Landmark Kota Medan (Persepsi dalam Arsitektur) Studi Kasus : Istana Maimun

(1)

LANDMARK KOTA MEDAN

(PERSEPSI DALAM ARSITEKTUR)

STUDI KASUS : ISTANA MAIMUN

SKRIPSI

OLEH

IVANA IDRIS

110406050

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

STUDI KASUS : ISTANA MAIMUN

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

IVANA IDRIS

110406050

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LANDMARK KOTA MEDAN (PERSEPSI DALAM ARSITEKTUR) STUDI KASUS : ISTANA MAIMUN

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 08 Juli 2015


(4)

Nama Mahasiswa : Ivana Idris Nomor Pokok : 110406050 Program Studi : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing,

(Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil., Ph.D.)

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

(Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc.) (Ir. N. Vinky Rachman, M.T.)


(5)

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil., Ph.D. Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, M.T.


(6)

ABSTRAK

Sebuah kota, termasuk Kota Medan, seharusnya memiliki identitas yang dapat mencirikan kota tersebut. Dengan keragaman masyarakat dari segi suku dan etnis, membuat Kota Medan sulit mencapai kesepakatan bersama dalam membentuk landmark sebagai identitas Kota. Istana Maimun merupakan salah satu bangunan tua dan bersejarah di Kota Medan, dianggap sebagai landmark oleh PemkoMedan. Namun tidak ada keterangan/ penjelasan yang menunjukan Istana Maimun sebagai landmark Kota Medan. Metoda penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan verifikasi (Pengujiaan). Indikator

landmark menurut Kevin Lynch, dan beberapa pendapat yang mendukung yaitu Christian Norberg Schulz dan Yoshinobu Ashihara, akan mengalami pengujian terhadap lima contoh landmark untuk mengetahui kesesuaian/ kecocokan teori (grounded research). Variabel penelitian yang telah mengalami verifikasi, akan dijadikan sebagai landasan teori untuk menganalisis Istana Maimun. Hasil penilaian berdasarkan indikator menunjukan Istana Maimun dapat disebut sebagai

landmark karena telah memenuhi semua kriteria landmark Kevin Lynch. Kata Kunci : Landmark, Kevin Lynch, Istana Maimun, Kota Medan.

ABSTRACT

A town, for instance Medan, should have its own unique iconic landmark. As a multi-racial society, it is hard to create an iconic landmark in Medan. Maimun Palace, one of the heritage site in Medan, is assumed to be an iconic landmark by City Council of Medan. However, there is no explanation on why Maimun Palace is an iconic landmark. The inspection method used is a descriptive research using verification approach. According to Kevin Lynch, Christian Norberg Schulz and Yoshinobu Ashihara, landmark indications shall be compared with five examples of landmarks in order to do suitability checks of grounded theory. Research items which have been verified will be used to analyze Maimun Palace. The indicator result shows that Maimun Palace is the landmark of Medan since it satisfied all criteria listed by Kevin Lynch.


(7)

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur pada Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, M.T. dan Bapak Imam Faisal Pane, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc. selaku Dosen Koordinator skripsi T.A. 2014/2015.

4. Bapak Ir. N. Vinky Rachman, M.T. selaku Ketua Program Studi Sarjana Teknik Arsitektur dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus M.L.A. selaku Sekretaris Program Studi Sarjana Teknik Arsitektur.

5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara atas semua kritik dan sarannya selama masa perkuliahan.

6. Idris Kawi (Papa) dan Yenny Widjaja (Mama), selaku orang tua tercinta, yang telah memberikan doa, semangat, dan dorongan untuk menyelesaikan studi dan skripsi peneliti di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

7. Untuk saudara tersayang, Nico Idris (Adik) dan Yulinda Limanto, B.Sc. (Kakak) yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini.

8. Untuk sahabat terkasih, Angelia Stefani, Ester, Mellisa Taniasuri, Jessica Tanurjaya, Sucliany Sutanto, Henny Handayani, Destia Farahdina, dan lainnya yang telah menemani dan memberi semangat dari awal masuk kuliah di kampus Arsitektur USU.


(8)

membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak.

Medan, 11 Juli 2015 Penulis,


(9)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian. ... 2

1.5 Kerangka Berpikir ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Pengertian Kota ... 3

2.2 Identitas Kota ... 4

2.3 Landmark ... 10

BAB III METODOLOGI ... 17

3.1 Metode Penelitian ... 17

3.2 Variabel Penelitian ... 17

3.3 Populasi/ Sampel ... 18

3.4 Sumber data dan Alat Pengumpulan Data ... 20

3.5 Kawasan Penelitian ... 21

3.6 Metode Analisi Data ... 21

BAB IV ANALISA ... 22

4.1 Pengujian Indikator ... 22

4.1.1 Piramida Agung Giza ... 22

4.1.2 Menara Petronas ... 31

4.1.3 Menara Eiffel ... 37


(10)

4.3 Analisa Istana Maimun ... 63

4.3.1 Sejarah terbentuknya Istana Maimun ... 63

4.3.2 Arsitektur Melayu dengan kebudayaan Islam pada Istana Maimun ... 64

4.3.3 Arsitektur Istana Maimun ... 66

BAB V KESIMPULAN ... 81


(11)

3.1 Indikator-indikator yang diperlukan suatu landmark ...18

3.2 Sampel Penelitian ...19

4.1 Indikator-indikator landmark berdasarkan 5 contoh landmark ...61


(12)

3.1 Istana Maimun sebagai salah satu landmark Kota Medan

menurut PemkoMedan ...1

3.2 Kerangka Pemikiran ...2

2.1 Path ...7

2.2 Edge ...7

2.3 Node ...8

2.4 District ...9

2.5 Landmark ...9

2.6 Sudut penglihatan manusia menurut Ashihara ...12

2.7 Potongan yang menunjukkan sudut penglihatan menurut Ashihara (1982) ...12

3.1 Istana Maimun ... 21

4.1 Piramida Giza ...22

4.2 Peta dataran tinggi Giza ...24

4.3 Sphinx ...25

4.4 Skema interior Piramida ...27

4.5 Great Hall Piramida ...27

4.6 Queen‘s Chamber (kiri) dan King's Chamber (kanan) ...28

4.7 Gambaran sumbu semi-minor dan semi-major...29

4.8 Zona buffer pada Piramida Giza ...29

4.9 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Piramida Giza ...30

4.10 Batasan jarak pengamatan Piramida Giza ...31

4.11 Menara Petronas ...32

4.12 Master Plan Menara Petronas ...33

4.13 Skybridge pada Menara Petronas ...33

4.14 Eksterior Menara Petronas ...34

4.15 Perkembangan desain denah dengan gabungan tema, Ilustrasi Cesar Pelli & Associates ...34


(13)

4.17 Jarak pandang manusia terhadap Menara Petronas ...35

4.18 Rumus matematika sederhana trigonometri ...36

4.19 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Menara Petronas ...36

4.20 Menara Eiffel ...37

4.21 Struktur Menara Eiffel ...38

4.22 Batasan jarak pengamatan terhadap Menara Eifell ...39

4.23 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Menara Eifell ...39

4.24 Patung Liberty ...40

4.25 Peta teluk pelabuhan New York ...42

4.26 Peta Pulau Liberty...42

4.27 Pedestal dan Fort Wood ...43

4.28 Obor dan tablet Patung Liberty...44

4.29 Kaki Patung Liberty ...45

4.30 Zona buffer pada Patung Liberty ...46

4.31 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Patung Liberty ...46

4.32 Batasan jarak pengamatan Patung Liberty ...47

4.33 Sydney Opera House...49

4.34 Siteplan Sydney Opera House ...49

4.35 Kuil Mayan (kiri) dan Podium Sydney Opera House (kanan) ...50

4.36 Sistem geometris terhadap Sydney Opera House ...50

4.37 Panel Chevron ...51

4.38 Bentukan Chevron pada penutup atap Syney Opera House ...51

4.39 Zona buffer Sydney Opera House ...52

4.40 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Sydney Opera House ...53

4.41 Batasan jarak pengamatan Sydney Opera House...53

4.42 Istana Maimun ... 63

4.43 Peta perpindahan Kesultanan Deli ...64

4.44 Mesjid Raya Al-Mashun ... 66


(14)

4.47 Bangunan adat Karo tempat bersemayam meriam puntung ...68

4.48 Tampak depan Istana Maimun ...68

4.49 Denah Istana Maimun ...69

4.50 Perbandingan tampak Istana Maimun dan Villa Godi ...69

4.51 Ruang Balairung, Istana Maimun ...71

4.52 Motif lantai Istana Maimun ...71

4.53 Hiasan motif tanaman tembakau ...72

4.54 Motif semut beriring ...72

4.55 Motif panil dan motif bunga 17 kelopak ...73

4.56 Motif pita terbelah ...74

4.57 Jendela semu ...74

4.58 Motif langit-langit ...75

4.59 Penggunaan warna pada eksterior dan interior Istana Maimun ...76

4.60 Batasan jarak pengamatan terhadap Istana Maimun ...76


(15)

ABSTRAK

Sebuah kota, termasuk Kota Medan, seharusnya memiliki identitas yang dapat mencirikan kota tersebut. Dengan keragaman masyarakat dari segi suku dan etnis, membuat Kota Medan sulit mencapai kesepakatan bersama dalam membentuk landmark sebagai identitas Kota. Istana Maimun merupakan salah satu bangunan tua dan bersejarah di Kota Medan, dianggap sebagai landmark oleh PemkoMedan. Namun tidak ada keterangan/ penjelasan yang menunjukan Istana Maimun sebagai landmark Kota Medan. Metoda penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan verifikasi (Pengujiaan). Indikator

landmark menurut Kevin Lynch, dan beberapa pendapat yang mendukung yaitu Christian Norberg Schulz dan Yoshinobu Ashihara, akan mengalami pengujian terhadap lima contoh landmark untuk mengetahui kesesuaian/ kecocokan teori (grounded research). Variabel penelitian yang telah mengalami verifikasi, akan dijadikan sebagai landasan teori untuk menganalisis Istana Maimun. Hasil penilaian berdasarkan indikator menunjukan Istana Maimun dapat disebut sebagai

landmark karena telah memenuhi semua kriteria landmark Kevin Lynch. Kata Kunci : Landmark, Kevin Lynch, Istana Maimun, Kota Medan.

