Interaksi antar kelompok petani

Tabel. 18 Hubungan antara peubah praktek usaha tani organik dengan nbbb peubah perilaku komunikasi pada petani bawang merah di Desa gjgjg Srigading Praktek usahatani Perilaku Komunikasi Adopsi pupuk organik PHT Koef. Korelasi Sig. Koef. Korelasi Sig. Keterdedahan media 0,283 0,064 0,164 0,293 Interaksi interpersonal 0,361 0,016 0,281 0,065 Interaksi dalam kelompok 0,173 0,254 0,274 0,075 terdapat hubungan nyata pada p 0,10 Tabel 18 menunjukkan bahwa hubungan antara peubah keterdedahan media massa dan interaksi interpersonal petani dengan adopsi pupuk organik memiliki hubungan yang nyata. Semakin tinggi akses media dan interaksi interpersonal yang dilakukan petani memiliki korelasi terhadap tingginya adopsi pupuk. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa peubah keterdedahan petani terhadap media massa memiliki korelasi yang nyata terhadap praktek usaha tani bawang merah organik petani. Petani yang memiliki akses terhadap media massa yang tinggi cenderung tingkat adopsinya terhadap pupuk organik lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani yang akses terhadap media rendah. Petani yang memiliki akses yang tinggi terhadap media cenderung memiliki persepsi yang positif terhadap penggunaan pupuk organik. Jika dilihat secara keseluruhan petani, tingkat keterdedahan petani terhadap media massa relatif rendah. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya keterdedahan media oleh petani adalah masih rendahnya tingkat akses petani terhadap media massa yang disebabkan oleh masih rendahnya minat baca petani akan mengakses informasi pertanian. Pendapatan petani yang rendah juga menyebabkan mereka enggan untuk mencari informasi melalui media massa karena harus menambah beban ekonomi petani. Petani dengan pendapatan rendah cenderung memperoleh informasi dari sesama petani sendiri. Rendahnya tingkat akses petani terhadap media massa ini dapat diketahui pada Tabel 14. Petani tidak memiliki banyak waktu luang untuk mengakses informasi lebih banyak karena sebagian besar petani memanfaatkan waktunya untuk menambah penghasilan petani dengan usaha di luar usaha tani off farm seperti berdagang ke kota. Media massa sendiri sebagian besar sangat sedikit yang menyajikan informasi-informasi seputar dunia pertanian, terlebih pertanian organik. Media massa baik cetak maupun elekronik melakukan penayangan informasi pertanian cenderung hanya sebagai pelengkap pada kolom yang kecil ataupun waktu penayangan yang relatif singkat. Surat kabar harian lokal Kedaulatan Rakyat misalnya hanya menyajikan informasi pertanian menempatkan satu kolom khusus satu kali dalam satu minggu yaitu setiap hari jumat, sementara itu media-media cetak lain sangat jarang menampilkan artikelkolom dunia pertanian secara rutin. Semua media massa ada, hanya sebagian kecil media massa yang betul-betul menyajikan informasi pertanian secara lengkap, namun pada umumnya memang merupakan tabloid ataupun majalah pertanian, seperti tabloid Sinar Tani, Majalah Trubus, dan TVRI Stasiun Yogyakarta. Hubungan antara peubah komunikasi interpersonal petani dengan LSM, dosenpeneliti terhadap praktek usaha tani memiliki korelasi yang positif dan signifikan terhadap peubah penerapan pupuk organik. Koefisien korelasi antara peubah komunikasi interpersonal dengan penerapan pupuk oganik ini adalah 0,361, artinya tingkat penerapan pupuk organik oleh petani ini dipengaruhi oleh komunikasi interpersonal yang dilakukan dengan LSM, dosenpeneliti relatif tidak terlalu besar. Hubungan antar variabel dikatakan sempurna jika koefisiennya adalah satu. Adanya hubungan atau korelasi yang nyata antara peubah komunikasi interpersonal petani dengan praktek pemanfaatan pupuk organik ini menunjukan bahwa tingginya efektivitas komunikasi yang terjadi antar petani dan stakeholder terkait. Tingginya efektifitas komunikasi ini tentunya sebagai dampak dari kepercayaan petani yang tinggi kepada stakeolder terkait seperti penyuluh, dosen, dan peneliti ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: a. Pihak stakeholder dalam hal ini penyuluh, peneliti, dan dosen memiliki kapasitas dalam bidang pertanian organik ini, b. Pihak stakeholder dalam hal ini penyuluh, peneliti, dan dosen ini selain melakukan penyuluhan kepada petani, mereka juga secara bersama-sama melakukan praktek langsung di lahan percontohan yang mudah diamati oleh petani, c. Adanya ikatan emosional antar petani dan pihak stakeholder dalam hal ini penyuluh, peneliti, dan dosen ini, sehingga gap yang ada dapat diminimalisir. Hasil penelitian Pambudi 1999 juga mengungkapkan hal yang sama, beberapa faktor yang memiliki hubungan yang kuat terhadap perilaku komunikasi petenak di menerapkan wirausaha ternaknya. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah partisipasi sosial dengan kontak sesama peternak, kontak dengan penyuluh, kontak dengan media massa dan kontak dengan kelompok. Daerah Desa Srigading merupakan daerah pesisir pantai selatan dengan kesuburan tanah yang rendah namun memiliki iklim kering dengan intensitas sinar matahari yang tinggi dan maksimal sehingga cocok untuk dikembangkan budidaya bawang merah. Kondisi lahan ini menyebabkan banyak LSM, peneliti dari BPTP Yogyakarta dan UGM melakukan riset untuk mengoptimalkan fungsi lahan pertanian dengan meningkatkan kesuburan lahan pertanian. Beberapa realisasi dari kegiatan ini adalah pemanfaatan pupuk organik besar-besaran pada lahan pasir dan juga inovasi sumur renteng. Interaksi yang dilakukan petani ini dan juga kenampakan morfologi tanaman yang tumbuh relatif baik menyebabkan sebagian petani cenderung untuk mengadopsi cara-cara yang dilakukan oleh LSM, dosenpeneliti yang telah terbukti mampu meningkatkan produksi. Untuk pengendalian hama penyakit tanaman, sebagian besar petani masih tetap menggunakan pestisida kimia dan juga dengan melakukan kombinasi cara lain integrated pest management. Tidak adanya korelasi terhadap pengendalian hama penyakit tanaman ini selain disebabkan oleh petani masih mempertahankan cara- cara yang lama, juga disebabkan oleh kurangnya sosilalisasi oleh dosenpeneliti itu sendiri tentang cara pengendalian HPT yang benar. Pada Tabel 18 menunjukkan untuk korelasi antara komunikasi antar petani tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan praktek usaha tani nilai r lebih besar dari 0,05. Faktor yang menyebabkan tidak adanya hubungan kedua peubah ini adalah pada petani itu sendiri sebagian masih mempertahankan cara-cara budidaya yang lama dan baru mencoba-coba hal yang baru. Interaksi yang dilakukan cenderung hanya sebatas pertukaran informasi selain itu juga pengetahuan petani yang masih rendah tentang pertanian organik. Komunikasi yang terjadi antar kelompok tani tidak menyebabkan adanya perubahan perilaku petani di dalam budidaya tanaman bawang merah organik. Komunikasi yang terjadi pada petani ini cenderung menguatkan status quo dan mempertahankan cara-cara yang telah lama bertahan di masyarakat. Adapun penyebabnya adalah pemahaman petani itu sendiri masih sangat rendah tentang berbagai aspek budidaya secara organik. Hubungan antara keterdedadahan media dan praktek budidaya pertanian organik, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang di ajukan H 1 diterima. Resume Perilaku komunikasi yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah segala aktivitas petani yang bertujuan untuk mencari dan memperoleh informasi dari berbagai sumber dalam pemenuhan kebutuhan informasi pertanian organik. Tiga peubah perilaku komunikasi yang diuji pada penelitian ini antara lain; keterdedahan terhadap media massa, komunikasi interpersonal, interaksi antar kelompok. Aktivitas petani dalam mencari informasi pertanian organik melalui media massa relatif. Petani yang mengakses media massa sekitar 80 persen responden dikategorikan rendah yaitu hanya mengakses media kurang dari lima kali selama satu bulan. Untuk aktivitas petani dalam pencarian informasi dengan interaksi interpersonal dengan penyuluh, LSM, dosen, dan peneliti dikategorikan sedang, yaitu petani melakukan kontak interpersonal antara lima sampai sepuluh kali sebulan. Komunikasi interpersonal yang paling sering dilakukan oleh petani yaitu interaksi dengan penyuluh. Aktifitas memperoleh informasi seputar usaha pertanian organik, petani lebih banyak menanyakan hal tersebut kepada penyuluh, peneliti yang melakukan riset pada daerah tersebut. Aktivitas petani dalam mencari informasi pertanian melalui inteaksi interpersonal dapat dikategorikan relatif tinggi yaitu sebesar 63 persen responden melakukan interaksi antar petani lebih dari lima kali sampai sepuluh kali setiap bulan. Namun inteaksi ini tidak banyak membicarakan tentang pertanian organik karena pemahaman petani