Persentase Karkas dan Pertumbuhan Organ Dalam Ayam Broiler pada Frekuensi dan Waktu Pemberian Pakan yang Berbeda.

(1)

iii

ABSTRACT

Percentage of Carcass and Growth of Internal Organs of Broiler in Different Feeding Frequencies

Siregar, D.Z., N.Ulupi and R. Afnan

Broilers are genetically developed as rapid growing chickens to produce high abundant of meat in a short period. This potency can only be achieved by supporting of good quality of feed and appropriate feeding frequencies. Three different feeding frequencies with five replications were carried out for five weeks involving 135 broiler chickens in farm located in Babakan village, Ciseeng subdistrict, Bogor regency. The treatments were P1 (the feed was given in the morning at 06.00 am by 100%), P2 (the feed was given in the morning at 06.00 am by 50% and another 50% was given in the afternoon at 17.00 pm) and P3 (the feed was given in the morning at 06.00 am by 40%, in daytime at 11.00 am by 20% and in the afternoon at 17.00 pm by 40%). The traits observed were slaughtered weight, percentage of carcass and internal organs (liver, proventriculus, gizzard, small intestine and colon). All data were subjected to analyzes of variance (ANOVA). Income over feed and chick cost (IOFCC) were descriptively analized. The result showed that there were no significant different among treatments on slaughtered weight, percentage of carcass, liver, proventriculus, gizzard, small intestine, large intestine, leght of small intestine and large intestine. The treatment P3 resulted in highest IOFCC.


(2)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ayam broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani untuk pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan peningkatan penghasilan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya asupan protein hewani. Ayam broiler memiliki siklus produksi lebih singkat dibandingkan dengan unggas lain, karena mempunyai sifat genetik yang semakin baik khususnya untuk sifat pertumbuhan. Keberhasilan peternakan ayam broiler dipengaruhi oleh mutu genetik, lingkungan, dan interaksi antara genetik dengan lingkungan.

Ayam merupakan hewan homeotermi, artinya ayam memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Pemeliharaan ayam broiler pada sistem kandang terbuka di daerah tropis seringkali pada suhu yang lebih tinggi dari suhu optimal untuk pertumbuhan. Suhu lingkungan yang tinggi dapat menganggu proses homeostatis dan metabolisme. Kondisi ini menyebabkan ayam mengalami cekaman panas. Panting merupakan salah satu respon tingkah laku ayam broiler akibat stres dari suhu lingkungan yang panas pada mekanisme evaporasi melalui saluran pernafasan. Ayam akan panting pada suhu lingkungan melebihi 29 oC atau ketika suhu tubuh ayam mencapai 42 oC.

Ayam broiler dapat hidup dengan nyaman pada suhu lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya. Ayam broiler pada umur 1-2 minggu memerlukan suhu 32-35 o

C, sedangkan umur 3-5 minggu ayam broiler akan tumbuh optimal pada suhu lingkungan 18-23 oC. Ayam broiler memiliki suhu tubuh yang tinggi yaitu 40,5-41,5 o

C. Apabila suhu lingkungan meningkat, ayam broiler akan memperlambat proses metabolisme dan menurunkan konsumsi pakannya agar suhu tubuh ayam broiler kembali pada kisaran normal. Konsumsi pakan yang menurun akan berakibat tidak terpenuhinya asupan nutrien yang akan berdampak pada penurunan pertumbuhan.

Pengaturan frekuensi dan waktu pemberian pakan merupakan upaya untuk menanggulangi kondisi tersebut. Frekuensi pemberian pakan pada pemeliharaan ayam broiler berumur satu hingga dua minggu umumnya sebanyak 5-8 kali sehari. Frekuensi pemberian paka semakin berkurang saat ayam broiler berumur di atas dua minggu, yaitu sebanyak 2-3 kali pemberian per hari. Pemberian dilakukan pada


(3)

2 pagi, siang dan sore hari. Suhu lingkungan pada pagi dan sore hari mendekati suhu optimal untuk pertumbuhan ayam sehingga pemberian pakan pada waktu tersebut diharapkan menghasilkan performa yang baik dan persentase karkas yang tinggi serta perkembangan organ dalam. Apabila hal tersebut terbukti akan berdampak pada pengunaan tenaga kerja sehingga bisa lebih efisien.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan frekuensi dan waktu pemberian pakan terbaik terhadap persentase karkas dan pertumbuhan organ dalam ayam broiler.


(4)

3

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler

Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, dapat dipotong pada umur muda, dan menghasilkan kualitas daging yang berserat lunak (Bell dan Weaver, 2002). Ayam broiler menurut Gordon dan Charles (2002) merupakan strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakan oleh perusaahaan pembibitan khusus. Banyak jenis strain ayam broiler yang beredar di pasaran yang pada umumnya perbedaan tersebut terletak pada pertumbuhan ayam, konsumsi pakan, dan konversi pakan (Bell dan Weaver, 2002). Ciri-ciri ayam broiler mempunyai tekstur kulit dan daging yang lembut serta tulang dada merupakan tulang rawan yang fleksibel. Kondisi ayam broiler yang baik dipengaruhi oleh pembibitan, pakan, dan frekuensi (Ensminger, 1992). Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

Minggu Bobot Badan (g/e)

Pertambahan Bobot Badan (g/e)

Konsumsi Pakan

Per hari Kumulatif (g/e/h) (g/e)

FCR 1 175,00 19,10 - 150,00 0,857 2 486,00 44,40 69,90 512,00 1,052 3 932,00 63,70 11,08 1167,00 1,252 4 1467,00 76,40 15,08 2105,00 1,435 5 2049,00 83,10 17,90 3283,00 1,602 6 2643,00 83,60 19,47 4604,00 1,748

Sumber : PT Charoen Pokphand (2006)

Bobot Hidup dan Bobot Potong

North dan Bell (1990) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot badan hidup ayam broiler adalah pakan (nutrisi), genetik, jenis kelamin, suhu dan tatalaksana. Menurut Soeparno (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi bobot hidup ayam yaitu konsumsi ransum, kualitas ransum, jenis kelamin, lama pemeliharaan dan aktivitas. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kebutuhan nutrisi


(5)

4 ayam broiler pada umur yang berbeda. Faktor genetik dan lingkungan juga mempengaruhi laju pertumbuhan komposisi tubuh yang meliputi distribusi bobot, komposisi kimia dan komponen karkas.

Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara menimbang bobot ayam setelah dipuasakan selama 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapatkan pertumbuhan yang baik (Blakely dan Bade, 1991).

Karkas Ayam

Badan Standardisasi Nasional (BSN, 1995) menjelaskan karkas ayam broiler adalah bagian tubuh ayam broiler hidup setelah dikurangi bulu, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (ceker). Bobot karkas ayam umur lima minggu berkisar antara 60,52-69,91% dari bobot hidup (Pesti dan Bakalli, 1997). Pembentukan tubuh terjadi akibat tingkat pertumbuhan jaringan. Karkas terbentuk dari 3 jaringan utama yang tumbuh secara teratur dan serasi. Jaringan tulang akan membentuk kerangka, dilanjutkan dengan pertumbuhan otot atau urat yang akan membentuk daging yang menyelubungi seluruh kerangka, dan deposisi lemak cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan bobot badan (Anggorodi, 1985).

Soeparno (2005) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi persentase bobot karkas ayam broiler adalah bobot hidup. Ensminger (1992) menjelaskan bahwa persentase karkas yaitu jumlah perbandingan bobot karkas dan bobot badan akhir dikalikan 100%. Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas antara lain bobot badan akhir, kegemukan dan deposisi daging. Badan Standardisasi Nasional (1997) menyatakan ukuran karkas berdasarkan bobotnya yaitu: (1) ukuan kecil: 0,8-1,0 kg, (2) ukuran sedang: 1,0-1,2 kg, dan (3) ukuran besar: 1,2-1,5 kg. Hasil dari komponen tubuh broiler berubah dengan meningkatnya umur dan bobot badan (Brake et al., 1993)

Organ Dalam Ayam Broiler

Organ pencernaan ayam broiler terdiri dari mulut, kerongkongan, tembolok, proventrikulus, rempela, usus halus, usus buntu (seka), usus besar, kloaka dan anus. Pencernaan tambahan pada ayam salah satunya adalah hati (Suprijatna et al., 2008).


(6)

5

Hati

Hati ayam terdiri atas dua lobi (gelambir) yaitu kanan dan kiri, berwarna coklat tua, dan terletak diantara usus dan aliran darah. Bagian ujung hati yang normal berbentuk lancip, akan tetapi bila terjadi pembesaran dapat menjadi bulat (Mc Lelland, 1990). Menurut Ressang (1984), hati berperan dalam sekresi empedu, metabolisme lemak dan protein telur, karbohidrat, besi dan vitamin, detoksifikasi, pembentukan darah merah, dan penyimpanan vitamin. Persentase hati ayam broiler berkisar antara 1,7-2,8% dari bobot hidup (Putnam, 1991).

Proventrikulus

Proventikulus merupakan salah satu organ pencernaan utama dan merupakan perluasan esofagus (Bell dan Weaver, 2002). Proventrikulus mensekresikan enzim pepsin dan merupakan awal dari pencernaan protein agar dapat dipecah menjadi komponen sederhana. Proventrikulus juga menghasilkan asam hidroklorida (Grist, 2006).

Pepsin bekerja dengan menghidrolisis ikatan-ikatan peptida protein menjadi peptida yang lebih kecil. Asam hidroklorida juga menyebabkan protein globular mengalami denaturasi sehingga ikatan peptida lebih terbuka terhadap hidrolisis enzimatik (Lehninger, 1982). Elfiandra (2007) menjelaskan bahwa kerja proventrikulus mensekresikan enzim pepsin akan berdampak pada bobot proventrikulus.

Rempela

Rempela merupakan organ pencernaan pada unggas yang biasa disebut perut otot (Bell dan Weaver, 2002), karena di dalamnya tersusun otot-otot yang kuat (Grist, 2006). Kontraksi otot rempela terjadi apabila makanan masuk ke dalam rempela. Rempela berisi bahan-bahan yang mudah terkikis seperti pasir, karang, dan kerikil. Partikel makanan yang berukuran besar akan dipecah menjadi partikel-partikel yang sangat kecil sehingga dapat masuk ke dalam saluran pencernaan (Bell dan Weaver, 2002).

Menurut Pond et al. (1995) rempela berfungsi menggiling atau memecah partikel makanan supaya ukurannya menjadi lebih kecil. Kerja penggilingan dalam rempela yang terjadi secara tidak sadar oleh otot rempela yang memiliki


(7)

6 kecenderungan untuk menghancurkan pakan seperti yang dilakukan oleh gigi (Blakely dan Bade, 1991).

