Bioavailabilitas kalsium dan zat besi in vitro cookies pati garut (Maranta arundinaceae L) dengan penambahan Torbangun (coleus amboinicus Lour) pada berbagai minuman

(1)

BIOAVAILABILITAS KALSIUM DAN ZAT BESI IN VITRO

COOKIES PATI GARUT (Maranta arundinaceae L) DENGAN

PENAMBAHAN TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour) PADA

BERBAGAI MINUMAN

ASIA MUFLIHAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ABSTRACT

ASIA MUFLIHAH.

Calcium and Iron In Vitro Bioavailability of Arrowroot Starch Cookies (Maranta arundinaceae L) by Adding Torbangun (Coleus amboinicus Lour) in Variety of Baverage. Under Direction of

RIZAL DAMANIK.

Mineral deficiencies, such as calcium and iron, remain a major problem in many developing countries including Indonesia. Arrowroot starch cookies with torbangun flour addition (namely PGT cookies) is one of innovative product which is developed as one of micronutrient source. PGT cookies contain 527 Cal, calcium 405.18 mg/100g and iron 3.76 mg/100 g. PGT Cookies as snack are commonly consumed with drinks, such as tea, portable water, coffee and milk. Nutrient and non-nutrient contain of food which is consumed together can interact one another and possibely influence nutrient bioavailability. This research aimed to indetify calcium and iron in vitro bioavailability of PGT cookies and baverage mixture. Calcium bioavailability lies between 0.76 – 11.46%. Iron bioavailability lies between 0.92 – 5.95%. One way ANOVA test shown that types of mixture significantly affect the calcium and iron bioavailability (p<0.05). Based on Pearson correlation test result, protein have positive (+0.644) and significant (p<0.01) affection to calcium bioavailability. Furthermore, total iron have negative (-0.743) and significant (p<0.01) affection to iron bioavalability. Mixture of PGT cookies and milk have highest calcium (41,77 mg/100g) and iron (0,153 mg/100g) available. In conclusion, torbangun adding in cookies and consumption together with milk increase calcium and iron available .

Keyword : bioavailability, calcium, iron, cookies, arrowroot, starch, torbangun, potable water, milk, tea, coffee


(3)

RINGKASAN

ASIA MUFLIHAH. Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi In Vitro Cookies Pati Garut (Maranta arundinaceae L) dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour) pada Berbagai Minuman. Pembimbing RIZAL DAMANIK.

Hingga kini kekurangan mineral sepeti kalsium dan zat besi masih merupakan masalah gizi di Indonesia. Penyebab utama kekurangan kalsium dan zat besi adalah ketidakcukupan asupan mineral dari makanan serta ketersediaan biologis (bioavailabilitas) mineral yang rendah dalam makanan (Rolfes & Whitney 2008). Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan produk pangan inovatif yang dapat menjadi sumber zat gizi mikro. Salah satunya berupa cookies pati garut dengan penambahan torbangun (selanjutnya disebut cookies PGT).

Garut (Maranta arundinaceae L), tanaman umbi-umbian yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, memiliki potensi yang cukup baik sebagai sumber energi namun rendah kandungan zat gizi mikro dan pemanfaatannya masih sedikit.. Sebaliknya, daun torbangun (Coleus amboinicus Lour), tanaman yang tumbuh liar dan tersebar luas di berbagai negara dengan komponen zat gizi mikro yang menonjol (NHEI 2005). Setiap 100 gram tanaman torbangun mengandung 279 mg kalsium, 13,6 mg zat besi dan 62,5 mg magnesium (Mahmud et al. 2009). Pemanfaatan daun torbangun sebagai makanan masih terbatas karena rasanya yang pahit dan langu.

Penambahan tepung torbangun sebagai sumber kalsium dan zat besi dalam cookies merupakan inovasi, meskipun demikian perlu disertai dengan pengetahuan tentang bioavailabilitasnya karena total kalsium dan zat besi yang tinggi dalam suatu produk belum menjamin jumlah kalsium dan zat besi yang dapat diserap oleh tubuh akan tinggi juga. Selain itu, pada kehidupan sehari-hari hampir tidak ada makanan yang dikonsumsi secara tunggal, melainkan bersama dengan jenis makanan atau minuman lain. Cookies sebagai makanan kudapan umumnya dikonsumsi bersama minuman. Jenis minuman yang umum dikonsumsi antara lain adalah teh, air minum dalam kemasan, kopi, dan susu (Popkin et al. 2006). Zat gizi ataupun non-gizi dari makanan dan minuman yang dikonsumsi (disajikan) bersamaan dapat saling berinterkasi secara positif maupun negatif dalam saluran pencernaan (Poerwadi 2011). Interaksi tersebut dapat mempengaruhi ketersediaan biologis (bioavailabilitas) zat-zat gizi (Heaney 2001).

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 hingga bulan Juli 2011. Pada penelitian ini terdapat 8 jenis kombinasi dari 2 jenis cookies yang diujikan (cookies kontrol dan cookies torbangun) dengan 4 jenis minuman pencampur (AMDK, susu, air teh, dan air kopi). Adapun 2 kombinasi lain dianggap sebagai kontrol masing-masing jenis cookies sehingga tidak


(4)

dicampurkan dengan minuman jenis apapun. Proporsi antara cookies dan minuman pencampur adalah 1 : 1 berdasarkan takaran saji masing-masing. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kandungan gizi cookies PGT dan minuman pencampur (AMDK, susu, air teh, dan air kopi). Selain itu, penelitian ini juga ingin mengetahui total kalsium dan zat besi, bioavailabilitas kalsium dan zat besi serta total kalsium dan zat besi tersedia pada campuran hasil kombinasi cookies dan minuman. Pengaruh kadar protein, total serat pangan, kalsium, zat besi, zinc, fosfor, dan vitamin C campuran terhadap bioavailabilitas kalsium dan zat besi juga dianalisis pada penelitian ini.

Cookies PGT mengandung energi 527 Kal dengan kadar air 3,70% bb, kadar abu 1,84% bk, kadar protein 10,52% bk, kadar lemak 23,64% bk, kadar karbohidrat 64,14% bk, serat pangan 5,19% bk, kadar kalsium 405,18 mg/100g, kadar besi 3,76 mg/100g, kadar fosfor 30,08 mg/100g, kadar zinc 0,81 mg/100g dan kadar vitamin C 1,04 mg/100g.

Minuman dengan kadar air tertinggi adalah AMDK (99,35% bb). Adapun kadar kadar abu, protein, lemak, dan serat pangan tertinggi terdapat pada susu dengan kadar berturut-turut 2,80% bk, 5,78% bk, 1,63% bk dan 3,44% bk. Kadar kalsium (61,93 mg/100g), zat besi (3,70 mg/100g), zinc (1,46 mg/100g), dan fosfor (21,56 mg/100g) tertinggi juga terdapat pada susu. Vitamin C tertinggi terdapat pada air kopi dengan kadar 7,92 mg/100g.

Rata-rata bioavailabilitas kalsium campuran berada dalam rentang 0,76% (campuran cookies PGT + teh) - 11,46% (campuran cookies kontrol + susu). Sementara itu, rata-rata bioavailabilitas zat besi berkisar antara 0,92% (campuran cookies PGT + teh) - 5,95% (campuran cookies kontrol). Analisis sidik ragam menunjukkan jenis campuran berkorelasi signifikan (p<0.05) terhadap bioavailabilitas kalsium maupun zat besi.

Total kalsium dan zat besi tersedia menunjukkan jumlah zat besi yang dapat diserap oleh tubuh dan dipengaruhi oleh total zat besi serta bioavailabilitasnya. Total kalsium yang tersedia pada campuran berkisar antara 3,19 mg/100g (campuran cookies PGT + teh) - 41,77 mg/100g (campuran cookies PGT + susu). Total zat besi tersedia campuran berkisar antara 0,056 mg/100 g (campuran cookies kontrol + teh) - 0,153 mg/100 g (campuran cookies PGT + susu). Yeung & Laquarta (2003) menyebutkan total kalsium dan zat besi tersedia akan tetap tinggi seiring dengan peningkatan total kalsium dan zat besi. Penambahan tepung torbangun dapat dikatakan bermanfaat dalam meningkatkan total kalsium maupun zat besi cookies PGT. Begitupun dengan penambahan susu pada campuran.

Berdasarkan uji korelasi Pearson diketahui kadar protein berkorelasi positif/sinergis (+0,644) secara signifikan (p<0,01) terhadap bioavailabilitas kalsium. Sementara bioavailabilitas zat besi berkorelasi negatif/antagonis (-0,743) secara signifikan (p<0,01) dengan total zat besi.


