ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN Analisis Efektivitas Biaya Antidiabetik Oral Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Peserta Bpjs Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Tahun 2

(1)

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA

PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN

PESERTA BPJS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Dr. MOEWARDI TAHUN 2014

NASKAH PUBLIKASI

Oleh :

ALISA PRIHARSI

K 100110045

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015


(2)

(3)

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA BPJS

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TAHUN 2014

ANALYSIS OF COST EFFECTIVENESS IN PATIENTS ORAL ANTIDIABETIC TYPE 2 DIABETES MELLITUS OUTPATIENT BPJS PARTICIPANTS IN THE GENERAL

HOSPITAL DR. MOEWARDI 2014 Alisa Priharsi*, Nurul Mutmainah dan Suharsono Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102

*E-mail : alisapriharsi@gmail.com  ABSTRAK

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan terapi pengobatan yang lama dan membutuhkan biaya yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas biaya antidiabetik oral pada pasien diabetes melitus tipe 2 peserta BPJS di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang dirancang dengan metode deskriptif melalui studi retrospektif dari rekam medis pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan peserta BPJS yang mendapat terapi antidiabetik oral di RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2014. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 45 pasien. Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan menghitung biaya medik langsung. Efektivitas terapi diukur berdasarkan hasil kadar gula darah mencapai target minimal selama 3 bulan. Hasil penelitian menunjukkan antidiabetik oral yang banyak digunakan adalah glikuidon dari golongan sulfonilurea dengan presentase sebesar 80%. Efektivitas terapi tertinggi yaitu golongan Biguanid dengan presentase sebesar 58,33% dan efektivitas terendah adalah golongan Sulfonilurea dengan presentase sebesar 14,81%. Biaya antidiabetik oral yang paling rendah adalah golongan biguanid dengan nilai ACER sebesar Rp1.426,72 dan ICER sebesar Rp-10.454,89, sedangkan biaya antidiabetik oral yang paling tinggi yaitu golongan Sulfonilurea dengan nilai ACER dan ICER sebesar Rp15.193.

Kata kunci : Diabetes melitus, antidiabetik oral, efektivitas biaya, BPJS, RSUD Dr. Moewardi Surakarta. ABSTRACT

Diabetes mellitus is a chronic disease that requires long treatment therapies and requires a high cost. This research aims to determine the cost-effectiveness of oral antidiabetic in patients with type 2 diabetes mellitus BPJS participants at RSUD Dr. Moewardi Surakarta. This research is non-experimental research designed by using descriptive method through a retrospective study from medical records of patients with type 2 diabetes mellitus BPJS outpatient participants who received oral antidiabetic therapy at RSUD Dr. Moewardi in 2014. Samples that met inclusion criteria as many as 45 patients. Cost-effectiveness analysis was analysed by calculating the direct medical costs. Therapeutic effectiveness was measured by observing of blood sugar level which achieved the target for at least 3 months. The most widely used oral antidiabetic in the result of this study was glikuidon from sulfonylurea class with a precentage of 80%. The highest effectiveness of the therapy was from biguanide class with a precentage of 58.33% and the lowest one was sulfonylurea class with a precentage of 14.81%. The lowest cost of oral antidiabetic was biguanide class by ACER value Rp1426.72 and ICER value Rp-10,454.89, whereas the highest cost oral antidiabetic was sulfonylureas class with ACER and ICER value Rp15.193.


(4)

 

PENDAHULUAN

Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi pengobatan yang lama untuk mengurangi risiko kejadian komplikasi (American Diabetes Association, 2014). Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke dan gangren adalah komplikasi yang paling utama (Price and Wilson, 2005).

Pada tahun 2013 diabetes telah menyebabkan 5,1 juta angka kematian di dunia. Indonesia menempati urutan ke-7 dari 10 negara dengan penderita diabetes tertinggi pada tahun 2013 (International Diabetes Federation, 2013). Pada tahun 2011 pengeluaran biaya untuk terapi diabetes mellitus mencapai USD 465 miliar, dan diperkirakan akan meningkat sebesar USD 595 miliar pada tahun 2030 (International Diabetes Federation, 2011).

Pembiayaan kesehatan di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kenaikan biaya kesehatan terjadi akibat penerapan teknologi canggih, karakter supply induced demand dalam pelayanan kesehatan, pola penyakit kronik dan degeneratif serta inflasi. Kenaikan biaya pemeliharaan kesehatan semakin sulit diatasi oleh kemampuan penyediaan dana pemerintah maupun masyarakat. Peningkatan biaya tersebut mengancam akses dan mutu pelayanan kesehatan (Andayani, 2013). Menurut Janis (2014), menyatakan bahwa kebijakan BPJS akan meningkatkan permintaan terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang selama ini kurang mampu untuk membayar jasa kesehatan. Konsep SJSN dikatakan dapat berhasil karena BPJS merupakan transformasi dari Askes yang mempunyai potensi kinerja yang baik.