ABSTRACT

A town, for instance Medan, should have its own unique iconic landmark. As a multi-racial society, it is hard to create an iconic landmark in Medan. Maimun Palace, one of the heritage site in Medan, is assumed to be an iconic landmark by City Council of Medan. However, there is no explanation on why Maimun Palace is an iconic landmark. The inspection method used is a descriptive research using verification approach. According to Kevin Lynch, Christian Norberg Schulz and Yoshinobu Ashihara, landmark indications shall be compared with five examples of landmarks in order to do suitability checks of grounded theory. Research items which have been verified will be used to analyze Maimun Palace. The indicator result shows that Maimun Palace is the landmark of Medan since it satisfied all criteria listed by Kevin Lynch.


(16)

BAB I. PENDAHULUAN

Secara historis dan faktual, sebuah kota seharusnya memiliki identitas baik berupa fisik ataupun non-fisik yang dapat mencirikan kota tersebut dengan kota lainnya. Identitas fisik berupa bangunan yang disebut dengan landmark.

1.1 Latar Belakang Masalah

Kota Medan merupakan ibukota Sumatera Utara yang dikenal dengan keragaman masyarakat baik dari segi suku dan etnis. Keragaman masyarakat yang saling mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi, kebudayaan, bahkan sampai kepada arsitektural pada bangunan-bangunan yang tersebar di penjuru Kota Medan. Pengaruh tersebut memberikan dampak akan sulitnya mencapai kesepakatan bersama dalam membentuk landmark sebagai identitas Kota Medan.

Kota Medan memiliki beberapa bangunan tua dan bersejarah yang dianggap sebagai landmark Kota Medan oleh PemkoMedan, salah satunya adalah Istana Maimun. Namun tidak ada keterangan/ penjelasan yang menunjukan Istana Maimun sebagai landmark Kota Medan.

Gambar 1.1 Istana Maimun sebagai salah satu landmark Kota Medan menurut PemkoMedan


(17)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah Istana Maimun disebut landmark Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Istana Maimun disebut landmark Kota Medan atau tidak.

1.4 Manfaat Penelitian

Untuk memberikan sumbangan pemikiran atau menambah informasi bagi studi-studi yang berhubungan dengan landmark.

1.5 Kerangka Berpikir

Adapun kerangka pemikiran secara skematik dapat dilihat pada gambar 1.2


(18)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kota

Kota adalah kehidupan kumpulan manusia yang paling kompleks. Pengertian kota dapat berbeda-beda berdasarkan pendekatan dalam bidang masing-masing. Jika dilihat dari segi sosiologi maupun antropologi, maka kota sebagai wadah masyarakat berprilaku dalam aktifitas sehari-hari, mencakup lingkup manusia, sosial, budaya dan sejarah.

Dalam buku Founding Vernacular Landscape, John Brickerhoff Jackson (1984: 12). Menyebutkan :

It is a romantic error to suppose that this experience should be solitary. If we hunt, If we farm, even if we botanize, we benefiting from and sharing in the accumulated experience of others, so this identity of ours also has its social implications. It implies that we recognize other people as inhabitants of the earth as well as members of a social order. It is the attraction of these two very different and sometimes contradictory definitions of man that produces a landscape-an environment modified by the permanent presence of a group. No group sets out to create a landscape, of course. What is sets out to do is to create a community, and the landscape as its visible manifestation is simple by-product of people working and living, sometimes coming together, sometimes staying apart, but always recognizing their interdependence.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap kota memiliki perbedaan, baik dari perencanaan dan perancangan kota, hal tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh perilaku manusia dalam ruang kota yang membuat


(19)

pola kontur visual dari lingkungan alam. Walaupun suatu kota akan selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, namun sifat dasar dan karakteristik bentuk kota memiliki ciri-ciri dan bentuk tersendiri masing-masing kota.

2.2 Identitas Kota

Kota sebagai suatu lingkungan fisik memiliki berbagai aspek yang dapat mengangkat, mengembangkan dan mencirikan kota itu sendiri, seperti nilai historis dan aspek-aspek yang bersifat faktual lainnya yang membuahkan suatu identitas bagi kota.

Menurut Kevin Lynch dalam buku Good City Form (1979),

mengungkapkan bahwa “Identity is the extent to wich a person can recognize or recall a place as being distinct from other places as having vivid, or unique, or at least a particular, character of its own‖. Berdasarkan definisi ini, menyatakan bahwa identitas adalah suatu kondisi saat seseorang mampu mengenali atau memanggil kembali (ingatan) suatu tempat yang memiliki perbedaan dengan tempat lain karena memiliki karakter dan keunikan.

Identitas kota menurut Suwarno Harjanto, dalam artikel: Identitas Fisik Binaan. Majalah KOTA (1989: 14), merupakan sesuatu yang spesifik, yang dapat membedakan satu kota dengan kota lainnya. Dalam hal ini masing-masing lingkungan (kota) seharusnya memiliki identitas, sesuatu yang melahirkan karakter/ ciri khas yang membedakan dengan kota lainnya. Identitas kota bisa berwujud fisik atau non-fisik, aktifitas sosial, nilai ekonomis, atau pengejawantahan politik. Seorang pengamat bisa menangkap berbagai bentuk


(20)

identitas dari suatu kota maupun kawasan, baik itu berwujud fisik maupun non-fisik. Kemampuan menangkap adanya identitas kota tergantung dari si pengamat, yang menurutnya lebih menarik dan mudah untuk diingat akan dijadikannya sebagai identitas kawasan tersebut. Bisa dikatakan tergantung dari kesukaan atau selera dan sudut pandang si pengamat pada informasi-informasi yang ingin diambilnya (benda-benda fisik atau bersifat non-fisik seperti sosial, ekonomi, budaya). Kemudian informasi tadi digunakan untuk mengenali kawasan tersebut dengan cara memberikan makna dan perasaan pada kawasan tersebut. Hal ini merupakan salah satu yang membuat perbedaan ketika menangkap suatu identitas sebuah kota atau kawasan dapat muncul dengan sendirinya ataupun diciptakan.

Menurut Suwarno Harjanto, kota dapat berkembang diikuti pertambahan populasi dan bentuk fisiknya. Tentu hal ini juga memiliki dampak pada identitas. Karena identitas dapat berwujud bermacam-macam, tidak tertutup kemungkinan bahwa perkembangan kota dapat melahirkan identitas baru. Munculnya suatu pembangunan sesuatu hal yang bersifat monumental akan membuat identitas baru suatu kawasan, baik itu direncanakan untuk dijadikan identitas maupun tidak, ataupun suatu perilaku sosial masyarakat yang baru dalam suatu kawasan membentuk suatu budaya baru yang diterapkan masyarakat menjadi perwakilan dalam mencirikan atau memberikan identitas terhadap kawasan tersebut. Identitas kota yang berwujud fisik adalah segala sesuatu yang bersifat fisik bisa dijadikan pengidentifikasi kawasan tersebut. Identitas fisik yang mudah ditangkap oleh pengamat adalah suatu objek yang dijadikan acuan (point of reference) terhadap kawasannya. Bangunan yang bersifat besar, mudah dilihat dan monumental


(21)

biasanya dijadikan pengamat sebagai acuan (landmark). Secara tidak langsung hal ini menjadikannya obyek yang mudah diingat dan mencirikan kawasannya. Identias kota yang bersifat non-fisik merupakan identitas kota yang dibuat oleh perilaku warga kotanya. Identitas tersebut bisa merupakan faktor sosial, ekonomi dan budaya. Suatu aktifitas sosial yang berbeda dengan banyak kawasan pada umumnya akan memberikan identitas yang lebih mudah ditangkap oleh pengamat. Kevin Lynch (1960) menyatakan bahwa kota adalah sesuatu yang dapat diamati, dari segi letak jalur jalan, batas tepian, distrik atau kawasan, titik temu, dan tetengernya dapat dengan mudah dikenali dan dapat dikelompokkan dalam pola keseluruhan bentuk kota.

Lynch membuat kategori bentuk kota dalam 5 unsur, yaitu : 1. Path (jalur)

Path adalah elemen yang paling penting dalam citra kota. Kevin Lynch menemukan dalam risetnya bahwa jika elemen ini tidak jelas, maka kebanyakan orang meragukan citra kota secara keseluruhan. Path merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran, dsb. Path memiliki identitas yang lebih baik kalau memiliki tujuan yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun), serta ada penampakan yang kuat (misalnya fasad gedung, pohon besar, sungai), atau ada belokan/ tikungan yang jelas.


(22)

Gambar 2.1 Path

(Sumber : http://krypton.mnsu.edu/)

2. Edge (tepian)

Edge adalah elemen linear yang tidak dipakai/ dilihat sebagai Path. Edge

berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linear, misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api, sungai, topografi, dan sebagainya. Edge lebih bersifat sebagai referensi daripada misalnya elemen sumbu yang bersifat koordinasi (Linkage). Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk. Edge

merupakan pengakhiran dari sebuah district atau batasan sebuah district

dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas: membagi atau menyatukan.

Gambar 2.2 Edge


(23)

3. Node (simpul)

Node merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas yang lain, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, atau bagian kota secara keseluruhan dalam skala makro misalnya pasar, taman,

square, dsb.

Gambar 2.3 Node

(Sumber : http://krypton.mnsu.edu/)

4. District (kawasan)

District merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi. Sebuah kawasan/ district memiliki ciri khas yang mirip (baik dalam hal bentuk, pola, dan wujudnya), dan khas pula dalam batasnya, dimana orang merasa harus mengakhiri atau memulainya. District dalam kota dapat dilihat sebagai referensi interior maupun eksterior. District mempunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan posisinya jelas (introver/ ekstrover atau berdiri sendiri atau dikaitkan dengan yang lain).


(24)

Gambar 2.4 District

(Sumber : http://krypton.mnsu.edu/)

5. Landmark (tetenger)

Landmark merupakan lambang dan simbol untuk menunjukkan suatu bagian kota, biasanya dapat berupa bangunan gapura batas kota (yang menunjukkan letak batas bagian kota), atau tugu kota (menunjukkan ciri kota atau kemegahan suatu kota), patung atau relief (menunjukkan sisi kesejarahan suatu bagian kota), atau biasa pula berupa gedung dan bangunan tertentu yang memiliki suatu karakteristik tersendiri yang hanya dimiliki kota tersebut. Sehingga keberadaan suatu landmark mampu menunjukkan dan mengingatkan orang tentang tetenger suatu kota.

Gambar 2.5 Landmark


(25)

2.3 Landmark

Kevin Lynch (1960: 48), mengatakan bahwa “Landmarks are another type of point-reference, but in this case the observer does not enter within them, they are external‖. Hal ini dapat disimpulkan bahwa landmark merupakan sebuah objek fisik yang menarik secara visual.

Kevin Lynch (1960: 78), juga mengatakan bahwa “Landmark seemed to be a tendency for those more familiar with a city to rely increasingly on systems of landmarks for their guides—to enjoy uniqueness and specialization, in place of

the continuities used earlier‖. Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa

landmark biasanya mempunyai bentuk yang unik sehingga menjadi elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang mengenali suatu daerah dan juga merupakan acuan yang mencirikan suatu kawasan.