sendiri yang masih rendah. Variabel perilaku komunikasi secara umum tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap variabel praktek usaha pertanian organik, kecuali pada peubah interaksi interpersonal terhadap peubah adopsi pupuk organik. Beberapa faktor yang menjadi penyebab tidak adanya korelasi antar peubah ini adalah; 1. Rendahnya minat dan keterdedahan petani terhadap media massa, 2. Pengetahuan petani yang masih rendah, menyebabkan interaksi antar petani yang tinggi tidak menyebabkan arus informasi antar betani berjalan dengan baik. Adanya hubungan yang nyata antar peubah interaksi interpersonal terhadap peubah adopsi pupuk organik, disebabkan selain petani mendapatkan informasi secara langsung dari penyuluh, peneliti yang melakukan riset pada daerah tersebut, mereka juga secara langsung dapat melihat dampak positif secara langsung pada lahan pertanian yang diuji cobakan. Hubungan Karakteristik Individu terhadap Praktek Usahatani Bawang Merah Organik Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu terhadap penerapan petani dalam praktek pertanian organik. Untuk mengetahui tingkat hubungan antara kedua variabel tersebut dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan uji korelasi tau Kendal pada taraf alfa 0,10 dengan program SPSS 16.0 for windows. Tabel 19 Hubungan antara peubah praktek usaha tani organik dengan peubah karakteristik individu di Desa Srigading. Praktek usahatani Karakteristik individu Adopsi pupuk organik PHT Koef. Korelasi Sig. Koef. Korelasi Sig. Pengalaman 0.389 0.020 -0,008 0,963 Pendidikan 0,554 0,001 -0,025 0,884 Pendapatan Luas Lahan 0,358 0,577 0,036 0,001 0,327 0,293 0,060 0,091 terdapat hubungan nyata pada p 0,10 Tabel 19 Peubah pengalaman petani yang memiliki hubungan yang nyata adalah terhadap adopsi pupuk organik. Semakin lama pengalaman petani di dalam usaha tani memiliki korelasi yang nyata terhadap tingginya pemanfaatan pupuk organik pada lahan pertanian. Sementara petani yang masih baru cenderung memanfatkan pupuk anorganik lebih dominan dalam budidaya pertaniannya. Pada umumnya petani di Desa Srigading telah lama menggunakan pupuk kandang untuk meningkatkan kesuburan tanah pada lahan pertaniannya. Petani yang memiliki pengalaman yang lama sering mendapatkan penjelasan dan pendidikan dari para peneliti ataupun penyuluh tentang manfaat penggunaan pupuk organik secara berkesinambungan. Petani ini dapat merasakan akan manfaat dengan mengaplikasikan pupuk organik. Apabila dikaji berdasarkan data dari Tabel 19 diketahui bahwa peubah tingkat pendidikan petani memiliki korelasi yang nyata terhadap adopsi pupuk organik. Semakin tinggi pendidikan petani menyebabkan semakin besar pula adopsi pupuk organik. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses kegiatan yang sistemik dan sistematis yang terarah yang menjadikan seseorang mampu berfikir lebih maju dan rasional. Semakin tinggi pendidikan seseorang menyebabkan seseorang mampu berfikir lebih jauh ke depan. Petani yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung memiliki pandangan yang baik terhadap pemanfaatan bahan organik dalam jangka yang panjang sustainable farming. Peubah pengalaman petani tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap peubah adopsi pestisida organik, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansinya lebih besar dari alfa lima persen. Petani yang memiliki pengalaman yang lama tidak menggambarkan penggunaan pestisida organik yang tinggi pula. Banyak pertimbangan petani di dalam memanfaatkan pestisida organik ini, hal ini di sebabkan pengetahuan petani tentang pemanfaatan sumberdaya lokal untuk mengendalikan hama penyakit pada tanaman mereka masih sangat terbatas. Pembuatan formula pestisida dari sumberdaya lokal memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang baik karena pembuatannya relatif sulit. Peubah luas lahan dan pendapatan memiliki korelasi yang nyata terhadap terhadap adopsi pengendalian hama secara non kimiawi. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, faktor yang menjadi menyebab adanya korelasi ini adalah lebih karena semakin besarnya luas lahan yang dimiliki semakin tinggi kuantitas inovasi yang dibutuhkan untuk adopsi. Dari penjelasan hubungan antara karakteristik teknologi dan praktek budidaya pertanian organik, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang di ajukan H 2 diterima. Resume Karakteristik individu yang dilihat pada penelitian ini adalah pendidikan petani, pengalaman, luas lahan, dan tingkat pendapatan. Secara umum pengalaman petani di dalam usaha tani bawang merah dapat dikategorikan cukup lama yaitu dengan rerata pengalaman selama 17 tahun. Luas lahan yang dimiliki petani dikategorikan sempit, dimana rerata lahan kepemilikan petani hanya 0,1 hektar atau 1000 meter persegi. Pendidikan petani pada daerah penelitian ini dapat dikategorikan relatif tinggi yaitu rata-rata adalah tamatan Sekolah Menengah Umum sederajat. Untuk pendapatan petani, petani bawang merah dikategorikan sedang yaitu pada kisaran Rp5.000.000,00 per musim tanam atau sekitar 1,8 juta per bulan. Variabel karakteristik individu yang memiliki hubungan nyata terhadap variabel praktek usaha tani organik adalah pada peubah adopsi pupuk organik. Peubah-peubah tingkat pengalaman, pendidikan, pendapatan luas lahan berkorelasi lurus terhadap adopsi pupuk organik. Adanya korelasi yang kuat antar peubah ini menunjukan bahwa semakin lama pengalaman bertani, ada kecenderungan tingginyameningkatnya minat petani untuk mengaplikasikan pupuk organik, demikian pula dengan peubah tingkat pendidikan, luas lahan, dan tingkat pendapatan yang semakin meningkat akan disertai dengan meningkatnya keinginan petani untuk mengaplikasikan pupuk organik. Korelasi antar peubah karakteristik individu terhadap tingkat pengendalian HPT, yang memiliki korelasi yang nyata pada alfa sepuluh persen adalah pada peubah luas lahan dan pendapatan. Faktor-faktor yang menjadi penyebab berkorelasinya kedua peubah ini adalah berbandinglurusnya tingkat adopsi dengan luas lahan, artinya semakin luas lahan tentu akan menyebabkan semakin besar inovasi yang perlu diadopsi. Hubungan Karakteristik Teknologi Terhadap Praktek Usaha Pertanian Organik Bawang Merah Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan nyata antara karakteristik teknologi terhadap penerapan petani dalam praktek pertanian organik. Untuk mengetahui tingkat hubungan antara kedua variabel tersebut dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan uji korelasi tau Kendal pada taraf alfa 0,10 dengan program SPSS 16.0 far windows. Tabel. 20 Hubungan antara peubah praktek usaha tani organik terhadap karakteristik inovasi di Desa Srigading Praktek usahatani Karakteristik inovasi Adopsi pupuk organik PHT Koef. Korelasi Sig. Koef. korelasi Sig. Keuntungan relatif 0,251 0,101 0,450 0,774 Kompatibilitas 0,243 0,108 0,216 0,160 Kompleksitas -0,030 0,984 -0,029 0,854 Trialabilitas 0,236 0,117 0,149 0,329 Observabilitas -0,091 0,554 0,102 0,512 Tidak terdapat hubungan nyata pada p 0,10 Pada Tabel 20 menunjukkan bahwa hubungan antara peubah karakteristik inovasi dengan praktek usaha tani bawang merah organik tidak memiliki hubungan yang nyata. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa peubah keuntungan relatif tidak memiliki korelasi yang nyata terhadap praktek usaha tani bawang merah organik petani, akan tetapi signifikasi dari hasil analisis relatif kecil mendekati 0,1. Secara umum pandangan petani terhadap pertanian organik relatif baik artinya petani memandang melakukan budidaya bawang merah organik relatif menguntungkan, akan tetapi karena teknologi di dalam budidaya pertanian organik relatif rumit sehingga diperlukan pemahaman dan keterampilan di dalam prakteknya. Lebih lanjut petani juga beranggapan bahwa bertani 100 persen organik memang menguntungkan, tetapi tidak lebih menguntungkan dari pertanian anorganik. Hasil penelitian Handayani 2007mengungkapkan bahwa jika dibandingkan dengan pendapatan ekonomi, usaha tani bawang merah konvensional lebih menguntungkan pada analisis pendapatan finansial jika dilihat pada sisi petani. Hal ini disebabkan oleh harga aktual output lebih besar daripada harga bayangannya, yang mengakibatkan penerimaannya lebih besar, serta harga bayangan obat-obatan yang lebih kecil dari harga aktualnya sehingga dapat menurunkan total biaya. Walaupun pendapatan finansial bawang merah konvensional lebih besar dari organik, namun biaya total yang dikeluarkan usaha tani organik organik lebih kecil. Dampak dari rendahnya biaya total yang dikeluarkan, keuntungan profit pertanian organik lebih menguntungkan. Hasil penelitian Sudana juga menunjukkan hal yang sama, bahwa pertanian organik akan menguntungkan jika dilakukan