Usus Halus

Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan dan absorbsi produk pencernaan. Berbagai enzim terdapat dalam usus halus yang berfungsi mempercepat dan mengefisienkan pemecahan karbohidrat, protein, serta lemak untuk mempermudah proses absorbsi (Suprijatna et al., 2008).

Proses absorpsi hasil pencernaan terjadi di permukaan vili yang memiliki banyak mikrovili (Suprijatna et al., 2008). Luas permukaan usus dapat meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah vili usus yang berfungsi untuk penyerapan zat-zat makanan (Frandson, 1992).

Bagian duodenum bemula dari ujung distal rempela. Bagian ini berbentuk kelokan yang biasa disebut duodenal loop. Pankreas menempel pada kelokan ini yang berfungsi mensekresikan pancreatic juice yang mengandung enzim amilase, lipase, dan tripsin. Jejunum dan ileum merupakan segmen yang sulit dibedakan pada saluran pencernaan ayam. Beberapa ahli menyebut kedua segmen ini sebagai usus halus bagian bawah (Suprijatna, et al., 2008).

Panjang usus halus bervariasi tergantung pada kebiasaan makan unggas. Ayam dewasa memiliki usus halus sepanjang 1,5 m (Suprijatna, et al., 2008). Unggas pemakan bahan asal hewan memiliki usus yang lebih pendek daripada unggas yang memakan bahan asal tanaman karena produk hewani lebih siap diserap daripada produk tanaman (Ensminger, 1992). Peningkatan kadar serat kasar dalam ransum cenderung akan memperpanjang usus. Semakin tinggi serat kasar dalam ransum, maka semakin lambat laju pencernaan dan penyerapan zat makanan. Penyerapan zat makanan akan maksimal dengan perluasan daerah penyerapan (Syamsuhaidi, 1997).

Usus Besar

Usus besar terdiri atas sekum yang merupakan suatu kantung dan kolon yang terdiri atas bagian yang naik, mendatar, dan turun. Bagian yang turun akan berakhir di rektum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada bagian kolon yang naik) dari satu spesies ke spesies lain jauh lebih menonjol dibandingkan dengan pada usus halus (Frandson, 1992). Usus besar tidak mensekresikan enzim, namun didalamnya


(8)

7 terjadi proses penyerapan air untuk meningkatkan kadar air di dalam sel tubuh dan menjaga keseimbangan air ayam broiler karena usus besar merupakan tempat penyerapan kembali air dari usus halus. Usus besar juga menyalurkan sisa makanan dari usus halus ke kloaka untuk dibuang (Bell dan Weaver, 2002).

Air diserap kembali di usus besar untuk ikut mengatur kandungan air sel-sel tubuh dan keseimbangan air. Panjang usus besar yang dimiliki ayam dewasa berkisar 8-10 cm/ekor. Usus besar merupakan kelanjutan saluran pencernaan dari persimpangan usus buntu ke kloaka (Blakely dan Bade, 1991).

Frekuensi dan Waktu Pemberian Pakan

Suprijatna et al. (2005) menyatakan pakan adalah campuran dari berbagai macam bahan organik maupun anorganik untuk ternak yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan zat-zat makanan dalam proses pertumbuhan. Pakan dapat dinyatakan berkualitas baik jika mampu memberikan sejumlah kebutuhan nutrisi bagi ternak secara tepat, baik jenis, jumlah, serta imbangan nutrisi. Pemberian pakan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, pemeliharaan panas tubuh, dan produksi.

Memilih cara pemberian pakan pada usaha peternakan ayam merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan peternak. Berbagai tingkat pembatasan pemberian pakan akan memberi pengaruh yang berbeda terhadap penampilan ayam dan penghematan pakan (Fuller et al., 1993). Pemberian pakan pada jam-jam awal dan akhir dari hari terang akan membantu mengurangi kematian pada broiler (Nova, 2008). Strategi pemberian pakan melalui pendekatan pembatasan waktu makan di awal kehidupan ayam broiler dimaksudkan untuk mengoptimalkan produksi yang ekonomis dengan bobot badan normal pada umur panen (Azis et al., 2011). Frekuensi pemberian pakan pada anak ayam biasanya lebih sering, sampai 5 kali sehari. Semakin tua ayam, frekuensi pemberian pakan semakin berkurang sampai dua atau tiga kali sehari (Suci et al., 2005).

Selisih Harga Penjualan Karkas dengan Biaya Pakan dan DOC (IOFCC)

Pakan memberikan kontribusi yang besar terhadap biaya produksi. Sekitar 70% dari biaya produksi adalah biaya pakan (Ensminger, 1992). Selisih harga


(9)

8 penjualan dengan biaya DOC dan pakan merupakan parameter yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomis pemeliharaan (Rudiansyah et al., 1997).

Salah satu cara untuk menghitung keuntungan ekonomis dari pemeliharaan ternak adalah dengan perhitungan selisih biaya penjualan dengan biaya pakan dan DOC. Analisis pendapatan dengan cara ini didasarkan pada harga jual, harga beli pakan dan DOC. Biaya-biaya lain yang dikeluarkan selam proses pemeliharaan tidak diperhitungkan dan dianggap sama (Walad, 2007).


(10)

9

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari Juli 2011 sampai Agustus 2011.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 135 ekor ayam broiler strain Cobb CP 707 produksi PT. Charoen Pokphand Jaya Farm. Ayam dipelihara selama 35 hari.

Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan komersial BR-611 yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia. Komposisi zat makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian

Zat Makanan Jumlah (%)

Kadar Air (Maksimal) (%) 13

Protein Kasar (%) 21,5-23,5

Serat Kasar (Maksimal) (%) 5

Abu (Maksimal) (%) 7

Kalsium (Minimal) (%) 0,9

Fosfor (Minimal) (%) 0,6

Energi Metabolisme (kkal/kg) 3000-3100 Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

Kandang dan Peralatan

Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman sekitar 1 km. Kandang pada penelitian ini adalah kandang panggung berukuran 35 m x 8 m. Luasan kandang yang digunakan untuk penelitian berukuran 8 m x 2 m. Kandang dibagi menjadi 15 petak dengan ukuran per petak perlakuan adalah 1 m x 1 m.


(11)

10 Peralatan yang digunakan adalah tempat pakan, tempat air minum, lingkar pembatas (chick guard), lampu penerangan, tirai penutup, termometer, bambu penyekat, timbangan, ember, koran, kertas label, dan alat tulis. Peralatan pemotongan ayam yang digunakan adalah pisau, nampan plastik, panci, timbangan digital, tali, spidol, plastik dan alat ukur panjang berskala 1 cm.

Metode Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan frekuensi pemberian pakan yang berbeda dan lima ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 9 ekor ayam sebagai unit percobaan. Perlakuan frekuensi pemberian pakan yang diberikan adalah :

P1 : pakan diberikan pada pagi hari (pukul 06.00 WIB) sebanyak 100%.

P2 : pakan diberikan pada pagi hari (pukul 06.00 WIB) sebanyak 50% dan sore hari (pukul 17.00 WIB) sebanyak 50%

P3 : pakan diberikan pada pagi hari (pukul 06.00 WIB) sebanyak 40%, siang hari (pukul 11.00 WIB) sebanyak 20% dan sore hari (pukul 17.00 WIB) 40%

Model matematika yang digunakan adalah : Yij = µ + αi + εij (Gaspersz, 1994). Keterangan:

Yij : Nilai peubah yang diamati µ : Nilai tengah umum

αi : Pengaruh perlakuan pemberian pakan yang berbeda pada taraf ke-i

εij : Galat percobaan dari ulangan ke- j akibat taraf pemberian pakan yang berbeda

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah :

1. Bobot potong (g), diperoleh dari penimbangan bobot badan ayam umur 5 minggu setelah dipuasakan 12 jam sebelum dipotong.

2. Persentase karkas (%) diperoleh dari perbandingan bobot karkas ayam dengan bobot potong ayam dikalikan 100%.


(12)

11 a. Persentase hati (%), diperoleh dari perbandingan bobot hati dengan

bobot potong ayam dikalikan 100%.

b. Persentase proventrikulus (%), diperoleh dari perbandingan bobot proventrikulus dengan bobot potong ayam dikalikan 100%.

c. Persentase rempela (%), diperoleh dari perbandingan bobot rempela dengan bobot potong ayam dikalikan 100%.

d. Persentase usus halus (%), diperoleh dari perbandingan bobot usus halus dengan bobot potong ayam dikalikan 100%.

e. Panjang usus halus (cm/kg), diperoleh dengan mengukur panjang usus halus dibandingkan dengan bobot potong.

f. Persentase usus besar (%), diperoleh dari perbandingan bobot usus besar dengan bobot potong ayam dikalikan 100%.

g. Panjang usus besar (cm/kg), diperoleh dengan mengukur panjang usus besar dibandingkan dengan bobot potong.

4 Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC) merupakan selisih harga penjualan karkas dengan biaya pakan dan DOC. Nilai (IOFCC) diperoleh dari (harga jual karkas per kg) – [(harga pakan per kg x konsumsi pakan per ekor) + (harga DOC per ekor)].

Analisis Data

Data yang diperoleh dalam satuan persentase dengan rentang data antara 0-30% ditransformasikan terlebih dahulu dengan transformasi akar kuadrat dan data persentase yang lain ditransformasi arcsin (√%). Data bobot potong, persentase karkas, hati, proventrikulus, rempela, usus halus dan usus besar yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Gaspersz, 1994). Selisih harga penjualan karkas dengan biaya pakan dan DOC dianalisis secara dekskriptif.

Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan

Persiapan kandang dilakukan dua minggu sebelum penelitian dimulai. Kandang dibersihkan, dikapur, dialasi sekam dan disemprot dengan desinfektan.


(13)

12 Peralatan yang digunakan selama pemeliharaan seperti tempat pakan dan tempat minum dicuci dengan cairan detergen dan dikeringkan. Tempat pakan dan minum dicuci kembali dengan cairan wypol dan ditiriskan hingga kering dan diletakkan ke dalam kandang.

Setiap perlakuan dibuat petak-petak kandang dengan ukuran 1 m x 1 m sebanyak 15 petak. Masing-masing petak dilengkapi dengan satu tempat pakan dan satu tempat minum.

Pemeliharaan

Pemanas yang digunakan adalah gasolec. Pemanas digunakan selama dua minggu awal pemeliharaan. Pemanas sudah dinyalakan sekitar 6-8 jam sebelum anak ayam (day old chick/DOC) datang.

Bobot badan DOC yang baru datang ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal sebelum dimasukkan ke dalam chick guard. DOC diberikan larutan air gula 5% untuk mengganti energi yang hilang selama perjalanan. Setelah 6 jam, larutan air gula diganti dengan air biasa. Pakan diberikan dengan cara disebarkan di atas baki ad libitum.

