Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) terhadap Kontraktilitas Otot Polos Vesika Urinaria Guinea Pig In Vitro. 2013
(Orthosiphon aristatus) TERHADAP
KONTRAKTILITAS OTOT POLOS VESIKA
URINARIA GUINEA PIG IN VITRO
Laporan Penelitian
ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Erwanda Desire Budiman
NIM : 1110103000033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Salawat serta salam tidak lupa peneliti sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Adapun judul penelitian ini adalah “Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) terhadap Kontraktilitas Otot Polos Vesika Urinaria Guinea Pig In Vitro”.
Peneliti ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK. selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Nouval Shahab, SpU, Ph.D, FICS, FACS. dan Ibu Endah Wulandari, M.Biomed. selaku dosen pembimbing yang telah membantu, menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing peneliti dari awal hingga akhir penelitian ini.
4. dr. H. M. Djauhari Widjajakusumah, AIF, PFK. dan Ibu Ratna Pelawati, M. Biomed. selaku penguji sidang laporan penelitian ini.
5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D. selaku penanggung jawab riset Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2010.
6. Ayahanda dr. Boyke Budiman Sumantri, Sp.U. dan ibunda Elza H.S. Sumantri yang selalu memberikan dukungan moral dan material.
7. Kakak-kakak peneliti yaitu dr. Bayu Elnovriano Budiman, dr. Syahroni Lubis, dan Erwinda Marsha Budiman, S.KG. yang senantiasa memberikan motivasi kepada peneliti.
8. Teman-teman kelompok penelitian yaitu Yesinta Diandra, Muhammad Hafif Kusasi, Muhammad Hazmi Anzhari, dan Muhammad Ichsan Pribadi yang selalu bersama-sama berjuang untuk menyelesaikan penelitian ini.
(6)
vi
9. Fuad Hariyanto yang selalu mendukung dan membantu peneliti selama proses penelitian.
10. Pihak LIPI dan BALITRO yang telah membatu peneliti dalam pembuatan ekstrak. 11. Mba Lilis dan Mba Ai yang senantiasa membantu di Laboratorium Multiguna dan
Laboratorium Biokimia FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
12. Bapak-bapak Satpam dan OB FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa membuka pagar dan menunggu peneliti saat penelitian di hari libur. 13. Sahabat-sahabat PSPD 2010 yang telah banyak sekali memberikan ilmu dan
pengalaman selama 3 tahun menjalani preklinik.
14. Teman-teman PSPD 2008, 2009, 2011, dan 2012 yang selalu memberi dukungan kepada peneliti.
15. Seluruh civitas akademika FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Peneliti mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun bagi peneliti. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Tangerang Selatan, 10 September 2013
(7)
vii
ABSTRAK
Erwanda Desire Budiman. Program Studi Pendidikan Dokter. Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) terhadap Kontraktilitas Otot Polos Vesika Urinaria Guinea Pig In Vitro. 2013.
Orthosiphon aristatus atau yang biasa dikenal kumis kucing merupakan tanaman yang sering digunakan di Asia Tenggara sebagai obat herbal untuk penyakit ginjal dan saluran kemih, hipertensi, diabetes melitus, dan gout. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun Orthosiphon aristatus terhadap kontraktilitas otot polos vesika urinaria secara in vitro
dengan menggunakan instrumen organ bath. Pengaruh ekstrak daun Orthosiphon aristatus
terhadap tegangan strip otot polos setelah diinduksi oleh carbachol diukur dan dibandingkan terhadap tegangan yang dipengaruhi oleh kontrol (pelarut). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Orthosiphon aristatus dapat merelaksasi strip otot polos vesika urinaria guinea pig secara signifikan (p<0,05) pada konsentrasi 10-6 %, 10-5 %, 10-4 %, dan 10-3 %.
Kata kunci : kontraksi otot polos, vesika urinaria, ekstrak Orthosiphon aristatus, organ bath
ABSTRACT
Erwanda Desire Budiman. Medical Education Program. Effect of Orthosiphon aristatus Leaves Extract on the Smooth Muscle of the Guinea PigVesica Urinaria In Vitro. 2013.
Orthosiphon aristatus or commonly known as “kumis kucing” is a plant that is often used in Southeast Asia as an herbal medicine for many diseases such as kidney and urinary tract, hypertension, diabetes mellitus, and gout. The aim of this study is to determine the effect of
Orthosiphon aristatus leaves extract on urinary bladder smooth muscle contractility in vitro using organ bath instrument. The effects of Orthosiphon aristatus leaves extract on carbachol-induced detrusor smooth muscle contraction were measured and were compared with controls (vehicle). The result of this study demonstrated that Orthosiphon aristatus may relax detrusor smooth muscle contraction at concentration 10-6 %, 10-5 %, 10-4 %, and 10-3 % significantly (p < 0.05).
(8)
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL... ii
LEMBAR PERNYATAAN... iii
LEMBAR PERSETUJUAN... iv
LEMBAR PENGESAHAN... v
KATA PENGANTAR... vi
ABSTRAK... vii
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR SINGKATAN... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1.Latar Belakang... 1
1.2.Rumusan Masalah... 2
1.3.Hipotesis... 2
1.4.Tujuan Penelitian... 2
1.4.1. Tujuan Umum... 2
1.4.2. Tujuan Khusus... 2
1.5.Manfaat Penelitian... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4
2.1.Orthosiphon aristatus... 4
2.2.Vesika Urinaria... 6
2.2.1. Anatomi Vesika Urinaria... 6
2.2.2. Histologi Vesika Urinaria... 7
2.2.3. Fisiologi Vesika Urinaria... 8
2.3.Otot Polos... 10
2.3.1. Jenis-jenis Otot Polos... 10
2.3.2. Mekanisme Kerja Otot Polos... 11
2.4.Organ Bath... 13
2.5.Kerangka Teori... 14
2.6.Kerangka Konsep... 15
2.7.Definisi Operasional... 15
BAB 3 METODE PENELITIAN... 16
3.1.Desain Penelitian... 16
3.2.Waktu dan Tempat Penelitian... 16
3.3.Alat dan Bahan Penelitian... 16
3.4.Identifikasi Variabel... 17
3.4.1. Variabel Bebas... 17
3.4.2. Variabel Terikat... 17
3.5.Alur Penelitian... 17
3.6.Cara Kerja Penelitian... 17
3.6.1. Tahap Persiapan... 17
3.6.1.1. Persiapan Ekstrak Daun Orthosiphon aristatus... 17
3.6.1.2. Preparasi Jaringan... 18
3.6.2. Tahap Pengujian Kontraktilitas... 19
(9)
ix
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 22
4.1.Kontraksi Otot Polos Vesika Urinaria yang Diinduksi Carbachol ... 22
4.2.Pengaruh Ekstrak Daun Orthosiphon aristatus... 23
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN... 27
5.1.Simpulan... 27
5.2.Saran... 27
DAFTAR PUSTAKA... 28
(10)
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tanaman Orthosiphon aristatus... 4
Gambar 2.2. Potongan sagital pelvis perempuan... 7
Gambar 2.3. Potongan sagital pelvis laki-laki... 7
Gambar 2.4. Histologi potongan melintang dinding vesika urinaria... 8
Gambar 2.5. Vesika urinaria laki-laki dan perempuan... 9
Gambar 2.6. Diagram mekanisme kontraksi pada otot detrusor... 13
Gambar 2.7. Kerangka teori... 14
Gambar 3.1. Skema organ bath... 19
Gambar 3.2. Skema kontraksi otot polos pada pemberian carbachol... 20
Gambar 3.3. Skema kontraksi otot polos pada pemberian ekstrak Orthosiphon aristatus... 20
