Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Medan

(1)

ANALIISIS POLA PROG DEP A KONSUM GRAM STU PARTEME FAK UNIVERS SKRIP MSI KELUA OLE YULIA 080501 UDI EKON N EKONO KULTAS E SITAS SUM MEDA PSI ARGA MIS EH ANA 1007 NOMI PEM OMI PEMB EKONOMI MATERA U AN

SKIN DI K

MBANGUNA BANGUNAN I UTARA KOTA MED AN N DAN


(2)

Nama NIM Program S Konsentra Judul Tanggal : Tanggal :

UN

DEPAR

Studi asi Mei Mei

NIVERSI

FAK

RTEMEN

PERSET : Yuliana : 0805010 : Strata - : Ekonom : Analisis i 2013 i 2013

TAS SUM

KULTAS E

N EKONO

TUJUAN P 07 I Ekonomi mi Regional Pola Konsu

 

MATERA

EKONOM

OMI PEM

PENCETAK Pembangu umsi Kelua Ketua Pro Irsyad Lub NIP. 19710 Ketua Dep Wahyu Ar NIP. 19730

A UTARA

MI

MBANGUN

KAN unan arga Miskin ogram Stud

bis, SE, M. 0503 20031

partemen

rio Pratomo 048 199802

NAN

n di Kota M

di

Soc.Sc, Ph. 2 1 003

o, SE, M.Ec 1 001

Medan

.D


(3)

Nama NIM Program S Konsentra Judul Tanggal : Tanggal :

UN

DEPAR

Studi asi Mei Mei

NIVERSI

FAK

RTEMEN

: Yuliana : 0805010 : Strata - : Ekonom : Analisis i 2013 i 2013

TAS SUM

KULTAS E

N EKONO

PERSETU 07 I Ekonomi mi Regional Pola Konsu

MATERA

EKONOM

OMI PEM

UJUAN Pembangu umsi Kelua Dosen Pem Paidi Hid NIP. 1975 Dosen Pem

A UTARA

MI

MBANGUN

unan arga Miskin mbimbing

dayat, SE, M 50920 20050

mbaca

NAN

n di Kota M

M.Si 01 1002


(4)

Lembar Pernyataan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Medan” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Mei 2013

Penulis

Yuliana


(5)

ABSTRACT

The Research titled “The Analysis of Consumption Models of Poor Families in Medan”. 100 persons participate as the respondents in this research. The objectives of this research is to recognize the food and non-food consumption models of poor families in Medan. Kinds of data used in this research is the primary and the secondary data, that the primary one is directly collected from the respondents. While, the secondary one is collected from BPS, related references, internet, and some related researches due to the topic. In this study, the writer uses descriptive method and process data using data tabulation with Microsoft Word, tables and percentages.

Tabulation of the results showed that the average income of poor families around Rp 600,000, - per month to the average food expenditure per month for Rp371.000, - and for non-food expenditure for Rp318.000, - per month. All respondents do not have a residual income or even a minus, because the income they receive is minimal.


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Medan”. Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 100 orang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola konsumsi makanan dan non makanan keluarga miskin di kota Medan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Dimana data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama sebagai responden. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), bahan-bahan kepustakaan, situs internet serta bacaan lainnya yang mendukung dan berhubungan dengan penelitian ini. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif dan mengolah data dengan menggunakan tabulasi data dengan Microsoft Word, tabel dan persentase.

Dari hasil tabulasi menunjukkan rata-rata pendapatan keluarga miskin berkisar Rp600.000,- per bulan dengan rata-rata pengeluaran untuk pangan per bulan sebesar Rp371.000,- dan pengeluaran untuk non pangan sebesar Rp318.000,- per bulan. Semua responden tidak mempunyai sisa pendapatan atau bahkan minus, karena pendapatan yang mereka terima sangat minim.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karuniaNya yang di limpahkan memberikan kekuatan dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Shalawat serta salam untuk junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga beserta sahabat dan orang-orang yang selalu istiqamah di jalanNya.

Skripsi ini berjudul “Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Medan”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan do’a baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan motivasi, yaitu kepada:

1. Kedua orang tua penulis, yaitu ayahanda alm.Ayub Herry Darniel dan ibunda Ester Rehulina yang tak henti-hentinya memberikan dorongan dan bantuan baik secara moril maupun materil kepada penulis selama ini. Dan juga seluruh keluarga penulis yang selalu memberikan semangat dan do’anya


(8)

2. Bapak Prof.Dr.Azhar Maksum, M.Ec,Ac,Ak selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan FE Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku dosen pembimbing penulis yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skiripsi ini, memberikan saran, masukan dan petunjuk yang sangat berarti bagi penulis.

6. Bapak DR. Rujiman, MA selaku dosen pembaca penilai yang telah memberikan kritik, saran dan masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si. selaku dosen wali yang telah memberikan saran dan masukan selama perkuliahan.

8. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan berbagai ilmunya kepada penulis beserta staff administrasi Fakultas Ekonomi, khususnya untuk Departemen Ekonomi Pembangunan.

9. Seluruh sahabat-sahabat dan rekan seperjuangan penulis khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan stambuk 2008 yang telah banyak


(9)

memberikan motivasi, doa, dan dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

10.Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis di dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis hanya mampu mendo’akan semoga amal semua pihak di terima Allah SWT, Amin. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu semua pihak yang memerlukannya terutama rekan mahasiswa Ekonomi Pembangunan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, Mei 2013 Penulis

Yuliana


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan ... 7

2.1.1. Definisi Kemiskinan ………... 7

2.1.2. Pembangunan dan Kemiskinan ………... 9


(11)

2.1.4. Karakteristik Ekonomi Kelompok Penduduk Miskin …. 12

2.1.5. Penyebab Kemiskinan ………. 15

2.1.6. Pengertian Keluarga Miskin ……… 16

2.1.7. Kriteria Keluarga Miskin ………. 18

2.1.8. Strategi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan ………….. 19

2.2. Konsumsi ………. 21

2.2.1. Definisi Konsumsi ... 21

2.2.2. Pengertian Tingkat Konsumsi ... 24

2.2.3. Pengertian Pola Konsumsi ………... 24

2.2.4. Pola Pengeluaran Konsumsi ……….... 26

2.2.4.1. Pengertian Pola Pengeluaran Konsumsi ……… 26

2.2.4.2. Jenis-jenis Pengeluaran Konsumsi ……… 27

2.2.4.3. Hubungan Pendapatan dengan Pengeluaran Konsumsi ……… 29

2.2.4.4. Fungsi Konsumsi ……… 33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian ... 36

3.2. Ruang Lingkup Penelitian ... 36

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 36

3.4. Metode Pengambilan Sampel ... 37


(12)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambar Umum Wilayah Kota Medan ... 40

4.1.1 Lokasi dan Letak Geografis Kota Medan ……….. 40

4.2. Kependudukan ... 41

4.2.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk ... 41

4.2.2. Tingkat Pengeluaran Konsumsi Masyarakat ... 43

4.3. Analisis Deskripsi ... 44

4.3.1. Pandangan Para Ahli Tentang Kemiskinan …………... 44

4.3.2. Karakteristik Responden ……… 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 60

5.2. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1. Data Kemiskinan per Kecamatan ………... 3

2.1. Tabungan dan Konsumsi Rumah Tangga ………... 32

3.1. Pembagian Populasi dan Sampel Menurut Kecamatan di Kota Medan………. 38

4.1. Jumlah Penduduk, Luas Kecamatan, dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan di Kota Medan ……….. 42

4.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kota Medan .... 43

4.3. Daftar Alokasi Pengeluaran Konsumsi Masyarakat ……….... 44

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ………. 48

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ……….. 48

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ….……… 49

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggungan ………. 50

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan ……….. 51

4.9. Pengeluaran Konsumsi Beras Keluarga Miskin di Kota Medan ………. 52 4.10. Pengeluaran Konsumsi Sayur-sayuran Keluarga


(14)

4.11. Pengeluaran Konsumsi Ikan Keluarga Miskin

Di Kota Medan ……… 53 4.12. Pengeluaran Konsumsi Gula Pasir Keluarga Miskin

Di Kota Medan ……… 53 4.13. Pengeluaran Konsumsi Teh dan Kopi Keluarga Miskin

di Kota Medan ………. 54 4.14. Pengeluaran Konsumsi Buah-buahan Keluarga Miskin

di Kota Medan ………. 54 4.15. Pengeluaran Konsumsi Minyak dan Lemak Keluarga

Miskin di Kota Medan ………. 55 4.16. Pengeluaran Konsumsi Tembakau/Sirih Keluarga

Miskin di Kota Medan ………. 55 4.17. Pengeluaran Konsumsi Perumahan Keluarga Miskin

di Kota Medan ………. 56 4.18. Pengeluaran Konsumsi Pendidikan Keluarga Miskin

di Kota Medan ………. 56 4.19. Pengeluaran Konsumsi Kesehatan Keluarga Miskin

di Kota Medan ………. 57 4.20. Pengeluaran Konsumsi Transportasi Keluarga Miskin

di Kota Medan ……… 57 4.21. Pengeluaran Konsumsi Perlengkapan Mandi Keluarga


(15)

4.22. Total Pengeluaran Konsumsi keluarga Miskin di


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman


(18)

ABSTRACT

The Research titled “The Analysis of Consumption Models of Poor Families in Medan”. 100 persons participate as the respondents in this research. The objectives of this research is to recognize the food and non-food consumption models of poor families in Medan. Kinds of data used in this research is the primary and the secondary data, that the primary one is directly collected from the respondents. While, the secondary one is collected from BPS, related references, internet, and some related researches due to the topic. In this study, the writer uses descriptive method and process data using data tabulation with Microsoft Word, tables and percentages.

Tabulation of the results showed that the average income of poor families around Rp 600,000, - per month to the average food expenditure per month for Rp371.000, - and for non-food expenditure for Rp318.000, - per month. All respondents do not have a residual income or even a minus, because the income they receive is minimal.


