Penduduk Luas Pemilikan lahan Pertanian
nonmaterial petani. Karakteristik petani pada penelitian ini antara lain 1
pengalaman usaha tani, 2 luas lahan garapan, 3 Pendapatan petani, dan 4 pendidikan formal petani.
Tabel 8 Jumlah dan persentase petani berdasarkan kategori faktor internal di Desa Srigading
Faktor internal Kategori
Jumlah Persentase
Pengalaman
Luas Lahan
Pendapatan
Pendidikan
Tinggi ≥ 23 tahun Sedang 13-22 tahun
Rendah ≤ 12 tahun
Luas 1.300 m
2
Sedang 880-1300 m
2
Sempit 880 m
2
Tinggi Rp8juta musim SedangRp2,3juta-p8jutamusim
RendahRp2,3jutamusim Tinggi 12 tahun
Sedang 7-12 tahun Rendah ≤ 6 tahun
4 15
11 6
12 12
3 21
6 2
26 2
13,3 50,0
36,7 20,0
40,0 40,0
10,0 70,0
20,0 6,7
86,7 6,7
Pengalaman
Pengalaman dalam bertani juga mempengaruhi kompetensi seseorang, karena dengan pengalaman yang baik, diperoleh dari pengetahuan, keterampilan
dan sikap didalam usahanya. Rerata lama pengalaman petani dalam usaha tani bawang pada lokasi penelitian ini adalah 17 tahun dengan kisaran pengalaman
antara 2-40 tahun. Secara umum petani bawang merah ini melakukan budidaya komoditas bawang secara turun-temurun. Sebagian besar petani memiliki
pengalaman yang cukup lama, sekitar 50 persen memiliki rentang pengalaman 13 sampai 22 tahun. Hal ini Menunjukkan bahwa dilihat dari lamanya petani
menekuni usaha budidaya bawang merah ini, petani ini relatif cukup matang.
Pengalaman petani yang relatif lama menggambarkan cukup banyaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan berusaha tani bawang merah sesuai
dengan pengalaman yang ditekuni selama ini. Dengan bekal pengalaman tersebut maka segala inovasi dan sesuatu hal yang baru berkaitan dengan budidaya bawang
merah, petani selalu membandingkan dengan pengalaman yang dialaminya. Petani yang memiliki pengalaman yang relatif lama cenderung bersifat kritis terhadap
suatu inovasi. Selain berusaha tani bawang merah, para petani juga melakukan budidaya
tanaman padi dan palawija. Praktek usaha tani yang dilakukan oleh para petani biasanya ada yang dilakukan secara monokultur dan ada juga yang dilakukan
secara tumpang sari.
Luas kepemilikan lahan
Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan usaha tani. Luas lahan berdampak pada transfer dan penerapan
teknologi-teknologi yang menguntungkan bagi petani. Lahan yang cukup luas memudahkan petani bawang menerapkan teknologi yang ada, sementara itu
kepemilikan lahan yang sempit relatif menjadikan petani enggan menerapkan teknologi yang ada disebabkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam
menerapkan suatu teknologi. Rataan luas lahan garapan petani bawang merah adalah 1400 meter persegi
dengan kisaran antara 560 sampai 4900 meter persegi. Berdasarkan penggolongan petani berasarkan luas lahan oleh Hernanto 1989, maka kepemilikan lahan
garapan petani secara umum adalah sangat sempit, hanya satu orang yang memiliki lahan seluas 0,5 hektar, sementara kepemilikan rata-rata petani di bawah
1500 meter persegi.
Pendapatan petani
Pendapatan petani merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan petani terutama dalam pemenuhan kebutuhan hidup petani. Usaha tani bawang
merah merupakan suatu usaha tani yang cukup menjanjikan dari segi ekonomi petani. Pandapatan petani sebagian besar relatif besar dengan variasi
Rp1.000.000,00 sampai Rp31.500.000,00 per musim tanam dua bulan, dengan rata-rata pendapatan petani Rp5.223.333,00 per musim tanam. Perbedaan
pendapatan petani yang besar ini disebabkan adanya perbadaan kepemilikan lahan yang dimiliki.
Menurut hasil penelitian Hermawanto 1993, variasi pendapatan keluarga tersebut tergantung oleh beberapa faktor antara lain:
a. Faktor yang berhubungan dengan luas penguasaan lahan garapan, b. Status kepemilikan lahan pertanian,
c. Jenis usaha atau cabang usaha tani yang dikerjakan d. Macam pekerjaan tambahan, baik dari sektor pertanian maupun non
pertanian. Pada umumnya perbedaan pendapatan petani bawang merah, terletak pada luas
lahan, dan jenis usaha tani yang dibudidayakan.