(5)

BIOAVAILABILITAS KALSIUM DAN ZAT BESI IN VITRO

COOKIES PATI GARUT (Maranta arundinaceae L) DENGAN

PENAMBAHAN TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour) PADA

BERBAGAI MINUMAN

ASIA MUFLIHAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(6)

Judul Skripsi : Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi In Vitro Cookies Pati Garut (Maranta arundinaceae L) dengan Penambahan Torbangun (Coleus amboinicus Lour) pada Berbagai Minuman

Nama : Asia Muflihah NIM : I14070126

Disetujui : Dosen Pembimbing

drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD NIP. 19640731 199003 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001


(7)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

―Bioavailabilitas Kalsium dan Zat Besi In Vitro Cookies Pati Garut (Maranta Arundinaceae L) dengan Penambahan Torbangun (Coleus Amboinicus Lour) pada Berbagai Minuman‖ ini. Sholawat dan salam Penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menginspirasi hati dan pikiran penulis. Banyak pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan ini, karena itu pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD. selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis.

2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati MSi. selaku dosen penguji utama sekaligus dosen pemandu seminar atas masukan dan sarannya demi kesempurnaan skripsi. 3. Kedua orangtua di rumah, Abi H. Achmad Rofi‘i, LC MM.Pd dan Ummi Eva

Sanusi yang selalu memberikan dukungan baik mental maupun material serta adik-adik tercinta Ananda Muadz, Mush‘ab, Abdurrahman, Fathimah, dan Ibrahim atas doa dan semangatnya.

4. Bapak Mashudi, selaku teknisi dan pembimbing laboratorium atas masukan dan bimbingannya yang sangat berharga.

5. Ibu Titi Riani M.Biomed, Ibu Nina, dan Bapak Bashri selaku laboran atas bantuan dan masukannya yang sangat berharga.

6. Abang Hans B. Findranov tercinta serta sahabat terbaik Tifanny Sukmawati dan Adiarti Nursasanti atas semua bantuan, motivasi, kritik, dan saran yang sangat berarti untuk penulis.

7. Teman-teman Koplag Jilid 2 (Anita, Panji, Kak Umi, Rahmi, Tien, Mahmud, Lina, Fitri, Anti, Priskila, dll), teman-teman GM 44, kakak kelas GM 43 (Kak Guntari, Kak Eva dan Kak Aim), adik - adik kelas GM 45 dan 46 yang telah memberi bantuan, motivasi, dan saran yang sangat berarti untuk penulis.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bogor, Agustus 2011 Penulis


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 November 1990 dari pasangan Bapak H. Achmad Rofi‘i, LC MM.Pd dan Ibu Eva Sanusi. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Penulis mengenyam pendidikan formal di SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Al-Khairat, Jakarta pada 1995 hingga tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SLTP IT Tashfia Boarding School di Bekasi pada tahun 2001 sampai 2004. Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Labschool Rawamangun, Jakarta.

Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Labschool Rawamangun dan diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama penulis mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di Majalah Pangan dan Gizi ―Emulsi‖ sebagai Sekretaris Umum pada periode kepengurusan 2007/2008 dan 2008/2009. Penulis juga bergabung dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) sebagai staff Divisi Informasi dan Komunikasi pada periode kepengurusan 2008/2009. Pada periode kepengurusan 2009/2010 penulis menjadi Sekretaris Umum dari Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (BP HIMAGIZI). Selain berorganisasi penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti kegiatan IPB Share, COHESI (Conference of Human Ecology Student of Indonesia), Nutrition Fair, Senzasional 2010, dll.

Tahun 2010 penulis menerima hibah Program Wirausaha Mandiri (PMW) dengan usaha ―Rainbow Petshop Berbasis Retail dan Online‖. Pada tahun yang sama penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kelurahan Kerinci Barat, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau. Pada tahun 2011, penulis melaksanakan Internship Dietetik di RSUD Ciawi, Bogor. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Biokimia Gizi Dasar (2009), Biologi Dasar (2009 dan 2010), Metabolisme Zat Gizi (2010 dan 2011), Analisis Zat Gizi Mikro (2010), dan Evaluasi Nilai Gizi (2011). Selama penulis mengikuti pendidikan di IPB, penulis merupakan penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).


(9)

DAFTAR ISI

Hlm

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan... 3

A. Tujuan Umum ... 3

B. Tujuan Khusus ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Kalsium ... 4

A. Fungsi Kalsium ... 4

B. Metabolisme kalsium ... 5

C. Kebutuhan kalsium ... 6

D. Kekurangan dan Kelebihan kalsium ... 7

Bioavailabilitas Kalsium ... 7

Zat Besi ... 11

A. Metabolisme Zat Besi... 12

B. Fungsi Zat Besi dalam Tubuh ... 13

C. Kekurangan dan Kelebihan Zat Besi ... 13

Bioavailabilitas Zat Besi ... 14

Cookies PGT (Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun)... 16

A. Cookies ... 16

B. Umbi Garut (Maranta arundinaceae L) ... 17

C. Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour) ... 19

Minuman... 21

A. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) ... 21


(10)

C. Teh Hitam Celup ... 23

D. Kopi Mix ... 25

METODOLOGI ... 28

Waktu dan Tempat ... 28

Bahan dan Alat ... 28

Metode Penelitian ... 29

A. Penelitian Pendahuluan ... 30

B. Penelitian Lanjutan ... 38

Rancangan Percobaan ... 40

Pengolahan dan Analisis Data ... 40

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

Analisis Kandungan Gizi Cookies PGT ... 41

Analisis Kandungan Gizi Minuman ... 46

Total Kalsium Campuran ... 52

Bioavailabilitas Kalsium Campuran ... 54

Total Kalsium Tersedia Campuran ... 59

Total Zat Besi Campuran ... 61

Bioavailabilitas Zat Besi Campuran ... 62

Total Zat Besi Tersedia Campuran ... 68

KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

Kesimpulan ... 71

Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Syarat mutu cookies berdasarkan SNI 01-2973-1992 ... 16

Tabel 2 Komposisi kimia umbi garut per 100 gram ... 18

Tabel 3 Kandungan gizi daun torbangun per 100 gram ... 20

Tabel 4 Syarat mutu AMDK berdasarkan SNI 01-3553-2006 ... 21

Tabel 5 Komposisi susu segar (per 100 mL) ... 22

Tabel 6 Syarat mutu susu UHT berdasarkan SNI 01-3950-1998 ... 23

Tabel 7 Syarat mutu teh celup hitam berdasarkan SNI 01-3753-1995 ... 24

Tabel 8 Komposisi komponen kimia daun teh segar dan daun teh hitam ... 24

Tabel 9 Syarat mutu kopi mix berdasarka SNI 01-4446-1998 ... 25

Tabel 10 Kandungan gizi cookies kontrol dan cookies PGT ... 41

Tabel 11 Kandungan gizi minuman ... 47

Tabel 12 Rata-rata total kalsium campuran ... 52

Tabel 13 Rata-rata total kalsium tersedia campuran ... 60

Tabel 14 Rata-rata total zat besi campuran ... 61

Tabel 15 Rata-rata total zat besi tersedia campuran ... 69

Tabel 16 Kandungan gross energy cookies kontrol dan cookies PGT... 80

Tabel 17 Kandungan air cookies kontrol dan cookies PGT ... 80

Tabel 18 Kandungan abu cookies kontrol dan cookies PGT ... 80

Tabel 19 Kandungan protein cookies kontrol dan cookies PGT ... 80

Tabel 20 Kandungan lemak cookies kontrol dan cookies PGT ... 81

Tabel 21 Kandungan karbohidrat cookies kontrol dan cookies PGT ... 81

Tabel 22 Kandungan serat pangan cookies kontrol dan cookies PGT ... 81

Tabel 23 Kandungan kalsium cookies kontrol dan cookies PGT ... 81

Tabel 24 Kandungan zat besi cookies kontrol dan cookies PGT... 82

Tabel 25 Kandungan zinc cookies kontrol dan cookies PGT ... 82

Tabel 26 Kandungan fosfor cookies kontrol dan cookies PGT ... 82

Tabel 27 Kandungan vitamin C cookies kontrol dan cookies PGT ... 82

Tabel 28 One-Sampel Statististic T-Test kandungan gizi cookies kontrol dan cookies PGT ... 83

Tabel 29 One-Sampel T-Test kandungan gizi cookies kontrol dan cookies PGT 83 Tabel 30 Kandungan air minuman... 84


(12)