(19)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Medan”. Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 100 orang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola konsumsi makanan dan non makanan keluarga miskin di kota Medan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Dimana data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama sebagai responden. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), bahan-bahan kepustakaan, situs internet serta bacaan lainnya yang mendukung dan berhubungan dengan penelitian ini. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif dan mengolah data dengan menggunakan tabulasi data dengan Microsoft Word, tabel dan persentase.

Dari hasil tabulasi menunjukkan rata-rata pendapatan keluarga miskin berkisar Rp600.000,- per bulan dengan rata-rata pengeluaran untuk pangan per bulan sebesar Rp371.000,- dan pengeluaran untuk non pangan sebesar Rp318.000,- per bulan. Semua responden tidak mempunyai sisa pendapatan atau bahkan minus, karena pendapatan yang mereka terima sangat minim.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin pada tahun 1998. Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat krisis moneter jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah. Pada tahun 2009, jumlah penduduk miskin berjumlah 20,66 juta jiwa atau sekitar 8,99 persen dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 2010, jumlahnya bertambah menjadi 22,9 juta jiwa atau 9,88 persen dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin Indonesia tercatat sebanyak 31,2 juta jiwa. Persentase jumlah itu mencapai 13,33 persen dari total penduduk Indonesia.


(21)

Penyebab kemiskinan disebabkan tiga unsur, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi badaniah dan mental seseorang, kemiskinan karena adanya bencana alam, dan kemiskinan buatan.

Seperti yang diketahui, kemiskinan yang diakibatkan oleh kondisi badaniah dan mental serta akibat bencana alam, memang harus diterima. Sedangkan kemiskinan buatan bukan berarti seseorang atau masyarakat itu secara sengaja membuat dirinya miskin, tapi lebih disebabkan oleh sikap mental dan struktur dalam masyarakat yang membuat dirinya menjadi miskin.

Kota Medan merupakan salah satu kota yang memiliki jumlah penduduk miskin yang tinggi. Pada tahun 2009, jumlah keluarga miskin di Kota Medan berjumlah 393.147 KK. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2009, jumlah penduduk Kota Medan adalah 2.121.053 orang, yang terdiri atas 1.049.457 laki-laki dan 1.071.596 perempuan. Dibawah ini merupakan tabel angka jumlah penduduk miskin Kota Medan pada akhir tahun 2009.


(22)

Tabel 1.1 Data Kemiskinan per Kecamatan

No Kecamatan Jumlah KK Miskin

1 2

1 Medan Tuntungan 12 893 2 Medan Johor 20 950 3 Medan Amplas 14 735 4 Medan Denai 31 831 5 Medan Area 18 943 6 Medan Kota 15 071 7 Medan Maimun 11 295 8 Medan Polonia 11 044 9 Medan Baru 6 323 10 Medan Selayang 10 575 11 Medan Sunggal 16 966 12 Medan Helvetia 10 432 13 Medan Petisah 16 254 14 Medan Barat 25 281 15 Medan Timur 20 991 16 Medan Perjuangan 16 650 17 Medan Tembung 17 476 18 Medan Deli 24 721 19 Medan Labuhan 32 471 20 Medan Marelan 15 547 21 Medan Belawan 42 698

Kota Medan 393 147

Sumber : BPS Kota Medan dalam angka 2010

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Medan, jumlah penduduk miskin paling banyak bertumpu di Kecamatan Medan Belawan dengan jumlah penduduk sebesar 42 698 KK. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Medan Labuhan sebanyak 32 471 KK.

Langkah-langkah penanggulangan kemiskinan dapat didekati dari dua sisi. Pertama, meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produktivitas. Sisi ini


(23)

memberi peluang dan perlindungan kepada masyarakat miskin yang berkemampuan dalam pengelolaan potensi yang ada untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi , sosial budaya, dan politik; Kedua, mengurangi pengeluaran melalui minimalisasi beban kebutuhan dasar yang kurang perlu seperti tembakau (rokok), dan lainnya dan mempermudah akses untuk pendidikan, kesehatan, dan lainnya yang mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat miskin.

Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama dan cita-cita setiap negara. Tingkat kesejahteraan suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di negara tersebut. Pola konsumsi masyarakat mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut. Konsumsi rumah tangga berbeda-beda antara satu dengan lainnya dikarenakan pendapatan, jumlah tanggungan , jabatan dan kebutuhan yang berbeda-beda pula. Konsumsi rumah tangga yang tinggi namun dapat diseimbangkan dengan pendapatan yang tinggi merupakan suatu kondisi yang wajar, tapi apabila konsumsi yang tinggi dengan pendapatan yang rendah bisa menyebabkan masalah perekonomian yang dapat mengurangi tingkat kesejahteraan di suatu negara.

Setiap orang keluarga mempunyai skala kebutuhan yang dipengaruhi oleh pendapatan. Kondisi pendapatan seseorang akan mempengaruhi tingkat konsumsinya. Makin tinggi pendapatan, makin banyak jumlah barang yang dikonsumsi. Sebaliknya, makin sedikit pendapatan, makin berkurang jumlah barang yang dikonsumsi. Bila


(24)

konsumsi ingin ditingkatkan sedangkan pendapatan tetap, terpaksa tabungan digunakan akibatnya tabungan berkurang.

Secara umum dapat dikatakan bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat adalah bersumber dari jumlah kebutuhan yang tidak terbatas. Biasanya manusia tidak pernah merasa puas dengan mendapatkan benda yang mereka peroleh. Apabila keinginan dan kebutuhan masa lalu telah terpenuhi, maka keinginan-keinginan yang baru akan muncul. Di negara-negara yang miskin hak seperti itu memang lumrah. Konsumsi makanan yang masih rendah dan perumahan yang kurang memadai telah mendorong masyarakat untuk berusaha mencapai taraf hidup yang lebih tinggi. Di negara yang sangat kaya sekalipun, seperti di Jepang dan Amerika Serikat, masyarakat masih mempunyai keinginan untuk mencapai kemakmuran yang lebih tinggi dari yang telah mereka capai pada masa sekarang ini (Sukirno.2008:6).

Berbagai jenis pendapatan akan digunakan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai barang ataupun jasa yang diperlukan. Pada rumah tangga/keluarga miskin yang masih rendah pendapatannya, sebagian besar pendapatan digunakan untuk membeli, makanan, pakaian, dan kebutuhan sehari-hari lainnya.

Suatu hal yang sangat sulit dalam menentukan kriteria miskin bagi masyarakat Indonesia pada umumnya sebagaimana juga yang terjadi di Kota Medan. Dalam hal-hal tertentu masyarakat akan merasa terusik bila dimasukkan dalam katagori miskin, sementara disaat yang lain justru banyak masyarakat yang berada dalam katagori sejahtera yang mendaftarkan diri dalam katagori miskin. Oleh karenanya diperlukan


(25)

suatu pendekatan yang komprehensif untuk menentukan kelompok masyarakat miskin melalui pendekatan pola konsumsi rumah tangga masyarakat di Kota Medan, agar kebijakan-kebijakan pemerintah dalam upaya mengentaskan kemiskinan tepat sasaran.

Berdasarkan uraian diatas penulis mencoba untuk mengetahui pola konsumsi makanan dan non makanan masyarakat miskin di Kota Medan dan memberi judul skripsi: “Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Medan”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar kajian dalam penelitian yang dilakukan adalah : bagaimana pola konsumsi makanan dan non makanan keluarga miskin di Kota Medan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana pola konsumsi makanan dan non makanan keluarga miskin di Kota Medan.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi pihak pemerintah daerah Kota Medan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan tentang kebijakan sehubungan dengan pengentasan kemiskinan di Kota Medan.


(26)

3. Bagi peniliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dan referensi guna penyempurnaan hasil penelitian yang sudah ada.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan

2.1.1 Definisi Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjan. Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan “buatan” terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin.

Kemiskinan dapat didefinisikan dengan dua pendekatan, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diukur dengan suatu standar tertentu, yaitu memenuhi kebutuhan dasar berupa makanan, pakaian dan perumahan. Sedangkan kemiskinan relatif merupakan kemiskinan yang berada di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.


(28)

kultural. Kemiskinan natural (alamiah) adalah kemiskinan karena asalnya memang miskin. Kelompok masyarakat miskin ini karena tidak memiliki sumber daya yang memadai, baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya pembangunan lainnya sehingga mereka tidak dapat ikut serta aktif dalam pembangunan, dan kalaupun ikut dalam pembangunan maka mereka mendapatkan imbalan pendapatan yang amat rendah.

Kemiskinan struktural adalah termasuk dalam kategori kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan struktural ini juga dikenal dengan kemiskinan yang disebabkan karena hasil pembangunan yang diterima masyarakat tidak seimbang. Yang termasuk ke dalam kelompok yang mengalami kemiskinan structural adalah:

1. Petani yang tidak memiliki lahan sendiri

2. Petani yang memiliki lahan sedikit tapi hasilnya tidak cukup untuk menghidupi keluarga

3. Buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih

4. Pengusaha tanpa modal dan fasilitas dari pemerintah

Kemiskinan kultural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup dan budayanya, mereka merasa sudah berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat ini tidak mudah diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mudah melakukan perubahan, menolak mengikuti perubahan dan tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupannya


(29)

sehingga menyebabkan pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang umum dipakai. Dengan ukuran absolut, misalnya tingkat pendapatan minimum, mereka dikatakan miskin. Dalam keadaan semacam ini bermacam tolak ukur kebijaksanaan pembangunan yang tidak mudah menjangkau mereka.