Gambar 3.4. Skema kontraksi otot polos pada pemberian DMSO...... 21
Gambar 4.1. Kontraksi otot polos vesika urinaria guinea pig dengan pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus... 23
Gambar 4.2. Kontraksi otot polos vesika urinaria guinea pig dengan pemberian DMSO... 24
Gambar 4.3. Grafik perbandingan persentase kontraksi strip otot polos kelompok kontrol (DMSO) dan kelompok perlakuan (ekstrak Orthosiphon aristatus)... 24
Gambar 6.1. Surat hasil determinasi tumbuhan... 31
Gambar 6.2. Surat pengujian ekstrak... 32
Gambar 6.3. Alur pembuatan ekstrak... 33
Gambar 6.4. Surat peminjaman laboratorium multiguna... 34
Gambar 6.5. Proses mematikan hewan coba... 41
Gambar 6.6. Proses pembedahan hewan coba... 41
Gambar 6.7. Vesika urinaria yang telah diambil dari guinea pig... 41
Gambar 6.8. Alat-alat untuk membuat strip otot polos... 41
Gambar 6.9. Proses pemotongan strip otot polos... 41
Gambar 6.10. Ekstrak daun Orthosiphon aristatus... 41
Gambar 6.11. Organ bath... 42
Gambar 6.12. Water jacketed chamber... 42
Gambar 6.13. Water heater... 42
Gambar 6.14. Proses pengikatan strip otot polos... 43
Gambar 6.15. Proses penggantungan strip otot polos... 43
Gambar 6.16. Proses memberikan tegangan istirahat pada strip otot polos... 43
(11)
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Komposisi larutan Krebs Henseleit... 16 Tabel 6.1. Persentase kontraksi strip otot polos dengan pemberian DMSO... 30 Tabel 6.2. Persentase kontraksi strip otot polos dengan pemberian ekstrak daun
Orthosiphon aristatus... 31 Tabel 6.3. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian
ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-6%... 32 Tabel 6.4. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan Pemberian
ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-5%... 32 Tabel 6.5. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian
ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-4%... 32 Tabel 6.6. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian
ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-3%... 32 Tabel 6.7. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian
ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-2%... 33 Tabel 6.8. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian
DMSO pertama... 33 Tabel 6.9. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian
DMSO kedua... 33 Tabel 6.10. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian
DMSO ketiga... 34 Tabel 6.11. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian
DMSO keempat... 34 Tabel 6.12. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian
DMSO kelima... 34 Tabel 6.13. Uji Independent Samples t Test... 35
(12)
xii
DAFTAR SINGKATAN
Ach : Acetylcholine
ATP : Adenosine triphosphate
cAMP : Cyclic adenosine monophosphate CO2 : Carbon dioxide
DAG : Diacilglicerol DMSO : Dimethyl sulfoxide
EDNO : endothelium-derived nitric oxide IP3R : Inositol triphosphate receptor MAP : Mitogen activated protein MLCK : Myosin light chain kinase MLCP : Myosin light chain phosphatase MRC : Methylripariochromene A
O2 : Oxygen
PIP2 : Phosphoinositide PKC : Protein kinase C PLC : Phospholipase-C RyR : Ryanodine receptor
(13)
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Hasil Determinasi Tumbuhan... 29
Lampiran 2 Surat Pengujian Ekstrak... 30
Lampiran 3 Cara Pembuatan Ekstrak... 31
Lampiran 4 Surat Peminjaman Laboratorium Multiguna... 32
Lampiran 5 Data Kontraksi Strip Otot Polos dengan Pemberian DMSO... 33
Lampiran 6 Data Kontraksi Strip Otot Polos dengan Pemberian Ekstrak Daun Orthosiphon aristatus... 34
Lampiran 7 Uji Normalitas Data... 35
Lampiran 8 Uji Independent Samples t Test... 38
Lampiran 9 Gambar Proses Penelitian... 39
(14)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengobatan tradisional merupakan suatu perpaduan antara ilmu pengetahuan, kepercayaan, serta tradisi masyarakat yang bertujuan untuk menjaga kesehatan. Perhatian negara-negara berkembang maupun negara-negara maju terhadap obat-obatan tradisional meningkat dalam dua puluh tahun terakhir. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat besar. Sekitar 9.600 dari 30.000 jenis tumbuhan di Indonesia dapat digunakan sebagai obat-obatan.1
Salah satu tanaman di Indonesia yang dapat digunakan untuk pengobatan adalah kumis kucing atau nama latinnya adalah Orthosiphon aristatus. Tanaman ini telah diketahui memiliki beberapa kandungan zat aktif yaitu flavonoid, tannin, saponin, phenol, serta terpenoid yang sudah dibuktikan memiliki efek nefroprotektif.2
Orthosiphon aristatus telah dipakai selama berabad-abad di Asia Tenggara. Selama ini tanaman tersebut sudah digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan pada gangguan saluran kemih dan ginjal, hipertensi, diabetes melitus, dan gout. Selain itu, Orthosiphon aristatus terbukti memberikan efek diuretik.3
Orthosiphon aristatus umumnya digunakan pada penyakit batu ginjal karena diduga memiliki efek diuretik, efek anti-inflamasi, serta efek anti spasmodik.4 Pada penelitian sebelumnya, terbukti bahwa efek anti hipertensi Orthosiphon aristatus disebabkan oleh adanya beberapa kandungan dari Orthosiphon aristatus yang dapat menghambat kontraksi pada otot polos aorta.5
Vesika urinaria, bagian dari saluran kemih bawah yang berfungsi menampung urin sebelum miksi, dapat berkontraksi karena memiliki lapisan otot polos.6 Otot polos vesika urinaria guinea pig sering digunakan sebagai bahan uji pada penelitian in vitro. Akan tetapi, sampai saat ini pengaruh ekstrak Orthosiphon aristatus terhadap otot polos saluran kemih belum pernah diteliti.
(15)
Maka dari itu, peneliti ingin meneliti pengaruh Orthosiphon aristatus pada kontraktilitas otot polos pada vesika urinaria guinea pig secara in vitro dengan menggunakan organ bath.
1.2. Rumusan Masalah
Pengaruh ekstrak daun Orthosiphon aristatus terhadap kontraktilitas otot polos vesika urinaria belum diketahui secara pasti.
1.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak daun Orthosiphon aristatus dapat menurunkan kontraksi otot polos vesika urinaria.
1.4. Tujuan 1.4.1. Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun Orthosiphon aristatus terhadap kontraktilitas otot polos vesika urinaria.
1.4.2. Khusus
1. Mengetahui pengaruh ekstrak daun Orthosiphon aristatus terhadap kontraktilitas strip otot polos vesika urinaria guinea pig secara in vitro. 2. Mengetahui kadar ekstrak Orthosiphon aristatus yang memiliki pengaruh
terhadap kontraktilitas strip otot polos vesika urinaria guinea pig.
1.5. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti
Sebagai syarat lulus dari pendidikan pre-klinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bagi institusi
Melaksanakan salah satu Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu meningkatkan aspek penelitian.
(16)
3. Bagi keilmuan
Mengembangkan pengobatan-pengobatan yang berasal dari Orthosiphon aristatus dan mengetahui efeknya terhadap kontraktilitas otot polos vesika urinaria.
4. Bagi sosial
Diharapkan Orthosiphon aristatus bermanfaat sebagai pengobatan penyakit-penyakit gangguan berkemih.