Terdapat beberapa kriteria untuk menjadikan suatu obyek sebagai landmark

(Lynch, 1960):

 Memiliki hirarki fisik secara visual

Hirarki menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu urutan tingkatan/ jabatan. Sedangkan visual berarti dapat dilihat dengan indra penglihat (mata), berupa bentuk. Dapat disimpulkan bahwa bangunan yang memiliki hirarki fisik secara visual adalah bangunan yang memiliki perbedaan bentuk untuk mencapai dominasi terhadap lingkungan sekitarnya.

Menurut Schulz dalam buku Towards a Phenomenology of Architecture


(26)

The catagories of ‗romantic‘,‘cosmic‘,‗classical‘ are a general understanding of the spirit of place, which helped our understanding of the structure of man-made place, as well as its relationship to natural place. In more recent architecture, the romantic character is fully present and wonderfully interpreted in the Art Nouvean. Greek architecture represents the archetype of classical architecture.

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa gaya bangunan merupakan salah satu karakteristik yang dapat mempengaruhi hubungan antara bangunan tersebut dengan lingkungan sekitar.

Menurut Lynch (1960: 80), ―Spatial prominence can establish elements as

landmarks in either of two ways: by making the element visible from many locations, or by setting up a local contrast with nearby elements, i.e., a variation in setback and height‖. Dapat disimpulkan bahwa suatu landmark dapat mencapai dominasi/ menonjol terhadap suatu ruangan jika landmark tersebut dapat dilihat dari berbagai lokasi, atau memiliki kekontrasan dengan elemen sekitar yaitu dengan variasi halangan dan ketinggian bangunan disekitar lingkungan.

Menurut Ashihara (1982), persepsi ketinggian bangunan tergantung pada sudut pandang manusia dengan ketinggian permukaan jalan. Pada dasarnya sudut pandangan mata manusia secara normal pada bidang vertikal adalah 60°, tetapi bila melihat secara intensif maka sudut pandangan mata berkurang 1° (Ashihara, 1970). Sekitar 20°dari 60° merupakan sudut pandangan seseorang sesuai dengan persepsi tingkat yang lebih rendah (di bawah garis horizontal visi). Sedangkan 40° merupakan sudut pandangan seseorang untuk persepsi tingkat yang lebih tinggi (di atas garis horizontal visi). Ashihara (1982) juga merekomendasikan bahwa


(27)

tinggi bangunan tidak boleh melebihi 2/3 dari garis visual yang superior (sekitar 27°). Sama dengan pendapat Lynch dalam Rapoport (1971), bahwa sudut pandang yang normal adalah 27°. Jadi untuk perbandingan, digunakan D/H = 27°.

Gambar 2.6 Sudut penglihatan manusia menurut Ashihara. (Sumber : Ashihara, 1970)

Gambar 2.7 Potongan yang menunjukkan sudut penglihatan menurut Ashihara (1982).

(Sumber : Rheingantz dan Alcantara, 2009)

Apabila seseorang mengamati keseluruhan bangunan dengan sudut 27°, jika tinggi sebuah bangunan = H, dan jarak pengamat = D, maka untuk melihat

sebuah bangunan dibutuhkan 2 ≥ D/H ≤ 4, D/H =3 merupakan perbandingan

yang paling ideal. Hal ini akan menyebabkan bentuk atau rupa bangunan, tekstur-tekstur dinding, ukuran dan penempatan lubang-lubang, serta sudut tangkap terhadap pintu masuk menjadi perhatian utama bagi arsitek. Jika D/H< 1, maka kita hanya melihat detail bangunan bukan bangunan tersebut. Sedangkan D/H =1,


(28)

maka bangunan tidak terlihat dengan jelas. Apabila D/H< 4, maka tata nilai ruangnya menjadi hilang dan pengaruh timbal balik antara bangunan sukar dirasakan (Ashihara, 1970). Berdasarkan pernyataan Ashihara, dapat disimpulkan bahwa sebaiknya jarak pengamat (D) sampai landmark merupakan ruang terbuka publik tanpa adanya benda/ bangunan lain yang menutupi landmark. Hal ini bertujuan untuk sebuah landmark lebih terlihat jelas dan memberikan persepsi pandangan yang ideal menurut Ashihara.

Kevin Lynch dalam buku The Image of City (1960: 79) menyatakan

Control of the landmark and its context may be needed: the restriction of signs to specified surfaces, height limits which apply to all but one building. If in addition it has some richness of detail or texture, it will surely invite the eye”. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa persepsi pandangan yang ideal terhadap ketinggian suatu bangunan menurut Ashihara mempengaruhi suatu landmark.

Unique memorable

Kevin Lynch dalam buku The Image of City (1960: 79) menyatakan “The key physical characteristic of this class is singularity, some aspect that is unique

or memorable in the context‖. Arti dari singularity diatas adalah keistimewaan/ kekhususan, sehingga dapat disimpulkan suatu keunikan dapat dicapai apabila

landmark tersebut memiliki keistimewaan/ kekhususan yang tidak terdapat pada bangunan lain.

Menurut Kevin Lynch (1960: 81), ―Its strength as a landmark seemed to derive from the contrast and irritation felt between its cultural status and its physical invisibility. Once a history, a sign, or a meaning attaches to an object, its


(29)

value as a landmark rises‖. Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu

landmark dapat mencapai kekontrasan dan perbedaan antara nilai historis dan nilai estetis. Nilai historis yang menyangkut proses terbentuknya objek tersebut

dan kaitannya dengan lingkup tempat dimana landmark berada. Sedangkan nilai estetis dapat mencakup nilai historis menyangkut kurun waktu terbentuknya bangunan, karena nilai estetika tiap kurun waktu dapat berlainan.

Kevin Lynch (1960: 1) menyatakan,At every instant, there is more than the eye can see, more than the ear can hear, a setting or a view waiting to be explored. Nothing is experienced by itself, but always in relation to its surroundings, the sequences of events leading up to it, the memory of past experiences”. Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa diperlukan sebuah kejadian atau peristiwa yang mendukung sebuah landmark

sehingga terbentuknya memori masa lalu. Acara tersebut akan dijadikan sebagai ritual ataupun upacara yang berfungsi untuk mengenang kembali kenangan penting yang terkandung dalam landmark. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Schulz dalam buku Towards a Phenomenology of Architecture (1979: 32), “Man's participation in the natural totality is concretized in rituals, in which "cosmic events", such as creation, death and resurrection are re-enacted. As such, rituals do not however belong lo the natural environment, and will be discussed in the next chapter, together with the general problem of representing time.‖

Identifiable

Kevin Lynch dalam buku The Image of City menyatakan ―Figure -background contrast seems to be the principal factor. The -background against


(30)

which an element stands out need not be limited to immediate surroundings.” (1960: 81) dan “Its location is crucial: if large or tall, the spatial setting must allow it to be seen; if small, there are certain zones that receive more perceptual attention than others: floor surfaces, or nearby facades at, or slightly below, eye-level. Any breaks in transportation—nodes, decision points—are places of intensified perception.” (1960: 101). Berdasarkan kedua pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa landmark diletakan ditempat yang mudah dilihat dan dijangkau, ataupun memiliki latar belakang kontras sehingga mencapai dominasi. Jika landmark tersebut tidak memiliki ketinggian yang menonjol maka diperlukan sesuatu yang menarik perhatian pengamat, salah satunya adalah perbedaan permukaan tanah.

Kevin Lynch (1960: 83) menyatakan,Landmarks may be isolated, single events without reinforcement. Except for large or very singular marks, these are weak references, since they are easy to miss and require sustained searching”.

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan dengan sebuah landmark dapat dikenal dan diakui oleh orang banyak jika adanya kejadian atau peristiwa yang terkandung dalam landmark tersebut.

 Bentuk yang jelas atau nyata (Clear Form)

Kevin Lynch dalam buku The Image of City (1960: 81), menyatakan―The gold dome of Boston's State House, the visibility from long distances of its bright

gold dome, all make it a key sign for central Boston‖. Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mempunyai bentuk yang jelas, dapat dicapai apabila suatu landmark memiliki konsep dan tujuan yang jelas. Pernyataan tersebut


(31)

diperkuat oleh pendapat Schulz dalam buku Towards a Phenomenology of Architecture (1979: 65), “Here we return again to the relationship between house and cosmic order, which was discussed above. What is important to stress in this context however, is that the meaning of a building is related to its structure. Meaning and character cannot be interpreted in purely formal or aesthetic terms, but are, as we have already pointed out, intimately connected with making. Heidegger in fact defines the ―method‖ of art as inswerk_setzen (to ―set

-into-work‖). This is the meaning of architectural concretizarion: to set a place into


(32)

BAB III. METODOLOGI

3.1 Metode Penelitian

Dalam melakukan kajian landmark terhadap Istana Maimun, metoda penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan verifikasi (Pengujiaan).

Penelitian deskriptif (Developmental), yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi terjadinya sesuatu aspek fenomena sosial tertentu, dan untuk mendeskripsikan fenomena tertentu secara terperinci (Masri Singarimbun, 1982).

Metode verifikasi (Pengujiaan), yaitu untuk menguji seberapa jauh tujuan yang sudah digariskan itu tercapai atau sesuai atau cocok dengan harapan atau teori yang sudah baku. Tujuan dari penelitian verifikasi adalah untuk menguji teori-teori yang sudah ada guna menyusun teori baru dan menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru. Metode verifikasi berkembang menjadi grounded research, yaitu metode yang menyajikan suatu pendekatan baru, dengan data sebagai sumber teori (teori berdasarkan data).

Sesuai dengan penjelasan definisi, penelitian ini akan mendeskripsikan atau menjelaskan fenomena-fenomena yang terdapat pada 5 contoh landmark

terkenal didunia dari berbagai dokumentasi untuk dianalisis dengan variabel-variabel yang didapat dari kajian literatur menurut Kevin Lynch.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada penelitian ini adalah indikator-indikator landmark


(33)

pendapat yang mendukung yaitu Christian Norberg Schulz dan Yoshinobu Ashihara.

Kriteria Landmark

menurut Kevin Lynch Indikator Keterangan

Hirarki fisik secara Visual

Memiliki gaya bangunan. Baik tradisional, klasik, modern, dll.

Memiliki jarak pengamatan yang ideal berdasarkan ketinggian bangunan menurut Ashihara.

Normal (27°), maka perbandingan jarak pengamatan dengan tinggi bangunan harus 2 ≥ D/H ≤ 4 Jika Bangunan Tinggi menggunakan sudut 40° Memiliki ruang terbuka

publik.

