PENDAHULUAN Simulasi Laju Emisi Metan pada Lahan padi Sawah dengan Model Denitrifikasi Dekomposisi (DNDC) (Studi Kasus di Kabupaten Tasikmalaya)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang Global warming atau pemanasan global merupakan isu dunia yang menjadi bahan pembicaraan utama selama satu dekade terakhir ini. Peningkatan konsentrasi gas-gas karbondioksida CO 2 , nitrous oksida N 2 O dan metan CH 4 sebagai komponen gas rumah kaca di atmosfir yang cukup tajam berpengaruh nyata terhadap suhu global, curah hujan dan tinggi permukaan air laut. Peningkatan suhu akibat pemanasan global diprediksi mencapai satu sampai 3 derajat Celcius berpotensi mengubah iklim secara ekstrem. Dampaknya secara langsung dirasakan di semua negara. Di Indonesia, perubahan iklim sebagai dampak nyata dari efek pemanasan global global warming sangat merugikan sektor pertanian yang sangat tergantung pada iklim. Terjadinya pergeseran musim dan perubahan pola hujan yang tidak menentu menyebabkan turunnya produksi akibat rusaknya tanaman dan puso. Konsentrasi CH 4 global di atmosfer pada tahun 1993 adalah 1,7 ppm dengan laju peningkatan 1 per tahun, sedangkan karbondioksida CO 2 345 ppm dan laju peningkatan 0,5 per tahun Neue, 1993. Kontribusi CH 4 terhadap pemanasan global sebesar 15 dan berada pada peringkat kedua sebagai komponen gas rumah kaca setelah CO 2 Suprihati et al., 2006, akan tetapi kemampuan CH 4 untuk meningkatkan suhu bumi sangat tinggi dengan potensi menyerap panas 21 kali lebih besar daripada gas CO 2 Lestari, 2006. Emisi CH 4 yang dihasilkan oleh tanah sebesar 60 Hadi, 2001 dan sektor pertanian diduga menjadi penyumbang penting emisi gas rumah kaca Neue, 1993; Abdul Hadi, 2001; Setyanto, 2004. Lahan pertanian diperlakukan berbagai macam pengelolaan lahan yang meliputi pengolahan tanah, pemupukan, irigasi, penyiangan dan aplikasi pupuk kandang. Pengelolaan lahan tersebut berakibat pada emisi gas yang dikeluarkan dan mempengaruhi kesetimbangan gas-gas yang ada di atmosfir Babu et al., 2006. Sistem budidaya padi lahan sawah diidentifikasi sebagai salah satu sumber penyumbang gas CH 4 di atmosfir. Laju emisi dari lahan sawah berkisar antara 26-61 Tgtahun terra gram = 10 12 gram; IPCC, 2002, atau sebanding dengan 6-29 total emisi CH 4 per tahun Inubushi et al., 2001; Prather et al., 2001. Laju produksi dan emisi CH 4 di lahan sawah untuk tiap wilayah besarnya bervariasi. Variasi emisi CH 4 tersebut dipengaruhi oleh jenis tanah, pengelolaan tanah dan tanaman Setyanto, 2004. Ekosistem dengan kondisi anaerob dominan, terutama akibat penggenangan seperti pada tanah sawah dan lahan basah lainnya, merupakan sumber utama emisi CH 4 . Pada lahan sawah dengan sistem penggenangan kontinyu, suplai oksigen dari atmosfir ke tanah akan terputus. Akibatnya terjadi proses fermentasi bahan organik tanah secara anaerob, yang akan menghasilkan metan sebagai produk akhir proses Neue, 1993. Di sisi lain, beras sudah menjadi makanan pokok sekitar 2,7 milyar orang atau hampir separuh penduduk dunia dan kebutuhannya terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk, khususnya di negara-negara Asia IRRI, 2007. Menurut data IRRI produksi beras dunia tahun 2007 mencapai sekitar 645 juta ton. Produksi beras di Asia memberikan kontribusi sekitar 90 dari total, dan Indonesia menduduki negara dengan produksi beras terbesar ketiga setelah Cina