Menurut Murni (2010), menyatakan bahwa di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pola pengobatan yang paling cost effective berdasarkan glukosa darah yang mencapai target adalah kombinasi golongan sulfonilurea dengan biguanid dengan biaya pengobatan rata-rata terkecil yaitu Rp181.140,45. Menurut Murniningdyah (2009), menyatakan bahwa di RS Pandan Arang Boyolali pola pengobatan dengan Sulfonilurea lebih cost effective dengan nilai ACER sebesar Rp445,34 dibanding dengan golongan biguanid dan alpha glucosidase inhibitor. Menurut Listiyaning, A. (2006), menyatakan bahwa di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta pola pengobatan antidiabetik oral yang cost effective berdasarkan nilai ACER adalah kombinasi sulfonilurea dengan biguanid. Menurut Efranda, J. (2014), menyatakan bahwa di Poliklinik Khusus Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang pola pengobatan antidiabetik oral yang cost effective berdasarkan nilai ACER adalah kombinasi glimepiride dengan metformin dengan nilai sebesar Rp942.060.


(5)

Tempat penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta karena berdasarkan salah satu sumber dari Rumah sakit tersebut, jumlah pasien diabetes rawat jalan yang menggunakan BPJS semakin meningkat. Sebagai salah satu rumah sakit rujukan terbesar di Kota Surakarta terutama untuk pasien dengan BPJS, analisis cost effective dirasa dapat memberi masukan kepada klinisi rumah sakit untuk menyeimbangkan biaya dan outcome yang menguntungkan bagi pasien.

Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian oleh Murni (2010) sebelumnya adalah tentang Jaminan kesehatan yang digunakan, meskipun BPJS merupakan transformasi dari Askes, tetapi terdapat perbedaan yang mendasar pada Jaminan kesehatan tersebut. Dalam hal ini BPJS dibentuk dengan tujuan untuk mencakup seluruh masyarakat Indonesia dan bersifat wajib, sehingga mendorong peneliti untuk mengetahui apakah jaminan kesehatan tersebut efektif digunakan karena seiring bertambahnya tahun, biaya kesehatan terutama biaya obat semakin meningkat.

METODE PENELITIAN A.Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang dirancang dengan metode deskriptif melalui studi retrospektif berdasarkan data rekam medik untuk mengetahui efektivitas biaya penggunaan antidiabetik oral.

B.Kriteria Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sampel yang digunakan sesuai dengan kriteria inklusi. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

a. Kriteria inklusi :

1) Pasien yang terdiagnosis menderita diabetes melitus tipe 2 yang menjalani rawat jalan peserta BPJS dengan usia ≥ 18 tahun.

2) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapat terapi antidiabetik oral minimal tiga bulan dengan jenis yang sama dalam periode pemeriksaan tahun 2014.

3) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang disertai dan tidak disertai dengan komplikasi yang disebabkan oleh diabetes melitus.

4) Data pasien lengkap minimal terdapat data hasil laboratorium (GDP dan GD2JPP) dan obat.


(6)

 

b. Kriteria eksklusi :

1) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapat terapi dengan insulin.

C.Analisis Data

Analisis data diperoleh dari data rekam medik pasien untuk mengetahui efektivitas terapi berdasarkan kadar gula darah yang mencapai target menurut Pharmacotherapy Handbook, Seven edition tahun 2008, sedangkan untuk mengetahui biaya medik langsung diperoleh dari data administrasi pasien yang meliputi biaya pendaftaran, biaya periksa, biaya antidiabetik oral, biaya komplikasi, dan biaya laboratorium. Kemudian dianalisis dengan ACER dan ICER untuk mengetahui efektivitas biaya terapi yang dikeluarkan pasien tiap bulan.

D.Jalannya Penelitian

Permohonan ijin penelitian dengan mengajukan surat ijin penelitian dari pihak Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta kepada Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pengambilan data dari instalasi rekam medik dan administrasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Data yang diambil dari rekam medik yaitu identitas pasien yang meliputi nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, diagnosis, hasil laboratorium, nama obat,frekuensi dan lama menderita. Data yang diambil dari bagian administrasi pasien rawat jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta yaitu daftar harga obat, biaya laboratorium, biaya periksa dan biaya pendaftaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN A.Gambaran Subjek Penelitian

Berdasarkan hasil studi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi Surakarta pada tahun 2014, penyakit diabetes melitus menduduki peringkat ke-3. Selama tahun 2014 ditemukan populasi target sebanyak 450 pasien diabetes melitus tipe 2 yang dibiayai oleh BPJS dan hanya diperoleh 45 pasien yang memenuhi kriteria inklusi.


(7)

Tabel 1. Gambaran Distribusi Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan PesertaBPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Keterangan Jumlah Presentase (%)

Jenis Kelamin Perempuan 24 53,33

Laki-laki 21 46,67

Umur (Tahun) 19-65 20 44,44

>65 25 55,56

Diagnosa DM 2 4,44

DM dan Komplikasi 43 95,56

Komplikasi Hipertensi 19 44,19

Neuropati 7 16,28

Hipertensi + Neuropati 9 20,93

Hipertensi + Angina 2 4,66

Neuropati + Angina 1 2,32

Hipertensi + Neuropati + Angina 5 11,62

1. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel 1 dari 45 pasien yang memenuhi kriteria terdapat 24 pasien (53,33%) perempuan dan 21 pasien (46,67%) laki-laki. Dapat dilihat pada tabel 2, bahwa angka kejadian diabetes melitus pada perempuan lebih besar. Menurut American Diabetes Association (ADA) jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko penyakit diabetes melitus. Dalam teori tidak disebutkan bahwa diabetes melitus dipengaruhi oleh jenis kelamin tapi dipengaruhi karena faktor genetik, kegemukan, faktor lingkungan, dan kehamilan (PERKENI, 2011).

