mantis jantan dan betina relatif seragam, tidak ada perbedaan. Hal ini diperkuat dengan hasil uji t pada analisis beda dua regresi antara regresi pertumbuhan udang
mantis jantan dan betina yang menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara pola pertumbuhan udang mantis betina dengan pola pertumbuhan udang mantis jantan
Lampiran 4. Berdasarkan kurva pertumbuhan udang mantis pada Gambar 11 di atas
juga dapat diketahui bahwa udang mantis betina mencapai panjang asimtotik yang lebih lama 102 bulan dari udang mantis jantan 80 bulan. Hal tersebut
dikarenakan udang mantis betina mempunyai koefisien pertumbuhan paling kecil sehingga lebih lambat mencapai L
∞
dari udang mantis jantan. Selain itu, sumber energi dari makanan yang dikonsumsi udang mantis betina lebih diprioritaskan
untuk pembentukan dan pematangan gonad daripada untuk pertumbuhan. Dengan demikian, udang mantis H. raphidea mempunyai rentang waktu
hidup life-span antara 80 bulan hingga 102 bulan 6,7-8,5 tahun dan tergolong biota yang berumur panjang dengan pertumbuhan yang lambat. Life-span udang
mantis ini lebih tinggi dari beberapa jenis udang mantis lainnya, diantaranya Squilla mantis dengan life-span 1,5 tahun Abello Martin 1993, Oratosquilla
oratoria dengan life-span 3-3,5 tahun Hamano et al. 1987, dan Oratosquilla stephensoni dengan life-span 2,5 tahun Dell Sumpton 1999. Life-span udang
mantis Harpiosquilla raphidea lebih tinggi dibandingkan life-span udang mantis jenis lain walaupun mempunyai nilai K yang hampir sama dapat disebabkan
karena udang mantis H. raphidea mempunyai panjang maksimum dugaan L
∞
yang jauh lebih besar dari udang mantis jenis lain L
∞
Squilla mantis = 200 mm Abello Martin 1993; L
∞
Oratosquilla oratoria = 139,9 mm Ohtomi Shimizu 1994; dan L
∞
O. stephensoni = 163 mm Dell Sumpton 1999.
3.5. Laju Eksploitasi Udang Mantis
Pada populasi udang mantis yang telah diekspliotasi mortalitas merupakan kombinasi mortalitas alami dan mortalitas akibat penangkapan. Laju mortalitas
total Z udang mantis H. raphidea adalah 0,820; dengan laju mortalitas alami M 0,473; dan laju mortalitas penangkapan F 0,347 dengan laju eksploitasi E 0,42.
Jika dibandingkan dengan laju ekploitasi optimum yang dikemukakan oleh Gulland 1971 in Pauly 1984, yaitu 0,5; maka laju eksploitasi udang mantis di
Kuala Tungkal, Jambi masih dibawah nilai optimum. Dengan demikian, upaya penangkapan udang mantis di Kuala Tungkal masih ada peluang untuk
ditingkatkan.
3.6. Sumber Makanan Potensial Udang Mantis
Pendugaan sumber makanan potensial bagi udang mantis dilakukan dengan menggunakan analisis isotop stabil. Analisis isotop stabil Stable Isotopes
AnalysisSIA telah menjadi alat yang semakin populer untuk mempelajari jaring makanan biota perairan, meliputi preferensi makanan dan informasi tentang
tingkat trofik pada suatu ekosistem Hesslein et al. 1993 in Kholik 2008; Dawson Siegwolf 2007.
Penelitian-penelitian tentang penggunaan isotop stabil dalam menentukan jaring makanan suatu biota perairan dan tingkat trofik suatu ekosistem belum
banyak dilakukan di Indonesia, namun demikian di negara-negara lain penelitian- penelitian tersebut sudah banyak dilakukan, diantaranya kajian jaring makanan di
Lapalme Lagoon, Laut Mediterania bagian timur laut Carlier et al. 2007, kajian struktur komunitas dan jaringan makanan di Teluk Brest dan Teluk Biscay,
Atlantik bagian timur laut Grall et al. 2006; Loc ’h et al. 2008, kajian pergeseran
spasial sumber makanan untuk makrozoobenthos pada ekosistem estuari Doi et al. 2005, kajian struktur jaringan makanan dan tropodinamika makrofauna cekungan
Aljazair Fanelli et al. 2009, dan kajian sumber-sumber makanan udang callianasid Shimoda et al. 2007.
Dengan demikian, penggunaan analisis isotop stabil untuk penentuan sumber makanan potensial bagi udang mantis dapat merupakan penelitian awal
atau pelopor bagi penelitian-penelitian selanjutnya dalam penggunaan isotop stabil untuk menentukan jaringan makanan, baik bagi udang mantis maupun
biota-biota perairan secara umum. Hasil analisis isotop stabil udang mantis, yang direpresentasikan dengan nilai
13
C dan
15
N, secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12
. Nilai
13
C dan
15
N pada isi usus dan jaringan otot udang mantis Harpiosquilla raphidea
Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa nilai isotop stabil udang mantis, yaitu nilai
13
C dan
15
N, baik pada isi usus maupun jaringan otot, membentuk dua kelompok yang berbeda. Nilai isotop stabil pada isi usus menunjukkan nilai
isotop stabil sumber-sumber makanan udang mantis, sedangkan pada jaringan otot menunjukkan nilai isotop stabil udang mantis itu sendiri. Nilai
13
C pada jaringan otot udang mantis rata-rata adalah -17,978
00
antara -19,917 hingga -17,070
00
, sedangkan nilai
15
N rata-rata adalah 12,142
00
antara 11,334 hingga 12,839
00
. Adapun nilai
13
C pada isi usus udang mantis contoh rata-rata adalah -19,785
00
antara -22,264 hingga -18,283
00
, sedangkan nilai
15
N rata-rata adalah 10,891
00
antara 10,446 hingga 11,221
00
. Berdasarkan nilai-nilai tersebut terlihat bahwa walaupun kelompok nilai isotop stabil isi usus udang mantis
berbeda dengan kelompok nilai isotop stabil pada jaringan otot udang mantis, namun nilai-nilai tersebut berdekatan. Dengan demikian, sumber-sumber makanan
potensial udang mantis secara umum memiliki karakteristik atau merupakan kelompok biota yang tidak jauh berbeda dengan udang mantis.
Berdasarkan nilai isotop stabil pada isi usus tersebut, dapat ditelusuri sumber makanan potensial udang mantis dengan menyesuaikan nilai isotop stabil
jaringan otot biota perairan yang habitatnya sama dengan habitat udang mantis
dengan nilai isotop stabil isi usus udang mantis. Dari hasil penelusuran tersebut didapatkan hasil bahwa beberapa biota perairan yang potensial menjadi sumber
makanan bagi udang mantis, terutama di daerah intertidal, adalah sebagian besar biota perairan kelompok deposit feeder dan filter feeder, diantaranya Assiminea
japonica kelompok Gastropoda, Notomastus sp. kelompok Polychaeta dan Deiratonotus cristatus kelompok kepiting Doi et al. 2005, Eupolymnia
nebulosa kelompok Annelida dan Pyura tesselata kelompok Tunicata Grall et al. 2006, dan Trematomus bernachii Conlan et al. 2006, serta beberapa jenis
plankton, seperti Grastrosaccus brevifissura dan Pseudodiaptomus hessei Richoux Froneman 2007.
3.7. Kondisi Lingkungan Perairan