dengan nilai isotop stabil isi usus udang mantis. Dari hasil penelusuran tersebut didapatkan hasil bahwa beberapa biota perairan yang potensial menjadi sumber
makanan bagi udang mantis, terutama di daerah intertidal, adalah sebagian besar biota perairan kelompok deposit feeder dan filter feeder, diantaranya Assiminea
japonica kelompok Gastropoda, Notomastus sp. kelompok Polychaeta dan Deiratonotus cristatus kelompok kepiting Doi et al. 2005, Eupolymnia
nebulosa kelompok Annelida dan Pyura tesselata kelompok Tunicata Grall et al. 2006, dan Trematomus bernachii Conlan et al. 2006, serta beberapa jenis
plankton, seperti Grastrosaccus brevifissura dan Pseudodiaptomus hessei Richoux Froneman 2007.
3.7. Kondisi Lingkungan Perairan
Kondisi lingkungan perairan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi distribusi biota perairan. Demikian juga dengan udang mantis,
distribusinya di alam juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, diantaranya kondisi lingkungan perairan pada habitatnya. Hasil pengamatan kondisi kualitas perairan
di lokasi penelitian di daerah intertidal disajikan pada Tabel 3 dan Lampiran 5.
Tabel 3. Hasil pengukuran kualitas air di lokasi penelitian daerah intertidal
Parameter Satuan
Hasil Pengukuran BM
Suhu °C
30,0 - 33,1 Alami
pH -
7,5 - 8,0 7,0
– 8,5 DO
mgl 5,2 - 8,0
5,0 Salinitas
00
19 - 28 Alami
Keterangan: BM = Baku Mutu berdasarkan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004
Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air seperti tersebut pada tabel di atas secara umum menunjukkan nilai yang masih sesuai dengan baku
mutu air laut untuk biota laut, termasuk untuk kehidupan udang mantis Kepmen LH 2004. Nilai parameter kualitas air ini menunjukkan bahwa daerah penelitian
merupakan daerah yang cocok atau habitat yang sesuai untuk kehidupan biota laut, termasuk diantaranya untuk udang mantis. Hal ini dibuktikan dengan dijumpainya
beberapa jenis udang mantis diantara beberapa jenis ikankrustasea yang tertangkap selama penelitian dan hasil tangkapan udang mantis yang masih cukup
besar dan relatif stabil dari tahun ke tahun.
3.8. Kondisi Pemanfaatan Sumberdaya Udang Mantis
Pemanfaatan sumberdaya udang mantis Harpiosquilla raphidea di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjabar, Jambi oleh para nelayan sudah berlangsung cukup
lama, yaitu lebih dari 30 tahun. Keberadaan udang mantis di Kuala Tungkal ini tidak mengenal musim sehingga dapat ditangkap kapan saja. Oleh karena itu,
wajar apabila udang mantis menjadi komoditas andalan, baik bagi para nelayan, penampung maupun pemerintah daerah.
Alat tangkap utama yang selama ini digunakan oleh para nelayan untuk menangkap udang mantis adalah jaring insang gillnet dengan lebar mata jaring 4
inchi sehingga hanya udang mantis ukuran besar atau dewasa yang akan tertangkap jaring insang ini. Untuk daerah penangkapan nelayan jaring insang,
saat ini telah terjadi pergeseran daerah penangkapan semakin jauh ke arah laut daerah subtidal, yaitu sekitar 10 mil dari garis pantai, dari sebelumnya sekitar 5
mil dari garis pantai. Selain jaring insang, beberapa alat tangkap yang juga biasanya dapat
menangkap udang mantis, walaupun hanya sebagai hasil tangkap sampingan bycatch adalah sondong dan trawl mini. Kedua alat tersebut beroperasi di daerah
intertidal dengan target utama tangkapan adalah udang putih atau udang bakau dan ikan. Kedua alat tangkap ini prinsip kerjanya sama, yaitu dengan menyapu
dasar perairan, sehingga semua ukuran udang mantis yang hidup di daerah intertidal dapat tertangkap, dan biasanya dibuang kembali ke laut dalam keadaan
sudah mati karena mayoritas udang mantis yang tertangkap berukuran kecil atau udang mantis muda.
Selanjutnya dari sisi hasil tangkapan, total hasil tangkapan per tahun udang mantis cukup fluktuatif DPK Kabupaten Tanjabar 2010. Secara ringkas,
gambaran perkembangan hasil tangkapan udang mantis di Kuala Tungkal, Jambi, disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Hasil tangkapan udang mantis Harpiosquilla raphidea di
Kabupaten Tanjabar, Jambi Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa secara total, hasil tangkapan udang
mantis di Kabupaten Tanjabar cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Namun secara rataan, hasil tangkapan udang mantis per trip penangkapan di Kabupaten
Tanjabar telah mengalami penurunan dari dari 462 ekor per trip pada tahun 2005 menjadi 160 ekor per trip pada tahun 2008 DPK Kabupaten Tanjabar 2010.
Kondisi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara tidak terstruktur terhadap beberapa nelayan udang mantis Kuala Tungkal bahwa saat ini selama penelitian,
hasil tangkapan udang mantis mereka rata-rata kurang dari 20 ekor per hari, padahal 5-10 tahun sebelumnya rata-rata mereka dapat menangkap lebih dari 30
ekor per hari udang mantis. Selain itu, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, juga sudah ada
peningkatan upaya penangkapan, yaitu penggunaan umpan. Jika sebelumnya mereka tidak pernah menggunakan umpan, namun sejak 5 tahun terakhir mereka
menggunakan umpan, berupa ikan keting atau sembilang yang segar, untuk menangkap udang mantis sehingga ada penambahan biaya penangkapan yang
pada akhirnya akan mengurangi pendapatan nelayan.
3.9. Alternatif Pengelolaan Sumberdaya Udang Mantis