Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya RC Ratio Analysis

party certification dan Third-party certification, Group certification and Internal Control Systems, Participatory Certification atau Participatory Guarantee System PGS Sulaeman, 2009.

a. Self-claim

Kebanyakan pemasaran pangan organik yang dilakukan oleh produsen di Indonesia dimulai dengan pola penjaminan self claim pernyataan diri mengenai status organik produk yang dihasilkannya. Penjaminan seperti ini memiliki keterbatasan dalam menumbuhkan tingkat kepercayaan konsumen dan keluasan distribusi produk. Produsen dengan pola penjaminan self claim biasanya membuka diri terhadap kunjungan konsumen ke lahan budidaya farm visit atau pengolahan pangan organiknya untuk mengantisipasi terbatasnya pemasaran. Apabila pola self claim dilakukan dengan sistematik dan dilengkapi dengan sistem dokumentasi yang cukup baik mengenai apa yang dilakukan dalam menghasilkan pangan organik, maka pola tersebut dapat dianggap sebagai first-party certification sertifikasi pihak pertama. Produk yang dijamin dengan pola self claim dan first-party certification tidak dapat mencantumkan logo Organik Indonesia. Biasanya produsen menuliskan kata “organik” pada kemasan produk tersebut.

b. Second-party certification

Pola pengakuan ini dilakukan oleh dua pihak yang melakukan kerjasama dan perjanjian perdagangan, dimana pihak pembeli memberikan pengakuan terhadap produk yang dihasilkan mitrapemasoknya. Biasanya pihak kesatu melakukan penilaian terhadap kinerja pihak produsen. Pihak penjamin dengan pola second-party certification biasanya menerbitkan surat pernyataan atau klaim bahwa produk tersebut organik. Produk dikemas menggunakan suatu merek tertentu dan dicantumkan kata “organik”.

c. Third-party certification

Third-party certification adalah pola sertifikasi yang dilakukan pihak ketiga berupa lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan sertifikasi pangan organik. Proses sertifikasi yang dilakukan sudah terstandarisasi dan pihak produsen harus menyiapkan sejumlah dokumen pendukung untuk proses tersebut. Produk yang telah disertifikasi berhak mencantumkan logolabel organik di kemasannya.

2.4. Konsep Internal Control System ICS

Sistem Pengawasan Internal Internal Control SystemICS merupakan sistem penjaminan mutu yang terdokumentasi yang memperkenankan lembaga sertifikasi mendelegasikan inspeksi tahunan semua anggota kelompok secara individual kepada lembagaunit dari operator yang disertifikasi. Lembaga sertifikasi melakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan internal yang dilakukan kelompok, untuk memastikan sistem berjalan dengan baik dan efisien. Evaluasi dilakukan dengan mengecek sistem dokumentasi ICS, kualifikasi staf dan melakukan inspeksi ulang ke beberapa petani. Tahapan dasar ICS meliputi: 1. Memiliki organisasi taniprodusen kecil. 2. Memiliki struktur dan mekanisme internal organisasi, seperti: aturan internal kelompok, keanggotaan, sanksi, standar internal, pelatihan, pengawasan mutu, personil, dan lain-lain. 3. Mengidentifikasi petani, apabila petani belum memahami mengenai prinsip-prinsip organik, maka perlu menumbuhkan kesadaran mengenai hal tersebut. 4. Merekrut personel yang berkualitas dan memastikan bahwa mereka telah menerima pelatihan pertanian organik dan ICS. 5. Mulai mengembangkan formulir dan prosedur ICS secara tertulis yang sesuai dengan kondisi lokal. 6. Melakukan pengawasan mutu internal secara berkala 7. Mencatat semua proses yang dilakukan oleh petani, organisasi taniprodusen 8. Secara bertahap meningkatkan kualitas dokumen ICS prosedur, formulir, dan sebagainya dan penerapannya oleh staf ICS. Sistem sertifikasi dengan pola ICS memungkinkan sertifikasi untuk wilayah yang cukup luas sehingga peta lahan menjadi bagian penting dalam menilaian yang dilakukan oleh inspektor eksternal. Peta lahan merupakan sumber informasi yang sangat penting tentang keadaan suatu wilayah pertanian, sehingga dapat dilihat batas- batas wilayah yang berpotensi menimbulkan kontaminasi dan juga sumber pengairan yang ada. Produk yang seratus persen organik merupakan hal yang sangat sulit dihasilkan karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi keorganikan suatu produk, terutama