Aplikasi Kemometrik Untuk Kendali Mutu Simplisia Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus)

i

APLIKASI KEMOMETRIK UNTUK KENDALI MUTU
SIMPLISIA KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus)

ELIN MARLINA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Kemometrik
untuk Kendali Mutu Simplisia Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Elin Marlina
NIM G44090002

iii

ABSTRAK
ELIN MARLINA. Aplikasi Kemometrik untuk Kendali Mutu Simplisia Kumis
Kucing (Orthosiphon aristatus). Dibimbing oleh LATIFAH K DARUSMAN dan
RUDI HERYANTO.
Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) adalah tanaman yang banyak
digunakan sebagai obat herbal. Mutu tanaman obat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, salah satunya adalah daerah asal tanaman. Penelitian ini mengelompokkan
spektra FTIR kumis kucing dari 5 daerah berbeda menggunakan principle
component analysis (PCA) dan partial least square discriminant analysis
(PLSDA) serta membuat model prediksi flavonoid total menggunakan partial
least square (PLS). Sampel dari daerah Nagrak memiliki mutu yang lebih baik

daripada 4 daerah lainnya berdasarkan analisis kadar air, kadar abu, rendemen
ekstrak, fenol total, flavonoid total, dan kadar sinensetin. Sampel dari 5 daerah
memiliki pola kromatogram KLT yang cukup berbeda, tetapi memiliki aktivitas
antibakteri yang sama. PCA dengan total keragaman 73%
mampu
mengelompokkan sampel bermutu tinggi dan rendah. Model PLSDA berhasil
memprediksi sampel uji berdasarkan kelompok mutu dan daerah asal sampel.
Pembuatan model prediksi flavonoid total dengan PLS menghasilkan R2 kalibrasi,
R2 prediksi, RMSEC, dan RMSEP masing-masing sebesar 0.7765, 0.5066, 0.4003,
dan 0.6157. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spektra FTIR dan
kemometrik dapat digunakan untuk kendali mutu kumis kucing.
Kata kunci : fenolik, flavonoid, kemometrik, kendali mutu, kumis kucing

ABSTRACT
ELIN MARLINA. Application of Chemometrics for Quality Control of Kumis
Kucing (Orthosiphon aristatus) Herbs. Supervised by LATIFAH K DARUSMAN
and RUDI HERYANTO.
Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) is a plant widely used as a medicinal
herb. The quality of medicinal plants is affected by various factors; one of them is
of plant origin. This study attempted to classify FTIR spectra of kumis kucing

herbs from 5 different origins using principle component analysis (PCA) and
partial least square discriminant analysis (PLSDA) as well as making model
predictions of total flavonoids using partial least square (PLS). Samples from
Nagrak showed better quality than 4 other origins based on analysis on moisture
content, ash content, extract yield, total phenolic, total flavonoids, and sinensetin
levels. Samples from 5 origins showed different TLC chromatogram patterns but
gave the same antibacterial activity. PCA with a total variation of 73 % was able
to classify the samples of high quality or low. PLSDA model was successfully
predict the sample based on groups of the quality and origin of samples.
Prediction model of total flavonoids with PLS generate R2 calibration, R2
prediction, RMSEC, and RMSEP of 0.7765, 0.5066, 0.4003, and 0.6157,
respectively. The results indicate that FTIR spectra and chemometrics can be used
to control the quality of kumis kucing herbs.
Keywords : chemometrics, flavonoid, kumis kucing, phenolic, quality control

v

Judul Skripsi

: Aplikasi Kemometrik untuk Kendali Mutu Simplisia

Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus)

Nama
NIM

: Blin Marlina
: G44090002

Disetujui oleh

p;£
arusman MS
Pembimbing I

/

.

0


-

.J ' -

.

,
:

::;,.::\

Tanggal Lulus: セ Q@

2 DEC 2013

------

Rudi Heryanto, SSi, MSi
Pembimbing II


i

APLIKASI KEMOMETRIK UNTUK KENDALI MUTU
SIMPLISIA KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus)

ELIN MARLINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iv


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, karunia, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini. Skripsi yang berjudul Aplikasi Kemometrik untuk Kendali Mutu
Simplisia Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) ini disusun berdasarkan
penelitian yang dilaksanakan dari bulan Februari sampai Agustus 2013 di
Laboratorium Kimia Analitik IPB dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Latifah K
Darusman, MS sebagai pembimbing I dan Bapak Rudi Heryanto, SSi, MSi
sebagai pembimbing II atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka IPB yang telah
memungkinkan penulis untuk menelaah data aspek metabolomik dan bantuan
pendanaannya. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh staf di
Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka atas
fasilitas dan bantuan yang telah diberikan. Selain itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada keluarga atas saran yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.


