Growth Analyze of Soybean (Glycine max (L.) Merr.) Under Shade Stress Condition

ANALISIS PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L.)
Merr.) DI BAWAH CEKAMAN NAUNGAN

WIDYA MERITA NINGRUM
A24070108

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Growth Analyze of Soybean (Glycine max (L.) Merr.) Under Shade Stress Condition
Analisis Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di Bawah Cekaman
Naungan

1

Widya Merita N.1, Abdul Qadir2
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB, A24070108
2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB


Abstract
The purpose of this research was to study the growth analyze of two varieties soybean
under shade condition. This research was conducted in controlled condition of green house at
IPB garden experiment, Leuwikopo, Dramaga, Bogor on March until June 2011. The experiment
was arranged in Split Plot Design by two factors and three replications, with the levels of
second factors nested under the levels of first factors. The first factor is shade consist of N0=nonshade (under full sunlight) and N50=50% shade. The second factors is two varieties consist of
G1=Godek (shade sensitive) and G2=Ceneng (shade tolerant). The 50% shading was made
artificially using black plastic paranet with 50% light transmitted. Agronomic characters
measured were: plant height, total leaves, and time of flowering. Physiological characters
measured were chlorophylls content (chl a, chl b, and ratio chl a/b). Growth analyze measured
were Leaf Area Index (LAI), Net Assimilation Rate (NAR), Leaf Area Ratio (LAR), and Relative
Growth Rate (RGR). The result of research indicated that Ceneng has a higher plant height, low
of total leaves, faster time of flowering, higher of chl a, chl b, lower ratio of chl a/b, higer LAI,
LAR, and lower NAR, RGR.
Keywords: Glycine max, shade, growth analyze, tolerant varieties, sensitive varieties

RINGKASAN

WIDYA MERITA NINGRUM. Analisis Pertumbuhan Kedelai (Glycine max

(L.) Merr.) di Bawah Cekaman Naungan. (Dibimbing oleh ABDUL QADIR).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh naungan (50%)
terhadap pertumbuhan dua varietas kedelai (Glycine max (L.) Merr.) melalui
peubah-peubah analisis pertumbuhan tanaman. Penelitian dilaksanakan mulai
bulan Maret sampai Juni 2011 di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih,
Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Analisis
Tanah Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Cimanggu, Bogor dan
analisis klorofil dilakukan di Laboratorium Plant Analysis and Chromatography,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, FAPERTA, IPB.
Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi menggunakan tiga
ulangan dengan anak petak tersarang pada petak utama dengan tiga ulangan.
Penelitian ini terdiri dari dua faktor, yang pertama adalah petak utama berupa
intensitas cahaya yang diatur menggunakan naungan paranet, yang terdiri dari dua
tingkat naungan (N0=0% (tanpa naungan) dan N50=50% (dengan naungan paranet
50%)) dan faktor kedua adalah dua varietas kedelai (G1=genotipe peka naungan
(Godek) dan G2=genotipe toleran naungan (Ceneng)) sebagai anak petak,
sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Untuk mengetahui pengaruh nyata akibat
intensitas cahaya rendah dan genotipe kedelai data dianalisa dengan menggunakan
uji F. Uji lanjut dilakukan bila pengaruh perlakuan berpengaruh nyata terhadap
peubah yang diukur dengan uji DMRT pada taraf kesalahan 5%.

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi; karakter agronomi
(tinggi tanaman, jumlah daun trifoliat dan umur berbunga), pengamatan analisis
pertumbuhan (Indeks Luas Daun (Leaf Area Index), Laju Asimilasi Neto (Net
Assimilation Rate), Nisbah Luas Daun (Leaf Area Ratio), Laju Pertumbuhan
Relatif (Relative Growth Rate), dan Luas Daun Spesifik (Specific Leaf Area)),
pengamatan karakter fisiologi (kandungan klorofil a, klorofil b, dan rasio klorofil
a/b) dan berat kering tanaman (biomassa).

Data iklim mikro di lokasi penelitian meliputi suhu rata-rata selama
penelitan sekitar 33.90C, kelembaban relatif sekitar 65%. Daya kecambah benih
dari kedua genotipe kurang dari 80% sehingga penyulaman dilakukan pada saat
tanaman berumur 2 MST untuk mempertahankan populasi.
Hama yang dijumpai diantaranya adalah belalang, dan kutu putih. Tidak
ada penyakit yang dijumpai pada saat penelitian. Pengendalian hama belalang
menggunakan insektisida kontak Decis 25EC dengan dosis 0.5 ml/l. Gulma yang
dijumpai saat pelaksanaan penelitian diantaranya adalah Mimosa pudica, Boreria
Laevis, Phyllantus niruri, Oxlalis barerieli. Pengendalian gulma dilakukan secara
manual seminggu sekali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa naungan sebesar 50% mempengaruhi
pertumbuhan tanaman kedelai untuk kedua genotipe. Naungan 50% meningkatkan

tinggi tanaman, menurunkan jumlah daun trifoliat, mempercepat waktu
pembungaan, meningkatkan jumlah klorofil a dan b, menurunkan rasio klorofil
a/b, meningkatkan Indeks Luas Daun, menurunkan Laju Asimilasi Bersih,
meningkatkan Nisbah Luas Daun, menurunkan Laju Pertumbuhan Relatif,
meningkatkan Luas Daun Spesifik, menurunkan berat kering total tanaman dan
berat polong.
Pada kondisi naungan 50% genotipe Ceneng memiliki penurunan
biomassa lebih sedikit jika dibandingkan dengan genotipe Godek. Genotipe
Ceneng memiliki berat total biomassa yang lebih besar jika dibandingkan dengan
genotipe Godek. Berat kering akar, batang, berat polong yang lebih besar dan
berat kering daun lebih rendah jika dibandingkan dengan genotipe Godek.

ANALISIS PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L.)
Merr.) DI BAWAH CEKAMAN NAUNGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

WIDYA MERITA NINGRUM

A24070108

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi

: ANALISIS PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine

max (L.) Merr.) DI BAWAH CEKAMAN NAUNGAN
Nama

: WIDYA MERITA NINGRUM

NIM

: A24070108


Menyetujui,
Pembimbing

Ir. Abdul Qadir, MS.
NIP. 19620927 198703 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri, pada tanggal 24 Maret 1989. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Sugian Budi Martono
dan Tri Agustin.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di SD Negeri Pare 1, Kediri.

Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 2 Pare dan lulus
pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 2 Pare dan
lulus pada tahun 2007.
Penulis diterima pada program studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui Undangan Seleksi
Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan menuliskannya dalam skripsi yang berjudul Analisis Perumbuhan
Kedelai (Glycine max (L.) Merr) Di Bawah Cekaman Naungan. Selama penelitian
dan penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak memperoleh bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Ir. Abdul Qadir, MS. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing penulis selama menjalankan penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. Suwarto, M.Si dan Ir. Diny Dinarti, M.Si selaku dosen penguji yang
telah memberi masukan dan kritikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Muh. Syukur, M.Si selaku pembimbing akademik penulis yang telah

membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Institut Pertanian
Bogor.
4. Bapak Sugian Budi Martono, Ibu Tri Agustin, adik-adikku, yaitu Septyan dan
Fibri, serta seluruh keluarga di Kediri atas kasih sayang, doa dan dorongannya.
5. Ir. Bregas Budianto, Ass.Dpl, Anto, Sriyo, yang telah membantu instrumen
alat.
6. Pak Nana, Bu Eli, Bibi, Pak Bambang, Pak Haryanto, dan Kak Arif atas
bantuan yang luar biasa selama penelitian berlangsung.
7. Elly Zunara atas doa, bantuan, dan perhatiannya.
8. Rikania, Nyoman Ari, Fani, S. Khalimah, Tatied, Nurul dan Beni yang selalu
memberi perhatian dan bantuan.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian studi dan skripsi ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Akhirnya, penulis berharap semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang
memerlukan.
Bogor, November 2011
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI ...............................................................................................

i

DAFTAR TABEL .......................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

vi

PENDAHULUAN ......................................................................................
Latar Belakang ........................................................................................
Tujuan ......................................................................................................
Hipotesis ..................................................................................................

1
1
3

3

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
Botani Kedelai .........................................................................................
Lingkungan Tumbuh ...............................................................................
Sistem Produksi .......................................................................................
Faktor yang Mempengaruhi Fotosintesis ................................................
Adaptasi Terhadap Cahaya dan Naungan ...............................................
Analisis Pertumbuhan tanaman ...............................................................

4
4
5
6
7
8
9

METODOLOGI ..........................................................................................
Tempat dan Waktu ..................................................................................

Bahan dan Alat ........................................................................................
Metode Penelitian ....................................................................................
Pelaksanaan Penelitian ............................................................................
Pengamatan .............................................................................................

13
13
13
13
14
16

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
Kondisi Umum ........................................................................................
Karakter Agronomi ..................................................................................
Tinggi Tanaman ...................................................................................
Jumlah Daun Trifoliat ..........................................................................
Waktu Berbunga ..................................................................................
Karakter Fisiologi ....................................................................................
Klorofil a ..............................................................................................
Klorofil b..............................................................................................
Rasio Klorofil a/b.................................................................................
Analisis Pertumbuhan Tanaman ..............................................................
Indeks Luas Daun ................................................................................
Laju Asimilasi Bersih ..........................................................................
Nisbah Luas Daun ................................................................................
Laju Pertumbuhan Relatif ....................................................................
Biomassa Tanaman ..............................................................................

19
19
21
21
23
25
26
26
28
29
30
30
32
34
36
40

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

46

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

47

LAMPIRAN ................................................................................................

51

DAFTAR TABEL
Nomor
1.

Halaman

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Naungan, Genotipe, dan
Interaksinya terhadap Karakter Agronomi, Analisis Pertumbuhan
Tanaman dan Fisiologi .........................................................................

20

2.

Pengaruh Naungan Terhadap Tinggi Tanaman Dua Varietas Kedelai

21

3.

Pengaruh Naungan Terhadap Jumlah daun Trifoliat Dua Varietas
Kedelai .................................................................................................

23

Pengaruh Naungan terhadap Peubah Waktu Berbunga Dua Varietas
Kedelai .................................................................................................

25

Pengaruh Naungan terhadap Jumlah Klorofil a pada Dua Genotipe
Kedelai .................................................................................................

26

Pengaruh Naungan, Genotipe, dan Interaksinya terhadap Jumlah
Klorofil a Tanaman Kedelai pada Fase Berbunga Penuh ....................

27

Pengaruh Naungan, Genotipe, dan Interaksinya terhadap Jumlah
Klorofil a Tanaman Kedelai pada Fase Mulai Berpolong ...................

27

Pengaruh Naungan terhadap Jumlah Klorofil b pada Dua Genotipe
Kedelai .................................................................................................

28

Pengaruh naungan, Genotipe, dan Interaksi terhadap Jumlah
Klorofil b Tanaman Kedelai Fase Berpolong Penuh ...........................

29

10. Pengaruh Naungan terhadap Rasio Klorofi a/b pada Dua Genotipe
Kedelai .................................................................................................

30

11. Pengaruh Naungan terhadap Indeks Luas Daun pada Dua Genotipe
Kedelai .................................................................................................

31

12. Pengaruh Naungan, Genotipe, dan Interaksinya terhadap Indeks Luas
Daun pada Fase Berbunga Penuh ........................................................

32

13. Pengaruh Naungan terhadap Laju asimilais Bersih pada Dua
Genotipe Kedelai .................................................................................

33

14. Pengaruh Naungan, Genotipe, dan Interaksinya terhadap Laju
asimilasi Bersih Tanaman Kedelai pada Fase Mulai Berpolong .........

34

4.
5.
6.
7.
8.
9.

15. Pengaruh Naungan terhadap Nisbah Luas Daun pada Dua Genotipe
Kedelai .................................................................................................

35

16. Pengaruh Naungan, Genotipe, dan Interaksinya terhadap Nisbah
Luas Daun Tanaman Kedelai pada Fase Berbunga Penuh ..................

35

17. Pengaruh Naungan terhadap Laju Pertumbuhan Relatif pada Dua
Genotipe Kedelai .................................................................................

36

18. Pengaruh Naungan, Genotipe, dan Interaksinya terhadap Nisbah
Luas Daun Tanaman Kedelai pada Fase Berbunga Penuh ..................

36

Lampiran
1.

Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman pada Perlakuan Naungan
dan Genotipe Kedelai ...........................................................................

54

Analisis Ragam Peubah Jumlah Daun Trifoliate pada Perlakuan
Naungan dan Genotipe Kedelai ...........................................................

54

Analisis Ragam Peubah Waktu Berbunga pada Perlakuan Naungan
dan Genotipe Kedelai ...........................................................................

55

Analisis Ragam Peubah Kolofil a pada Perlakuan Naungan dan
Genotipe Kedelai .................................................................................

