Fenomena pekerja anak sebagai “pak ogah” di Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan

FENOMENA PEKERJA ANAK SEBAGAI “PAK OGAH” DI
KECAMATAN CIPUTAT, TANGERANG SELATAN

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

May Suhardyanto
1110111000007

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015

ABSTRAKSI
Skripsi ini mengkaji tentang pekerja anak yang bekerja sebagai ―pak ogah‖ di
Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan gambaran anak yang bekerja sebagai ―pak ogah‖ serta ingin
menjelaskan apa yang menyebabkan mereka bekerja. Subjek penelitian sebanyak
sepuluh informan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data diperoleh
melalui wawancara dan observasi.
Teori yang digunakan adalah teori sub-budaya kemiskinan dan teori belajar
sosial. Teori sub-budaya kemiskinan digunakan karena mampu menjelaskan bahwa
sebagian besar informan merupakan berasal dari latar belakang keluarga yang berada
dalam garis kemiskinan yang didalamnya terdapat beberapa karakteristik yang sesuai
dengan teori sub-budaya kemiskinan. Sedangkan teori belajar sosial digunakan
karena mampu menjelaskan salah satu faktor penyebab anak untuk bekerja sebagai
―pak ogah‖.
Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh informan di wilayah penelitian
merupakan anak laki-laki yang berusia antara 13 sampai dengan 17 tahun, yang
berasal dari suku Betawi dan Jawa dan beragama Islam. Latar belakang pendidikan
mayoritas informan sudah putus sekolah pada jenjang SMP, hanya minoritas yang
masih menempuh pendidikan di jenjang SD, SMP dan SMA. Para informan sudah
bekerja antara satu sampai empat tahun, pada umumnya mereka bekerja satu sampai
dua jam dalam sehari dan tiga sampai empat hari dalam seminggu. Penghasilan
mereka antara lima ribu sampai delapan puluh ribu dalam sehari. Latar belakang
keluarga mayoritas informan berasal dari keluarga miskin yang dalam kehidupan

kesehariannya terdapat beberapa karakteristik yang sesuai dengan teori sub-budaya
kemiskinan, seperti terbatasnya akses terhadap pendidikan, kesehatan dan konsumsi,
terbatasnya tempat tinggal karena pemukiman kumuh dan padat, adanya perasaan
tidak berharga dan tidak berdaya, kurangnya pengasuhan oleh orang tua serta
tingginya tingkat kesengsaraan karena beratnya penderitaan Ibu. Namun demikian,
terdapat karakteristik sub-budaya kemiskinan yang tidak sesuai, seperti rendahnya
partisipasi ke dalam lembaga masyarakat, adanya pernikahan di usia dini dan
tingginya perceraian dalam keluarga
Penyebab informan bekerja karena adanya faktor pendorong yang berasal dari
kemauan mereka sendiri untuk mencari uang. Faktor mencari uang ini disebabkan
oleh tiga alasan. Pertama, untuk membantu pemenuhan ekonomi keluarga, yang
sifatnya primer. Kedua, untuk memenuhi konsumsi (jajan) sendiri, yang sifatnya
sekunder. Ketiga, untuk pemenuhan kebutuhan sekolah yang meliputi membeli buku
dan bayaran sekolah. Kemudian terdapat tiga faktor yang menjadi daya tarik
pekerjaan ―pak ogah‖ yang menyebabkan informan bekerja. Pertama, kenyamanan
bekerja, hal ini disebabkan karena terdapatnya teman sebayanya yang juga bekerja
dan mempengaruhi semua informan untuk menggeluti pekerjaan ini. Kedua, adanya
penghasilan rutin dan mencukupi untuk kebutuhan mereka. Ketiga, tidak
membutuhkan keahlian dan modal besar.


i

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillahi rabbil alamin kehadirat Allah SWT
atas Rahmat dan Ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan Nabi Muhammad SAW berserta
keluarga, para sahabat dan para pengikutnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan,
bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi dari banyak pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yaitu Bapak Prof. Dr. Zulkifli,
MA.
2. Sekretaris Program Studi Sosiologi yaitu Bapak Husnul Khitam, M.Si.
3. Ibu Dra. Ida Rosyidah, MA selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan waktu, tenaga dan
pikirannya untuk membimbing dan memberikan motivasi untuk penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Segenap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah
memberikan ilmu pengetahuannya kepada mahasiswa.
5. Kedua orang tua penulis yang senantiasa mendoakan dan mendukung baik

moril maupun materil.
6. Kawan-kawan Sosiologi 2010, terima kasih atas pengalaman yang
diberikan.
7. Para informan dan juga pegawai Kecamatan Ciputat yang telah
memberikan data dan informasi yang diperlukan.
8. Pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung berjasa bagi
penulisan skripsi ini.
Semoga semua jasa dan kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis
dapat menjadi amal shaleh dan selalu mendapatkan rahmat serta lindungan dari Allah
SWT. Akhirnya, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh
karena itu kritik serta saran yang membangun diharapkan oleh penulis dan juga
penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Jakarta, Maret 2015

ii

DAFTAR ISI
ABSTRAKSI..……………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………....v
BAB I

PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah...............................................................…1
B. Pertanyaan Penelitian………………………………………….5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………..5
D. Tinjauan Pustaka………………………………………………6
E. Kerangka Teori……………………………………………….11
F. Definisi Konsep………………………………………………14
G. Metodologi Penelitian………………………………………..16
H. Sistematika Penulisan………………………………………...23

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN
A. Letak Geografis Kecamatan Ciputat…………………………24
B. Kondisi Demografis Kecamatan Ciputat…………………….24
C. Gambaran Umum ―Pak Ogah‖ anak di Ciputat……………...33


BAB III

TEMUAN DAN ANALISIS
A. Karakteristik

dan

Kehidupan

Pekerja

Anak

Di

Wilayah

Penelitian……………………………………………………..36
1. Jenis Kelamin ………………………………...……….....36

2. Usia………....……………………………………............37

iii

3. Suku dan Agama………..………………………………..41
4. Pendidikan………………………………..........................45
5. Waktu Bekerja ………………….......................................47
6. Pendapatan……………………………………………….49
7. Latar Belakang Keluarga…………………………………51
B. Sub-Budaya Kemiskinan ―Pak Ogah‖ Anak Pendekatan Oscar
Lewis…………………………………………………………54
1. Akses Terhadap Konsumsi……………………………….54
2. Akses Terhadap Kesehatan…………………....................57
3. Partisipasi Informan Di Lingkungan Sosial……………...60
4. Kondisi Rumah dan Lingkungan Pemukiman…………...62
5. Kondisi Internal Keluarga………………………………..64
C. Faktor Penyebab Informan Bekerja Sebagai ―Pak Ogah‖.......69
1. Faktor Pendorong………………………………………...69
a. Membantu Ekonomi Keluarga……………………….70
b. Pemenuhan Kebutuhan Konsumsi (Jajan) Sendiri…...72

c. Pemenuhan Kebutuhan Sekolah……………………...74
2. Daya Tarik Pekerjaan ―Pak Ogah‖……………………….75
a. Kenyamanan Bekerja………………………………...75
b. Adanya Penghasilan Rutin dan Mencukupi………….78
c. Tidak Membutuhkan Keahlian dan Modal Besar........79
BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan…………………………………………………..81
B. Rekomendasi.…………...……………………...…………….84