secara intensif dalam bentuk badan usaha yang lengkap dengan struktur organisasinya serta jelas tugasnya dan dimanajemen dengan baik. Pertanian organik dalam bentuk badan usaha yang lengkap dengan struktur organisasinya ini akan dapat diefisiensikan secara optimal modal tetap fixed cost dan biaya produksi variabel cost sehingga kuantitas dan kualitas produknya terjamin demikian juga kontinuitasnya. Pertanian organik perorangan sebenarnya dapat berkembang baik asalkan modal ditingkatkan sebesar 500 persen guna memenuhi modal tetap fixed cost untuk membuat green house, rumah plastik, sumur serta saluranpipa irigasi serta biaya produksi untuk meningkatkan tenaga kerja dan pembelian bibit unggul. Dengan peningkatan modal tersebut kemungkinan masalah hama dan penyakit berkurang, mutu produksi ,meningkat secara kualitas dan kuantitas serta kontinuitasnya terjamin karena tidak lagi tergantung pada musim. Sementara petani-petani hanya mengandalkan tenaga kerja keluarga dan modal yang sangat terbatas. Hubungan antara peubah kompatibilitas terhadap praktek usaha tani tidak memiliki hubungan yang nyata. Hasil penelitian Roswita, 2003 mengungkapkan hal yang sama, hanya sebesar 4 persen petani yang mengungkapkan bahwa inovasi pengendalaian hama secara hayati kompatibel. Petani masih memiliki cara pandang yang lama bahwa penerapan input organik pada tanaman kurang cocok terhadap peningkatan produksi tanaman. Secara umum petani masih berfikir jangka pendek dan instan, penerapan input organik terkesan kurang responsif terhadap pertumbuhan tanaman dan juga dalam mengendalikan serangan hama penyakit tanaman. Petani belum terlalu sadar tentang pentingnya prinsip LEISA yang mengedepankan pemanfaatan bahan organik guna meningkatkan kesuburan, keberlanjutan, kesehatan tanah dan lingkungan. Hubungan antara peubah kompleksitas terhadap praktek usaha tani tidak memiliki hubungan yang nyata, artinya adalah semakin kompleks ataupun semakin sederhananya praktek usaha tani organik tidak memiliki hubungan nyata terhadap tinggi ataupun rendahnya praktek pertanian organik yang dilakukan oleh petani. Pada sisi lain pengolahan yang kurang sempurna menyebabkan dampak yang ditimbulkan kurang optimal. Sebagai contoh, pemanfaatan kotoran ternak dengan pengomposan yang kurang sempurna menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang optimal, contoh lain adalah pemanfaatan larutan ekstrak daun tembakau dan daun besi dengan takaran dengan mencoba-coba dan yang kurang tepat menyebabkan pengendalaian hama kurang efektif. Hal serupa hasil penelitian Roswita 2003 menunjukan bahwa dalam praktek usaha tani pertanian organik, petani masih mengalami kesulitan dalam memahami dan menerapkan suatu inovasi karena petani belum terbiasa melakukan hal-hal tersebut. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa peubah trialabilitas tidak memiliki korelasi yang nyata terhadap praktek usaha tani bawang merah organik petani. Hasil penelitian Roswita, 2003 mengungkapkan hal yang sama dimana tidak ada berbedaan yang nyata tingkat kemudahan antara inovasi pengendalian dengan bahan hayati dan pestisida kimiawi. Faktor-faktor yang menjadi penyebab tidak adanya hubungan yang nyata antar peubah-peubah ini dapat dikategorikan ke dalam dua Faktor, a Faktor individu petani, petani memiliki pandangan bahwa penerapan system pertanian yang mengandalkan 100 persen organik tidak memiliki efek yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman, sementara itu petani harus mencari sarana produksi dari membeli di pasar. 2 Faktor sarana produksi itu sendiri yang tidak bisa langsung diterapkan di lahan pertanian, misalnya pemanfaatan kotoran hewan secara langsung di lapangan justru menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat bahkan bisa menyebabkan kematian tanaman bawang. Hasil analisis menunjukkan bahwa peubah observabilitas tidak memiliki korelasi yang nyata terhadap praktek usaha tani bawang merah organik petani. Penelitian Roswita, 2003 juga mengungkapkan hal yang hanya sebagian kecil yang menyatakan bahwa inovasi dalam budidaya pertanian organik mudah diamati. Penelitian lain yang mengungkapkan hal senada Juherman, 2009 menyatakan tingkat serangan hama pada sistem budidaya konvensional lebih rendah jika dibandingkan dengan sistem budidaya organik. Pengendalian hama dengan bahan kimia sitetis mampu secara langgung menurunkan populasi hama. Menurut pengakuan petani bahwa di dalam penerapan teknologi-teknologi budidaya pertanian organik penampakannya sangat lama jika dibandingkan dengan teknologi budidaya secara konvensional. Dari penjelasan hubungan antara karakteristik teknologi dan praktek budidaya pertanian organik, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang di ajukan H 3 ditolak. Resume Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan nyata antara karakteristik teknologi terhadap penerapan petani dalam praktek pertanian organik. Karakteristik inovasi yang dimaksudkan pada penelitian ini antara lain: keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, trialabilitas, dan observabilitas. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa variabel karakteristik tidak memiliki korelasi yang kuat dan dikatakan tidak cukup bukti memiliki korelasi terhadap praktek usaha budidaya bawang organik. Tidak berkorelasinya kedua variabel ini disebabkan beberapa faktor, baik faktor dari dalam petani maupun dari luar petani. Secara umum karakteristik sistem pertanian yang mengedepan kan sumberdaya lokal yang bersifat sustainable memiliki karaktesitik yang lambat menunjukan performa pertumbuhan tanaman yang baik. Selain itu melakukan input unsur hara kedalam tanah tidak serta merta dapat dilihat hasilnya dalam jangka waktu yang singkat seperti halnya dalam budidaya pertanian anorganik. Faktor lain yang menyebabkan tidak berkorelasinya kedua variabel ini adalah dibutuhkannya penggunaan bahan organik yang cukup banyak dalam kegiatan budidaya tanaman jika dibandingkan dengan menggunaan bahan-bahan anorganik. Kemandirian Petani dalam Penyediaan Sarana Produksi Pada era globalisasi dengan terbentuknya struktur perdagangan bebas, menuntut produk-produk yang mempunyai keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Menghadapi kondisi ini juga menuntut keisapan petani dalam bersaing supaya dapat meraih keuntungan dan kesempatan tersebut. Namun kenyataan dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar kemandirian petani berada dalam kategori sedang. Maknanya petani kurang mampu bersaing dalam mengembangkan usahataninya Agusabti 2002. Kemandirian dapat diartikan sebagai hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Kemandirian petani di dalam penyediaan sarana produksi merupakan salah satu bentuk kemampuan petani di dalam bersaing untuk mengembangkan usaha taninya. Kemandirian petani di dalam penyediaan sarana produksi di sini diartikan sebagai kemampuan petani di dalam menyediakan sarana produksi yang meliputi benih, pupuk dan sarana pengendali hama penyakit tanaman tanpa ada ketergantungan dengan fihak-fihak lain. Kemandirian Pupuk Agussabti 2002 mengungkapkan bahwa kemandirian petani sangat tergantung pada keputusan untuk mengadopsi inovasi untuk kemajuan usaha taninya. Petani yang mandiri pada umumnya memilih komoditas dan inovasi yang melekat padanya bersifat lebih kompleks. Petani pada umumunya mampu dan memiliki kemampuan di dalam pengelolaan potensi sumber daya yang mereka miliki, sehingga cenderung relatif lebih aman dan tidak ragu-ragu dalam mengambil suatu keputusan. Kemandirian pupuk yang digunakan oleh petani di Desa Srigading sangat beragam. Pemanfaatan pupuk organik produksi sendiri yang digunakan oleh petani sebagai subtitusi pupuk anorganik dapat meningkatkan kemandirian petani. Pemanfaatan pupuk organik oleh betani juga besifat komplementer, artinya pemanfaatan pupuk organik digunakan untuk meningkatkan Produktivitas tanaman selain dengan mengunakan pupuk anorganik. Tingkat substitusi pupuk organik oleh petani desa Srigading sangat beragam. Tingkat subtitusi pupuk oleh petani petani dalam meningkatkan produktivitas tanaman oleh petani selengkapnya pada Tabel di bawah ini. Tabel 21 Jumlah responden berdasarkan tingkat persentase subtitusi pupuk dalam oleh petani di Desa Srigading tahun 2010 Persentase subtitusi pupuk organik Jumlah responden Persentase SangatTinggi 75 persen 11 36,67 Tinggi 51-75 persen 14 46,67 Sedang 26-50 persen 4 13,33 Rendah 25 persen 1 3,33 Apabila dikaji berdasarkan data dari Tabel 21, tingkat subtitusi pupuk organik terhadap pupuk anorganik di daerah penelitian ini relatif tinggi. Hal ini dapat dilihat dari besarnya angka persentase pemanfaatan pupuk organik untuk mengantikan pupuk anorganik. Namun walau demikian angka