Penduduk Luas Pemilikan lahan Pertanian

nonmaterial petani. Karakteristik petani pada penelitian ini antara lain 1 pengalaman usaha tani, 2 luas lahan garapan, 3 Pendapatan petani, dan 4 pendidikan formal petani. Tabel 8 Jumlah dan persentase petani berdasarkan kategori faktor internal di Desa Srigading Faktor internal Kategori Jumlah Persentase Pengalaman Luas Lahan Pendapatan Pendidikan Tinggi ≥ 23 tahun Sedang 13-22 tahun Rendah ≤ 12 tahun Luas 1.300 m 2 Sedang 880-1300 m 2 Sempit 880 m 2 Tinggi Rp8juta musim SedangRp2,3juta-p8jutamusim RendahRp2,3jutamusim Tinggi 12 tahun Sedang 7-12 tahun Rendah ≤ 6 tahun 4 15 11 6 12 12 3 21 6 2 26 2 13,3 50,0 36,7 20,0 40,0 40,0 10,0 70,0 20,0 6,7 86,7 6,7 Pengalaman Pengalaman dalam bertani juga mempengaruhi kompetensi seseorang, karena dengan pengalaman yang baik, diperoleh dari pengetahuan, keterampilan dan sikap didalam usahanya. Rerata lama pengalaman petani dalam usaha tani bawang pada lokasi penelitian ini adalah 17 tahun dengan kisaran pengalaman antara 2-40 tahun. Secara umum petani bawang merah ini melakukan budidaya komoditas bawang secara turun-temurun. Sebagian besar petani memiliki pengalaman yang cukup lama, sekitar 50 persen memiliki rentang pengalaman 13 sampai 22 tahun. Hal ini Menunjukkan bahwa dilihat dari lamanya petani menekuni usaha budidaya bawang merah ini, petani ini relatif cukup matang. Pengalaman petani yang relatif lama menggambarkan cukup banyaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan berusaha tani bawang merah sesuai dengan pengalaman yang ditekuni selama ini. Dengan bekal pengalaman tersebut maka segala inovasi dan sesuatu hal yang baru berkaitan dengan budidaya bawang merah, petani selalu membandingkan dengan pengalaman yang dialaminya. Petani yang memiliki pengalaman yang relatif lama cenderung bersifat kritis terhadap suatu inovasi. Selain berusaha tani bawang merah, para petani juga melakukan budidaya tanaman padi dan palawija. Praktek usaha tani yang dilakukan oleh para petani biasanya ada yang dilakukan secara monokultur dan ada juga yang dilakukan secara tumpang sari. Luas kepemilikan lahan Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan usaha tani. Luas lahan berdampak pada transfer dan penerapan teknologi-teknologi yang menguntungkan bagi petani. Lahan yang cukup luas memudahkan petani bawang menerapkan teknologi yang ada, sementara itu kepemilikan lahan yang sempit relatif menjadikan petani enggan menerapkan teknologi yang ada disebabkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam menerapkan suatu teknologi. Rataan luas lahan garapan petani bawang merah adalah 1400 meter persegi dengan kisaran antara 560 sampai 4900 meter persegi. Berdasarkan penggolongan petani berasarkan luas lahan oleh Hernanto 1989, maka kepemilikan lahan garapan petani secara umum adalah sangat sempit, hanya satu orang yang memiliki lahan seluas 0,5 hektar, sementara kepemilikan rata-rata petani di bawah 1500 meter persegi. Pendapatan petani Pendapatan petani merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan petani terutama dalam pemenuhan kebutuhan hidup petani. Usaha tani bawang merah merupakan suatu usaha tani yang cukup menjanjikan dari segi ekonomi petani. Pandapatan petani sebagian besar relatif besar dengan variasi Rp1.000.000,00 sampai Rp31.500.000,00 per musim tanam dua bulan, dengan rata-rata pendapatan petani Rp5.223.333,00 per musim tanam. Perbedaan pendapatan petani yang besar ini disebabkan adanya perbadaan kepemilikan lahan yang dimiliki. Menurut hasil penelitian Hermawanto 1993, variasi pendapatan keluarga tersebut tergantung oleh beberapa faktor antara lain: a. Faktor yang berhubungan dengan luas penguasaan lahan garapan, b. Status kepemilikan lahan pertanian, c. Jenis usaha atau cabang usaha tani yang dikerjakan d. Macam pekerjaan tambahan, baik dari sektor pertanian maupun non pertanian. Pada umumnya perbedaan pendapatan petani bawang merah, terletak pada luas lahan, dan jenis usaha tani yang dibudidayakan. Pendidikan Tingkat pendidikan pada umumnya sangat