Kemiskinan dapat pula bersifat mutlak atau nisbi. Kemiskinan mutlak adalah apabila orang miskin tidak dapat mencukupi kebutuhan fisiknya seperti pangan, pakaian dan rumah. Kemiskinan yang bersifat nisbi yaitu relative terhadap orang yang lebih mampu. Kemiskinan nisbi berkaitan dengan kesenjangan di negara sedang berkembang banyak terdapat kemiskinan mutlak banyak orang yang benar-benar kelaparan seperti di Sudan, Ethiopia, Somalia dan lain-lain. Sedangkan di negara maju ada juga kemiskinan mutlak tapi sebagian besar adalah kemiskinan nisbi. Khusus di Indonesia terdapat kedua jenis kemiskina tersebut yaitu kemiskinan mutlak dan kemiskinan nisbi.

2.1.2 Pembangunan dan Kemiskinan

Pembangunan berhubungan erat dengan masalah kemiskinan sebab tujuan utama pembangunan adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat atau pemerataan kesejahteraan. Dengan kata lain, pembanguna bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan.

Masalah pokok yang dihadapi oleh pedesaan di Indonesia adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Keadaan ini ditandai oleh:


(30)

2. Terdapatnya kesenjangan antara golongan kaya dan miskin dalam usaha-usaha pembangunan sehingga disinyalir kondisi-kondisi tersebut kurang menguntungkan dalam mempercepat laju pertumbuhan.

Angka kemiskinan di Indonesia bagaikan timbul tenggelam. Sebentar naik, sebentar turun. Jumlah penduduk miskin bahkan sempat melonjak sangat tajam, gara-gara kenaikan harga BBM yang keterlaluan besarnya pada bulan Oktober 2005, yang dilakukan pemerintah hanya demi menyelamatkan anggaran pemerintah pusat dari cengkeraman defisit yang terlalu besar. Bahwa subsidi memang harus dipangkas, apalagi penikmat utamanya justru orang-orang yang tidak memerlukan subsidi, itu memang benar ; namun pelaksanaannya tentunya perlu dikemas secara bertahap karena berapa pun kenaikan BBM akan segera disusul oleh lonjakan berbagai bahan kebutuhan pokok, terlepas dari apakah harga-harga itu secara ekonomis harus disesuaikan atau tidak (harga selalu naik karena pengusaha mana yang mau melewatkan kesempatan keuntungan sebanyak-banyaknya?) (Basri.2009:55).

Kemiskinan yang terjadi di Indonesia pada umumnya melanda penduduk yang tinggal dipedesaan. Hal ini tidak dapat dipungkiri mengingat sebagian besar penduduk Indonesia tinggal dipedesaan. Salah satu golongan miskin dipedesaan adalah mereka yang termasuk kategori petani kecil yang bertempat tinggal di daerah terisolasi dengan kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kurang menguntungkan.


(31)

Di negara-negara miskin, perhatian utama terfokus pada dilema antar pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Keduanya sama-sama penting, namun hampir selalu sangat sulit diwujudkan secara bersamaan.

Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang lebih tinggi, dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Namun, yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana caranya memacu pertumbuhan, tetapi siapa yang menikmati hasil-hasilnya. Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan kini merupakan masalah pokok dalam pembangunan dan sasaran utama kebijakan pembangunan di suatu negara. Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yaitu :

1. Ukuran distribusi 2. Distribusi “fungsional”

Keadaan ekonomi orang miskin tidak cukup baik, dan enak tetapi cukup untuk hidup dan reproduksi, jadi makin miskin seseorang secara teoritis makin besar peranan sektor subsisten. Sedangkan seperti diketahui makin miskin atau rendah pendapatan seseorang makin besar yang dipergunakan untuk makan dan makin kecil yang dipergunakan untuk kepentingan lain yang tidak penting.

Kemiskinan penduduk ditinjau dari segi sosial dan ekonomi kondisinya sangat rendah termasuk penyediaan air dan listrik beserta prasarana yang minim. Penduduk


(32)

yang tinggal di pedesaan itu kebanyakan berpendidikan rendah, berstatus rendah, dan mempunyai struktur keluarga yang tidak menguntungkan.

2.1.3 Konsep Ukuran Kemiskinan

Banyaknya defenisi tentang kemiskinan menyebabkan sulitnya menentukan ukuran kemiskinan karena tingkat tersebuut berbeda dari satu negara ke negara lain, dari satu daerah ke daerah lainnya dalam negara yang sama. Oleh karena itu para ahli ekonomi cenderung membuat perkiraan-perkiraan yang serba konservatif atau sederhana tentang kemiskinan dunia dalam rangka menghindari perkiraan-perkiraan yang berlebihan. Adapun perkiraan itu sendiri didasarkan pada metodologi umum yang sudah popular dengan sebutan garis kemiskinan (poverty line). Garis kemiskinan pada dasarnya adalah standar minimum yang diperlukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, termasuk jenis pangan dan non pangan.

Bank dunia menggambarkan “sangat miskin” sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari US $1 perhari dan “miskin” dengan pendapatan kurang dari US $2 perhari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia masih disebut miskin pada tahun 2001. Untuk Indonesia Bank Dunia mengikuti ukuran gari kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yakni kebutuhan makanan minimum 2100 kalori per orang setiap hari.

2.1.4 Karakteristik Ekonomi Kelompok Penduduk Miskin

Perpaduan tingkat pendapatan per kapita yang rendah dan distribusi yang sangat tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Jika


(33)

distribusi pendapatannya konstan, semakin tinggi pendapatan perkapita yang ada maka akan semakin rendah jumlah kemiskinan absolut.

Akan tetapi sebagaimana telah diungkapkan, tingginya tingkat pendapatan per kapita tidak menjamin lebih rendahnya tingkat kemiskinan absolut. Pemahaman terhadap kadar dan jangkauan distribusi pendapatan merupakan landasan dasar bagi setiap analisis massalah kemiskinan dinegara-negara yang berpendapatan rendah, didasarkan pada :

1. Kemiskinan di pedesaan 2. Kaum wanita dan kemiskinan

3. Etnik minoritas, penduduk pribumi, dan kemiskinan

Pemerintah Indonesia juga telah berusaha untuk mengurangi kemiskinan dan memeratakan pendapatan ini, dengan memulai delapan jalur pemerataan, yaitu : 1. pemerataan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat banyak khususnya pangan,

sandang, dan perumahan.

2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. 3. Pemerataan pembagian pendapatan.

4. Pemerataan kesempatan kerja. 5. Pemerataan kesempatan berusaha.

6. Pemerataan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan wanita.


(34)

8. Pemerataan memperoleh keadilan.

Dalam hal ini, karakteristik masyarakat miskin secara umum ditandai oleh ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam hal:

1. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan.

2. Melakukan kegiatan usaha produkrif

3. Menjangkau akses sumber daya social ekonomi

4. Menentukan nasibnya sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan serta sikap apatis dan fatalistic. 5. Membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa

mempunyai martabat dan harga diri yang rendah.

Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan ini menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha meningkatkan pendapatan dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat. Indikator nasional dalam menentukan jumlah penduduk yang dikategorikan miskin ditentukan oleh standar garis kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS), dengan cara menetapkan nilai standar kebutuhan minimum. Baik berupa kebutuhan makanan dan non makanan yang harus dipenuhi seseorang untuk hidup layak. Penetapan nilai standar inilah yang digunakan untuk membedakan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Indikator kemiskinan lainnya adalah:


(35)

1. Angka buta huruf (dewasa) adalah proporsi seluruh penduduk berusia 1 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya.

2. Penolong persalinan oleh tenaga tradisional

3. Penduduk tanpa akses air bersih adalah proporsi penduduk yang tidak mempunyai akses air bersiih. Yang termasuk air bersih adalah air kemasan, air leding atau PAM, pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung dengan jarak ke tempat penampungan > 10 meter.

4. Penduduk tanpa akses sanitasi adalah proporsi penduduk yang menggunakan jamban umum atau lainnya sebagai tempat buang air besar.

5. Angka kesakitan adalah proporsi penduduk yang mempunyai gangguan kesehatan sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari

6. Angka pengangguran adalah proporsi penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan dan sudah punya pekerjaan namun belum mulai bekerja.

2.1.5 Penyebab Kemiskinan

Emil Salim (1984) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :

1. Policy induces processes, yaitu proses kemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah


(36)

2. Socio economic Dualism, yaitu negara ekskoloni yang mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marginal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.

3. Population Growth, yaitu perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung.

4. Resources Management and The Environment, yaitu adanya unsur misalnya manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

5. Natural Cycles and Processes, yaitu kemiskinan yang terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal di lahan kritis dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal terus-menerus.

6. The Marginalization of Woman, yaitu peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja diberikan lebih rendah dari laki-laki.

7. Cultural and Ethnic Factors, yaitu bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat-istiadat yang konsumtif saat upacara adat-istiadat keagamaan.


(37)

8. Explotative Intermediation, yaitu keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir (lintah darat).

9. Internal Political Fragmentation and Civil Stratfe, yaitu suatu kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya yang kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.

10.International Processes, yaitu bekerjanya sistem-sistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin.

2.1.6 Pengertian Keluarga Miskin

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain.

Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk


(38)

kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan ha-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

Keluarga miskin adalah pelaku yang berperan sepenuhnya untuk menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Ada tiga potensi yang perlu diamati dari keluarga miskin yaitu :

1. Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, contohnya dapat dilihat dari aspek pengeluaran keluarga, kemampuan menjangkau tingkat pendidikan dasar formal yang ditamatkan, dan kemampuan menjangkau perlindungan dasar.

2. Kemampuan dalam melakukan peran sosial akan dilihat dari kegiatan utama dalaam mencari nafkah, peran dalam bidang pendidikan, peran dalam bidang perlindungan, dan peran dalam bidang kemasyarakatan.

3. Kemampuan dalam menghadapi permasalahan, dapat dilihat dari upaya yang dilakukan sebuah keluarga untuk mempertahankan diri dari tekanan ekonomi dan non ekonomi.

Kemiskinan merupakan masalah yang ditandai oleh berbagai hal antara lain rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, tebatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehaatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan.