2. Umur

Pengelompokkan berdasarkan umur pasien secara umum dibagi menjadi pasien dewasa (19-65 tahun) dan usia lanjut (> 65 th). Dapat dilihat dari tabel 1 diperoleh 20 pasien dewasa (44,44%) dan 25 pasien lanjut usia (55,55%).

Berdasarkann American Diabetes Association (ADA) salah satu faktor risiko terjadinya diabetes melitus adalah usia diatas 45 tahun. Pada tahun 1993, 41% dari 7,8 juta orang mengalami diabetes lebih dari 65 tahun dikarenakan perubahan fisiologis yang mempengaruhi perkembangan diabetes (Amod, et al., 2012)

3. Diagnosa dan Komplikasi

Pada penelitian ini terdapat beberapa pasien diabetes melitus tipe 2 yang terdiagnosa penyakit komplikasi. Penyakit komplikasi yang terdiagnosis adalah hipertensi, angina dan neuropati diabetik.

Dalam tabel 1 dapat dilihat hasil presentase diagnosis tertinggi yaitu diabetes dengan komplikasi sebesar 95,56%. Hasil Komplikasi tertinggi yaitu komplikasi hipertensi sebesar 44,19%. Hipertensi merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien diabetes melitus


(8)

 

mikrovaskuler (American Diabetes Association, 2014). Menurut PERKENI (2011), komplikasi yang paling sering terjadi adalah neuropati diabetik dengan gejala kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri.

B.Gambaran Penggunaan Obat

Pada pasien diabetes melitus perlu dilakukan penanganan untuk mengontrol gula darah. Penanganan pertama yang dilakukan adalah penanganan non farmakologi yang meliputi diet dan kegiatan jasmani, tetapi jika langkah tersebut belum dapat mengendalikan kadar gula darah, dianjurkan dengan penanganan farmakologi atau dengan pemberian obat. Antidiabetik yang sering digunakan pada pasien rawat jalan di RS Dr Moewardi Surakarta adalah tunggal dan kombinasi.

Tabel 2. Gambaran Pola Pengobatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Kelas terapi Golongan Obat Nama Obat Jumlah Presentase (%)

Antidiabetik oral Sulfonilurea Glikuidon 36 80

Biguanid Metformin 4 8,89

Sulfonilurea + Biguanid Glikuidon + Metformin 2 4,44 Biguanid + Penghambat

glukosidase alfa

Metformin + Akarbose 3 6,67

Antihipertensi ACEI Captopril 7 20

Imidapril 10 28,57

CCB Amlodipin maleat 14 40

Diltiazem 1 2,86

ARB Valsartan 1 2,86

ACEI + CCB Imidapril + Diltiazem 2 5,71

Neuropati Vitamin B komplek Neurodex 8 36,37

Vit. B Kompleks + Antiepilepsi

Neurodex + Gabexal 14 63,63

Angina Antiplatelet Asetosal 5 62,5

Nitrat ISDN 1 12,5

Antiplatelet + Nitrat Asetosal + ISDN 2 25

Obat lain Hematopoetik Sohobion 6 75

Mukolitik Ambroxol 2 25

1. Antidiabetik

Antidiabetik yang digunakan adalah tunggal dan kombinasi 2 obat antidiabetik oral. Pemberian antidiabetik oral atau kombinasi dapat diberikan bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani. Antidiabetik oral yang diberikan harus dipilih dari 2 kelompok obat dengan mekanisme kerja yang berbeda (PERKENI, 2011).

Dapat dilihat pada tabel 2 antidiabetik oral yang paling banyak digunakan adalah glikuidon dari golongan sulfonilurea yaitu sebanyak 36 pasien (80%). Sulfonilurea bekerja dengan meningkatkan sekresi insulin di sel beta pankreas, sehingga efektif digunakan pada pasien dengan fungsi sel beta pankreas yang masih baik (Depkes, 2005).


(9)

2. Obat Komplikasi

Dalam penelitian ini terdapat 3 komplikasi diabetes melitus tipe 2 yang muncul pada penderita, yaitu hipertensi, angina dan neuropati diabetik. Dapat dilihat pada tabel 3 obat yang digunakan untuk mengatasi hipertensi terbanyak yaitu Amlodipin maleat dengan presentase 40%. Amlodipin termasuk golongan Calcium Channel Blocker yang mempunyai indikasi khusus untuk pasien yang berisiko tinggi penyakit koroner dan diabetes (Depkes, 2006). Obat untuk neuropati diabetik yang digunakan dengan presentase tertinggi yaitu kombinasi neurodex dan gabexal sebesar 63,63%. Neurodex merupakan obat untuk gangguan neurologi dengan komposisi vitamin B1, vitamin B6, dan vitamin B12 dan gabexal merupakan terapi tambahan untuk serangan parsial sederhana dan kompleks (ISO, 2014). Obat yang digunakan untuk mengatasi angina tertinggi adalah Asetosal 80 mg sebesar 62,5%. Asetosal 80 mg berkhasiat untuk mencegah agregasi platelet pada infark miokard dan angina tidak stabil (ISO, 2014).

3. Obat Lain

Dalam tabel 3 selain untuk mengatasi diabetes dan komplikasi digunakan obat lain yang bertujuan untuk mengatasi keluhan atau penyakit lain yang diderita pasien. Obat yang paling banyak digunakan adalah Sohobion sebesar 75% yang digunakan untuk terapi defisiensi vitamin B1, B6 dan B12.