Sebanyak 1 unit lampu berdaya 24 W digunakan sebagai penerangan selama 24 jam pada dua minggu pertama. Setelah dua minggu, lampu penerangan hanya digunakan pada malam hari. Tirai kandang diturunkan setengah bagian atas pada siang hari saat ayam berumur 7 hari. Tirai kembali dinaikan pada malam hari untuk melindungi ayam broiler dari suhu malam. Pada minggu ketiga hingga kelima, tirai diturunkan seluruhnya pada siang hari untuk mencegah suhu dalam kandang panas.

Pelebaran lingkar pembatas (chick guard) dilakukan sedikit demi sedikit dan disesuaikan dengan bertambahnya umur ayam broiler. Lingkar pembatas tidak digunakan lagi sejak minggu ke-dua. Penambahan sekam atau litter dilakukan selama satu kali dalam tiga hari atau saat sekam terlihat basah. Sekam yang basah langsung dikeluarkan dari kandang.

Pencengahan penyakit bagi ayam broiler dilakukan dengan melaksanakan vaksinasi. Vaksinasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu vaksin ND dan vaksin Gumboro. Vaksin ND diberikan saat ayam berumur 5 hari melalui tetes mata. Saat ayam berumur dua belas hari, vaksin Gumboro diberikan dengan menggunakan air minum pada sore hari atau saat cuaca tidak panas.


(14)

13 Air minum diberikan secara ad libitum. Kebersihan air minum dijaga dengan mengganti air minum sebanyak tiga kali setiap hari. Tempat minum dicuci pukul 08.00 WIB, sore hari pukul 16.00 WIB dan malam hari pukul 20.00 WIB.

Pemberian pakan pada saat penelitian dilakukan secara ad libitum dengan berdasarkan kebutuhan standar strain ayam. Pakan yang diberikan ditimbang sesuai dengan kebutuhan pakan dan dikalikan dengan jumlah ayam setiap perlakuan. Jumlah tersebut diberikan pada perlakuan P1 pada pagi hari pukul 06.00 WIB. Ayam perlakuan P2 diberikan pakan pada pagi hari pukul 06.00 WIB sebanyak 50%, dan sore hari pukul 17.00 WIB sebanyak 50%. Ayam perlakuan P3 diberikan pakan pada pagi hari pukul 06.00 WIB sebanyak 40%, siang hari pukul 11.00 WIB sebanyak 20%, dan sore hari pukul 17.00 WIB sebanyak 40%.

Perlakuan dimulai pada saat ayam berumur 15 hari. Pengacakan petak kandang perlakuan dilakukan sebelum penempatan ayam broiler dengan menyusun nomor perlakuan dan ulangan yang sudah dipilih secara acak pada petak kandang yang sudah disiapkan. Ayam ditimbang dan dipilih secara acak sebelum ditempatkan ke setiap petak. Pengamatan dilakukan sampai ayam berumur lima minggu. Untuk menjaga kebersihan dan kesehatan, kotoran ayam di bawah kandang dibersihkan setiap dua hari sekali.

Pemanenan dan Pemotongan

Pemanenan dilakukan pada saat ayam berumur lima minggu. Sebanyak 2 ekor ayam broiler dari 9 ekor per ulangan (22,22%) diambil sebagai sampel pengukuran peubah. Ayam dipuasakan selama 12 jam sebelum dipotong untuk mengosongkan isi saluran pencernaan sehingga mempermudah processing dan meminimalkan kontaminasi bakteri pada karkas. Bobot potong ayam broiler ditimbang. Ayam broiler dipotong dengan posisi kepala di bagian bawah. Pemotongan ayam dilakukan pada bagian antara tulang kepala dengan tulang atlas. Bagian yang dipotong terdiri atas empat saluran, yaitu pembuluh darah vena jugularis, arteri karotidae, esofagus, dan trakea. Ayam yang sudah dipotong didiamkan selama sekitar dua menit agar darah keluar sempurna.

Ayam yang sudah dipotong, dicelupkan ke dalam air hangat sekitar 1 menit untuk mempermudah proses pencabutan bulu. Ayam lalu dibului dan diambil organ dalamnya serta dipisahkan antara bagian kepala, leher, dan ceker. Karkas ayam, hati,


(15)

14 proventrikulus, rempela, usus halus dan usus besar yang sudah dipisahkan dibersihkan dan ditimbang. Penimbangan meliputi bobot karkas, hati, proventrikulus, rempela, usus halus dan usus besar serta pengukuran panjang usus halus dan usus besar menggunakan alat ukur.


(16)

15

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian

Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar 2 m. Lantai dan dinding kandang terbuat dari bambu. Kandang ini dibagi menjadi 15 petak yang dibuat dari bambu dengan ukuran masing-masing 1 m x 1 m dan setiap petak diisi 9 ekor ayam. Lingkungan kandang ditanami pohon bambu, jati dan kopi.

Suhu Kandang

Suhu dan kelembaban udara relatif merupakan suatu unsur lingkungan mikro yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ayam. Pengukuran suhu dilakukan setiap hari pada pagi, siang dan sore hari dengan menggunakan termometer yang diletakkan di dalam kandang. Hasil pengukuran suhu kandang selama lima minggu penelitian ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian

Pengukuran Suhu (oC)

Pagi 21-25

Siang 30-35

Sore 28-32

Ayam broiler umur lebih dari 3 minggu dapat tumbuh optimal pada lingkungan bersuhu 18-23 oC (Bell dan Weaver, 2002). Suhu rataan harian kandang penelitian saat ayam broiler umur 3-5 minggu disajikan pada Lampiran 12. Peningkatan suhu lingkungan dapat menyebabkan terjadinya penimbunan panas tubuh yang harus dikeluarkan. Pengeluaran panas pada unggas termasuk ayam broiler akan terbatas karena adanya bulu serta tidak memiliki kelenjar keringat. Oleh karena itu, ayam broiler akan mengurangi konsumsi pakan untuk mengurangi panas dalam tubuh yang berakibat pada penurunan pertumbuhan (Kusnadi, 2004). Tingkat stres pada ayam penelitian dapat diminimalkan karena letak kandang jauh dari


(17)

16 pemukiman dan sekeliling kandang ditanami pohon sehingga suhu udara rendah dan sirkulasi udara baik.

Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

DOC yang dipelihara pada penelitian ini sebanyak 1000 ekor. DOC memiliki bobot badan yang seragam dengan rataan 37 g/ekor. Kondisi DOC sehat dengan ciri-ciri mata bersinar cerah, konformasi tubuh tidak cacat, bulu kering, dari bagian kepala sampai bulu kai bersih dan mengkilat, tingkah laku ayam lincah. Pakan yang diberikan berbentuk crumble produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia kode BR-611. Pakan diberikan secara ad libitum dengan frekuensi 5-8 kali sehari dan berkurang seiring bertambahnya umur ayam. Tempat pakan yang digunakan adalah feeder tray dengan diameter 35 cm dengan kapasitas untuk 50 ekor ayam. Jumlah feeder tray ditambah saat ayam berumur 3 hari. Tempat pakan diganti dengan feeder tube saat ayam berumur 5 hari. Feeder tube mulai digantung saat ayam berumur 12 hari untuk memudahkan ayam makan dan untuk menghindari pakan terbuang ketika ayam makan. Tempat pakan sudah digantung semua saat ayam berumur 14 hari.

Sebanyak 10% ayam broiler dari ayam yang dipelihara (100 ekor) dipilih secara acak dan ditimbang bobot badannya pada umur 14 hari. Rataan bobot badan yang didapatkan adalah 540 g/ekor dengan kisaran 486-594 g/ekor. Sebanyak 135 ekor ayam dipilih secara acak dan ditimbang bobot badannya. Ayam broiler yang bobot badannya memenuhi kisaran 486-594 g/ekor digunakan sebagai unit percobaan perlakuan. Rataan bobot badan ayam broiler yang terpilih secara acak sebanyak 135 ekor tersebut adalah 533,5±28,52 g/ekor dengan koefisien keragaman 5,35%.

Perlakuan dimulai saat ayam berumur 15 hari. Pengacakan petak kandang perlakuan ditetapkan sebelum penempatan ayam. Pengacakan kandang dilakukan dengan cara menyusun acak nomor perlakuan dan ulangan dengan undian. Ayam yang sudah dipilih secara acak ditempatkan ke setiap petak yang sudah disiapkan. Tempat pakan dan tempat minum diletakkan di setiap petak kandang perlakuan. Tempat pakan yang digunakan adalah feeder tube dengan kapasitas 5 kg. Tempat pakan digantung untuk menghindari agar pakan tidak terbuang. Ayam diberi makan sesuai perlakuan yaitu frekuensi satu kali, dua kali dan tiga kali sehari. Tempat minum diperhatikan selalu dalam keadaan terisi.


(18)

17

Bobot Potong dan Persentase Karkas

Hasil pengamatan rataan bobot potong dan persentase karkas ayam broiler penelitian umur lima minggu disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Bobot Potong dan Persentase Karkas Ayam Broiler Penelitian Umur Lima Minggu

Peubah Perlakuan

P1 P2 P3

Bobot potong (g/ekor) 2136,90±63,76 2128,80±87,60 2156,60±91,32

Karkas (%) 68,91±0,56 68,49±1,45 68,56±0,81

Keterangan: P1 = Pakan diberikan pagi 100%

P2 = Pakan diberikan pagi 50% dan sore 50% P3 = Pakan diberikan pagi 40%, siang 20%, sore 40%

Bobot Potong

Bobot potong merupakan ukuran yang digunakan untuk menilai keberhasilan suatu usaha peternakan. Rataan bobot potong yang didapatkan selama pemeliharaan adalah 2140,77 g/ekor dengan kisaran 2128,80-2156,60 g/ekor. Rataan bobot potong yang dihasilkan sedikit lebih tinggi dari standar bobot hidup ayam broiler CP 707 umur 35 hari yaitu sebesar 2049 g/ekor (PT Charoen Pokphand, 2006). Hasil yang didapat masih sesuai dengan hasil penelitian Supriadin (2006) bahwa bobot potong ayam broiler umur lima minggu menggunakan strain Cobb berkisar 1824,4-2155,6 g/ekor.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rataan bobot potong tidak dipengaruhi oleh frekuensi dan waktu pemberian pakan yang berbeda. Hal ini disebabkan kemampuan ayam yang relatif sama dalam mencerna makanan sehingga diperoleh bobot hidup yang juga tidak berbeda. Kemampuan ayam untuk mencerna makanan dapat digambarkan melalui data konsumsinya. Rataan konsumsi pakan pada penelitian ini pada minggu 3-5 yaitu 2576,34 gram/ekor (Lampiran 10). Rataan konsumsi pakan lebih tinggi dari standar konsumsi pakan untuk strain CP 707 selama lima minggu pemeliharaan adalah 2437 g/ekor (PT Charoen Pokphand, 2006).