Tabel 32 Kandungan protein minuman ... 84

Tabel 33 Kandungan lemak minuman... 85

Tabel 34 Kandungan karbohidrat minuman ... 85

Tabel 35 Kandungan serat pangan minuman ... 85

Tabel 36 Kandungan kalsium minuman ... 86

Tabel 37 Kandungan zat besi minuman ... 86

Tabel 38 Kandungan zinc minuman ... 87

Tabel 39 Kandungan fosfor minuman ... 87

Tabel 40 Kandungan vitamin C minuman pencampur ... 87

Tabel 41 One way ANOVA kandungan gizi minuman pencampur ... 88

Tabel 42 Uji lanjut Duncan kandungan air minuman ... 89

Tabel 43 Uji lanjut Duncan kandungan abu minuman ... 89

Tabel 44 Uji lanjut Duncan kandungan protein minuman ... 89

Tabel 45 Uji lanjut Duncan kandungan lemak minuman ... 89

Tabel 46 Uji lanjut Duncan kandungan karbohidrat minuman ... 90

Tabel 47 Uji lanjut Duncan kandungan serat pangan minuman ... 90

Tabel 48 Uji lanjut Duncan kandungan kalsium minuman... 90

Tabel 49 Uji lanjut Duncan kandungan zat besi minuman ... 90

Tabel 50 Uji lanjut Duncan kandungan zink minuman ... 91

Tabel 51 Uji lanjut Duncan kandungan fosfor minuman ... 91

Tabel 52 Uji lanjut Duncan kandungan vitamin C minuman ... 91

Tabel 53 Bioavailabilitas kalsium campuran ... 92

Tabel 54 Bioavailabilitas zat besi campuran ... 93

Tabel 55 One way ANOVA total Fe, bio Fe, Fe100g, total Ca, bio Ca, dan Ca100g ... 99

Tabel 56 Uji lanjut Duncan total Ca ... 99

Tabel 57 Uji lanjut Duncan bio Ca ... 100

Tabel 58 Uji lanjut Duncan Ca100g ... 100

Tabel 59 Uji lanjut Duncan total Fe ... 101

Tabel 60 Uji lanjut Duncan bio Fe... 101

Tabel 61 Uji lanjut Duncan Fe100g ... 101

Tabel 62 Hasil uji korelasi Pearson bio ca & bio fe terhadap kand. gizi campuran ... 103


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Umbi garut ... 18

Gambar 2 Daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) ... 20

Gambar 3 Produk cookies yang diteliti ... 28

Gambar 4 Kemasan minuman yang diteliti ... 29

Gambar 5 Proses pembuatan cookies (Faridah 2008 – modiikasi) ... 30

Gambar 6 Standar cara pembuatan air teh (Winarno 1995 – modiikasi) ... 31

Gambar 7 Standar cara pembuatan air kopi (Petunjuk penyajian pada kemasan Indocafe coffe mix) ... 31

Gambar 8 Inkubasi sampel bioavailabilitas kalsium in vitro dalam penangas air bergoyang (shaker water bath). ... 55

Gambar 9 Diagram batang rata-rata bioavailabilitas kalsium campuran ... 55


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Analisis Kandungan Gizi Cookies ... 80 Lampiran 2 Uji Statististic One-Sampel T-Test Analisis Kandungan Gizi Cookies ... 83 Lampiran 3 Hasil Analisis Kandungan Gizi Minuman ... 84 Lampiran 4 Hasil Sidik Ragam (One Way ANOVA) Kandungan Gizi Minuman ... 88 Lampiran 5 Hasil Uji Lanjut Duncan Kandungan Gizi Minuman ... 89 Lampiran 6 Bioavailabilitas Kalsium Campuran ... 92 Lampiran 7 Bioavailabilitas Zat Besi Campuran ... 93 Lampiran 8 Hasil Sidik Ragam (One Way ANOVA) Total Fe, Bio Fe, Fe100g, Total Ca, Bio Ca, dan Ca100g ... 99 Lampiran 9 Hasil Uji Lanjut Duncan Total Fe, Bio Fe, Fe100g, Total Ca, Bio Ca, dan Ca100g ... 99 Lampiran 10 Hasil Uji Korelasi Pearson Bio Ca dan Bio Fe Terhadap Kandungan Gizi Campuran... 103


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Vitamin dan mineral adalah zat gizi mikro yang berperan penting dalam berbagai tahapan metabolisme serta pemeliharaan fungsi tubuh. Hingga kini masalah kekurangan vitamin dan mineral merupakan masalah utama yang banyak dialami negara berkembang, termasuk Indonesia. Kurniasih et al. (2010) menyebutkan, jenis mineral yang menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah yodium, zat besi, dan seng (zinc). Jenis mineral lain seperti kalsium hanya dianggap sebagai masalah bagi kelompok tertentu, misalnya orang yang secara klinis terkait dengan resiko penyakit.

Kalsium berperan penting dalam proses pembentukan tulang dan gigi yang normal. Kalsium juga berperan dalam proses pembekuan darah, kontraksi otot, metabolisme sel, serta pengiriman isyarat dari saraf ke sel (Bredbenner et al. 2007). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh atau pada orang dewasa biasa disebut osteoporosis (Almatsier 2006).

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh dan berfungsi penting sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, alat angkut elektron di dalam sel serta komponen dari berbagai enzim. Kekurangan zat besi juga berkaitan erat dengan anemia gizi besi yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dengan jumlah penderita mencapai 1,2 milyar orang di seluruh dunia (Rolfes & Whitney 2008). Depkes (2008) menyebutkan dalam Riskesdas 2007, hingga tahun tersebut prevalensi anemia nasional masih 11,9%.

Penyebab utama kekurangan kalsium dan zat besi adalah ketidakcukupan jumlah kalsium dan zat besi dalam diet serta ketersediaan biologis (bioavailabilitas) kalsium dan zat besi yang rendah dalam makanan (Rolfes & Whitney 2008). Oleh karena itu, diperlukan pemecahan masalah gizi berbasis makanan (food base approach). Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan produk pangan inovatif yang dapat menjadi sumber zat gizi mikro. Salah satunya berupa cookies berbasis umbi pati garut dan daun torbangun (selanjutnya disebut cookies PGT) yang diharapkan tidak hanya dapat membantu memenuhi kebutuhan energi saja, tapi juga dapat menjadi pangan sumber kalsium dan zat besi. BSN (Badan Standarisasi


(16)

Nasional) pada tahun 1992 menjelaskan, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat.

Garut (Maranta arundinaceae L) tergolong tanaman umbi-umbian yang tersebar hampir di seluruh Indonesia namun pemanfaatannya sebagai bahan baku maupun produk olahan masih sangat sedikit. Umbi garut memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai sumber energi karena setiap 100 gram tepung umbi garut diketahui mengandung kalori (355,00 kal), karbohidrat (85,20 g), protein (0,70 g) dan lemak (0,20 g) (DKBM 2007). Meskipun demikian sebagaimana jenis umbi-umbian lainnya, umbi garut cenderung rendah kandungan zat gizi mikronya.

Sebaliknya, daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) adalah tanaman yang tumbuh liar dan tersebar luas di berbagai negara dengan komponen zat gizi mikro yang menonjol (NHEI 2005). Setiap 100 gram tanaman torbangun mengandung 279 mg kalsium, 13,6 mg zat besi dan 62,5 mg magnesium (Mahmud et al. 2009). Lebih lanjut Rumetor (2008) menyebutkan, selain komponen gizi dalam tanaman torbangun ditemukan juga komponen yang berkhasiat, yaitu senyawa-senyawa yang bersifat laktagogue (komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi) dan komponen farmaseutika (senyawa yang bersifat antibakterial, antioksidan dan penstabil). Daun torbangun meskipun memiliki kandungan zat gizi mikro yang tinggi, berkhasiat, tersedia dalam jumlah melimpah serta mudah didapat, namun pemanfaatannya sebagai makanan masih terbatas yakni hanya dimasak seperti sayur-sayur lainnya karena rasanya yang pahit dan langu.

Penambahan tepung daun torbangun dalam produk cookies yang tergolong sebagai makanan kudapan (snack) merupakan suatu inovasi. Meskipun demikian penambahan tepung daun torbangun sebagai sumber kalsium dan zat besi dalam cookies PGT harus disertai dengan pengetahuan akan ketersediaan biologisnya (bioavailabilitas) karena total kalsium dan zat besi yang tinggi dalam suatu produk belum menjamin jumlah kalsium dan zat besi yang dapat diserap oleh tubuh akan tinggi juga.

