gulma dan tidak teracuni dengan herbisida dan petak kontrol (untuk gulma) untuk menciptakan kondisi gulma yang terbaik (pertumbuhan gulma tidak terganggu).

Piroksasulfon adalah herbisida yang dikeluarkan oleh PT. BAS. Piroksasulfon adalah bahan aktif yang termasuk dalam kelompok kimia pirazol dan oksazol. Pola kerjanya dalam tumbuhan sebagai penghambat sulfonilioksazon ALS (asetolasetat sintase) (Kurtz et al., 2009).

Pengujian pada piroksasulfon diperlukan untuk melihat hasil daya efikasinya terhadap gulma maupun tanaman bawang. Hasil tersebut nantinya dapat menjadi suatu rekomendasi yang diharapkan dapat membantu untuk mengatasi masalah gulma pada budidaya bawang merah.

1.5Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukan diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Piroksasulfon yang diaplikasikan secara tunggal maupun yang dikombinasi dengan herbisida pendimethalin dapat mengendalikan gulma pada budidaya tanaman bawang.

2. Terjadi perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi piroksasulfon baik secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin pada pengendalian gulma pada budidaya tanaman bawang.


(16)

12 3. Pertumbuhan dan produksi tanaman bawang tidak terpengaruh akibat aplikasi piroksasulfon baik secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin.


(17)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kombinasi piroksasulfon dosis 60 g/ha dengan pendimethalin 910 g/ha efektif dalam mengendalikan gulma pada pertanaman bawang merah. Piroksasulfon tunggal dan kombinasinya dengan pendimethalin mampu mengendalikan gulma dominan Ottochloa nodosa.

2. Terdapat perubahan komposisi jenis gulma akibat aplikasi piroksasulfon tunggal dan kombinasinya dengan pendimethalin.

3. Semua taraf dosis piroksasulfon tunggal dan kombinasi yang diaplikasikan menunjukkan gejala keracunan sedang terhadap tanaman bawang merah awal-awal setelah pengaplikasian, namun 4 minggu setelah aplikasi tanaman sudah tidak menunjukkan gejala keracunan lagi.


(18)

51 5.2 Saran

Hasil penelitian menunjukkan piroksasulfon tunggal dan kombinasi tidak mampu mengendalikan gulma Mimosa invisa. Sehingga diperlukan penelitian lanjutan pada lahan pertanaman bawang merah menggunakan herbisida piroksasulfon dan kombinasinya dengan herbisida pendimethalin dengan taraf dosis yang lebih tinggi untuk mengetahui daya kendali herbisida tersebut.


(1)

9 Fungsi esensial pada bawang merah menunjukan jumlah penggunaan pada tiap masakan yang memerlukan penyedap sayuran ini.

Kebutuhan akan bawang merah akan terus meningkat seiring bertambahnya penduduk dan daya beli masyarakat. Untuk mencukupi permintaan masyarakat yang terus meningkat, diperlukan upaya-upaya peningkatan produksi tanaman bawang merah dan peningkatan kualitas produksi. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan produksi bawang merah adalah teknik budidaya yang baik. Dalam melaksanakan teknik budidaya itu, salah satu factor penghambat adalah kehadiran gulma. Kehadiran gulma dapat menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena gulma memiliki keperluan dasar yang sama dengan tanaman seperti unsur hara, mineral, air, CO2, cahaya, dan ruang tumbuh. Kompetisi antara tanaman dan gulma dapat mengurangi hasil dan mutu tanaman.

Gulma yang tumbuh di areal budidaya tanaman akan bersaing dengan tanaman untuk mendapatkan unsur hara sehingga tanaman tidak mendapatkan unsur hara yang cukup. Pengelolaan gulma yang baik akan sangat membantu dalam upaya meningkatkan hasil dan mutu tanaman.

Kegiatan pengendalian gulma meliputi pengendalian gulma secara manual (mekanis), kultur teknis, hayati, kimiawi, dan terpadu. Setiap pengendalian gulma memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung dari kondisi lahan, sifat tanaman, sifat gulma, dampak pada lingkungan, faktor eksternal, dan lain-lain. Pengendalian yang banyak dilakukan pada saat ini yaitu dengan cara kimiawi menggunakan herbisida, karena penggunaan herbisida memiliki beberapa keuntungan jika dibandungkan dengan teknik pengendalian yang lain.