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………vi

iv

DAFTAR TABEL
Tabel I.G.1 Profil Informan……………………………………………………...17
Tabel II.B.1 Perubahan Penduduk di Kecamatan Ciputat……………………….24
Tabel II.B.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin……………………..25
Tabel II.B.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur……………………………...26

Tabel II.B.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Terakhir………………27
Tabel II.B.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan…………………....28
Tabel II.B.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama dan Kepercayaan……….…30
Tabel II.B.7 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Ciputat………………...31
Tabel II.B.8 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Ciputat………………....31
Tabel II.B.9 Jumlah Fasilitas Peribadatan di Kecamatan Ciputat………………..32
Tabel III.A.1 Usia Informan……………………………………………………...37
Tabel III.A.2 Suku dan Agama Informan………………………………………..43
Tabel III.A.3 Matrik Pendidikan Informan….…………………………………...45
Tabel III.A.4 Matrik Penghasilan Orang Tua dalam Membiayai Pendidikan…...46
Tabel III.A.5 Pendapatan Informan……………………………………………...50
Tabel III.A.6 Latar Belakang Keluarga……………………………......................51
Tabel III.B.1 Matrik Akses Konsumsi Makan Sehari-hari………………............55
Tabel III.B.2 Matrik Akses Kesehatan ……………………………………..........57
Tabel III.B.3 Matrik Partisipasi Informan Di Lembaga Masyarakat ……............60
Tabel III.B.4 Matrik Kondisi Rumah dan Lingkungan Pemukiman……..............62
Tabel III.B.5 Matrik Kondisi Internal Keluarga…………………………………64
Tabel III.B.6 Matrik Kurangnya Pengasuhan Orang tua………………………...67
Tabel III.C.1 Faktor-Faktor yang Mendorong Anak Bekerja……………………70


v

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Pernyataan Masalah
Skripsi ini mengkaji tentang fenomena pekerja anak yang bekerja sebagai ―pak

ogah‖ di Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Skripsi bertujuan untuk
melihat gambaran kehidupan anak yang bekerja dan juga berupaya untuk
menjelaskan yang meyebabkan anak bekerja sebagai ―pak ogah‖.
Fenomena ini menjadi penting dan menarik untuk dikaji karena pekerja anak di
Indonesia jumlahnya masih banyak dan bahkan masih ditemukan anak-anak yang
bekerja pada sektor berbahaya. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei International
Labour Organization (ILO) bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2010 yang menunjukan bahwa jumlah keseluruhan anak di Indonesia yang berusia 517 adalah sekitar 58,8 juta anak. Dari jumlah tersebut 4,05 juta termasuk dalam
kategori anak yang bekerja, kemudian dari jumlah anak yang bekerja tersebut sekitar
1,76 juta merupakan pekerja anak dan sekitar 20,7 persennya bekerja pada kondisi
berbahaya, misalnya lebih dari 40 jam per minggu (ILO, 2010). Pekerjaan berbahaya

bagi anak juga didefinisikan dalam konvensi ILO No. 138 dan 182 yang menetapkan:
Pekerjaan berbahaya bagi anak adalah kegiatan atau pekerjaan apapun yang
menurut sifat dan jenisnya mempunyai atau dapat menimbulkan dampak yang
merugikan terhadap keselamatan, kesehatan fisik ataupun mental, dan
perkembangan moral anak-anak. Bahaya juga dapat ditimbulkan oleh beban
kerja yang berlebihan, kondisi fisik pekerjaan, dan intensitas kerja dalam hal
durasi atau jam kerja walaupun kegiatan atau pekerjaan itu sendiri diketahui
tidak berbahaya atau ―aman‖ (2008:4).

1

Secara empiris banyak bukti yang menunjukan bahwa terlibatnya anak dalam
aktivitas ekonomi baik sektor formal maupun informal terlalu dini cenderung rawan
eksploitasi, terkadang berbahaya dan mengganggu perkembangan fisik, psikologis,
dan sosial anak (Suyanto, 2010:120). Bahkan dalam kasus dan bentuk tertentu
pekerja anak telah masuk sebagai kualifikasi anak-anak yang bekerja pada situasi
yang paling tidak bisa ditolelir (Tjahjanto, 2008:32). Padahal menurut undangundang perlindungan anak No 23 tahun 2002 menjelaskan bahwa setiap anak berhak
untuk mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi
maupun seksual (Warsini, 2005:9). Dan juga hak anak ini diatur dalam konvensi hak
anak yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia, disebutkan dan diakui bahwa
pada hakikatnya anak-anak berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan
mereka seyogyanya tidak terlibat dalam aktivitas ekonomi secara dini (Suyanto,
2010:119).
Maraknya pekerja anak tidak bisa terlepas dari masalah sosial lainnya, yaitu
kemiskinan. Meskipun kemiskinan berpengaruh banyak, namun kemiskinan
bukanlah faktor satu-satunya yang menyebabkan anak bekerja di sektor berbahaya,
masih terdapat variabel-variabel lain yang mempengaruhinya seperti adanya segmen
tersendiri dalam pasar tenaga kerja, baik berdasarkan usia, tingkat pendidikan,
keahlian maupun pengalaman (Suyanto, 2010:131). Dari penjelasan tersebut
menjelaskan bahwa pekerja anak memiliki segmen tersendiri di pasar tenaga kerja
dan salah satu yang marak digeluti oleh mereka adalah pekerjaan di sektor informal.