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Orthosiphon aristatus
Orthosiphon aristatu ls (Bl.) Miq. adalah tanaman yang termasuk ke dalam famili Lamiaceae. Tanaman ini merupakan tanaman yang digunakan sebagai obat herbal terkenal di Asia Tenggara yang umumnya berasal dari Pulau Jawa dan dikenal dengan nama kumis kucing. Selain itu, di negara lain tanaman ini juga memiliki nama lain yaitu java tea, cat’s whisker, Indian kidney tea (Inggris), mao xu cao (Cina), misai kucing, ruku hutan (Malaysia), kabling gubat, kabling parang (Filipina), se-cho, myit-shwe (Myanmar), rau-meo (Vietnam), neko no hige (Jepang), katzenbart (Jerman), dan yaa-nuad-maew, pa-yab-mek (Thailand). Orthosiphon aristatus memiliki banyak sinonim yaitu O. stamineus Benth., O. longiforum Ham., O. grandiflorum et aristatum Bl., O. spiralis Merr., O. grandiflorus Bold., Clerodendranthus spicatus (Thumb.), dan Trichostemma spiralis Lour. Saat ini masyarakat di beberapa negara Asia Tenggara mengkonsumsi daun Orthosiphon aristatus dalam bentuk jamu tradisional yang berfungsi sebagai pengobatan terhadap penyakit ginjal, gout, hipertensi, dan diabetes melitus.7,8
Gambar 2.1. Tanaman Orthosiphon aristatus
Sumber : http://www.nrm.qld.gov.au/ diunduh tanggal 1 September 2013
(18)
Berikut ini adalah tata nama Orthosiphon aristatus menurut ilmu taksonomi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Famili : Laminaceae Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon aristatus9
Tanaman Orthosiphon aristatus ini memiliki tinggi mencapai dua meter dengan daun yang berbentuk bulat telur lonjong ataupun belah ketupat. Orthosiphon aristatus memiliki bunga berbentuk tandan yang keluar di ujung cabang dengan mahkota berwarna putih atau ungu pucat yang memiliki panjang 13 - 27 mm. Pada bagian atas mahkota ditutupi bagian yang menyerupai rambut pendek seperti kumis kucing berwarna putih atau ungu. Tanaman ini memiliki buah berwarna coklat gelap dengan panjang 1,75 - 2 mm dan biji berbentuk bulat panjang dengan warna putih kehitaman yang akan menjadi coklat kehitaman ketika matang.10
Daun Orthosiphon aristatus memiliki kandungan mineral hingga 12 % yang komponen utamanya adalah kalium. Selain itu, daun Orthosiphon aristatus juga mengandung flavonoid lipofil (sinensetin dan isosinensetin), glikosida orthosifon, asam rosmarinat, asam kafeat, fitosterol, salvigenin, eupatorin, tanin, minyak atsiri (pimaran, sisopimaran diterpen staminol A), dan skutelarein tetrametil eter. Senyawa orthosifol A-E merupakan senyawa lain yang saat ini telah berhasil diisolasi dari Orthosiphon aristatus.10,11
Daun Orthosiphon aristatus telah diteliti pada hewan coba dan ternyata terbukti memiliki efek diuretik. Pemberian ekstrak metanol-air daun Orthosiphon aristatus dengan dosis 2 g/kg dapat meningkatkan ekskresi natrium dan kalium pada 8 jam pertama pemberian. Sementara itu ekstrak metalonik daun Orthosiphon aristatus dengan dosis 100 dan 200 mg/kgBB terbukti memiliki efek nefroprotektif dengan menurunkan kadar kreatinin, urea, protein urin, dan
(19)
menghambat terjadinya radikal bebas. Minyak atsiri dari Orthosiphon aristatus memiliki aktivitas antimikroba seperti terhadap bakteri Vibria parahaemolyticus dan Streptococcus mutans sehingga bisa digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih.10
Ekstrak daun Orthosiphon aristatus terbukti untuk menghambat kontraksi otot polos aorta torakalis yang di stimulasi oleh KCl. Selain itu, aktivitas relaksasi juga muncul pada otot polos trakea guinea pig dengan atau tanpa stimulasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak daun Orthosiphon aristatus efektif untuk masalah pada trakea seperti batuk.7
2.2. Vesika Urinaria
Vesika urinaria adalah salah satu organ saluran kemih bawah yang berongga dan memiliki lapisan otot dan berfungsi sebagai tempat penampungan sementara urin. Vesika urinaria berbentuk buah pir dan berkembang ke arah rongga abdomen dan akan melebihi tinggi simfisis pubis pada saat terdapat akumulasi urin di dalamnya, sedangkan vesika urinaria akan kolaps ketika kosong.12 Vesika urinaria dapat dipalpasi ataupun diperkusi ketika penuh. Organ tersebut dapat menonjol dan terlihat apabila vesika urinaria teregang berlebihan akibat adanya retensi urin yang akut ataupun kronik. Kapasitas normal vesika urinaria dewasa mencapai 400-500 mL.13
2.2.1. Anatomi Vesika Urinaria
Vesika urinaria terletak di posterior dari simfisis pubis pada rongga pelvis. Vesika urinaria laki-laki terletak di anterior dari rektum dan terdapat vesika seminalis dan vas deferens yang menempel di sisi posterior. Sedangkan pada perempuan terletak di anterior dari vagina dan inferior dari uterus.13 Posisi dari vesika urinaria dijaga oleh beberapa lipatan peritoneum yang membentuk ligamen. Ligamen umbilikus media memanjang dari batas anterosuperior ke arah umbilikus. Ligamen umbilikus lateral melewati sepanjang sisi vesika urinaria ke umbilikus.14
(20)
Gambar 2.2. Potongan sagital pada pelvis perempuan Sumber : Frederic H. Martini, 2012 (telah diolah kembali)
Gambar 2.3. Potongan sagital pada pelvis laki-laki Sumber : Frederic H. Martini, 2012 (telah diolah kembali)
2.2.2. Histologi Vesika Urinaria
Vesika urinaria memiliki tiga lapisan pada dindingnya. Lapisan terdalam dari dinding vesika urinaria adalah lapisan mukosa yang terdiri dari epitel transisional dan lamina propria di bawahnya. Lapisan mukosa tersebut
(21)
membentuk lipatan-lipatan yang berfungsi agar vesika urinaria dapat mengembang saat terisi urin disebut rugae. Selanjutnya terdapat lapisan muskularis yang melapisi lapisan mukosa, yang juga disebut otot detrusor.12 Otot detrusor akan berkontraksi dan mengeluarkan urin dari vesika urinaria ke uretra sehingga rongga vesika urinaria akan mengecil kembali.14 Otot detrusor memiliki tiga lapis serat otot polos yaitu lapisan longitudinal dalam, sirkular tengah, dan longitudinal luar. Lapisan paling luar dari bagian inferior dan posterior vesika urinaria adalah sebuah lapisan jaringan ikat areolar yang bernama adventisia, sedangkan pada bagian superior vesika urinaria adalah sebuah lapisan viseral dari peritoneum bernama serosa.12 Bagian serosa disebut juga urotelium/ suburotelium dan berfungsi sebagai penerima sensasi serta dapat menyebabkan pengaruh langsung terhadap fungsi otot detrusor.15
Gambar 2.4. Histologi potongan melintang dinding vesika vesika urinaria Sumber : C.H. Fry, 2010
2.2.3. Fisiologi Vesika Urinaria
Pada dasar vesika urinaria terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Trigonum memiliki penampakan yang halus karena lapisan mukosanya melekat erat lapisan muskularis. Dua sudut posterior pada trigonum terdiri dari
(22)
dua lubang yang berasal dari ureter, sedangkan satu sudut terletak pada bagian inferior atau disebut juga apeks. Pada bagian inferior terdapat lubang yang menghubungkan vesika urinaria dan uretra disebut orifisium uretra interna.12 Bagian yang mengelilingi orifisium uretra interna disebut leher vesika urinaria. Leher vesika urinaria terdiri dari otot sfingter uretra interna yang merupakan otot polos yang bekerja secara involunter. Vesika urinaria diinervasi oleh serat postganglionik dari ganglion di pleksus hipogastrikus dan oleh serat parasimpatis dari ganglion intramural yang dikontrol oleh cabang dari nervus pelvis.14
Gambar 2.5. Vesika urinaria laki-laki dan perempuan Sumber : C.H. Fry, 2010 (telah diolah kembali)
Vesika urinaria diperdarahi oleh arteri vesika superior, media, dan inferior yang berasal dari trunkus anterior arteri iliaka interna atau hipogastrik serta dari cabang kecil arteri obturator dan glutea inferior. Pada wanita, vesika urinaria juga diperdarahi oleh arteri uterina dan vagina. Selain itu, vesika urinaria kaya akan vena di sekelilingnya yang akan bermuara ke vena iliaka interna atau hipogastrik. Sistem limfatik vesika urinaria akan mengalir ke limfonodus di vesika, iliaka eksterna, dan iliaka interna.13
(23)
2.3. Otot Polos
Otot polos memiliki tiga tipe filamen yaitu, filamen miosin yang tebal, filamen aktin yang tipis serta memiliki tropomiosin dan sedikit troponin, dan filamen intermediet yang tidak berperan dalam kontraksi tetapi membantu menjaga bentuk otot.16 Otot polos tidak memiliki gambaran serat lintang karena filamen-filamennya yang tidak teratur sehingga berbeda dari otot rangka dan jantung. Kontraksi otot polos juga berbeda dengan kontraksi otot rangka dan otot jantung karena kontraksinya yang bersifat tonik. Otot polos berkontraksi dengan aktin dan miosin-II yang bergeser satu sama lain. Otot ini memiliki badan padat atau dense bodies yang terdapat di sitoplasma, melekat ke membran sel, dan berikatan ke filamen aktin melalui aktinin-α. Selain itu, retikulum sarkoplasma otot polos tidak berkembang dengan baik dan jumlah mitokondria otot polos hanya sedikit. Proses glikolisis sangat penting untuk memenuhi kebutuhan metabolisme otot polos.17