(2)

10 penggunaan herbisida dalam kegiatan pengendalian gulma secara kimiawi bukanlah hal yang baru bagi petani karena secara ekonomi beberapa herbisida lebih murah daripada upah tenaga kerja, lebih efisien waktu dan tenaga, mudah, dan lebih praktis.

Umumnya, herbisida terdaftar merupakan herbisida yang terdiri dari satu bahan aktif saja dan beberapa diformulasikan dengan dua atau lebih bahan aktif. Penggunaan salah satu jenis herbisida secara terus-menerus dapat menyebabkan gulma menjadi resisten. Oleh karena itu dilakukan kombinasi dua jenis herbisida untuk memperoleh daya kendali terhadap gulma yang lebih baik dan lebih lama menekan pertumbuhan gulma.

Piroksasulfon merupakan herbisida baru yang harus diuji efikasi terlebih dahulu agar diketahui daya kendalinya, gulma sasaran, pengaruh herbisida terhadap tanaman, dosis yang tepat dan jenis aplikasinya (tunggal atau kombinasi), dan diharapkan tidak berpengaruh buruk bagi lingkungan dan tanaman. Pada penelitian ini diterapkan dua jenis aplikasi yaitu secara tunggal dan kombinasi, herbisida piroksasulfon diaplikasi secara tunggal pada beberapa taraf dosis dan dikombinasi dengan herbisida herbisida pendimethalin.

Adanya kombinasi dua jenis herbisida akan menyebabkan terjadinya interaksi, yaitu sinergisme, antagonisme, dan aditif. Dengan adanya kombinasi, maka dapat diketahui daya kendali masing-masing herbisida yang diujikan terhadap kondisi dan pertumbuhan gulma, respons terhadap tanaman bawang, dan perubahan komposisi jenis gulma. Sebagai pembanding, dilakukan pengendalian gulma secara manual pada petak tanaman bawang , untuk menciptakan kondisi tanaman


(3)

11 yang terbaik. Diusahakan tidak ada persaingan dengan gulma dan tidak teracuni dengan herbisida dan petak kontrol (untuk gulma) untuk menciptakan kondisi gulma yang terbaik (pertumbuhan gulma tidak terganggu).

Piroksasulfon adalah herbisida yang dikeluarkan oleh PT. BAS. Piroksasulfon adalah bahan aktif yang termasuk dalam kelompok kimia pirazol dan oksazol. Pola kerjanya dalam tumbuhan sebagai penghambat sulfonilioksazon ALS (asetolasetat sintase) (Kurtz et al., 2009).

Pengujian pada piroksasulfon diperlukan untuk melihat hasil daya efikasinya terhadap gulma maupun tanaman bawang. Hasil tersebut nantinya dapat menjadi suatu rekomendasi yang diharapkan dapat membantu untuk mengatasi masalah gulma pada budidaya bawang merah.

1.5Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukan diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Piroksasulfon yang diaplikasikan secara tunggal maupun yang dikombinasi dengan herbisida pendimethalin dapat mengendalikan gulma pada budidaya tanaman bawang.

2. Terjadi perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi piroksasulfon baik secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin pada pengendalian gulma pada budidaya tanaman bawang.


(4)

12 3. Pertumbuhan dan produksi tanaman bawang tidak terpengaruh akibat aplikasi piroksasulfon baik secara tunggal maupun dikombinasi dengan herbisida pendimethalin.


(5)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kombinasi piroksasulfon dosis 60 g/ha dengan pendimethalin 910 g/ha efektif dalam mengendalikan gulma pada pertanaman bawang merah. Piroksasulfon tunggal dan kombinasinya dengan pendimethalin mampu mengendalikan gulma dominan Ottochloa nodosa.

2. Terdapat perubahan komposisi jenis gulma akibat aplikasi piroksasulfon tunggal dan kombinasinya dengan pendimethalin.

3. Semua taraf dosis piroksasulfon tunggal dan kombinasi yang diaplikasikan menunjukkan gejala keracunan sedang terhadap tanaman bawang merah awal-awal setelah pengaplikasian, namun 4 minggu setelah aplikasi tanaman sudah tidak menunjukkan gejala keracunan lagi.


(6)

51 5.2 Saran

Hasil penelitian menunjukkan piroksasulfon tunggal dan kombinasi tidak mampu mengendalikan gulma Mimosa invisa. Sehingga diperlukan penelitian lanjutan pada lahan pertanaman bawang merah menggunakan herbisida piroksasulfon dan kombinasinya dengan herbisida pendimethalin dengan taraf dosis yang lebih tinggi untuk mengetahui daya kendali herbisida tersebut.