56

Analisis Ragam Peubah Klorofil b pada Perlakuan Naungan dan
Genotipe Kedelai .................................................................................

57

Analisis Ragam Peubah Rasio Klorofil a/b pada Perlakuan Naungan
dan Genotipe Kedelai ...........................................................................

58

Analisis Ragam Peubah Indeks Luas Daun pada Perlakuan Naungan
dan Genotipe Kedelai ...........................................................................

59

Analisis Ragam Peubah Laju Asimilasi Bersih pada Perlakuan
Naungan dan Genotipe.........................................................................

60

Analisis Ragam Peubah Nisbah Luas Daun pada Perlakuan Naungan
dan Genotipe Kedelai ...........................................................................

61

10. Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Relatif pada Perlakuan Naungan
dan Genotipe Kedelai ...........................................................................

62

11. Hasil Analisis Tanah ............................................................................

63

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Teks

1. Luas Daun Spesifik (LDS) Dua Genotipe Kedelai pada Kondisi Tanpa
Naungan (0%) dan Naungan (50%) Fase Berpolong Penuh ..................

39

2. Persentase Pembagian Biomassa Dua Genotipe Kedelai pada Kondisi
Tanpa Naungan (0%) dan Naungan (50%) Fase Berpolong Penuh .......

44

Lampiran
1. Denah Percobaan dengan Dua Naungan (Naungan 50% (N50) dan
Tanpa Naungan (N0)) dan Dua Genotipe Kedelai (Genotipe Peka
(G1) dan Genotipe Toleran (G2)) ..........................................................

52

2. Alat yang digunakan dalam penelitian; Spektrofotometer (1), Tabung
Reaksi (2), Timbangan Digital (3), Solarimeter (4) ...............................

52

3. Benih kedua Genotipe: Godek (G1) dan Ceneng (G2) ..........................

53

4. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai Genotipe: Godek (G1) dan
Ceneng (G2) pada Fase Mulai Berbunga dengan Naungan 50% (N50)
dan Tanpa Naungan (N0) .......................................................................

53

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.
Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan
berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Kedelai
berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, kedelai mulai
dibudidayakan sejak abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau.
Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo
kemudian menyebar ke daerah Mansyuria, Jepang (Asia Timur) dan ke negaranegara lain di Amerika dan Afrika (Prihatman, 2000).
Kedelai mengandung protein, isoflavon, dan serat untuk kesehatan.
Kedelai adalah sumber protein diet, termasuk semua asam amino esensial. Kedelai
juga merupakan sumber lesitin atau fosfolipid. Isoflavon dan lesitin kedelai telah
dipelajari secara ilmiah untuk kesehatan. Seperti isoflavon genistein yang diyakini
memiliki efek estrogen di tubuh, sebagai hasilnya kadang-kadang disebut
fitoestrogen (Mayo Foundation, 2010).
Kedelai termasuk kedalam famili Leguminosae yang merupakan sumber
pangan dan pakan, hal ini terbukti dengan kedudukan famili ini di urutan kedua
setelah Graminae (Baharsjah, 1992). Komoditi ini hingga kini produksinya terus
menurun. Produksi kedelai di Indonesia pernah mencapai puncaknya pada tahun
1992 yaitu sebanyak 1.87 juta ton. Produksi terus mengalami penurunan hingga
hanya 0.672 juta ton pada tahun 2003. Data tersebut menunjukkan selama 11
tahun produksi kedelai merosot mencapai 64 persen (Atman, 2009).
Konsumsi kedelai cenderung meningkat sehingga impor kedelai juga
mengalami peningkatan mencapai 1.307 juta ton pada tahun 2004 (hampir dua
kali produksi nasional) sedangkan pada tahun 2006 impor mencapai dua juta ton.
Penurunan produksi ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah
ketidakpastian dalam penyediaan masukan-masukan pokok seperti pupuk dan
pestisida, dan terutama adalah lahan yang tersedia untuk kedelai terbatas dan
digunakan untuk berbagai tanaman palawija lainnya yang lebih kompetitif
(Atman, 2009).

2

Sehubungan dengan permasalahan diatas setidaknya ada lima strategi
penting yang harus dilaksanakan untuk menjamin keberhasilan peningkatan
produksi kedelai nasional, yaitu: (1) Perbaikan harga jual; (2) pemanfaatan
potensi lahan; (3) intensifikasi pertanaman; (4) perbaikan proses produksi; dan (5)
konsistensi program dan kesungguhan aparat. Harga jual yang rendah di tingkat
petani sehingga kurang kompetitif dibandingkan komoditas palawija lainnya,
merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan petani kurang berminat
membudidayakan kedelai. Peningkatan harga jual di tingkat petani merupakan
kunci utama dalam mengembalikan minat petani untuk menanam kedelai.
Pemanfaatan potensi lahan yang tersedia untuk mendukung peningkatan produksi
kedelai antara lain dapat dilakukan dengan penanaman kedelai sebagai tanaman
sela, diantaranya penanaman kedelai secara tumpang sari dengan ubi kayu, kelapa
sawit, kelapa, atau tanaman tua lainnya. Perbaikan proses produksi, konsistensi
program dan kesungguhan aparat berkaitan dengan kerjasama antara petani dan
aparat yang berkaitan untuk menggunakan sistem produksi yang sesuai dan
pelaksanaan program yang kontinyu (Subandi dalam Atman, 2009).
Ditinjau dari ketersediaan teknologi dan sumber daya lahan maka
pengembangan kedelai di dalam negeri masih dapat diperluas guna meningkatkan
produksi menuju swasembada kedelai (Hermanto, 2010). Guna menanggulangi
penurunan lahan dalam rangka produksi kedelai diperlukan usaha perluasan lahan
melalui optimasi pemanfaatan lahan baik tanaman perkebunan maupun tanaman
pohon lainnya. Optimasi pemanfaatan lahan misalnya dapat berupa pemanfaatan
lahan gawangan tanaman perkebunan dengan penanaman kedelai sebagai tanaman
sela (intercropping plant). Pemanfaatan lahan gawangan untuk produksi kedelai
mengalami beberapa kendala, diantaranya karena penutupan tajuk tanaman
perkebunan yang menyebabkan lahan gawangan sebagian besar ternaungi dari
cahaya matahari (Atman, 2009).
Fotosintesis merupakan suatu proses vital dalam pertumbuhan tanaman
dan penetrasi cahaya dalam tajuk menjadi masalah untuk tanaman (Sitompul dan
Guritno, 1995). Keragaman respon pertumbuhan dan hasil tanaman terhadap
naungan antara lain dipengaruhi oleh sifat-sifat fisiologi fotosintetik tanaman
tersebut yang dapat dijadikan sebagai penciri toleransi terhadap naungan.