Berdasaran jarak pengamatan menurut Ashihara.

Unique memorable

Memiliki bentuk yang tidak ada pada bangunan lain.

Satu-satunya yang ada didunia.

Memiliki nilai historis pada bangunan.

Memiliki elemen arsitektural pada bangunan yang

menceritakan nilai historis baik dari segi agama, budaya dan sejarah.

Didukung oleh suatu kejadian atau peristiwa.

Menjadi suatu ritual ataupun upacara untuk mengenang kembali memori masa lalu.

Identifiable

Lokasi strategis.

Tempat yang mudah dikenali dan dijangkau, lingkungan yang cocok bagi bangunan. Dikenal dan diakui oleh

orang banyak.

Didukung oleh suatu kejadian atau peristiwa yang memiliki nilai historis. Bentuk yang jelas atau

nyata (Clear Form)

Memiliki konsep dan tujuan bangunan yang jelas.

Tabel 3.1 Indikator-indikator yang diperlukan suatu landmark

3.3 Populasi/ sampel

Menurut Margono (2004: 118), populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002: 108).


(34)

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002: 109; Furchan, 2004: 193). Nawawi (dalam Margono, 2004: 121), mengungkapkan bahwa penggunaan sampel dalam kegiatan penelitian dilakukan karena ukuran populasi yang tak terbatas (tak terhingga), besarnya jumlah objek membutuhkan biaya yang besar, waktu yang tersedia terbatas, penelitian yang dapat merusak atau merugikan, tingkat ketelitian, dan lebih ekonomis.

Seluruh landmark yang ada didunia merupakan populasi pada penelitian ini. Berdasarkan jumlah landmark didunia yang banyak, maka digunakan beberapa landmark yang terkenal oleh masyarakat umum sebagai sampel dari objek penelitian. Sebanyak 193 negara di dunia yang diakui oleh PBB, maka populasi penelitian diperkecil menjadi 5 Benua. Masing-masing landmark dari 5 Benua yang akan menjadi pada sampel penelitian ini, yaitu Piramida Agung Giza, Mesir; Menara Petronas di Kuala Lumpur, Malaysia; Menara Eiffel di Paris, Prancis; Patung Liberty, Amerika Serikat; dan Sydney Opera House di Sydney, Australia.

Benua Negara Landmark

Afrika Mesir Piramida Agung Giza


(35)

Benua Negara Landmark

Asia Malaysia Menara Petronas

Eropa Perancis Menara Eiffel

Amerika Amerika Serikat (United States) The Statue of Liberty

Oseania Australia Sydney Opera House

Tabel 3.2 Sambungan

3.4 Sumber Data dan Alat Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Pengumpulan data kualitatif yang diperoleh dengan teknik analisis dokumentasi.


(36)

Data dari berbagai kumpulan dari buku, jurnal, artikel, laporan dan lain-lain yang akurat. Data yang diambil, kemudian dianalisa kembali berdasarkan keterkaitan dengan kriteria landmark.

3.5 Kawasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bangunan Istana Maimun, istana Kesultanan Deli, yang merupakan salah satu peninggalan arsitektur tradisional Melayu dari Kesultanan Deli terbesar di Sumatera Utara. Istana Maimun terletak di Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Medan, Sumatera Utara.

Gambar 3.1 Istana Maimun (Sumber : Google Image)

3.6 Metode Analisis Data

Berdasarkan hasil variabel penelitian/ indikator landmark yang diperoleh dari kajian literatur Kevin Lynch, Christian Norberg Schulz dan Yoshinobu Ashihara tentang landmark. Maka tahapan selanjutnya adalah menganalisis kembali indikator landmark dengan fenomena-fenomena yang terdapat pada 5 contoh landmark terkenal di dunia, yang bertujuan untuk mengetahui kesesuaian/ kecocokan kriteria landmark menurut Kevin Lynch. Variabel penelitian yang telah mengalami verifikasi (Pengujiaan), akan dijadikan sebagai landasan teori (grounded research) untuk menganalisis Istana Maimun.


(37)

BAB IV. ANALISA

4.1 Pengujian Indikator

Berikut merupakan 5 landmark terkenal didunia yang akan digunakan untuk pengujian indikator.

4.1.1 Piramida Agung Giza

Piramida merupakan struktur batu tertua didunia dan dikenal sebagai salah satu keajaiban dunia (Quibell, 1927). Piramida Giza, merupakan piramida terbesar, yang terletak di dataran tinggi batu kapur, dekat tepian lahan irigasi pada puncak Delta Sungai Nil, di provinsi Giza, Mesir (Belmonte, 2010). Dibagian utara piramida Giza terdapat Delta, tanah datar yang luas. Sedangkan dibagian selatan terdapat lembah sempit menerus sepanjang Sungai Nil sampai ke Sudan. Kedua sisi tersebut berdekatan dengan gurun pasir (Quibell, 1927).

Piramida Giza termasuk salah satu situs yang dilindungi oleh UNESCO pada tahun 1979 dan merupakan salah satu objek wisata yang terkenal. Jutaan wisata mengunjungi piramida tersebut tiap tahun (Quibell, 1927).

Gambar 4.1 Piramida Giza (Sumber : Wikipedia)

Sekitar tahun 3500 SM, terjadi gabungan antara dua negara yaitu bagian utara dan bagian selatan, menjadi sebuah kota di persimpangan dua tanah.


(38)

Pengabungan terjadi dibawah kekuasaan Raja Menes atau Mena, yang merupakan Raja pertama dari seluruh Mesir. Kota tersebut dinamai dengan Memphis, terletak sepanjang Sungai Nil untuk beberapa mil antara site desa modern Giza dan Bedrashein Memphis. Bagi orang Mesir, baik modern ataupun kuno, mayat selalu disemayamkan/ dikuburkan dipuncak padang pasir. Hal ini diakibatkan tempat pemakaman yang sangat sempit, serta pemakaman di Memphis, membentang sepanjang gurun dari Abu Roash di utara ke Dahshur di selatan, telah dipenuhi dengan makam yang telah meninggal dari 4000 tahun yang lalu (Quibell, 1927).

Dataran tinggi Giza adalah tempat kuburan yang berisi makam beberapa raja dan ratu dari Dinasti keempat dan keluarga mereka. Hal itu juga dianggap sebagai tempat suci dan kudus, dan tempat pemujaan yang dilakukan selama puluhan generasi, terutama di daerah Sphinx dan kuil Isis, Lady of the Pyramids

(Belmonte, 2010).

Masyarakat Mesir kuno percaya bahwa adanya kehidupan setelah kematian. Hal tersebut dapat dikatakan dengan keabadian yang terbatas, dengan melakukan pengawetan tubuh. Masyarakat Mesir kuno tidak dapat membayangkan bagian roh seseorang muncul tanpa sebuah badan yang menampungnya, sehingga mayat/ tubuh harus diperlakukan seolah-olah masih membutuhkan kebutuhan yaitu makanan dan minuman dengan ritual magis. Berdasarkan kepercayaan orang Mesir maka terdapat 2 bagian pada beberapa makam Mesir yaitu ruang pemakaman dibagian bawah dan kapel/ kuil dibagian atas. Ruang pemakaman berisi tubuh/ mayat yang tidak pernah diganggu


(39)

sedangkan kapel digunakan untuk tempat berkumpulnya roh mendiang dengan para kerabat dan pendeta saat peringati hari kematian (Quibell, 1927).

Prinsip tersebut juga terdapat dalam piramida Giza. Para raja Mesir telah memikirkan rancangan sebuah bangunan agung bagi dirinya sendiri, dengan prinsip yang sama, yaitu sebuah makan yang terdiri dari dua bagian, satu untuk kematian dan satu untuk kehidupan. Piramida sebagai kuburan/ tempat pemakaman bagi raja yang harus disembah oleh semua orang di bumi dan yang akan diterima di antara para dewa di atas. Serta Sebuah kuil di luar piramida untuk melakukan pemujaan ritual penguburan (Quibell, 1927).

Dataran tinggi Giza dipilih oleh Khufu atau dikenal dengan raja Cheops pada tahun 2550 SM, Firaun kedua dari Dinasti keempat, sebagai tempat peristirahatan-nya. Dataran tinggi Giza terdiri dari tiga piramida besar dari Dinasti keempat, Sphinx, kuil-kuil dan kuburan keluarga kerajaan dan para bangsawan yang telah ditata dalam rencana (grid) Hippodamian (Belmonte, 2010).

Gambar 4.2 Peta dataran tinggi Giza (Sumber : Wikipedia)


(40)

Piramida pertama adalah Piramida Khufu/ Cheops. Piramida terbesar yang memiliki luas area sekitar 13 hektar mencakup piramida dan tempat peristirahatan keluarga. Panjang setiap sisi piramida mencapai 746 kaki dengan ketinggian mencapai 450 kaki. Piramida Khufu selesai dibangun pada tahun 2560 SM. Dibagian selatan terdapat tiga piramida kecil yang merupakan milik anak-anak perempuan Cheops dan juga terdapat sebuah kuil kecil dibagian selatan yang digunakan untuk menyembah Isis (Quibell, 1927).

Piramida kedua adalah piramida Khafre/ Chephren. Piramida yang memiliki dimensi lebih kecil dibandingkan dengan Piramida Khufu. Piramida Khafre memiliki ketinggian 447,5 kaki dengan panjang sisi-sisi dasar permukaan piramida mencapai 690,5 kaki (Quibell, 1927). Sphinx termasuk dalam bagian piramida kedua (Piramida Khafe), merupakan hewan mitos, gabungan dari kepala seorang pria dengan tubuh singa yang menandakan persatuan kekuatan dan kebijaksanaan. Ukiran kepala pada patung Sphinx adalah representasi dari raja Khafre/ Chephren. Sphinx memiliki ketinggian 66 kaki dengan panjang mencapai 187 kaki. Fungsi utama dari Sphinx adalah mengawasi pintu masuk ke kuil, seperti dewa penjaga. Namun orang Mesir menyembah Sphinx sebagai bentuk dewa matahari tanpa mengacu pada raja (Quibell, 1927).

Gambar 4.3 Sphinx (Sumber : whc.unesco.org )


(41)

Piramida ketiga adalah piramida Menkaure/ Mycerinus. Dibandingkan dengan kedua piramida diatas, maka Piramida ini merupakan piramida terkecil. Piramida Menkaure/ Mycerinus memiliki ketinggian 204 kaki dengan panjang sisi-sisi dasar permukaan piramida mencapai 356,5 kaki (Quibell, 1927).