berpengaruh terhadap praktek usaha tani yang dilakukan. Semakin tinggi pendidikan petani tentunya akan semakin rasional dalam pola fikir dan juga daya nalarnya. Pendidikan yang semakin tinggi diharapkan dapat semakin mudah merubah sikap dan perilaku untuk bertindak lebih rasional Soekartawi, 1988. Pendidikan petani bawang merah di lokasi penelitian pada umumnya relatif tinggi. Rata-rata pendidikan petani adalah SMA sebanyak 36,35 persen. Pendidikan terendah adalah SD sebanyak satu orang atau tiga persen. Sementara ada dua orang atau enam persen petani yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi. Praktek Usaha Tani Bawang Merah Organik Sistem pertanian organik bertujuan untuk meningkatkan produksi melalui proses pemupukan dan dalam pelaksanaannya tidak menggunakan bahan penunjang lain yang anorganik. Sistem ini menitikberatkan pada pertanaman polikultur, rotasi tanaman, pemanfaatan tanaman sisa, penggunaan pupuk kandang, pupuk hijau, pengolahan tanah yang tepat, serta pengendalian hama dan penyakit secara hayati Sitanggang 1993. Bawang merah Allium sativum L merupakan salah satu komoditas unggulan di kecamatan Sanden pada umumnya dan di desa Srigading pada khususnya. Desa Srigading merupakan sentra produksi bawang terbesar di kecamatan sanden yaitu sebesar 417 ha atau 55 persen luas tanaman bawang yang ada di kecamatan sanden. Daerah ini strategis sebagai sentra produksi bawang merah karena lokasinya berdekatan dengan pantai selatan hingga cocok untuk penanaman bawang merah. Budidaya tanaman bawang merah di Desa Srigading dapat tumbuh dengan baik karena pada daerah ini memiliki iklim kering dengan intensitas sinar matahari yang tinggi dan maksimal. Praktek usaha tani yang dilakukan oleh petani di Desa Srigading secara umum tidak ada yang telah menerapkan pertanian organik murni pure organik, akan tetapi mulai mengalami pergeseran-pergeseran dari pertanian heavy input menuju pertanian yang mengedepankan pemanfaatan sumber daya lokal yang ada. Pergeseran-pergeseran paradigma pertanian ini tampak dari berbagai kegiatan dari usaha tani yang mulai memanfaatkan sumberdaya lokal untuk menggantikan sarana produksi dari luar. Beberapa komponen dari sarana produksi anorganik mulai mengalami substitusi dengan pemanfaatan sumberdaya lokal setempat. Praktek budidaya bawang merah yang dilakukan oleh petani adalah sebagai berikut. Pola penanaman bawang merah yang biasa dilakukan petani adalah dua kali tanam selama setahun dengan pola penanaman padi-bawang merah-cabe- bawang merah. Pemanaman bawang merah dilakukan pada musim hujan pada bulan Februari sampai April dan pada musim kemarau pada bulan Juli sampai dengan September. Pola tanam ini biasanya relatif seragam, hal ini di sebabkan sebelum petani melakukan penanaman, petani melakukan pertemuan rutin kelompok sebelum tanam. Jenis komoditas yang akan ditumpangsarikan dengan komoditas bawang merah biasanya tidak ada aturan artinya petani bebas melakukan tumpangsari dengan jenis tanaman apapun. Beberapa jenis komoditas tumpangsari yang biasa ditanam petani antara lain; cabe merah, kacang tanah, kedelai, dan kacang panjang. Pola pergiliran tanaman ini dimaksudkan selain untuk menyesuaikan pola tanam dengan intensitas curah hujan, juga dimaksudkan untuk menekan perkembangan hama penyakit tanaman, mempermudah penanganan selama musim tanam dan masa panen. Pola tanam yang biasa dilakukan petani Srigading adalah sebagai berikut: Bulan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Padi Bawang Merah Cabe Merah Bawang Merah : Penanaman padi : Penanaman bawang merah : Penanaman Cabai merah : Persemaian padi Gambar 5 Pola penanaman petani bawang merah di Kecamatan Sanden Tahun 2009 Pembibitan Penanaman bawang merah di Desa Srigading menggunakan beberapa varietas yang sudah sejak lama ditanam oleh petani setempat seperti varietas lokal tiron yang ditanam pada musim kemarau dan pada musim penghujan petani biasa menanam varietas lokal biru. Varietas Tiron merupakan jenis bawang merah lokal yang sudah lama ditemukan dan