3

Kemampuan adaptasi dari tanaman yang toleran intensitas cahaya rendah dengan
tanaman yang peka erat kaitannya dengan karakter-karakter fisiologi fotosintetik
tanaman tersebut (Soverda et al., 2009).
Analisis pertumbuhan merupakan suatu cara untuk mengikuti dinamika
fotosintesis yang diukur oleh produksi bahan kering. Pertumbuhan tanaman dapat
diukur tanpa mengganggu tanaman, yaitu dengan pengukuran tinggi tanaman atau
jumlah daun, tetapi sering kurang mencerminkan ketelitian kuantitatif. Akumulasi
bahan kering sangat disukai sebagai ukuran pertumbuhan. Akumulasi bahan
kering mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi cahaya
matahari melalui proses fotosintesis, serta interaksinya dengan faktor-faktor
lingkungan lainnya (Sumarsono, 2008).
Komponen analisis pertumbuhan diantaranya adalah laju pertumbuhan
relatif (Relatif Growth Rate), laju unit daun (Unit Leaf Rate), nisbah luas daun
(Leaf Area Ratio), luas daun spesifik dan rasio berat daun (Specific Leaf Area and
Leaf Weight Ratio), indeks luas daun (Leaf Area Index), laju tumbuh pertanaman
(Crop Growth Rate), lamanya luas daun dan lamanya biomassa (Leaf area
Duration and Biomass Duration) (Beadle, 1993).
Potensi hasil yang akan diperoleh dapat diketahui dengan mempelajari
peubah-peubah pertumbuhan pada tanaman kedelai terhadap cekaman naungan
atau intensitas cahaya rendah dengan genotipe dan tingkat naungan tertentu.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh naungan
terhadap pertumbuhan dua genotipe kedelai melalui peubah-peubah analisis
pertumbuhan tanaman.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Naungan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
2. Terdapat interaksi antara naungan dan genotipe kedelai terhadap pertumbuhan
tanaman.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kedelai
Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan anggota dari
famili Leguminosae, subfamili Papilionideae, dan termasuk ke dalam genus
Glycine L. (Johnson and Bernard, 1963). Bibit kedelai berkecambah dengan tipe
perkecambahan epigeal dengan kotiledon tebal dan berdaging, berwarna kuning
atau hijau. Tanaman ini biasanya tegak dan merupakan herba tahunan yang lebat
dengan tinggi mencapai dua meter dan kadang-kadang agak merambat. Sistem
perakaran tunggang bercabang dengan panjang akar mencapai dua meter. Akar
lateral menyebar secara horizontal hingga 2.5 meter (Giller dan Dashiell, 2010).
Tanaman kedelai mempunyai bunga sempurna, yaitu dalam satu bunga
terdapat alat kelamin jantan (benang sari/serbuk sari) dan alat kelamin betina
(putik). Bunga kedelai berwarna ungu atau putih (Fachruddin, 2000). Bunga
kedelai biasanya berukuran panjang sekitar enam sampai tujuh milimeter dan
secara keseluruhan ukurannya kecil. Struktur bunga kedelai yang sedemikian rupa
menjadikan bunga tersebut melakukan suatu pembatasan terhadap penyerbukan,
yakni penyerbukan yang mereka kontrol sendiri, yaitu penyerbukan sendiri (selfpollination). Penyebrukan sendiri, yaitu kepala putik diserbuki oleh tepung sari
dari bunga yang sama (Kartono, 2005).
Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak akan berbunga bila
lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Apabila lama penyinaran
kurang dari batas kritik, maka kedelai akan berbunga. Pada lama penyinaran 12
jam hampir semua varietas kedelai dapat berbunga beragam dari 20-60 hari
setelah tanam. Apabila lama penyinaran melebihi periode kritik, tanaman kedelai
akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya tanpa pembungaan (Karamoy, 2009).
Di Indonesia, tanaman kedelai pada umumnya mulai berbunga pada umur 30-50
hari setelah tanam (Fachruddin, 2000). Faktor lain seperti suhu, nutrisi, intensitas
cahaya mungkin mempengaruhi respon kedelai yang sesuai untuk pembungaan
namun di lapangan lama penyinaran biasanya pengaruh utama dalam induksi
pembungaan. Tanaman kedelai biasa mengalami pengguguran bunga, hingga

5

mencapai 75 persen. Kedelai biasanya menghasilkan banyak bunga daripada buah
yang terbentuk. (Johnson and Bernard, 1963).
Buah kedelai berbentuk polong dan setiap polong berisi satu sampai
empat biji. Biji umunya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong.
Ukuran biji berkisar antara 6-30 gram/100 biji. Ukuran biji diklasifikasikan
menjadi tiga kelas, yaitu biji kecil (6-10 gram/100 biji), sedang (11-12 gram/100
biji), dan besar (13 atau lebih/100 biji). Warna kulit biji bervariasi antara lain,
kuning, hijau, cokelat, dan hitam (Fachruddin, 2000).

Lingkungan Tumbuh
Kedelai sebagai tanaman legum memiliki areal kesesuaian lingkungan
dalam hal lintang, ketinggian tempat, suhu, panjang hari, dan kelembaban.
Panjang hari dan intensitas penyinaran (radiasi) surya penting untuk diperhatikan
dalam budidaya tanaman kedelai. Faktor iklim terutama radiasi surya perlu
diperhatikan (Baharsjah, 1992).
Di Indonesia kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di
dataran rendah samapi ketinggian 900 meter diatas permukaan laut (dpl).
Meskipun demikian telah banyak varietas atau genotipe kedelai dalam negeri
maupun introduksi yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran tinggi
(pegunungan) ± 1 200 m dpl. (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Kedelai biasanya
ditanam di daerah dengan garis lintang 550 LU atau 550 LS, pada ketinggian dari
permukaan laut sampai dengan 2 000 mdpl (Giller dan Dashiell, 2010).
Kisaran suhu untuk pertumbuhan kedelai adalah 10-350C, diatas suhu
350C tanaman dapat tumbuh namun kurang baik, dan diatas suhu 400C
produksinya hampir tidak ada. Suhu yang kurang sesuai terhadap tanaman kedelai
dapat mengakibatkan berkurangnya inisiasi bunga dan pembentukan polong
(Baharsjah, 1992). Kondisi iklim yang cocok untuk penanaman kedelai di
Indonesia umumnya adalah daerah dengan suhu antara 25-270C (Rukmana dan
Yuniarsih, 1996). Meskipun tanaman tumbuh dengan baik pada temperatur 10350C, namun suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan pada
umumnya sekitar 300C (Giller dan Dashiell, 2010).