Bogor, Desember 2013
Elin Marlina

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

BAHAN DAN METODE

2

Bahan dan Alat

2

Metode


2

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kadar Air, Kadar Abu, dan Rendemen Ekstrak

5

Pola Kromatogram KLT Ekstrak

6

Kandungan Senyawa Kimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kumis Kucing 8
Spektrum FTIR Ekstrak Kumis Kucing

10


Pengelompokkan Spektra FTIR dengan PCA dan PLSDA

10

Model Prediksi Kadar Flavonoid dengan PLS

13

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

28

vi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Analisis korelasi Pearson
Evaluasi mutu ekstrak setiap daerah
Kriteria kebaikan model PLSDA berdasarkan mutu
Prediksi sampel dengan model PLSDA berdasarkan mutu
Kriteria kebaikan model PLSDA berdasarkan daerah
Prediksi sampel dengan model PLSDA berdasarkan daerah

9
11
12
12
12
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Kadar air, kadar abu, dan rendemen ekstrak
Pola kromatogram hasi uji KLT dengan pengamatan di bawah sinar UV
Hasil pengolahan gambar KLT (366 nm) menggunakan Image J
Kadar (a) fenol total (b) flavonoid total dan (c) sinensetin ekstrak sampel
dari 5 daerah
5 Spektra FTIR 25 sampel dari 5 daerah berbeda
6 Score plot PCA (a) spektra tanpa prapemrosesan (b) spektra dengan
prapemrosesan
7 Model kalibrasi dan prediksi menggunakan PLS

6
6
7
8
10
11
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data perkebunan dan kondisi geografis
2 Diagram alir penelitian
3 Kadar air serbuk kering kumis kucing
4 Kadar abu serbuk kering kumis kucing
5 Rendemen ekstrak etanol 40% kumis kucing
6 Hasil pengujian kadar fenol total
7 Hasil pengujian kadar flavonoid total
8 Hasil pengujian kadar sinensetin
9 Analisis ragam
10 Uji korelasi Pearson
11 Hasil analisis PCA terhadap spektra FTIR
12 Hasil analisis PLSDA berdasarkan mutu
13 Hasil PLSDA berdasarkan daerah

16
17
18
18
19
20
21
22
22
24
25
25
26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) adalah tanaman obat yang termasuk
ke dalam famili Lamiaceae dan telah diketahui dapat digunakan sebagai obat batu
ginjal, antiinflamasi, analgesik, antimikroba, antioksidan, hepatoprotektif,
hipoglikemik, antiangiogenik, dan penyeimbang konsentrasi nitrogen monoksida
dalam tubuh. Kumis kucing di Indonesia kebanyakan diperdagangkan sebagai
simplisia kering. Produk lainnya dalam bentuk kapsul, tablet, minuman, dan
ekstrak. Bagian tanaman kumis kucing yang biasa dijadikan obat adalah daun. Hal
tersebut berkaitan kandungan kimia seperti flavon, polifenol, glikosida, minyak
atsiri, dan kalium dengan kadar yang tinggi dalam daun kumis kucing (Ahamed
dan Abdul 2010).
Pemanfaatan kumis kucing sebagai obat herbal merupakan potensi yang
cukup bagus dalam dunia farmasi. Sekarang ini obat herbal banyak digunakan
oleh masyarakat karena efek samping yang ditimbulkan jarang terjadi dan biaya
yang lebih murah dibandingkan obat sintetik. Namun, terdapat beberapa masalah
dalam produksi obat herbal, diantaranya: ketersediaan dan mutu bahan baku,
standardisasi, stabilitas, dan kendali mutu yang tidak mudah (Bandaranayake
2006). Kandungan komponen bioaktif tumbuhan obat sangat bervariasi
bergantung kepada spesies, varietas, asal daerah, budidaya, metode pemanenan,
dan proses pasca panen. Variasi ini dapat menyebabkan inkonsistensi dalam hal
khasiat, mutu, dan keamanan produk herbal. Oleh karena itu, perlu penanganan
serius dalam penentuan spesifikasi dan parameter simplisia sebagai bahan baku
(Komarawinata 2008).
Metode kualitatif yang sering digunakan untuk menganalisis kandungan
senyawa aktif adalah spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) yang
memberikan informasi mengenai keberadaan gugus fungsi dan melihat sidik jari
sampel. Pengolahan data spektrum FTIR menggunakan kemometrik dapat
dimanfaatkan untuk melihat konsistensi respon suatu standardisasi mutu bahan
baku. Metode lain yang sering digunakan untuk kendali mutu bahan baku tanaman
obat diantaranya KCKT, kromatografi gas, dan KLT, tetapi metode-metode ini
memerlukan preparasi sampel dan waktu pengujian yang lama (Sim et al. 2004).
Analisis tanaman obat menggunakan spektrofotometer FTIR menghasilkan
spektrum FTIR yang sangat rumit karena merupakan hasil interaksi antara
senyawa kimia dalam matrik sampel yang sangat kompleks. Spektrum ini sulit
untuk diamati secara langsung, sehingga memerlukan metode kemometrik untuk
mendapatkan informasi kualitatif maupun kuantitatif dari spektrum tersebut.
Penggabungan teknik spektrometri inframerah dengan kemometrik telah banyak
digunakan sebagai metode kendali mutu yang cepat dari tanaman herbal dengan
varietas yang luas (Sim et al. 2004).
Analisis multivariat yang sering digunakan diantaranya PCA (principle
component analysis), PLSDA (partial least square discriminant analysis), dan
PLS (partial least square). PCA dan PLSDA dapat digunakan untuk
mengelompokkan sampel, sedangkan PLS merupakan teknik regresi yang umum