dikembangkan di daerah ini. Penemu varietas ini adalah bapak Pawiro Sumarto alias pak Tiron. Varietas ini telah dilakukan penangkaran oleh petani. Setelah dilakukan berbagai uji, varietas ini diangkat menjadi Varietas Unggul Nasional oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia dengan Surat Keputusan nomor; 498KptsTP.2402002. yang dikeluarkan pada bulan Agustus 2002. Bibit yang diperlukan untuk penanaman dengan luasan satu hektar biasanya membutuhkan 800-1000 kilogram. Bibit yang akan ditanam harus sudah disimpan mengalami masa dormansi minimal lima sampai enam bulan, sedangkan bibit yang baru disimpan satu sampai dua bulan perlu di “teres” pada ujung kurang lebih satu per tiga bagian. Benih yang digunakan oleh petani di Desa Srigading ini seluruhnya adalah benih bawang anorganik yang diproduksi sendiri dan sebagian membeli di pasar. Pemilihan benih anorganik ini pada dasarnya karena tidak adanya pilihan petani untuk menanam benih yang organik karena petani belum mampu memproduksi benih bawang organik sendiri. Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat aplikasi benih organik oleh petani adalah sebagai berikut: Tabel 9 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat aplikasi benih organik di Desa Srigading Tahun 2010 Tingkat Aplikasi Benih Organik Jumlah Petani Persentase Petani Sangat Tinggi 75 persen 0,0 Tinggi 51-75 persen 0,0 Sedang25-50 persen 0,0 Rendah 25 persen 30 100,0 Total 30 100,0 Pengolahan tanah yang akan ditanam, terlebih dahulu dibuat bedengan dengan panjang disesuaikan dengan petakan lahan, sedangkan lebar bedengan adalah sekitar 120 sentimeter. Bawang merah merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap cekaman air yang rendah dan juga air yang berlebih, sehingga diperlukan gotselokan yang dalam untuk siraman dan inspeksi. Tanah dilakukan penggemburan dengan cara dicacah dan dicampurkan dengan pupuk organik dan organik. Pupuk kandang yang digunakan sebagai pupuk dasar adalah kotoran ternak dengan jumlah 2-3 kilogran per meter persegi. Untuk menambak kesuburan tanah kadang petani melakukan penambahan pupuk anorganik berupa urea, SP 36, KCL, dan ZA sesuai dengan pengalaman petani masing-masing. Pemupukan Pemupukan tanaman bawang merah oleh petani biasanya dilakukan sebanyak dua kali selama musim tanam. Pemupukan yang dilakukan oleh petani masih sangat tergantung pada pupuk sintetis dari luar. Hal ini merupakan salah satu kendala yang biasa dilakukan oleh petani organik. Dalam sistem pertanian organik, ketersediaan hara bagi tanaman bawang harus berasal dari pupuk organik. Padahal dalam pupuk organik tersebut kandungan hara per satuan berat kering bahan, jauh dibawah realis hara yang dihasilkan oleh pupuk anorganik, seperti Urea, TSP dan KCl. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan dasar tanaman minimum crop requirement menyebabkan petani memerlukan input dari luar untuk pertumbuhan tanaman dengan baik. Sebagai ilustrasi, untuk menanam bawang merah dalam satu bedengan row seluas 1 x 14 meter saja dibutuhkan pupuk organik kompos sekitar 25 kilogram untuk 2 kali musim tanam atau setara dengan 25 ton per hektar. Jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik Urea TSP dan KCl yang hanya membutuhkan total pemupukan sekitar 200 sampai 300 kilogram per hektar. Dampaknya petani merasakan bahwa pemupukan 100 persen secara organik, pertumbuhan tanaman terkesan kurang baik. Selain itu pemupukan dengan menggunakan pupuk kompos juga memerlukan cost yang cukup besar jika petani tidak melakukan integrated farming dengan tenak. Pemanfaatan pupuk organik oleh petani secara umum masih tergantung terhadap pupuk anorganik. Pemanfaatan pupuk organik secara utuh seratus persen dirasa petani tidak mampu menyebabkan pertumbuhan tanaman optimal jika dibandingkan dengan menggunakan pupuk anorganik. Tabel 10 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat aplikasi pemanfaatan pupuk organik di Desa Srigading Tahun 2010 Tingkat Aplikasi Pupuk Organik Jumlah Petani Persentase Petani Sangat Tinggi 75 persen 11 