65
4.2.9 Viskositas puncak
Viskositas puncak merupakan titik puncak viskositas adonan pada proses pemanasan yang merupakan indikator kemudahan jika dimasak dan juga
menunjukkan kekuatan adonan, yang terbentuk dari gelatinisasi selama pengolahan dalam aplikasi makanan. Pada saat suspensi pati dipanaskan, granula
yang mulai mengembang sejak mencapai suhu gelatinisasi akan terus mengembang. Selama gelatinisasi, amilosa mengalami leaching dari granula pati
dan bersama dengan amilopektin menjadi sangat terhidrasi. Akibatnya suspensi menjadi lebih jernih dan viskositasnya meningkat terus sampai mencapai puncak,
dimana granula mengalami hidrasi maksimum. Tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai viskositas
puncak 493 BU, dan proses fermentasi sampai 36 jam relatif tidak mengubah viskositas puncaknya 560 BU. Selanjutnya, tepung jagung yang dihasilkan
melalui proses fermentasi selama 48 jam menunjukkan viskositas puncak meningkat 648 BU, dan bertahan sampai dengan perendaman grits jagung
selama 60 jam 573 BU. Proses fermentasi grits jagung selama 72 jam menghasilkan tepung jagung dengan viskositas puncak menurun lagi 550 BU,
hampir sama dengan viskositas puncak tepung jagung tanpa fermentasi Tabel 16. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Onyango et al. 2003 bahwa pada
fermentasi sereal menjadi ogi akan terjadi penurunan viskositas, juga Dufour et al. 2006 yang menyatakan bahwa pada adonan ubi kayu yang difermentasi, terjadi
penurunan viskositas maksimum.
Tabel 16 Viskositas puncak adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits jagung
Waktu fermentasi jagung jam Viskositas puncak BU
0 493,3
a
±27,5 12 513,3
ab
±41,6 24 510
ab
±17,3 36 560
abc
±26,5 48 648,3
c
±53,5 60 573,3
bc
±35,1 72
550
ab
±36,1 Keterangan: merupakan angka rata-rata 3 ulangan dan 2 kali analisa
66 angka yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak beda
nyata pada taraf 5
Semakin tinggi kadar protein tepung jagung, semakin rendah viskositas adonan jagung. Hal ini berhubungan dengan sifat protein yang hidrofilik akan
bersaing dengan pati untuk mendapatkan air. Kurangnya air yang dapat diserap oleh pati karena dihambat oleh protein menghambat proses gelatinisasi dan
menurunkan viskositas puncak adonan. Hal ini mengakibatkan adanya interaksi antara viskositas puncak dengan kadar protein r = -0.725, p
≤ 0.01 dan rasio pati:protein r = 0.731, p
≤ 0.01. Pengaturan pH menjadi asam mengakibatkan protein menjadi lebih
bermuatan positif dan karbohidrat terdehidrasi menghasilkan gugus karboksil yang lebih bermuatan negatif. Pada kondisi tersebut terjadi ikatan elektrostatik
antara pati dan protein. Pada pH basa, baik protein dan pati mempunyai muatan negatif dan sedikit interaksi yang terjadi antar komponen tersebut. Hal ini
mengakibatkan adanya korelasi antara viskositas puncak dengan pH tepung r = - 0.639, p
≤ 0.01. Semakin tinggi pH, semakin rendah viskositas puncak tepung jagung. Hal ini senada dengan penelitian Mestres et al. 1996 bahwa viskositas
adonan jagung maksimum turun secara terus menerus dari pH 4 sampai 10. Semakin tinggi kadar gula reduksi tepung jagung, semakin rendah
viskositas puncak adonan jagung. Gula bersifat hidrofilik yang akan bersaing dengan pati untuk mendapatkan air. Hal ini mengakibatkan terhambatnya
gelatinisasi dan menurunkan viskositas puncak adonan. Viskositas puncak adonan jagung berkorelasi dengan kadar gula reduksi r = -0.543, p
≤ 0.05 dan rasio pati:gula reduksi r = 0.543, p
≤ 0.05. Viskositas puncak tepung sorghum menurun dengan meningkatnya
konsentrasi garam yang diakibatkan peran gaya ionik Zhang dan Hamaker 2005. Hruskova et al. 2003 juga menyatakan bahwa viskositas maksimum paling
tinggi terdapat pada sampel tepung dengan kadar abu paling rendah. Hal ini mengakibatkan semakin tinggi kadar mineral, semakin rendah viskositas puncak
r = -0.497, p ≤ 0.05.
67
4.2.10 Sifat adonan selama pemanasan