Piramida pertama dan kedua diselesaikan oleh raja Khafre/ Chephren, sedangkan piramida ketiga dibangun oleh raja Menkaure sendiri. Seluruh periode konstruksi berlangsung selama sekitar 80 tahun (Belmonte, 2010). Diperkirakan 5,5 juta ton batu kapur, 8.000 ton granit dari Aswan, dan 500.000 ton semen yang digunakan dalam pembangunan Piramida (Romer, 2007: 157). Pembangunan monumental besar terakhir di dataran tinggi Giza adalah Piramida Ratu Khentkaus, leluhur raja-raja dari Dinasti kelima (Belmonte, 2010).

Interior pada ketiga piramida tersebut hampir sama yaitu saat memasuki bagian dalam piramida, terdapat lorong/ gang kecil yang cukup tajam (miring) dan mengarah ke ruang bawah tanah yang telah digali. Ruang bawah tanah inilah digunakan sebagai ruang pemakaman. Sekitar dua puluh kilometer dari pintu masuk, dibagian sudut terdapat lorong sempit yang menuju ke atas, ditemukan salah satu portcullises (pintu besi istana) granit besar. Setelah melewati lorong sempit dan licin maka terjadi pelebaran koridor yang dikenal dengan Great Hall, dengan panjang 155 kaki dan ketinggian mencapai 28 kaki. Dinding koridor terdiri dari 7 segmen secara horizontal yang terbuat dari batu kapur Mogattam. Setiap segmen diproyeksikan sedikit keluar sehingga mempersempit ke atap (Quibell, 1927).


(42)

Gambar 4.4 Skema interior piramida (Sumber : Schmitz, 2012: 113)

Gambar 4.5 Great hall piramida (Sumber : Google Image)

Sebuah koridor mendatar yang terletak di ujung bawah Great Hall terdapat ruang ratu (Queen‘s Chamber), yang dimaksudkan untuk ruang pemakaman sebagai rencana pembangunan kedua. Ruang yang memiliki panjang 18 kaki 10 inci dengan lebar 17 kaki, memiliki atap runcing, dan dengan kontruksi sangat baik (Quibell, 1927).

Setelah melewati Great wall maka kita mencapai sebuah hal kecil sebelum melewati ruang raja (King's Chamber). Atap dan dinding pada ruang tersebut menggunakan batu granit besar. Ruang raja memiliki panjang 34,5 kaki, lebar 17 kaki dengan ketinggian mencapai 19 kaki. Ketinggian lantai ruang raja (King's

Keterangan :

1 King’s Chamber 2 Ante Chamber

3 Great Step 4 Grand Gallery

5 Queen’s Chamber 6 Passage to Queen’s Chamber 7 Ascending Passage 8 Ganite Plug 9 Entrance Passage 10 19th

Course of Masonry 11 35th

Course of Masonry 12 Dead-End Passage 13 Subterranean Chamber 14 Passage to Subterr. Chamber 15 Pit


(43)

Chamber) mencapai 139 kaki dari permukaan dasar piramida. Didalam ruang raja terdapat Sarkofagus, tempat perletakan peti yang terbuat dari batu granit. Isi peti kayu tersebut adalah mayat raja yang telah diawetkan (Quibell, 1927).

Gambar 4.6 Queen‘s Chamber (kiri) dan King's Chamber (kanan) (Sumber : Google Image)

Piramida Agung Giza dan seluruh dataran tinggi Giza merupakan desain yang sangat cerdas dan terintegrasi. Detail konstruksi menunjukkan presisi yang luar biasa berdasarkan ilmu pengetahuan yang sangat akurat yaitu geodetic bumi, astronomi, astrofisika, matematika dan mekanika Newton. Terlihat dari Queen‘s

Chamber beserta lorong sempit berhubungan dengan orbit Bumi terhadap Matahari yang terkait dengan gaya gravitasi. Skala kamar peti raja (King's Chamber) menggunakan faktor perhitungan tentang volume Bumi dan lingkaran orbit Bumi terhadap Matahari (Schmitz, 2012: 113).

Lokasi Piramida Agung Giza merupakan lokasi yang ideal untuk kajian yang akurat tentang bentuk dan ukuran Bumi (astronomi) dengan hubungan matematika terutama pada titik-titik penting yang menarik yaitu: pada 30° di mana pembelahan sumbu semi-minor dari Bumi, pada 60° di mana pembelahan


(44)

sumbu semi-major dari Bumi, dan pada 45° tepat dalam pembagian geometris 90° (Schmitz, 2012: 113).

Gambar 4.7 Gambaran sumbu semi-minor dan semi-major (Sumber : Wikipedia)

Dalam UNESCO, Lingkungan sekitar Piramida Giza telah ditandai dengan zona buffer. Zona buffer tersebut merupakan zona yang harus dipertahankan/ dikonservasi sehingga memaksimalkan keindahan Piramida Giza. Zona buffer

(ditandai dengan garis warna coklat) pada Piramida Giza (ditandai dengan blok merah) sangat besar mencakup padang pasir, dapat dilihat pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 Zona buffer pada Piramida Giza (Sumber : whc.unesco.org)


(45)

Untuk mencapai pengamatan ideal yang diungkapkan Ashihara, maka digunakan rumus D/H= 2 dan D/H= 4 untuk mengetahui batasan jarak pengamatan (D) melihat Piramida pertama yang memiliki tinggi 450 kaki = 137,16 meter, Piramida kedua yang memiliki tinggi 447,5 kaki = 136,4 meter, dan Piramida ketiga yang memiliki tinggi 204 kaki = 62,18 meter.

Gambar 4.9 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Piramida Giza

Berdasarkan hasil perhitungan, maka batasan jarak pengamatan (D) yang ideal untuk melihat piramid pertama adalah 274,32 - 548,64 meter, piramid kedua adalah 272,8 - 545,6 meter dan piramid ketiga adalah 124,36 - 248,72 meter.


(46)

Gambar 4.10 Batasan jarak pengamatan Piramida Giza

Berdasarkan aplikasi Google Earth Pro, area yang diwarnai dengan warna coklat merupakan area buffer, sedangkan lingkaran yang diwarnai dengan warna kuning merupakan area pengamatan yang ideal berdasarkan jarak (D) radius masing-masing piramida. Dapat dilihat area pengamatan ideal termasuk dalam zona buffer yang dikonservasi sehingga Piramida Giza termasuk landmark yang memberikan pandangan yang jelas berdasarkan persepsi ketinggian bangunan yang diungkapkan Ashihara.

4.1.2 Menara Petronas

Menara Petronas termasuk bagian Kuala Lumpur City Centre yang merupakan salah satu yang terbesar proyek pembangunan real estate di dunia. Terdiri dari taman 50 hektar, yang akan mencakup sebuah danau, yang akan diakses oleh publik, dan kompleks dari 20 atau bangunan sehingga sekitarnya yang akan berisi ruang kantor, apartemen, kamar hotel, fasilitas rekreasi, restoran, toko-toko, bank, pusat konvensi, pusat sipil masjid dan pabrik untuk menyediakan


(47)

air dingin untuk pendinginan semua bangunan tersebut dalam iklim subtropis (Henry Petroski, 2013: 322).

Menara Petronas merupakan cerminan ambisi dan aspirasi untuk mewujudkan visi Malaysia sebagai negara industri yang berkembang pada tahun 2020 (Galal Abada, 2004: 1). Menara Petronas memiliki fasad majestik/ megah bergaya modern dan avant-garde untuk mengambarkan Malaysia sebagai negara berkembang yang bangga dengan warisan dan optimis tentang masa depan (http://www.petronastwintowers.com.my/). Menara Petronas terletak di Golden Triangle kota Malaysia, site yang merupakan pusat secara geografis dan simbolis (Galal Abada, 2004: 3).

Gambar 4.11 Menara Petronas

(Sumber : Google Image dan Galal Abada, 2004)

Menara Petronas di Kuala Lumpur, Malaysia adalah sepasang menara kembar yang pernah menjadi bangunan tertinggi di dunia pada tahun 1998-2004. Memiliki luas tapak 218.000 m2, ketinggian 452 meter dengan 88 lantai (Galal Abada, 2004: 5). Menara Petronas merupakan bangunan simetris, dimana sumbu axis berada pada pertengahan void antara dua merana (Galal Abada, 2004: 39).


(48)

Gambar 4.12 Master plan Menara Petronas (Sumber : Galal Abada, 2004)

Keunikan Menara Petronas adalah terdapat sebuah skybridge yang menyambung kedua Menara Petronas di lantai 41 dan 42, yang menjadikannya jembatan dua lantai tertinggi di dunia. Jembatan ini terletak 170 meter dari permukaan jalan dan panjangnya 58,4 meter (Galal Abada, 2004: 39).

Gambar 4.13 Skybridge pada Menara Petronas (Sumber : Google Image)

Bentuk fasad majestik/ megah terbentuk dari 83.500 meter persegi ekstrusi stainless steel dan 33.000 panel curtain wall sistem cladding (Galal Abada, 2004: 10). Stainless steel akan bercahaya apabila diberi pencahayaan dibawahnya (Galal Abada, 2004: 39).


(49)

Gambar 4.14 Eksterior Menara Petronas (Sumber : Google Image dan Galal Abada, 2004)

Menara Petronas memiliki budaya yang cukup kental pada denah dan interior lobby Menara Petronas. Denah Menara Petronas yang terbentuk dari geometris Islam sederhana dari dua kotak saling menciptakan bentuk bintang segi delapan dengan semi lingkaran disudut bagian dalam segi. Bentuk ini menggambarkan prinsip-prinsip Islam yaitu "kesatuan dalam kesatuan, harmoni, stabilitas dan rasionalitas" (http://www.petronastwintowers.com.my/).

Gambar 4.15 Perkembangan desain denah dengan gabungan tema, Ilustrasi Cesar Pelli & Associates.

(Sumber : Wikipedia)

Pada interior, dinding lobby dilapisi dengan kayu Malaysia berwarna terang dan tambahan stainless steel. Pola lantai marmer menggunakan pola


(50)

Malaysia yang paling populer, digunakan di Pandan tenun dan Bertam sawit-dinding anyaman (Galal Abada, 2004: 7).

Gambar 4.16 Interior Menara Petronas (Sumber : Galal Abada, 2004)

Menara Kembar Petronas dikenal sebagai bangunan cerdas, dibangun dengan sistem transportasi vertikal, automatik kontrol dan sistem komunikasi, pencahayaan yang baik, sistem kebakaran yang lengkap, dan keamanan bangunan, dimana meminimalkan penggunaan energi (Galal Abada, 2004: 15).

Pengunjungan terbatas dengan 1.200 pengunjung/ hari untuk menikmati pemandangan di skybridge, maka total sekitar 438.000 pengunjung/ tahun (Galal Abada, 2004: 16).