4. Dosis dan Frekuensi

Dalam hal ini dosis digunakan untuk mengetahui takaran obat yang diberikan kepada pasien dan tidak mempengaruhi hasil dari penelitian. Frekuensi digunakan untuk mengetahui jumlah pemberian obat pada pasien yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung biaya pada obat antidiabetik dan komplikasi yang telah diberikan dengan cara mengalikan harga satuan obat dengan jumlah pemberian obat dalam satu hari pemakaian.

C.Analisis Biaya

Dalam penelitian ini analisis biaya dilakukan dari sudut pandang rumah sakit untuk mengetahui biaya medik rata-rata perbulan yang meliputi biaya antidiabetik oral, biaya komplikasi, biaya laboratorium, biaya pendaftaran dan biaya pemeriksaan.

1. Biaya Antidiabetik Oral

Biaya Antidiabetik Oral (ADO) adalah biaya obat antidiabetik pada tahun 2014 berdasarkan harga satuan obat antidiabetik dikalikan dengan jumlah pemakaian per hari yang


(10)

 

Tabel 3. Gambaran Biaya Rata-rata Antidiabetik Oral Pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Antidiabetik Jumlah Biaya rata-rata ADO Per bulan ± SD (Rp)

Sulfonilurea 36 58.759 ± 25.221

Biguanid 4 11.160 ± 0

Sulfonilurea dan Biguanid 2 105.660 ± 0

Biguanid dan Penghambat glukosidase alfa

3 98.910 ± 0

Pada tabel 3 terlihat bahwa biaya rata-rata penggunaan golongan obat yang paling murah adalah golongan biguanid sebesar Rp11.160 ± 0. Sedangkan biaya golongan obat yang paling mahal adalah kombinasi golongan sulfonilurea dengan biguanid sebesar Rp105.660 ± 0, ini disebabkan cukup besarnya biaya antidiabetik itu sendiri karena beberapa antidiabetik golongan sulfonilurea yang digunakan tidak tercantum dalam Formularium Nasional yang digunakan sebagai acuan pengobatan untuk peserta BPJS.

2. Biaya Komplikasi

Biaya komplikasi adalah biaya yang digunakan untuk mengatasi komplikasi yang timbul karena diabetes yang diderita pasien berdasarkan harga satuan obat dikalikan dengan jumlah pemakaian per hari yang diberikan selama satu bulan, dalam hal ini diasumsikan pasien menerima resep untuk satu bulan penuh yaitu 30 hari.

Tabel 4. Gambaran Biaya Rata-rata Komplikasi Pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Pasien komplikasi yang menggunakan Antidiabetik

Jumlah Biaya rata-rata Komplikasi Per bulan ± SD (Rp)

Sulfonilurea 36 109.249 ±68.514,87

Biguanid 4 15.060,75±11.529,4

Sulfonilurea dan Biguanid 2 7.650±636,4

Biguanid dan Penghambat glukosidase alfa

3 26.130±0

Pada tabel 5 terlihat bahwa biaya rata-rata penggunaan golongan obat komplikasi yang paling murah adalah kombinasi golongan sulfonilurea dan biguanid sebesar Rp7.650±636,4. Sedangkan biaya golongan obat komplikasi yang paling mahal adalah golongan sulfonilurea sebesar Rp109.249 ± 68.514,87, hal ini dikarenakan pasien dengan terapi sulfonilurea untuk mengatasi komplikasi menggunakan HCD 200 dan Tanapress, dalam percobaan ini kedua obat tersebut merupakan obat antihipertensi yang paling mahal untuk digunakan.

3. Biaya Laboratorium

Biaya laboratorium adalah biaya pasien untuk tes laboratorium berdasarkan tarif patologi klinik RS Dr Moewardi Surakarta. Pemeriksaan yang dilakukan pasien diabetes melitus meliputi GDP dan GD2JPP. Biaya rata-rata pemeriksaan yang harus dikeluarkan pasien sebesar Rp22.000,00 tiap bulan.


(11)

4. Biaya Pemeriksaan

Biaya periksa adalah biaya pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RS Dr Moewardi Surakarta untuk mendapatkan pemeriksaan oleh dokter ahli penyakit dalam di RS Dr Moewardi Surakarta. Diasumsikan pasien periksa satu kali untuk satu bulan penuh yaitu 30 hari. Biaya periksa dokter di RS Dr Moewardi Surakarta adalah sebesar Rp35.000,00.

5. Biaya Total

Biaya total adalah biaya rata-rata pasien tiap bulannya meliputi biaya antidiabetik, biaya laboratorium, biaya pemeriksaan dan biaya pendaftaran. Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya rata-rata dari masing-masing komponen. Dalam penelitian ini diasumsikan pasien kontrol satu kali dalam sebulan

Tabel 5. Gambaran Biaya Medik Langsung Per Bulan Pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Komponen biaya Biaya rata-rata tiap bulan (Rp)

S B S + B B + A

Biaya Antidiabetik oral

58.759 ± 25.221 11.160 ± 0 105.660 ± 0 98.910 ± 0

Biaya Komplikasi 109.249 ± 68.514,87 15.060,75 ± 11.529,4 7.650 ± 636,4 26.130±0

Biaya Laboratorium 22.000 ± 0 22.000 ± 0 22.000 ± 0 22.000 ± 0

Biaya Periksa dan Pendaftaran

35.000 ± 0 35.000 ± 0 35.000 ± 0 35.000 ± 0

Total Biaya 225.008 ± 64.305,93 83.220,75 ± 11.529,4 170.310 ± 636,4 164.620 ± 15.086,16

Keterangan : S= Sulfonilurea; B= Biguanid; A= Akarbose

Tabel 5 menunjukkan biaya total rata-rata terapi diabetes melitus yang paling besar adalah terapi dengan golongan sulfonilurea yaitu sebesar Rp225.008± 64.305,93. Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF) biaya terapi untuk diabetes melitus pada tahun 2011 mencapai USD 465 miliar, dan akan meningkat sebesar USD 595 miliar pada tahun 2030.