pemanfaatan pupuk organik relatif tinggi, tidak berdampak besar terhadap kemandirian petani, justru sebaliknya kemandirian petani dikategorikan masih sangat rendah. Tingkat kemandirian petani akan sarana produksi pupuk ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 22 Jumlah responden berdasarkan tingkat kemandirian dalam penyediaan pupuk oleh petani di Desa Srigading tahun 2010 Tingkat kemandirian pupuk Jumlah responden SangatTinggi 75 persen 3 Tinggi 51-75 persen 2 Sedang 26-50 persen 6 Rendah 25 persen 19 Tingginya aplikasi pemanfaatan pupuk organik untuk mengantikan pupuk kimia ternyata tidak berkorelasi lurus dengan tingkat kemandirian petani. Pada Tabel 10, diketahui bahwa responden yang menerapkan pupuk organik relatif tinggi yaitu sebesar 84 persen petani mengaplikasikan lebih dari 50 persen pupuk organik dan hanya tiga persen petani yang mengaplikasikan pupuk organik di bawah 25 persen. Apabila dikaji berdasarkan data dari Tabel 22 di atas tingkat kemandirian petani terhadap saranan produksi pupuk ternyata masih relatif rendah. Sebanyak 63 persen atau 19 responden masih tergantung terhadap saprodi dari luar. Ketergantungan ini disebabkan oleh petani tidak mampu mempoduksi pupuk organik sendiri karena tidak memiliki bahan baku baik berupa bahan baku pupuk hijau ataupun pupuk kandang. Petani yang memiliki kemandirian yang tinggi merupakan petani yang melakukan usaha tani secara integratif dimana selain memiliki usaha tani bawang merah petani juga memiliki ternak, sehingga limbah peternakan dapat dimanfaatkan untuk pengganti pupuk anorganik. Apabila dikaji berdasarkan karakteristik individu petani itu sendiri pada data Tabel 19, menujukan bahwa adanya korelasi antara karakterisitik individu dan praktek usaha pertanian organik, dan berdampak pada tingkat kemandirian petani di dalam penyediaan sarana produksi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek sebab yang melatarbelakanginya. Dilihat dari aspek sebab, petani lebih mandiri jika memiliki luas lahan lebih luas, memiliki tingkat pendidikan lebih baik, pengalaman yang relatif lama, dan pendapatan relatif tinggi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Agusabti 2002, ciri-ciri petani mandiri antara lain: 1 memiliki lahan yang luas, 2 akses modal lebih besar, 3 tingkat pendidikan lebih baik, 4 mempunyai sarana produksi lebih baik, 5 penguasaan terhadap teknologi dan informasi lebih baik. Apabila dikaji hubungan antara tingkat subtitusi pupuk yang digunakan petani dan tingkat kemandirian petani maka tipologi sebagian besar petani berada pada kategori dengan tingkat subtitusi tinggi namun memiliki kemandirian rendah. Gambaran lengkap ditunjukan pada gambar 5. Gambar 6 Tipologi petani berdasarkan tingkat subtitusi pupuk dan kemandirian hn pupuk Pada gambar 5 menunjukan bahwa secara umum sebagian besar petani terdistribusi pada kuadran II yaitu petani dengan memiliki subtitusi tinggi dan kemandirian rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dominasi petani yang ada di Desa Srigading sudah mulai mengaplikasikan pupuk organik pada skala besar di atas 50 persen pada lahan pertaniannya. Pada sisi lain petani masih sangat tergantung pada pasokan pupuk dari luar. Petani bawang merah di daerah penelitian ini sebagian besar merupakan petani kecil yang memiliki akses yang rendah terhadap bahan baku pupuk organik, sehingga menyebabkan petani terkooptasi pada sistem pasar dalam pemenuhan pupuknya. Rendahnya akses yang dimiliki oleh petani ini menjadi salah satu penyebab kendala pergeseran praksek usaha tani dari sistem pertanian heavy input menuju sistempertanian yang mengedepankan pemanfatan input lokal. petani yang memiliki subtitusi rendah dan kemandirian rendah pada kuadran III hanya sebanyak 16 persen. Secara umum dapat disimpulkan bahwa petani sudah memiliki tingkat subtitusi pupuk yang relatif tinggi. Kemandirian Petani di dalam pengendalian hama penyakit tanaman Kemandirian Petani di dalam pengendalian hama penyakit tanaman di Desa Srigading sangat beragam. Pemanfaatan sumber daya lokal produksi sendiri yang digunakan oleh petani sebagai subtitusi pestisida dapat meningkatkan kemandirian petani. Beberapa jenis sumberdaya lokal yang digunakan oleh petani untuk mengendalikan serangan hama penyakit tanaman bawang antara lain : 1. Penggunaan ekstraksi daun tembakau, daun besi, dan mimba 2. Penggunaan ekstaksi umbi gadung 3. Penanaman pohon kenikir di sekeliling areal lahan pertanian 4. Penggunan perangkap . Kemandirian pestisida yang digunakan oleh petani di Desa Srigading sangat beragam. Pemanfaatan sumberdaya lokal untuk mengurangi serangan hama yang digunakan oleh petani sebagai subtitusi pestisida kimia dapat meningkatkan kemandirian petani. Pemanfaatan sumberdaya lokal oleh petani juga besifat komplementer, artinya pemanfaatannya digunakan untuk mengurang serangan hama tanaman selain dengan mengunakan pestisida kimia. Tingkat substitusi pestisida oleh petani desa Srigading sangat beragam. Tingkat subtitusi pestisida oleh petani petani dalam pengendalian hama penyakit tanaman oleh petani selengkapnya pada Tabel di bawah ini. Tabel 23 Jumlah responden berdasarkan tingkat persentase subtitusi pestisida oleh petani di Desa Srigading tahun 2010 Persentase subtitusi pestisida Jumlah responden SangatTinggi 75 persen Tinggi 51-75 persen Sedang 26-50 persen 12 Rendah 25 persen 18 Petani pada bawang merah pada daerah ini secara umum sudah banyak memanfaatkan sumberdaya lokal setempat, namun masih dalam skala kecil dan terbatas. Gambaran ini dapat terlihat pada Tabel 11 yang menunjukan bahwa tingkat aplikasi pengendalian hama penyakit tanpa menggunakan pestisida kimia masih dalam kategori sedang dan rendah yaitu sekitar 87 persen responden. Pemanfaatan sumberdaya lokal yang biasa digunakan petani pada umumnya bersifat komplementer, dimana petani memanfaatkan beberapa jenis untuk mengendalikan satu atau beberapa jenis hama penyakit tanaman. Tingkat pemanfaatan sumberdaya lokal ini sangat tergantung dari pemahaman dan pengetahuan petani tentang teknis aplikasi pengendalian hama penyakit. Tingkat kemandirian Petani di dalam pengendalian hama penyakit tanaman di Desa Srigading sangat beragam. Tingkat kemandirian petani dalam pengendalian hama penyakit tanaman selengkapnya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 24 Jumlah responden berdasarkan tingkat kemandirian petani dalam pengendalian hama penyakit tanaman di Desa Srigading tahun 2010 Tingkat kemandirian dalam pengendalian HPT Jumlah responden SangatTinggi 75 persen Tinggi 51-75 persen 1 Sedang 26-50 persen 7 Rendah 25 persen 22 Total 30 Apabila dikaji berdasarkan data dari Tabel 24, kemandirian petani dalam dalam pengendalian hama dan penyakit dapat dikategorikan rendah, artinya petani sebagian telah mampu menggunakan sumber daya lokal untuk menggantikan pestisida yang biasa digunakan oleh petani namun dalam skala kecil dan terbatas. Penerapan pengendalian hama penyakit secara terpadu oleh petani masih dikategorikan rendah, akibatnya petani juga masih tergantung atau belum mampu sepenuhnya bebas dari ketergantungan terhadap pestisida. Apabila dikaji hubungan antara tingkat subtitusi pestisida yang digunakan petani dan tingkat kemandirian petani maka tipologi sebagian besar petani berada pada kategori dengan tingkat subtitusi rendah dan memiliki kemandirian rendah. Gambaran lengkap ditunjukan pada gambar 6. Gambar 7 Tipologi petani berdasarkan tingkat subtitusi dan kemandirian pestisida Pada gambar 6 menunjukan bahwa secara umum sebagian besar petani terdistribusi pada kuadran III yaitu petani dengan tingkat subtitusi rendah dan kemandirian rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dominasi petani yang ada di Desa Srigading sudah mulai mengaplikasikan pestisida non kimiawi pada skala kecil dan terbatas pada lahan pertaniannya. Pada sisi lain petani masih sangat tergantung pada pasokan pestisida dari luar. petani yang memiliki subtitusi rendah dan kemandirian tinggi pada kuadran IV hanya sebanyak 3,3 persen. Artinya petani sangat tergantung pada sarana produksi pestisida dari luar. Hubungan praktek pertanian organik dengan kemandirian petani Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan nyata antara praktek pertanian organik terhadap kemandirian petani akan sarana produksi. Untuk mengetahui tingkat hubungan antara kedua variabel tersebut dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan uji korelasi tau Kendal pada taraf alfa 0,10 dengan program SPSS 16.0 far windows. Tabel. 