Pendidikan
Tingkat pendidikan pada umumnya sangat berpengaruh terhadap praktek usaha tani yang dilakukan. Semakin tinggi pendidikan petani tentunya akan
semakin rasional dalam pola fikir dan juga daya nalarnya. Pendidikan yang semakin tinggi diharapkan dapat semakin mudah merubah sikap dan perilaku
untuk bertindak lebih rasional Soekartawi, 1988. Pendidikan petani bawang merah di lokasi penelitian pada umumnya
relatif tinggi. Rata-rata pendidikan petani adalah SMA sebanyak 36,35 persen. Pendidikan terendah adalah SD sebanyak satu orang atau tiga persen. Sementara
ada dua orang atau enam persen petani yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi.
Praktek Usaha Tani Bawang Merah Organik
Sistem pertanian organik bertujuan untuk meningkatkan produksi melalui proses pemupukan dan dalam pelaksanaannya tidak menggunakan bahan
penunjang lain yang anorganik. Sistem ini menitikberatkan pada pertanaman polikultur, rotasi tanaman, pemanfaatan tanaman sisa, penggunaan pupuk
kandang, pupuk hijau, pengolahan tanah yang tepat, serta pengendalian hama dan penyakit secara hayati Sitanggang 1993.
Bawang merah Allium sativum L merupakan salah satu komoditas
unggulan di kecamatan Sanden pada umumnya dan di desa Srigading pada
khususnya. Desa Srigading merupakan sentra produksi bawang terbesar di kecamatan sanden yaitu sebesar 417 ha atau 55 persen luas tanaman bawang yang
ada di kecamatan sanden. Daerah ini strategis sebagai sentra produksi bawang merah karena lokasinya berdekatan dengan pantai selatan hingga cocok untuk
penanaman bawang merah. Budidaya tanaman bawang merah di Desa Srigading dapat tumbuh dengan
baik karena pada daerah ini memiliki iklim kering dengan intensitas sinar matahari yang tinggi dan maksimal.
Praktek usaha tani yang dilakukan oleh petani di Desa Srigading secara umum tidak ada yang telah menerapkan pertanian organik murni pure organik,
akan tetapi mulai mengalami pergeseran-pergeseran dari pertanian heavy input menuju pertanian yang mengedepankan pemanfaatan sumber daya lokal yang ada.
Pergeseran-pergeseran paradigma pertanian ini tampak dari berbagai kegiatan dari usaha tani yang mulai memanfaatkan sumberdaya lokal untuk menggantikan
sarana produksi dari luar. Beberapa komponen dari sarana produksi anorganik mulai mengalami substitusi dengan pemanfaatan sumberdaya lokal setempat.
Praktek budidaya bawang merah yang dilakukan oleh petani adalah sebagai berikut.
Pola penanaman bawang merah yang biasa dilakukan petani adalah dua kali tanam selama setahun dengan pola penanaman padi-bawang merah-cabe-
bawang merah. Pemanaman bawang merah dilakukan pada musim hujan pada bulan Februari sampai April dan pada musim kemarau pada bulan Juli sampai
dengan September. Pola tanam ini biasanya relatif seragam, hal ini di sebabkan sebelum petani melakukan penanaman, petani melakukan pertemuan rutin
kelompok sebelum tanam. Jenis komoditas yang akan ditumpangsarikan dengan komoditas bawang merah biasanya tidak ada aturan artinya petani bebas
melakukan tumpangsari dengan jenis tanaman apapun. Beberapa jenis komoditas tumpangsari yang biasa ditanam petani antara lain; cabe merah, kacang tanah,
kedelai, dan kacang panjang. Pola pergiliran tanaman ini dimaksudkan selain untuk menyesuaikan pola tanam dengan intensitas curah hujan, juga dimaksudkan
untuk menekan perkembangan hama penyakit tanaman, mempermudah
penanganan selama musim tanam dan masa panen. Pola tanam yang biasa dilakukan petani Srigading adalah sebagai berikut:
Bulan Nov Des Jan
Feb Mar Apr
Mei Jun Jul
Agust Sept Okt Padi
Bawang Merah Cabe Merah
Bawang Merah
: Penanaman padi
: Penanaman bawang merah
: Penanaman Cabai merah
: Persemaian padi
Gambar 5 Pola penanaman petani bawang merah di Kecamatan Sanden Tahun 2009
Pembibitan
Penanaman bawang merah di Desa Srigading menggunakan beberapa varietas yang sudah sejak lama ditanam oleh petani setempat seperti varietas lokal
tiron yang ditanam pada musim kemarau dan pada musim penghujan petani biasa menanam varietas lokal biru. Varietas Tiron merupakan jenis bawang merah lokal
yang sudah lama ditemukan dan dikembangkan di daerah ini. Penemu varietas ini adalah bapak Pawiro Sumarto alias pak Tiron. Varietas ini telah dilakukan
penangkaran oleh petani. Setelah dilakukan berbagai uji, varietas ini diangkat menjadi Varietas Unggul Nasional oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia
dengan Surat Keputusan nomor; 498KptsTP.2402002. yang dikeluarkan pada bulan Agustus 2002.