Selain itu, pada kehidupan sehari-hari hampir tidak ada makanan yang dikonsumsi secara tunggal, melainkan dikonsumsi bersama dengan jenis makanan atau minuman yang lain. Konsumsi cookies sebagai salah satu jenis makanan kudapan umumnya diiringi dengan konsumsi minuman. Jenis minuman


(17)

yang umum dikonsumsi antara lain adalah teh, air putih (potable water), kopi, susu, dan jus jeruk (Popkin et al. 2006). Zat gizi ataupun non-gizi dari makanan dan minuman yang dikonsumsi (disajikan) bersamaan dapat saling berinteraksi secara positif maupun negatif dalam saluran pencernaan (Poerwadi 2011). Interaksi tersebut dapat mempengaruhi ketersediaan biologis (bioavailabilitas) zat-zat gizi (Heaney 2001). Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai bioavailabilitas kalsium dan zat besi pada cookies PGT berdasarkan pendekatan pola konsumsi yang umum di masyarakat dengan cara mengkombinasikan cookies PGT dengan berbagai jenis minuman yang umum dikonsumsi.

Tujuan A. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioavailabilitas kalsium dan zat besi secara in vitro cookies PGT pada berbagai minuman.

B. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kandungan energi, kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat,

total serat makanan, kalsium, zat besi, zink, fosfor, dan vitamin C cookies PGT.

2. Mengetahui kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, total serat makanan, kalsium, zat besi, zink, fosfor, dan vitamin C minuman (Air minum dalam kemasan / AMDK, susu, air teh, dan air kopi).

3. Mengetahui total kalsium dan zat besi, bioavailabilitas kalsium dan zat besi serta total kalsium dan zat besi tersedia pada campuran hasil kombinasi cookies dan minuman.

4. Menganalisis pengaruh kadar abu, protein, total serat makanan, kalsium, zat besi, zink, fosfor, dan vitamin C minuman terhadap bioavailabilitas kalsium dan zat besi campuran.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada konsumen mengenai bioavailabilitas kalsium dan zat besi produk cookies PGT serta kombinasinya dengan minuman sehingga dapat mengoptimalisasikan konsumsi pangan sumber kalsium dan zat besi. Penggunaan tepung umbi garut dan daun torbangun pada produk cookies juga mendukung program diversivikasi produk pangan berbasis pangan lokal yang sedang diusung oleh pemerintah.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang paling melimpah dalam tubuh. Diperkirakan 1,5 - 2% berat badan orang dewasa atau setara dengan 1,0 -1,4 Kg terdiri dari kalsium (Winarno 2008). Menurut Almatsier (2006) 99% kalsium berada dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi dalam bentuk hidroksiapatit (3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2). Selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh, baik

dalam cairan ekstraseluler maupun cairan intraseluler.

Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma (darah) pada konsentrasi kurang lebih 2,25 – 2,60 mmol/l atau 9 - 10,4 mg/100 ml. Kadar kalsium dalam sirkulasi darah cenderung konstan dan jika bervariasi tidak sampai 10% (Almatsier 2006). Kalsium plasma berada dalam 3 bentuk yaitu ion bebas (47%), bentuk kompleks yang ikatannya lemah dengan fosfat, sitrat, dan sulfat (13%), serta bentuk terikat dengan protein terutama dengan albumin (40%). Konsentrasi kalsium dalam cairan tubuh ini diatur oleh hormon-hormon paratiroid (PTH) dan vitamin D (1,25-(OH)2D3) (Brody 1999).

A. Fungsi Kalsium

Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh. Rolfes & Whitney (2008) menyebutkan, kalsium tulang memiliki dua peranan utama dalam tubuh yaitu (1) sebagai bagian integral dalam strujtur tulang, memberi bentuk dan kekuatan pada tulang dan gigi sehingga dapat bergerak; (2) sebagai tempat penyimpanan kalsium, sehingga dapat membantu mengatur keseimbangan kalsium plasma. Menurut Anwar & Khomsan (2009), kurang lebih 5% dari total kalsium tulang siap untuk dipertukarkan setiap harinya

Kalsium plasma yang tersebar dalam cairan ekstraseluler maupun intraseluler, meskipun jumlahnya hanya 1% dari total kalsium tubuh namun memiliki peranan yang sangat vital. Winarno (2008) menyebutkan, kalsium plasma berperan dalam kontraksi otot, transmisi syaraf, penggumpalan darah, mengatur permeabilitas membran sel serta aktivasi enzim. Pada waktu otot berkontraksi kalsium berperan dalam interaksi protein di dalam otot, yaitu aktin dan miosin. Bila kalsium darah kurang dari normal otot akan kejang karena kepekaan serabut syaraf dan pusat syaraf terhadap rangsangan meningkat (Almatsier 2006).


(19)

Kalsium juga berperan dalam proses pembekuan darah. Protrombin mula-mula harus berikatan dengan kalsium sebelum diaktifkan menjadi trombin. Trombin kemudian membantu perubahan fibrinogen menjadi fibrin yang merupakan gumpalan darah. Kalsium juga merupakan bagian dari enzim yaitu lipase, suksinat dehidrogenase, dan beberapa enzim proteilitik tertentu. Selain itu, kalsium juga berperan dalam pengiriman impuls syaraf ke jaringan-jaringan tubuh, penyimpanan dan pelepasan neurotransmiter, penyimpanan dan pelepasan hormon, penyerapan dan pengikatan asam amino, pengaturan sekresi gastrin serta menjaga keseimbangan osmotik (Muchtadi, Palupi, & Astawan 1993).

B. Metabolisme kalsium

Pengaturan keseimbangan kalsium melibatkan sistem hormon dan vitamin D. Menurut Brody (1999), kalsium diabsorbsi melalui duodenum dan jejenum proksimal oleh protein pengikat kalsium yang disintesis sebagai respon terhadap kerja 1,25-dihidroksikolekalsiferol (1,25-dihidroksivitamin D3). Kalsium

membutuhkan pH 6 agar dapat berada pada keadaan terlarut. Absorbsi umumnya dilakukan secara aktif menggunakan calsium-binding-protein, adapun absorbsi pasif hanya terjadi pada permukaan saluran cerna (Almatsier 2006).

Rolfes & Whitney (2008) menyebutkan, rata-rata orang dewasa menyerap 25% kalsium yang dicerna. Persentase ini dapat meningkat jika kebutuhan kalsium tubuh tinggi. Wanita hamil mampu menyerap 50%, sementara anak dan remaja yang berada pada masa pertumbuhan dapat menyerap hingga 60% kalsium yang dicerna. Lebih lanjut menurut Almatsier (2006), kemampuan absorbsi kalsium memang lebih tinggi pada masa pertubuhan dan menurun pada proses menua. Kemampuan absorbsi kalsium laki-laki juga lebih tinggi daripada perempuan pada semua kelompok usia.

Manusia mempunyai kemampuan adaptasi terhadap konsumsi kalsium yang rendah sehingga dapat memelihara kalsium plasma pada batas normal. Keseimbangan konsentrasi kalsium plasma dikontrol oleh kombinasi daya kerja dari hormon paratiroid (PTH), kalsitosin, dan metabolit-metabolit aktif vitamin D. Penurunan kadar kalsium plasma sekalipun dalam jumlah kecil akan menstimulasi kelenjar paratiroid untuk mensekresi hormon paratiroid (PTH). Hormon paratiroid akan merangsang perubahan vitamin D menjadi metabolit yang paling aktif yaitu 1,25- dihidroksivitamin D3. Vitamin D bersama PTH bekerja


(20)

menstimulasi osteoclast untuk melepaskan kalsium tulang ke dalam plasma. Sebaliknya, jika kadar kalsium dalam darah meningkat kelenjar tiroid akan terstimulasi untuk mengeluarkan hormon kalsitosin. Hormon kalsitosin akan menghambat aktivasi vitamin D, mencegah reabsorpsi kalsium pada ginjal, membatasi absorpsi kalsium pada saluran cerna, serta menghambat pelepasan kalsium tulang oleh osteoclast (Rolfes & Whitney 2008).

Almatsier (2006) menambahkan, kalsium tulang tersebar di pool (cadangan) yang relatif tidak berubah/stabil dan pool yang cepat dapat berubah. Pool kalsium yang dapat cepat berubahlah terlibat dalam mekanisme homeostatis kalsium plasma. Cadangan kalsium tulang terutama disimpan pada bagian ujung tulang panjang dalam bentuk kristal yang dinamakan trabekula dan dapat dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui.