2

Hal ini sesuai dengan temuan ILO (2009:9) yang mengungkapkan bahwa beberapa
bentuk pekerjaan yang diketahui banyak dikerjakan oleh sejumlah besar pekerja anak
adalah pekerjaan dalam sektor informal misalnya menyemir sepatu, mengemis,
menarik becak, menjadi kernet angkutan kota, berjualan koran dan pekerjaan
informal lainnya berlangsung di rumah dan karena itu kurang terlihat oleh umum.
Beberapa jenis pekerjaan informal yang dilakukan anak-anak tersebut dapat dianggap
sebagai pekerjaan mencari uang secara mandiri (self-employment).
Selain dari beberapa jenis pekerjaan informal yang dijelaskan ILO, ternyata
berkembang beberapa jenis pekerjaan yang menjadi segmen pekerja anak di
perkotaan di Indonesia, salah satu diantaranya adalah pekerjaan sebagai ―pak ogah‖
yang pengertiannya menurut Azmi adalah:
―Pak ogah‖ merupakan sebutan masyarakat terhadap seseorang
sekelompok orang di luar institusi negara yang mengatur jalan raya
mendapatkan imbalan secara langsung dari pengguna kendaraan, tujuan
―pak ogah‖ ini ialah hanya untuk mendapatkan nafkah kehidupan
berlatarkan motif ekonomi semata (2013).

atau
dan
dari
atau

Berkembangnya pekerjaan sebagai ‖pak ogah‖ dan jenis pekerjaan sektor
informal lainnya tidak terlepas dari proses pembangunan (Effendi, 1995:73). Proses
pembangunan yang terjadi di beberapa daerah juga dialami oleh wilayah Ciputat
yang merupakan bagian dari Kota tangerang Selatan, sebagai wilayah yang secara
geografis berdekatan dengan ibu kota tentunya pembangunan infrastruktur jalan
dibutuhkan bagi akses mobilitas penduduknya dan juga untuk membantu mengatasi
kemacetan. Namun konsekuensi pembangunan infrasturktur jalan yang menghasilkan

3

persimpangan-persimpangan ternyata di sisi lain dimanfaatkan menjadi sumber
penghasilan bagi sebagian masyarakat yang tidak mampu bersaing dalam tenaga
kerja formal, baik dari segi ekonomi, keahlian maupun pendidikan. Baik orang
dewasa, remaja maupun anak-anak yang seharusnya berada dalam dunia bermain dan
belajar, ternyata mereka juga memanfaatkan hal ini sebagai peluang atau kesempatan
untuk dijadikan sumber mencari penghasilan.
Dalam kesehariannya banyak anak-anak yang menghabiskan waktu untuk
bekerja sebagai ―pak ogah‖, mereka tersebar di berbagai persimpangan jalan-jalan di
Ciputat. Pekerjaan ini tentu memiliki berbagai resiko berbahaya dan tentu tidak
seharusnya dikerjakan oleh anak-anak, karena seperti yang diketahui bahwa
pekerjaan dan lingkungan kerja bagi anak dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap tumbuh dan berkembangnya anak baik fisik, mental, sosial maupun
intelektualnya (Warsini, 2005:8). Dengan demikian, fenomena pekerja anak sebagai
―pak ogah‖ ini sekaligus menunjukan bahwa hak-hak anak yang tertulis dalam
undang-undang perlindungan anak maupun konvensi hak anak dalam realitasnya
masih belum sesuai. Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana
gambaran kehidupan dari para pekerja anak sebagai ―pak ogah‖ dan juga mengetahui
apa yang menyebababkan anak bekerja sebagai ―pak ogah‖.

4

B.

Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian pernyataan masalah di atas, maka peneliti merumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran kehidupan pekerja anak yang bekerja sebagai ―pak
ogah‖?
2. Apa yang menyebabkan anak bekerja sebagai ―pak ogah‖?
C.

Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan gambaran kehidupan
pekerja anak yang bekerja sebagai ―pak ogah‖.
b. Penelitian juga berupaya untuk menjelaskan apa yang menyebabkan anak
bekerja sebagai ―pak ogah‖.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan teori
sosiologi keluarga dan sosiologi perkotaan yang terkait mengenai masalah
sosial pekerja anak.
b. Manfaat Praktis
1) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi atau referensi
bagi peneliti yang berminat mendalami studi tentang pekerja anak.

5

2) Memberi kontribusi bagi Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam hal
ini dinas sosial, dalam menyelesaikan persoalan sosial pada anak
terutama mengenai permasalahan pekerja anak.
D.

Tinjauan Pustaka
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian, dibutuhkan perbandingan

dengan penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini:
Pertama, Tesis yang diselesaikan Murkanto Siswoyo (1998) dengan judul
Ekspolitasi Terhadap Pekerja Anak Pada Industri Kecil (Studi Kasus Pada
Perusahaan Genteng di Desa Budur, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon).
Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif deskriptif dan teori yang
digunakan adalah teori eksploitasi. Dari temuan di lapangan menunjukan bahwa
keterlibatan anak-anak bekerja disebabkan oleh adanya faktor pendorong dan faktor
penarik. Faktor pendorong yang menyebabkan anak bekerja adalah kemiskinan orang
tua dan faktor penarik yang menyababkan anak bekerja adalah keberadaan pabrik
genteng yang terletak dilingkungannya. Adapun bentuk-bentuk eksploitasi dalam
temuan di lapangan antara lain jam kerja yang diberlakukan tidak sama dengan
pekerja dewasa, tidak adanya pemberian jenis pekerjaan antara pekerja dewasa dan
pekerja anak walaupun beresiko tinggi, dan kemudian hak-hak anak sebagai pekerja
tidak dijamin oleh pengusaha karena pengusaha merasa tidak berkewajiban untuk
menyediakannya.

6

Kedua, Tesis yang dirampungkan Fauzik Lendriyono (2000) dengan judul
Pekerja Anak Perempuan dan Pelecehan Seksual (Studi Kasus Tentang Pelecehan
Seksual Terhadap Anak-Anak yang Bekerja Sebagai Pelayan Minuman di Taman
Piaduk Jatinegara, Jakarta Timur). Penelitian menggunakan metodologi kualitatif
dan menggunakan teori pertukaran sosial sebagai kerangka teoritis. Hasil penelitian
menunjukan bahwa bentuk-bentuk pelecehan seksual yang dialami anak dari yang
paling ringan seperti dicolek atau dijahili hingga pelecehan yang paling berat seperti
percumbuan dan kontak perkelaminan. Meskipun pelecehan tersebut tidak
dikehendaki oleh informan, namun karena alasan kemiskinan dan dukungan dari
orang tua untuk dapat segera lepas dari penderitaan kemiskinan, maka cara yang
dianggap paling mudah dan dapat menghasilkan uang dalam jumlah banyak dan
dalam waktu yang singkat adalah masuk dalam lingkungan pekerjaan yang sarat
dengan ekspoitasi seksual. Selanjutnya, toleransi informan terhadap pelecehan yang
dialami terjadi karena reward yang diterima dari perlakuan tersebut dinilai sangat
berguna bagi pemenuhan kebutuhan diri dan keluarga. Dan terlebih lagi dalam
masyarakat daerah asalnya (Indramayu) kemakmuran dan keberhasilan dilihat dari
penampilan fisik seperti, rumah yang bagus, memiliki TV parabola dan terlebih lagi
anak perempuan yang dapat membantu pemenuhan kebutuhan keluarganya.
Ketiga, Tesis yang diselesaikan Eka Tjahjanto (2008) dengan judul
Implementasi