D.Analisis Efektivitas Biaya

Dilakukan dengan membandingkan besar biaya yang digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta terhadap keberhasilan antidiabetik untuk mencapai kadar gula darah menuju target.

1. Efektivitas

Efektivitas adalah keberhasilan antidiabetik untuk mencapai kadar gula darah menuju target. Target gula darah adalah GDP 90-130 mg/dL, GD2JPP 140-180 mg/dL (Dipiro et al, 2008).


(12)

 

Tabel 6. Gambaran Efektivitas Tiap Bulan Pola Terapi Pada Pasien DM tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Pola Terapi Kadar gula darah yang

mencapai target

N (Total Pemeriksaan Gula Darah)

Efektivitas (%)

Sulfonilurea 16 108 14,81

Biguanid 7 12 58,33

Sulfonilurea dan Biguanid

3 6 50,00

Biguanid dan Akarbose

3 9 33,33

Tabel 6 menunjukkan bahwa golongan biguanid lebih efektif menurunkan kadar gula darah mencapai target sebanyak 7 dari 12 pasien dengan efektivitas terapi sebesar 58,33%. Menurut American Diabetes Association (2014) obat golongan biguanid (metformin) termasuk obat yang aman untuk pasien diabetes pada usia lanjut yang disertai penurunan fungsi fisiologis.

Pada pemeriksaan ini hanya tersedia pemeriksaan Gula Darah Puasa (GDP) dan Gula Darah 2 Jam Post Prandial (GD2JPP), sedangkan pemeriksaan HbA1c jarang sekali dilakukan di RS Dr Moewardi Surakarta. HbA1c merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat dibandingkan dengan pemeriksaan yang lain.

2. Efektivitas Biaya

Efektivitas biaya merupakan analisis efektivitas biaya dilihat dari sudut pandang rumah sakit, dimana efektivitas yang diukur adalah gula darah pasien yang mencapai target. Pengukuran analisis ini dengan menggunakan perhitungan ACER dan ICER sebagai kriteria. Perhitungan ACER didapatkan dari biaya medik rata-rata tiap jenis obat dibagi dengan efektivitas obat tersebut. Untuk perhitungan ICER, hasil ∆C didapatkan dari selisih biaya medik rata-rata obat A dengan biaya medik rata-rata obat B, sedangkan untuk ∆E didapatkan dari selisih efektivitas obat A dengan efektivitas obat B. Semakin rendah nilai ACER maka semakin tinggi nilai cost effective suatu kelompok. Menurut Andayani (2013) menyatakan bahwa suatu terapi lebih efektif dan murah jika ICER memberikan nilai negatif.

Tabel 7. Gambaran Efektivitas Biaya ACER Pada Pasien DM tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Pola Terapi Biaya Medik Rata-rata Efektivitas (%) ACER (Rp)

Sulfonilurea 225.008 14,81 15.193

Biguanid 83.220,75 58,33 1.426,72

Sulfonilurea dan Biguanid

170.310 50,00 3.406,20


(13)

Tabel 8. Gambaran Efektivitas Biaya ICER Pada Pasien DM tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Pola Terapi Biaya Medik Rata-rata

Efektivitas (%) ∆C ∆E ICER (∆C/ ∆E)

Sulfonilurea 225.008 14,81 225.008 14,81 15.193

Biguanid dan Akarbose

164.620 33,33 -60.388 18,52 -3.260,7

Sulfonilurea dan Biguanid

170.310 50,00 5.690 16,67 341,33

Biguanid 83.220,75 58,33 -87.089,25 8,33 -10.454,89

Pada tabel 7 dan 8 terlihat bahwa pola pengobatan yang paling cost effective adalah golongan Biguanid dengan nilai ACER terkecil sebesar Rp1.426,72 dan memberikan hasil negatif pada nilai ICER sebesar Rp-10.454,89. Sedangkan obat yang memberikan hasil ACER dan ICER terbesar adalah golongan sulfonilurea sebesar Rp15.193 dikarenakan biaya obat yang diberikan sudah tinggi dan obat yang digunakan tidak tercantum dalam Formularium Nasional yang digunakan sebagai acuan pengobatan untuk pasien BPJS.

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan antidiabetik oral terbanyak yaitu glikuidon dari golongan sulfonilurea dengan presentase sebesar 80%. Efektivitas terapi tertinggi yaitu golongan Biguanid dengan presentase sebesar 58,33% dan efektivitas terendah adalah golongan Sulfonilurea dengan presentase sebesar 14,81%. Efektivitas biaya penggunaan antidiabetik oral yang paling rendah yaitu golongan biguanid dengan nilai ACER sebesar Rp1.426,72 dan ICER sebesar Rp-10.454,89, sedangkan biaya antidiabetik yang paling tinggi yaitu golongan Sulfonilurea dengan nilai ACER dan ICER sebesar Rp15.193.