Wahyu (2004) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi ransum ayam broiler dapat dipengaruhi oleh kandungan energi dalam ransum yang dikonsumsi. Energi metabolisme pada pakan penelitian berkisar antara 3000-3100 kkal/kg. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk ayam broiler periode


(19)

18 starter sebesar 3080 kkal/kg ransum, sedangkan periode finisher sebesar 3190 kkal/kg ransum. Ayam broiler yang dipelihara sampai umur lima minggu dengan suhu 21,1 oC menghasilkan bobot hidup 1450 g/ekor, konsumsi pakan 2300 g/ekor dan konversi pakan 1,58. Energi metabolisme pada pakan penelitian sedikit lebih rendah dari yang ditetapkan North dan Bell (1990) sehingga konsumsi pakan menjadi sedikit lebih tinggi.

Faktor lingkungan terdiri dari pakan yang diberikan, suhu, dan tatalaksana pemeliharaan. Jumlah, jenis, dan kandungan nutrisi pakan yang diberikan pada penelitian ini sama. Frekuensi dan waktu yang berbeda tidak berpengaruh karena kenyataannya ayam broiler dapat makan kapan saja. Pemberian pakan pada P1, P2 dan P3 habis dikonsumsi ayam hingga sore dan malam hari. Waktu ayam makan pada penelitian ini tidak ada batasan, sehingga ayam dapat makan sepanjang hari dan proses metabolisme pakan pada P1, P2, dan P3 menjadi tidak berbeda.

Persentase Karkas

Salah satu faktor yang mempengaruhi persentase karkas ayam broiler adalah bobot potong. Persentase karkas merupakan perbandingan bobot karkas dengan bobot potong, sehingga bobot potong yang besar akan diikuti pula oleh bobot karkas yang besar dan begitupun sebaliknya (Soeparno, 1994). Rataan bobot karkas yang dihasilkan selama penelitian yaitu 1477,40 g/ekor dengan kisaran 1466,80-1486,10 g/ekor (Lampiran 11). Rataan persentase karkas yang diperoleh selama pemeliharaan lima minggu yaitu 68,65% dengan kisaran 68,49-68,91%. Peneliti lain menunjukkan rataan persentase karkas dari bobot potong sebesar 60,52-69,91% (Pesti dan Bakalli,1997), 68-71,8% (Resnawati, 2004), dan 68,02-71,03% (Nuraini,2010).

Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat dan komponen karkas. Faktor nutrisi, umur, dan laju pertumbuhan dapat mempengaruhi komposisi bobot karkas dan persentase karkas yang biasanya meningkat seiring dengan meningkatnya bobot hidup (potong) ayam (Soeparno, 2005). Wahju (2004) menyatakan tingginya bobot karkas ayam broiler ditunjang oleh bobot hidup (potong) yang tinggi. Produksi karkas selain disebabkan oleh bobot potong yang dihasilkan juga dipengaruhi pula oleh penanganan dalam proses pemotongan (Murugesan et al., 2005).


(20)

19

Hati, Proventrikulus dan Rempela

Hasil pengamatan pengaruh frekuensi dan waktu pemberian pakan terhadap hati, proventrikulus dan rempela ayam broiler yang dipelihara selama lima minggu disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Persentase Hati, Proventrikulus, dan Rempela Ayam Broiler Penelitian Umur Lima Minggu

Peubah Perlakuan

P1 P2 P3

Hati (%) 2,12±0,11 2,05±0,13 1,98±0,25

Proventrikulus (%) 0,57±0,06 0,56±0,10 0,47±0,07

Rempela (%) 1,18±0,04 1,11±0,09 1,13±0,13

Keterangan: P1 = Pakan diberikan pagi 100%

P2 = Pakan diberikan pagi 50% dan sore 50% P3 = Pakan diberikan pagi 40%, siang 20%, sore 40%

Hati

Hati berkaitan erat dengan pertumbuhan pada ayam broiler. Hati mempunyai fungsi yang kompleks yaitu berperan dalam metabolisme lemak, protein, karbohidrat, zat besi, detoksifikasi racun yang masuk ke dalam tubuh ayam broiler, pembentukan sel darah merah, metabolisme dan penyimpanan vitamin (Ressang, 1963). Ayam broiler yang memiliki hati normal akan tumbuh dengan baik. Rataan persentase bobot hati ayam broiler hasil penelitian pada ketiga perlakuan berkisar 1,98-2,12% dari bobot potong.Peneliti lain menunjukkan rataan persentase hati dari bobot potong sebesar 1,70-2,80% (Putnam, 1991), 2,22-2,32% (Dewi, 2007), 2,04% (Awad et al., 2009) dan 2,35% (Sinurat et al., 2009).

Rataan persentase bobot hati ayam broiler yang diberi ketiga perlakuan pada penelitian ini tidak berbeda secara statistik. Hal ini disebabkan kualitas pakan yang digunakan selama pemeliharaan sama dan dalam keadaan baik, sehingga hati sebagai agen detoksifikasi dan bagian organ pencernaan berfungsi dengan baik. Ensminger (1992) menyatakan bahwa salah satu fungsi hati adalah sebagai detoksifikasi komponen berbahaya. Hal ini didukung dengan tidak adanya kelainan fisik yang ditandai dengan tidak adanya perubahan konsistensi dan organ hati berwarna normal, yaitu coklat kemerahan. Menururt McLelland (1990), hati yang normal berwarna normal, yaitu coklat kemerahan atau coklat terang dan apabila terjadi keracunan


(21)

20 warna hati akan berubah menjadi kuning. Kelainan-kelainan hati secara fisik biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna hati, pembengkakan dan pengecilan pada salah satu lobi atau tidak adanya kantung empedu, serta serosis. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hati berfungsi secara baik dalam proses metabolisme pada seluruh perlakuan walaupun memperoleh perlakuan yang berbeda.

Proventrikulus

Proventrikulus merupakan salah satu organ pencernaan utama dan merupakan perluasan esofagus (Bell dan Weaver, 2002). Rataan persentase bobot proventrikulus ayam broiler hasil penelitian berkisar antara 0,47-0,57% dari bobot potong. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian lain. Peneliti lain menunjukkan rataan persentase proventrikulus dari bobot potong sebesar 0,45%-0,56% (Elfiandra, 2007), 0,39% (Awad et al., 2009) dan 0,45% (Djunaidi et al., 2009).

Rataan persentase bobot proventrikulus ayam broiler hasil penelitian tidak berbeda nyata. Kandungan protein pakan yang diberikan sama untuk seluruh perlakuan yaitu antara 21,5-23,5%, begitu juga dengan konsumsi pakan yang tidak berbeda antar perlakuan (2563,29-2583,40 g/ekor), kondisi ini menyebabkan intake protein relatif sama, sehingga kerja proventrikulus dalam mensekresikan pepsin untuk pencernaan protein tidak berbeda.

Rempela

Rempela merupakan organ pencernaan yang berperan penting untuk proses penghancuran partikel-partikel makanan menjadi lebih kecil sehingga mudah untuk dicerna oleh ayam broiler. Rataan persentase bobot rempela ayam broiler yang diperoleh pada penelitian berkisar antara 1,11-1,18% dari bobot potong. Peneliti lain menunjukkan rataan persentase rempela ayam umur lima minggu sebesar 1,38% (Mustaqim , 2006), 1,11% (Djunaidi, et al., 2009) dan 1,76% (Sinurat, et al., 2009) dari bobot potong.

Rataan persentase bobot rempela ayam broiler hasil penelitian tidak berbeda nyata secara statistik. Bobot rempela ditentukan oleh bobot badan, serta jumlah, sifat, kekasaran, tekstur, dan kandungan serat kasar pakan. Pakan yang bertekstur keras akan membuat otot rempela lebih aktif bekerja dan kemudian menebal. Pakan yang digunakan pada penelitian ini adalah pakan komersial berbentuk crumble dengan


(22)

21 kandungan serat kasar maksimal 5%. Penggunaan pakan yang sama dan konsumsi yang tidak berbeda pada penelitian ini membuat kerja rempela tidak berbeda pada setiap perlakuan sehingga persentase bobot rempela yang dihasilkan juga tidak berbeda.

Usus Halus dan Usus Besar

Hasil pengamatan pengaruh frekuensi dan waktu pemberian pakan terhadap persentase bobot usus halus dan usus besar serta panjang usus halus dan usus besar ayam broiler umur lima minggu disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Persentase Bobot Usus Halus, Panjang Usus Halus, Persentase Bobot Usus Besar dan Panjang Usus Besar Ayam Broiler Penelitian Umur Lima Minggu

Peubah Perlakuan

P1 P2 P3

Persentase bobot usus halus (%) 2,30±0,21 2,55±0,06 2,46±0,25 Panjang usus halus (cm/kg) 80,17±1,57 81,11±2,64 80,09±6,75 Persentase bobot usus besar (%) 0,17±0,03 0,17±0,04 0,18±0,04 Panjang usus besar (cm/kg) 4,78±0,87 4,12±0,42 4,20±0,27 Keterangan: P1 = Pakan diberikan pagi 100%

P2 = Pakan diberikan pagi 50% dan sore 50% P3 = Pakan diberikan pagi 40%, siang 20%, sore 40%

Usus Halus

Usus halus berkaitan dengan pertumbuhan ayam broiler karena di tempat ini sari-sari makanan dari ransum yang dikonsumsi akan diserap oleh tubuh ayam. Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan, penyerapan zat-zat makanan, dan penggerak aliran ransum. Kemampuan ini ditunjang oleh adanya selaput lendir yang dilengkapi dengan jonjot usus yang lembut dan menonjol seperti jari (vili), sehingga penyerapan zat-zat makanan bisa maksimal untuk pertumbuhan ayam broiler. Ayam yang sehat akan memiliki bentuk dan ukuran usus halus yang normal.

Rataan persentase bobot usus halus ayam broiler yang diperoleh pada penelitian berkisar antara 2,30-2,55% dari bobot potong. Hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian lain. Peneliti lain menunjukkan rataan


(23)

22 persentase bobot usus halus ayam broiler berkisar 2,31-2,49% (Elfiandra, 2007), 2,43-3,05% (Tambunan, 2007), 2,24% (Kusnandar, 2004) dan 2,84% (Nuraini, 2010) dari bobot potong.

Rataan panjang usus halus ayam broiler selama pemeliharaan berkisar antara 80,09-81,17 cm/kg bobot potong. Peneliti lain menunjukkan rataan panjang usus halus ayam broiler berkisar 108,7-108,8 cm/kg bobot potong (Usman, 2010). Perkembangan usus halus dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam ransum yang dikonsumsi oleh ayam broiler. Kandungan serat kasar pada pakan yang dikonsumsi ayam sama sehingga rataan persentase bobot usus halus dan panjang usus halus ayam broiler hasil penelitian tidak berbeda nyata secara statistik.