Peraturan

Undang-Undang

Ketenagakerjaan

Sebagai

Upaya

Perlindungan Hukum Terhadap Eksploitasi Pekerja Anak. Metode penelitian yang

7

digunakan yaitu kepustakaan berupa penelitian terhadap data sekunder meliputi
inventarisasi hukum positif. Teori yang digunakan adalah teori perlindungan hukum
preventif dan perlindungan hukum represif. Temuanya antara lain adalah tindakan
mempekerjakan anak merupakan tindakan melawan undang-undang yang sah dan
dapat dikenai sanksi hukum. Selain itu, pekerja anak dalam kondisi tereksploitasi,
mereka rata-rata bekerja selama 8 jam perhari dengan menerima upah jauh di bawah
upah minimum Kabupaten. Kemudian dari aspek perlindungan hukum, aspek
perlindungan ekonomi, aspek perlindungan sosial, maupun aspek perlindungan
teknis belum diberikan kepada pekerja anak yang berhak untuk mendapatkannya.
Keempat, penelitian yang dilakukan Netty Endarwati (2012) dalam Jurnal
Universitas Islam Kediri, dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak
di Sektor Informal. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan teori
yang digunakan antara lain teori negara kesejahteraan yang merupakan teori dasar
(ground theory), kemudian teori hak asasi manusia sebagai teori tengah (middle
theory) dan teori efektivitas berlakunya hukum. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui implementasi dan hambatan-hambatan antara perlindungan hukum
pekerja anak di sektor informal di Kota Kediri dengan perlindungan hukum yang
telah diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku. Temuan penelitian
menujukan bahwa perlindungan hukum terhadap pekerja anak di sektor informal di
Kota Kediri belum sesuai dengan perlindungan hukum tenaga kerja sebagaimana
diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa

8

dalam prakteknya banyak pelanggaran terhadap persyaratan mempekerjakan anak,
seperti tidak ada perjanjian kerja, tidak adanya izin kerja dari orang tua, upah yang
rendah, dan waktu kerja yang panjang. Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi
dalam perlindungan hukum terhadap pekerja anak antara lain, belum adanya
peraturan perundangan yang mengatur tentang pekerja anak di sektor informal
khusunya terkait perlindungan hukumnya. Lemahnya koordinasi dan kerjasama
instansi-instansi terkait di bidang ketenagakerjaan, seperti dinas tenaga kerja, dinas
sosial, pemerintahan daerah setempat dan dinas terkait lainnya dalam mengawasi
tenaga kerja tersebut. Kemudian juga masih terdapatnya budaya yang memandang
bahwa anak-anak yang bekerja adalah hal yang biasa karena itu merupakan bentuk
sosialisasi dan wujud darma bakti pada orang tua. Dan kurang pedulinya masyarakat
dalam menyikapi penggunaan pekerja anak oleh perusahaan.
Kelima, Penelitian yang dilakukan Isti Rochatun, Suprayogi, dan Hamonangan
Sigalingging (2012) dalam Unnes Civic Education Journal, dengan judul Eksploitasi
Anak Jalanan Sebagai Pengemis di Kawasan Simpang Lima Semarang. Dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif dan menggunkan teori eksploitasi,
penelitian menghasilkan beberapa temuan terkait faktor-faktor yang mempengaruhi
anak bekerja, antara lain pengaruh lingkungan tempat tinggal dan teman sebaya yang
menyebabkan anak bekerja, selain itu hubungan orang tua yang tidak harmonis dan
adanya perpisahan atau perceraian dalam keluarga juga menjadi penyebab anak-anak
ini turun ke jalan. Kemudian bentuk-bentuk eksploitasi yang dialami anak-anak ini

9

antara lain, eksploitasi yang dilakukan orang tua karena kebanyakan dari mereka
disuruh bekerja sebagai pengemis tanpa memperdulikan hak anak dan merampas hak
anak seperti sekolah dan menikmati masa remaja mereka. Kemudian juga ditemukan
adanya eksploitasi yang dilakukan oleh preman.
Berdasarkan lima penelitian sebelumnya, terdapat persamaan dan perbedaan
dengan penelitian ini. Persamaannya yaitu fokus penelitian yang sama-sama
mengangkat tema mengenai pekerja anak, kemudian persamaan pada pilihan metode
yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif yang juga digunakan oleh sebagian
besar peneliti sebelumnya. Adapun perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan
penelitian ini adalah teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sub
budaya kemiskinan dan teori belajar sosial, berbeda dengan kelima penelitian
sebelumnya yang mengunakan teori eksploitasi, teori pertukaran sosial, teori
perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif, teori negara
kesejahteraan, teori hak asasi manusia dan teori efektivitas berlakunya hukum.
Perbedaan selanjutnya adalah lokasi penelitian yang berbeda dari semua penelitian
sebelumnya. Selain itu, penelitian ketiga dan keempat di atas lebih memfokuskan
dari aspek perlindungan hukum terhadap pekerja anak, sedangkan penelitian ini lebih
bersifat mencari tahu apa yang menyebabkan anak bekerja dan bagaimana gambaran
kehidupan para pekerja anak.

10

E.