25 Hubungan Peubah Praktek usahatani Y1 dengan peubah kemandirian g usaha tani Y2 petani bawang merah di Desa Srigading Praktek usahatani Adopsi Pertanian Organik Kemandirian pupuk Kemandirian Pestisida Koef. Korelasi Sig. Koef. Korelasi Sig. Adopsi pupuk organik 0,201 0,223 0.00 1.00 PHT 0.00 1.00 0,682 0,000 terdapat hubungan nyata pada p 0,10 Pada Tabel 25 menunjukkan bahwa hubungan peubah adopsi pupuk organik dengan peubah kemandirian pupuk tidak memiliki hubungan yang nyata. Nilai signifikansi dari uji korelasi menunjukkan yang relatif kecil mendekati angka 0,01, namun demikian korelasi kedua peubah tersebut tidak cukup bukti untuk dikatakan berhubungan pada alfa satu ataupun lima persen. Berdasarkan hasil kajian di lapangan, pada dasarnya petani sudah mulai menerapkan pupuk organik dalam jumlah yang banyak untuk menggantikan subtitusi pupuk anorganik, akan tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi kemandirian petani akan sarana produksi pupuk ini. Sebagian besar profesi masyarakat di Desa Srigading ini adalah sebagai petani dan hanya beberapa orang petani saja yang memiliki ternak, akibatnya dalam pemenuhan pupuk organik petani masih sangat tergantung pasokan dari luar. Harga dari pupuk kandang sendiri pada dasarnya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan pupuk kimia, namun kebutuhan pupuk kandang jauh lebih besar dari pupuk kimia, sehingga dari segi ekonomi pengeluaran petani untuk sarana produksi pupuk relatif sama. Tingginya kebutuhan akan pupuk organik yang tidak disertai dengan meningkatnya kemampuan petani untuk memproduksi pupuk sendiri menyebabkan petani tanpa mereka sadari terkooptasi oleh sistem pasar dalam memperoleh pupuk organik. Pada satu sisi petani membutuhkan sarana produksi, pada sisi lain petani akan selalu terkungkung oleh sistem pasar yang menyediakan sarana produksi pupuk ini. Berdasarkan hasil analisis uji korelasi menunjukkan bahwa peubah pengendalian hama penyakit tanaman terpadu memiliki korelasi yang nyata terhadap kemandirian terhadap sarana produksi pestisida non kimiawi. Secara umum petani masih menggunakan pestisida kimia dalam budidaya bawang merah ini, seperti jenis Antracol, Daconil, Marcshall, dan larvin, tetapi pemanfaatan sumberdaya lokal untuk menggatikan pestisida tersebut juga sudah mulai dilakukan kendati masih dalam skala kecil dan terbatas. Baberapa faktor yang menyebabkan petani menjadi mandiri dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman antara lain tingginya harga jual pestisida kimia menyebabkan petani melakukan subtitusi pestisida nonkimiawi. Selain itu tidak tersedianya pestisida nonkimiawi dipasaran, menyebabkan petani membuat dan meracik sendiri guna menekan serangan hama yang merugikan. Kemampuan meracik dan memproduksi pestisida nonkimiawihayati ini memerlukan suatu pengetahuan dan pemahaman sendiri akibatnya relatif sedikit petani yang mampu melakukannya. Beberapa jenis bahan-bahan organik yang biasa digunakan petani antara lain; 1. Melakukan penanaman tanaman kenikir di sekeliling lahan pertanian, 2. Memanfaatakan ekstrak daun besi, mimba, dan tembakau. 3. Membuat alat perangkap mekanis sederhana. Jenis-jenis bahan-bahan organik yang biasa digunakan oleh petani ini merupakan sumber daya lokal yang mudah dijumpai di sekitar pemukiman penduduk.Pemanfaatan sumberdaya lokal yang dilakukan petani pada dasarnya tidak mampu mengendalikan serangan hama penyakit tanaman secara cepat jika dibandingkan dengan pestisida kimia, akan tetapi pemanfaatan sumber daya lokal ini dirasakan oleh petani dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia. Pengurangan pemanfaatan pestisida kimia memiliki dampak terhadap berkurangnya biaya yang perlu dkeluarkan oleh petani. Hubungan antara adopsi budidaya pertanian organik petani dan tingkat kemandirian, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan H 4 diterima. Resume Kemandirian petani di dalam penyediaan sarana produksi di sini diartikan sebagai kemampuan petani didalam menyediakan sarana produksi yang meliputi pupuk dan sarana pengendali hama penyakit tanaman tanpa ada ketergantungan dengan fihak-fihak lain. Dengan melakukan praktek usaha tani yang ramah lingkungan yang mengedepankan pemanfaatan sumberdaya lokal diharapkan kemandirian petani dapat meningkat. Dari Hasil analisis, diketahui bahwa praktek usahatani oleh dengan pemanfaatan pupuk organik ternyata tidak memiliki korelasi yang singnifikan. Faktor yang menjadi penyebab tidak berpengaruhnya terhadap kemandirian ini adalah sebagian besar profesi masyarakat di Desa Srigading ini adalah sebagai petani dan hanya beberapa orang petani saja yang memiliki ternak, akibatnya dalam pemenuhan pupuk organik petani masih sangat tergantung pasokan dari luar. Tingginya kebutuhan akan pupuk organik yang tidak disertai dengan meningkatnya kemampuan petani untuk memproduksi pupuk sendiri menyebabkan petani tanpa mereka sadari terkooptasi oleh sistem pasar dalam memperoleh pupuk organik. Pengendalian hama penyakit oleh petani dengan memanfaatkan sumberdaya lokal secara umum masi rendah. Namun peubah tingkat pengendalian hama terpadu dengan pemanfaatan bahan-bahan organik ternyata memiliki korelasi yang nyata terhadap kemandirian petani di dalam pengendalian HPT pada lahan pertanian mereka. Faktor-faktor yang menjadi penyebab berpengaruhnya terhadap kemandirian ini adalah dengan pemanfaatan sumberdaya lokal untuk pengendalian HPT ternyata mampu mengurangi serangan hama secara signifikan. Hal ini tentu menyebabkan penggunaan pestisida kimiawi dapat dikurangi. Selain itu harga pestisida kimiawi di pasaran yang relatif tinggi, menyebabkan petani cenderung mencari alternatif pilihan. Faktor lain yang menjadi penyebab berpengaruhnya terhadap kemandirian ini adalah tidak tersedianya pestisida nonkimiawi dipasaran, menyebabkan petani membuat dan meracik sendiri guna menekan serangan hama yang merugikan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, maka secara umum dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sistem usaha tani yang dilakukan oleh petani sudah terjadi pergeseran- pergeseran menuju ke sistem pertanian organik. Beberapa elemen dari sistem pertanian organik telah dilakukan oleh petani seperti sistem pertanaman polikultur, rotasi tanaman, pemanfaatan pupuk kandang serta pengendalian hama secara hayati, akan tetapi beberapa bagian dari elemen sistem usaha pertanian organik ini petani masih memanfaatkan input anorganik dari luar seperti sebagian kecil pupuk dan pestisida. 2. Pengalaman berusaha tani, tingkat pendidikan, luas lahan dan pendapatan yang tinggi memiliki hubungan dengan adopsi petani dalam penggunaan pupuk organik pada lahan usaha taninya. 3. Komunikasi interpersonal terhadap penyuluh, LSM, dosen, dan peneliti memiliki peran yang besar dalam mengubah pola pertanian menuju pertanian organik, sementara itu keterdedahan terhadap media lebih bersifat menambah wawasan petani. 4. Karakteristik inovasi dari pertanian organik tidak memiliki hubungan dengan praktek petani di dalam pemanfaatan sarana produksi organik. 5. Pemanfaatan sarana produksi lokal untuk pengendalian hama penyakit tanaman bawang memiliki hubungan dengan kemandirian petani dari ketergantungan pestisida. Saran 1. Perlunya peningkatan peranan peneliti, penyuluh dan pihak terkait lainnya dalam memsosialisasikan pertanian bawang merah organik. 2. Penguatan modal petani dan peningkatan pengetahuan petani dengan sistem integrasi pertanian dan ternak untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal guna meningkatkan kemandirian sarana produksi. DAFTAR PUSTAKA Adi W. 2002. Hubungan Karakteristik Dan Perilaku Komunikasi Petani Dengan Persepsinya Terhadap Inovasi Teknologi Alat Mesin Pertanian. [tesis] Pascasarjana IPB. Adiyoga W. 2002. Karakteristik Usaha Tani Sayuran Organik di Jawa Barat, Status dan Prospek. Buletin Ristek Balitbangda Jawa Barat.1:01. Agussabti. 2002. Kemandiriaan Petani Dalam Pengambilan Keputusan Adopsi Inovasi Kasus Petani Sayuan di Propinsi Jawa Barat . [disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Balai Desa Srigading. 2009. Monografi Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul. Balitsa [Balai Penelitian Tanaman Sayur]. 2005. Panduan Teknis PTT Bawang Merah no. 3. Jakarta. Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sanden. 2009. Materi Siaran Radio 89,1 FM di Gabusan, tanggal 20 Februari 2009 Jam 07.00-09.00. Berlo D K 1960. The Proses of Communication. New York: Hort, Rinehart and Winston. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1993. Tungro dan wereng hijau. Di dalam : Laporan akhir kerja sama Teknik Jepang- Indonesia Bidang Perlindungan Tanaman Pangan. ATA-162. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. FAO 2002. World Summit on Sustainable Development. httpwww.fao.org.