B.Saran

1. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya dengan sampel yang lebih besar.

2. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya dengan memperhatikan pola hidup pasien dengan menggunakan metode penelitian prospektif.

3. Perlu dilakukan penggunaan obat yang sesuai acuan untuk pasien diabetes melitus tipe 2 peserta BPJS agar sesuai dengan efektivitas.

UCAPAN TERIMAKASIH


(14)

 

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah banyak membantu dalam kelancaran penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, T., 2013, Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi, Yogyakarta: Bursa Ilmu

American Diabetes Association, 2014, Standards of Medical Care in Diabetes-2014. Diabetes Care, Vol. 37 (1): S14

Amod, et al, 2012, Guideline for The Management of Type 2 Diabetes (Revised), JEMDSA vol.37, Number 2 : Sup 1, page : S43

Centers for Disease Control, 2011, National Diabetes Fact Sheet 2011,

http://www.cdc.gov/diabetes/pubs/pdf/ndfs_2011.pdf (diunduh tanggal 17 September 2014)

Depkes, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, Jakarta

Depkes, 2006, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, Jakarta

Dipiro, J, T., et al, 2008, Pharmacotherapy Handbook, Seven edition, Mc Graw Hill

Efranda, J., 2014, Analisis Cost-Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Oral Kombinasi dan Antihipertensi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Disertai Hipertensi di Poliklinik Khusus RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013, Thesis, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas Padang

International Diabetes Federation, 2011, Global Diabetes Plan 2011-2021,

http://www.idf.org/sites/default/files/Global_Diabetes_Plan_Final.pdf(diunduh tanggal 17 September 2014)


(15)

http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf (diunduh tanggal 17 September 2014)

ISO, 2014, ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 48, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta

Janis, N., 2014, Supply, dan Demand Terhadap Layanan Kesehatan,http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/2014_kajian_pprf_BPJS.pdf (diunduh tanggal 24 September 2014)

Listiyaning, A., 2007, Analisis Efektivitas Biaya Sulfonilurea-Biguanid Dibandingkan Sulfonilurea-Alpha Glukosidase Inhibitor Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2006, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Murni, 2010, Analisis Efektivitas Biaya pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Rawat Jalan Peserta Asuransi Kesehatan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta

Murniningdyah, N, A., 2009, Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetik Tunggal pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pandan Arang Boyolali tahun 2008, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta

PERKENI, 2011, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI, Jakarta

Price, S. A. And Wilson, L, M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6, EGC: Jakarta


(1)

 

Tabel 3. Gambaran Biaya Rata-rata Antidiabetik Oral Pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Antidiabetik Jumlah Biaya rata-rata ADO Per bulan ± SD (Rp)

Sulfonilurea 36 58.759 ± 25.221

Biguanid 4 11.160 ± 0

Sulfonilurea dan Biguanid 2 105.660 ± 0

Biguanid dan Penghambat glukosidase alfa

3 98.910 ± 0

Pada tabel 3 terlihat bahwa biaya rata-rata penggunaan golongan obat yang paling murah adalah golongan biguanid sebesar Rp11.160 ± 0. Sedangkan biaya golongan obat yang paling mahal adalah kombinasi golongan sulfonilurea dengan biguanid sebesar Rp105.660 ± 0, ini disebabkan cukup besarnya biaya antidiabetik itu sendiri karena beberapa antidiabetik golongan sulfonilurea yang digunakan tidak tercantum dalam Formularium Nasional yang digunakan sebagai acuan pengobatan untuk peserta BPJS.

2. Biaya Komplikasi

Biaya komplikasi adalah biaya yang digunakan untuk mengatasi komplikasi yang timbul karena diabetes yang diderita pasien berdasarkan harga satuan obat dikalikan dengan jumlah pemakaian per hari yang diberikan selama satu bulan, dalam hal ini diasumsikan pasien menerima resep untuk satu bulan penuh yaitu 30 hari.

Tabel 4. Gambaran Biaya Rata-rata Komplikasi Pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Pasien komplikasi yang menggunakan Antidiabetik

Jumlah Biaya rata-rata Komplikasi Per bulan ± SD (Rp)

Sulfonilurea 36 109.249 ±68.514,87

Biguanid 4 15.060,75±11.529,4

Sulfonilurea dan Biguanid 2 7.650±636,4

Biguanid dan Penghambat glukosidase alfa

3 26.130±0

Pada tabel 5 terlihat bahwa biaya rata-rata penggunaan golongan obat komplikasi yang paling murah adalah kombinasi golongan sulfonilurea dan biguanid sebesar Rp7.650±636,4. Sedangkan biaya golongan obat komplikasi yang paling mahal adalah golongan sulfonilurea sebesar Rp109.249 ± 68.514,87, hal ini dikarenakan pasien dengan terapi sulfonilurea untuk mengatasi komplikasi menggunakan HCD 200 dan Tanapress, dalam percobaan ini kedua obat tersebut merupakan obat antihipertensi yang paling mahal untuk digunakan.

3. Biaya Laboratorium

Biaya laboratorium adalah biaya pasien untuk tes laboratorium berdasarkan tarif patologi klinik RS Dr Moewardi Surakarta. Pemeriksaan yang dilakukan pasien diabetes melitus meliputi GDP dan GD2JPP. Biaya rata-rata pemeriksaan yang harus dikeluarkan pasien sebesar Rp22.000,00 tiap bulan.