2.3.1. Jenis-jenis Otot Polos
Otot polos terdiri atas beberapa jenis sesuai dengan struktur, fungsi, dan letaknya. Jenis yang pertama adalah otot polos viseral atau unitary yang berbentuk lembaran luas, memiliki banyak jembatan taut celah dengan resistensi rendah yang menghubungkan tiap-tiap sel otot, dan berfungsi sebagai sinsitium. Sinsitium tersebut berfungsi untuk menyebarkan kontraksi otot polos viseral. Otot polos viseral memiliki keunikan yaitu dapat berkontraksi bila diregangkan tanpa ada inervasi ekstrinsik. 17 Otot polos viseral terdapat pada dinding visera yang berongga seperti pada saluran cerna, saluran reproduksi, saluran kemih, dan pada pembuluh darah kecil.16
Jenis yang kedua adalah otot polos multi-unit yang tersusun atas banyak unit tanpa jembatan penghubung sehingga terlihat terpisah-pisah, halus, dan terbatas. Inisiasi kontraksi otot polos multi-unit dilakukan secara neurogenik. Otot polos multi-unit terdapat pada iris mata, pembuluh darah besar, dan folikel rambut. Otot ini memiliki sifat kontraksi yang involunter, halus, dan bertahap.16
(24)
2.3.2. Mekanisme Kerja Otot Polos
Kontraksi otot polos dipicu oleh peningkatan Ca2+ intrasel yang dihasilkan oleh influks Ca2+ dari cairan ekstraselular melalui kanal Ca2+ bergerbang voltase dan bergerbang ligan, efluks dari penyimpanan intraselular melalui kanal Ca2+ RyR, dan reseptor inositol trisfosfat (IP3R).17 Peningkatan Ca2+ bersifat sementara dan dapat dikurangi dengan mengeluarkan dari sel melalui pertukaran Na+/ Ca2+ dan pompa Ca2+ yang bergantung ATP ataupun diakumulasikan kembali dalam intraseluler melalui pompa SERCA (Sarcoendoplasmic Reticulum Ca2+-ATPase).14 Kurangnya jumlah troponin di dalam otot polos menghambat aktivasi Ca2+ melalui pengikatan troponin. Miosin ATPase dapat diaktifkan bila miosin otot polos terfosforilasi. Selanjutnya Ca2+ berikatan dengan kalmodulin dan dapat mengaktifkan miosin kinase rantai ringan yang bergantung pada kalmodulin (calmodulin-dependent myosin light chain kinase/ MLCK).17 Aktivitas MLCK dapat diturunkan melalui fosforilasi dengan beberapa kinase yaitu CaM kinase II, mitogen-activated protein (MAP) kinase, cAMP-dependent kinase (PKA), dan p21-activated kinase.15 MLCK yang bergantung pada kalmodulin bekerja untuk mengkatalis fosforilasi rantai ringan miosin sehingga dapat meningkatkan aktivitas ATP yang akan menghasilkan kontraksi.17
Selanjutnya miosin akan mengalami defosforilasi oleh miosin fosfatase rantai ringan atau MLCP dalam sel. Relaksasi otot polos tidak harus melalui mekanisme defosforilasi miosin kinase rantai ringan tersebut. Aktivitas MLCP dapat diturunkan dengan fosforilasi, sehingga dapat meningkatkan sensitivitas kontraksi terhadap kalsium.15 Selain itu, terdapat mekanisme latch bridge yang dapat mempertahankan relaksasi atau kontraksi. Mekanisme ini menyebabkan kontraksi menetap dengan energi yang sedikit karena jembatan-silang miosin tetap terikat ke aktin selama beberapa saat walaupun konsentrasi Ca2+ dalam sitoplasma menurun. Relaksasi dari otot polos dapat muncul bila kompleks Ca2+ -kalmodulin terdisosiasi.17
Kontraksi otot polos juga dapat dimediasi oleh saraf. Kontraksi otot detrusor yang dimediasi saraf disebabkan oleh serat saraf parasimpatis
(25)
preganglionik yang berasal dari korda spinalis bagian sakral (S2 – S4). Serat saraf tersebut memanjang dan mempersarafi seluruh miosit detrusor. Asetilkolin (Ach) dan ATP adalah neurotransmiter fungsional yang dapat menginisiasi kontraksi detrusor. Selanjutnya neurotransmiter tersebut akan diterima oleh reseptornya dan akan mengaktifkan jalur-jalur intraseluler.15
Reseptor yang pertama adalah reseptor muskarinik yang terdiri dari beberapa subtipe yaitu reseptor M1 sampai dengan reseptor M5. Pada otot detrusor hanya terdapat dua subtipe yaitu reseptor M2 dan reseptor M3 dengan perbandingan jumlah 3-9 : 1. Akan tetapi, reseptor M3 lebih berperan dalam kontraksi otot tersebut. Selanjutnya reseptor M3 akan berpasangan dengan protein Gq11 dan akan mengaktifkan enzim fosfolipase-C (PLC) untuk membangkitkan second messenger lainnya yang berasal dari membran fosfoinositida (PIP2) yaitu inositol trifosfat (IP3) dan diasilgliserol (DAG). IP3 akan berikatan dengan reseptornya dan akan mengeluarkan cadangan kalsium intraseluler untuk dipakai. Peningkatan Ca2+ ini akan menyebabkan Ca2+ yang lebih banyak dikeluarkan dari retikulum sarkoplasma karena reseptor ryanodin (RyR) yang diaktifkan. Sedangkan DAG akan mengaktivasi protein kinase-C yang dapat memfosforilasi MLC fosfatase. Sementara itu, reseptor M2 bila diaktifkan akan berpasangan dengan protein Gi yang dapat menurunkan produksi cAMP. Reseptor muskarinik dapat didesensitasi setelah pajanan asetilkolin yang berkepanjangan.15
Selanjutnya terdapat reseptor purin yang diaktifkan oleh ATP. Reseptor purin dibagi menjadi dua yaitu reseptor P2X yang bersifat ionotropik dan merupakan kanal kation non spesifik bergerbang ligan serta reseptor P2Y yang bersifat metabotropik dan berpasangan dengan protein G.15
Mekanisme yang memiliki peran paling sedikit pada otot detrusor adalah mekanisme adrenergik. Otot detrusor memiliki inervasi simpatis secara langsung dan akan diterima oleh tiga subtipe reseptor β dan akan meningkatkan cAMP dan menyebabkan relaksasi. Reseptor β3 memiliki jumlah yang lebih banyak dibanding yang lainnya.15
(26)
Gambar 2.6. Diagram kontraksi pada otot detrusor Sumber : C.H. Fry, 2010
2.4. Organ Bath
Tissue organ bath merupakan alat yang umumnya dipakai dalam eksperimen yang meneliti jaringan otot hewan atau manusia yang dilakukan di luar tubuh. Jaringan otot dibentuk menjadi strip yang difiksasi dan direndam dengan larutan fisiologis. Jaringan otot tersebut terikat dengan isometric force transducer yang dapat menghitung tegangan yang dihasilkan.18
Kelebihan dari penggunaan organ bath adalah temperatur dapat diatur, satu kali percobaan dapat dilakukan pada beberapa jaringan, dan jaringan-jaringan tersebut dapat diteliti beberapa kali. Jaringan dapat diberikan stimulan-stimulan tertentu seperti stimulasi elektrik dan stimulasi dari agonis.18,19
(27)
Setelah jaringan dipasang pada organ bath, jaringan perlu diistirahatkan terlebih dahulu dalam larutan penyangga (buffer) dan diaerasi dengan 95 % O2 dan 5 % CO2. Selain itu, tegangan istirahat juga diberikan satu jam sebelum penelitian dimulai.19 Jaringan dikondisikan pada suhu 37 oC dan pH 7,4. Larutan di dalam bath dapat diganti dalam interval waktu tertentu apabila telah dimasukkan bahan-bahan uji.20
2.5. Kerangka Teori
Gambar 2.7. Kerangka Teori Sumber : Sandra Puetz, 2011 (telah diolah kembali)
(28)
2.6. Kerangka Konsep
Variabel bebas : kadar larutan ekstrak daun Orthosiphon aristatus
Variabel terikat : Persentase kontraksi strip otot polos vesika urinaria guinea pig
2.7. Definisi Operasional No. Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur Hasil Ukur
Skala Pengukuran 1 Kontraksi
strip otot polos vesika urinaria
Peningkatan tegangan strip otot polos vesika urinaria
Transducer Tegangan otot (gram)
Numerik
2 Kadar larutan ekstrak daun Orthosiphon aristatus Persentase ekstrak daun Orthosiphon aristatus yang dilarutkan dalam DMSO
Persen Numerik
Ekstrak daun Orthosiphon aristatus konsentrasi 10-6 sampai 10-2 %
Strip otot polos vesika urinaria Guinea pig Induksi kontraksi otot polos oleh carbachol
Kontraksi meningkat Kontraksi menurun Kontraksi menetap Kontraksi
(29)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental secara in vitro dengan menggunakan alat organ bath untuk melihat pengaruh ekstrak daun Orthosiphon aristatus terhadap kontraktilitas otot polos vesika urinaria guinea pig.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Riset Multiguna lantai 3 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini telah diajukan kepada Bagian Etik FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3. Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah instrumen organ bath, timbangan, sendok, cawan petri, gunting jaringan, pinset mikro, kacamata pembesar, papan bedah, water heater, kulkas, laptop, benang, dan gunting.