[di akses 24 mei 2010]. Halim N R. 1992. Hubungan Karakteristik Sosial ekonomi dengan perilaku Komunikasi anggota Kelompok simpanPinjam KUD dan Pemanfaatan Kredit Pedesaan di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Handayani R S. 2007. Anasisis Keunggulan Komparatif Dan Kompetitif Usaha Tani Bawang Merah Konvensional Dan Organik Di Kabupaten Brebes. [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian IPB. Hapsari H. 2007. Perilaku Komunikasi “sadar Pangan dan gizi” pada Akseptor KB Lestari kasus di Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Sosiohumaniora, Vol.9, No,1Maret. Hartomo dan Aziz, A. 1990. Ilmu Sosial Dasar. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Hermawanto, V.R. 1993. Hubungan Karakteristik Petani yang Menanam Varietas Padi Unggul Lokal dan PersepsiMereka Tentang Varietas Tesebut di Desa Gledek Kabupaten Klaten Jawa Tengah dan di Desa Jambudipa, Kabupaten Cianjur. [tesis] Pascasarjana IPB. Bogor. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. Hersey, P dan Blanch. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi, pendayagunaan sumber daya manusiaalih bahasa: Agus Dharma. Erlangga. Jakarta. Hubeis A V S. 1992. Strategi Penyuluhan Pertanian Sebagai Salah Satu Upaya Menswadayakan Petani-Nelayan. Makalah Seminar Sehari Dalam Rangka Ulang Tahun ke V PERHEPI, Desember 1992. Humaedah U. 2007. Peranan Kontak Tani Dalam Difusi Inovasi. [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. International Federation Of Organik Agriculture and Food Security. httpwww.IOFAM.org. 2004. [di akses 24 mei 2010]. Ichwanudin. 1998. Hubungan Komunikasi Peserta Kelompok Penggerak Pariwisata Dengan Adopsi Program Sapta Pesona Di Kabupaten Sukabumi. [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia ke Tiga, Suatu Pengantar. Jakarta. Gramedia. Juherman. 2009. Perkembangan Hama Dan Penyakit Pada Sistem Pertanian Organik Padi Sawah Orizae Sativa L. [tesis]. Pascasarjana IPB. Bogor. Kifli C G 2002. Perilaku komunikasi petani padi dalam penerapan usaha tani tanaman pangan. [tesis]. pascasarjana IPB. Bogor. Manguiat .1995. In Search Of Alternative Fertilizers For Sustainable Agriculture. The Setania. Option. Phillipines: SEAMEO-SEARCA. Los Banos. Mardikanto T. 1992. Penyuluhan Pembangunan Indonesia. Surakarta. Sebelas maret University Press. Marliati. 2008. Pemberdayaan Petani Untuk Pemenuhan Kebutuhan Pengembangan Kapasitas Dan Kemandirian Petani Beragribisnis. [disertasi] Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Minar N. 1988. Hubungan Beberapa Karakteristik Sosial Ekonomi Dan Perilaku Petani Mengadopsi Rumput Unggul Di Daerah Aliran Sungai DAS Cimanuk Kabupaten Majalengka Jawa Barat. [tesis]. Sekolah pasca sarjana IPB. Bogor. Muhadjir, 2001. Identifikasi Faktor-Faktor Opinion Leader Inovatif Bagi Pembangunan Masyarakat. Rake Serasin Yogyakarta. Pambudy R. 1999. Perilaku Komunikasi, perilaku wirausaha peternak, dan penyuluhan dalam sistem agribisnis peternakan ayam. [disertasi] pascasarjana IPB. Purmiyati S. 2002. Analisis Produksi dan Daya Saing Bawang Merah di Kabupaten Brebes Jawa Tengah. [Tesis] Pascasarjana IPB. Bogor. Puttileihalat. 2007. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Perilaku Usaha Tani Petani Minyak Kayu Putih Kasus di Desa Piru, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bangian Barat. [tesis] Pascasarjana IPB. Bogor. Radi A G. 1997. Meningkatkan Kemandirian dan Daya Saing Pertanian Indonesia. Dalam Prosiding Konferensi Nasional XII Perhepi Denpasar 9-11 Agustus 1996. Velenzuela, Radovic T., 1999. Organik Farming. An Overview of the Organik Farming Industry in Hawai. Vegatabel Crops Update Vol.9. No.1. Rahayu E dan Nur, B. 1994. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. Rafinaldy. 1992. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Perilaku Komunikasi Anggota Kelompok Simpan Pinjam KUD Dan Pemanfaatan Kredit Pedesaan Di Kabupaten Cianjur. [tesis] Pascasarjana IPB. Bogor. Reijntjes C Havekort, Water-Bayer, A. 1994. Pertanian Masa Depan. Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah. Alih bahasa:Sukoco. Kanisius. Yogyakarta. Rismunandar. 1986. Membudidayakan Lima Jenis Bawang. Bandung. Sinar baru. Rogers E.,Shoemaker.1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, alih bahasa: Abdillah Hanafi. Surabaya:Usaha nasional. Rogers E. 1993. Diffusion of Inovations. Fourth edition. The Free Press. New York Roswita, R. 2003. Tahapan Proses Keputusan Adopsi Inovasi Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman Dengan Agen Hayati kasus petani sayur di Kecamatan Banuhampu dan Sungai Puar Kabupaten Agam Sumatera Barat. [tesis]. Program Pascasarjana IPB. Rukka H. 2003. Pola Komunikasi Pengelolaan Taman Nasional Dalam Meningkatkan Kesadaran Konservasi Pengunjung kasus di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sadono, D. 1999. Tingkat Adopsi Inovasi Pengendalian Hama Terpadu Oleh Petani Kasus di Kabupaten Karawang Jawa Barat. [tesis] Pascasarjana IPB. Bogor. Saleh A. 1988. Hubungan Beberapa Karakteristik Dan Perilaku Komunikasi Pemuka Pemuka Petani Dalam Diseminasi Teknologi Midel Farm Di Daerah Aliran Sungai Citanduy, Ciamis Jawa Barat. [tesis]. Program Pascasarjana IPB. Saragih B. 2005. Petani tidak di Subsidi, Malah Kena Pajak. Artikel on line. Diakses dari www.kontan-online.com .[di akses 24 mei 2010]. Schramm W dan Lawrence K. 1977. Asas-Asas Komunikasi Antar Manusia Terjemahan Agus Setiadi. Jakarta. LP3S. Singarimbun, M. Dan S Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Yogyakarta. Sitanggang A. 1993. Analsis Usaha Pertanian Organik. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB. Bogor. Slamet M. 2000. Memantapkan posisi dan meningkatkan peran penyuluhan pembangunan dalam pembangunan. Disampaikan dalam seminar nasional pemberdayaan sumberdaya manusia menuju terwujudnya masyarakat madani. Bogor 25-26 september 2000. Slamet M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Pembangunan; Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian Di Era Otonomi Daerah. Penyntung Ida Yustina Dan Adjad Sudrajat. IPB Press Bogor. Sulistiyono L. 2002. Pengetahuan, sikap dan Tindakan Petani Bawang Merah Dalam Penggunaan Pestisida. [tesis] Pascasarjana IPB. Bogor. Sudana M.2009. Monitoring Aktivitas Petani Dan Analisis Ekonomi Pertanian Sayuran Organik Dan Konvensional Pada Daerah Dataran Tinggi Bali.[skripsi]. Universitas Udayana.Bali. Soekartawi. 1988. Prinsip-Prinsip komunikasi Pertanian. Jakarta. UI Press. Soetrisno L. 2006. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian, Sebuah Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta. Kanisius. Stockdale, E.A., N.H. Lampkin, M. Hovi, R. Keatinge, E.K.M.Lennartsson, D.W. Macdonald, S. Padel, F.H. Tattersall, M.S. Wolfe and C.A. Watson. 2001. Agronomic and environmental implications of organic farming systems. Adv.Agr. 70:p262-326 Sudirja R. 2008. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sistem Pertanian Organik. Makalah acara Penyuluhan Pertanian, KKNM UNPAD Desa Sawit Kec. DarangKabupaten Purwakarta, 7 Agustus 2008.. Sulastini .1990. Kepemimpinan Dan Perilaku Komunikasi Tim Penggerak PKK Di Kabupaten Banyumas. [tesis]. Program Pascasarjana Institit Pertanian Bogor. Sumardjo, 1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani. [disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Suaknto, S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Rajawali Press. Thoha M. 1993. Perilaku Organisasi: Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Untung K. 1997 Peranan Pertanian Organik Dalam Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan. Makalah yang Dibawakan Dalam Seminar Nasional Pertanian Organik. Van den Ban, Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Winangun W. 2005. Membangun Karakter Petano Organik Sukses Dalam Era Globalisasi. Yogyakarta. Kanisius. Wiryanto 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta. Grasindo. Wiryanto. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Gramedia Widiasarana. Jakarta. Wiriaatmadja, S. 1977. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Yasaguna. Jakarta. Yolanda 1998. Partisipasi Petani Dalam Kegiatan PIR Kelapa Sawit. . [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Lampiran 2: Kuesioner penelitian Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian Dan Pedesaan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 2010 HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN PRAKTEK BUDIDAYA PERTANIAN ORGANIK PADA PETANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BANTUL Oleh Ikhsan Fuady I352080111 Daftar pertanyaan Nama responden : …………………………………………….. Tempat tinggal : …………………………………………….. DesaKecamatan : …………………………………………….. Pengalaman usaha tani : …………………………………………….. Pendapatan : …………………………………………….. Luasa Lahan : …………………………………………….. Tanggal wawancara : ……………………………………………..