Menurut Martin et al. (1987), kalsium yang diabsorpsi akan diekskresikan melalui beberapa jalan. Sebagian besar kalsium disekresikan ke dalam lumen usus dan hampir semuanya hilang dalam feses. Ginjal mengekskresikan kalsium bila kadar kalsium plasma di atas 7 mg/100mL dan hanya sejumlah kecil kalsium diekskresikan melalui keringat. Weavey & Heaney (2008) menambahkan, jumlah kalsium yang diekskresikan melaui urin setiap hari berkisar antara 100-200 mg, adapun melalui feses 100-120 mg dan 16-24 mg melalui keringat.

C. Kebutuhan kalsium

Menurut Winarno (2008), keperluan kalsium dalam tubuh biasanya dihitung berdasarkan keseimbangan kalsium dimana cara perhitungannya hampir sama dengan cara menghitung keseimbangan nitrogen. Meskipun demikian menurut Muhilal, Jalal & Hardinsyah (1998), kecukupan kalsium untuk Indonesia lebih rendah daripada yang dianjurkan di berbagai negara industri, dengan pertimbangan bahwa perbandingan Ca dan P hidangan serta konsumsi protein umumnya rendah.

Berdasarkan WKNPG (2004), ditetapkan angka kecukupan kalsium remaja (10 - 18 tahun) dan dewasa (19 – 65+ tahun), baik pria maupun wanita, berturut-turut adalah 1000 mg/hari dan 800 mg/hari. Ibu hamil maupun menyusui membutuhan tambahan asupan kalsium sebanyak 150 mg/hari. Konsumsi kalsium sebesar 200-400 mg/hari menyebabkan keseimbangan kalsium tubuh menjadi negatif, sedangkan konsumsi 500-800 mg/hari dapat menyebakan keseimbangan normal dan cenderung positif.


(21)

Sumber kalsium dalam pangan yang memiliki tingkat absorpsi yang tinggi adalah susu dan hasil olahannya seperti keju dan yoghurt. Pangan sumber kalsium lain adalah sayuran berdaun hijau seperti kangkung, bayam, dan daun lobak cina, brokoli, kubis, bunga kol, kecambah, dan makanan yang difortifikasi kalsium seperti sereal dan jus buah (Bredbenner et al. 2007).

D. Kekurangan dan Kelebihan kalsium

Ketidakcukupan asupan kalsium, rendahnya absorpsi kalsium dan atau kehilangan kalsium yang berlebihan berkontribusi terhadap defisiensi kalsium. Defisiensi kalsium akan menyebabkan ketidaknormalan pada tulang seperti riketsia dan osteoporosis. Selain itu, defisiensi kalsium juga berasosiasi dengan kejadian kejang (tetani), hipertensi, kanker kolon, dan obesitas atau berat badan berlebih (Gropper et al. 2005).

Osteoporosis terjadi akibat aktifitas osteoklas yang berlanjut dan tidak diimbangi dengan aktifitas osteoblast sehingga resorpsi kalsium tulang lebih besar daripada formasi kalsium tulang. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria karena wanita mengalami penurunan estrogen yang membantu penyerapan kalsium pada plasma darah khususnya pada masa manopause. Selain itu orang kulit putih (kaukasia dan asia) lebih beresiko mengalami osteoporosis daripada orang kulit berwarna (Afrika) karena massa tulangnya lebih kecil. Osteoporosis juga lebih banyak terjadi pada perokok dan peminum alkohol (Almatsier 2006; Brody 1999).

Kondisi di mana kadar kalsium plasma berada di bawah kisaran normal (9-10 mg/100 mL) disebut hypokalsemia. Hypokalsemia dapat menyebabkan tetani atau kejang karena kepekaan serabut saraf dan pusat saraf terhadap rangsangan meningkat. Sebaliknya, konsumsi kalsium lebih dari 2500 mg sehari berpotensi menyebabkan hyperkalsemia yang selanjutnya dapat menyebabkan hyperkalsuria (kondisi dimana kadar kalsium dalam urin melebihi 300 mg/hari). Hyperkalsuria dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Disamping itu dapat juga menyebabkan konstipasi (kesulitan buang air besar). Kelebihan kalsium jarang terjadi akibat konsumsi makanan alami, umumnya terjadi karena mengkansumsi suplemen kalsium secara terus menerus (Almatsier 2006; Brody 1999).

Bioavailabilitas Kalsium

Tidak semua kalsium dalam bahan pangan dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini bergantung pada ketersediaan biologisnya (bioavailabilitas).


(22)

Bioavailabilitas kalsium menunjukkan proporsi kalsium yang tersedia untuk digunakan dalam proses metabolis terhadap kalsium yang dikonsumsi (Miller 1996).

Terdapat beberapa cara untuk mengukur bioavailabilitas dari kalsium, yakni secara in vitro ataupun in vivo. Metode in vivo mengukur mengukur absorpsi zat gizi pada manusia atau hewan. Adapun metode in vitro merupakan simulasi proses pencernaan makanan pada saluran gastrointestinal dalam kondisi tetap (Roig et al. 1998). Prinsip pengukuran bioavailabilitas metode in vitro adalah teknis dialisis menggunakan kantung dialisis. Dialisis digunakan untuk memisahkan molekul-molekul besar dan molekul-molekul kecil berdasarkan sifat membran semi permeabel yang meloloskan molekul kecil namun menahan molekul besar (Nur et al. 1989). Molekul kecil berpindah secara difusi, dimana terdapat suatu bagian larutan yang memiiki konsentrasi lebih tinggi sehingga terjadi perpindahan molekul kecil dari daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah (Gaman & Sherrington 1992).

Metode in vitro dapat digunakan untuk mendeteksi faktor yang mempengaruhi penyerapan kalsium dalam usus, namun tidak dapat mengukur bioavailabilitas secara tepat dibandingkan metode in vivo (Gueguen & Pointillart 2000). Hal ini dikarenakan pada metode in vitro enzim yang digunakan hanya dua jenis, yakni pepsin dan pankreatin bile yang berfungsi untuk memecah protein sehingga kalsium yang terikat akan lepas dan dapat berdifusi ke dalam kantung dialisis. Pada pencernaan manusia sebenarnya tidak hanya terdapat dua enzim dimana aktivitas enzim yang berbeda akan menghasilkan tingkat bioavailabilitas yang berbeda pula. Adanya interaksi yang kompleks antar mineral-mineral, serat pangan, dan komponen lain dalam makanan juga menyebabkan keseimbangan mineral pada manusia sulit dipelajari secara in vitro (Wilson et al. 1979). Meskipun demikian metode ini dinilai lebih menguntungkan karena dapat dilakukan dengan cepat, praktis, dan lebih murah (Damayanthi & Rimbawan 2008). Metode in vitro juga memungkinkan pengontroloan kondisi secara tepat selama pengujian dan mengurangi keragaman yang terjadi dalam penentuan secara in vivo (Sudharma 1995).

Secara umum bioavailabilitas kalsium dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor interinsik dan eksterinsik. Faktor interinsik berkaitan dengan keadaan fisiologis individu seperti umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, genetik, status gizi, efisiensi absorbansi dan interaksi zat gizi dalam tubuh. Adapun faktor


(23)

eksterinsik berkaitan dengan keadaan makanan seperti perlakuan pengolahan dan pemasakan, daya cerna makanan, keanekaragaman pangan, kelarutan zat gizi, interaksi sinergisme dan antagonisme dengan zat gizi lain dalam makanan yang berpengaruh pada penyerapan (O‘dell 1997; Potter & Hotckiss 1995; WHO 1996 dalam Rajagukguk 2004).

Allen (1982) menyebutkan, komponen makanan yang mempengaruhi bioavailabilitas kalsium meliputi fosfor, protein, komponen tumbuhan (serat, fitat, dan oksalat), laktosa, dan lemak. Lebih lanjut Gropper et al. (2005) menambahkan, keberadaan kation divalen (bervalensi dua) juga dapat mengurangi absorpsi kalsium. Berikut adalah penjelasan masing-masing komponen makanan yang mempengaruhi bioavailabilitas kalsium.

A. Fosfor

Kalsium dan fosfor saling memiliki hubungan yang erat dalam proses absorpsi kalsium. Secara teoritis, pengaruh fosfor terhadap absorpsi kalsium terjadi melalui dua jalan yaitu 1). secara langsung, mempengaruhi ketersediaan kalsium melalui interaksinya dalam diet dan 2). secara tidak langsung, dimediasi oleh respon hormonal tubuh terhadap kekurangan atau kelebihan fosfor (Allen 1982). Linder (2006) menyebutkan, konsumsi kalsium hendaknya dalam kisaran yang sama dengan konsumsi fosfor walaupun rasio kalsium dengan fosfor 1:1,5 mungkin dapat diterima. Tetapi rasio yang lebih dari 1:2, terutama jika konsumsi kalsium rendah, akan menyebabkan pengaruh negatif seperti demineralisasi tulang.