37,0 Tinggi 51-75 persen 14 47,0 Sedang25-50 persen 4 13,0 Rendah 25 persen 1 3,0 Total 30 100,0 Apabila dikaji berdasarkan data dari Tabel 10 diketahui bahwa pemanfaatan pupuk organik oleh petani dapat dikategorikan cukup tinggi. Sebanyak 84 persen petani sudah mengaplikasikan pupuk organik di atas 50 persen dari total pupuk yang digunakannya. Petani bawang di desa Srigading pada umumnya melakukan kombinasi pemupukan organik dan anorganik yang bersifat komplementer. Pemupukan organik dilakukan pada awal musim tanam untuk meningkatkan kesuburan dan porositas tanah, sedangkan pemupukan dengan anorganik dilakukan pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman bawang. Penyiraman dan Penyiangan Tanaman bawang merah merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap cekaman air dan juga intensitas cahaya matahari yang tinggi. Intensitas matahari yang tinggi menyebabkan tanaman mudah layu sehingga penyiraman merupakan suatu hal yang penting. Tanaman yang baru ditanam sampai dengan tanaman berumur 35 hari memerlukan penyiraman sebanyak dua kali sehari, namun jika tanaman sudah dewasa 35 sampai 45 hari penyiraman cukup satu kali sehari di waktu sore. Tanaman yang mendekati masa panen tidak dilakukan penyiraman, karena dapat menyebabkan umbi bawang busuk dan mudah terkena jamur. Untuk penyiangan tanaman sangat tergantung pada kondisi lahan. Jika gulma telah banyak dan mengganggu tanaman bawang bisa dilakukan penyiangan. Pengendalian Hama Penyakit Tanaman bawang merupakan salah satu jenis tanaman yang sangat peka terhadap serangan hama penyakit. Pada umumnya pengendalian pada petani bawang di daearah lain pengendalaian hama penyakit sangat intensif dengan mengunakan sistem kalender, hal ini didukung oleh penelitian Sulistiyono 2002 yang mengungkapkan bahwa intensitas penyemprotan tanaman bawang merah yang dilakukan oleh petani dikategorikan tinggi, dengan rata-rata 18,93 kali per tanam. Artinya penyemprotan dilakukan oleh petani pada kisaran 2 sampai 3 hari sekali penyemprotan. Hama yang umum penyerang tanaman bawang adalah ulat yang menyerang daun bawang. Selain itu ulat tanah juga menjadi ancaman bagi pertumbuhan akar bawang. Penyakit yang sering menyerang tanaman petani adalah penyakit totol yang disebabkan oleh jenis jamur Alternaria parii. Usaha tani yang dilakukan oleh petani di desa Srigading ini masih tergantung terhdap pestisida kimiawi, namun sebagian telah memperhatikan aspek-aspek pertanian berkelanjutan. Kegiatan usaha tani ini dapat dilihat dari adanya penggunaan sumberdaya lokal yang ramah lingkungan seperti pengendalian hama penyakit dengan pemanfaatan ekstrak daun besi, air ekstrak tembakau sebagai pestisida. Secara mekanis petani juga telah mengunakan perangkap untuk mengurangi populasi hama tanaman, sedangkan sebagai langkah prepentif serangan hama, sebagian kecil petani menanam tanaman kenikir di sekeliling lahan pertaniannya. Tingkat aplikasi pengendalian hama penyakit secara terpadu oleh petani adalah sebagai berikut; Tabel 11 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat aplikasi pengendalian hama terpadu di Desa Srigading Tahun 2010 Tingkat Aplikasi Pengendalian hama Terpadu Jumlah Petani Persentase Petani Tinggi 4 13,0 Sedang 9 30,0 Rendah 17 57,0 Total 30 100,0 Pada Tabel 11 diketahui bahwa pengendalian hama penyakit oleh petani masih sangat tergantung oleh pestisida. Sebanyak 57 persen petani masih tergolong rendah di dalam pemanfaatan sumberdaya lokal untuk mengendalikan hama penyakit yang menyerang tanaman bawang merah mereka. Ketergantungan petani akan pestisida disebabkan kebiasaan petani yang turun-temurun memanfaatkan pestisida jika tanaman terserang hama penyakit. Pemanenan Pemanenan bawang merah untuk dijadikan bibit biasanya dilakukan petani pada umur 60-70 hari setelah tanam, sedangkan untuk keperluan konsumsi pemanenan dilakukan pada 55-60 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan mencabut tanaman kemudian dijemur dengan daunnya selama kurang lebih 3-4 hari. Biasanya petani melakukan penguntingan