I. Perilaku Komunikasi

A. Keterdedahan pada media massa dalam kaitannya memperoleh

informasi pertanian organik, dalam satu musim tanam terakhir. Selama mengusahakan budidaya pertanian bawang merah, apakah bapakibu mencari informasi dari media massa? No Jenis media massa Ya Tidak 1 Surat kabarKoran 2 Radio 3 Televisi 4 Media lainnya: sebutkan Berapa kali dalam sebulan bapakibu memanfaatkan media massa: No Jenis media massa Lama Pemanfaatan 1. Surat kabarKoran ……………….. kalibulan 2. Radio ……………….. Jamhari 3. Televisi ……………….. Jamhari Media lainnya …………… Jenis media mana yang biasanya memuatmenayangkan pertanian organik, baik aspek budidaya maupun pemasaran? No Jenis media massa Ya Tidak 1. Surat kabarKoran 2. Radio 3. Televisi 4. Media lainnya: sebutkan 1. Pada media surat kabar , pada rubrik apa yang biasa bapak temukan tentang budidaya pertanian organik? dan berapa sering bapak membacamenyimaknya? 2. Pada Radio , pada rubrik apa yang biasa bapak temukan tentang budidaya pertanian organik? dan berapa sering bapak membacamenyimaknya? 3. Pada lelevisi, pada rubrik apa yang biasa bapak temukan tentang budidaya pertanian organik? dan berapa sering bapak membacamenyimaknya? 4. Jika bapak mendapatkan informasi tentang pertanian organik pada media massa, bagaimana tanggapan bapak terhadap informasi tersebut? C. Kontak interpersonal dengan fasilitatorLSM Berapa kali dalam sebulan komunikasi interpersonal bapakibu dengan fasilitator ataupun LSM; No komunikasi interpersonal Frekuensi rata-rata pertemuan tiap bulan 21. Komunikasi bapak dengan penyuluh pertanian ……………….. kalibulan 22. Komunikasi bapak dengan LSM atau pun dosenpeneliti ……………….. kalibulan 23. Komunikasi bapak dengan petugas instansi terkait ……………….. kalibulan 24. Komunikasi bapak dengan pihak lainnya …………… 25. Di dalam interaksi bapak dengan penyuluh pertanian mengenai praktek usaha pertanian bawang merah organik, bagaimana bapak mensikapi hasil komunikasi tersebut terhadap usahatani bapak? 26. Di dalam interaksi bapak dengan LSM atau pun dosenpeneliti mengenai praktek usaha pertanian bawang merah organik, bagaimana bapak mensikapi hasil komunikasi tersebut terhadap usahatani bapak? 27. Di dalam interaksi bapak dengan petugas instansi terkait mengenai praktek usaha pertanian bawang merah organik, bagaimana bapak mensikapi hasil komunikasi tersebut terhadap usahatani bapak?

D. Interaksi dalam kelompok

Berapa kali dalam sebulan komunikasi bapakibu dengan sesama anggota kelompok ataupin petani lainnya? No Interaksi dengan petani lainnya Frekuensi rata-rata pertemuan tiap bulan 21. Komunikasi bapak dengan anggota kelompok ……………….. kalibulan 22. Komunikasi bapak dengan pengurus kelompok ……………….. kalibulan 23. Komunikasi bapak dengan petani lainnya antar kelompok ……………….. kalibulan 24. Komunikasi bapak dengan pihak lainnya …………… 25. Di dalam komunikasi bapak dengan anggota kelompok mengenai praktek usaha pertanian bawang merah organik, bagaimana bapak mensikapi hasil komunikasi dengan sesame anggota kelompok tersebut terhadap usahatani bapak? 26. Di dalam komunikasi bapak dengan pengurus kelompok mengenai praktek usaha pertanian bawang merah organik, bagaimana bapak mensikapi hasil komunikasi dengan pengurus kelompok tersebut terhadap usahatani bapak? 27. Di dalam komunikasi bapak dengan petani lainnya antar kelompok mengenai praktek usaha pertanian bawang merah organik, bagaimana bapak mensikapi hasil komunikasi tersebut terhadap usahatani bapak? II. Penilaian petani terhadap teknologi No Pertanyaan Penilaian Setuju Kurang setuju Tidak setuju Tidak tahu Keuntungan Relatif 1 Dengan menanam benih varietas lokal yang diproduksi sendiri, bapak dapat menghemat pengeluaran jauh lebih besar. 2 Dengan menggunakan pupuk organik ini, biaya produksi jauh lebih kecil. 3 Dalam pengendalian HPT, dengan menggunakan pestisida nabati, bapak merasa dapat menghemat pengeluaran jauh lebih besar. 4 Keuntungan yang diperoleh dengan budidaya organik ini atara lain yaitu penjualan hasil produksi lebih mudah. 5 Memupuk dengan pupuk organik ini relatif lebih menguntungkan karena pembuatannya lebih mudah dikerjakan sendiri. 6 Menanam benih varietas lokal ini relatif lebih menguntungkan karena penyediaan benih tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak 7 Pengendalian HPT ini relatif lebih menguntungkan karena pestisida nabati ini mudah dikerjakan sendiri. 8 Dengan menanam benih varietas lokal yang diproduksi sendiri, bapak dapat memiliki waktu luang yang lebih banyak, karena tidak perlu mencari ke pihak lain 9 Dengan memanfaatkan pupuk organik yang tersedia secara lokal bapak dapat memiliki waktu luang yang lebih banyak, karena tidak perlu mencari ke pihak lain 10 Dengan memanfaatkan pestisida racikan sendiri yang tersedia secara lokal bapak dapat memiliki waktu luang yang lebih banyak, karena tidak perlu mencari ke pihak lain dan dilakukan kapan saja. 11 Secara umum budidaya bawang organik ini lebih sedikit membutuhkan biaya dan tenaga. 12 Hasil penjualan produksi bawang merah lebih tinggi Kompatibilitas 13 Budidaya pertanian bawang organik ini sangat sesuai dengan kondisi sumber daya alam yang ada di desa ini. 14 Untuk memproduksi benih lokal bawang merah ini, kondisi alam di sini sangat mendukung 15 Untuk membuat pupuk organik ini, bahan bakunya sangat mendukung 16 Untuk memproduksi pestisida nabati ini, kondisi alam untuk bahan baku di sini sangat mendukung 17 Budidaya pertanian bawang organik ini sangat sesuai dengan keadaan keinginan serta kebutuhan bapak. 18 Dibandingkan dengan budidaya anorganik, budidaya bawang secara organik ini sangat cocok dengan potensi bawang di desa ini. 19 Dari segi norma dan kebiasaan masyarakat pertanian organik bawang merah ini tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. 20 Dari segi agama, pertanian yang ramah lingkungan ini seperti pertanian bawang organik ini sangat sesuai dengan ajaran agama. 21 Dengan menanam varietas lokal yang ada disini saya merasa lebih nyaman sesuai jika dibandingan memamam varietas impordari luar. 22 Dengan pupuk organik yang ada disini saya merasa lebih nyaman sesuai jika dibandingan dengan menggunakan pupuk anorganik urea,TSP,NPK,ZA,KCL 23 Dengan menggunakan pestisida nabati yang mudah di buat sendiri disini saya merasa lebih nyaman sesuai jika dibandingan menggunakan pestisida anorganik furadan, decis, matador, dll 24 Penggunaan pupuk organik, pestidida organik ini sangat sejalan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat, yang mendukung pertanian yang ramah lingkungan Kompleksitas 25 Jika di bandingkan dengan cara memproduksi anorganik, cara produksi benih secara organik lebih sederhana 26 Jika di bandingkan dengan cara memproduksi anorganik, cara produksi mendapatkan pupuk secara organik lebih sederhana 27 Jika di bandingkan dengan cara memproduksi anorganik, cara produksi mendapatkan pestisida secara organik lebih sederhana 28 Teknik penanaman dalam budidaya bawang organik jauh lebih mudah dibandingkan dengan an organik 29 Teknik pemupukan serta jumlah dosis yang digunakan dalam budidaya bawang organik jauh lebih mudah dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimiawi. 