2

untuk data multivariat yang dapat digunakan untuk memprediksi konsentrasi
senyawa dalam spektrum campuran (Brereton 2003).

Tujuan
Penelitian ini bertujuan melakukan kendali mutu simplisia kumis kucing
dari beberapa daerah yang memiliki kondisi geografis yang cukup berbeda
dengan mengelompokkan dan membuat model prediksi yang ditujukan untuk
mengaitkan karakteristik spektrum FTIR dengan mutu simplisia kumis kucing.
Mutu simplisia dan ekstrak yang diujikan adalah kadar abu, kadar air, pola
kromatogram KLT, kadar sinensetin, fenol total, flavonoid total, dan aktivitas
antibakteri.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah sampel daun kumis kucing bunga putih yang
diperoleh dari 5 daerah (Nagrak, Cimanggu, Pacet, Cigombong, dan Leuwiliang),
kertas saring, etanol, kloroform, etil asetat, sinensetin, silika gel 60 F254, reagen
Follin-Ciocalteu, asam galat, serbuk Na2CO3, heksametilenatetraamina, aseton,
HCl, AlCl3, asam asetat glasial, metanol, tetrahidrofuran (THF), KBr, inokulum
Staphylococcus aureus, inokulum Escherichia coli, medium steril, tetrasiklin, dan
DMSO.
Alat yang digunakan adalah oven, water bath shaker, cawan porselin,
eksikator, bejana kromatografi, seperangkat alat refluks, uji antibakteri metode
dilusi, alat KCKT Hitachi, spektrofotometer Uv-Tampak, spektrofotometer FTIR
Tensor 37, dan 1 unit komputer. Perangkat lunak yang digunakan adalah The
UnscramblerX 10.3 dan Image J 4.5.

Metode
Lingkup Penelitian
Penelitian terdiri atas 3 tahap utama, yaitu preparasi sampel, analisis mutu,
dan pengolahan data secara kemometrik. Preparasi sampel meliputi pemanenan,
pengeringan, dan ekstraksi sampel. Analisis mutu dilakukan terhadap sampel
kering dan ekstrak yang dihasilkan pada tahap preparasi sampel. Sampel kering
diuji kadar air dan kadar abunya, sedangkan ekstrak sampel dianalisis pola
kromatogramnya menggunakan KLT, dilakukan penetapan kadar sinensetin, fenol
total, flavonoid total serta uji aktivitas antibakteri. Analisis FTIR juga dilakukan
terhadap ekstrak kumis kucing, sehingga diperoleh spektrum FTIR. Data
absorbans dan panjang gelombang dari spektrum FTIR diolah secara kemometrik
menggunakan The UnscramblerX 10.3. Metode kemometrik yang digunakan