Bahan-bahan yang diperlukan penelitian ini adalah ekstrak daun Orthosiphon aristatus, strip otot polos vesika urinaria, kapas, tissue, sarung tangan, carbachol, DMSO (dimetil sulfoksida), akuades, alkohol, gas karbogen (O2 97 % dan CO2 3 %), dan larutan Krebs-Henseleit. Larutan Krebs-Henseleit dibuat dalam volume 500 cc dengan komposisi seperti pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Komposisi larutan Krebs Henseleit No. Komposisi Molaritas
1. NaCl 121,6 mmol/L
2. KCl 4,7 mmol/L
3. NaHCO3 15,4 mmol/L
4. KH2PO4 1,2 mmol/L
5. MgCl2 1,2 mmol/L
6. D-(+)-Glucose 11,5 mmol/L
7. CaCl2 2,5 mmol/L
(30)
3.4. Identifikasi Variabel 3.4.1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kadar larutan ekstrak Orthosiphon aristatus.
3.4.2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah persentase kontraksi relatif strip otot polos vesika urinaria guinea pig.
3.5. Alur Penelitian
3.6. Cara Kerja Penelitian 3.6.1. Tahap Persiapan
3.6.1.1. Persiapan Ekstrak Orthosiphon aristatus
Bahan yang diuji pada penelitian ini adalah larutan ekstrak daun Orthosiphon aristatus. Daun Orthosiphon aristatus didapatkan dari Petak Pamer Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO). Daun Orthosiphon aristatus selanjutnya dideterminasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Lalu daun Orthosiphon aristatus diekstrak di BALITRO. Proses ekstrak dapat dilihat dalam lampiran.
Persiapan ekstrak daun Orthosiphon
aristatus
Persiapan alat dan bahan penelitian
Pengambilan organ kandung kemih pada
guinea pig
Preparasi strip otot polos vesika urinaria
Guinea pig
Pengujian kontraktilitas strip otot polos dengan
organ bath
Pengamatan dan pengukuran kontraksi otot polos
(31)
Sebelum pengujian dilakukan, ekstrak yang berupa stock solution dilarutkan dengan DMSO menjadi berbagai kadar yaitu 10 %, 1 %, 0.1 %, 0.01 %, dan 0.001 %.
3.6.1.2. Preparasi Jaringan
Hewan coba penelitian ini adalah guinea pig 2 ekor jantan dan 3 ekor betina dengan berat badan 500 sampai dengan 700 gram dan usia 6 bulan. Sebelum membunuh hewan coba, peneliti menyiapkan cawan diseksi yang diisi dengan larutan Krebs-Henseleit bersuhu 4 oC serta diberikan gas karbogen. Cara mematikan hewan coba adalah dengan membenturkan kepala guinea pig pada benda keras dan menyembelihnya sesegera mungkin. Selanjutnya peneliti mengambil organ vesika urinaria secepat mungkin dengan prinsip menghindari peregangan pada jaringan melalui insisi secara longitudinal pada bagian tengah abdomen bawah. Vesika urinaria dipindahkan ke dalam cawan diseksi yang sudah dipersiapkan lalu dipotong pada bagian anterolateral dan dibentuk strip sebanyak 4 buah dengan ukuran 0,5 cm x 1 cm. Kemudian lapisan otot dipisahkan dari lapisan mukosa dan serosa dengan menggunakan gunting jaringan dan dibantu dengan kaca pembesar. Pemotongan dilakukan dengan prinsip tidak memberi regangan pada jaringan.
Selanjutnya strip otot polos yang telah disiapkan diikat dengan benang pada kedua sisinya. Kemudian strip otot polos digantung secara vertikal dengan salah satu ujung benang tersebut (ujung atas) diikat pada transducer yang terhubung dengan amplifier serta komputer, sedangkan ujung lainnya difiksasi pada bagian bawah chamber sehingga strip otot polos tersebut terletak di tengah dan tidak menempel pada dinding chamber organ bath.
(32)
Gambar 3.1. Skema organ bath
Strip otot polos yang telah digantung di dalam chamber direndam dalam larutan Krebs-Henseleit sebanyak 50 cc dengan suhu 37 oC dan diberikan gas karbogen (O2 97 % dan CO2 3 %). Strip otot polos tersebut diberikan tegangan atau resting tension sebesar 0,5 gram dan dibiarkan selama 60 menit. Transducer pada organ bath tersebut terhubung dengan komputer yang memiliki piranti lunak Labchart dari ADInstrumen untuk menganalisis kontraktilitas strip otot polos tersebut.
3.6.2. Tahap Pengujian Kontraktilitas
Strip otot polos yang telah diistirahatkan selama 60 menit diinduksi dengan pemberian carbachol dengan konsentrasi 1 µM dan kembali diistirahatkan selama 60 menit dengan cara mengganti cairan tersebut dengan larutan Krebs-Henseleit yang baru (washing). Selanjutnya strip otot polos kembali diberikan carbachol dengan konsentrasi yaitu 0,01 µM, 0,1 µM, 1 µM, 10 µM, dan 100 µM secara kumulatif. Selanjutnya peneliti menganalisis rekaman hasil kontraktilitas strip otot polos yang diinduksi oleh carbachol. Hal ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari kontraksi otot polos.
(33)
Gambar 3.2. Skema kontraksi otot polos pada pemberian carbachol
Otot polos yang telah diistirahatkan selama 60 menit diinduksi kembali dengan carbachol 1 µM. Setelah kontraksi otot polos stabil, ekstrak daun Orthosiphon aristatus ditambahkan ke dalam chamber dengan berbagai konsentrasi yaitu 10-6 %, 10-5 %, 10-4 %, 10-3 %, dan 10-2 % secara kumulatif. Besar kontraksi yang dipengaruhi oleh Orthosiphon aristatus dengan berbagai konsentrasi tersebut dihitung dalam persen terhadap kontraksi yang ditimbulkan oleh carbachol (kontraksi relatif).
Gambar 3.3. Skema kontraksi otot polos pada pemberian ekstrak Orthosiphon aristatus
Selain itu, dilakukan juga pengujian dengan pelarut saja yaitu DMSO. Besar kontraksi yang dipengaruhi oleh pemberian Orthosiphon aristatus
KK 10-4%
KK 10-3%
carbachol carbachol
Carbachol 1 µM
Carbachol 1 µM
100 µM 10 µM 1 µM 0,1 µM 0,01 µM KK 10-6%
KK 10-2% KK
(34)
dibandingkan dengan besar kontraksi yang dipengaruhi oleh pemberian pelarut saja (DMSO). Perbedaan antara kedua kontraksi tersebut dianalisis dengan menggunakan statistik.
Gambar 3.4. Skema kontraksi otot polos pada pemberian DMSO
3.7. Analisis Data
Hasil yang telah terekam di program LabChart v7.1 diambil dan dihitung persentase kontraksi relatifnya dengan program Microsoft Office Excel 2007. Efek kontraksi yang diinduksi carbachol 1 µM dinilai sebagai 100 % dari kontraksi otot polos, sedangkan tegangan atau kontraksi setelah pemberian carbachol secara kumulatif serta setelah pemberian ekstrak Orthosiphon aristatus ataupun DMSO dinilai sebagai kontraksi relatif terhadap 100 % kontraksi tersebut. Selanjutnya data-data yang didapat dicari reratanya dan dianalisis dengan program SPSS 16.0. Normalitas data rerata dari kontraksi relatif tersebut dicari dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Perbedaan rerata kontraksi antara strip otot polos yang diberikan Orthosiphon aristatus dan DMSO dibandingkan dengan menggunakan uji statistik Independent-Samples t Test apabila distribusi sampel dan kelompok normal, serta analisis Mann-Whitney apabila distribusi sampel dan kelompok tidak normal.