dan India. Mayoritas produksi padi di Asia adalah pada lahan sawah dengan cara penggenangan. Cara budidaya padi di Indonesia, terutama pengelolaan air irigasi dan rotasi tanaman, banyak melepaskan CH 4 metan, N 2 O nitrous oksida, dan CO 2 karbon dioksida ke atmosfer. Emisi CH 4 sebagian besar disebabkan oleh kegiatan-kegiatan yang tidak efisien, seperti pengairan yang berlebihan, cara pemupukan atau penggunaan pupuk yang tidak tepat. Emisi CH 4 dari lahan sawah di Indonesia berkisar antara 1,3 – 34,9 mg m -2 jam -1 Husin et al., 1994; Nugroho et al., 1996; Setyanto, 2004; Setyanto et al., 2005; Wihardjaka, 2001; Suprihati et al., 2006. Mitigasi emisi CH 4 Mitigasi emisi gas rumah kaca GRK adalah suatu usaha untuk menekan laju emisi GRK dari berbagai kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas manusia Setyanto, 2004. Mitigasi selalu menjadi isu di dalam sidang-sidang tahunan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim UNFCCC. Protokol Kyoto sebagai salah satu komitmen yang dihasilkan dalam UNFCCC mencapai kesepakatan bahwa selama periode 2008- 2012 negara-negara maju wajib mengurangi tingkat emisi GRK sampai pada tingkat yang dapat mengurangi laju perubahan iklim, yaitu rata-rata sebesar 5,2 dari emisi pada tahun 1990 Setyanto, 2004 Di bidang pertanian upaya yang dapat dilakukan melalui pengaturan kegiatan pengelolaan lahan yang mampu menekan laju emisi GRK, seperti pemilihan varietas, pengelolaan air irigasi dan penggunaan pupuk yang ramah lingkungan. Di Cina, perubahan pola pemberian air irigasi dengan cara penggenangan kontinyu ke pengeringan pada tengah musim tanam padi telah dilakukan sejak awal tahun 1980-an di banyak areal padi sawah. Usaha ini terbukti mampu menurunkan laju emisi CH 4 Li et al., 2002. Upaya pemecahan persoalan produksi dan peningkatan produktivitas pertanian harus diimbangi dengan upaya pelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian upaya untuk menurunkan tingkat emisi CH 4 dari tanah sawah harus diarahkan dan dilakukan dengan tanpa mengorbankan produksi beras. Usaha gerakan hemat air terus dicanangkan mengingat sumber daya air sangat terbatas. Berbagai metode budidaya padi telah diterapkan di Indonesia, yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi beririgasi dengan perubahan pola pengelolaan tanaman, tanah, air, dan nutrisi. Pola pengelolaan air dengan cara pemberian air irigasi secara terputusintermitten terbukti mampu menghemat air irigasi hingga 50, tanpa mengurangi produktivitas tanaman. Selain itu, pola ini juga dapat menurunkan laju emisi CH 4 Li et al., 2002; Setyanto, 2004; Setyanto dan Abu Bakar, 2005. Salah satu alternatif budidaya padi ramah lingkungan yang saat ini mulai berkembang di Indonesia adalah teknologi System of Rice Intensification SRI. Budidaya padi SRI yang pertama kali dikembangkan oleh Fr. Henri de Lauline SJ. di Madagaskar pada awal tahun 1980 mulai dikembangkan di Indonesia pada tahun 1999. Perbedaan metode SRI dengan metode konvensional petani terletak pada pengelolaan tanah dan tanaman, serta metode pemberian air irigasi. Metode SRI yang berkembang di Jawa Barat memiliki ciri hanya menggunakan pupuk organik dan sistem irigasi macak-macak. Sedangkan metode SRI di NTB, Gorontalo dan Sulawesi Selatan menggunakan pupuk kimia serta sistem irigasi dengan genangan dangkal 2-3 cm. Ciri-ciri umum yang lain dari metode SRI ini