Alasan Memilih Judul PENDAHULUAN

atau bersetubuh. 8 Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukan, dan digunakan untuk arti bersetubuh wathi. 9 Para ulama memperinci makna lafal nikah ada empat macam. Pertama, nikah diartikan akad dalam arti yang sebenarnya dan diartikan percampuran suami istri dalam arti kiasan. Kedua, sebaliknya, nikah diartikan percampuran suami istri dalam arti sebenarnya dan akad berarti kiasan. Ketiga, nikah lafal musytarak mempunyai dua makna yang sama. Keempat, nikah diartikan adh-dham meliputi gabungan fisik yang satu dengan fisik yang lain dan gabungan ucapan satu dengan ucapan-ucapan lain; yang pertama gabungan dalam bersenggama dan yang kedua gabungan dalam akad. 10 Keterangan di atas jelas bahwa nikah diucapkan pada dua makna, yaitu akad pernikahan dan hubungan pernikahan antara suami istri yang sah menurut hukum Islam dan hukum positif. Nikah menurut syara’ maknanya tidak keluar dari dua makna tersebut. Selanjutnya hukum positif atau hukum yang berlaku di Indonesia merujuk pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dikatakan bahwa ”perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri, dengan tujuan utama untuk membentuk rumah tangga 8 Dep Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, cet. ke-3, edisi kedua, h.456 9 Muhammad bin Ismail Al-Kahlaniy, Subul al-Salam, Bandung: Dahlan, h.109 10 Muhammad Anis Ubadah, Nizham Al-Usrah fi Asy-Syariah Al-Islamiyah, h.12. keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ”, selanjutnya pada Pasal 2 ayat 1 dikatakan, “perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya ,” dan pada Pasal 2 ayat 2 dikatakan bahwa “perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. ” 11 Al-Quran dan Hadits tidak mengatur secara rinci mengenai pencatatan perkawinan, namun dirasakan masyarakat akan pentingnya hal itu, sehingga diatur melalui perundang-udangan. 12 Sebagai hasil ciptaan-Nya, hukum Islam itu senantiasa sesuai untuk segala waktu dan tempat. Ia akan selalu tetap memenuhi rasa keadilan, bahkan sesuai dengan perasaan dan kesadaran hukum bagi umat Islam. Oleh kareena itu pembinaan hukum Islam di Indonesia perlu mengacu dan disesuaikan dengan hukum Islam demi untuk memenuhi rasa kesadaran hukum bagi pendudukya yang mayoritas beragama Islam. Berdasarkan ketentuan di atas dapat dikatakan bahwa pencatatan perkawinan bukanlah merupakan syarat untuk sahnya perkawinan, karena perkawinan sudah dianggap sah apabila sudah dilakukan menurut agama dan kepercayaan itu. Mengenai sahnya suatu perkawinan lebih dipertegas dalam Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam y ang mengatakan bahwa “perkawinan adalah sah 11 Undang-Undang no. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 12 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarrta: Sinar Grafika, 2007, h.26.