1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang M asalah
Indonesia adalah negara yang berdasarkan at as hukum dan bukan negara at as kekuasaan, m aka kedudukan hukum baru dit em pat kan di at as
segala-galanya. Set iap perbuatan harus sesuai dengan at uran hukum t anpa kecuali.
1
Termasuk dalam hal ini adalah hukum untuk mengat ur t indakan w arga negaranya, sepert i hukum pidana maupun hukum acara pidana. Pada
hakekatnya hukum acara pidana term asuk dalam pengert ian hukum pidana. Namun demikian, hukum acara pidana lebih mengat ur t ent ang bagaim ana
negara m elalui alat -alatnya m elaksanakan haknya unt uk m enjatuhkan pidana. Sem ent ara it u, hukum pidana lebih m engat ur t ent ang perbuat an m ana yang
dikenakan pidana dan pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada pelaku t indak pidana.
2
Hukum dapat dilihat sebagai perlengkapan m asyarakat unt uk m encipt akan ket ert iban dan ket erat uran dalam kehidupan m asyarakat . Oleh
karena it u, hukum bekerja dengan cara m emberikan petunjuk t ent ang tingkah laku dan karena itu pula hukum berupa norma. Hukum yang berupa norm a
1
Jimly Asshiddiqie. 2006. Konst it usi dan Konst it usionalisme Indonesia. Jakart a: Sekret ariat Jenderal dan Kepanit eraan M ahkamah Konst it usi RI. Hal. 69
2
Lilik M ulyadi. 2008. Bunga Rampai Hukum Pidana Perspekt if Teorit is Dan Prakt ik. Bandung: Alum ni. Hal. 26
dikenal dengan sebut an norma hukum, dimana hukum mengikat kan diri pada m asyarakat sebagai t em pat bekerjanya hukum t ersebut .
3
Indonesia sebagai suat u negara hukum mempunyai ciri pent ing, yaitu supremacy of law , equalit y before t he law ,
dan due procces of law. Untuk itulah pem bukt ian sangat pent ing dalan proses peradilan pidana di Indonesia,
karena dengan pem bukt ian akan menentukan posisi ant ara t ersangka dan korban sehingga hukum dapat mempert imbangkan fakt a-fakt a hukum dan
alat bukt i yang ada. Alat bukt i yang sah sebagaimana dit egaskan dalam KUHAP adalah ket erangan saksi, ket erangan ahli, surat, pet unjuk dan ket erangan
t erdakw a. Dalam persidangan hakim harus m eneliti sampai dim ana kekuat an pem bukt ian dari set iap alat bukti t ersebut .
4
Alat bukti berupa ket erangan saksi sangat lah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, ket erangan yang diberikan oleh seorang saksi
dimaksudkan untuk m enget ahui apakah m emang t elah t erjadi suatu perbuat an pidana at au t idak yang dilakukan terdakw a. Dengan dem ikian,
ket erangan saksi m erupakan salah sat u fakt or pent ing dalam pem bukt ian at au pengungkapan fakt a yang akan dijadikan acuan dalam m enem ukan bukt i-
bukti lain untuk menguat kan sebuah penyelidikan, penyidikan, dan bahkan pem bukt ian di pengadilan. Dalam kont eks sist em peradilan pidana, secara
yuridis, ket erangan saksi adalah orang yang dapat m em berikan ket erangan
3
Sat jipt o Rahardjo. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Alum ni. Hal. 14
4
Andi Hamzah. 2000. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakart a: Sinar Grafika. Hal. 7
guna kepent ingan penyidikan, penuntut an dan peradilan t ent ang suat u perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
5
Pem bukt ian mem punyai kedudukan yang sangat pent ing dalam proses pem eriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembukt ian inilah nasib
t erdakw a ditentukan, dan hanya dengan pem bukt ian suatu perbuat an pidana dapat dijat uhi hukum an pidana. Pada int inya, pem bukt ian m erupakan
sebagian dari hukum acara pidana yang m engat ur m acam-m acam alat bukt i yang sah m enurut hukum , sistem yang dianut dalam pembukt ian, syarat -
syarat dan t at a cara m engajukan bukt i t ersebut sert a kew enangan hakim unt uk m enerima, m enolak dan menilai suatu pembuktian.
Sist em pembukt ian yang berlaku dalam hukum acara pidana, m erupakan suatu sist em pembukt ian di depan pengadilan agar suat u pidana
dapat dijatuhkan oleh hakim, haruslah m em enuhi dua syarat yang mut lak yang t elah dit ent ukan dalam Kit ab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
yait u: alat bukt i yang cukup sert a sah dan keyakinan hakim. Alat bukt i yang sah dalam hukum acara pidana diatur dalam ket ent uan Pasal 184 ayat 1
KUHAP ant ara lain: ket erangan saksi, ket erangan ahli, surat , pet unjuk dan ket erangan t erdakw a.
Salah satu alat bukt i yang diatur dalam hukum acara pidana adalah ket erangan saksi, ket erangan saksi sebagai alat bukt i ialah apa yang saksi
5
M uchamad Iksan. 2012. Hukum Perlindungan Saksi Dalam Sist em Peradilan Pidana Indonesia. Surakart a: M uhammadiyah Universit y Press. Hal. 98
nyat akan di sidang pengadilan Pasal 185 ayat 1 KUHAP. Apabila dikait kan dengan ket ent uan Pasal 1 but ir 27 KUHAP, maka yang harus dit erangkan oleh
saksi dalam sidang adalah: apa yang saksi lihat sendiri, apa yang saksi dengar sendiri dan apa yang saksi alam i sendiri.