pengikatan beberapa tanaman menjadi satu yang dimaksudkan untuk mempermudah didalam penggantungan di para-para untuk penyimpanan. Penguntingan ini biasanya berkisar antara satu sampai dua kilo per unting. Pemanenan dan penanganan pascapanen ini biasanya dilakukan oleh petani secara keseluruhan tidak menggunakan bahan-bahan anorganik. Kegiatan pemanenan dan pascapanen umum dilakukan secara mekanis dan manual yang biasa dilakukan oleh ibu rumah tangga. Resume Praktek usaha tani yang dilakukan oleh petani di Desa Srigading secara umum tidak ada yang telah menerapkan pertanian organik murni pure organik, akan tetapi mulai mengalami pergeseran-pergeseran dari pertanian heavy input menuju pertanian yang mengedepankan pemanfaatan sumber daya lokal yang ada. Pergeseran-pergeseran penggunaan saprodi dan praktek usaha tani bawang merah ini sudah mulai tampak mulai dari persiapan penanaman sampai pemanenan. Praktek penanaman polikultur dan rotasi tanaman sudah mulai dilakukan oleh petani dalam rangkan menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Petani telah melakukan pola rotasi penanaman dengan melakukan pergantian komoditas, dengan pola: padi – bawang – cabe merah – bawang – padi. Selain itu petani setempat telah melakukan sistem penanaman polikultur antara bawang merah, cabe merah, dan kacang tanah. Penggunaan bibit pada penanaman bawang merah di Desa Srigading menggunakan beberapa varietas yang sudah sejak lama ditanam oleh petani setempat seperti varietas lokal tiron yang diproduksi sendiri. Bibit yang diperlukan untuk penanaman dengan luasan satu hektar biasanya membutuhkan 800-1000 kilogram. Pemanfaatan pupuk organik secara utuh seratus persen dirasa petani tidak mampu menyebabkan pertumbuhan tanaman optimal jika dibandingkan dengan menggunakan pupuk anorganik, hal ini di sebabkan pemahaman petani yang kurang dalam melakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk organik. Namun secara umum penggunaan pupuk organik sudal relatif tinggi, hal ini dapat dilihat dari 84 persen petani telah menggunakan pupuk organik di atas 50 persen. Pengendalian hama penyakit tanaman bawang yang dilakukan oleh petani masih sangat tergantung dari pestisida kimiawi. Dari hasil analisis data diketahui bahwa sekitar 57 persen petani masih sangat rendah dalam pemanfaatan sumberdaya lokal pengendalian hayati untuk mengendalikan serangan hama dilahan pertaniannya. Pemanenan dan penanganan pascapanen yang dilakukan oleh petani secara keseluruhan tidak menggunakan bahan-bahan anorganik. Kegiatan pemanenan dan pascapanen umum dilakukan secara mekanis dan manual yang biasa dilakukan oleh ibu rumah tangga. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Budidaya Pertanian Organik Bawang Merah Perilaku Komunikasi Petani Perilaku komunikasi pada dasarnya berorientasi pada tujuan dalam arti perilaku seseorang pada umumnya dimotivasi dengan keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu. Motivasi petani didalam memperoleh informasi tentang budidaya pertanian yang berkelanjutan, pada dasarnya adalah untuk memperoleh pendapatan yang lebih layak, serta untuk meghindari dari adanya degradasi lahan pertanian akibat dari pemanfaatan input sintetis yang berlebihan. Informasi-informasi yang diperoleh petani tentunya tidaklah langsung diaplikasikan di lapangan. Pada umumnya petani melakukan pertimbangan dan perbandingan dengan pengalaman usaha tani yang selama ini dilakukan. Adapun perilaku komunikasi yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah aktivitas yang bertujuan untuk mencari dan memperoleh informasi dari berbagai sumber dalam pemenuhan kebutuhan informasi pertanian organik. Rogers 1993 mengungkapkan ada tiga peubah perilaku komunikasi yang sudah teruji secara empiris signifikan yaitu pencarian informasi, kontak dengan penyuluh dan keterdedahan pada media massa. Peubah pertama yaitu pencarian informasi masih perlu didampingi dengan penyampaian informasi, sesuai dengan model transaksional yang bersifat saling menerima dan memberi informasi secara bergantian.

