TGT atau glukosa darah puasa terganggu GDPT, mempunyai riwayat kardiovaskular National Institute of Health, 2014.
c. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus diperkenalkan oleh American Diabetes Association
berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi gula. Diabetes melitus dibedakan menjadi :
1 Diabetes melitus tipe 1.
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh kekurangan insulin karena kerusakan sel beta pankreas yang disebabkan oleh penyakit autoimun National Institute of
Health , 2014.Insiden diabetes tipe 1 sebanyak 3000 kasus baru setiap tahunnya
Price and Wilson, 2005. 2
Diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin, suatu kondisi
dimana otot tubuh, lemak dan sel hati tidak menggunakan insulin secara efektif. Diabetes ini sering dialami oleh orang-orang setengah baya dan obesitas National
Institute of Health , 2014.
3 Diabetes kehamilan
Diketahui pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4 dari semua kehamilan. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang
mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, yang dikenal sebagai keadaan diabetogenik.
4. Diabetes khusus lain Contoh dari diabetes tipe ini adalah kelainan genetik dalam sel beta,
kelainan genetik pada kerja insulin yang dapat menyebabkan resistensi insulin yang berat, penyakit eksokrin pankreas, dan infeksi.
Price and Wilson, 2005
d. Gejala dan Diagnosis Diabetes Melitus
Gejala diabetes melitus antara lain : polidipsia, polifagia, poliuria dan penurunan berat badan. Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan dengan 3
cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka cukup melakukan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu
≥ 200 mgdL. Kedua, dengan pemeriksaan Glukosa Darah Puasa
≥ 126 mgdL. Ketiga, dengan Tes Toleransi Glukosa Oral ≥ 200 mgdL dengan beban 75g glukosa. Tes Toleransi Glukosa Oral sulit dilakukan
dan dalam praktik sangat jarang dilakukan. Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko Diabetes Melitus, namun tidak menunjukkan
adanya gejala Diabetes Melitus. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Diabetes Melitus, Toleransi Glukosa Terganggu,
maupun Glukosa Darah Puasa Terganggu, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan Toleransi Glukosa Terganggu dan Glukosa Darah
Puasa Terganggu juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju Diabetes Melitus. Kedua keadaan tersebut juga merupakan
faktor risiko untuk terjadinya Diabetes Melitus dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari PERKENI, 2011. Diagnosis diabetes melitus tipe 2 dengan
Gula Darah Sewaktu dan Gula Darah Puasa dapat dilihat dalam tabel 1.
Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Melitus mgdL PERKENI, 2011
e. Komplikasi
Menurut PERKENI 2011 dalam perjalanan Diabetes Melitus dapat terjadi komplikasi akut dan kronis yang meliputi :
1 Komplikasi Akut
a Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah dibawah normal 60 mgdL. Gejala hipoglikemia meliputi gemetar, berdebar, banyak
keringat, dan rasa lapar.
b Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis terjadi akibat kekurangan insulin yang disertai dengan peningkatan hormon glukagon, kortisol, epinefrin. Ketoasidosis dimulai
dengan muntah dan tingkat kesadaran yang berkurang Savage, et al, 2010. c
Hiperosmolar nonketotik Hiperosmolar ditandai dengan hiperglikemia dan dehidrasi berat.
Pengatasan pada komplikasi ini dengan penggantian cairan elektrolit Amod et al, 2012.
2 Komplikasi Kronis
a Makroangiopati
Komplikasi makroangiopati melibatkan pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak PERKENI, 2011.
b Mikroangiopati
Komplikasi mikroangiopati meliputi retinopati diabetik dan nefropati diabetik. Kendali glukosa, tekanan darah dan pembatasan asupan protein akan
mengurangi risiko retinopati dan nefropati diabetik PERKENI, 2011. c
Neuropati Komplikasi yang paling sering terjadi adalah neuropati perifer dengan
gejala kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebih terasa sakit di malam hari. Perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal untuk
mencegah risiko amputasi PERKENI, 2011.
f. Penatalaksanaan