B. Protein

Protein harian juga berkaitan erat dengan absorpsi kalsium. Hasil penelitian Heaney (2002) menjelaskan bahwa peningkatan asupan protein akan meningkatkan ekskresi kalsium di urin dan menyebabkan keseimbangan kalsium negatif. Menurut Broody (1999) efek ini disebut calciuric effect of protein. Heaney (2002) menjelaskan bahwa hal ini disebabkan karena asupan protein yang tinggi akan menigkatkan laju filtrasi glomerolus sehingga resorpsi kalsium di dalam tubulus ginjal akan berkurang, dengan demikian kalsium lebih banyak dibuang ke urin.

Menurut Hugges dan Harris (2002), pada asupan kalsium harian yang rendah (<800 mg/hr), asupan protein 20% lebih tinggi berasosiasi dengan penurunan jumlah kalsium yang diabsorpsi sebanyak 23%. Heaney (2002) menyimpulkan bahwa protein dan kalsium bersifat sinergis terhadap tulang jika


(24)

keduanya tersedia dalam jumlah yang cukup dalam diet, dan bersifat antagonis jika asupan kalsium rendah.

C. Komponen tumbuhan

Beberapa penelitian secara in vitro menjelaskan bahwa serat makanan mengikat beberapa mineral sehingga menurunkan tingkat kelarutan dan bioavailabilitasnya (Ink 1988). Komponen utama serat makanan diklasifikasikan sebagai materi penyusun dinding sel tumbuhan (selulosa, polisakarida nonselulosa, dan lignin) atau polisakarida nonstruktural seperti pektin, gum, musilage, dan beberapa hemiselulosa (Allen 1982). Selulosa dapat meningkatkan massa feses dalam usus dan mengurangi transit time sehingga mengurangi waktu yang tersedia untuk absorpsi kalsium. hemiselulosa menstimulasi proliferasi oleh mikroba, yang pada akhirnya akan mengikat kalsium sehingga kalsium tidak dapat diabsorpsi (Gropper et al. 2005)

Adanya asam fitat akan membentuk kalsium fosfat yang tidak dapat larut sehingga tidak dapat diabsorpsi (Almatsier 2006). Fitat atau juga sering disebut asam fitat atau mioinositol heksafosfat ditemukan pada beberapa pangan yang berasal dari tumbuhan seperti kacang-kacangan, biji-bijian dan sereal. Fitat mengikat kalsium dan menurunkan ketersediaannya khususnya jika rasio fitat : kalsium lebih dari 0.2 (Gropper et al 2005).

Oksalat terdapat dalam jumlah yang besar pada sayuran daun berwarna hijau seperti bayam. Rasio kalsium dengan oksalat biasanya kurang dari 0,5, yang mengindikasikan bahwa semua kalsium yang terkandung dalam sayuran daun hijau seluruhnya berada dalam bentuk terikat dengan oksalat (Allen 1982). Absorpsi kalsium di usus dihambat oleh oksalat dengan mengkelat kalsium dan meningkatkan ekskresinya lewat feses (Gropper et al 2005). Absorpsi kalsium dalam bentuk kalsium oksalat hanya sekitar 10%. Kalsium yang berasal dari bayam hanya diabsorpsi sekitar 5% (Broody 1999). Sama halnya dengan oksalat dan fitat, keberadaan tanin dalam teh juga akan menghambat penyerapan kalsium (Bredbenner et al. 2007).

D. Laktosa

Laktosa juga akan meningkatkan absorpsi bila tersedia cukup enzim laktase. Laktosa meningkatkan transpor kalsium melalui difusi di ileum dibandingkan dengan transpor aktif (Allen 1982). Reiser (1988) menjelaskan bahwa laktosa diduga dapat meningkatkan potensial transmembran mukosa dan


(25)

mendorong influks kalsium lewat brush border dan dengan demikian akan meningkatkan absorpsi kalsium.

Interaksi laktosa dengan kalsium membentuk kompleks kalsium laktat yang memiliki tingkat absorpsi yang tinggi. Fermentasi laktosa oleh mikroba usus akan menghasilkan asam yang dapat menurunkan pH sehingga absorpsi lebih optimal. Penelitian yang dilakukan oleh Kabayashi et al. tahun 1975 memperlihatkan bahwa hidrolisis laktosa oleh enzim laktase menjadi galaktosa dan glukosa lebih efektif dalam meningkatkan absorpsi kalsium (Allen 1982).

E. Lemak

Asam lemak makanan yang tidak terabsorpsi memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya steatorea yang dapat menurunkan absorpsi kalsium melalui pembentukan kompleks asam lemak dan kalsium (insoluble calcium shoaps) dalam lumen di usus halus yang tidak dapat diabsorpsi dan akan diekskresikan lewat feses (Gropper et al. 2005). Pembentukan kompleks asam lemak dan kalsium akan meningkatkan panjang rantai asam lemak dan menurunkan tingkat ketidakjenuhannya (Allen 1982).

F. Kation divalen

Gropper et al. (2005) menjelaskan bahwa keberadaan kation divalen (bervalensi 2) seperti magnesium dan seng dapat mengurangi absorpsi kalsium ketika magnesium atau seng berada dalam keadaan berlebih dalam saluran pencernaan karena kedua mineral tersebut akan saling berkompetisi dalam hal penyerapannya di usus. Pengaruh kation divalen dalam bioavailabilitas kalsium dapat dikurangi jika konsumsinya tidak bersamaan sehingga keberadaannya dalam usus lebih rendah dari kalsium.

Zat Besi

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Tubuh manusia mengandung 2-4 gram besi atau setara dengan 38 mg/kg berat badan wanita atau 50 mg/kg berat badan pria. Lebih dari 65% zat besi dlm tubuh ditemukan dlm hemoglobin, lbh dr 10% dlm bentuk myglobin, dan 1-5% sbg bagian enzim. Sisanya beredar dlm darah atau disimpan. Makanan yang dikonsumsi manusia normal umunya mengandung kira-kira 20-25 gram besi/hari (Winarno 2008).

Menurut Muchtadi (1989), dalam tubuh zat besi dapat ditemukan dalam hemoglobin atau pigmen respirasi (60-70% total besi), mioglobin atau protein otot


(26)

bergaris yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen, enzim-enzim heme intraseluler(katalase dan sitokrom oksidase), metaloprotein (aktinoksidase, suksinodehidrogenase, DPNH sitoreduktase), kromatin, ferritin atau bentuk cadangan zat besi dalam jaringan retikuloendotelial (15% total besi), dan transferin atau bentuk transpor besi yang terikat pada beta-globulin (0,1% total besi).

Besi dalam badan sebagian terletak dalam sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom besi. Dalam sebuah molekul hemoglobin terdapat empat heme. Sel darah merah merah memiliki masa hidup 120 hari. Dalam tubuh terdapat 20.000 milyar sel darah merah. Setiap menit diproduksi dan didaur ulang 115 juta sel darah merah. Daur ulang sel darah melah terjadi di limpa dan besi yang terlepas digunakan kembali dalam metabolisme. Selain itu besi juga terdapat di sel-sel otot, khususnya miglobin. Berbeda dengan hemoglobin, mioglobin terdiri dari satu pigmen heme untuk setiap protein (Winarno 2008).

A. Metabolisme Zat Besi

Zat besi yang ada dalam tubuh berasal dari tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari daur ulang sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam tubuh, dan zat besi yang diserap dari saluran pencernaan. Dari ketiga sumber tersebut besi hasil hemolisis merupakan sumber utama. Pada manusia normal kira-kira 20-25 mg besi per hari berasal dari hemolisis, adapun yang berasal dari makanan hanya berkisar 1 mg. Dalam keadaan normal diperkirakan orang dewasa menyerap dan mengeluarkan zat besi sekitar 0,5 – 2,0 mg per hari (Winarno 2008).

Metabolisme zat besi terbagi menjadi lima bagian utama, yakni penyerapan, transportasi, pemanfaatan, penyimpanan, dan pembuangan. Besi dalam bahan makanan umumnya terdapat dalam bentuk heme (organik) dan nonheme (anorganik). Besi heme diabsorbsi di sel mukosa sebagai kompleks poriferin utuh. Selanjutnya besi yang ada dalam protein heme harus dibebaskan dahulu melalui pencernaan protein sehingga gugus hemenya terlepas. Proses pemecahan ikatan protein dengan gugus besi heme terjadi di lumen duodenum. Selanjutnya gugus besi heme yang telah dibebaskan dari protoforforin dengan bantun enzim hemooksigenase yang memecah cincin porfirin akan menghasilkan ion ferri (Fe3+), biliverdin, dan gas CO2 (Fairbank 1999).