Kerangka Teoritis
Dalam penelitian ada beberapa teori yang dianggap relevan dengan penelitian

yang diangkat ini:
1. Teori Sub-Budaya Kemiskinan
Menurut Oscar Lewis karakteristik utama dari konsep sub-budaya kemiskinan
adalah bahwa orang miskin terisolasi dari masyarakat yang lebih luas. Mereka tidak
diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam lembaga-lembaga sosial utama masyarakat,
sehingga mereka membuat sendiri nilai-nilai dan norma-norma dalam rangka untuk
mengatasi perasaan mereka frustrasi, isolasi, dan inferioritas. Meskipun penciptaan
sub-budaya ini fungsional, yang berfungsi untuk membuat orang miskin secara
psikologis lebih nyaman dalam situasi kemiskinan mereka. Namun karena subbudaya kemiskinan ini menghidupkan diri mereka secara terus-menerus dalam
kemiskinan, dan tidak langsung akan menghilangkan kondisi kemiskinan mereka
(Montero, 1986:282-283).
Oscar Lewis dalam Pasurdi Suparlan (1993:8) mengidentifikasi bahwa dalam
sub-budaya kemiskinan adalah sebagai konsekuensi dari masyarakat dengan
kepadatan tinggi, terbatasnya akses-akses terhadap barang-barang konsumsi, layanan
kesehatan dan sarana pendidikan. Kebudayaan kemiskinan juga bisa terwujud pada
masyarakat yang mempunyai institusi sosial yang lemah untuk mengontrol dan
memecahkan masalah sosial dan kependudukan, yang berdampak pada pertumbuhan

11

penduduk yang tinggi dan pengangguran juga tinggi. Kemudian menurutnya subkebudayaan kemiskinan dapat dipelajari dari berbagai segi aspek kehidupan:
1) Kurang efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin kedalam lembagalembaga utama masarakat, yang berakibat munculnya rasa ketakutan, kecurigaan
tinggi, apatis dan perpecahan.
2) Pada tingkat komunitas lokal secara fisik ditemui rumah-rumah dan
pemukiman kumuh, penuh sesak, bergerombol.
3) Pada tingkat keluarga ditandai oleh masa kanak-kanak yang singkat dan
kurang pengasuhan oleh orang tua, cepat dewasa, atau perkawinan usia dini,
tingginya angka perpisahan keluarga, dan kecenderungan terbentuknya budaya
keluarga matrilineal.
4) Pada tingkat individu dengan ciri yang menonjol adalah kuatnya perasaan
tidak berharga, tidak berdaya, ketergantungan yang tinggi dan rasa rendah diri.
5) Tingginya (rasa) tingkat kesengsaraan, karena beratnya penderitaan Ibu,
lemahnya struktur pribadi, kurangnya kendali diri dan dorongan nafsu, kuatnya
orientasi masa kini, dan kekurang sabaran dalam hal menunda keinginan dan rencana
masa depan, perasaan pasrah atau tidak berguna.
6) Kebudayaan kemiskinan juga membentuk orientasi yang sempit dari
kelompoknya, mereka hanya mengetahui kesulitan-kesulitan, kondisi setempat,
lingkungan tetangga dan cara hidup mereka sendiri saja (Suparlan, 1993:7-11).
Peneliti menggunakan teori sub-budaya kemiskinan karena seperti diketahui bahwa

12

fenomena anak-anak yang bekerja salah satunya disebabkan karena faktor
kemiskinan, sehingga menurut asumsi awal peneliti pekerja anak yang bekerja
sebagai ―pak ogah‖ di Ciputat ini berasal dari latar belakang keluarga yang berada
dalam garis kemiskinan atau tidak mampu yang dalam kehidupan kesehariannya
memiliki karakteristik yang sesuai dengan teori sub-budaya kemiskinan, maka dari
itu peneliti menganggap bahwa teori ini dapat digunakan sebagai dasar untuk
menganalisa dan menjelaskan mengenai gambaran kehidupan pekerja anak yang
bekerja sebagai ―pak ogah‖.
2. Teori Belajar Sosial (Social Learning)
Menurut Albert Bandura, teori belajar sosial disebut juga teori pembelajaran
observasi. Bandura memandang bahwa perilaku individu tidak semata-mata refleks
otomatis terhadap stimulus, melainkan juga akibat dari reaksi yang tumbuh sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kongnitif individu itu sendiri. Dalam
hal ini belajar sosial terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modeling) (Suyono, 2011:66). Asumsi teori ini adalah bahwa mereka
belajar melalui observasi perilaku orang lain. Bandura yakin bahwa perilaku manusia
dapat diperoleh melalui pembelajaran melalui observasi yang elemen inti dari
observasi adalah modeling (Feist, 2010: 203-206).
Havinghurts (1999) menjelaskan bahwa anak tumbuh dan berinteraksi dalam
dua dunia sosial yaitu dunia orang dewasa dan dunia peer group (sebayanya), dari
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang anak di dalam pertumbuhanya

13

selalu berinteraksi dengan lingkungan yang ada disekitarnya yaitu dunia orang
dewasa dan dunia sebayannya (peer group), dalam kehidupan anak kelompok sebaya
ini meliputi teman bermain, teman dalam perkumpulan sosial, gang, ataupun klik.
Kelompok sebaya ini sangat berpengaruh terhadap perilaku individu, karena dalam
kelompok sebaya ini anak merasa mendapatkan teman dan juga dukungan dari
teman-temannya, melalui kelompok sebaya anak belajar tentang peranan sosialnya
(Wulan,2007:29-30). Peneliti menggunakan teori belajar sosial karena peneliti
menganggap bahwa prilaku sosial seseorang baik orang dewasa maupun anak-anak
dapat dipelajari dari contoh perilaku yang ada di sekitar lingkungan sosial seseorang,
begitupun dengan anak-anak yang bekerja sebagai ―pak ogah‖ menurut asumsi awal
peneliti mereka mempelajari pekerjaan ini dari lingkungan sosial sekitar mereka,
terutama dari teman sebaya yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, penggunaan
teori ini diharapkan dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana anak-anak ini
mengenal dan belajar bagaimana bekerja sebagai ―pak ogah‖.
F.

Definisi Konsep
Dalam ilmu sosial terdapat banyak konsep yang memiliki tingkat abstraksi

yang tinggi atau disebut juga konstruk karena konsep yang demikian tidak segera
dapat dilihat atau ditemukan bendanya, konstruk atau konsep-konsep yang
mempunyai abstraksi tinggi seperti itu perlu dibatasi pengertiannya, adapun
pemberian atas konsep-konsep ini disebut dengan definisi oprasional (Soehartono,

14

2011:28). Dalam penelitian ini terdapat beberapa yang perlu diberikan batasan
pengertiannya:
a. Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.
Pengertian anak menurut undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.
b. Pekerjaan adalah sebagai suatu jenis kegiatan ekonomi guna mendapatkan
penghasilan untuk mempertahankan hidup.
c. Anak yang bekerja adalah anak melakukan pekerjaan karena membantu
orangtua, latihan keterampilan dan belajar bertanggung jawab, misalnya
membantu mengerjakan tugas-tugas dirumah, membantu pekerjaan orang
tua di ladang dan lain-lain (Warsini, 2005:10).
d. Pekerja anak adalah anak yang melakukan segala jenis kegiatan ekonomi
yang memiliki sifat atau intensitas yang dapat mengganggu pendidikan,
membahayakan keselamatan, kesehatan serta tumbuh kembangnya dapat
digolongkan sebagai pekerja anak (Warsini, 2005:10).
e. ―Pak ogah‖ merupakan sebutan masyarakat terhadap seseorang atau
sekelompok orang di luar institusi negara yang mengatur jalan raya dan
mendapatkan imbalan secara langsung dari pengguna kendaraan, tujuan dari
―pak ogah‖ ini ialah hanya untuk mendapatkan nafkah kehidupan atau
berlatarkan motif ekonomi semata (Azmi, 2013).