6

Pada umumnya kedelai menghendaki tanah yang berstruktur remah
dengan keasaman sedang (pH 5-7) (Baharsjah, 1992). Nilai pH ideal bagi
pertumbuhan kedelai dan bakteri Rhizobium adalah 6.0-6.8. Apabila pH diatas 7.0
tanaman kedelai mengalami klorosis sehingga tanaman menjadi kerdil dan
daunnya menguning. Sementara pada pH di bawah 5.0 kedelai mengalami
keracunan Al, Fe, dan Mn, sehingga pertumbuhannya terganggu. Untuk
menaikkan pH, dilakukan pengapuran misalnya dengan Kalsit (CaCO3), Dolomit
(CaMg(CO3)2), atau kapur bakar. Pemberian kapur dilakukan sekitar 2-4 minggu
sebelum tanam, bersamaan dengan pengolahan lahan. Tanaman kedelai dapat
ditanam pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi yang baik. Jenis
tanah yang sangat cocok untuk kedelai adalah Aluvial, Regosol, Grumosol,
Latosol, dan Andosol (Fachruddin, 2000).
Kedelai tergolong pada tanaman yang tidak tahan kekeringan dan
kelebihan air. Kekeringan akan menurunkan hasil, sedangkan pengairan
berlebihan dalam ketersediaan air terbatas disamping menurunkan hasil juga
mengurangi luas pertanaman. Teknik irigasi dan teknik konservasi air khusus
dikembangkan dalam usaha memanipulasi status air tanah agar sesuai dengan
kebutuhan air kedelai (Sumarno dan Harnoto, 1993). Kondisi iklim yang cocok
untuk penanaman kedelai di Indonesia umumnya adalah daerah dengan
kelembaban udara (RH) rata-rata 65% dan curah hujan paling optimum antara
100-200 mm/bulan (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Kedelai membutuhkan
setidaknya 500 mm air selama musim pertumbuhan untuk perkembangan yang
baik dengan konsumsi air dalam kondisi optimal adalah 850 mm (Giller dan
Dashiell, 2010).

Sistem Produksi
Pemilihan benih yang baik sangat penting, sebab akan mempengaruhi
penampilannya di lapang. Kedelai dengan daya tumbuh rendah mengakibatkan
jumlah per satuan luas akan berkurang. Pemilihan varietas kedelai yang sesuai
dengan kebutuhan, mampu beradaptasi dengan kondisi lapang, dan memenuhi
standar mutu benih yang baik sangat penting (Fachruddin, 2000).

7

Di sebagian besar negara, kedelai ditanam dalam baris. Seperti
kebanyakan tanaman tahunan lainnya, hampir segala sesuatu tentang budidaya
kedelai mekanik, dari penyusunan tanah untuk penanaman, budidaya, aplikasi
bahan kimia, dan panen. Praktek budidaya seperti persiapan lahan konservasi atau
penanaman langsung semua merujuk kepada cara untuk mengurangi atau
menghilangkan tahap pengolahan tanah. Budidaya tersebut menguntungkan, yaitu
sistem budidaya lebih organik, mengurangi jumlah mesin yang digunakan, dan
mengurangi biaya keseluruhan produksi. Pemanenan terjadi sekali per tahun.
Kedelai dipanen dan dipotong dari tangkai dan dipisahkan biji dari polong dan
sisa tanaman (Aquino, 2002).
Umur panen kedelai ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu varietas dan
ketinggian tempat penanaman. Di daerah dataran tinggi, umur tanaman kedelai
siap panen lebih lama 10-20 hari dibandingkan dengan di daerah dataran rendah.
Ciri–ciri umum tanaman kedelai siap panen diantaranya adalah: polong berwarna
kuning kecoklatan secara merata, daun sudah banyak yang kering dan rontok,
batang sudah mengering (Fachruddin, 2000).

Faktor yang Mempengaruhi Fotosintesis
Pertanian pada dasarnya merupakan sistem pemanfaatan energi matahari
melalui proses fotosintesis. Produksi tanaman budidaya pada dasarnya tergantung
pada ukuran dan efisiensi sistem fotosintesis. Tempat utama terjadinya
fotosintesis pada legum pangan adalah pada daun. Tidak seperti pada tanaman
serealia dimana kegiatan fotosintesis pada malai dapat memberikan andil sampai
50 persen atau lebih dari fotosintat yang dibutuhkan oleh biji-biji yang sedang
mengisi, polong-polong hijau dari legum tidak menunjukkan adanya fiksasi CO2
dari udara (Baharsjah, 1992).
Laju fotosintesis berbagai tanaman berbeda sesuai dengan dimana spesies
tersebut berada. Perbedaan ini sebagian disebabkan oleh adanya keragaman pada
kondisi optimum tiap-tiap spesies. Berbagai faktor yang mempengaruhi
fotosintesis diantaranya adalah H2O, CO2, cahaya, hara, unsur hara, dan suhu.
Pada tumbuhan tingkat tinggi nampaknya fotosintesis sangat dibatasi oleh faktor
air. Lebih detail dinyatakan bahwa cahaya juga mempengaruhi produksi maupun

8

proses yang terjadi pada fotosintesis. Pada tanaman alfalfa (Medicago sativa),
yang diamati selama dua hari di akhir musim panas dengan pengaruh awan
menutupi beberapa waktu, menunjukkan bahwa penambatan CO2 paling banyak
terjadi sekitar tengah hari ketika tingkat cahaya paling tinggi dan cahaya sering
membatasi fotosintesis terlihat dengan menurunnya laju penambatan CO2 ketika
tumbuhan terkena bayangan awan sebentar (Salisbury dan Ross, 1991).
Kisaran laju fotosintesis telah diteliti oleh Ogren dan Rinne pada Glycine
max, yaitu sebesar 12-24 CO2dm-2h-1. Laju fotosintesis berubah dengan
bertambahnya umur tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis
yaitu, intensitas serta lamanya penyinaran, difusi CO2, karboksilasi, translokasi,
dan banyaknya klorofil per satuan luas daun (Baharsjah, 1992).