(39)

Badan Pusat Statistik menggunakan 14 kriteria untuk mengasumsikan kemiskinan, yaitu :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari delapan meter persegi. 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10.Hanya sanggup makan satu/ dua kali dalam sehari.

11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik. 12.Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga hanya tamat SD.

13.Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani, atau buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lain dengan pendapatan dibawah Rp 600.000,- per bulan


(40)

14.Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000,- seperti sepeda motor baik kredit atau non kredit, emas, ternak dan barang modal lain.

2.1.8 Strategi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan

Dalam upaya pengentasan kemiskinan ada dua strategi utama yang ditempuh, yaitu:

1. Melakukan berbagai upaya dengan tujuan untuk melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara akibat dampak negatif krisis ekonomi.

2. Melakukan berbagai upaya untuk membantu masyaarakat yang mengalami kemiskinan struktural, memberdayakan mereka agar mempunyai kemampuan yang tinggi untuk melakukan usaha dan mencegah terjadinya kemiskinan baru.

Untuk melindungi keluarga dan kelompok masyarakat miskin dari dampak krisis ekonomi dalam jangka pendek dilaksanakan program jaring pengamanan sosial yang meliputi ketahanan pangan dan proteksi social berupa perlindungan terhadap kesehatan dan pendidikan masyarakat serta penciptaan lapangan kerja. Program jaring pengamanan sosial tersebut dilaksanakan dengan pertimbangan beberapa hal: 1. Penentuan sasaran yang tepat dan efektif

2. Penerapan pola pemberian bantuan yang cepat dan langsung kepada masyarakat 3. Keterbukaan


(41)

5. Berkesinambungan

Dalam jangka panjang perlu dikembangkan system jaminan social bagi kelompok masyarakat yang rentan terhadap krisis dan pelayanan bagi orang jompo, penderita cacat, yatim piatu dan kelompok masyarakat lain yang memerlukan. System jaminan sosial menekankan pada kemampuan kelompok masyarakat dalam menyisihkan sebagain dari penghasilan melalui mekanisme tabungan kelompok. Kebijakan ini bersifat khusus dan dilaksanakan secara selektif dengan memperhatikan akar budaya masyarakat setempat.

Dalam upaya mengatasi kemiskinan yang bersifat kronis, kebijakan yang ditempuh adalah:

1. Kebijakan pengentasan hanya berjalan baik dan efektif apabila ada suasana tenteram dan stabil.

2. Kebijakan pengentasan kemiskinan harus dikaitkan dengan kebijakan ekonomi makro yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

3. Kebijakan pengentasan kemiskinan hanya akan dapat berjalan efektif apabila pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan.

4. Kebijakan pengentasan kemiskinan harus merupakan upaya yang bertahap terus menerus dan terpadu yang didasrkan pada kemandirian yaitu kemampuan penduduk miskin untuk menolong diri mereka sendiri


(42)

menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih besar dari suatukegiatan usaha produktif.

Berbagai kebijakan pengentasan kemiskinan tersebut harus dilaksanakan dengan prinsip ddesentralisasi, yaitu mendelegasikan proses pengembalian keputusan. Tanggung jawab dan kewenangan sedekat mungkin dengan kelompok sasaran. Pemerintah daerah berperan untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi semua kegiatan pengentasan kemiskinan didaerahnya. Selain itu, kebijakan pengentasan kemiskinan harus pula memberikan kepercayaan kepada masyarakat baik keluarga dan kelompok masyarakat miskin, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan perguruan tinggi. Keterlibatan pemerintah pusat terletak pada pengembangan sistem informasi yang didasarkan pada data dasar yang lengkap, akurat dan mutakhir mengenai kondisi penduduk miskin.

2.2 Konsumsi

2.2.1 Defenisi Konsumsi

Dalam ilmu ekonomi, pengertian konsumsi lebih luas dari pada pengertian konsumsi dalam percakapan sehari-hari. Dalam percakapan sehari-hari konsumsi hanya dimaksudkan sebagai hal yang berkaitan dengan makanan dan minuman. Dalam ilmu ekonomi, semua barang dan jasa yang digunakan oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhannya disebut pengeluaran konsumsi. Dikonsumsi artinya digunakan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan.


(43)

Manusia sebagai makhluk individu dan sosial mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas, baik dalam jumlah maupun jenisnya. Untuk memperoleh berbagai kebutuhan tersebut seseorang memerlukan pengeluaran untuk konsumsi. Dari semua pengeluaran yang dilakukan tersebut sekurang-kurangnya dapat memenuhi tingkat kebutuhan minimum yang diperlukan.

Salah satu tujuan ekonomi adalah untuk menjelaskan dasar-dasar prilaku konsumen. Pendalaman tentang hukum permintaan dan mengetahui bahwa orang cenderung membeli lebih banyak barang, apabila harga barang itu rendah, begitu sebaliknya. Dasar pemikirannya tentang prilaku konsumen bahwa orang cenderung memilih barang dan jasa yang nilai kegunaannya paling tinggi.

Konsumen akan memilih barang kebutuhan pokok untuk dikonsumsikan, dengan mempertimbangkan nilai guna dari barang tersebut. Keterbatasan anggaran pendapatan yang diterima oleh masyarakat menyebabkan masyarakat harus menunda untuk mengkonsumsi barang-barang yang mempunyai nilai guna tinggi.

Individu meminta suatu komoditi tertentu karena kepuasan yang diterima dari mengkonsumsi suatu barang. Sampai pada titik tertentu, semakin banyak unit komoditi yang dikonsumsi individu tersebut per unit waktu, akan semakin besar utiliti total yang akan diterima. Apabila harga meningkat dan pendapatan nominal tetap, maka pendapatan riil akan menurun, maka konsumen akan mengurangi pembelian hampir semua jenis barang.


(44)

Sukirno (2000:337) mendefinisikan konsumsi sebagai pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barang-barang dan jasa-jasa akhir dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pekerjaan tersebut.

Kebutuhan dasar atau basic needs merupakan kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia, baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu maupun keperluan pelayanan sosial. Menurut Samir Ridwan (House Hold Survey for Basic Need, 1978:198), keperluan minimum dari seorang individu atau rumah tangga adalah:

1. Makanan 5.Pendidikan 2. Pakaian 6.Air dan Sanitas 3. Perumahan 7.Transportasi 4. Kesehatan 8.Partisipasi

Sedangkan menurut Thee Kian Wie (Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan 1981:26) menyebutkan bahwa kebutuhan pokok sebagai suatu paket barang dan jasa oleh masyarakat dianggap perlu tersedia bagi setiap orang. Kebutuhan ini merupakan tingkat minimum yang dinikmati oleh seseorang. Pendekatan model kebutuhan dasar ini memandang bahwa dalam pembangunan yang bertujuan memenuhi kebutuhan dasar, partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan. Partisipasi ini tertutama didalam pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan penduduk. Artinya kebutuhan apa yang dibutuhkan masyarakat dan berapa jumlahnya hendaknya berdasarkan atau ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.


(45)

2.2.2 Pengertian Tingkat Konsumsi

Tingkat konsumsi merupakan ukuran yang digunakan untuk melihat tinggi atau rendahnya permintaan seseorang terhadap barang atau jasa tertentu. Tingkat konsumsi akan sangat berpengaruh terhadap pola dan gaya hidup konsumen. Tingkat konsumsi biasanya disesuaikan dengan pendapatan, harga produk dan tingkat kebutuhannya.

Tingkat konsumsi seorang dengan yang lain adalah berbeda. Karena adanya perbedaan ini, maka cara dan besarnya konsumsi seorang dengan yang lain akan berbeda. Tingkat konsumsi dapat juga dijadikan sebagai tolak ukur seseorang untuk menilai kekayaan atau kesejahteraan.

Jika semakin sering seseorang mengkonsumsi barang atau jasa dengan harga dan merek tertentu, maka kemampuan dan daya belinya tinggi, jika daya beli tinggi itu artinya tingakt pendapatan juga tinggi. Tingkat pendapatan yang tinggi adalah indikator sesorang untuk menghitung atau mengukur kesejahteraan.

2.2.3 Pengertian Pola Konsumsi

Pola konsumsi merupakan salah satu faktor intern yang mempengaruhi tingkat konsumsi. Pola konsumsi merupakan suatu bentuk kegiatan dalam kehidupan manusia di dunia yang dinyatakan dalam aktivitas, minat dan pendapat/opini seseorang. Secara sederhana gaya hidup digunakan untuk menggambarkan seseorang, sekelompok orang yang saling berinteraksi.


(46)

Pola konsumsi secara sederhana didefenisikan sebagai bagaimana seseorang hidup , termasuk bagaimana seseorang menggunakan uangnya, bagaimana ia mengalokasikan waktunya.

Pola konsumsi juga sebagai bentuk dari aktivitas, minat dan pendapat konsumen yang konsisten dengan kebutuhan dan nilai-nilai yang dianutnya. Hal ini merupakan alat pemasar yang efektif untuk segmentasi. Jadi, pola konsumsi juga merupakan kecenderungan konsumen dalam berperilaku di pasar dan didalam merespon usaha – usaha pemasaran yang dapat diprediksi.

Pola konsumsi adalah ekspresi keluar dari nilai – nilai dan kebutuhan – kebutuhan konsumsi. Dalam menggambarkan pola konsumsi, dapat dilihat bagaimana mereka hidup dan mengekpresikan nilai – nilai yang dianutnya untuk memuaskan kebutuhannya.

Pola konsumsi menunjukkan bagaimana seseorang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnya dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka.

Pola konsumsi dapat berubah, akan tetapi perubahan ini bukan disebabkan oleh berubahnya kebutuhan. Kebutuhan pada umumnya tetap seumur hidup, setelah sebelumnya dibentuk dimasa kecil. Perubahan ini bisa terjadi karena nilai – nilai yang dianut konsumen yang berubah akibat pengaruh lingkungan.