Saat ini, ket erangan saksi t elah m engalam i perkem bangan, seiring dengan berkembangnya penget ahuan masyarakat di bidang t eknologi
kom unikasi dan informasi sehingga dalam prakt ek peradilan pidana ket erangan saksi t idak lagi diberikan secara langsung fisik harus
dipersidangan untuk m em berikan kesaksiannya. Dew asa ini dalam dunia peradilan Indonesia t elah diperkenalkan cara p em eriksaan saksi jarak jauh
dengan m emanfaat kan t eknologi m ult imedia yang dikenal dengan ist ilah t eleconference
. Teleconference adalah pert em uan yang dilakukan oleh dua orang at au lebih yang dilakukan melewat i t elepun at au koneksi jaringan.
Pert emuan t ersebut dapat hanya menggunakan suara audio conference at au m enggunakan video video conference yang m em ungkinkan pesert a konfrensi
saling m elihat .
6
Pem eriksaan saksi secara t eleconference, pert am a kali dilakukan pada t ahun 2002. Saat it u, untuk pert ama kalinya M ahkamah Agung M A
m em berikan izin kepada m ant an Presiden BJ Habibie untuk m em berikan kesaksian lew at t eleconference dalam kasus penyim pangan dana non-
budget er Bulog at as nam a t erdakw a Akbar Tandjung. Sejak pengadilan
6
Fat hul Wahid. 2002. Kamus Ist ilah Teknologi Informasi, Ed. I. Yogyakart a: Andi. Hal. 63
m em berikan izin kepada m ant an Presiden BJ Habibie untuk m em berikan kesaksian lewat t eleconference pada 2002, prakt ik sej enis m ulai sering dipakai
dalam persidangan.
7
Apabila dikaji lebih lanjut , dalam KUHAP t idak m engenal bukt i-bukt i elekt ronik m aupun ket ent uan-ket ent uan t ent ang prosedur pem eriksaan
saksi lew at sarana t eknologi inform asi t eleconference, sepert i yang pernah t erjadi dalam sidang perkara pidana dengan terdakwa Rahardi Ram elan di
Pengadilan Negeri Jakart a Selat an yang m em eriksa saksi mant an Presiden Indonesia B.J. Habibie dengan m enggunakan t eleconference. Prosedur
pem eriksaan memakai sarana t eknologi dengan cara t eleconference t ersebut , baru pert ama kali t erjadi dan diperakt ekkan dalam sejarah peradilan
Indonesia.
8
Set elah pemberian kesaksian m elalui t eleconference yang dilakukan oleh B.J. Habibie, selanjutnya giliran saksi-saksi kasus pelanggaran HAM berat
di Timor-Timur yang m emint a PN Jakart a Pusat unt uk mengambil kesaksian m ereka secara t eleconference dem i alasan keam anan dan efisiensi w akt u.
Begit u pula dengan persidangan Abu Bakar Ba’ asyir, t erdakwa kasus rencana pengebom an beberapa gereja di m alam Nat al t ahun 2000 yang kesaksiannya
juga dilakukan secara t eleconference.
7
“ Penggunaan Teleconf erence
Dalam Persidangan” .
ht t p: w w w .hukumonline.com klinik det ail cl5644 . Diakses t anggal 26 November 2013, pukul 12.47
8
Arsyad Sanusi, et . al. 2003. Analisis dan Evaluasi Hukum Tent ang Pemanfaat an M edia Elekt ronik Teleconference Unt uk Pem bukt ian Dalam Hukum Acara Pidana
. Jakar t a: Badan Hukum Nasional Depar t em en Hukum dan HAM RI. Hal..3
Nam un, pada kenyat aannya m asih terjadi pert ent angan m engenai penerapan ket erangan saksi secara t eleconference dalam persidangan. Hal ini
dikarenakan t idak sem ua permohonan pem eriksaan saksi dapat dilakukan dan dit erima oleh Pengadilan, sepert i kasus Schapelle Leigh Corby yang
perm ohonan untuk pem eriksaan m elalui t eleconference. Dengan dem ikian, t idak ada kew ajiban bagi hakim di Indonesia menggunakan t eleconference dan
bukan pula merupakan keharusan menurut hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia untuk m enggunakan t eleconference dalam proses pem eriksaaan
saksi di persidangan.
9
M eskipun demikian, penerapan ket erangan saksi secara t eleconference juga sudah dipakai dalam persidangan. Oleh karena it u, supaya dapat
dit erapkan secara efekt if diperlukan regulasi yang dapat mem ecahkan m asalah pem eriksaan ket erangan saksi secara t eleconference, karena sampai
saat ini masih t erjadi pert ent angan dalam pelaksanaannya di persidangan. Hal ini supaya dapat diket ahui kedudukannya sebagai alat bukt i dalam
persidangan, sehingga lebih m em berikan kepast ian hukum yang baik. Selain itu dapat diket ahui kepast ian dan keabsahannya dalam persidangan perkara
pidana. Berdasarkan lat ar belakang di at as, maka penulis t ert arik unt uk
m elakukan penelit ian dengan judul “ M ODEL KEBIJAKAN HUKUM PIDANA
9
“ M enggugat Dasar
Pem eriksaan Saksi
M elalui Teleconference
” . ht t p: hukumonline.com berit a baca lt 4d832f081d0ee
. Diakses t anggal 26 November 2013, pukul 12.55
TENTANG KETERANGAN SAKSI M ELALUI TELECONFERENCE SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA” .
B. Perumusan M asalah