Adaptasi Terhadap Naungan
Pada tumbuhan dikotil, daun yang ternaungi berukuran lebih besar tapi
lebih tipis dibandingkan dengan daun dari tanaman yang biasa hidup dibawah
jumlah cahaya matahari yang cukup. Daun matahari (daun dari tanaman yang
tidak ternaungi) menjadi lebih tebal daripada daun naungan karena membentuk sel
palisade yang lebih panjang atau membentuk tambahan lapisan sel palisade.
Berdasarkan bobot, daun naungan umumnya juga mempunyai klorofil yang lebih
banyak, khususnya klorofil b, terutama karena tiap kloroplas mempunyai lebih
banyak grana dibandingkan dengan pada daun matahari. Kloroplas daun yang
ternaungai mempunyai protein stroma lebih sedikit, termasuk rubisko, dan
mungkin juga protein pengangkut elektron tilakoid lebih sedikit daripada daun
matahari. Daun naungan menggunakan lebih banyak energi untuk menghasilkan
pigmen pemanen cahaya yang memungkinkannya mampu menggunakan semua
cahaya dalam jumlah terbatas yang mengenainya (Salisbury dan Ross, 1991).
Salisbury dan Ross (1991) selanjutnya juga menjelaskan bahwa Alocasia
sebagai tanaman ternaungi mempunyai repon yang khas. Pada tanaman Alocasia,
spesies tersebut mempunyai laju fotosintesis yang jauh lebih rendah pada cahaya
matahari yang terang dibandingkan dengan tanaman budidaya atau tumbuhan lain
yang tumbuh di tempat terbuka. Respon fotosintesisnya mencapai jenuh pada
tingkat radiasi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan spesies lainnya. Pada

9

tingkat cahaya yang sangat rendah mereka biasanya berfotosintesis pada laju yang
lebih tinggi dibandingkan spesies yang lainnya dan titik kompensasi cahayanya
sangat rendah.
Adaptasi tanaman, terutama adaptasi tanaman kedelai terhadap naungan
telah banyak diteliti. Naungan berpengaruh terhadap karakter morfologi, anatomi,
fisiologi, dan produksi kedelai dengan meningkatkan tinggi tanaman (Mulyana
2006; Anggraeni 2010), luas daun trifoliat (Mulyana 2006; Kisman 2007),
kandungan klorofil a dan b (Jufri dan Mulyana 2006; Muhuria dan Kisman 2007;
Anggraeni 2010), menurunkan jumlah daun trifoliat (Mulyana 2006; Anggraeni
2010), tebal daun (Jufri 2006; Anggraeni 2010), kerapatan stomata (Mulyana
2006; Anggraeni 2010), polong isi, polong hampa, polong total, bobot biji per
tanaman, dan bobot 100 butir (Jufri dan Mulyana, 2006; Anggraeni 2010).

Analisis Pertumbuhan tanaman
Indeks Luas Daun (ILD) atau Leaf Area Index (LAI)
Pengukuran luas daun tanaman merupakan salah satu pengamatan yang
cukup penting dalam penelitian fisiologi dan agronomi. Hasil pengukuran tersebut
dapat digunakan untuk menentukan indeks luas daun, laju asimilasi netto, efisiensi
fotosintesis, dan potensi fotosintesis daun. Cara pengukuran luas daun ini dapat
dilakukan dengan atau tanpa memotong daun dari tanaman. Pada penelitianpenelitian tertentu, misalnya transpirasi dan fotosintesis, sering diperlukan
pengukuran luas daun tanpa pemotongan daun dari tanamannya (Sutoro, 1986).
LAI (Leaf Area Index) merupakan nisbah luas daun (satu sisi permukaan
saja) tanaman terhadap luas permukaan tanah tempat tanaman tersebut tumbuh
(Salisbury dan Ross, 1991). Indeks Luas Daun (ILD) yang dibatasi dengan
pengertian perbandingan luas daun total dengan luas tanah yang ditutupi atau luas
daun diatas suatu luasan tanah, yang diusulkan untuk disebut Leaf Area Index
(LAI). Luas daun dan luas lahan memiliki satuan yang sama, sehingga peubah
analisis ini tidak memiliki satuan atau suatu nisbah yang tidak memiliki dimensi
(Watson dalam Sitompul dan Guritno, 1995).
LAI (Leaf Area Index) merupakan total bahan daun dalam suatu
lingkungan (ekosistem) didefinisikan sebagai wilayah satu-sisi dari total

10

fotosintesis jaringan per unit satuan luas pada permukaan atas tanah. LAI dari
tajuk tanaman memainkan peranan penting dalam mengontrol interaksi antara
lingkungan darat dan variabel atmosfer. Akurasi dan presisi Indeks Luas Daun
yang berasal dari pengindraan jauh atau citra jarak jauh sangat penting untuk studi
perubahan iklim, terutama pada skala regional dan lokal untuk meningkatkan
proses parameterisasi dalam berbagai kelas model (Gobron, 2008).

Laju Asimilasi Bersih (LAB) atau Net Assimilation Rate (NAR)
Tingkat Asimilasi Bersih (LAB) berdasarkan luas daun, berat kering,
protein dan kandungan klorofil telah diukur untuk banyak spesies. Pentingnya
luas daun dalam menentukan hasil telah banyak dibahas, tetapi penelitian terbaru
sampai pada keterbatasan pengukuran luas daun total (Ohlrogge, 1963).
Laju asimilasi bersih adalah laju penimbunan berat kering per satuan luas
daun per satuan waktu. LAB merupakan ukuran rata-rata efisiensi fotosintesis
daun dalam suatu komunitas tanaman budidaya. LAB paling tinggi nilainya pada
saat tumbuhan masih kecil dan sebagian besar daunnya terkena sinar matahari
langsung. Dengan bertumbuhnya tanaman budidaya dan dengan meningkatnya
LAI, makin banyak daun terlindung, menyebabkan penurunan LAB sepanjang
musim pertumbuhan. Laju asimilasi bersih merupakan ukuran rata-rata efisiensi
fotosintesis daun dalam suatu komunitas tanaman budidaya (Gardner et al., 1991).
LAB atau NAR dalam banyak literatur sering disebut juga dengan HSD
(Harga Satuan Daun). Hal tersebut kurang tepat untuk menyatakan pertambahan
bahan baru tanaman. Hal ini didasarkan atas alasan bahwa bahan baru tanaman
yang dibentuk tidak hanya berasal dari produk reduksi CO2 dalam proses
fotosintesis, tetapi juga unsur hara yang diambil akar dari dalam tanah. Sementara
NAR mempunyai pengertian tingkat asimilasi CO2 bersih, yaitu jumlah total CO2
yang diambil tanaman dikurangi dengan jumlah yang hilang melalui respirasi
(Sitompul dan Guritno, 1995). Laju asimilasi bersih dapat menggambarkan
produksi bahan kering atau merupakan produksi bahan kering per satuan luas
daun dengan asumsi bahan kering tersusun sebagian besar dari CO2 (Kastono et
al, 2005).