Gambar 4.17 Batasan jarak pengamatan terhadap Menara Petronas (Sumber : Google Earth Pro)


(51)

Berdasarkan aplikasi Google Earth Pro, Luas area Taman Petronas ditandai dengan blok warna merah. Memiliki 3 titik pengamatan yang cukup jauh untuk melihat bangunan Menara Petronas yang ditandai dengan simbol A. Jarak antara titik no.1 dengan A sekitar 568,31 meter, jarak antara titik no.2 dengan A sekitar 715,68 meter, dan jarak antara titik no.3 dengan A sekitar 753,20 meter.

Menurut Ashihara (1982), untuk persepsi tingkat bangunan yang lebih tinggi (di atas garis horizontal visi), maka sudut pandangan seseorang menjadi 40°. Untuk mengetahui jarak pengamatan (D) berdasarkan sudut dan ketinggian bangunan, dapat menggunakan rumus matematika sederhana trigonometri.

Gambar 4.18 Rumus matematika sederhana Trigonometri (Sumber : Google Image)

Untuk bangunan yang memiliki ketinggian yang mencapai pengamatan yang ideal, maka digunakan rumus Tan α = D/H untuk mengetahui batasan jarak pengamatan (D) melihat sebuah Menara Petronas yang memiliki tinggi 452 meter.


(52)

Berdasarkan hasil perhitungan, maka jarak pengamatan (D) minimal untuk melihat sebuah Menara Petronas adalah 538,74 meter. Dengan jarak antara titik pengamatan no.1,2,dan 3 dengan Menara Petronas, dapat memberikan pandangan yang jelas berdasarkan persepsi ketinggian bangunan yang diungkapkan Ashihara.

4.1.3 Menara Eiffel

Menara Eiffel, menara yang berumur 120 tahun, merupakan landmark dan daya tarik wisata utama kota Paris, Perancis. Monumen klasik modern sebagai sumber daya komunikasi, bangunan radio-televisi, selama perang dunia pertama. Fungsi tersebut memberikan makna masa depan dan diperkuat dengan penggunaan material besi dan kaca pada menara (Susan Sontag, 1986: 245). Menara Eiffel ini berdiri di Champ de Mars, Taman publik sebesar 42 hektar, merupakan salah satu distrik/ wilayah pusat di kota Paris.

Gambar 4.20 Menara Eiffel (Sumber : Google Image)


(53)

Pada tahun 1887-1889, Menara Eiffel dibangun selama 795 hari sebagai pintu masuk untuk Exposition Universelle, Pameran dunia yang merayakan seabad Revolusi Perancis. Dengan ketinggian 324 meter, Menara Eifell merupakan bangunan struktur tertinggi didunia sampai tahun 1929. Terdiri dari 18.038 bagian besi benam, dan menggunakan 2,5 juta paku keling (Hubert Chanson, 2009).

Gambar 4.21 Struktur Menara Eiffel (Sumber : Wikipedia)

Struktur ini dibangun dengan keahlian insinyurnya, Alexandre Gustave Eiffel, dengan menggunakan metode grafis untuk membangun menara yang memiliki kekuatan untuk mendukung beban berat yang besar dan hasil observasi yang dikumpulkan dari beberapa pengalaman dalam menghitung kekuatan pergerakan angin (Patrick Weidman dan Iosif Pinelis, 2004).

Menurut buku The Barthes Reader (1986: 237), Menara Eiffel memiliki kekuatan yaitu objek observasi bagi pengunjung, tempat untuk observasi (dapat melihat kota Paris jika berada di dalam menara) dan menjadi objek observasi bagi kota Paris. Selama dua setengah abad ke-19, jumlah pengunjung Exposition


(54)

Universelle bertambah dari 5 juta (1855) menjadi lebih dari 50 juta (1900) seperti yang dilaporkan oleh Simone dan Olmo (dalam T. Freytag, 2010: 52).

Menurut buku The Barthes Reader (1986: 236), menyatakan bahwa menara Eiffel dapat dilihat di mana saja di Paris kecuali berada di restoran menara.

Gambar 4.22 Batasan jarak pengamatan terhadap Menara Eifell

Berdasarkan aplikasi Google Earth Pro, Luas area Champ de mars (yang diblok dengan warna merah) memiliki jarak terjauh 835,42 meter dari Menara Eiffel (yang ditandai dengan garis warna kuning). Untuk mencapai pengamatan yang ideal, maka digunakan rumus D/H= 2 dan D/H= 4 untuk mengetahui batasan jarak pengamatan (D) melihat sebuah Menara Eifell dengan tinggi 324 meter.


(55)

Berdasarkan hasil perhitungan, maka batasan jarak pengamatan (D) yang ideal untuk melihat sebuah Menara Eifell adalah 648-1.296 meter. Dengan jarak terjauh 835,42 meter yang dimiliki Champ de mars, maka Menara Eiffel termasuk

landmark yang memberikan pandangan yang jelas berdasarkan persepsi ketinggian bangunan yang diungkapkan Ashihara.

4.1.4 Patung Liberty

Patung Liberty merupakan simbol yang paling berharga bagi kebangsaan Amerika. Dibentuk menjadi suatu unit sistem Taman Nasional saat proklamasi oleh presiden Franklin D.Roosevelt pada tahun 1933 (United States of America, 1984).

Gambar 4.24 Patung Liberty (Sumber : Google Image)


(56)

Sejarah Patung Liberty dengan simbol untuk mencerahkan dunia dimulai dengan latar belakang dari karir Edouard de Laboulaye, seorang penulis dan profesor Perancis. Inspirasi sebuah patung muncul dari mimpinya untuk persahabatan, perdamaian, dan kemajuan internasional. Asal-usul patung timbul dari kolaborasi kreatif Laboulaye dengan temannya, Frédéric Auguste Bartholdi. Laboulaye mengusulkan peringatan untuk menghormati kelahiran bangsa Amerika dan persahabatan abadi antara Perancis dan Amerika pada tahun 1865. Pada awal tahun 1871, salah satu masa sulit di kemakmuran Perancis, Laboulaye menyarankan bahwa 5 tahun setelah seratus tahun kemerdekaan Amerika Serikat, adalah waktu yang baik untuk menempatkan suatu kenangan dari simbol persaudaraan, Patung Liberty (United States of America, 1984).

Patung Liberty merupakan monumen utama pada pulau Liberty. Pulau Bedloe diganti dengan nama Pulau Liberty pada tahun 1956, sebuah pulau datar dengan luas 5 hektar di teluk pelabuhan New York, dalam wilayah perairan New Jersey. Sekitar 1 km dibagian utara Pulau Liberty terdapat pulau Ellis, pada tahun 1892-1954 berfungsi sebagai stasiun pendaratan bagi imigran berkunjung ke Amerika Serikat. Pada tahun 1965 Presiden Lyndon B.Johnson menambahkan pulau Ellis kedalam Monumen Nasional Patung Liberty. Pada tahun 1984, PBB menunjukan Patung Liberty sebagai Situs Warisan Dunia. Pulau Liberty bisa diakses oleh kapal feri dari kota Jersey dan Manhattan (United States of America, 1984).


(57)

Gambar 4.25 Peta teluk pelabuhan New York (Sumber : Tyler, 2000)

Gambar 4.26 Peta Pulau Liberty (Sumber : National Park Service)

Patung Liberty adalah keberhasilan seni dan insinyur akhir abad ke-19, untuk mewujudkan cita-cita filosofis pencerahan. Pada saat pembuatan, patung tersebut mempersonifikasikan semangat dan aspirasi, serta bakat teknik dan artistik, Perancis. Patung Liberty bertahan sampai abad ke-20 sebagai simbol dua


(58)

abad persahabatan dan kerjasama Perancis-Amerika (United States of America, 1984).

Frederic Auguste Bartholdi, seorang pemahat dari Perancis, merancang bentuk luar/ eksternal dari Patung Liberty. Untuk bagian dalam/ internal, kerangka penahan dirancang oleh Gustave Eiffel. Bagian dasar dari Patung Liberty dirancang oleh seorang arsitek Amerika, Richard Morris Hunt (United States of America, 1984).

Patung Liberty merupakan suatu wujud berongga yang terdiri dari lembaran tembaga yang ditempa dan diikat pada kerangka besi struktural. Patung Liberty, dengan ketinggian 46 meter, terletak diatas alas granit (Pedestal) setinggi 27 meter dan FortWood. Dinding luar Pedestal terdiri dari 45 segmen granit dan bagian dalam terdiri dari kolom besar yang terbuat dari beton. Fort Wood, dibangun untuk melindungi pelabuhan NewYork pada tahun 1808-1811, alas yang berbentuk bintang dengan 11 sisi memiliki ketinggian 19,8 meter. Maka total ketinggian Patung Liberty dari dasar permukaan sampai ke puncak adalah 93 meter (United States of America, 1984).

Gambar 4.27 Pedestal dan Fort Wood

(Sumber : Google Image)

Fort Wood Pedestal


(59)

Elemen pada patung Liberty berasal dari sumber-sumber klasik, Renaissance, dan kontemporer. Bartholdi mencari simbol yang akan menyatukan semangat kedua negara dan memiliki daya tarik universal yang melampaui niat itu (United States of America, 1984).

Gaya seni Yunani–Romawi yang terlihat pada jubah patung Liberty, Baju tradisional Yunani-Romawi Pala dan Stolla, merupakan pakaian bebas yang dikenakan saat Yunani kuno. Patung Liberty juga mengangkat obor kebebasan di tangan kanan dan mengenggam sebuah tablet atau buku yang ditandai dengan tanggal Romawi 4 Juli 1776, tanggal Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat,

dibagian lengan kirinya. Sesuai dengan “The Statue of Liberty Enlightening the World”, obor patung Liberty dilambangkan dengan penerangan. Menerangi jalan untuk kebebasan dan kemerdekaan (www.nps.gov).

Gambar 4.28 Obor dan tablet Patung Liberty (Sumber : Google Image)

Bartholdi menempatkan rantai yang rusak didekat kaki Patung Liberty, serta tumit pada kaki kanan Liberty yang diangkat seakan berjalan, terlihat seakan tertangkap pada pertengahan melangkah. Hal tersebut melambangkan kebebasan dari belenggu perbudakan yang parah (www.nps.gov).


(60)

Gambar 4.29 Kaki Patung Liberty (Sumber : Google Image)

Patung Liberty adalah upaya bersama antara Amerika dan Perancis. Telah disepakati bahwa rakyat Amerika yang membangun alas, dinamai dengan pedestal. Sedangkan rakyat Perancis bertanggung jawab pada Patung dan perakitan (United States of America, 1984).