(47)

2.2.4 Pola Pengeluaran Konsumsi

2.2.4.1 Pengertian Pola Pengeluaran Konsumsi

Pola pengeluaran konsumsi adalah jumlah persentase dari distribusi pendapatan terhadap masing-masing pengeluaran pangan, sandang, perumahan, jasa-jasa, rekreasi dan hiburan.

Pengeluaran konsumsi adalah semua pengeluaran antara lain pengeluaran untuk makanan, minuman, pakaian, upacara, barang-barang tahan lama dan lain-lain yang dilakukan oleh setiap anggota rumah tangga baik di dalam maupun diluar rumah, baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga. Pengeluaran untuk keperluan usaha rumah tangga seperti beras dan gula yang digunakan untuk membuat bahan makanan untuk kemudian dijual tidak dimasukkan sebagai konsumsi. Konsumsi berasal dari barang-barang yang dihasilkan sendiri dinilai dan dimasukkan sebagai pengeluaran untuk konsumsi (BPS, 2010 : 10).

Kebutuhan pokok sebagai kebutuhan esensial sedapat mungkin harus dipenuhi oleh suatu rumah tangga supaya mereka bias hidup secara wajar. Kebutuhan esensial ini antara lain:

1. Makanan 6.Partisipasi 2. Pakaian 7.Transportasi 3. Perumahan 8.Perawatan Pribadi


(48)

5. Pendidikan

Alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat secara garis besar dapt digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan dan penegluaran bukan untuk makanan.

2.2.4.2Jenis-jenis Pengeluaran Konsumsi

1. Pengeluaran makanan, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk makanan dan minuman termasuk minuman ringan dan minuman beralkohol, serta tembakau dan sirih.

2. Pengeluaran sandang, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk pakaian, sarung dan termasuk keperluan-keperluan untuk kaki.

3. Pengeluaran perumahan, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk peralatan rumah tangga, perbaikan rumah, bahan bakar termasuk arang, kayu api, penerangan, air, serta pajak bumi dan bangunan.

4. Pengeluaran jasa-jasa, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan dan hokum.

5. Pengeluaran hiburan dan rekreasi, adalah pengeluaran untuk transportasi perjalanan, alat-alat hiburan.

6. Pengeluaran rupa-rupa, adalah pengeluaran untuk alat-alat kecantikan termasuk odol, sabun dal lain-lain.

Dari enam pengeluaran di atas, kemudian dibagi lagi atas tiga jenis pengeluaran yaitu:


(49)

1. Pengeluaran pangan

Adalah pengeluaran untuk makanan dan minuman. BPS dalam Survey Ekonomi Sosial Nasional (SUSENAS, 2010), mengukur untuk pengeluaran bahan makanan dengan 12 jenis bahan makanan yang dikonsumsi secara umum oleh keluarga. Keduabelas pengeluaran untuk bahan makanan tersebut adalah beras dan padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, makanan jadi, minuman dan bahan makanan lainnya seperti bumbu-bumbu.

2. Pengeluaran non pangan

Kesejahteraan manusia tidak hanya dapat dipenuhi dengan kebutuhan makanan saja, tetapi perlu dilengkapi dengan pemenuhan kebutuhan lainnya seperti kebutuhan akan bahan bakaar, pakaian, kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi, pemeliharaan badan dan lain-lain. Kebutuhan tersebut dikelompokkan dalam suatu kelompok non makanan.

3. Pengeluaran total

Adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk bahan makanan dan bukan makanan.

Menurut Gerardo P.Sicat (1991:180), factor-faktor yang menentukan komposisi konsumsi adalah:


(50)

3. Jumlah anggota keluarga 4. Tingkat usia

5. Distribusi pendapatan

6. Faktor-faktor non ekonomi lainnya seperti selera, budaya dan teknologi

Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makro ekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatannya yang dibelanjakan. Apabila pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu Negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat Negara yang bersangkutan. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Semakin besar pendapatan semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut hasrat marginal untuk berkonsumsi (Marginal Propensity to Consume, MPC). Jika mereka memperoleh tambahan pendapatan, maka sebagian besar pendapatan itu akan teralokasikan untuk konsumsi. Hal sebaliknya berlaku pada masyarakat yang kehidupan ekonominya sudah relative lebih mapan.

Perbedaan antara masyarakat yang sudah mapan dengan yang belum mapan, antara Negara maju dengan Negara berkembang bukan hanya terletak dalam atau dicerminkan oleh perbandingan relative besar kecilnya angka MPC dan MPS, akan tetapi juga dalam pola konsumsi itu sendiri. Pola konsumsi masyarakat yang belum mapan biasanya lebih didominasi oleh konsumsi kebutuhan-kebutuhan pokok atau primer. Sedangkan pengeluaran konsumsi masyarakat yang sudah mapan cenderung


(51)

lebih banyak teralokasikan ke kebutuhan sekunder atau bahkan kebutuhan tertier. (Dumairi, 1997 : 114).

2.2.4.3 Hubungan Pendapatan dengan Pengeluaran Konsumsi

Pada dasarnya pendapatan rumah tangga ditujukan untuk pengeluaran konsumsi dan tabungan. Pengeluaran konsumsi adalah pengeluaran rumah tangga untuk membeli barang dan jasa akhir yang dibutuhkan seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, pengobatan, mobil dan barang-barang keperluan pokok lainnya. Sedangkan pengeluaran untuk tabungan adalah bagian dari pendapatan yang dikurangi dengan pengeluaran untuk konsumsi. Jadi ada hubungan yang erat antara pendapatan dengan konsumsi dan tabungan. Hubungan antara pendapatan disposable dengan konsumsi terlihat pada gambar dibawah.


(52)

Konsumsi (C)

(Rp.000)

16 scale line 15 saving

14 F fungsi konsuumsi 13 D E

12 B C

11 A konsumsi 10 45º

0 10 11 12 13 14 15 16 Pendapatan disposable (Rp.000)

Gambar 2.1 Fungsi Konsumsi

Pada gambar 2.1 diatas, pendapatan disposable (Yd) rumah tangga digambarkan pada sumbu datar, sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga (C) digambarkan pada sumbu tegak. Dengan demikian setiap kombinasi pendapatan dan konsumsi akan tergambar berupa titik-titik, yaitu titik A, titik B, titik C, titik D, titik E dan titik F. Dengan menarik satu garis yang menghubungkan setap titik tersebut akan terbentuk suatu kurva yang dinamakan fungsi konsumsi.


(53)

Da lurus yang disebut Sc

apakah pen dari pada disepanjan maupun te ini pengelu Sel dengan pen konsumsi pendapatan Consume biaya marg produk. K tingkat kon konsumsi s

MP Pen

lam gamba g ditarik da

cale line. Ga ngeluaran k

pendapatan ng garis ini erhadap sum uaran konsu lajutnya unt ngeluaran k terhadap pe n disposabl (MPC). Isti ginal yang b Kecenderung nsumsi yan sebagai akib

PC= ndapatan di

ar ini yang ari titik 0 y aris ini ada konsumsi rum

n disposable i akan me mbu tegakny umsi akan se tuk menget konsumsi ad endapatan in

e rumah tan ilah margin berarti tamb gan mengk ng diinginka bat adanya t

isposable ju

perlu kita yang memb lah garis pe mah tangga e. Kita dapa

mpunyai ja ya. Jadi seti elalu sama d tahui sigat dalah dengan

ntensitas pe ngga dalam nal dalam il

bahan biaya konsumsi d an. Jadi, MP

tambahan ya uga berhubu perhatikan bentuk sudu embantu ya sama denga at mengetah arak yang iap titik ma dengan pend hubungan a n melihat be engeluaran k m hal ini dis lmu ekonom a untuk mem dalam makr

PC adalah t ang diterima

ungan deng

adalah gar ut 45º dari ang penting an, lebih be hui bahwa sama terha anapun di se

dapatan disp antara pend esarnya inte konsumsi a sebut Marg

mi berate ta mproduksi s ro ekonomi tambahan ju a rumah tan

gan tabunga

ris 45º, yait sumbu dat untuk men sar atau leb setiap titik adap sumbu epanjang ga posable (Yd dapatan disp ensitas peng kibat pertam ginal Propen

ambahan, m satu unit tam

i mengung umlah peng ngga atau: an, berikut tu garis tar atau ngetahui ih kecil berada u datar aris 45º d = C).

posable geluaran mbahan nsity to misalnya mbahan gkapkan geluaran adalah


(54)

Tabel 2.1

Tabungan dan Konsumsi Rumah Tangga

Pendapatan Pengeluaran MPC Tabungan MPS Disposable Konsumsi (Rp)

(Rp) (Rp)

(1) (2) (3) (4) (5)

A 11.000 11.200 0,80 - 200 0,20 B 12.000 12.000 0,75 0 0,25 C 13.000 12.750 0,60 + 250 0,40 D 14.000 13.350 0,40 + 650 0,60 E 15.000 13.750 0,25 + 1.250 0,75 F 16.000 14.000 + 2.000

Dari tabel 2.1 diatas memperlihatkan pengeluaran konsumsi rumah tangga (kolom 2) yang semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan disposable (kolom 1). Kemudian pada kolom 3 ditunjukkan cara menghitung kecenderungan konsumsi marginal atau MPC. Dari angka MPC ini dapat diketahui bahwa rumag tangga yang berpendapatan rendah (miskin) umumnya mempunyai tingkat kecenderungan mengkonsumsi yang lebih besar terhadap total pendapatannya, dan tidak jarang mereka harus berhutang untuk membiayai kekurangan anggaran


(55)

konsumsinya. Sedangkan rumah tangga yang berpendapatan relative tinggi (kaya) umumnya mempunyai tingkat kecenderungan konsumsi yang lebih kecil, karena semua kebutuhan pokoknya telah terpenuhi sehingga mereka mempunyai kelebihan uang untuk ditabung.