11

Nisbah Luas Daun (NLD) atau Leaf Area Ratio (LAR)
Suatu peubah pertumbuhan yang dapat digunakan untuk mencerminkan
morfologi tanaman adalah nisbah luas daun (NLD), yaitu hasil bagi dari luas daun
dengan berat kering total tanaman. Indeks ini mencangkup proses pembagian dan
translokasi asimilat ke tempat sintesa bahan daun dan efisiensi penggunaan
substrat dalam pembentukan luasan daun (Sitompul dan Guritno, 1995).

Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) atau Relative Growth Rate (RGR)
Merupakan pertambahan berat kering tanaman pada suatu waktu tertentu
(Beadle, 1993). Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) merupakan peningkatan berat
kering tanaman dalam suatu interval waktu, erat hubungannya dengan berat awal
tanaman. Asumsi yang digunakan untuk persamaan kuantitatif LPR adalah bahwa
pertambahan biomassa tanaman per satuan waktu tidak konstan tetapi tergantung
pada berat awal tanaman. Bahwa keseluruhan tanaman yang dinyatakan dalam
biomassa total tanaman dipertimbangkan sebagai suatu kesatuan untuk
menghasilkan bahan baru tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995).
LPR dapat digunakan untuk mengukur produktivitas (efisiensi) biomassa
awal tanaman, yang berfungsi sebagai modal, dalam menghasilkan bahan baru
tanaman. Perbedaan LPR dapat terjadi diantara spesies akibat perbedaan dalam
laju fotosintesis dan efisiensi biomassa. Dalam aspek biosintesis, tanaman yang
mengandung banyak protein per unit biomassa seperti tanaman kacang-kacangan
akan membentuk biomassa yang lebih sedikit per satuan substrat (karbohidrat)
yang tersedia dari tanaman yang mengandung protein lebih sedikit dari tanaman
serealia. Energi yang dibutuhkan akan meningkat dengan peningkatan kandungan
protein, sementara energi tersebut diperoleh dari proses perombakan (respirasi
aerobik atau fermentasi) dari substrat. Tanaman yang tergolong ke dalam tanaman
C4 seperti jagung mempunyai LPR yang tinggi, jauh lebih tinggi dari LPR
tanaman golongan C3 seperti Theobroma cacao (Sitompul dan Guritno, 1995).

Luas Daun Spesifik (LDS) atau Specific Leaf Area (SLA)
Luas daun spesifik yaitu hasil bagi luas daun dengan berat daun. Indeks
ini mengandung informasi ketebalan daun yang dapat mencerminkan unit

12

organela fotosintesis. Kuanta cahaya merupakan faktor yang dominan dari
biomassa tanaman dalam memicu aktifitas sifat dalam tanaman (genetik) yang
mengendalikan nilai luas daun spesifik. Tanggapan luas daun spesifik kepada
perubahan kuanta radiasi dalam jangka pendek cukup sensitif (Sitompul dan
Guritno, 1995). Nilai luas daun spesifik yang semakin besar mengindikasikan
daun semakin tipis dan nilai luas daun spesifik tidak berpengaruh langsung
terhadap bobot biji (Sutoro et al., 2008).

METODOLOGI
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik di Kebun Percobaan Ilmu dan
Teknologi Benih IPB, Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Waktu pelaksanaan
penelitian dimulai dari bulan Maret sampai dengan Juni 2011. Analisis klorofil
dilakukan di Laboratorium Plant Analysis and Chromatography, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Analisis tanah dilakukan di
Laboratorium Analisis Tanah, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik,
Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah dua genotipe kedelai, yang terdiri
dari genotipe toleran (Ceneng) dan genotipe peka (Godek) terhadap naungan.
Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang yang
dicampur seluruhnya dengan perbandingan 1:1 yang kemudian dimasukkan
kedalam polibag. Bahan kimia yang digunakan meliputi alkohol dan aseton 80%
untuk analisis klorofil. Karbofuran 3G untuk mencegah lalat bibit. Pestisida
digunakan sesuai dengan kebutuhan. Peralatan yang dibutuhkan adalah alat ukur
(meteran), timbangan digital, solarimeter, termohigrometer, label, paranet 50%,
gelas ukur, mortar, spektrofotometer, polibag, plastik untuk pembuatan rumah
plastik, bambu, kawat, tali, screen dan alat budidaya untuk menanam kedelai
dalam polibag.

Metode Penelitian
Percobaan disusun dengan menggunakan Rancangan Split Plot Design
dengan anak petak tersarang pada petak utama dengan tiga ulangan. Petak utama
terdiri dari dua tingkat naungan dan faktor kedua adalah dua genotipe/varietas
kedelai sebagai anak petak, sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Petak utama
berupa intensitas cahaya yang diatur menggunakan naungan paranet: N0=0%
(tanpa naungan), N50=50% (dengan naungan 50%). Anak petak berupa dua

14

genotipe kedelai, yaitu G1=genotipe peka dan G2=genotipe toleran terhadap
cahaya. Model aditif linier yang digunakan adalah:
Yijk=µ + Ni + Uk(Ni) + Gj + (NG)ij + Eijk
keterangan:
Yijk

= nilai pengamatan pada kelompok ke-i yang memperoleh taraf dari
faktor naungan ke-j dan faktor genotipe kedelai ke-k

µ

= nilai rataan umum

Ni

= pengaruh aditif dari taraf naungan ke-i, i = 0, 1

Uk(Ni) = pengaruh ulangan ke-k dalam naungan ke-i , k = 1, 2, 3
Gj

= pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor genotipe, j = 1, 2

(NG)ij

= pengaruh interaksi taraf ke-i faktor naungan dan taraf ke-j faktor
genotipe kedelai

Eijk

= galat percobaan

Pelaksanaan Penelitian
Persiapan
Tahap awal penelitian ini adalah persiapan bangunan tanam yang berupa
rumah plastik dan pemasangan paranet dalam rumah plastik sesuai perlakuan.
Rumah plastik ini nantinya berfungsi sebagai penahan/pelindung tanaman dari
hujan. Persiapan benih meliputi benih pengujian daya berkecambah. Langkah
selanjutnya yaitu persiapan media tanam dan polibag. Media tanam dengan
campuran tanah dan pupuk kandang (1:1) dicampur dan dimasukkan kedalam
polibag. Pengukuran kapasitas lapang dilakukan setelah persiapan media tanam
untuk menentukan volume penyiraman pada masing–masing polibag.