30 Teknik pengendalian hama penyakit serta jumlah dosis yang digunakan dalam budidaya bawang organik jauh lebih mudah dibandingkan dengan menggunakan pestisida kimiawi. 31 Agar tumbuh dengan baik penanaman benih yang di dapat di toko pertanian harus sesuai dengan musim tanam. 32 Teknik penyemprotan dengan pengendalian hama secara hayati lebih fleksibel dan mudah diterapkan kapan saja. 33 Teknik pemupukan dengan pupuk organik mudah diterapkan kapan saja. 34 Menurut bapak pemupukan dengan pupuk organik hanya memerlukan peralatan yang sederhana 35 Menurut bapak penananan benih produksi secara organik ini hanya memerlukan peralatan yang sederhana 36 Menurut bapak pengendalian HPT secara organik hanya memerlukan peralatan yang sederhana Trialabilitas 37 Pembuatan kompos dan pupuk organik lainnya sangat mudah dilakukan karena bahan yang banyak terdapat di lingkungan sekitar 38 Pembuatan pembuatan pestisida nabati dari bahan- bahan alami yang ada sangat mudah dilakukan karena bahan yang banyak terdapat di lingkungan sekitar 39 Penanaman benih lokal sangat mudah di praktekkan dilapangan pertanian bapak karena benih yang banyak terdapat di lingkungan sekitar 40 Petani sangat mudah untuk memperoleh bahan untuk pembuatan kompos dan pestisida nabati 41 Pengendalian hama secara hayati lebih mudah dilakukan di lahan pertanian karena biaya yang rendah 42 Pembuatan pupuk organik mudah untuk dicoba karena biaya yang dibutuhkan sedikit 43 Produksi benih lokal lebih mudah dilakukan di lahan pertanian karena biaya yang rendah 44 Memproduksi untuk benih secara organik lebih mudah dibuat dari pada anorganik. 45 pengaplikasian pupuk organik di lapangan lebih mudah jika dibandingkan dengan pupuk anorganik. 46 Pengendalian hama secara hayati lebih mudah dilakukan di lahan pertanian karena waktu yang diperlukan tidak lama 47 Pembuatan pupuk organik mudah untuk dicoba karena waktu yang diperlukan relatif singkat 48 Produksi benih lokal lebih mudah dilakukan di lahan pertanian karena waktu yang diperlukan tidak lama Observabilitas 49 Budidaya bawang merah dengan bibit lokal pertumbuhan tanaman tampak lebih baik. 50 Budidaya bawang merah dengan pupuk organik pertumbuhan tanaman tampak lebih baik. 51 Pengendalian HPT dengan pestisida nabati serangan hama mudah dikendalikan 52 Budidaya bawang merah dengan bibit lokal pertumbuhan umbi lebih maksimal dan relatif seragam 53 Budidaya bawang merah dengan pupuk organik pertumbuhan umbi tampak lebih baik. 54 Pengendalian HPT dengan pestisida nabati kerusakan umbi akibat serangan hama mudah dikendalikan 55 Budidaya bawang merah dengan bibit lokal pertumbuhan tanaman tampak lebih cepat produksi 56 Budidaya bawang merah dengan pupuk organik pertumbuhan tanaman tampak lebih cepat produksi 57 Budidaya bawang merah dengan Pengendalian HPT dengan pestisida nabati pertumbuhan tanaman tampak lebih cepat produksi 58 Budidaya bawang merah secara organik Serangan hama lebih meningkat. 59 Budidaya bawang merah secara organik kesuburan tanah terjaga dan telihat lebih sehat. 60 Pengendalian hama secara kimiawi akan lebih cepat membasmi hama di lahan pertanian. III. Praktek Usaha Tani a. Penanaman dan permodalan usaha tani No. Pertanyaan Jawaban 1. Untuk melaksanakan penanaman bawang merah : a. biasanya dari mana bapak memperoleh informasi tentang waktu musim tanam? b. Kapan biasanya melakukan penanaman? c. Dalam setahun berapakali bapak menanam bawang merah? d. Usaha tani bapak menerapkan system tumpang sari atau monokultur? e. Apakah dalam usaha tani bapak melakukan system pergiliran tanaman? f. Berapa luas lahan bapak yang bapak usahakan untuk bududaya bawang merah? g. Berapa bagian dari las lahan bapak yang bapak usahakan untuk bawang merag organik? 2 Untuk melaksanakan penanaman bawang merah : a. Dimana bapak mendapatkan sarana produksi untuk budidaya? i. Pupuk: ii. Pestisda: iii. Bibit: iv. Peralatan lainnyaCangkul, mulsa, plastic dll: b. Sarana produksi apa saja yang bapak gunakan? i. Pupuk: ii. Pestisda: iii. Bibit: iv. Peralatan lainnyaCangkul, mulsa, plastic dll: 3 Untuk permodalan usaha tani bapak: a. Apakah bapak meminjam dari pihak lain? b. Dari mana bapak mendapatkan pinjaman? c. Seberapa besar bapak mendapatkan pinjaman dari luar? d. Kapan biasanya bapak mengembalikan pinjaman tersebut? e. Seberapa sering bapak meminjam dari pihak luar?

b. Pemupukan

No. Jenis Pupuk organik yang digunakan Jumlah Kg Jenis Pupuk anorganik yang digunakan Jumlah Kg Produk sendiri membeli Produk sendiri membeli 1 2 3 4 5 6 ∑

c. Pestisida

No. Jenis pestisida organik yang digunakan Jumlah Kg atau liter Jenis pestisida anorganik yang digunakan Jumlah Kg atau liter Produk sendiri membeli Produk sendiri membeli 1 2 3 4 ∑ Cara Pengendalian lainnya: 1. ……………………………… 2. ……………………………… 3. ……………………………… Praktek pemupukan ,pengendalian HPT dan pemanenan No. Pertanyaan Jawaban 1. Untuk melaksanakan penanaman bawang merah : a. Kapan biasanya melakukan pemupukan? b. Dalam sekali musim tanam berapakali bapak pemupukan? c. Pupuk apa saja yang paling dominan bapak gunakan? d. Di dalam pemupukan dari mana bapak mendapatkan panduan pemupukan waktu ataupun dosisnya: 2 Untuk melaksanakan pengendalian HPT bawang merah : a. Kapan biasanya melakukan pengendalian HPT? b. Dalam sekali musim tanam berapakali bapak pengendalian HPT? c. Teknik pengendalian HPT apa saja yang paling dominan bapak gunakan?

d. Di dalam pengendalian HPT dari mana bapak

mendapatkan panduan pemupukan waktu ataupun dosisnya: 3 Dalam pemanenan: a. Pada umur berapa bapak melakukan pemanenan? b. Dari hasil pemanenan bagaimana bapak melakukan penanganan pasca panenpenjemuran, pembersihan, pengepakan? c. Apakah bapak melakukan penjualan hasil panen masih di lapangan atau lainnya?

d. Benih

No. Jenis Benih lokal yang digunakan Jumlah Kg Jenis Benih lainnya yang digunakan Jumlah Kg Produk sendiri membeli Produk sendiri membeli 1 2 3 4 ∑ a. Di dalam budidaaya bawang merah ini sudah berapa lama bapak menggunakan sarana produksi pupuk organik? b. Di dalam budidaaya bawang merah ini sudah berapa lama bapak menggunakan sarana produksi pestisida nabati? c. Di dalam budidaaya bawang merah ini sudah berapa lama bapak menggunakan sarana produksi benih lokal yang di produksi di sini? Praktek usaha tani Pemasaran No. Pertanyaan Jawaban 1. Untuk melaksanakan pemasaranpenjualan bawang merah : a. Kapan biasanya melakukan penjualan? b. Di mana bapak biasanya melakukan penjualan? c. Berapa harga penjualan bawang merah perkilogram yang bapak dapatkan? d. Jika dibandingkan dengan harga di pasaran ditingkat konsumen seberapa besar perbedaan harga tersebut? e. Apakah ada perbedaan harga yang bapak terima jika bawang merah hasi usaha tani bapak organik? i. JIka ada, mana yang memiliki harga jual yang lebih baik? ii. Seberapa mudah menjual hasil usaha tani bapak, jika bawang merah hasil usaha tani bapak organik?