(2)

4. Biaya Pemeriksaan

Biaya periksa adalah biaya pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RS Dr Moewardi Surakarta untuk mendapatkan pemeriksaan oleh dokter ahli penyakit dalam di RS Dr Moewardi Surakarta. Diasumsikan pasien periksa satu kali untuk satu bulan penuh yaitu 30 hari. Biaya periksa dokter di RS Dr Moewardi Surakarta adalah sebesar Rp35.000,00. 5. Biaya Total

Biaya total adalah biaya rata-rata pasien tiap bulannya meliputi biaya antidiabetik, biaya laboratorium, biaya pemeriksaan dan biaya pendaftaran. Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya rata-rata dari masing-masing komponen. Dalam penelitian ini diasumsikan pasien kontrol satu kali dalam sebulan

Tabel 5. Gambaran Biaya Medik Langsung Per Bulan Pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Komponen biaya Biaya rata-rata tiap bulan (Rp)

S B S + B B + A

Biaya Antidiabetik oral

58.759 ± 25.221 11.160 ± 0 105.660 ± 0 98.910 ± 0

Biaya Komplikasi 109.249 ± 68.514,87 15.060,75 ± 11.529,4 7.650 ± 636,4 26.130±0

Biaya Laboratorium 22.000 ± 0 22.000 ± 0 22.000 ± 0 22.000 ± 0

Biaya Periksa dan Pendaftaran

35.000 ± 0 35.000 ± 0 35.000 ± 0 35.000 ± 0

Total Biaya 225.008 ± 64.305,93 83.220,75 ± 11.529,4 170.310 ± 636,4 164.620 ± 15.086,16

Keterangan : S= Sulfonilurea; B= Biguanid; A= Akarbose

Tabel 5 menunjukkan biaya total rata-rata terapi diabetes melitus yang paling besar adalah terapi dengan golongan sulfonilurea yaitu sebesar Rp225.008± 64.305,93. Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF) biaya terapi untuk diabetes melitus pada tahun 2011 mencapai USD 465 miliar, dan akan meningkat sebesar USD 595 miliar pada tahun 2030.

D.Analisis Efektivitas Biaya

Dilakukan dengan membandingkan besar biaya yang digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta terhadap keberhasilan antidiabetik untuk mencapai kadar gula darah menuju target.

1. Efektivitas

Efektivitas adalah keberhasilan antidiabetik untuk mencapai kadar gula darah menuju target. Target gula darah adalah GDP 90-130 mg/dL, GD2JPP 140-180 mg/dL (Dipiro et al, 2008).


(3)

 

Tabel 6. Gambaran Efektivitas Tiap Bulan Pola Terapi Pada Pasien DM tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Pola Terapi Kadar gula darah yang mencapai target

N (Total Pemeriksaan Gula Darah)

Efektivitas (%)

Sulfonilurea 16 108 14,81

Biguanid 7 12 58,33

Sulfonilurea dan Biguanid

3 6 50,00

Biguanid dan Akarbose

3 9 33,33

Tabel 6 menunjukkan bahwa golongan biguanid lebih efektif menurunkan kadar gula darah mencapai target sebanyak 7 dari 12 pasien dengan efektivitas terapi sebesar 58,33%. Menurut American Diabetes Association (2014) obat golongan biguanid (metformin) termasuk obat yang aman untuk pasien diabetes pada usia lanjut yang disertai penurunan fungsi fisiologis.

Pada pemeriksaan ini hanya tersedia pemeriksaan Gula Darah Puasa (GDP) dan Gula Darah 2 Jam Post Prandial (GD2JPP), sedangkan pemeriksaan HbA1c jarang sekali dilakukan di RS Dr Moewardi Surakarta. HbA1c merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat dibandingkan dengan pemeriksaan yang lain.

2. Efektivitas Biaya

Efektivitas biaya merupakan analisis efektivitas biaya dilihat dari sudut pandang rumah sakit, dimana efektivitas yang diukur adalah gula darah pasien yang mencapai target. Pengukuran analisis ini dengan menggunakan perhitungan ACER dan ICER sebagai kriteria. Perhitungan ACER didapatkan dari biaya medik rata-rata tiap jenis obat dibagi dengan efektivitas obat tersebut. Untuk perhitungan ICER, hasil ∆C didapatkan dari selisih biaya medik rata-rata obat A dengan biaya medik rata-rata obat B, sedangkan untuk ∆E didapatkan dari selisih efektivitas obat A dengan efektivitas obat B. Semakin rendah nilai ACER maka semakin tinggi nilai cost effective suatu kelompok. Menurut Andayani (2013) menyatakan bahwa suatu terapi lebih efektif dan murah jika ICER memberikan nilai negatif.