Patung Liberty selesai dibuat pada bulan Juli 1884, di Perancis. Patung tersebut kemudian dibongkar dan dikirim ke Amerika Serikat. Pada bulan Juni1885, Patung Liberty tiba di New York. Pemasangan kembali patung Liberty membutuhkan waktu 4 bulan setelah pembangunan alas selesai. Pada tanggal 28 Oktober 1886 peresmian Patung Liberty berlangsung didepan ribuan penonton (United States of America, 1984).

Patung Liberty terdapat zona buffer yang telah ditandai oleh UNESCO, disekeliling Taman Liberty (ditandai dengan blok blok biru). Untuk gambaran yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.30.


(61)

Gambar 4.30 Zona buffer pada Patung Liberty

(Sumber : whc.unesco.org)

Untuk mencapai pengamatan ideal yang diungkapkan Ashihara, maka digunakan rumus D/H= 2 dan D/H= 4 untuk mengetahui batasan jarak pengamatan (D) melihat Patung Liberty yang memiliki ketinggian 93 meter.


(62)

Berdasarkan hasil perhitungan, maka batasan jarak pengamatan (D) yang ideal untuk melihat Patung Liberty adalah 186 – 372 meter.

Gambar 4.32 Batasan jarak pengamatan Patung Liberty

Berdasarkan aplikasi Google Earth Pro, area yang diwarnai dengan warna kuning merupakan area pengamatan yang ideal berdasarkan jarak (D) dari hasil perhitungan. Lingkungan sekitar Patung Liberty hanya meliputi taman terbuka dan perairan pelabuhan New York, memberi efek kontras terhadap ketinggian Patung Liberty untuk mendapatkan pandangan yang baik. Dari gambar diatas maka dapat disimpulkan bahwa Patung Liberty dapat memberikan pandangan yang jelas saat pengunjung berada didalam kapal feri yang menuju pulau Liberty.


(63)

4.1.5 Sydney Opera House

Sydney Opera House merupakan salah satu bangunan maha karya pada zaman arsitektur lama, serta menjadi bangunan ikon pada tahun ke-20 (Utzon, 2002: 13). Sydney Opera House ini terletak di Bennelong Point, pelabuhan Sydney (Utzon, 2006: 7). Posisi Sydney Opera House ditengah pelabuhan Sydney memberikan kesan kebebasan pemandangan dari segala arah (Utzon, 2002: 63).

Sydney Opera House, dengan rancangan yang futuristik dan hightect inovation merupakan suatu bentuk tantangan dalam bidang arsitektur yang berhasil diwujudkan (Haryanto, 2005). Sydney Opera House dibangun berdasarkan keinginan untuk menciptakan bangunan, sebagai rumah untuk beraktifitas, yang berkaitan dengan kehidupan budaya untuk kota besar. Keinginan ini berasal dari perdana menteri Cahill dalam menghasilkan pusat kebudayaan yang menakjubkan bagi penduduk Sydney (Utzon, 2002: 62).

Sydney Opera House yang dirancang oleh Jorn utzon, merupakan bangunan berharga kebanggaan dan kekaguman bagi masyarakat di Australia. Banyak jutaan turis yang berdatangan pada gedung ini karena memiliki daya tarik dalam bentuk bangunan, yaitu penggunakan Shell design pada atap bangunan (Utzon, 2006: 13). Sistem shell bertulang berdasarkan geometri lengkung, dengan diameter ± 75 meter. Seluruh bangunan meliputi 1,8 hektar dari total area 5,8 hektar. Ketinggian Shell mencapai 20 lantai bangunan. Sydney Opera house

memberi kesan harmonis antara bentuk atap gedung seperti kapal yang berlayar dengan latar belakang lokasi yang mendukung, pelabuhan Sydney Sydney (Utzon, 2006: 13).


(64)

Gambar 4.33 Sydney Opera House

(Sumber : Utzon, 2006)

Desain bangunan multifungsi dengan dua ruang kinerja. Rancangan hall besar multi fungsi dengan kapasitas 3.000 orang, ditambah hall kecil dengan kapasitas 1.200 orang (Utzon, 2006: 111). bangunan kompleks yang mempunyai lebih dari 1000 kamar (Utzon, 2006: 14).

Gambar 4.34 Siteplan Sydney Opera House


(65)

Dibagian luar terdapat podium bertingkat yang berfungsi sebagai pedestrian. Podium yang terbuat dari blok beton yang lebar mencapai 120 meter dan panjang podium 183 meter (± 2,2 hektar). Podium Sydney Opera House

menyimbolkan aspek keagamaan pada site dengan konsep menuju altar megah gereja. Konsep podium diambil dari kuil Mayan di Meksiko, melambangkan kebangkitan cakrawala yang hilang (Utzon, 2006: 15).

Gambar 4.35 Kuil Mayan (kiri) dan Podium Sydney Opera House (kanan) (Sumber : Utzon, 2006)

Shell pada atap Sydney Opera House, dinding kaca, dan tata leta kruang dirancang berdasarkan sistem geometris yang kuat. Tata letak terdiri dari serangkaian bagian radial yang semua diarahkan keluar dari titik pusat diarea panggung (Utzon, 2002: 75).

Gambar 4.36 Sistem geometris terhadap Sydney Opera House


(66)

Terdapat 4.253 pracetak besar panel keramik yang berbentuk Chevron dan terikat diagonal pada lapisan luar atap (Utzon, 2006: 42). Lapisan panel atap tersebut menciptakan efek perubahan warna yang indah pada bangunan, seperti yang dikatakan oleh puisi Louis Kahn dalam Utzon, “The sun did not know how beautiful its light was,until it was reflected off this building” (Utzon, 2006: 13).

Gambar 4.37 Panel Chevron (Sumber : Utzon, 2006)

Gambar 4.38 Bentukan Chevron pada penutup atap Sydney Opera House

(Sumber : Utzon, 2006)

Sejak pembukaan tahun 1973, lebih dari 45 juta orang menghadiri 100.000 pertunjukan di Sydney Opera House dan diperkirakan lebih dari 100 juta yang mengunjungi site Sydney Opera House (Utzon, 2006: 14). Gedung ini juga masuk kedalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2007 (http://en.unesco.org/).


(67)

Semua elemen penting untuk mengekspresikan nilai Sydney Opera House

telah dimasukan dalam zona buffer. Hal ini untuk menjamin makna penting sebagai objek arsitektur yang sangat indah dalam pengaturan waterscape-nya. Rencana konservasi terhadap Sydney Opera House adalah untuk menentukan kebutuhan dalam menyeimbangkan peran bangunan sebagai monumen arsitektur dan sebagai negara pusat pertunjukan seni, sehingga mempertahankan keasliannya penggunaan dan fungsi. Perhatian yang diberikan kepada mempertahankan keaslian bangunan telah tertulis pada rencana konservasi dan desain prinsip Utzon. Dari pernyataan diatas, dapat saya simpulkan bahwa untuk memaksimalkan keindahan Sydney Opera House, maka dalam zona buffer tidak terdapat bangunan yang dianggap menghalangi pemandangan.

Gambar 4.39 Zona buffer Sydney Opera House

(Sumber : Utzon, 2006)

Untuk memberikan pandangan yang jelas berdasarkan persepsi ketinggian bangunan yang diungkapkan Ashihara, maka dapat ditentukan titik pengamatan


(68)

dalam area buffer yang ditandai dalam buku Sydney Opera House, Nomination by The Government of Australiafor Inscription on The World Heritage List 2006.

Untuk mencapai pengamatan yang ideal, maka digunakan rumus D/H= 2 dan D/H= 4 untuk mengetahui batasan jarak pengamatan (D) melihat sebuah

Sydney Opera House yang memiliki tinggi 65 meter.

Gambar 4.40 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Sydney Opera House

Berdasarkan hasil perhitungan, maka batasan jarak pengamatan (D) yang ideal untuk melihat sebuah Sydney Opera House adalah 130 - 260 meter.

Gambar 4.41. Batasan jarak pengamatan Sydney Opera House


(69)

Berdasarkan aplikasi Google Earth Pro, maka lingkaran yang diwarnai dengan warna kuning merupakan area pengamatan yang ideal dengan radius 260 meter, panjang radius tersebut merupakan batasan jarak pengamatan (D) maksimal. Area yang dilingkari termasuk dalam zona buffer yang dikonservasi sehingga Sydney Opera House termasuk landmark yang memberikan pandangan yang jelas berdasarkan persepsi ketinggian bangunan yang diungkapkan Ashihara.

4.2 Kesimpulan Indikator Landmark

Berdasarkan 5 contoh landmark yaitu Piramida Agung Giza, Menara Petronas, Menara Eiffel, Patung Liberty, dan Sydney Opera House, maka kesimpulan yang dapat diambil dari elemen-elemen yang terkandung dalam 5

landmark ini adalah :

1. Memiliki gaya bangunan, baik tradisional, klasik, modern, dll.

Piramida Agung Giza merupakan bangunan peninggalan Mesir kuno. Menara Petronas merupakan bangunan bergaya modern dan avant-garde. Menara Eiffel merupakan monumen klasik modern. Patung Liberty merupakan monumen gabungan dari elemen klasik, Renaissance, dan kontemporer. Sydney Opera House merupakan bangunan futuristik dan hightect inovation.

2. Memiliki jarak pengamatan yang ideal berdasarkan ketinggian bangunan menurut Ashihara.

Piramida Agung Giza, Menara Petronas, Menara Eiffel, Patung Liberty, dan

Sydney Opera House memenuhi jarak pengamatan yang ideal berdasarkan sudut pandang manusia dengan ketinggian bangunan yang diungkapkan oleh Yoshinobu Ashihara.


(70)

3. Memiliki ruang terbuka publik berdasaran jarak pengamatan menurut Ashihara.

Piramida Agung Giza dikelilingi oleh padang pasir yang sangat luas. Menara Petronas terdapat taman publik seluas 50 hektar. Menara Eiffel berdiri di Taman publik, Champ de Mars, sebesar 42 hektar. Patung Liberty berdiri di atas Pulau Liberty, sebuah pulau datar dengan luas 5 hektar. Sydney Opera House terdapat podium bertingkat yang berfungsi sebagai pedestrian, terbuat dari blok beton yang mencapai ±2,2 hektar. Kelima landmark tersebut memiliki luas area terbuka publik yang memenuhi jarak pengamatan ideal berdasarkan sudut pandang manusia dengan ketinggian bangunan yang diungkapkan oleh Yoshinobu Ashihara.

4. Memiliki bentuk yang tidak ada pada bangunan lain, dapat diartikan dengan satu-satunya yang ada didunia.

Detail konstruksi Piramida Agung Giza menunjukkan presisi yang luar biasa berdasarkan ilmu pengetahuan yang sangat akurat yaitu geodetic bumi, astronomi, astrofisika, matematika dan mekanika Newton.