Usus Besar

Rataan persentase bobot usus besar ayam broiler yang diperoleh pada penelitian berkisar antara 0,17-0,18% dari bobot potong. Peneliti lain menunjukkan rataan persentase bobot usus besar ayam broiler berkisar 0,14-0,31% (Tambunan, 2007), 0,18% (Awad et al., 2009) dan 0,16-0,18% (Nurhalimah, 2010) dari bobot potong. Rataan persentase bobot usus besar pada penelitian ini tidak berbeda secara statistik

Panjang usus besar lebih pendek dibandingkan panjang usus halus (Grist, 2006). Rataan panjang usus besar ayam broiler selama pemeliharaan berkisar antara 4,12-4,78 cm/kg bobot potong. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Tambunan (2007) yang melaporkan bahwa panjang usus besar ayam broiler berkisar 5,0-8,7 cm/kg bobot potong. Rataan panjang usus besar pada penelitian ini tidak berbeda secara statistik.

Selisih Harga Penjualan Karkas dengan BiayaPakan dan DOC (IOFCC)

Nilai IOFCC yang diperoleh berdasarkan harga jual karkas, harga pakan, dan harga DOC disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 menampilkan pendapatan yang diperoleh dalam pemeliharaan ayam broiler dengan perlakuan menajemen pemberian pakan yang berbeda selama lima minggu. Biaya tenaga kerja dan operasional lainnya dianggap sama. Tabel 7 menunjukkan bahwa selisih harga jual dengan biaya DOC dan pakan yang terbesar diperoleh pada perlakuan P3, yaitu sebesar Rp 11981,6 dan terkecil pada perlakuan


(24)

23 P2, yaitu sebesar Rp 11606,9. Selisih tersebut walaupun sedikit dapat menjadi tambahan keuntungan yang berarti bagi peternak ayam broiler.

Tabel 7. Selisih Harga Penjualan Karkas dengan Biaya Pakan dan DOC

Peubah Perlakuan

P1 P2 P3

A. Pengeluaran

a. Pakan

- Harga Pakan (Rp/kg)

- Konsumsi selama minggu ke-1 hingga minggu ke-2 (kg/ekor) - Konsumsi selama minggu ke-3

hingga minggu ke-5 (kg/ekor) - Jumlah konsumsi lima minggu - Biaya Pakan selama lima minggu

(Rp/ekor)

b. Harga DOC (Rp/ekor)

c. Biaya pakan dan DOC (Rp/ekor)

5700 0,530 2,583 3,113 17744,1 4274 22018,1 5700 0,530 2,563 3,093 17630,1 4274 21904,1 5700 0,530 2,582 3,112 17738,4 4274 22012,4 B. Penerimaan

a. Bobot potong (kg/ekor) b. Persentase karkas (%) c. Bobot karkas (kg/ekor)

d. Harga jual karkas pada bulan Agustus 2011 (Rp/kg)

e. Hasil penjualan (Rp/ekor)

2,136 68,91 1,472 23000 33856 2,128 68,49 1,457 23000 33511 2,156 68,56 1,478 23000 33994


(25)

24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Frekuensi dan waktu pemberian pakan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap performa ayam broiler dari bobot potong maupun persentase karkasnya dan organ dalamnya. Organ pencernaan ayam broiler secara umum dapat tumbuh dan dapat berfungsi dengan normal.

Perhitungan selisih harga penjualan karkas dengan biaya pakan dan DOC selama lima minggu pemeliharaan tertinggi pada pemberian pakan dengan frekuensi 3 kali sehari pada pagi, siang dan sore.

Saran

Perlakuan frekuensi dan waktu pemberian pakan sebaiknya juga dilakukan pembatasan waktu makan agar proses metabolisme pakan terjadi pada waktu yang berbeda. Pakan ayam broiler sebaiknya diberikan dalam frekuensi 3 kali sehari.


(26)

12

PERSENTASE KARKAS

DAN PERTUMBUHAN ORGAN DALAM AYAM BROILER

PADA FREKUENSI DAN WAKTU PEMBERIAN PAKAN

YANG BERBEDA

SKRIPSI

DEVI ZUHRIANI SIREGAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(27)

12

PERSENTASE KARKAS

DAN PERTUMBUHAN ORGAN DALAM AYAM BROILER

PADA FREKUENSI DAN WAKTU PEMBERIAN PAKAN

YANG BERBEDA

SKRIPSI

DEVI ZUHRIANI SIREGAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(28)

i

RINGKASAN

DEVI ZUHRIANI SIREGAR. D14096004. 2011. Persentase Karkas dan Pertumbuhan Organ Dalam Ayam Broiler pada Frekuensi dan Waktu Pemberian Pakan yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS.

Pembimbing Anggota : Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr.

Pemeliharaan ayam broiler pada sistem kandang terbuka di daerah tropis seringkali pada suhu yang lebih tinggi dari suhu optimal untuk pertumbuhan. Kondisi ini menyebabkan ayam broiler mengalami cekaman panas sehingga ayam broiler meningkatkan konsumsi air minum yang berakibat penurunan konsumsi pakan. Frekuensi dan waktu pemberian pakan perlu diatur untuk menanggulangi masalah tersebut. Frekuensi dan waktu pemberian pakan yang berbeda akan memberikan dampak pertumbuhan yang berbeda dari aspek karkas dan perkembangan organ dalamnya.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi persentase karkas dan pertumbuhan organ dalam ayam broiler pada frekuensi dan waktu pemberian pakan yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 135 ekor anak ayam umur sehari strain Cobb yang dipelihara selama 35 hari. Perlakuan diberikan pada umur 15 hari. Rancangan Acak Lengkap (RAL) digunakan dalam percobaan ini dengan tiga frekuensi dan waktu pemberian pakan. Jumlah pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan ayam sesuai rekomendasi perusahaan pembibitan. Perlakuan frekuensi dan waktu pemberian pakan tersebut adalah P1 (pakan diberikan pada pagi hari pukul 06.00 WIB sebanyak 100%); P2 (pakan diberikan pada pagi hari pukul 06.00 WIB sebanyak 50% dan sore hari pukul 17.00 WIB sebanyak 50%); dan P3 (pakan diberikan pada pagi hari pukul 06.00 WIB sebanyak 40%, siang hari pukul 11.00 WIB sebanyak 20% dan sore hari pukul 17.00 WIB sebanyak 40%). Setiap perlakuan terdiri dari lima ulangan dengan masing-masing ulangan terdiri dari 9 ekor ayam broiler. Dua ekor ayam diambil dari setiap ulangan untuk dijadikan sampel setelah ayam mencapai umur lima minggu. Peubah yang diamati adalah bobot potong, persentase bobot karkas, persentase bobot hati, persentase bobot proventrikulus, persentase bobot rempela, persentase bobot usus halus, panjang usus halus, persentase bobot usus besar, dan panjang usus besar. Data yang diperoleh dianalisis ragam dan bila berbeda maka dilakukan uji Duncan. Selisih harga penjualan karkas dengan biaya pakan dan DOC dianalisis secara dekskriptif.

Frekuensi dan waktu pemberian pakan yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong, persentase bobot karkas, persentase bobot hati, persentase bobot proventrikulus, persentase bobot rempela, persentase bobot usus halus, panjang usus halus, persentase bobot usus besar, dan panjang usus besar. Rataan bobot potong yang didapatkan selama pemeliharaan adalah 2140,77 g/ekor dengan kisaran 2128,80-2156,60 g/ekor. Rataan persentase bobot karkas yaitu 68,65% dengan kisaran persentase bobot karkas yang dihasilkan yaitu antara 68,49-68,91%. Rataan persentase bobot hati ayam broiler berkisar antara 1,98-2,12% dari bobot potong. Rataan persentase bobot proventrikulus berkisar antara 0,47-0,57% dari bobot potong. Rataan persentase bobot rempela ayam berkisar antara 0,94-1,00%


(29)

ii dari bobot potong. Rataan persentase bobot usus halus berkisar antara 2,30-2,55% dari bobot potong. Rataan panjang usus halus berkisar antara 80,09-81,11 cm/kg bobot potong. Rataan bobot usus besar berkisar antara 0,17-0,18% dan rataan panjang usus besar berkisar antara 4,12-4,78 cm/kg bobot potong. Organ pencernaan ayam broiler secara umum dapat tumbuh dan dapat berfungsi dengan normal. Perhitungan selisih harga penjualan karkas dengan biaya pakan dan DOC selama lima minggu pemeliharaan diperoleh hasil tertinggi pada perlakuan P3.

Kata-kata kunci : ayam broiler, frekuensi dan waktu pemberian pakan, karkas, organ dalam.


(30)

iii

ABSTRACT

Percentage of Carcass and Growth of Internal Organs of Broiler in Different Feeding Frequencies

Siregar, D.Z., N.Ulupi and R. Afnan

Broilers are genetically developed as rapid growing chickens to produce high abundant of meat in a short period. This potency can only be achieved by supporting of good quality of feed and appropriate feeding frequencies. Three different feeding frequencies with five replications were carried out for five weeks involving 135 broiler chickens in farm located in Babakan village, Ciseeng subdistrict, Bogor regency. The treatments were P1 (the feed was given in the morning at 06.00 am by 100%), P2 (the feed was given in the morning at 06.00 am by 50% and another 50% was given in the afternoon at 17.00 pm) and P3 (the feed was given in the morning at 06.00 am by 40%, in daytime at 11.00 am by 20% and in the afternoon at 17.00 pm by 40%). The traits observed were slaughtered weight, percentage of carcass and internal organs (liver, proventriculus, gizzard, small intestine and colon). All data were subjected to analyzes of variance (ANOVA). Income over feed and chick cost (IOFCC) were descriptively analized. The result showed that there were no significant different among treatments on slaughtered weight, percentage of carcass, liver, proventriculus, gizzard, small intestine, large intestine, leght of small intestine and large intestine. The treatment P3 resulted in highest IOFCC.


(31)

iii

PERSENTASE KARKAS

DAN PERTUMBUHAN ORGAN DALAM AYAM BROILER

PADA FREKUENSI DAN WAKTU PEMBERIAN PAKAN

YANG BERBEDA

DEVI ZUHRIANI SIREGAR D14096004

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(32)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada tanggal 16 Desember 1988. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Gozali Siregar dan Ibu Mardiana.

Jenjang pendidikan formal penulis diawali pada tahun 1993 di TK Bhayangkari 19 Pangkalan Bun dan lulus pada tahun 1994. Penulis melanjutkan ke SD Negeri Sidorejo 4 Pangkalan Bun pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Arut Selatan pada tahun yang sama dan lulus pada tahun 2003. Selanjutnya, penulis melanjutkan ke SMU Negeri 1 Pangkalan Bun pada tahun 2003 dan lulus pada tahun 2006.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak Direktorat Program Diploma pada tahun 2006 melalui jalur Reguler dan lulus pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa Program Diploma, penulis melakukan Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT Charoen Pokphand Tbk. Unit Lapang Cikabayan, Bogor selama satu setengah bulan dan PT Greenfields Indonesia, Jawa Timur selama tiga bulan. Penulis menerima beasiswa Supersemar pada tahun 2007-2009.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Progran Alih Jenis Departemen Ilmu produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009.