2.2.4.4 Fungsi Konsumsi

Tarmizi dan Hakim 1997:41, konsumsi adalah bagian dari pendapatan yang digunakan untuk membeli barang konsumsi, dengan demikian semakin besar pendapatan maka relative jumlah konsumsi cenderung semakin besar, atau

C = f(Yd) Dimana:

C = Nilai konsumsi aggregative Y = Pendapatan Disposable

Berdasarkan fungsi konsumsi tersebut dapat dibuat beberapa kemungkinan hubungan antara besarnya konsumsi dengan besarnya pendapatan. Demikian pula berapa besar bagian dari pendapatan tertentu yang dapat digunakan untuk konsumsi, hal ini disebut dengan Propensity to Consume.

Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Jhon Maynard Keynes dalam bukunya The General Theory Interest, Money and Employment tahun 1936. Teori konsumsi Keynes ini dikenal sebagai Absolut Income Hypothesis yang berarti bahwa besar kecilnya konsumsi pada suatu waktu ditentukan oleh nilai absolute dari


(56)

waktu yang bersangkutan. Dalam hal ini, pola tingkah lakunya adalah nilai konsumsi meningkat sejalan dengan pertambahan pendapatan dan sebaliknya.

Perkembangan teori konsumsi Keynes memasukkan beberapa factor penentu lainnya, antara lain James Duessenberry yang mempunyai dua anggapan atau asumsi utama, yaitu:

1. Tingkat konsumsi adalah bersifat interdependent terhadap tingkat pendapatan tinggi atau kebiasaan yang terjadi sebelumnya. Tingkat pendapatan yang akan mempengaruhi jumlah konsumsi adalah nilai pendapatan relative terhadap tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dimiliki sebelumnya. Oleh karena itu, teori konsumsi Duessenberry ini dikenal dengan nama Relatif Income Hypothesis. 2. Tingkat konsumsi bersifat irreversible, artinya apa yang terjadi pada waktu

pendapatan nilai tidak akan selalu merupakan kebalikannya apabila terjadi pendapatan turun.

Sedangkan Milton friedman mengembangkan teori konsumsi yang disebut

Permanent Income Hypothesis yang membedakan pembahan konsumsi antara

Measured Income dengan Permanent Income. Measured Income adalah pendapatan yang diterima pada suatu waktu tertentu. Sedangkan Permanent Income adalah pendapatan yang diramalkan konsumen yang dapat diterima dimasa mendatang

(Expected Income). Friedman mengatakan bahwa Permanent Income lebih besar


(57)

Perkembangan teori konsumsi berikutnya yang muncul tahun 1963 dikemukanan oleh A.Ando dan franco Modigliani dalam Life Cycle Hypothesis. Dalam teori ini sumber daya yang dimiliki oleh konsumen dalam hidupnya (Life Time Resources) dipandang sebagai faktor yang sangat penting. Oleh karena itu, menurut kedua para ahli tersebut faktor penentu tingkat konsumsi aggregative adalah:

1. Sumber daya yang dimiliki oleh konsumen

2. Tingkat pengembalian modal (Rate of Return on capital) 3. Umur konsumen

Dalam teori ini dianggap bahwa konsumen dalam menetukan konsumsinya memperhitungkan seluruh sumber daya yang dimilinya sehingga tingkat kepuasan maksimum dapat diperolehnya. Dengan demikian tingkat konsumsi aggregative bukan hanya ditentukan oleh jumlah pendapatan yang diterima pada suatu waktu, tetapi oleh nilai kekayaan yang dimilikinya juga (Syahrir Hakim, 1997:22).

             


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah-langkah sistematik atau prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Adapun bentuk dari metode penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, yakni mengamati dan meneliti tentang pola konsumsi makanan dan non makanan keluarga miskin di Kota Medan.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk menganalisis pola konsumsi makanan dan non makanan keluarga miskin di Kota Medan. Objek penelitian ini ditujukan kepada seluruh keluarga miskin di Kota Medan. Ruang lingkup penelitian adalah pola konsumsi makanan dan non makanan.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama sebagai responden, yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan atau kuisioner kepada bapak/ibu di Kota Medan.


(59)

2. Data se bahan-dan ber 3.4 Metod Pop penelitian Prof.Sayog penghasila tiap tahun adalah 393 Dimana: N = Jum n = Jum e = Perse

ma Dari rumu n = ekunder me -bahan kepu rhubungan d de Pengamb pulasi men ini yang m gyo dalam an kurang d n tiap jiwa.

3.147 KK. Ju

mlah populas mlah sampel

n kelonggar asih dapat di s di atas dip

= 99,99 erupakan da ustakaan, si dengan pen bilan Samp ncakup kes menjadi popu hal ini me ari 320 Kg Jumlah po umlah samp si l ran ketidakt itolerir atau peroleh:

ata yang dip itus internet elitian ini. el seluruhan ulasi adalah embedakan beras di de opulasi selu pel ditentuk

telitian kare diinginkan,

peroleh dari t serta baca

individual/o h semua kelu desa dan esa dan kura uruh masyar an dengan r

na kesalaha , misalnya 5

i Badan Pus aan lainnya

objek yang uarga miski kota, diseb ang dari 480

rakat miski rumus Slovi

an pengambi 5% atau 10%

sat Statistik yang mend

g diteliti. in di Kota M but miskin

0 Kg beras in di Kota in, sebagai b

ilan sampel % (BPS), dukung Dalam Medan. apabila di kota Medan berikut: yang


(60)

dari populasi. Sehingga jumlah sampel seluruhnya sebanyak 100 responden. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode random sampling berdasarkan proporsi wilayah, yang penduduknya lebih dari 100.000 jiwa. Pembagian wilayah berdasarkan Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Timur, Medan Tembung, Medan Deli, Medan Labuhan dan Medan Marelan.

Tabel 3.1

Pembagian Populasi dan Sampel Menurut Kecamatan di Kota Medan

No Kecamatan

Populasi/ Total

Sampel Kecamatan Populasi

1 Medan Deli 150 076 1 268 966 8 2 Medan Helvetia 145 376 1 268 966 9 3 Medan Tembung 141 786 1 268 966 9 4 Medan Denai 139 939 1 268 966 9 5 Medan Marelan 126 619 1 268 966 10 6 Medan Johor 116 220 1 268 966 11 7 Medan Amplas 115 156 1 268 966 11 8 Medan Timur 113 874 1 268 966 11 9 Medan Sunggal 110 667 1 268 966 11 10 Medan Area 109 253 1 268 966 11

Jumlah 1 268 966 1 268 966 100

Sumber: BPS Kota Medan dalam angka 2010

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan:

1. Observasi adalah dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti. Dalam hal ini adalah masyarakat miskin di Kota Medan.


(61)

2. Wawancara adalah pengumpulan data dengan survey dan menanyakan secara langsung kepada responden untuk memperjelas hasil jawaban dari kuesioner yang telah diisi oleh responden.

3. Studi pustaka adalah pengumpulan data sekunder dengan mengumpulkan informasi yang diperoleh dari buku-buku yang terkait, jurnal, website dan artikel.

3.6 Metode Analisis Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, ataupun peristiwa pada masa sekarang. Penulis mengolah data dengan menggunakan tabulasi data dengan Microsoft Word, tabel dan persentase.


(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Medan 4.1.1 Lokasi dan Letak Geografis Kota Medan

Kota Medan adalah salah satu Ibu kota propinsi yang terbesar penduduknya di Indonesia. Kota Medan terletak antara 2º.27’ – 2º.47’ Lintang Utara, 98º.35’ – 98º.44’ Bujur Timur. Secara geografis, luas acara Kota Medan adalah26.510 Ha (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara, dan berada pada ketinggian antara 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut, dengan topografi datar. Suhu udara pertahun berkisar antara 27ºC - 29ºC dari luas wilayah keseluruhan Kota Medan, dimana 9.225 Ha untuk pemukiman, 1.862 Ha untuk sektor jasa, 740 Ha untuk dicadangkan bagi penetapan lokasi perusahaan dan industri. Sisanya seluas 14.693 Ha merupakan areal non-urban, dan 7.000 Ha diantaranya akan dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan untuk sektor pertanian tanaman pangan.

Posisi dan letak Kota Medan berada di dataran pantai Timur Sumatera Utara, di antara Selat Malaka dan jajaran pegunungan vulkanis yang membujur dari Barat Laut sampai wilayah Tenggara ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut, dengan kelembaban dan curah hujan yang relatif tinggi. Wilayah Kota Medan dibagi menjadi 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Secara geografis letak Kotamadya Medan dibatasi oleh :


(63)

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kotamadya Binjai.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang.

4.2Kependudukan

4.2.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Jumlah Penduduk, Luas Kecamatan, Kepadatan Penduduk per Km dirinci menurut Kecamatan di Kota Medan pada tahun 2009. Kota Medan dihuni oleh 2.121.053 orang penduduk dimana penduduk terbanyak berada di Kecamatan Medan Deli yakni sebanyak 150.076 orang. Jumlah penduduk terkecil di Kecamatan Medan Baru yakni sebanyak 44.216 orang. Bila dibandingkan antara jumlah penduduk serta luas wilayahnya, maka Kecamatan Medan Perjuangan merupakan Kecamatan terpadat yaitu 25.844 jiwa tiap km². Dibawah ini merupakan tabel angka jumlah penduduk, luas kecamatan, dan kepadatan penduduk per kecamatan di Kota Medan tahun 2009.