Bibit yang diperlukan untuk penanaman dengan luasan satu hektar biasanya membutuhkan 800-1000 kilogram. Bibit yang akan ditanam harus sudah
disimpan mengalami masa dormansi minimal lima sampai enam bulan,
sedangkan bibit yang baru disimpan satu sampai dua bulan perlu di “teres” pada
ujung kurang lebih satu per tiga bagian. Benih yang digunakan oleh petani di Desa Srigading ini seluruhnya adalah
benih bawang anorganik yang diproduksi sendiri dan sebagian membeli di pasar. Pemilihan benih anorganik ini pada dasarnya karena tidak adanya pilihan petani
untuk menanam benih yang organik karena petani belum mampu memproduksi benih bawang organik sendiri. Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat
aplikasi benih organik oleh petani adalah sebagai berikut: Tabel 9 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat aplikasi benih
organik di Desa Srigading Tahun 2010
Tingkat Aplikasi Benih Organik Jumlah Petani
Persentase Petani
Sangat Tinggi 75 persen 0,0
Tinggi 51-75 persen 0,0
Sedang25-50 persen 0,0
Rendah 25 persen 30
100,0 Total
30 100,0
Pengolahan tanah yang akan ditanam, terlebih dahulu dibuat bedengan dengan panjang disesuaikan dengan petakan lahan, sedangkan lebar bedengan
adalah sekitar 120 sentimeter. Bawang merah merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap cekaman air yang rendah dan juga air yang berlebih, sehingga
diperlukan gotselokan yang dalam untuk siraman dan inspeksi. Tanah dilakukan penggemburan dengan cara dicacah dan dicampurkan dengan pupuk organik dan
organik. Pupuk kandang yang digunakan sebagai pupuk dasar adalah kotoran ternak dengan jumlah 2-3 kilogran per meter persegi. Untuk menambak kesuburan
tanah kadang petani melakukan penambahan pupuk anorganik berupa urea, SP 36, KCL, dan ZA sesuai dengan pengalaman petani masing-masing.
Pemupukan
Pemupukan tanaman bawang merah oleh petani biasanya dilakukan sebanyak dua kali selama musim tanam. Pemupukan yang dilakukan oleh petani
masih sangat tergantung pada pupuk sintetis dari luar. Hal ini merupakan salah satu kendala yang biasa dilakukan oleh petani organik.
Dalam sistem pertanian organik, ketersediaan hara bagi tanaman bawang harus berasal dari pupuk organik. Padahal dalam pupuk organik tersebut
kandungan hara per satuan berat kering bahan, jauh dibawah realis hara yang dihasilkan oleh pupuk anorganik, seperti Urea, TSP dan KCl. Sehingga untuk
memenuhi kebutuhan dasar tanaman minimum crop requirement menyebabkan petani memerlukan input dari luar untuk pertumbuhan tanaman dengan baik.
Sebagai ilustrasi, untuk menanam bawang merah dalam satu bedengan row seluas 1 x 14 meter saja dibutuhkan pupuk organik kompos sekitar 25 kilogram
untuk 2 kali musim tanam atau setara dengan 25 ton per hektar. Jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik Urea TSP dan KCl yang hanya
membutuhkan total pemupukan sekitar 200 sampai 300 kilogram per hektar. Dampaknya petani merasakan bahwa pemupukan 100 persen secara organik,
pertumbuhan tanaman terkesan kurang baik. Selain itu pemupukan dengan menggunakan pupuk kompos juga memerlukan cost yang cukup besar jika petani
tidak melakukan integrated farming dengan tenak. Pemanfaatan pupuk organik oleh petani secara umum masih tergantung
terhadap pupuk anorganik. Pemanfaatan pupuk organik secara utuh seratus persen dirasa petani tidak mampu menyebabkan pertumbuhan tanaman optimal
jika dibandingkan dengan menggunakan pupuk anorganik. Tabel 10 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat aplikasi pemanfaatan
pupuk organik di Desa Srigading Tahun 2010
Tingkat Aplikasi Pupuk Organik Jumlah Petani
Persentase Petani
Sangat Tinggi 75 persen 11
37,0 Tinggi 51-75 persen
14 47,0
Sedang25-50 persen 4
13,0 Rendah 25 persen
1 3,0
Total 30
100,0
Apabila dikaji berdasarkan data dari Tabel 10 diketahui bahwa pemanfaatan pupuk organik oleh petani dapat dikategorikan cukup tinggi.