(33)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, rizki dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dan bertempat di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari Juli 2011 sampai Agustus 2011.

Penelitian yang berjudul Persentase Karkas dan Pertumbuhan Organ Dalam Ayam Broiler pada Frekuensi dan Waktu Pemberian Pakan yang Berbeda ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi persentase karkas dan pertumbuhan organ dalam ayam broiler pada frekuensi dan waktu pemberian pakan yang berbeda.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini serta kepada semua pihak yang membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan belum bisa dikatakan sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dunia peternakan.

Bogor, November 2011


(34)

vii

DAFTAR ISI

RINGKASAN ... i ABSTRACT ... iii LEMBAR PERNYATAAN ... iv LEMBAR PENGESAHAN ... v RIWAYAT HIDUP ... vi KATA PENGANTAR ... vii DAFTAR ISI ... viii DAFTAR TABEL ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Ayam Broiler... 3 Bobot Hidup dan Bobot Potong ... 3 Karkas Ayam... 4 Organ dalam Ayam Broiler ... 4 Hati ... 5 Proventrikulus ... 5 Rempela ... 5 Usus Halus ... 6 Usus Besar... 6 Frekuensi Pemberian Pakan ... 7 Selisih Harga Penjualan Karkas dengan Biaya Pakan dan DOC ... 7 MATERI DAN METODE ... 9

Lokasi dan Waktu ... 9 Materi ... 9 Ternak ... 9 Pakan ... 9 Kandang dan Peralatan... 9 Metode ... 10 Rancangan Percobaan ... 10 Peubah yang Diamati ... 10 Analisis Data ... 11 Prosedur ... 11 Persiapan Kandang dan Peralatan ... 11 Pemeliharaan ... 12


(35)

viii Pemanenan dan Pemotongan ... 13 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15 Kondisi Lingkungan Mikro Kandang ... 15 Kandang Penelitian ... 15 Suhu Kandang ... 15 Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian ... 16 Bobot Potong dan Persentase Karkas... 17 Bobot Potong... 17 Persentase Karkas ... 18 Hati, Proventrikulus dan Rempela ... 19 Hati ... 19 Proventrikulus ... 20 Rempela ... 20 Usus Halus dan Usus Besar ... 21 Usus Halus ... 21 Usus Besar... 22

Selisih Harga Penjualan Karkas dengan Biaya Pakan dan DOC (IOFCC) ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 24 Kesimpulan ... 24 Saran... 24 UCAPAN TERIMA KASIH ... 25 DAFTAR PUSTAKA ... 26 LAMPIRAN ... 30


(36)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor

1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 ... 3 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian ... 9 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian ... 15 4. Rataan Bobot Potong dan Persentase Karkas Ayam Broiler Penelitian Umur

Lima Minggu ... 17 5. Rataan Persentase Hati, Proventrikulus dan Rempela Ayam Broiler Penelitian

Umur Lima Minggu ... 19 6. Rataan Persentase Bobot Usus Halus, Panjang Usus Halus, Persentase Bobot

Usus Besar dan Panjang Usus Besar Ayam Broiler Penelitian Umur Lima Minggu ... 21 7. Selisih Harga Penjualan Karkas dengan Biaya Pakan dan DOC (IOFCC) ... 23


(37)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Analisis Ragam Bobot Potong ... 31 2. Analisis Ragam Persentase Karkas ... 31 3. Analisis Ragam Persentase Hati ... 31 4. Analisis Ragam Persentase Proventrikulus ... 31 5. Analisis Ragam Persentase Rempela ... 32 6. Analisis Ragam Persentase Usus Halus ... 32 7. Analisis Ragam Persentase Usus Besar ... 32 8. Analisis Ragam Panjang Usus Halus ... 32 9. Analisis Ragam Panjang Usus Besar ... 32 10. Data Konsumsi Pakan Ayam Broiler Umur 3-5 Minggu ... 33 11. Data Bobot Karkas Ayam Broiler Umur 5 Minggu ... 33 12. Denah Petak Kandang Penelitian ... 33 13. Suhu Kandang Penelitian saat Ayam Broiler Umur 3-5 Minggu ... 34 14. Gambar Dokumentasi Penelitian ... 35


(38)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ayam broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani untuk pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan peningkatan penghasilan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya asupan protein hewani. Ayam broiler memiliki siklus produksi lebih singkat dibandingkan dengan unggas lain, karena mempunyai sifat genetik yang semakin baik khususnya untuk sifat pertumbuhan. Keberhasilan peternakan ayam broiler dipengaruhi oleh mutu genetik, lingkungan, dan interaksi antara genetik dengan lingkungan.

Ayam merupakan hewan homeotermi, artinya ayam memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Pemeliharaan ayam broiler pada sistem kandang terbuka di daerah tropis seringkali pada suhu yang lebih tinggi dari suhu optimal untuk pertumbuhan. Suhu lingkungan yang tinggi dapat menganggu proses homeostatis dan metabolisme. Kondisi ini menyebabkan ayam mengalami cekaman panas. Panting merupakan salah satu respon tingkah laku ayam broiler akibat stres dari suhu lingkungan yang panas pada mekanisme evaporasi melalui saluran pernafasan. Ayam akan panting pada suhu lingkungan melebihi 29 oC atau ketika suhu tubuh ayam mencapai 42 oC.

Ayam broiler dapat hidup dengan nyaman pada suhu lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya. Ayam broiler pada umur 1-2 minggu memerlukan suhu 32-35 o

C, sedangkan umur 3-5 minggu ayam broiler akan tumbuh optimal pada suhu lingkungan 18-23 oC. Ayam broiler memiliki suhu tubuh yang tinggi yaitu 40,5-41,5 o

C. Apabila suhu lingkungan meningkat, ayam broiler akan memperlambat proses metabolisme dan menurunkan konsumsi pakannya agar suhu tubuh ayam broiler kembali pada kisaran normal. Konsumsi pakan yang menurun akan berakibat tidak terpenuhinya asupan nutrien yang akan berdampak pada penurunan pertumbuhan.

Pengaturan frekuensi dan waktu pemberian pakan merupakan upaya untuk menanggulangi kondisi tersebut. Frekuensi pemberian pakan pada pemeliharaan ayam broiler berumur satu hingga dua minggu umumnya sebanyak 5-8 kali sehari. Frekuensi pemberian paka semakin berkurang saat ayam broiler berumur di atas dua minggu, yaitu sebanyak 2-3 kali pemberian per hari. Pemberian dilakukan pada


(39)

2 pagi, siang dan sore hari. Suhu lingkungan pada pagi dan sore hari mendekati suhu optimal untuk pertumbuhan ayam sehingga pemberian pakan pada waktu tersebut diharapkan menghasilkan performa yang baik dan persentase karkas yang tinggi serta perkembangan organ dalam. Apabila hal tersebut terbukti akan berdampak pada pengunaan tenaga kerja sehingga bisa lebih efisien.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan frekuensi dan waktu pemberian pakan terbaik terhadap persentase karkas dan pertumbuhan organ dalam ayam broiler.


(40)

3

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler

Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, dapat dipotong pada umur muda, dan menghasilkan kualitas daging yang berserat lunak (Bell dan Weaver, 2002). Ayam broiler menurut Gordon dan Charles (2002) merupakan strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakan oleh perusaahaan pembibitan khusus. Banyak jenis strain ayam broiler yang beredar di pasaran yang pada umumnya perbedaan tersebut terletak pada pertumbuhan ayam, konsumsi pakan, dan konversi pakan (Bell dan Weaver, 2002). Ciri-ciri ayam broiler mempunyai tekstur kulit dan daging yang lembut serta tulang dada merupakan tulang rawan yang fleksibel. Kondisi ayam broiler yang baik dipengaruhi oleh pembibitan, pakan, dan frekuensi (Ensminger, 1992). Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

Minggu Bobot Badan (g/e)

Pertambahan Bobot Badan (g/e)

Konsumsi Pakan

Per hari Kumulatif (g/e/h) (g/e)

FCR 1 175,00 19,10 - 150,00 0,857 2 486,00 44,40 69,90 512,00 1,052 3 932,00 63,70 11,08 1167,00 1,252 4 1467,00 76,40 15,08 2105,00 1,435 5 2049,00 83,10 17,90 3283,00 1,602 6 2643,00 83,60 19,47 4604,00 1,748

Sumber : PT Charoen Pokphand (2006)

Bobot Hidup dan Bobot Potong

North dan Bell (1990) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot badan hidup ayam broiler adalah pakan (nutrisi), genetik, jenis kelamin, suhu dan tatalaksana. Menurut Soeparno (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi bobot hidup ayam yaitu konsumsi ransum, kualitas ransum, jenis kelamin, lama pemeliharaan dan aktivitas. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kebutuhan nutrisi


(41)

4 ayam broiler pada umur yang berbeda. Faktor genetik dan lingkungan juga mempengaruhi laju pertumbuhan komposisi tubuh yang meliputi distribusi bobot, komposisi kimia dan komponen karkas.

Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara menimbang bobot ayam setelah dipuasakan selama 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapatkan pertumbuhan yang baik (Blakely dan Bade, 1991).

Karkas Ayam

Badan Standardisasi Nasional (BSN, 1995) menjelaskan karkas ayam broiler adalah bagian tubuh ayam broiler hidup setelah dikurangi bulu, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (ceker). Bobot karkas ayam umur lima minggu berkisar antara 60,52-69,91% dari bobot hidup (Pesti dan Bakalli, 1997). Pembentukan tubuh terjadi akibat tingkat pertumbuhan jaringan. Karkas terbentuk dari 3 jaringan utama yang tumbuh secara teratur dan serasi. Jaringan tulang akan membentuk kerangka, dilanjutkan dengan pertumbuhan otot atau urat yang akan membentuk daging yang menyelubungi seluruh kerangka, dan deposisi lemak cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan bobot badan (Anggorodi, 1985).

Soeparno (2005) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi persentase bobot karkas ayam broiler adalah bobot hidup. Ensminger (1992) menjelaskan bahwa persentase karkas yaitu jumlah perbandingan bobot karkas dan bobot badan akhir dikalikan 100%. Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas antara lain bobot badan akhir, kegemukan dan deposisi daging. Badan Standardisasi Nasional (1997) menyatakan ukuran karkas berdasarkan bobotnya yaitu: (1) ukuan kecil: 0,8-1,0 kg, (2) ukuran sedang: 1,0-1,2 kg, dan (3) ukuran besar: 1,2-1,5 kg. Hasil dari komponen tubuh broiler berubah dengan meningkatnya umur dan bobot badan (Brake et al., 1993)

Organ Dalam Ayam Broiler

Organ pencernaan ayam broiler terdiri dari mulut, kerongkongan, tembolok, proventrikulus, rempela, usus halus, usus buntu (seka), usus besar, kloaka dan anus. Pencernaan tambahan pada ayam salah satunya adalah hati (Suprijatna et al., 2008).