15

f. Sektor informal adalah pekerja yang berusaha sendiri dan semua kegiatan
yang tidak dapat dimasukan dalam sektor formal (Effendi, 1995:74-77).
g. Kemiskinan orang tua adalah suatu keadaan ketidakmampuan orang tua
pekerja anak dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga secara minimum
karena rendahnya penghasilan (Siswoyo, 1998:25).
G.

Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif.

Menurut Bodgan dan Taylor dalam Soetrisno (2001:66) metode kualitatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan Kirk dan Miller
dalam Soetrisno (2001:66) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berberhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya. Pendekatan
deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk ekplorasi dan klarifikasi
mengenai suatu fenomena dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti (Faisal, 2007:20). Dalam hal ini,
peneliti berusaha menyelidiki berbagai informasi dan fakta di lapangan secara
mendalam guna mendapatkan dan menghasilkan data-data spesifik mengenai faktor-

16

faktor yang menyebabkan anak bekerja sebagai ―pak ogah‖ dan mendapatkan
gambaran anak yang bekerja sebagai ―pak ogah‖.
2. Subjek Penelitian
Menurut Faisal (2007:109) subjek penelitian menunjuk pada individu atau
sekelompok yang dijadikan unit satuan kasus yang diteliti. Dalam menentukan
subjek penelitian, peneliti memilih informan dengan kriteria-kriteria tertentu
berdasarkan tujuan penelitian sehingga informasi yang didapat bukan dari sembarang
informan. Dari kriteria subjek penelitian yang telah ditetapkan, peneliti mengambil
sepuluh informan yang dianggap merepresentasikan subjek penelitian ini. Berikut
merupakan data mengenai informan:
Tabel I.G.1 Profil Informan
No

Nama

1

DR

Jenis
Usia
Kelamin
Laki-laki 15 Tahun

Agama

Suku

Islam

Betawi

2
3

BHR
AR

Laki-laki 17 Tahun
Laki-laki 16 Tahun

Islam
Islam

Betawi
Betawi

4
5

RVL
DK

Laki-laki 13 Tahun
Laki-laki 14 Tahun

Islam
Islam

Betawi
Betawi

6

EG

Laki-laki 16 Tahun

Islam

Betawi

7

FRK

Laki-laki 17 Tahun

Islam

Jawa

8
9
10

MP
AN
BP

Laki-laki 15 Tahun
Laki-laki 14 Tahun
Laki-laki 15 Tahun

Islam
Islam
Islam

Betawi
Jawa
Jawa

17

Pendidikan
Informan
Tidak Tamat
SMP
Tidak SMP
Tidak Tamat
SMP
SD Kelas 6
Tidak Tamat
SMP
Tidak Tamat
SMP
Tidak Tamat
SMP
SMP Kelas 3
SMP Kelas 3
SMK Kelas 1

Lama
Bekerja
3 Tahun
1 Tahun
1 Tahun
1 ½ Tahun
1 Tahun
2 Tahun
1 Tahun
2 Tahun
1 ½ Tahun
4 Tahun

Dalam temuan di lapangan, seluruh informan adalah anak-anak yang berjenis
kelamin laki-laki, peneliti tidak menemukan anak perempuan yang bekerja sebagai
―pak ogah‖ di Ciputat. Dari segi usia informan, peneliti mengambil berdasarkan usia
yang bervariasi mulai dari yang paling kecil adalah berusia 13 tahun, karena di
lapangan usia yang paling kecil adalah usia 13 tahun yang dapat diwawancarai,
kemudian usia yang paling besar adalah 17 tahun karena menurut undang-undang
No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pengertian anak adalah setiap orang yang
berumur di bawah delapan belas tahun, selain itu usia 13 sampai 17 tahun dapat
dikatakan sebagai anak-anak remaja, dan di usia-usia tersebut anak memiliki
kebutuhan-kebutuhan yang berbeda satu sama lainnya.
Berdasarkan latar belakang pendidikan, para informan memiliki karaktristik
pendidikan yang berbeda-beda, mulai dari yang masih sekolah dan yang sudah putus
sekolah. Terdapat empat informan yang masih sekolah dan enam informan yang
sudah putus sekolah, hal ini disebabkan karena di lapangan kebanyakan anak-anak
yang bekerja sebagai ―pak ogah‖ sudah tidak bersekolah. Peneliti mengambil subjek
anak-anak yang putus sekolah dan masih bersekolah dengan tujuan untuk
mengetahui bagaimana tanggapan mereka mengenai pendidikan, kemudian juga
ingin melihat bagaimana dampak yang dihadapi para informan yang masih
bersekolah, serta ingin melihat apa yang menyebabkan para informan putus sekolah.
Para informan yang bekerja sebagai ―pak ogah‖ ini sudah bekerja antara satu
tahun yang paling baru sampai dengan empat tahun yang paling lama. Hal ini

18

menunjukan bahwa mereka sudah lama bekerja sebagai ―pak ogah‖ dan peneliti
mengambil informan dengan kriteria minimal satu tahun bekerja karena diharapkan
dengan lamanya mereka bekerja, mereka sudah tetap bekerja dan juga tahu
bagaimana kehidupan yang ada di jalan.
a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di jalan-jalan daerah Kecamatan Ciputat kota
Tangerang Selatan. Peneliti memilih lokasi ini karena ―pak ogah‖ di daerah Ciputat
lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan di daerah Kecamatan lain yang ada di
sekitarnya seperti di Kecamatan Ciputat Timur dan Kecamatan Pondok Aren.
Kemudian juga dari segi usia lebih bervariasi mulai dari orang dewasa, remaja dan
juga anak-anak. Dan anak-anak yang bekerja di daerah ini jumlahnya banyak serta
juga waktu atau jam kerja ―pak ogah‖ anak ini beraktivitas dari pagi, siang, sore
bahkan tak jarang malam hari mereka masih terlihat sedang mengatur kendaraan,
serta hampir setiap hari dapat ditemui anak-anak yang bekerja ini.
b. Waktu Penelitian
Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan penelitian ini mulai dari
mengumpulkan, mengolah, dan menganalisa data adalah dari bulan Juli 2014 sampai
dengan Maret 2015.
3. Jenis Data
Menurut Suyanto (2007:55) jenis data berdasarkan sumbernya dibagi menjadi
dua, yaitu jenis data primer dan sekunder:

19

a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek yang akan diteliti.
Data primer yang dimaksud adalah data yang dikumpulkan melalui metode
wawancara dan pengamatan langsung. Adapun dalam penelitian ini yang menjadi
data primer adalah para informan dengan kriteria telah ditetapkan oleh peneliti dan
juga informasi dari pegawai Kecamatan Ciputat.
b. Data Sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh dari lembaga atau
institusi tertentu. Data sekunder dalam penelitian ini berupa buku-buku, laporanlaporan artikel, jurnal, majalah baik dari media cetak maupun media online yang
berhubungan dengan topik dalam penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Menurut Cresswell (2010:267) observasi dalam kualitatif merupakan penelitian
langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individuindividu di lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti mencatat baik dengan
cara terstruktur maupun semi-struktur. Alasan peneliti melakukan observasi adalah
untuk mendapatkan gambaran kegiatan, interaksi serta perilaku anak-anak yang
bekerja sebagai ―pak ogah‖ dan juga mengamati secara langsung lingkungan serta
tempat tinggal beberapa informan yang bekerja di jalan Merpati Raya. Dalam
melakukan kegiatan observasi peneliti melakukan beberapa kali observasi, hal ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku dan interaksi beberapa informan
dalam lingkungan pekerjaannya maupun di lingkungan rumah.

20

b. Wawancara
Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada informan,
dan jawaban-jawaban informan dicatat atau direkam dengan alat perekam. Dalam
pengumpulan data penelitian melalui wawancara ini dengan mempersiapkan catatancatatan pertanyaan secara garis besar tentang pokok-pokok yang akan ditanyakan,
disebut juga dengan pedoman wawancara (Soehartono, 2011:67-68). Dalam
mewawancarai para informan, peneliti berusaha menggali lebih dalam informasi
yang terkait dengan penelitian ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
muncul pada situasi dan kondisi tertentu di lapangan. Tujuan dari wawancara ini
adalah guna mendapatkan data-data mengenai apa yang menyebabkan para informan
bekerja sebagai ―pak ogah‖ dan juga mendapatkan gambaran dari informan yang
tidak dapat ditangkap melalui teknik observasi.
Dalam proses wawancara, peneliti menggunakan bahasa formal maupun
informal hal ini bertujuan agar memudahkan para informan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan. Peneliti juga menggunakan alat bantu perekam suara pada
saat wawancara untuk merekam percakapan tanya jawab antara peneliti dan para
informan. Kemudian data yang berbentuk rekaman tersebut peneliti tuliskan kembali
dalam bentuk transkip yang kemudian peneliti analisis berdasarkan poin-poin penting
yang mendukung untuk analisis hasil peneltian. Proses wawancara ini memerlukan
persetujuan dari pihak informan agar data-data yang diperoleh dapat efektif dan

21

bermanfaat bagi penulisan penelitian. Dalam proses wawancara di lapangan peneliti
menemui beberapa hambatan seperti tertutupnya para ―pak ogah‖ anak ini dengan
peneliti, sehingga peneliti harus lebih aktif dalam pendekatan dengan para informan
terutama pada saat wawancara. Kemudian proses wawancara dalam penelitian
dilakukan satu sampai dua kali pada setiap informan, hal ini disebabkan karena
kurangnya informasi yang didapat sehingga dibutuhkan wawancara tambahan untuk
mendapatkan data yang lebih mendalam, selain itu juga pada saat wawancara peneliti
terkadang harus mengulangi pertanyaan-pertanyaan agar informasi yang didapat
lebih jelas dan mendalam. Peneliti melakukan wawancara di dua lokasi para
informan bekerja yaitu, di pertigaan jalan Cendrawasih Raya dan pintu masuk Tol
Bintaro-BSD kemudian di pertigaan jalan Merpati Raya dan jalan Arya Putra.
5. Metode Analisis Data
Setelah data dikumpulkan, kegiatan selanjutnya adalah pengolahan data (data
processing). Menurut Miles dan Huberman (1984) dalam Emzir (2011:129-134)
terdapat tiga proses dalam kegiatan analisis data kualitatif. Pertama, reduksi data
yang meliputi memilih, memfokuskan, membuang dan menyusun data yang
diperoleh dari hasil wawancara maupun observasi. Kedua, display data (penyajian
data). Dari data yang sudah direduksi, data-data tersebut dikategorikan berdasarkan
poin-poin penting dan dimasukan dalam bentuk matrik dan bagan. Dan ketiga adalah
penarikan kesimpulan. Dari data-data yang sudah direduksi dan disajikan dalam

22

bentuk matrik dan bagan, poin-poin inti dari hasil temuan di lapangan tersebut ditarik
kesimpulan guna membahas atau menjawab masing-masing masalah penelitian.
H.

Sistematika Penulisan
Guna memudahkan pembahasan, maka dalam penulisan dibagi dalam empat

bab. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan: membahas pernyataan masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan penelitian dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Gambaran Umum: menjelaskan tentang profil yang akan dibahas pada
penelitian ini, yaitu gambaran umum lokasi penelitian dan gambaran umum subjek
penelitian di lokasi penelitian.
BAB III Temuan dan Analisis: merupakan bentuk pembahasan dan analisis
dari hasil penelitian berdasarkan data-data yang didapatkan di lapangan, hal ini
meliputi bagaimana gambaran kehidupan anak yang bekerja sebagai ―pak ogah‖ dan
faktor-faktor yang menyebabkan anak bekerja sebagai ―pak ogah‖.
BAB IV Penutup: berisi kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka, dalam halaman ini berisi kepustaka yang digunakan dalam
penulisan penelitian. Baik yang berasal dari media cetak seperti buku, jurnal maupun
dari media elektronik internet seperti jurnal, laporan dan artikel.
Lampiran Penelitian, berisikan lampiran-lampiran keterangan pada saat
penelitian.

23

BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN
A.

Letak Geografis Kecamatan Ciputat
Lokasi penelitian terletak di wilayah Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang

Selatan. Luas wilayah Kecamatan Ciputat sekitar 1.838 Ha atau 12,49% dari luas
wilayah Kota Tangerang Selatan. Kecamatan Ciputat memiliki tujuh Kelurahan yaitu
Kelurahan Sawah Baru, Serua, Ciputat, Sawah, Serua Indah, Jombang, dan
Cipayung. Letak geografis Kecamatan Ciputat di sebelah utara berbatasan dengan
wilayah Kecamatan Pondok Aren, di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah
Kecamatan Pamulang, di sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan
Ciputat Timur dan di sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan Serpong
(Laporan kependudukan bulan Mei 2014 Kota Tangerang Selatan).
B.