a. Keterdedahan Media

Media massa adalah saluran komunikasi yang bersifat universal, mampu menyajikan informasi yang aktual dan langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. Berbagai informasi dapat diperoleh melalui media massa baik yang bersifat umum ataupun khusus, penyajiannya yang didukung visualisasi yang menarik, sehingga media massa merupakan salah satu saluran komunikasi massa yang efektif dalam penyampaian informasi pertanian organik, hal ini dikarenakan media massa relatif mampu menembus ruang dan waktu menjangkau khalayak yang banyak dalam satuan waktu yang relatif singkat. Keterdedahan media massa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tingkat kualitas dan kuatitas akses petani terhadap media massa yang meliputi kekerapan responden melihatmenonton televisi, mendengarkan radio, membaca surat kabar, dan media lainnya. Media yang umumnya dapat diakses oleh petani sebagian besar adalah media massa cetak dan elektronik seperti surat kabar, radio dan televisi. Tabel 12 Jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat akses petani terhadap media massa di Desa Srigading Tahun 2010 No Tingkat akses Petani Jumlah Persentase 1 Tinggi 10 kali bulan 4 13,3 2 Sedang 5-10 kali bulan 2 6,7 3 Rendah 1- 5 kalibulan 11 36,7 4 Sangat rendah Tidak mengakses media massa 13 43,3 Total 30 100,00 Berdasarkan dari analisis data di lapangan akses petani terhadap informasi pertanian organik melalui media massa relatif rendah yaitu sebanyak 80 persen, bahkan sebagian besar petani yaitu sebesar 43,33 persen petani tidak pernah mendapatkan informasi pertanian organik dari media massa. Rendahnya akses petani terhadap informasi pertanian organik melalui media massa disebabkan beberapa faktor, antara lain; 1. Kurangnya informasi pertanian organik yang di muat di media massa, 2. Petani kurang memiliki waktu yang cukup untuk mengakses media massa, terlebih media elektonik yang penayangannya di saat petani masih bekerja, 3. Rendahnya minat petani untuk mengakses media massa. Media massa yang biasa diakses oleh petani dalam memperoleh media massa relatif beragam. Beberapa media massa cetak yang biasa diakses petani adalah surat kabar, tabloid, dan majalah, sedangkan media elektronik yang biasa diakses petani antara lain radio dan televisi. Selain itu ada beberapa jenis media lain yang yang diakses petani dalam memperoleh informasi pertanian organik, yaitu, brosur, leaflet, dan internet. Tabel 13 Pemanfaatan media massa oleh sampel petani bawang merah di Desa Srigading Tahun 2010 No. Jenis Media Jumlah orang 1 2 3 4 5 Koran dan Tabloid Majalah Brosur, leaflet. Televisi,Radio, Internet 15 5 1 15 1 Apabila dikaji berdasarkan data dari Tabel 13 diketahui bahwa Pemanfaatan media massa oleh petani sebagian besar adalah surat kabar dan tabloid. Surat kabar lokal yang biasa diakses oleh petani dalam memperoleh informasi seputar pertanian organik antara lain adalah Kedaulatan Rakyat dan tabloid Sinar Tani yaitu sebesar 50 persen petani Media massa lain yang juga sering diakses petani adalah televisi dan radio, sebanyak 50 persen petani mendapatkan informasi pertanian organik dari televisi selain dari media-media cetak tainnya. Program televisi yang biasa di akses petani terutama TVRI Stasiun Jogjakarta dan RRI, sedangkan media massa yang paling sedikit diakses petani adalah media massa internet dan brosurleaflet yaitu masing-masing hanya sebesar 3,33 persen.

b. Interaksi interpersonal

Menurut Rogers 1993, Seseorang akan lebih cepat mengadopsi inovasi, apabila ia lebih banyak melakukan kontak komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu dan tokoh masyarakat. Meningkatnya pengaruh pada seseorang untuk mengadopsi atau menolak inovasi merupakan hasil interaksinya dalam jaringan komunikasi dengan individu lain yang dianggap dekat serta memiliki pengaruh terhadap dirinya.