Sebanyak 84 persen petani sudah mengaplikasikan pupuk organik di atas 50 persen dari total pupuk yang digunakannya. Petani bawang di desa Srigading pada
umumnya melakukan kombinasi pemupukan organik dan anorganik yang bersifat
komplementer. Pemupukan organik dilakukan pada awal musim tanam untuk meningkatkan kesuburan dan porositas tanah, sedangkan pemupukan dengan
anorganik dilakukan pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman bawang.
Penyiraman dan Penyiangan
Tanaman bawang merah merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap cekaman air dan juga intensitas cahaya matahari yang tinggi. Intensitas matahari
yang tinggi menyebabkan tanaman mudah layu sehingga penyiraman merupakan suatu hal yang penting. Tanaman yang baru ditanam sampai dengan tanaman
berumur 35 hari memerlukan penyiraman sebanyak dua kali sehari, namun jika tanaman sudah dewasa 35 sampai 45 hari penyiraman cukup satu kali sehari di
waktu sore. Tanaman yang mendekati masa panen tidak dilakukan penyiraman, karena dapat menyebabkan umbi bawang busuk dan mudah terkena jamur. Untuk
penyiangan tanaman sangat tergantung pada kondisi lahan. Jika gulma telah banyak dan mengganggu tanaman bawang bisa dilakukan penyiangan.
Pengendalian Hama Penyakit
Tanaman bawang merupakan salah satu jenis tanaman yang sangat peka terhadap serangan hama penyakit. Pada umumnya pengendalian pada petani
bawang di daearah lain pengendalaian hama penyakit sangat intensif dengan mengunakan sistem kalender, hal ini didukung oleh penelitian Sulistiyono 2002
yang mengungkapkan bahwa intensitas penyemprotan tanaman bawang merah yang dilakukan oleh petani dikategorikan tinggi, dengan rata-rata 18,93 kali per
tanam. Artinya penyemprotan dilakukan oleh petani pada kisaran 2 sampai 3 hari sekali penyemprotan.
Hama yang umum penyerang tanaman bawang adalah ulat yang menyerang daun bawang. Selain itu ulat tanah juga menjadi ancaman bagi
pertumbuhan akar bawang. Penyakit yang sering menyerang tanaman petani adalah penyakit totol yang disebabkan oleh jenis jamur Alternaria parii.
Usaha tani yang dilakukan oleh petani di desa Srigading ini masih tergantung terhdap pestisida kimiawi, namun sebagian telah memperhatikan aspek-aspek
pertanian berkelanjutan. Kegiatan usaha tani ini dapat dilihat dari adanya penggunaan sumberdaya lokal yang ramah lingkungan seperti pengendalian hama
penyakit dengan pemanfaatan ekstrak daun besi, air ekstrak tembakau sebagai
pestisida. Secara mekanis petani juga telah mengunakan perangkap untuk mengurangi populasi hama tanaman, sedangkan sebagai langkah prepentif
serangan hama, sebagian kecil petani menanam tanaman kenikir di sekeliling lahan pertaniannya. Tingkat aplikasi pengendalian hama penyakit secara terpadu
oleh petani adalah sebagai berikut; Tabel 11 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat aplikasi pengendalian
hama terpadu di Desa Srigading Tahun 2010
Tingkat Aplikasi Pengendalian hama Terpadu
Jumlah Petani Persentase Petani
Tinggi 4
13,0
Sedang 9
30,0
Rendah 17
57,0
Total 30
100,0
Pada Tabel 11 diketahui bahwa pengendalian hama penyakit oleh petani masih sangat tergantung oleh pestisida. Sebanyak 57 persen petani masih
tergolong rendah di dalam pemanfaatan sumberdaya lokal untuk mengendalikan hama penyakit yang menyerang tanaman bawang merah mereka. Ketergantungan
petani akan pestisida disebabkan kebiasaan petani yang turun-temurun memanfaatkan pestisida jika tanaman terserang hama penyakit.