Analisis Tanah
Sebelum penanaman, dilakukan analisis tanah utuk mengetahui kandungan
unsur hara guna keperluan pemupukan. Analisis tanah dilakukan dengan cara
pengambilan tanah sebagai sampel pada polibag, kemudian dianalisis kandungan
haranya di laboratorium analisis tanah Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik (Balittro) Bogor.

15

Penanaman dan Pemeliharaan
Kegiatan pertama untuk sebelum penanaman adalah pengujian daya
berkecambah benih kedelai dari dua genotipe. Pengujian daya berkecambah
dilakukan di Laboratorium Benih Leuwikopo, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, IPB. Pengujian daya berkecambah ini menggunakan metode UKDdp
dengan menggunakan media kertas buram. Hitungan pertama untuk menghitung
daya berkecambah dilakukan pada hari ketiga dan hitungan kedua pada hari
kelima setelah pengujian.
Karakteristik benih kacang-kacangan yang baik diantaranya adalah daya
tumbuh tinggi, lebih dari 80%, tidak tercampur dengan varietas lain atau dapat
dikatakan tingkat kemurniannya tinggi, yakni antara 98%-100%, memiliki
kecepatan tumbuh (vigor) yang baik, biji berwarna mengkilat, tidak keriput,
bernas, dan bebas dari gigitan serangga, dan tidak tercampur dengan kotoran,
gulma, atau biji tanaman lain (Fachruddin, 2000).
Penanaman dilakukan jika rumah plastik dan naungan sesuai perlakuan
telah selesai dibuat dan siap untuk digunakan. Benih dari masing-masing genotipe
untuk setiap ulangan ditanam dalam polibag. Penanaman dilakukan dalam polibag
ukuran 35 cm×35 cm dengan tiga benih dalam satu polibag. Benih kedelai yang
telah dimasukkan dalam polibag yang berisi media tanam diberi Karbofuran 3G
sebanyak ± 3 butir/lubang untuk mencegah serangan serangga lalat bibit.
Benih yang digunakan terutama benih yang berwarna cerah, mengkilap,
dan utuh. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan pada polibag dan daerah
sekitar polibag sesuai kebutuhan. Setiap petakan diambil lima tanaman contoh
secara acak untuk diamati sesuai dengan peubah agronomi, dua tanaman contoh
untuk peubah analisis pertumbuhan dan dua tanaman contoh pada masing-masing
petakan untuk analisis fisiologi.

16

Pengamatan
Pengamatan agronomi yang dilakukan diantaranya:
1. Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu hingga tanaman mulai
berbunga. Tinggi tanaman diukur dari kotiledon sampai titik tumbuh yang
terletak diujung batang.
2. Jumlah daun trifoliat (helai)
Jumlah daun dihitung mulai daun trifoliat pertama sampai daun yang sudah
terbuka penuh dan dilakukan setiap minggu hingga tanaman mulai berbunga.
3. Umur berbunga (HST)
Perhitungan dilakukan satu kali, yaitu saat tanaman sudah berbunga

75%

dari jumlah tanaman contoh setiap perlakuan
Pengamatan analisis pertumbuhan diantaranya:
1. Indeks Luas Daun (ILD) atau Leaf Area Index (LAI)
Adalah luas daun (A) pada tiap satuan luas tanah (P)
ILD= LAI =
Pengukuran ILD ini dengan cara memotong bagian daun dari tanaman,
kemudian dilakukan pengukuran terhadap luas masing–masing daun dari
masing–masing tanaman contoh.
2. Laju Asimilasi Bersih (LAB) atau Net Assimilation Rate (NAR) g/m2/hari
Adalah jumlah total CO2 yang diambil tanaman dikurangi dengan jumlah yang
hilang melalui respirasi. Dihitung dengan laju peningkatan bobot kering
tanaman pada saat tertentu (t) tiap satuan luas daun (L) per satuan waktu (t)
NAR=

(

)

×

(

)
(

)

Bobot kering tanaman didapat dengan cara mengambil sampel tanaman
beserta akarnya, kemudian ditimbang dan dikeringkan dengan menggunakan
oven, selanjutnya ditimbang lagi untuk mendapatkan bobot kering.
3. Nisbah Luas Daun (NLD) atau Leaf Area Ratio (LAR) m2/g
Adalah perbandingan luas daun (L) terhadap bobot kering tanaman yang ada
(W)
NLD=LAR=

17

Luas daun didapat dengan cara yang sama seperti pada pengukuran luas daun
ILD dan bobot kering juga didapat dengan cara yang sama seperti dalam
mendapatkan bobot kering tanaman pada LAB.
4. Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) atau Relative Growth Rate (RGR) g/g/hari
Adalah suatu peningkatan bobot kering (W) tiap satuan waktu (T)
LPR=RGR=
Bobot kering didapat dengan cara yang sama seperti dalam mendapatkan
bobot kering tanaman pada LAB.
5. Luas Daun Spesifik (LDS) atau Specific Leaf Area (SLA) m2/g
Adalah hasil bagi luas daun (A) dengan berat daun (BD) seperti yang ditunjukkan persamaan berikut.
LDS=

A
BD

Semua pengamatan analisis pertumbuhan tanaman diukur sebanyak lima kali,
yaitu pada stadium buku ketiga (V3), stadium mulai berbunga (R1), stadium
berbunga penuh (R2), stadium mulai berpolong (R3), dan stadium berpolong
penuh (R4).

Pengamatan karakter Fisiologi, yaitu:
Karakter fisiologi yang diamati adalah kandungan klorofil. Kandungan
klorofil diukur lima kali, yaitu pada stadium buku ketiga (V3), stadium mulai
berbunga (R1), stadium berbunga penuh (R2), stadium mulai berpolong (R3), dan
stadium berpolong penuh (R4) pada daun ketiga dari pucuk dengan menggunakan
metode Sims dan Gamon (2002).
Analisis klorofil di laboratorium dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Contoh daun diambil dan digerus dengan mortar, kemudian ditambah aseton
80% secukupnya untuk memudahkan penggerusan.
2.