Carbachol 1 µM
Carbachol 1 µM
DMSO DMSO
DMSO DMSO
(35)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan guinea pig dengan rerata berat badan sebesar 587,62 ± 14,525 gram.
4.1 Kontraksi Otot Polos Vesika Urinaria yang Diinduksi Carbachol
Carbachol merupakan agonis kuat yang bekerja pada reseptor muskarinik otot polos vesika urinaria. Schneider, dkk menyatakan bahwa kontraksi otot polos vesika urinaria yang diinduksi oleh carbachol dimediasi oleh influks Ca2+ melalui kanal tipe L yang bergantung pada voltase dan aktivasi rho kinase. Proses kontraksi yang diinduksi carbachol tersebut tidak melibatkan aktivasi PLC dan PKC.21
Efek kontraksi yang diinduksi oleh carbachol 1 µM dinilai sebagai 100 % dari kontraksi strip otot polos vesika urinaria dan didapatkan rerata persentase kontraksi otot polos dengan konsentrasi carbachol 0,01 µM, 0,1 µM, 1 µM, 10
µM, dan 100 µM sebesar 0,81 ± 0,47 %, 10,56 ± 6,09 %, 102,39 ± 5,47 %, 112,63
± 10,55 %, dan 65,32 ± 9,89 %.
Pada penelitian ini terlihat bahwa pemberian carbachol pada strip otot polos dapat menimbulkan kontraksi. Kontraksi strip otot polos akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi carbachol yang diberikan sampai konsentrasi 10 µM. Kontraksi paling tinggi atau kontraksi maksimal didapatkan pada konsentrasi 10 µM. Pemberian carbachol dengan konsentrasi 100 µM hanya menimbulkan efek kontraksi sebesar 65,32 %. Hal itu disebabkan oleh efek yang dihasilkan sudah mencapai titik jenuh sehingga tidak memberikan kontraksi yang lebih tinggi daripada 10 µM.
Berdasarkan karakteristik kontraksi otot polos yang diinduksi oleh agonis muskarinik carbachol secara kumulatif tersebut, maka peneliti menggunakan dosis carbachol sebesar 1 µM sebagai konsentrasi carbachol yang dipakai untuk menginduksi kontraksi otot polos sebelum pengujian oleh bahan uji.
(36)
4.2 Pengaruh Ekstrak Daun Orthosiphon aristatus
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan DMSO (dimetil sulfoksida) sebagai pelarut pada larutan ekstrak daun Orthosiphon aristatus. Oleh karena itu efek Orthosiphon aristatus terhadap kontraktilitias otot polos vesika urinaria dibandingkan dengan efek pelarutnya.
Kontraktilitas strip otot polos vesika urinaria guinea pig yang diberikan bahan uji yaitu ekstrak daun Orthosiphon aristatus dengan berbagai kadar, mulai dari 10-6 %, 10-5 %, 10-4 %, 10-3 %, dan 10-2 % dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Kontraksi otot polos vesika urinaria guinea pig dengan pemberian ekstrak Orthosiphon aristatus
Pada pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus pertama dengan kadar 10-6 % didapatkan rerata kontraksi strip otot polos sebesar 59,46 ± 2,98 %. Perlakuan kedua dengan memberikan ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-5 % memberikan rerata kontraksi strip otot polos sebesar 41,57 ± 2,02 %. Lalu ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-4 % menghasilkan rerata kontraksi strip otot polos sebesar 37,56 ± 1,60 %. Selanjutnya pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus yang keempat dengan kadar 10-3 % didapatkan rerata kontraksi strip otot polos sebesar 41,57 ± 2,02 %. Terakhir, pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-2 % memberikan rerata kontraksi strip otot polos sebesar 33,62 ± 1,66 %.
Hasil kontraksi strip otot polos vesika urinaria guinea pig yang diberikan DMSO (pelarut) untuk masing-masing konsentrasi zat aktif dapat dilihat pada gambar 4.2.
(37)
Gambar 4.2. Kontraksi otot polos vesika urinaria guinea pig dengan pemberian DMSO
Rerata kontraksi strip otot polos vesika urinaria guinea pig yang telah diinduksi oleh carbachol pada pemberian DMSO (pelarut) sebagai kontrol untuk masing-masing konsentrasi zat aktif adalah 83,86 ± 2,20 %, 59,08 ± 2,67 %, 51,09
± 2,47 %, 45,18 ± 3,22 %, dan 40,91 ± 3,26 %.
Perbedaan antara rerata persentase kontraksi kelompok perlakuan yaitu dengan pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus yang dilarutkan dalam DMSO dan kelompok kontrol yaitu dengan pemberian pelarut DMSO saja dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Grafik perbandingan persentase kontraksi strip otot polos kelompok kontrol (DMSO) dan kelompok perlakuan (ekstrak Orthosiphon aristatus)
Terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara kontaksi relatif otot polos yang diinduksi oleh Orthosiphon aristatus dengan konsentrasi 10-6 %, 10-5 %, 10-4 %, dan 10-3 % dibandingkan dengan kontraksi relatif otot polos yang
0 20 40 60 80 100 120 Karbakol
Kontraksi strip otot polos vesika urinaria
DMSO
Ekstrak Orthosiphon aristatus
p < 0,05
Ko n tra ksi ( %)
Konsentrasi ekstrak daun Orthosiphon aristatus
(38)
hanya diinduksi oleh DMSO (pelarut). Hal tersebut menunjukkan pemberian ekstrak Orthosiphon aristatus dapat memberikan efek relaksasi pada otot polos vesika urinaria dengan konsentrasi larutan antara 10-6 % hingga 10-3 %.
Efek relaksasi dari ekstrak Orthosiphon aristatus terhadap otot polos vesika urinaria ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Ohashi, dkk yang menyatakan kandungan ekstrak Orthosiphon aristatus yaitu Neoorthosiphol A, Neoorthosiphol B, Orthosiphol A, Orthosiphol B, Orthosiphonone A, Orthosiphonone B, Methylripariochromene a, Acerovanillochromene, Orthochromene A, Tethemethylscutellarein, dan Sinensetin dapat menekan efek kontraksi otot polos aorta torakalis yang diinduksi oleh ion K+.20
Selain itu, Methylripariochromene A (MRC) yang merupakan kandungan dari daun Orthosiphon aristatus juga berperan dalam aktivitas anti hipertensi. Hal ini disebabkan oleh beberapa mekanisme. Pertama MRC menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik dan denyut nadi setelah dimasukkan secara subkutan. Kedua, MRC menekan kontraksi otot polos aorta torakalis tikus yang diinduksi oleh high K+, l-phenyephrine, atau prostaglandin dengan menghambat influks Ca2+. Lalu ketiga, MRC dapat menurunkan kontraksi kedua atrium jantung guinea pig tanpa mengurangi rerata denyutnya. Terakhir, MRC meningkatkan volume urin dan eksresi Na+, K+, dan Cl- dalam tiga jam setelah administrasi oral pada tikus.7, 22 Efek vasodilatasi yang diakibatkan oleh Orthosiphon aristatus juga diperkuat dengan adanya perubahan pada aktivitas reseptor α1-adrenergik dan reseptor AT1 yang disebabkan oleh endothelium-derived nitric oxide (EDNO).23
Beberapa tanaman dari kelas Lamiaceae seperti Satureja obovata dan Salvia scutellarioides juga memiliki efek vasodilatasi terhadap otot polos vaskular. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan zat aktif yang sama antara beberapa spesies tersebut.24
Penelitian ini tidak dapat sepenuhnya mencerminkan proses fisiologis yang terjadi pada tubuh karena terdapat beberapa kondisi yang berbeda. Selain itu diperlukan adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme yang menyebabkan terjadinya relaksasi pada otot polos vesika urinaria yang disebabkan oleh ekstrak daun Orthosiphon aristatus.