3

adalah PCA, PLSDA, dan PLS. Analisis PLS menggunakan data konsentrasi
flavonoid total sebagai matriks Y. Hasil pengolahan data secara kemometrik dan
data mutu dari analisis mutu menghasilkan model klasifikasi tanaman kumis
kucing dari 5 daerah berbeda.
Preparasi Sampel (Abdullah et al. 2011, Chew 2011)
Daun kumis kucing berbunga putih dari 5 daerah berbeda dipanen pada sore
hari. Pengeringan daun kumis kucing dilakukan dengan menggunakan oven pada
suhu 50C selama 24 jam. Serbuk sampel dibuat dan diayak 40 mesh. Sampel
sebanyak 10 g diekstraksi 5 kali ulangan untuk setiap daerah menggunakan 100
mL etanol 40%. Campuran dimasukkan ke dalam water bath shaker selama 120
menit dengan suhu 65C. Filtrat disaring menggunakan kertas saring. Ekstrak
dipekatkan dengan penguap putar lalu disimpan dalam botol dan lemari
pendingin.
Penetapan Kadar Abu Total (Depkes 2008)
Sampel ditimbang sebanyak 2 g kemudian dimasukkan ke dalam krus silikat
yang telah dipijar dan ditara. Bahan uji dipijar perlahan hingga arang habis,
dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur pada suhu 600C sampai pengabuan
sempurna, didinginkan, dan ditimbang. Tahap pembakaran dalam tanur diulang
hingga didapatkan berat konstan. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan
uji dan dinyatakan dalam % b/b.
Penetapan Kadar Air (AOAC 2005)
Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada 105C selama 3 jam dan
didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 2 g sampel (a)
ditimbang, dimasukkan ke dalam cawan porselin, dan dikeringkan pada 105C
selama 3 jam. Sampel didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai
diperoleh bobot konstan (b).

Kadar air (%) =
 100%
Analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (FHI 2008)
Analisis secara kualitatif dengan KLT diawali dengan menyiapkan eluen
kloroform:etil asetat (60:40) dalam bejana kromatografi. Sebanyak 10 L ekstrak
kumis kucing 10% dan 5 L standar sinensetin 0.05% dalam etanol ditotolkan
pada pelat KLT silika gel 60 F254 kemudian dielusi dengan eluen yang telah
dijenuhkan. Pelat KLT diangkat dan dikeringkan. Bercak dianalisis dengan
menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Nilai Rf
dihitung. Gambar pelat KLT diolah menggunakan perangkat lunak Image J.
Penetapan Kadar Fenol Total (Santoso et al. 2012)
Kadar fenol total dalam ekstrak ditentukan menggunakan reagen FollinCiocalteu (FC) dan kurva kalibrasi eksternal dengan asam galat. Sebanyak 10 mg
ekstrak ditimbang, dilarutkan dengan 5 mL air, lalu diencerkan 20 kali. Sebanyak
2 mL larutan ekstrak ditambahkan 3 mL akuades, 2 mL etanol absolut, dan 0.5
mL reagen FC 50% (v/v). Campuran didiamkan selama 5 menit kemudian
ditambahkan 1 mL Na2CO3 5% (b/v). Campuran dihomogenkan lalu diinkubasi