Menara Petronas terdapat sebuah skybridge yang menyambung kedua Menara Petronas di lantai 41 dan 42, yang menjadikannya jembatan dua lantai tertinggi di dunia.

Menara Eiffel dengan bangunan berstruktur yang terdiri dari 18.038 bagian besi benam, dan menggunakan 2,5 juta paku keling. Menara Eiffel memiliki kekuatan yaitu objek observasi bagi pengunjung, tempat untuk observasi (dapat


(71)

melihat kota Paris jika berada di dalam menara) dan menjadi objek observasi bagi kota Paris.

Patung Liberty, terletak diatas alas granit (Pedestal) setinggi 27 meter dan

FortWood. Dinding luar Pedestal terdiri dari 45 segmen granit. Fort Wood, alas yang berbentuk bintang dengan 11 sisi memiliki ketinggian 19,8 meter.

Atap Sydney Opera House menggunakan Shell design yang berdasarkan geometri lengkung, dengan diameter ± 75 meter.

5. Memiliki nilai historis pada bangunan

a. Memiliki elemen arsitektural pada bangunan yang menceritakan nilai historis baik dari segi agama, budaya dan sejarah.

Konsep makam Mesir yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu piramida dan kapel, merupakan kepercayaan Masyarakat Mesir Kuno tentang adanya kehidupan setelah kematian.

Menara Petronas memiliki budaya yang cukup kental pada denah dan interior lobby Menara Petronas. Denah Menara Petronas yang terbentuk dari geometris Islam dan Pada interior lobby, dinding dan pola lantai menggunakan material yang mencirikan Malaysia.

Menara Eiffel dibangun selama 795 hari sebagai pintu masuk untuk

Exposition Universelle, Pameran dunia yang merayakan seabad Revolusi Perancis.

Patung Liberty terbentuk dari inspirasi seorang penulis dan profesor Perancis untuk mewujudkan persahabatan, perdamaian, dan kemajuan


(1)

bangunan Istana Maimun masih mendominasi gaya tradisional Melayu. Istana Maimun terletak ditaman terbuka seluas 4,5 hektar, dengan ruang terbuka yang lebar dapat memberikan pandangan yang jelas terhadap Istana Maimun berdasarkan persepsi ketinggian bangunan yang diungkapkan Ashihara.

Kriteria Unique memorable terpenuhi karena Istana Maimun memiliki ruang Balairung yang menampilkan pengaruh kesenian Islam yaitu ornamentasi pada dinding, plafon, tiang dan lengkungan antar tiang-tiang. Ornamen dengan motif bunga dan tumbuh-tumbuhan yang berdasarkan ajaran Islam. Rumah panggung dan pewarnaan pada Istana Maimun merupakan elemen arsitektural yang mencerminkan kebudayaan Melayu. Istana Maimun dibangun oleh Sultan

Ma’mun Perkasa Alamsyah sebagai simbol masa kejayaan kesultanan Deli. Istana Maimun sekarang dijadikan sebagai salah satu objek wisata di Kota Medan untuk diperkenalkan sejarah Kesultanan Deli dan kebudayaan Melayu Islam yang melekat pada istana tersebut bagi masyarakat setempat maupun para wisatawan yang berkunjung ke Kota Medan.

Lokasi Istana Maimun dipengaruhi oleh perpindahan pusat pemerintahan kesultanan Deli dari daerah Labuhan ke kota Medan karena keadaan ekologi, ekonomi, dan sosial politik pada abad ke-19. Perletakan Istana Maimun yang berdekatan dengan Sungai Deli terlihat dipengaruhi oleh legenda Putri Hijau dengan adanya benda bersejarah yaitu meriam puntung yang terletak di bagian sisi kanan Istana Maimun.


(2)

80

Salah satu konsep Istana Maimun adalah penggunaan warna kuning yang mendominasi yaitu warna kebesaran kerajaan. Tujuan dari konsep pewarnaan adalah melambangkan kerajaan yang mahsyur dan subur.

Istana Maimun hampir memenuhi semua indikator jika Istana Maimun termasuk dalam daftar bangunan Warisan Dunia UNESCO. Berdasarkan hasil kesimpulan dari pembahasan sub-bab sebelumnya yaitu akhir sub-bab 4.2, dikarenakan Istana Maimun memiliki elemen arsitektural pada bangunan yang menceritakan nilai historis baik dari segi agama, budaya dan sejarah, maka kriteria Unique memorable terpenuhi.


(3)

81 BAB V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Istana Maimun dapat disebut sebagai landmark Kota Medan, hal ini dikarenakan Istana Maimun memenuhi semua kriteria landmark menurut Kevin Lynch, dan beberapa pendapat pendukung dari Christian Norberg Schulz dan Yoshinobu Ashihara, yaitu hirarki fisik secara visual, unique memorable, identifiable dan bentuk yang jelas/ nyata (Clear Form).

5.2 Saran

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan selama menjalani aktivitas penelitian/ skripsi ini, maka saran atau rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Bagi Ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan ilmu pengetahuan tentang arsitektur khususnya tentang landmark kota dengan beberapa indikator penentu.

2. Bagi Pemerintahan Kota Medan (PemkoMedan)

Sebelum menentukan sebuah bangunan/ monumen sebagai landmark Kota Medan, sebaiknya memahami indikator-indikator penentu suatu landmark, agar bangunan tersebut dapat disebutkan sebagai identitas Kota Medan.

3. Peneliti Selanjutnya

Untuk penelitian selanjutnya, supaya hasil penelitian tidak bias dapat menambahkan variabel penelitian dan menambah jumlah sampel sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasi lebih luas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abada, Galal. 2004. Petronas Office Towers. The Aga Khan Award for Architecture. 1969.MAL.

Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.

Ashihara, Yoshinobu. 1970. Exterior Design in Architecture. Van Nastrand Reinhold Co, New York.

Ashihara, Yoshinobu. 1982. The Aesthetic Townscape. Cambridge, MA: The MIT Press.

Belmonte, Juan Antonio. 2010. The pyramids of Giza and related buildings, Egypt. ICOMOS–IAU Thematic Study on Astronomical Heritage.

Chanson, Hubert. 2009. Hydraulic Engineering Legends Listed on the Eiffel Tower,Great Rivers History. ASCE-EWRI Publication, Kansas City, Missouri.

Freytag, T. 2010. D´ej`a-vu: Tourist Practices of Repeat Visitors In The City of Paris.Soc. Geogr.,Vol. 5,Pg. 49–58.

Frick, Heinz. 1997. Pola Struktur dan Teknik Bangunan di Indonesia. Kanisius Anggota IKAPI, Yogyakarta.

Furchan, A., 2004, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Yogyakarta: PustakaPelajar.

Haryanto. 2005. Aplikasi Struktur Shell Pada Sydney Opera House. Artikel Modul. Vol. 5, No. 1.

Jackson, John B. 1984. Discovering the vernacular Landscape. New Haven: Yale University Press.

Jain, Sharad K. and Agarwal, Pushpendra K. and Singh, Vijay P. 2007. Hydrology and Water Resources of India. Water Science and Technology Library. Published : Springer.

Jufrida & Ery Soedewo. 2004. Jejak Kejayaan Kerajaan Deli di Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan. Dalam Berkala Arkeologi "Sangkhakala". Nomor : XIII, hal.30-38.

Luthfi, Friza. 2014. Transformasi Gaya Arsitektur, Studi Kasus: Istana Maimun, Medan. Skripsi. Program Studi Sarjana Teknik Departemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

Lynch, Kevin.1979. Good City Form. Mass; The Massachusetts Institut of TechnologPress, Cambrigde, USA.


(5)

Lynch, Kevin. 1960. The Image Of The City. The MIT Press. Cambridge. Margono, 2004, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Pasaribu, Ikhdar. 1995. Istana Maimunsebuah tinjauan arsitektur. Skripsi. Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas Indonesia, Depok.

Petroski, Henry. 1996. The Petronas Twin Towers. American Scientist, Vol. 84, No. 4 (July-August), Hal. 322-326.

Quibell, Annie Abernethie Pirie. 1927.The Pyramid of Giza. Publish : the C.M.S. Bookshop. 33, Sharia kasr el Nil, Cairo

Rheingantz, Paulo Afonso and Denise De Alcantara, 2009, The Charming Soul Of A Street In Rio De Janeiro, Focus , Volume VI, Hal 25-35

Romer, John. 2007. The Great Pyramid: Ancient Egypt Revisited. Cambridge University Press, Cambridge.

Schmitz, Eckhart R. 2012. The Great Pyramid of Giza: Decodingthe Measure of a Monument. Roland Publishing, Canada.

Schulz, Christian Norberg. 1979. Genius Loci: Towards a Phenomenology of Architecture. Publisher Rizzoli.

Sinar, T. L. 1989. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Sinar, T. L. 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Perwira Medan.

Sinar, T. L. 1993. Motif dan Ornament Melayu. Medan: Lembaga Pembinaan &Pembinaan Seni Budaya Melayu.

Sinar, T. L. 2003.Sejarah Medan Tempo Dulu, Perwira Medan.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1982. Metode penelitian survai. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Jakarta.

Sontag, Susan. 1986. A Barthes Reader: The Eiffel Tower, Hill and Wang: New York. Pg. 236-250.

Teruna, T. A. A. 2006. Sultan Makmoen Al Rasyid dan Berdirinya Pemerintahan Kota Medan serta Istana Maimoon. Bandung: Melajoe Marie Meladjoe. Tobing, Lolita R. L. 2012. Penilaian Cagar Budaya Istana Maimun. Skripsi.

Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas Indonesia, Depok.


(6)

84

Tyler, June F. 2000. An American Symbol: The Statue Of Liberty. Americans All, A Historical Perspective A National Education Program. United States of America.

United States of America. 1984. The Statue of Liberty; Nomination To The World Haritage List. State Of New York.

Utzon, Jørn. 2002. Sydney Opera House Utzon Design Principles. Sydney.

Utzon, Jørn. 2006. Sydney Opera House. Australian Government Department of the Environment and Heritage. Sydney.

Weidman, Patrick dan Iosif Pinelis. 2004. Model equations for the Eiffel Tower profile: historical perspective and new results. Department of Mathematical Sciences. University of colorado, Boulder dan Michigan Technological Univesity, Houghton.

Website :

National Park Service. Celebrating A Symbol: Statue of Liberty National Monument. www.nps.gov/stli

http://kbbi.web.id/ http://whc.unesco.org/ http://www.jakarta.go.id http://www.wikipedia.org http://www.pemkomedan.go.id/