(42)

5

Hati

Hati ayam terdiri atas dua lobi (gelambir) yaitu kanan dan kiri, berwarna coklat tua, dan terletak diantara usus dan aliran darah. Bagian ujung hati yang normal berbentuk lancip, akan tetapi bila terjadi pembesaran dapat menjadi bulat (Mc Lelland, 1990). Menurut Ressang (1984), hati berperan dalam sekresi empedu, metabolisme lemak dan protein telur, karbohidrat, besi dan vitamin, detoksifikasi, pembentukan darah merah, dan penyimpanan vitamin. Persentase hati ayam broiler berkisar antara 1,7-2,8% dari bobot hidup (Putnam, 1991).

Proventrikulus

Proventikulus merupakan salah satu organ pencernaan utama dan merupakan perluasan esofagus (Bell dan Weaver, 2002). Proventrikulus mensekresikan enzim pepsin dan merupakan awal dari pencernaan protein agar dapat dipecah menjadi komponen sederhana. Proventrikulus juga menghasilkan asam hidroklorida (Grist, 2006).

Pepsin bekerja dengan menghidrolisis ikatan-ikatan peptida protein menjadi peptida yang lebih kecil. Asam hidroklorida juga menyebabkan protein globular mengalami denaturasi sehingga ikatan peptida lebih terbuka terhadap hidrolisis enzimatik (Lehninger, 1982). Elfiandra (2007) menjelaskan bahwa kerja proventrikulus mensekresikan enzim pepsin akan berdampak pada bobot proventrikulus.

Rempela

Rempela merupakan organ pencernaan pada unggas yang biasa disebut perut otot (Bell dan Weaver, 2002), karena di dalamnya tersusun otot-otot yang kuat (Grist, 2006). Kontraksi otot rempela terjadi apabila makanan masuk ke dalam rempela. Rempela berisi bahan-bahan yang mudah terkikis seperti pasir, karang, dan kerikil. Partikel makanan yang berukuran besar akan dipecah menjadi partikel-partikel yang sangat kecil sehingga dapat masuk ke dalam saluran pencernaan (Bell dan Weaver, 2002).

Menurut Pond et al. (1995) rempela berfungsi menggiling atau memecah partikel makanan supaya ukurannya menjadi lebih kecil. Kerja penggilingan dalam rempela yang terjadi secara tidak sadar oleh otot rempela yang memiliki


(43)

6 kecenderungan untuk menghancurkan pakan seperti yang dilakukan oleh gigi (Blakely dan Bade, 1991).

Usus Halus

Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan dan absorbsi produk pencernaan. Berbagai enzim terdapat dalam usus halus yang berfungsi mempercepat dan mengefisienkan pemecahan karbohidrat, protein, serta lemak untuk mempermudah proses absorbsi (Suprijatna et al., 2008).

Proses absorpsi hasil pencernaan terjadi di permukaan vili yang memiliki banyak mikrovili (Suprijatna et al., 2008). Luas permukaan usus dapat meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah vili usus yang berfungsi untuk penyerapan zat-zat makanan (Frandson, 1992).

Bagian duodenum bemula dari ujung distal rempela. Bagian ini berbentuk kelokan yang biasa disebut duodenal loop. Pankreas menempel pada kelokan ini yang berfungsi mensekresikan pancreatic juice yang mengandung enzim amilase, lipase, dan tripsin. Jejunum dan ileum merupakan segmen yang sulit dibedakan pada saluran pencernaan ayam. Beberapa ahli menyebut kedua segmen ini sebagai usus halus bagian bawah (Suprijatna, et al., 2008).

Panjang usus halus bervariasi tergantung pada kebiasaan makan unggas. Ayam dewasa memiliki usus halus sepanjang 1,5 m (Suprijatna, et al., 2008). Unggas pemakan bahan asal hewan memiliki usus yang lebih pendek daripada unggas yang memakan bahan asal tanaman karena produk hewani lebih siap diserap daripada produk tanaman (Ensminger, 1992). Peningkatan kadar serat kasar dalam ransum cenderung akan memperpanjang usus. Semakin tinggi serat kasar dalam ransum, maka semakin lambat laju pencernaan dan penyerapan zat makanan. Penyerapan zat makanan akan maksimal dengan perluasan daerah penyerapan (Syamsuhaidi, 1997).

Usus Besar

Usus besar terdiri atas sekum yang merupakan suatu kantung dan kolon yang terdiri atas bagian yang naik, mendatar, dan turun. Bagian yang turun akan berakhir di rektum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada bagian kolon yang naik) dari satu spesies ke spesies lain jauh lebih menonjol dibandingkan dengan pada usus halus (Frandson, 1992). Usus besar tidak mensekresikan enzim, namun didalamnya


(44)

7 terjadi proses penyerapan air untuk meningkatkan kadar air di dalam sel tubuh dan menjaga keseimbangan air ayam broiler karena usus besar merupakan tempat penyerapan kembali air dari usus halus. Usus besar juga menyalurkan sisa makanan dari usus halus ke kloaka untuk dibuang (Bell dan Weaver, 2002).

Air diserap kembali di usus besar untuk ikut mengatur kandungan air sel-sel tubuh dan keseimbangan air. Panjang usus besar yang dimiliki ayam dewasa berkisar 8-10 cm/ekor. Usus besar merupakan kelanjutan saluran pencernaan dari persimpangan usus buntu ke kloaka (Blakely dan Bade, 1991).

Frekuensi dan Waktu Pemberian Pakan

Suprijatna et al. (2005) menyatakan pakan adalah campuran dari berbagai macam bahan organik maupun anorganik untuk ternak yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan zat-zat makanan dalam proses pertumbuhan. Pakan dapat dinyatakan berkualitas baik jika mampu memberikan sejumlah kebutuhan nutrisi bagi ternak secara tepat, baik jenis, jumlah, serta imbangan nutrisi. Pemberian pakan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, pemeliharaan panas tubuh, dan produksi.

Memilih cara pemberian pakan pada usaha peternakan ayam merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan peternak. Berbagai tingkat pembatasan pemberian pakan akan memberi pengaruh yang berbeda terhadap penampilan ayam dan penghematan pakan (Fuller et al., 1993). Pemberian pakan pada jam-jam awal dan akhir dari hari terang akan membantu mengurangi kematian pada broiler (Nova, 2008). Strategi pemberian pakan melalui pendekatan pembatasan waktu makan di awal kehidupan ayam broiler dimaksudkan untuk mengoptimalkan produksi yang ekonomis dengan bobot badan normal pada umur panen (Azis et al., 2011). Frekuensi pemberian pakan pada anak ayam biasanya lebih sering, sampai 5 kali sehari. Semakin tua ayam, frekuensi pemberian pakan semakin berkurang sampai dua atau tiga kali sehari (Suci et al., 2005).

Selisih Harga Penjualan Karkas dengan Biaya Pakan dan DOC (IOFCC)

Pakan memberikan kontribusi yang besar terhadap biaya produksi. Sekitar 70% dari biaya produksi adalah biaya pakan (Ensminger, 1992). Selisih harga


(45)

8 penjualan dengan biaya DOC dan pakan merupakan parameter yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomis pemeliharaan (Rudiansyah et al., 1997).

Salah satu cara untuk menghitung keuntungan ekonomis dari pemeliharaan ternak adalah dengan perhitungan selisih biaya penjualan dengan biaya pakan dan DOC. Analisis pendapatan dengan cara ini didasarkan pada harga jual, harga beli pakan dan DOC. Biaya-biaya lain yang dikeluarkan selam proses pemeliharaan tidak diperhitungkan dan dianggap sama (Walad, 2007).


(46)

9

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari Juli 2011 sampai Agustus 2011.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 135 ekor ayam broiler strain Cobb CP 707 produksi PT. Charoen Pokphand Jaya Farm. Ayam dipelihara selama 35 hari.

Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan komersial BR-611 yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia. Komposisi zat makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian

Zat Makanan Jumlah (%)

Kadar Air (Maksimal) (%) 13

Protein Kasar (%) 21,5-23,5

Serat Kasar (Maksimal) (%) 5

Abu (Maksimal) (%) 7

Kalsium (Minimal) (%) 0,9

Fosfor (Minimal) (%) 0,6

Energi Metabolisme (kkal/kg) 3000-3100 Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

Kandang dan Peralatan

Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman sekitar 1 km. Kandang pada penelitian ini adalah kandang panggung berukuran 35 m x 8 m. Luasan kandang yang digunakan untuk penelitian berukuran 8 m x 2 m. Kandang dibagi menjadi 15 petak dengan ukuran per petak perlakuan adalah 1 m x 1 m.


(47)

10 Peralatan yang digunakan adalah tempat pakan, tempat air minum, lingkar pembatas (chick guard), lampu penerangan, tirai penutup, termometer, bambu penyekat, timbangan, ember, koran, kertas label, dan alat tulis. Peralatan pemotongan ayam yang digunakan adalah pisau, nampan plastik, panci, timbangan digital, tali, spidol, plastik dan alat ukur panjang berskala 1 cm.

Metode Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan frekuensi pemberian pakan yang berbeda dan lima ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 9 ekor ayam sebagai unit percobaan. Perlakuan frekuensi pemberian pakan yang diberikan adalah :

P1 : pakan diberikan pada pagi hari (pukul 06.00 WIB) sebanyak 100%.

P2 : pakan diberikan pada pagi hari (pukul 06.00 WIB) sebanyak 50% dan sore hari (pukul 17.00 WIB) sebanyak 50%

P3 : pakan diberikan pada pagi hari (pukul 06.00 WIB) sebanyak 40%, siang hari (pukul 11.00 WIB) sebanyak 20% dan sore hari (pukul 17.00 WIB) 40%

Model matematika yang digunakan adalah : Yij = µ + αi + εij (Gaspersz, 1994). Keterangan:

Yij : Nilai peubah yang diamati µ : Nilai tengah umum

αi : Pengaruh perlakuan pemberian pakan yang berbeda pada taraf ke-i

εij : Galat percobaan dari ulangan ke- j akibat taraf pemberian pakan yang berbeda

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah :

1. Bobot potong (g), diperoleh dari penimbangan bobot badan ayam umur 5 minggu setelah dipuasakan 12 jam sebelum dipotong.