adalah penggunaan bibit muda, yaitu 10 hari setelah semai, dan tanam 1 bibit per lubang. Hasil di lapangan menunjukkan bahwa dengan budidaya model SRI tingkat produktivitas tanaman padi dapat mencapai 8-10 tonha dengan penghematan air sekitar 50 Balai Irigasi, 2007. Model DNDC Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengukur emisi CH 4 dan gas rumah kaca lainnya, baik pengukuran langsung di lapang maupun di laboratorium. Untuk memperkirakan besarnya laju emisi gas rumah kaca dengan presisi menjadi sulit karena sangat dipengaruhi oleh iklim, sifat tanah, lama penggenangan, varietas padi, pertumbuhan tanaman dan cara budidaya tanaman Babu et al., 2006. Estimasi laju emisi gas rumah kaca untuk suatu wilayah yang lebih luas tidak dapat dengan mudah diturunkan dari nilai hasil pengukuran skala field-plot karena tingginya error yang terjadi pada pengukuran skala field-plot Babu et al., 2006. Sejumlah model telah dikembangkan untuk memperkirakan laju emisi CH 4 dari lahan sawah dan tiap-tiap model menggunakan pendekatan yang berbeda. Meskipun model-model yang ada tersebut dapat menghasilkan suatu pola emisi CH 4 dan juga N 2 O di suatu wilayah dengan tingkat akurasi yang dapat dipercaya, akan tetapi jika digunakan untuk mensimulasi emisi pada wilayah lain dengan pola pengelolaan lahan yang berbeda hasilnya belum dapat dipastikan. Salah satu model yang telah dikembangkan adalah DNDC model. Denitrification-Decomposition DNDC model merupakan suatu model simulasi komputer yang berorientasi pada proses biogeochemistry carbon dan nitrogen dalam tanah. Simulasi DNDC model selain dapat digunakan untuk memperkirakan produksi serta laju emisi CH 4 di dalam agroekosistem, juga gas- gas CO 2 dan N 2 O. Perubahan kadar lengas pada lahan padi sawah dari kondisi jenuh dan tidak jenuh berpengaruh pada nilai potensial redoks Eh tanah. Salah satu kunci untuk mengatur produksi dan konsumsi CH 4 dari lahan sawah adalah dinamika Eh tanah Li et al., 2005 karena CH 4 diproduksi pada Eh tertentu. Model ini menelusuri dinamika Eh tanah yang dikaitkan dengan tingkat genangan air di lahan untuk menentukan emisi gas dari ekosistem lahan padi sawah. Pengkombinasian dengan persamaan Nernst dan Michaelis-Menten pada model ini dapat menentukan dinamika Eh tanah dan pengaruhnya terhadap produksi dan emisi CH 4 Li et al., 2005. Modifikasi model DNDC ini menambahkan rangkaian proses anaerob yang memungkinkan simulasi siklus biogeokimia C dan N pada ekosistem lahan sawah. Dari hasil-hasil penelitian terdahulu terbukti bahwa model DNDC mampu menangkap aspek-aspek utama produksi dan emisi CH 4 dari lahan sawah pada lokasi dengan perbedaan kondisi geografi yang sangat besar Li et al., 2005; Babu et al., 2006, sehingga didapatkan nilai produksi emisi metan pada skala wilayah yang lebih luas untuk perkiraan waktu jangka panjang. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. mengukur laju emisi gas CH 4 dari lahan padi sawah yang mempunyai pola budidaya padi lahan sawah hemat air 2. melakukan simulasi pola pengelolaan air dengan model DNDC untuk mengetahui laju emisi gas CH 4 dari lahan sawah Hipotesis 1. Perlakuan pengelolaan air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju emisi CH 4 2. Pengelolaan air macak-macak dan berselang intermittent menghasilkan laju emisi CH 4 yang lebih rendah tanpa menurunkan hasil gabah

II. TINJAUAN PUSTAKA