4

dalam kondisi gelap selama 1 jam. Nilai absorbans
diukur dengan
spektrofotometer UV-Tampak pada panjang gelombang 725 nm.
Penetapan Kadar Sinensetin (Akowuah et al. 2004)
Sebanyak 1 mL ekstrak metanol (1% b/v) dilarutkan dengan 5 mL metanol:
H2O (6:4) dan sampel disaring dengan penyaring membran 0.45 m untuk analisis
KCKT. Kondisi KCKT yang digunakan, yaitu kolom C18 (4.6x250 mm), suhu
kolom 25C, fase gerak metanol:H2O (pH 3.0):THF (45:50:5), laju alir 1
mL/menit, volume injeksi 20 L, dan panjang gelombang detektor UV 340 nm.
Konsentrasi standar sinensetin yang digunakan sebesar 21.58 ppm.
Penetapan Kadar Flavonoid (Depkes RI)
Ekstrak ditimbang 200 mg lalu dihidrolisis dengan 1 mL larutan
heksametilenatetramina 0.5% (b/v), 20 mL aseton, dan 2 mL larutan HCl 25%
dalam air. Hidrolisis dilakukan dengan cara refluks selama 30 menit. Campuran
hasil hidrolisis disaring menggunakan kapas ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambah aseton sampai tanda tera. Sebanyak 20 mL filtrat hasil hidrolisis
dipindahkan ke dalam corong pisah, lalu ditambahkan 20 mL akuades dan
diekstraksi 3 kali masing-masing dengan 15 mL etil asetat. Fraksi etil asetat
dikumpulkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditambah etil asetat sampai tanda
tera. Analisis spektrofotometri diawali dengan memindahkan 10 mL larutan fraksi
etil asetat ke dalam labu ukur 25 mL, kemudian ditambahkan 1 mL larutan AlCl3
2% dalam asam asetat glasial 5% (dalam metanol). Larutan asam asetat glasial 5%
v/v ditambahkan sampai 25 mL lalu diukur pada panjang gelombang 425 nm.
Larutan kuersetin murni dalam etil asetat digunakan sebagai standar.
Pengujian Aktivitas Antibakteri Metode Dilusi (Batubara et al. 2009)
Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus aureus
(bakteri gram positif) dan Escherichia coli (bakteri gram negatif). Bakteri dari
media padat dikultur terlebih dahulu ke dalam media TSB dan NB masing-masing
untuk Staphylococcus aureus (24 jam) dan Escherichia coli (18 jam). Media
terdiri atas GAM Broth Nissui 0.5%, glukosa 1.0%, ekstrak khamir 0.3%, nutrient
broth 0.5%, dan Tween-80. Mikroplate dalam metode ini memiliki 96 sumur yang
terdiri atas 12 kolom dan 8 baris. Sebanyak 8 kolom digunakan untuk 4 sampel, 2
kolom untuk kontrol positif, dan 2 kolom untuk kontrol negatif masing-masing 2
kali ulangan. Medium steril (95 L), sampel (100 L, 8 konsentrasi berbeda,
dilarutkan dalam DMSO 20%) atau kontrol (100 L), dan inokulum (5 L)
ditambahkan ke dalam sumur. Inokulum disiapkan dengan konsentrasi 10 6
CFU/ml. Kedua bakteri diinkubasi pada medium selama 20-24 jam pada suhu
37C di bawah kondisi aerob. Konsentrasi ekstrak yang tidak terdeteksi adanya
pertumbuhan bakteri secara visual disebut sebagai konsentrasi hambat minimum
(KHM). Kemudian, 10 L setiap medium yang tidak terdeteksi pertumbuhan
bakteri tersebut diinokulasi pada 100 L medium segar. Konsentrasi dengan tidak
adanya pertumbuhan bakteri setelah inokulasi kedua disebut sebagai konsentrasi
bunuh minimum (KBM). Kontrol negatif digunakan DMSO dan kontrol positif
digunakan tetrasiklin.

5

Analisis FTIR
Sebanyak 2 mg ekstrak etanol dicampur dengan 200 mg KBr untuk
dijadikan pelet. Pelet dibuat menggunakan hand press dengan tekanan sebesar 80
kN selama 10 menit. Pengukuran spektrum dilakukan menggunakan
spektrofotometer FTIR pada kisaran daerah 4000-400 cm-1. Data spektrum
dinormalisasi sehingga absorbans terkecil diset menjadi 0, sedangkan absorbans
tertinggi menjadi 2. Hasil normalisasi diberikan koreksi garis dasar untuk
membuat garis dasar spektrum berada pada absorbans 0, dilanjutkan dengan
derivatisasi pertama dan penghalusan metode Savitsky Golay.
Analisis Data secara Kemometrik
Spektrum FTIR disimpan dalam format OPUS. Pengelompokkan sampel
dilakukan dengan metode PCA dan PLSDA. Pembuatan model prediksi total
flavonoid dilakukan dengan PLS. Analisis kemometrik PCA, PLSDA dan PLS
dari spektrum FTIR yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak The UnscramblerX 10.3.
Analisis Data Statistik
Data hasil uji kadar air, kadar abu, rendemen ekstrak, fenol total, flavonoid
total, dan sinensetin masing-masing dihitung rataan dan standar deviasinya. Selain
itu, dilakukan analisis ragam, uji lanjut Duncan, dan analisis korelasi Pearson.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air, Kadar Abu, dan Rendemen Ekstrak
Penetepan kadar air dan kadar abu pada penelitian ini dilakukan dengan
metode gravimetri. Kadar air dan abu hasil pengeringan sampel dari kelima
daerah telah memenuhi syarat maksimum yang ditetapkan dalam FHI (Farmakope
Herbal Indonesia) 2008, yaitu kurang dari 10%. Kadar air ini menunjukkan
kandungan air yang terkandung dalam bahan. Penetapan kadar air dapat
membantu menentukan bobot aktual bahan dan digunakan dalam perhitungan
rendemen ekstrak. Semakin rendah kadar air, stabilitas bahan semakin tinggi, dan
kerusakan bahan semakin rendah (Kunle et al. 2012). Kadar abu menunjukkan
kandungan mineral internal dan eksternal dalam bahan serta terkait dengan
kemurnian serta kontaminasi bahan (Emilan et al. 2011).
Nilai kadar air, kadar abu, dan rendemen ekstrak berbeda nyata (p