Tabel 7. Gambaran Efektivitas Biaya ACER Pada Pasien DM tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Pola Terapi Biaya Medik Rata-rata Efektivitas (%) ACER (Rp)

Sulfonilurea 225.008 14,81 15.193

Biguanid 83.220,75 58,33 1.426,72

Sulfonilurea dan Biguanid

170.310 50,00 3.406,20


(4)

Tabel 8. Gambaran Efektivitas Biaya ICER Pada Pasien DM tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014

Pola Terapi Biaya Medik Rata-rata

Efektivitas (%) ∆C ∆E ICER (∆C/ ∆E) Sulfonilurea 225.008 14,81 225.008 14,81 15.193

Biguanid dan Akarbose

164.620 33,33 -60.388 18,52 -3.260,7

Sulfonilurea dan Biguanid

170.310 50,00 5.690 16,67 341,33

Biguanid 83.220,75 58,33 -87.089,25 8,33 -10.454,89

Pada tabel 7 dan 8 terlihat bahwa pola pengobatan yang paling cost effective adalah golongan Biguanid dengan nilai ACER terkecil sebesar Rp1.426,72 dan memberikan hasil negatif pada nilai ICER sebesar Rp-10.454,89. Sedangkan obat yang memberikan hasil ACER dan ICER terbesar adalah golongan sulfonilurea sebesar Rp15.193 dikarenakan biaya obat yang diberikan sudah tinggi dan obat yang digunakan tidak tercantum dalam Formularium Nasional yang digunakan sebagai acuan pengobatan untuk pasien BPJS.

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan antidiabetik oral terbanyak yaitu glikuidon dari golongan sulfonilurea dengan presentase sebesar 80%. Efektivitas terapi tertinggi yaitu golongan Biguanid dengan presentase sebesar 58,33% dan efektivitas terendah adalah golongan Sulfonilurea dengan presentase sebesar 14,81%. Efektivitas biaya penggunaan antidiabetik oral yang paling rendah yaitu golongan biguanid dengan nilai ACER sebesar Rp1.426,72 dan ICER sebesar Rp-10.454,89, sedangkan biaya antidiabetik yang paling tinggi yaitu golongan Sulfonilurea dengan nilai ACER dan ICER sebesar Rp15.193.

B.Saran

1. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya dengan sampel yang lebih besar.

2. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya dengan memperhatikan pola hidup pasien dengan menggunakan metode penelitian prospektif.

3. Perlu dilakukan penggunaan obat yang sesuai acuan untuk pasien diabetes melitus tipe 2 peserta BPJS agar sesuai dengan efektivitas.


(5)

 

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah banyak membantu dalam kelancaran penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, T., 2013, Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi, Yogyakarta: Bursa Ilmu

American Diabetes Association, 2014, Standards of Medical Care in Diabetes-2014.

Diabetes Care, Vol. 37 (1): S14

Amod, et al, 2012, Guideline for The Management of Type 2 Diabetes (Revised), JEMDSA vol.37, Number 2 : Sup 1, page : S43

Centers for Disease Control, 2011, National Diabetes Fact Sheet 2011,

http://www.cdc.gov/diabetes/pubs/pdf/ndfs_2011.pdf (diunduh tanggal 17 September 2014)

Depkes, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, Jakarta

Depkes, 2006, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, Jakarta

Dipiro, J, T., et al, 2008, Pharmacotherapy Handbook, Seven edition, Mc Graw Hill

Efranda, J., 2014, Analisis Cost-Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Oral Kombinasi dan Antihipertensi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Disertai Hipertensi di Poliklinik Khusus RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013, Thesis, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas Padang

International Diabetes Federation, 2011, Global Diabetes Plan 2011-2021,

http://www.idf.org/sites/default/files/Global_Diabetes_Plan_Final.pdf(diunduh tanggal 17 September 2014)


(6)

http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf (diunduh tanggal 17 September 2014)

ISO, 2014, ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 48, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta

Janis, N., 2014, Supply, dan Demand Terhadap Layanan

Kesehatan,http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/2014_kajian_pprf_BPJS.pdf

(diunduh tanggal 24 September 2014)

Listiyaning, A., 2007, Analisis Efektivitas Biaya Sulfonilurea-Biguanid Dibandingkan Sulfonilurea-Alpha Glukosidase Inhibitor Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2006, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Murni, 2010, Analisis Efektivitas Biaya pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Rawat Jalan Peserta Asuransi Kesehatan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014,

Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta

Murniningdyah, N, A., 2009, Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetik Tunggal pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pandan Arang Boyolali tahun 2008, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta

PERKENI, 2011, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di

Indonesia, PB. PERKENI, Jakarta

Price, S. A. And Wilson, L, M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6, EGC: Jakarta


Dokumen yang terkait

Gambaran Pola Makan Penderita Diabetes Melitus Rawat Jalan Di Puskesmas Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

9 95 78

Status Oral Higiene Dan Periodontal Pada Pasien Diabetes Melitus Dan Non- Diabetes Di RSUD Dr. Pirngadi

0 47 49

Katarak dan Diabetes Melitus

7 65 25

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN Analisis Efektivitas Biaya Antidiabetik Oral Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Peserta Bpjs Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Tahun 20

3 8 16

PENDAHULUAN Analisis Efektivitas Biaya Antidiabetik Oral Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Peserta Bpjs Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Tahun 2014.

0 5 14

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIDIABETIK KOMBINASI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSU PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008.

0 2 18

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIDIABETIK TUNGGAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSU PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008.

0 2 25

ANALISIS EFFEKTIVITAS BIAYA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA ANALISIS EFFEKTIVITAS BIAYA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA ASURANSI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009.

1 2 20

PENDAHULUAN ANALISIS EFFEKTIVITAS BIAYA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA ASURANSI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009.

0 13 31

ANALISIS BIAYA DAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ANTIDIABETIK TUNGGAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU Analisis Biaya Dan Efektivitas Penggunaan Antidiabetik Tunggal Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di Rumah Saki

1 1 19