2. Persentase karkas (%) diperoleh dari perbandingan bobot karkas ayam dengan bobot potong ayam dikalikan 100%.


(48)

11 a. Persentase hati (%), diperoleh dari perbandingan bobot hati dengan

bobot potong ayam dikalikan 100%.

b. Persentase proventrikulus (%), diperoleh dari perbandingan bobot proventrikulus dengan bobot potong ayam dikalikan 100%.

c. Persentase rempela (%), diperoleh dari perbandingan bobot rempela dengan bobot potong ayam dikalikan 100%.

d. Persentase usus halus (%), diperoleh dari perbandingan bobot usus halus dengan bobot potong ayam dikalikan 100%.

e. Panjang usus halus (cm/kg), diperoleh dengan mengukur panjang usus halus dibandingkan dengan bobot potong.

f. Persentase usus besar (%), diperoleh dari perbandingan bobot usus besar dengan bobot potong ayam dikalikan 100%.

g. Panjang usus besar (cm/kg), diperoleh dengan mengukur panjang usus besar dibandingkan dengan bobot potong.

4 Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC) merupakan selisih harga penjualan karkas dengan biaya pakan dan DOC. Nilai (IOFCC) diperoleh dari (harga jual karkas per kg) – [(harga pakan per kg x konsumsi pakan per ekor) + (harga DOC per ekor)].

Analisis Data

Data yang diperoleh dalam satuan persentase dengan rentang data antara 0-30% ditransformasikan terlebih dahulu dengan transformasi akar kuadrat dan data persentase yang lain ditransformasi arcsin (√%). Data bobot potong, persentase karkas, hati, proventrikulus, rempela, usus halus dan usus besar yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Gaspersz, 1994). Selisih harga penjualan karkas dengan biaya pakan dan DOC dianalisis secara dekskriptif.

Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan

Persiapan kandang dilakukan dua minggu sebelum penelitian dimulai. Kandang dibersihkan, dikapur, dialasi sekam dan disemprot dengan desinfektan.


(49)

12 Peralatan yang digunakan selama pemeliharaan seperti tempat pakan dan tempat minum dicuci dengan cairan detergen dan dikeringkan. Tempat pakan dan minum dicuci kembali dengan cairan wypol dan ditiriskan hingga kering dan diletakkan ke dalam kandang.

Setiap perlakuan dibuat petak-petak kandang dengan ukuran 1 m x 1 m sebanyak 15 petak. Masing-masing petak dilengkapi dengan satu tempat pakan dan satu tempat minum.

Pemeliharaan

Pemanas yang digunakan adalah gasolec. Pemanas digunakan selama dua minggu awal pemeliharaan. Pemanas sudah dinyalakan sekitar 6-8 jam sebelum anak ayam (day old chick/DOC) datang.

Bobot badan DOC yang baru datang ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal sebelum dimasukkan ke dalam chick guard. DOC diberikan larutan air gula 5% untuk mengganti energi yang hilang selama perjalanan. Setelah 6 jam, larutan air gula diganti dengan air biasa. Pakan diberikan dengan cara disebarkan di atas baki ad libitum.

Sebanyak 1 unit lampu berdaya 24 W digunakan sebagai penerangan selama 24 jam pada dua minggu pertama. Setelah dua minggu, lampu penerangan hanya digunakan pada malam hari. Tirai kandang diturunkan setengah bagian atas pada siang hari saat ayam berumur 7 hari. Tirai kembali dinaikan pada malam hari untuk melindungi ayam broiler dari suhu malam. Pada minggu ketiga hingga kelima, tirai diturunkan seluruhnya pada siang hari untuk mencegah suhu dalam kandang panas.

Pelebaran lingkar pembatas (chick guard) dilakukan sedikit demi sedikit dan disesuaikan dengan bertambahnya umur ayam broiler. Lingkar pembatas tidak digunakan lagi sejak minggu ke-dua. Penambahan sekam atau litter dilakukan selama satu kali dalam tiga hari atau saat sekam terlihat basah. Sekam yang basah langsung dikeluarkan dari kandang.

Pencengahan penyakit bagi ayam broiler dilakukan dengan melaksanakan vaksinasi. Vaksinasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu vaksin ND dan vaksin Gumboro. Vaksin ND diberikan saat ayam berumur 5 hari melalui tetes mata. Saat ayam berumur dua belas hari, vaksin Gumboro diberikan dengan menggunakan air minum pada sore hari atau saat cuaca tidak panas.


(1)

33 Lampiran 10. Data Konsumsi Pakan Ayam Broiler Umur 3-5 Minggu

Perlakuan Konsumsi Pakan (g/ekor)

P1 2583,40 ± 31,56

P2 2563,29 ± 26,72

P3 2582,32 ± 48,13

Rataan 2576,34 ± 35,47

Keterangan: P1 = Pakan diberikan pagi 100%

P2 = Pakan diberikan pagi 50% dan sore 50% P3 = Pakan diberikan pagi 40%, siang 20%, sore 40%

Lampiran 11. Data Bobot Karkas Ayam Broiler Umur 5 Minggu

Perlakuan Bobot Karkas (g/ekor)

P1 1466,80 ± 58,30

P2 1486,10 ± 61,95

P3 1479,30 ± 75,59

Rataan 1477,40 ± 55,20

Keterangan: P1 = Pakan diberikan pagi 100%

P2 = Pakan diberikan pagi 50% dan sore 50% P3 = Pakan diberikan pagi 40%, siang 20%, sore 40% Lampiran 12. Denah Petak Kandang Penelitian

15 P2U2 13 P2U1 11 P1U3 9 P3U5 7 P2U4 5 P3U1 3 P2U3 1 P3U3 Tempat Pakan 14 P1U1 12 P3U4 10 P3U2 8 P1U4 6 P2U5 4 P1U2 2 P1U5 Keterangan: P1 = Pakan diberikan pagi 100%

P2 = Pakan diberikan pagi 50% dan sore 50% P3 = Pakan diberikan pagi 40%, siang 20%, sore 40% U = Ulangan


(2)

34 Lampiran 13. Suhu Kandang Penelitian saat Ayam Broiler Umur 3-5 Minggu

Hari ke- Pagi (oC) Siang (oC) Sore (oC) Rataan Harian (oC)

15 24 34 28 27,5

16 23 31 28 26,25

17 25 35 29 28,5

18 24 35 28 27,75

19 25 35 29 28,5

20 23 33 28 26,75

21 22 31 29 26

Minggu 3 22-25 31-35 28-29 26-28,5

22 22 32 28 26

23 23 32 29 26,75

24 24 33 30 27,75

25 24 35 31 28,5

26 25 33 29 28

27 24 35 29 28

28 25 35 32 29,25

Minggu 4 22-25 32-35 28-32 26-29,25

29 21 30 28 25

30 23 33 29 27

31 22 32 29 26,25

32 24 34 29 27,75

33 25 35 30 28,75

34 23 32 29 26,75

35 22 32 30 26,5


(3)

35 Lampiran 14. Gambar Dokumentasi Penelitian


(4)

36


(5)

i RINGKASAN

DEVI ZUHRIANI SIREGAR. D14096004. 2011. Persentase Karkas dan Pertumbuhan Organ Dalam Ayam Broiler pada Frekuensi dan Waktu Pemberian Pakan yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS.

Pembimbing Anggota : Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr.

Pemeliharaan ayam broiler pada sistem kandang terbuka di daerah tropis seringkali pada suhu yang lebih tinggi dari suhu optimal untuk pertumbuhan. Kondisi ini menyebabkan ayam broiler mengalami cekaman panas sehingga ayam broiler meningkatkan konsumsi air minum yang berakibat penurunan konsumsi pakan. Frekuensi dan waktu pemberian pakan perlu diatur untuk menanggulangi masalah tersebut. Frekuensi dan waktu pemberian pakan yang berbeda akan memberikan dampak pertumbuhan yang berbeda dari aspek karkas dan perkembangan organ dalamnya.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi persentase karkas dan pertumbuhan organ dalam ayam broiler pada frekuensi dan waktu pemberian pakan yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 135 ekor anak ayam umur sehari strain Cobb yang dipelihara selama 35 hari. Perlakuan diberikan pada umur 15 hari. Rancangan Acak Lengkap (RAL) digunakan dalam percobaan ini dengan tiga frekuensi dan waktu pemberian pakan. Jumlah pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan ayam sesuai rekomendasi perusahaan pembibitan. Perlakuan frekuensi dan waktu pemberian pakan tersebut adalah P1 (pakan diberikan pada pagi hari pukul 06.00 WIB sebanyak 100%); P2 (pakan diberikan pada pagi hari pukul 06.00 WIB sebanyak 50% dan sore hari pukul 17.00 WIB sebanyak 50%); dan P3 (pakan diberikan pada pagi hari pukul 06.00 WIB sebanyak 40%, siang hari pukul 11.00 WIB sebanyak 20% dan sore hari pukul 17.00 WIB sebanyak 40%). Setiap perlakuan terdiri dari lima ulangan dengan masing-masing ulangan terdiri dari 9 ekor ayam broiler. Dua ekor ayam diambil dari setiap ulangan untuk dijadikan sampel setelah ayam mencapai umur lima minggu. Peubah yang diamati adalah bobot potong, persentase bobot karkas, persentase bobot hati, persentase bobot proventrikulus, persentase bobot rempela, persentase bobot usus halus, panjang usus halus, persentase bobot usus besar, dan panjang usus besar. Data yang diperoleh dianalisis ragam dan bila berbeda maka dilakukan uji Duncan. Selisih harga penjualan karkas dengan biaya pakan dan DOC dianalisis secara dekskriptif.

Frekuensi dan waktu pemberian pakan yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong, persentase bobot karkas, persentase bobot hati, persentase bobot proventrikulus, persentase bobot rempela, persentase bobot usus halus, panjang usus halus, persentase bobot usus besar, dan panjang usus besar. Rataan bobot potong yang didapatkan selama pemeliharaan adalah 2140,77 g/ekor dengan kisaran 2128,80-2156,60 g/ekor. Rataan persentase bobot karkas yaitu 68,65% dengan kisaran persentase bobot karkas yang dihasilkan yaitu antara 68,49-68,91%. Rataan persentase bobot hati ayam broiler berkisar antara 1,98-2,12% dari bobot potong. Rataan persentase bobot proventrikulus berkisar antara 0,47-0,57% dari bobot potong. Rataan persentase bobot rempela ayam berkisar antara 0,94-1,00%


(6)

ii dari bobot potong. Rataan persentase bobot usus halus berkisar antara 2,30-2,55% dari bobot potong. Rataan panjang usus halus berkisar antara 80,09-81,11 cm/kg bobot potong. Rataan bobot usus besar berkisar antara 0,17-0,18% dan rataan panjang usus besar berkisar antara 4,12-4,78 cm/kg bobot potong. Organ pencernaan ayam broiler secara umum dapat tumbuh dan dapat berfungsi dengan normal. Perhitungan selisih harga penjualan karkas dengan biaya pakan dan DOC selama lima minggu pemeliharaan diperoleh hasil tertinggi pada perlakuan P3.

Kata-kata kunci : ayam broiler, frekuensi dan waktu pemberian pakan, karkas, organ dalam.