(39)
Penelitian ini dapat dikembangkan untuk meneliti pengaruh ekstrak daun Orthosiphon aristatus terhadap otot polos vesika urinaria yang abnormal seperti pada overactive bladder. Kontraksi otot polos vesika urinaria pada overactive bladder dapat mengalami keadaan abnormal pada fase pengisian urin dan menyebabkan beberapa gejala saluran kemih bawah antara lain urgensi dengan atau tanpa urge urinary incontinence, biasanya dengan frekuensi dan nokturia.6,25 Di Asia, overactive bladder memiliki prevalensi yang tinggi yaitu 30 % dari total responden sebesar 2369. Lalu di Indonesia memiliki prevalensi sebesar 43 % dari 242 orang responden. Akan tetapi pengobatan pada gejala tersebut di Asia sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara barat. Sehingga diperlukan adanya penelitian lebih lanjut yang menunjang manajemen dari overactive bladder.26
(40)
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Dari penelitian ini didapatkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara rerata persentase kontraksi strip otot polos vesika urinaria guinea pig yang diberikan dimetil sulfoksida dengan ekstrak daun Orthosiphon aristatus pada kadar 10-6 %, 10-5 %, 10-4 %, dan 10-3 %. Hal ini menunjukkan ekstrak daun Orthosiphon aristatus terbukti menurunkan kontraktilitas otot polos vesika urinaria guinea pig.
5.2. Saran
Bagi peneliti berikutnya,
1. Dilakukan pengujian ekstrak daun Orthosiphon aristatus untuk mengetahui substansi yang berperan menyebabkan penurunan kontraksi pada otot polos.
2. Dilakukan pengujian ekstrak daun Orthosiphon aristatus pada otot polos vesika urinaria yang abnormal.
3. Dilakukan pengujian ekstrak daun Orthosiphon aristatus untuk mengetahui manfaatnya terhadap organ-organ tubuh lainnya.
4. Dilakukan pengujian ekstrak bagian-bagian tanaman Orthosiphon aristatus lainnya untuk mengetahui manfaat lain dari tanaman Orthosiphon aristatus.
(41)
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 381/Menkes/SK/III/2007, 2007.
2. Kannapan N, Madhukar A, Mariymmal, Sindhura PU, Mannavalan R. Evaluation of Nephroprotective Activity of Orthosiphon Stamineus Benth Extract Using Rat Model. Int J PharmTech Res 2010; 2:209-215.
3. Han CJ, Hussin AHJ. Effect of the Orthosiphon stamineus, benth on Aminopyrine Metabolism in Rat Hepatocytes. Malaysian J Pharm Sci 2007; 5: 25-32
4. Neharkar V, Laware S. Antibacterial and Antifungal Activity of Hydro-Alcoholic Extract of Orthosiphon stamineus benth. Int J of Pharm and Chem Sci 2013; 2: 713-715
5. Ohashi K, Bohgaki T, Shibuya H. Antihypertensive Substance in Leaves of Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) in Java Island. Yakugaku Zasshi 2000; 120: 474-82
6. Finney SM, Andersson KE, Gillespie JI, Stewart LH. Antimuscarinic Drugs in Detrusor Overactivity and the Overactive Bladder Syndrome: Motor or Sensory Actions? BJU Int 2006; 98: 503-507
7. Shibuya H, Ohashi K, Kitagawa I. Search for Pharmacochemical Leads from Tropical Rainforest Plants. Pure Appl Chem 1999; 71: 1109-1113 8. Adnyana IK, Setiawan F, Insanu M. From Ethnopharmacology to Clinical
Study of Orthosiphon stamineus Benth. Int J Phar Pharm Sci 2013; 5: 66-73
9. Rini THA. Kajian Keamanan dan Aktivitas Immunomodulator Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan Bunga Knop (Gomphrena globosa L.). Ilmu Pangan, Magister [thesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2006
10. Mun’im A, Hanani E. Fitoterapi Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2011
11. Aminudin I. Kandungan Sinensetin dan Kalium pada Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus (Bl) Miq) di Bawah Berbagai Tingkat Penutupan Tajuk. Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Magister [thesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2004
(42)
12. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. Hoboken: John Wily & Sons; 2009
13. Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. The McGraw-Hill; 2008
14. Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of Anatomy & Physiology. San Francisco: Benjamin Cummings; 2012
15. Fry CH, Meng E, Young JS. The Physiological Function of Lower Urinary Tract Smooth Muscle. Autonomic Neuroscience: Basic and Clinical 2010; 154:3-13.
16. Sherwood L. Introduction to Human Physiology. Brooks/Cole, Cengange Learning; 2013.
17. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s Review of Medical Physiology. The McGraw-Hill; 2010.
18. Fry CH. Experimental Models to Study the Physiology, Pathophysiology, and Pharmacology of the Lower Urinary Tract. J of Pharm and Toxicological Methods 2004; 49:201-210.
19. Sibley GN. A Comparison of Spontaneous and Nerve-Mediated Activity in Bladder Muscle from Man, Pig, and Rabbit. J Physiol 1984; 354: 431-443.
20. Ohashi K, Bohgaki T, Matsubara T, Shibuya H. Chemical Structures of Two New Migrated Pimarane-type Diterpenes, Neoorthosiphols A and B, and Suppressive Effects on Rat Thoracic Aorta of Chemical Constituents Isolated from the Leaves of Orthosiphon aristatus (Lamiaceae). Chem Pharm Bull 2000; 48(3): 433-435.
21. Schneider T, Fetscher C, Krege S, Michel MC. Signal Transduction Underlying Carbachol-Induced Contraction of Human Urinary Bladder. The Journal of Pharm and Experimental Therapeutics 2004; 309: 1148-1153.
22. Matsubara T, Bohgaki T, Watarai M, Suzuki H, Ohashi K, Shibuya H. Antihypertensive Action of Methylripariochromene A from Orthosiphon aristatus, an Indonesian Traditional Medical Plant. Biol Pharm Bull 1999; 22(10): 1083-1088.
23. Manshor NM, Dewa A, Asmawi MZ, Ismail Z, Razali N, Hassan Z. Vascular Reactivity Concerning Orthosiphon stamineus Benth-Mediated Antihypertensive in Aortic Rings of Spontaneously Hypertensive Rats. Int J Vascular Med 2013; 2013.
(43)
24. Ramirez JH, Palacios M, Gutierrez O. Implementation of the Tehnique in Isolated Organ Vascular as Tool for the Validation of Medical Plants: Study of the Vasodilator Effect of the S. scutellarioides. Colomb Med 2007; 38.
25. Chapple CR, Khullar V, Gabriel Z, Muston D, Bitoun CE, Weinstein D. The Effects of Antimuscarinic Treatments in Overactive Bladder: an Update of a Systematic Review and Meta-Analysis. European Urology 2008; 54: 543-562.
26. Moorthy P, Lapitan MC, Quek PLC, Lim PHC. Prevalence of overactive bladder in Asian Men: an Epidemiological Survey. BJU Int 2004; 93: 528-531.