Pemanenan
Pemanenan bawang merah untuk dijadikan bibit biasanya dilakukan petani pada umur 60-70 hari setelah tanam, sedangkan untuk keperluan konsumsi
pemanenan dilakukan pada 55-60 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan mencabut tanaman kemudian dijemur dengan daunnya selama kurang
lebih 3-4 hari. Biasanya petani melakukan penguntingan pengikatan beberapa tanaman menjadi satu yang dimaksudkan untuk mempermudah didalam
penggantungan di para-para untuk penyimpanan. Penguntingan ini biasanya berkisar antara satu sampai dua kilo per unting. Pemanenan dan penanganan
pascapanen ini biasanya dilakukan oleh petani secara keseluruhan tidak menggunakan bahan-bahan anorganik. Kegiatan pemanenan dan pascapanen
umum dilakukan secara mekanis dan manual yang biasa dilakukan oleh ibu rumah tangga.
Resume
Praktek usaha tani yang dilakukan oleh petani di Desa Srigading secara umum tidak ada yang telah menerapkan pertanian organik murni pure organik,
akan tetapi mulai mengalami pergeseran-pergeseran dari pertanian heavy input menuju pertanian yang mengedepankan pemanfaatan sumber daya lokal yang ada.
Pergeseran-pergeseran penggunaan saprodi dan praktek usaha tani bawang merah ini sudah mulai tampak mulai dari persiapan penanaman sampai pemanenan.
Praktek penanaman polikultur dan rotasi tanaman sudah mulai dilakukan oleh petani dalam rangkan menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan.
Petani telah melakukan pola rotasi penanaman dengan melakukan pergantian komoditas, dengan pola: padi
– bawang – cabe merah – bawang – padi. Selain itu petani setempat telah melakukan sistem penanaman polikultur antara bawang
merah, cabe merah, dan kacang tanah. Penggunaan bibit pada penanaman bawang merah di Desa Srigading
menggunakan beberapa varietas yang sudah sejak lama ditanam oleh petani setempat seperti varietas lokal tiron yang diproduksi sendiri. Bibit yang
diperlukan untuk penanaman dengan luasan satu hektar biasanya membutuhkan 800-1000 kilogram. Pemanfaatan pupuk organik secara utuh seratus persen
dirasa petani tidak mampu menyebabkan pertumbuhan tanaman optimal jika dibandingkan dengan menggunakan pupuk anorganik, hal ini di sebabkan
pemahaman petani yang kurang dalam melakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk organik. Namun secara umum penggunaan pupuk organik
sudal relatif tinggi, hal ini dapat dilihat dari 84 persen petani telah menggunakan pupuk organik di atas 50 persen.
Pengendalian hama penyakit tanaman bawang yang dilakukan oleh petani masih sangat tergantung dari pestisida kimiawi. Dari hasil analisis data diketahui
bahwa sekitar 57 persen petani masih sangat rendah dalam pemanfaatan
sumberdaya lokal pengendalian hayati untuk mengendalikan serangan hama dilahan pertaniannya.
Pemanenan dan penanganan pascapanen yang dilakukan oleh petani secara keseluruhan tidak menggunakan bahan-bahan anorganik. Kegiatan pemanenan
dan pascapanen umum dilakukan secara mekanis dan manual yang biasa dilakukan oleh ibu rumah tangga.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Budidaya Pertanian Organik Bawang Merah
Perilaku Komunikasi Petani
Perilaku komunikasi pada dasarnya berorientasi pada tujuan dalam arti perilaku seseorang pada umumnya dimotivasi dengan keinginan untuk
memperoleh tujuan tertentu. Motivasi petani didalam memperoleh informasi tentang budidaya pertanian yang berkelanjutan, pada dasarnya adalah untuk
memperoleh pendapatan yang lebih layak, serta untuk meghindari dari adanya degradasi lahan pertanian akibat dari pemanfaatan input sintetis yang berlebihan.
Informasi-informasi yang diperoleh petani tentunya tidaklah langsung diaplikasikan di lapangan. Pada umumnya petani melakukan pertimbangan dan
perbandingan dengan pengalaman usaha tani yang selama ini dilakukan. Adapun perilaku komunikasi yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah aktivitas yang
bertujuan untuk mencari dan memperoleh informasi dari berbagai sumber dalam pemenuhan kebutuhan informasi pertanian organik.
Rogers 1993 mengungkapkan ada tiga peubah perilaku komunikasi yang sudah teruji secara empiris signifikan yaitu pencarian informasi, kontak
dengan penyuluh dan keterdedahan pada media massa. Peubah pertama yaitu pencarian informasi masih perlu didampingi dengan penyampaian informasi,
sesuai dengan model transaksional yang bersifat saling menerima dan memberi informasi secara bergantian.