(64)

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk, Luas Kecamatan, dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan di Kota Medan

No Kecamatan

Jumlah Penduduk

Luas Wilayah

(Km²)

Kepadatan Penduduk per

Km² 1 Medan Tuntungan 70 073 21 3 388 2 Medan Johor 116 220 15 7 971 3 Medan Amplas 115 156 11 10 291 4 Medan Denai 139 939 9 15 463 5 Medan Area 109 253 6 19 792 6 Medan Kota 84 292 5 15 995 7 Medan Maimun 57 859 3 19 416 8 Medan Polonia 53 427 9 5 930 9 Medan Baru 44 216 6 7 571 10 Medan Selayang 85 678 13 6 688 11 Medan Sunggal 110 667 15 7 168 12 Medan Helvetia 145 376 13 11 047 13 Medan Petisah 68 120 7 9 988 14 Medan Barat 79 098 5 14 840 15 Medan Timur 113 874 8 14 675 16 Medan Perjuangan 105 702 4 25 844 17 Medan Tembung 141 786 8 17 745 18 Medan Deli 150 076 21 7 201 19 Medan Labuhan 106 922 37 2 916 20 Medan Marelan 126 619 24 5 316 21 Medan Belawan 96 700 26 3 684

Kota Medan 2 121 053 265,1 8 001


(65)

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kota Medan

No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Medan Tuntungan 34 153 35 919 70 073 2 Medan Johor 54 495 58 725 116 220 3 Medan Amplas 57 127 58 029 115 156 4 Medan Denai 69 746 70 194 139 939 5 Medan Area 53 866 55 386 109 253 6 Medan Kota 41 298 42 994 84 292 7 Medan Maimun 28 212 29 646 57 859 8 Medan Polonia 26 389 27 038 53 427 9 Medan Baru 20 822 23 394 44 216 10 Medan Selayang 42 434 43 244 85 678 11 Medan Sunggal 54 452 56 216 110 667 12 Medan Helvetia 71 713 73 662 145 376 13 Medan Petisah 32 795 35 325 68 120 14 Medan Barat 38 513 40 585 79 098 15 Medan Timur 56 201 57 673 113 874 16 Medan Perjuangan 51 752 53 950 105 702 17 Medan Tembung 70 628 71 158 141 786 18 Medan Deli 75 246 74 830 150 076 19 Medan Labuhan 53 522 53 399 106 922 20 Medan Marelan 64 183 62 436 126 619 21 Medan Belawan 48 908 47 791 96 700 Kota Medan 1 049 457 1 071 596 2 121 053 Sumber : Medan Dalam Angka 2010

Jumlah penduduk kota Medan terdiri dari 1.049.457 orang laki-laki dan 1.071.596 orang perempuan, dengan luas wilayah 265,1 km², dan kepadatan penduduk 8.001 per km².

4.2.2 Tingkat Pengeluaran Konsumsi Masyarakat


(66)

pengeluaran untuk bukan makanan. Berikut ini akan disajikan contoh daftar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat :

Tabel 4.3

Daftar Alokasi Pengeluaran Konsumsi Masyarakat

A.Makanan % B. Bukan Makanan % 1. Padi-padian 11,35

1. Perumahan dan fasilitas

rumah 17,05 2. Umbi-umbian 0,51 2. Aneka barang dan jasa 17,70

3. Ikan 6,88

3. Pakaian, alas kaki dan

tutup kepala 3,86 4. Daging 1,34

4. Barang-barang tahan

lama 4,45 5. Telur dan susu 3,32

5. Pajak pemakaian dan

premi asuransi 1,32 6. Sayur-sayuran 4,85

6. Keperluan pesta dan

upacara 0,83 7. Kacang-kacangan 0,82

8. Buah-buahan 2,20 9. Minyak dan lemak 2,44 10. Bahan minuman 1,96 11. Bumbu-bumbuan 0,83 12. Konsumsi lainnya 0,80 13. Makanan dan

minuman yang

sudah jadi 10,86 14. Tembakau dan

sirih 6,64

Jumlah makanan 54,79 Jumlah bukan makanan 45,21 Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2010

Perhatikan tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pengeluaran penduduk Sumatera Utara digunakan untuk keperluan makanan, yaitu sebesar 54,79%, sedangkan untuk bukan makanan hanya 45,21%.


(67)

4.3.1 Pandangan Para Ahli Tentang Kemiskinan

Pebedaan pandangan dari setiap ahli tentang kemiskinan merupakan hal yang wajar. Hal ini karena data, dan metode penelitian yang berbeda , tetapi justru terletak pada latar belakang idiologisnya. Menurut Weber (Swasono , 1987), ideology bukan saja menentukan macam masalah yang dianggap penting, tetapi juga mempengaruhi cara mendefenisikan masalah sosial ekonomis, dan bagaimana masalah sosial ekonomi itu diatasi. Kemiskinan disepakati sebagai masalah yang bersifat sosial ekonomi, tetapi penyebab dan cara mengatasinya terkait dengan ideologi yang melandasinya. Untuk memahami ideologi tersebut ada tiga pandangan pemikiran yaitu konservatisme, liberalisme, dan radikalisme (Swasono, 1987). Penganut masing-masing pandangan memiliki cara pandang yang berbeda dalam menjelaskan kemiskinan. Kaum konservatif memandang kemiskinan bermula dari karakteristik khas orang miskin itu sendiri. Orang menjadi miskin karena tidak mau bekerja keras , boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa wiraswasta, fatalis, dan tidak ada hasrat untuk berpartisipasi.

Menurut Oscar Lewis (1983), orang-orang miskin adalah kelompok yang mempunyai budaya kemiskinan sendiri yang mencakup karakteristik psikologis sosial, dan ekonomi. Kaum liberal memandang bahwa manusia sebagai makhluk yang baik tetapi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Budaya kemiskinan hanyalah semacam realistic and situational adaptation pada linkungan yang penuh


(68)

kemiskinan, mereka menekankan peranan struktur ekonomi, politik dan sosial, dan memandang bahwa manusia adalah makhluk yang kooperatif, produktif dan kreatif.

Philips dan Legates (1981) mengemukakan empat pandangan tentang kemiskinan, yaitu pertama, kemiskinan dilihat sebagai akibat dari kegagalan personal dan sikap tertentu khususnya ciri-ciri sosial psikologis individu dari si miskin yang cendrung menghambat untuk melakukan perbaikan nasibnya. Akibatnya, si miskin tidak melakukan rencana ke depan, menabung dan mengejar tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Kedua, kemiskinan dipandang sebagai akibat dari sub budaya tertentu yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kaum miskin adalah kelompok masyarakat yang memiliki subkultur tertentu yang berbeda dari golongan yang tidak miskin, seperti memiliki sikap fatalis, tidak mampu melakukan pengendalian diri, berorientasi pada masa sekarang, tidak mampu menunda kenikmatan atau melakukan rencana bagi masa mendatang, kurang memiliki kesadaran kelas, atau gagal dalam melihat faktor-faktor ekonomi seperti kesempatan yang dapat mengubah nasibnya.

Ketiga, kemiskinan dipandang sebagai akibat kurangnya kesempatan, kaum miskin selalu kekurangan dalam bidang keterampilan dan pendidikan untuk memperoleh pekerjaan dalam masyarakat. Keempat, bahwa kemiskinan merupakan suatu ciri struktural dari kapitalisme, bahwa dalam masyarakat kapitalis segelintir orang menjadi miskin karena yang lain menjadi kaya. Jika dikaitkan dengan pandangan konservatisme, liberalisme dan radikalisme, maka poin pertama dan kedua tersebut mencerminkan pandangan konservatif, yang cendrung mempersalahkan kemiskinan


(69)

bersumber dari dalam diri si miskin itu sendiri. Ketiga lebih mencerminkan aliran liberalisme, yang cendrung menyalahkan ketidakmapuan struktur kelembagaan yang ada. Keempat dipengaruhi oleh pandangan radikalis yang mempersalahkan hakekat atau prilaku negara kapitalis.

Masing-masing pandangan tersebut bukan hanya berbeda dalam konsep kemiskinan saja, tetapi juga dalam implikasi kebijakan untuk menanggulanginya. Keban (1994) menjelaskan bahwa pandangan konservatif cendrung melihat bahwa program-program pemerintah yang dirancang untuk mengubah sikap mental si miskin merupakan usaha yang sia-sia karena akan memancing manipulasi kenaikan jumlah kaum miskin yang ingin menikmati program pelayanan pemerintah. Pemerintah juga dilihat sebagai pihak yang justru merangsang timbulnya kemiskinan. Aliran liberal yang melihat si miskin sebagai pihak yang mengalami kekurangan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, pekerjaan dan perumahan yang layak, cendrung merasa optimis tentang kaum miskin dan menganggap mereka sebagai sumber daya yang dapat berkembang seperti halnya orang-orang kaya. Bantuan program pemerintah dipandang sangat bermanfaat dan perlu direalisasikan. Pandangan radikal memandang bahwa kemiskinan disebabkan struktur kelembagaan seperti ekonomi dan politiknya, maka kebijakan yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan perubahan kelembagaan ekonomi dan politik secara radikal.


(70)

Responden dalam penelitian ini adalah keluarga miskin di kota Medan, khususnya kepala keluarganya. Karakteristik responden dapat dilihat dalam uraian berikut :

1. Usia

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa usia responden adalah bervariasi antara 20 sampai 65 tahun. Usia responden tersebut didominasi oleh usia 30 sampai 39 tahun, dan sebagian besar mereka berada pada potensi fisik yang optimum untuk melakukan pekerjaannya. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4

Distribusi responden berdasarkan usia

No Usia (tahun) Jumlah (orang) % 1 Dibawah 30 25 25 2 30 sampai 39 40 40 3 40 sampai 49 20 20 4 50 ke atas 15 15

Jumlah 100 100

Sumber : Hasil Tabulasi

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa usia 30 – 39 tahun mendominasi responden yaitu sebanyak 40 orang yang diikuti oleh responden yang berusia di bawah 30 tahun sebanyak 25 orang. Sedangkan responden yang berusia 40 – 49 tahun dan 50 tahun ke atas proporsinya terkecil masing-masing 20 dan 15 orang.