(27)

Adapun besi non heme agar dapat diserap dalam tubuh melalui usus halus harus berada dalam bentuk terlarut (Fe2+). Oleh karena otu besi non heme akan diionisasi lebih dahulu oleh asam lambung, direduksi dalam bentuk ferro dan selanjutnya dilarutkan dalam cairan pelarut seperti asam askorbat, gula, dan asam amino yang mengandung sulfur (Fairbanks 1999). Besi heme dan non heme akan melawati jalur yang sama setelah meninggalkan sel mukosa usus dalam bentuk yang sama dengan alat angkut yang sama.

Absorbsi fe terutama terjadi di bagian atas usus halus (duodenum) dengan bantuan alat angkut protein khusus, yaitu transferin dan ferritin. Transferin terdapat dalam dua bentuk, transferin mukosa yang mengangkut besi dari saluran cerna ke dalam sel mukosa serta transferin reseptor yang ada di dalam sel mukosa dan mengangkut besi melalui darah ke semua jaringan tubuh. Transferin dapat mengikat dua ion ferri sekaligus dalam sekali waktu (Almatsier 2006). Taraf absorbsi oleh sel mukosa ditentukan oleh kebutuhan tubuh.

B. Fungsi Zat Besi dalam Tubuh

Zat besi terdapat dalam semua sel tubuh dan memegang peranan penting dalam beragam reaksi biokimia. Besi yang terdapat dalam enzim-enzim bertanggung jawab mengangkut elektron dari sitokrom, mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase) serta mengangkut oksgen melaui ikatan hemoglobin dan mioglobin (Hallberg 1988). Dalam setiap sel besi bekerjasama dengan beberapa protein rantai transpor elektron dalam melaksanakan tahapan akhir jalur metabolik yang menghasilkan energi. Proten memindahkan hidrogen dan elektron dari zat-zat gizi penghasil energi kepada oksigen, membentuk air, dan berperan dalam proses pembentukan ATP yang akan digunakan oleh sel (Rolfes & Whitney 2008). Zat besi juga mempengaruhi kemampuan belajar, sistem kekebalan tubuh.

C. Kekurangan dan Kelebihan Zat Besi

Jika tubuh mengalami kekurangan zat besi maka akan timbul anemia yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin. Selain itu secara fisik tubuh penderita akan pucat, lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran dan kekebalan tubuh, menurunnya kemampuan kerja dan konsentrasi belajar, gangguan penyembuhan luka serta apatis dan mudah tersinggung pada anak-anak (Almatsier 2006).

Kelebihan zat besi terjadi bila kadar besi dalam tubuh mencapai 200 – 1500 mg baik dalam bentuk simpanan protein ferritin ataupun homosiderin dalam


(28)

hati (30%), sum-sum tulang belakang (30%), dan dalam limpa dan otot. Dari simpanan besi tersebut hingga 50 mg dimobilisasi setiap harinya untuk keperluan metabolisme tubuh (Almatsier 2006).

Sebanyak 0,5 – 1 mg zat besi dikeluarkan setiap harinya melalui urine, keringat, dan feses. Besi dalam bentuk hemoglobin juga dapat keluar dri dalam tubuh jika terjadi pendarahan, menstruasi, kerusakan saluran urin (Suhardjo & Kusharo 1992).

Bioavailabilitas Zat Besi

Bioavailabilitas didefinisikan sebagai proporsi zat gizi yang digunakan oleh tubuh secara aktual dari pangan yang dikonsumsi (Hambracus 1999). Adapun bioavailabilitas zat besi didefinisikan sebagai jumlah zat besi dari bahan pangan yang ditransfer dari lumen usus ke dalam darah (Latunde-Dada, & Neale 1986). Bioavailabilitas zat besi sangat terkait dengan proses absorbsi zat besi dalam usus halus (duodenum) sehingga istilah bioavailabilitas zat besi dapat disamakan dengan absorbsinya dalam usus. Secara umum faktor yang mempengaruhii bioavailabilitas zat besi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor endogen (kondisi tubuh) dan faktor eksogen (zat makanan).

Faktor eksogen yang mempengaruhi bioavailabilitas zat besi meliputi berbagai komponen bahan pangan yang berinteraksi dalam pelepasan zat besi, yaitu kandungan zat besi dalam bahan pangan, bentuk zat besi dalam bahan pangan, faktor pendorong dan penghambat absorbsi zat besi yang berasal dari makanan.

A. Kandungan zat besi.

Hallberg (1988) mengemukakan bahwa kandungan zat besi dalam bahan pangan khususnya zat besi nonheme menentukan jumlah zat besi yang diabsorbsi. Weaver & Heaney (2008) juga menyatakan bahwa fraksi zat besi yang diserap umumnya bervariasi dan rata-rata akan berkebalikan dengan asupannya. Efisiensi absorbsi zat besi memang berbanding terbalik dengan total zat besi dalam makanan. Semakin besar total zat besi makanan, maka persentase zat besi yang diabsorbsi akan semakin rendah (Yeung & Laquarta 2003)

B. Bentuk zat besi.

Bentuk zat besi yang terkandung dalam makanan juga menentukan ketersediaannya untuk diserap karena kelarutan besi dalam medium intralumenal saluran pencernaan merupakan prasyarat bagi absorbsi. Garam ferro sederhana


(29)

lebih mudah diserap daripada garam kompleks dan garam ferri. Besi ferro memiliki ketersediaan yang lebih tinggi karena memiliki kelarutan lebih besar pada pH saluran cerna usus yang basa. Sedangkan besi ferri akan mengendap sebagai ferri oksida pada pH di atas 3.5 sehingga berkurang kelarutannya dan lebih sulit untuk diserap oleh usus. Oleh karena itu besi ferro dapat diserap 3 kali lebih besar daripada besi ferri (Rolfes & Whitney 2008)

Zat besi heme dan noheme juga memiliki perbedaan dalam bioavailabilitasnya. Zat besi heme memiliki bioavailabilitas yang tinggi yaitu sekitar 15-30% karena diserap secara utuh dalam cincin porfirin dan tidak terekspos ligan –ligan penghambat (pengikat) yang ada dalam makanan. Zat besi nonheme dalam bahan pangan masuk ke dalam pool yang memudahkan dipertukarkan (exchangeable pool). Pool ini menyebabkan adanya efek dari ligan-ligan pendorong dan penghambat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu hanya 2-20% besi non-heme yang dapat diserap tergantung pada ligan dan status zat besi seseorang (Rolfes & Whitney 2008).

Zat besi heme lebih banyak ditemukan pada pangan hewani dan proporsi zat besi nonheme dalam bahan pangan nabati lebih besar baik pada pangan hewani maupun pangan nabati. Oleh karena itu Muhilal et al. (1998) mengklasifikan makanan sehari-hari berdasarkan kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi zat besi dari makanan tersebut, yaitu absorbsi besi rendah atau sama dengan 5% , (2) absorbsi besi sedang atau sama dengan 10% dan (3) absorbsi besi tinggi atau sama dengan 15%. Sementara Whitney et al. (1998) mengkategorikan ketersediaan besi nonheme dalam makanan berdasarkan penyerapannya, yaitu (1) ketersediaan tinggi; jika besi nonheme diserap sebesar 8%, (2) ketersediaan sedang; jika besi nonheme diserap sebesar 5%, dan (3) ketersediaan rendah; jika besi nonheme hanya diserap sebesar 3%. kecukupan konsumsi zat besi

Menurut Hallberg (1988) absorbsi besi nonheme jelas dipengaruhi oleh berbagai faktor makanan. Beberapa faktor dapat meningkatkan absorbsi yaitu daging, ikan, dan asam askorbat. Bahan pangan lain yang dapat menghambat adalah yang mengandung fitat dan tanin. Di sisi lain absorbsi besi heme dipercepat oleh daging tetapi tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorbsi besi nonheme

Rolfes & Whitney (2008) menambahkan bahwa ketersediaan besi yang dapat diserap oleh sel-sel mukosa juga ditentukan oleh kekuatan ikatan


(30)

besi-kelat, kelarutan dari kompleks, faktor lingkungan seperti pH dan adanya competiting chelator lainnya. Selama pencernaan besi nonheme dapat berubah valensinya dan secara cepat membentuk kompleks besi-kelat dengan ligan-ligan seperti asam askorbat, fitat, tanin, dan oksalat. Kestabilan besi kelat meningkat seiring denan peningkatan konsentrasi ligan pengkelat.