(44)
LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Hasil Determinasi Tumbuhan
(45)
Lampiran 2 Surat Pengujian Ekstrak
(46)
Lampiran 3 Cara Pembuatan Ekstrak
Ekstrak adalah filtrat 1 dicampur dengan filtrat 2
Gambar 6.3. Alur pembuatan ekstrak
Simplisia dijadikan serbuk
Serbuk simplisia dicampur
pelarut
Diaduk dengan stirer ± 3 jam
Mengendapkan selama 24
jam
Ampas
Ditambah pelarut
Aduk selama 1 jam
Saring dengan
kertas saring
Ampas
Filtrat 2
(47)
Lampiran 4 Surat Peminjaman Laboratorium Multiguna
(48)
Lampiran 5 Data Persentase Kontraksi Strip Otot Polos dengan Pemberian DMSO
Tabel 6.1. Persentase Kontraksi Strip Otot Polos dengan Pemberian DMSO
Carbachol DMSO1 DMSO2 DMSO3 DMSO4 DMSO5
Strip 1 100 89,11902727 51,76184076 45,81620463 35,73431626 29,55903473
Strip 2 100 75,43189285 47,3496248 40,85012115 43,27182014 39,80424486
Strip 3 100 85,053522 65,51084708 55,51891614 42,43242051 36,76369927
Strip 4 100 90,69387538 50,99267967 50,04517007 32,3744773 28,575667
Strip 5 100 74,49000693 67,1107702 56,27335796 54,2456151 50,36480385
Strip 6 100 88,8161038 62,83979179 43,53413871 42,00626691 40,03386343
Strip 7 100 81,04595968 61,05946906 58,86664823 54,1567274 50,73311558
Strip 8 100 86,30367889 66,03461494 57,85792936 57,22879663 51,49670258
(49)
Lampiran 6 Data Persentase Kontraksi Strip Otot Polos dengan Pemberian Ekstrak Daun Orthosiphon aristatus
Tabel 6.2. Persentase Kontraksi Strip Otot Polos dengan Pemberian Ekstrak Daun Orthosiphon aristatus
Carbachol KK10-6 % KK10-5 % KK10-4 % KK10-3 % KK10-2 % Strip 1 100 66,23489934 53,54428902 46,77165979 42,76347244 41,96897356
Strip 2 100 72,2599236 51,54587392 44,80298204 40,50784503 40,4922475
Strip 3 100 52,31342936 40,38707043 34,46756496 32,73404349 31,68560929
Strip 4 100 52,22804651 31,95123327 31,89943017 31,7824885 31,55116967
Strip 5 100 47,72275058 35,82253527 35,63085199 33,35163218 31,74683541 Strip 6 100 38,55019669 34,99860349 34,76405346 33,61251385 32,51093782 Strip 7 100 65,91444938 39,71182642 36,22801146 33,44644004 33,34187771 Strip 8 100 50,93749856 33,09005091 31,08216259 29,28982835 26,60587585 Strip 9 100 60,31584092 39,14735514 34,07140768 29,45461897 29,21854299 Strip 10 100 55,55088048 37,39749721 31,23049955 29,40907643 26,10244712 Strip 11 100 67,53206974 43,89918764 38,07606583 34,01193983 33,00019457 Strip 12 100 70,28119324 49,11259757 41,90852431 39,23536904 32,09575003 Strip 13 100 73,23081002 49,81147717 47,45325854 47,25484668 46,78417082
(50)
Lampiran 7 Uji Normalitas Data
Tabel 6.3. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-6%
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
KK 10-6% .187 13 .200* .938 13 .431
Tabel 6.4. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan Pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-5%
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
KK 10-5% .180 13 .200* .922 13 .269
Tabel 6.5. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-4%
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
KK 10-4% .207 13 .133 .882 13 .076
Tabel 6.6. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-3%
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
(51)
(Lanjutan)
Tabel 6.7. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian ekstrak daun Orthosiphon aristatus 10-2%
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
KK 10-2% .288 13 .004 .873 13 .058
Tabel 6.8. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian DMSO pertama
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DMSO1 .200 8 .200* .887 8 .220
Tabel 6.9. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian DMSO kedua
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DMSO2 .225 8 .200* .862 8 .125
Tabel 6.10. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian DMSO ketiga
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
(52)
(Lanjutan)
Tabel 6.11. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian DMSO keempat
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DMSO4 .212 8 .200* .914 8 .381
Tabel 6.12. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian DMSO kelima
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wi/lk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
(53)
Lampiran 7 Uji Independent Samples t Test
Tabel 6.13. Uji Independent Samples t Test t-test for Equality of Means
t Df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper KK10-6% (1) -5.804 19 .000 -2.440218232E1 4.204449425 -3.320219610E1 -1.560216854E1
(2) -6.572 18.982 .000 -2.440218232E1 3.713261752 -3.217462202E1 -1.662974261E1 KK10-5% (1) -5.191 19 .000 -1.751171652E1 3.373339768 -2.457219780E1 -1.045123524E1 (2) -5.104 14.159 .000 -1.751171652E1 3.431117631 -2.486297747E1 -1.016045557E1 KK10-4% (1) -4.801 19 .000 -1.352712060E1 2.817760310 -1.942476071E1 -7.629480490 (2) -4.580 12.817 .001 -1.352712060E1 2.953367842 -1.991677717E1 -7.137464023 KK10-3% (1) -3.144 19 .005 -1.003868081E1 3.192466007 -1.672058896E1 -3.356772669 (2) -2.804 10.303 .018 -1.003868081E1 3.579691517 -1.798304558E1 -2.094316048 KK10-2% (1) -2.205 19 .040 -7.292958156 3.306897960 -1.421437513E1 -.371541179 (2) -1.989 10.672 .073 -7.292958156 3.666436184 -1.539309357E1 .807177257 1 : Equal variances assumed
(54)
Lampiran 8 Gambar Proses Penelitian
Gambar 6.5. Proses mematikan hewan coba
Gambar 6.6. Proses pembedahan hewan coba
Gambar 6.7. Vesika urinaria yang telah diambil dari guinea pig
Gambar 6.8. Alat-alat untuk membuat strip otot polos
Gambar 6.9. Proses pemotongan strip otot polos
Gambar 6.10. Ekstrak daun Orthosiphon aristatus
(55)
(Lanjutan)
Gambar 6.11. Organ bath
(56)
(Lanjutan)
Gambar 6.14. Proses pengikatan strip otot polos
Gambar 6.15. Proses penggantungan strip otot polos
Gambar 6.16. Proses memberikan tegangan istirahat pada strip otot polos
(57)
Lampiran 9 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Erwanda Desire Budiman
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 28 Desember 1992
Alamat : Melati Mas Residence Blok SR-6 No.11 Serpong Utara, Tangerang Selatan
No. HP : +6281381281292
Email : erwandadesire@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. TK Tritunggal (1996-1998)
2. SD Tritunggal (1998-2004)
3. SMP Pembangunan Jaya (2004-2007)
4. SMA Labschool Kebayoran (2007-2010) 5. PSPD FKIK UIN Jakarta (2010-sekarang)
(1)
(Lanjutan)
Tabel 6.11. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian DMSO keempat
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DMSO4 .212 8 .200* .914 8 .381
Tabel 6.12. Uji normalitas data kontraksi strip otot polos dengan pemberian DMSO kelima
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wi/lk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
(2)
Lampiran 7
Uji Independent Samples t Test
Tabel 6.13. Uji Independent Samples t Test
t-test for Equality of Means
t Df
Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper KK10-6% (1) -5.804 19 .000 -2.440218232E1 4.204449425 -3.320219610E1 -1.560216854E1
(2) -6.572 18.982 .000 -2.440218232E1 3.713261752 -3.217462202E1 -1.662974261E1 KK10-5% (1) -5.191 19 .000 -1.751171652E1 3.373339768 -2.457219780E1 -1.045123524E1 (2) -5.104 14.159 .000 -1.751171652E1 3.431117631 -2.486297747E1 -1.016045557E1 KK10-4% (1) -4.801 19 .000 -1.352712060E1 2.817760310 -1.942476071E1 -7.629480490 (2) -4.580 12.817 .001 -1.352712060E1 2.953367842 -1.991677717E1 -7.137464023 KK10-3% (1) -3.144 19 .005 -1.003868081E1 3.192466007 -1.672058896E1 -3.356772669 (2) -2.804 10.303 .018 -1.003868081E1 3.579691517 -1.798304558E1 -2.094316048 KK10-2% (1) -2.205 19 .040 -7.292958156 3.306897960 -1.421437513E1 -.371541179 (2) -1.989 10.672 .073 -7.292958156 3.666436184 -1.539309357E1 .807177257
1 : Equal variances assumed
(3)
Lampiran 8 Gambar Proses Penelitian
Gambar 6.5. Proses mematikan hewan coba
Gambar 6.6. Proses pembedahan hewan coba
Gambar 6.7. Vesika urinaria yang telah diambil dari guinea pig
Gambar 6.8. Alat-alat untuk membuat strip otot polos
(4)
(Lanjutan)
Gambar 6.11. Organ bath
(5)
(Lanjutan)
Gambar 6.14. Proses pengikatan strip otot polos
Gambar 6.15. Proses penggantungan strip otot polos
Gambar 6.16. Proses memberikan tegangan istirahat pada strip otot polos
(6)
Lampiran 9 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Erwanda Desire Budiman
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 28 Desember 1992
Alamat : Melati Mas Residence Blok SR-6 No.11
Serpong Utara, Tangerang Selatan
No. HP : +6281381281292
Email : erwandadesire@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. TK Tritunggal (1996-1998) 2. SD Tritunggal (1998-2004) 3. SMP Pembangunan Jaya (2004-2007) 4. SMA Labschool Kebayoran (2007-2010) 5. PSPD FKIK UIN Jakarta (2010-sekarang)