2. Pendidikan

Tingkat pendidikan responden didominasi oleh lulusan SD yang disusul oleh tingkat pendidikan SLTP. Tingkat pendidikan responden bervariasi jumlahnya. Kondisi ini dapat dilihat pada table berikut :


(71)

Tabel 4.5

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan

Jumlah

Responden % 1 SD ke bawah (tidak/ berhenti sekolah) 52 52

2 SLTP 30 30

3 SLTA 18 18

Jumlah 100 100

Sumber : Hasil Tabulasi

Dari table 4.5, dapat dilihat bahwa dari 100 responden di kota Medan, rata-rata tingkat pendidikan responden adalah SD ke bawah (tidak / berhenti sekolah) yaitu sebanyak 52 orang atau sekitar 52%, yang diikuti oleh tingkat pendidikan SLTP sejumlah 30 orang atau sekitar 30% dan SLTA sebanyak 18 orang atau 18%.

3. Pekerjaan

Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa pekerjaan responden bervariasi, yaitu supir, pengemudi becak dan bangunan. Pekerjaan responden didominasi oleh supir. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6

Distribusi responden berdasarkan pekerjaan

No Jenis Pekerjaan

Jumlah

Responden %

1 Supir 49 49

2 Pengemudi Becak 21 21 3 Buruh Bangunan 30 30


(72)

Berdasarkan tabel 4.6, dapat dilihat bahwa dari 100 responden, pekerjaan yang didominasi adalah supir yaitu sebanyak 49 orang atau 49%, diikuti oleh buruh bangunan sebanyak 30 orang atau 30 % dan disusul oleh pengemudi becak sebanyak 21 orang atau 21%.

4. Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan dimaksud adalah banyak jiwa yang menjadi tanggungan responden, termasuk dirinya sendiri.

Jumlah tanggungan di sini tidak hanya dirinya sendiri, istrinya dan anak-anaknya, tetapi juga termasuk orang tua dan saudara-saudara yang masuk menjadi tanggungan di keluarganya.

Jumlah tanggungan bervariasi antara 1 samapi 10 orang. Rata-rata diperoleh bahwa setiap responden mempunyai 3 jiwa untuk ditanggung. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.7

Distribusi responden berdasarkan jumlah tanggungan

No Jumlah tanggungan Jumlah responden % 1 dibawah 2 18 18 2 2 sampai 4 57 57 3 5 sampai 7 19 19 4 8 ke atas 6 6

Jumlah 100 100

Sumber : Hasil Tabulasi

Melalui tabel 4.7, dapat dilihat bahwa beban tanggungan setiap responden dalam satu rumah tangga di dominasi oleh jumlah tanggungan 2 – 4 orang, yang


(1)

Tabel 4.21

Pengeluaran konsumsi perlengkapan mandi keluarga miskin di Kota Medan

No Tingkat pengeluaran konsumsi/bulan Jumlah responden %

1 < 18 ribu 29 29

2 18 ribu 52 52

3 > 18 ribu 19 19

Jumlah 100 100

Sumber : Hasil Tabulasi

Dari tabel 4.21 diatas, dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi keluarga miskin terhadap perlengkapan mandi per bulan didominasi oleh pengeluaran sebesar Rp18.000,- yaitu sebanyak 52 responden atau 52%, diikuti oleh pengeluaran dibawah Rp18.000,- yaitu sebanyak 29 responden atau 29% dan disusul oleh pengeluaran diatas Rp18.000,- yaitu sebanyak 19 responden atau 19%.

8. Total Pengeluaran Konsumsi

Dengan menjumlahkan semua jenis pengeluaran konsumsi (pangan dan non pangan) maka total pengeluaran konsumsi keluarga miskin di kota Medan adalah Rp.689.000,- per bulan, yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.22

Total pengeluaran konsumsi keluarga miskin di Kota Medan

No Jenis pengeluaran

Rata-rata pengeluaran

(Rp/bulan) %

1 Pangan 371.000 53,85

2 Non Pangan 318.000 46,15

Jumlah 689.000 100

Sumber : Hasil Tabulasi


(2)

Dari tabel dilihat bahwa rata-rata pengeluaran konsumsi terbesar adalah pengeluaran konsumsi pangan, yaitu sebesar Rp.371.000,- per bulan atau 53,85% dari seluruh pengeluaran. Dan sisanya untuk pengeluaran non pangan dengan rata-rata Rp318.000,- per bulan yaitu sekitar 46,15%. Jika rata-rata pengeluaran ini dibagikan dengan rata jumlah tanggungan responden yaitu sebanyak 3 orang, maka rata-rata pengeluaran per orang adalah sebesar Rp.229.600/bulan, yang sama dengan Rp.2.755.200,-/tahun.

9. Sisa Pendapatan

Dari hasil tabulasi diatas, semua responden tidak mempunyai sisa pendapatan atau bahkan minus sama sekali. Rata-rata pendapatan yang diperoleh responden dirasa kurang mencukupi kebutuhan mereka, biasa dikatakan pas-pasan untuk makan saja.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Rata-rata pendidikan keluarga miskin adalah SD ke bawah (tidak/berhenti sekolah) dan rata-rata jenis pekerjaannya adalah supir.

2. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga miskin adalah 2 sampai 4 orang.

3. Rata-rata tingkat pendapatan keluarga miskin adalah berkisar Rp600.000,-per bulan.

4. Rata-rata tingkat pengeluaran keluarga miskin untuk pangan adalah Rp371.000,- per bulan dan pengeluaran untuk non pangan adalah Rp318.000,-per bulan.

5. Rata-rata tingkat pengeluaran terbesar keluarga miskin untuk pangan adalah beras yaitu sebesar Rp180.000,- kebawah per bulan.

6. Rata-rata tingkat pengeluaran terbesar keluarga miskin untuk non pangan adalah perumahan/rumah sewa yaitu sebesar Rp200.000,- per bulan.

Saran

1. Kepada pemerintah daerah diharapkan agar memperhatikan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan yaitu dengan memperhatikan kesejahteraan penduduknya, salah satunya menyediakan lapangan pekerjaan yang dapat menampung mereka yang tidak mampu untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya, sehingga pendapatan mereka bisa naik menjadi lebih dari Rp600.000,- per bulan dan juga agar mereka bisa meningkatkan pola konsumsi mereka, baik yang pangan maupun yang non pangan.


(4)

2. Kepada masyarakat agar tetap berusaha untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan memanfaatkan lapangan pekerjaan yang telah disediakan oleh pemerintah, agar dapat memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, dan agar kepala keluarga bisa menyekolahkan anak-anaknya untuk mendapat pendidikan yang lebih baik lagi, serta dapat menyisakan sebagian pendapatannya untuk ditabung, guna untuk keperluan mendatang/ keperluan tak terduga.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Lia. 2007. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta : Graha Ilmu

Basri, Faisal dan Haris Munandar. 2009. Lanskap Ekonomi Indonesia, Jakarta : Kencana

BPS, Indikator Kesejahteraan Rakyat, Medan : 2010

BPS, 2010. Sumatera Utara Dalam Angka 2010, BPS Provinsi Sumatera Utara, Medan

BPS, 2010. Medan Dalam Angka 2010, BPS Provinsi Sumatera Utara, Medan Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia, Jakarta: Erlangga

Lewis. “Kebudayaan Kemiskinan”; Dalam Kemiskinan di Perkotaan di edit oleh Parsudi Suparlan, Jakarta – Sinar Harapan – Yayasan Obor 1983.

Nasution, Syahrir Hakim, Drs. 1998. Perkembangan Teori Konsumsi dan Aplikasi, Jurnal Ekonomi Fakultas Ekonomi USU

Pitomo, Sundoyo. 1985. Kebutuhan Dasar Kelompok Berpenghasilan Rendah di

kota Jakarta, dalam Mulyanto Suwardi Cs : Kemiskinan dan Kebutuhan

Pokok, Jakarta : Rajawali

Pracoyo, Tri Kunawangsih dan Antyo Pracoyo. 2005. Aspek Dasar Ekonomi Makro di Indonesia, Jakarta : PT. Grasindo

Pulungan, H.S. 1994. Pengentasan Kemiskinan, Medan : PT. Pustaka Widyasarana

Ridwan, Samir. 1978. House Hold Survey For Basic Needs, Some Issues International labour Review

Salim, Emil. 1984. Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan, Jakarta : Inti Dayu Press

Sicat, Gerardo P. 1991. Ilmu Ekonomi, Jakarta: LP3ES

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.


(6)

Soemitro, Sutyastie, dkk. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta

Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Makro Ekonomi, Jakarta : Bina Grafika Sukirno, Sadono. 2008. Pengantar Teori Makro, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Sumardi, Mulyanto dan Hans-Dieter Evers, ed. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok, Jakarta : CV.Rajawali

Supriatna, Tjahya. 2000. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan, Jakarta : Rineka Cipta

Suyanto, Bagong. 1995. Perangkap Kemiskinan Problem dan Strategi Pengentasanya, Jakarta : Erlangga University Press

Tarmizi, Hb, SU dan Syahrir Hakim Nst. 1997. Keterkaitan Pola Konsumsi

dengan Pendapatan Masyarakat, dalam Jurnal Ekonomi Fakultas Ekonomi

USU

Todaro, Michael P. 1995. Ekonomi Untuk Negara Berkembang , Edisi Cetakan Pertama, Jakarta : Bumi Aksara

Wie,Thee Kian. 1981. Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan, Jakarta: LP3ES www.andist.wordpress.com/2008/03/21/pengertian-kemiskinan/Diakses16Mei2012 www.pusbk.blogspot.com/2010/11/14-kriteria-keluarga-

miskin.html/Diakses29Maret2013

www.daps.bps.go.id/File%20Pub/Analisis%20Kemiskinan%202008.pdf/ Diakses3April2013

www. gunawans.tripod.com/KPK/pengertian.html/Diakses3April2013 www.id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan/Diakses3April2013