Kondisi Demografis Kecamatan Ciputat
Dari data kependudukan di Kecamatan Ciputat, jumlah penduduknya terus

mengalami perubahan, hal ini dapat dilihat dari data terakhir yang dimiliki
Kecamatan Ciputat dari bulan April hingga Mei 2014. Berikut perubahan dan jumlah
penduduk di Kecamatan Ciputat:
Tabel II.B.1 Perubahan Penduduk dari Bulan April-Mei 2014
Kelurahan
Sawah Baru
Serua
Ciputat

Jumlah Penduduk Kecamatan Ciputat
April
Mei
Perubahan
23.534
23.634
100
34.345
34.575
230
26.128
26.236
108

24

%
0,05
0,12
0,06

Sawah
27.663
27.866
203
0,11
Serua Indah
16.373
16.476
103
0,05
Jombang
38.098
38.288
190
0,10
Cipayung
24.932
25.055
123
0,06
Total
191.073
192.130
1.057
0,055
(Sumber: Laporan kependudukan bulan Mei 2014 Kota Tangerang Selatan:69)
Jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Ciputat berada di Kelurahan
Jombang dengan jumlah penduduk mencapai 38.288 dengan persentase perubahan
0,10%, sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Kelurahan Serua Indah
dengan jumlah penduduk 16.476 dan persentase perubahannya hanya 0,05%. Dari
data di atas menunjukan bahwa perubahan jumlah penduduk di Kecamatan Ciputat
dari bulan April ke bulan Mei 2014 masing-masing kelurahan mengalami
pertumbuhan penduduk antara 0,05% sampai dengan 0,12%. Perubahan jumlah
penduduk ini merupakan hal yang wajar bagi suatu daerah karena disebabkan oleh
beberapa faktor seperti angka kelahiran yang tinggi, rendahnya angka kematian dan
adanya arus perpindahan penduduk sehingga menyebabkan angka pertumbuhan
penduduk semakin bertambah.
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dari laporan kependudukan
Kecamatan Ciputat:
Tabel II.B.2 Jumlah Penduduk Bedasarkan Jenis Kelamin
Kelurahan
Sawah Baru
Serua
Ciputat
Sawah

Laki-Laki
11.928
17.537
13.528
14.275

Perempuan
11.652
17.038
12.708
13.591

25

Jumlah
23.634
34.575
26.236
27.866

Serua Indah
8.405
8.071
16.476
Jombang
19.693
18.595
38.288
Cipayung
12.855
12.200
25.055
Total
98.275
93.855
192.130
(Sumber: Laporan kependudukan bulan Mei 2014 Kota Tangerang Selatan:71)
Dari data di atas menunjukan bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Ciputat
berjumlah 192.130 dengan komposisi jumlah penduduk berjenis kelamin laki laki
98.275 dan perempuan 93.855. Jumlah penduduk tertinggi laki-laki dan perempuan
berada di Kelurahan Jombang dengan jumlah laki-laki 19.693 dan perempuan
18.595, hal ini karena Kelurahan Jombang memiliki jumlah penduduk yang tertinggi
di Kecamatan Ciputat. Tingginya jenis kelamin laki-laki ini sesuai dengan komposisi
jumlah penduduk di Kota Tangerang selatan yang juga menunjukan bahwa jumlah
laki-laki lebih banyak daripada jumlah perempuan (BPS Tangerang Selatan,
2013:49).
Jumlah penduduk berdasarkan umur di Kecamatan Ciputat adalah sebagai
berikut:
Tabel II.B.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Kecamatan Ciputat
NO
1
2
3
4
5
6
7

Umur
Jumlah Penduduk
60 Tahun
13.253
Total
192.130
(Sumber: Laporan kependudukan bulan Mei 2014 Kota Tangerang Selatan:78-79)

26

Jumlah penduduk berdasarkan usia terbanyak terdapat pada usia 30-39 tahun
dengan jumlah 37.399 penduduk. Tingginya usia antara 30-39 tahun ini merupakan
angkatan kerja yang produktif bagi daerah Ciputat, namun demikian angkatan kerja
ini bekerja pada sektor-sektor yang beranekaragam, baik di sektor formal maupun
sektor informal yang tersedia di wilayah ini, sehingga penghasilan yang didapat serta
kesejahteraan yang dimiliki masyarakat Ciputat juga berbeda-beda. Selain itu juga
jumlah penduduk di usia sekolah di Ciputat ini jumlahnya tergolong banyak.
Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan terakhir di Kecamatan Ciputat
sebagai berikut:
Tabel II.B.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Status Pendidikan
Jumlah Penduduk
Tidak/Belum Sekolah
26.989
Belum Tamat SD
17.541
Tamat SD
27.618
Tamat SMP
23.503
Tamat SMA
72.340
Tamat D1_2
1.035
Tamat D3
5.814
Tamat S1
16.093
Tamat S2
1.102
Tamat S3
95
Total
192.130
(Sumber: Laporan kependudukan bulan Mei 2014 Kota Tangerang Selatan:75)
Penduduk di Kecamatan Ciputat berdasarkan tingkatan pendidikan terakhir
yang terbanyak adalah tamat SMA dengan jumlah 72.340. Sedangkan jumlah
penduduk berdasarkan tingkat pendidikan terakhir paling sedikit ditempati oleh tamat

27

S3 dengan jumlah 95. Dari data tersebut menunjukan bahwa kebanyakan penduduk
di Kecamatan Ciputat telah berpartisipasi dalam menyukseskan program wajib
belajar 12 tahun, karena dengan mereka mengenyam pendidikan sampai dengan
SMA maka kualitas sumber daya manusia penduduk di Kecamatan Ciputat ini dapat
bersaing untuk memperoleh pekerjaan, agar dapat meningkatkan taraf kesejahteraan
hidup mereka. Namun demikian, perlu dilihat bahwa jumlah penduduk yang tidak
atau belum bersekolah juga cukup tinggi jumlahnya, hal ini harus menjadi perhatian
bagi Pemerintah dan masyarakat karena di kelompok yang tidak atau belum
bersekolah ini dikhawatirkan akan menjadi sebuah masalah sosial, yang salah
satunya adalah masalah putus sekolah dan timbulnya pekerja anak, seperti pekerja
anak yang bekerja sebagai ―pak ogah‖ ini salah satunya.
Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Kecamatan Ciputat sebagai
berikut:
Tabel II.B.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No
1
2
3
4
5
6
7