Adanya faktor pengendap dan pengkilasi (pengkelat) dalam bahan makanan tidak hanya mempengaruhi daya guna besi heme dalam bahan makanan tetpi juga daya guna besi nonheme dalam bahan makanan lain yang berada pada diet yang sama. Jadi ketersediaan total besi dalam diet ditentukan oleh campuran beberapa faktor yang berkompetisi dalam mengikat besi (Linder 2006).

Cookies PGT (Pati Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun) A. Cookies

BSN (1992) dalam SNI 01-2973-1992 mendefinisikan cookies sebagai salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat. Berikut adalah syarat mutu produk cookies yang berlaku secara umum di Indonesia.

Tabel 1 Syarat mutu cookies berdasarkan SNI 01-2973-1992

Kriteria Uji Klasifikasi

Kalori (Kalori/100 gram) Minimum 400

Air (%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9.5

Karbohidrat (%) Minimum 70

Abu (%) Maksimum 1.5

Serat kasar (%) Maksimum 0.5

Logam berbahaya Negatif

Bau dan rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

Sumber : BSN (1992)

Cookies terbuat dari adonan solid dan liquid (cair) dan mempunyai sifat yang tahan lama. Bahan solid pada adonan cookies dapat berupa tepung, gula dan susu, sementara bahan liquidnya berupa lemak dan telur.

a. Lemak. Kandungan lemak dalam adonan cookies merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada variasi pembagian tipe cookies. Lemak di dalam adonan berfungsi sebagai shortening sehingga tekstur cookies lebih lembut. Lemak juga memberi flavor. Lemak yang umunya digunakan pada pembuatan cookies adalah mentega (butter) dan margarin. Lemak yang digunakan 65 – 75 % dari jumlah tepung. Agar rasa dan aroma cookies optimal,


(31)

mentega dan margarin dapat dicampur dengan proporsi berturut-turut 80% dan 20%. Penggunaan lemak berlebihan akan mengakibatkan kue melebar dan mudah hancur, sedangkan jumlah lemak terlalu sedikit akan menghasilkan kue bertekstur keras dengan rasa seret dimulut (Faridah 2008).

b. Gula. Jumlah gula yang ditambahkan berpengaruh terhadap tesktur dan penampilan cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur dan memberi warna pada permukaan cookies. Peningkatan kadar gula dalam adonan mengakibatkan cookies semakin keras. Waktu pembakaran juga harus sesingkat mungkin agar cookies tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna. Jenis gula yang umum digunakan yaitu gula bubuk (icing sugar) untuk adonan lunak dan gula kastor (gula pasir yang halus butirannya) (Faridah 2008).

c. Telur. Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Telur merupakan pengikat bahan-bahan lain, sehingga struktur cookies lebih stabil. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna serta membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap udara selama pengocokan. Penggunaan kuning telur memberikan tekstur cookies yang lembut karena kuning telur bersifat sebagai pengempuk (Faridah 2008).

d. Susu Skim. Susu skim berbentuk padatan (serbuk) yang memiliki aroma khas kuat dan sering digunakan pada pembuatan cookies. Skim merupakan bagian susu yang mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36.4%. Susu skim berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tesktur dan warna permukaan. Laktosa yang terkandung di dalam susu skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang (Faridah 2008).

B. Umbi Garut (Maranta arundinaceae L)

Tanaman garut (Maranta arundinaceae L) oleh masyarakat Jawa Barat (Sunda) dikenal dengan nama patat sagu, irut, arut, garut, jelarut. Di Amerika tanaman garut dikenal dengan nama arrow-root. Garut merupakan tanaman semak semusim yang memiliki tinggi 75-90 cm. Batangnya semu, bulat, membentuk rimpang berwarna hijau. Daunnya tunggal, bulat memanjang dengan ujung runcing berpelepah, berbulu dan berwarna hijau (Astuti 2008).


(32)

Gambar 1 Umbi garut

Deptan (2007) menyebutkan, tanaman garut mempunyai 2 kultivar utama yaitu Creole dan Banana. Kedua kultivar tersebut sama-sama berwarna putih, berikut adalah ciri dan sifat yang membedakan masing-masing kultivar :

a. Creole : Rhizomanya kurus panjang, menjalar luas dan menebus ke dalam tanah. Sering disebut akar cerutu atau cigar root. Setelah dipanen kultivar ini mempunyai daya tahan tujuh hari sebelum dilakukan pengolahan. Kultivar creole telah tersebar luas di areal petani.

b. Banana, Rhizomanya lebih pendek dan gemuk, tumbuh dengan tandan terbuka pada permukaan tanah. Umbinya terdapat dekat dengan permukaan tanah sehingga lebih mudah dipanen. Memiliki akar cerutu sangat kecil sekali sehingga hasil panen lebih tinggi. Kandungan serat lebih sedikit sehingga lebih mudah diolah. Meskipun demikian, setelah pemanenan kualitas umbi menurun cepat sekali sehingga harus segera diolah (paling lama 48 jam setelah panen).

Berikut adalah kandungan zat gizi masing-masing kultivar. Kandungan zat gizi dipengaruhi oleh umur tanam dan keadaan tempat tumbuhnya (Lingga et al. 1986).

Tabel 2 Komposisi kimia umbi garut per 100 gram

Kandungan Umbi Garut

a,b

Creole Banana

Air (g) 69,1 72,0

Abu (g) 1,4 1,3

Lemak (g) 0,1 0,1

Protein (g) 0,3 2,2

Serat (g) 1,0 0,6

Pati (g) 21,7 19,4

Sumber : a. Lingga et al. 1986 b. Muchtadi 1989

Umbi garut sebagian besar diolah menjadi tepung. DKBM (2007) menyebutkan dalam 100 gram tepung umbi garut terkandung kalori (355,00 kal), protein (0,70 g), lemak (0,20 g), karbohidrat (85,20 g), kalsium (8,00 g), fosfor (22,00 g), zat besi (1,50 g), vitamin B1 (0,09 mg), air (13,60 g). Garut juga memiliki kandungan kimia saponin dan flavonoid. Selain diolah menjadi tepung,


(33)

pati umbi garut juga banyak digunakan oleh masyarakat. Pati adalah polisakarida yang dibentuk dari sejumlah molekul glukosa dengan ikatan -glikosidik (Anggraini 2007).

Pati garut merupakan salah satu hasil olahan utama dari umbi garut sebagai salah satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan tinggi. Kekentalan dipengaruhi oleh keasamaan air yang digunakan dalam proses pengolahanya (Kay 1973). Kandungan pati dalam umbi garut lebih dari 12% dan proteinnya 1-2% dari bobot kering (Rubatzky et al. 1995 dalam Herminiati 2005). Villamajor & Jurkema (1996) menyatakan bahwa pati garut mengandung mineral kalium dalam jumlah cukup besar.

Menurut Kay (1973) pati garut memiliki sifat-sifat, antara lain: (1) mudah larut dan mudah cerna sehingga cocok untuk makanan bayi dan orang sakit, (2) memiliki bentuk oval dengan panjang 15-17 mikron, (3) varietas banana memiliki granula lebih besar dibandingkan varietas creole, (4) suhu awal gelatinisasi adalah 70oC, (5) mudah mengembang jika kena panas dengan daya mengembang 54%, dan (6) ada beberapa syarat untuk kepentingan komersial, yaitu memiliki warna putih bersih, kadar air tidak boleh lebih dari 18,5%, kandungan abu dan serat rendah, pH 4,5-7, kekentalan 512-640 satuan Brabender.

Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu dalam penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, roti kering, bubur bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian Susanty (2002), Puspowati (2003), dan Sitorus (2004) yang diacu dalam Herminiati (2005) bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan makan sapihan.

C. Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour)

Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) biasa disebut ―Torbangun‖ oleh orang Simalungun atau daun bangun-bangun oleh orang Batak Toba dan Karo (Damanik et al. 2001). Dalam bahasa Simalungun, ―Torbangun‖ berasal dari kata ―bangun‖ yang berarti bangkit, dimana mereka percaya bahwa ibu yang baru melahirkan pasti lemah dan membutuhkan kekuatan untuk penyembuhan. Pemberian tanaman torbangun dapat mengembalikan ibu ke kondisi seimbang. Daun torbangun juga telah digunakan oleh masyarakat Batak Sumatera Utara


(34)

sebagai makanan yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI serta status gizi anak yang baru dilahirkan (Damanik 2005).

Gambar 2 Daun torbangun (Coleus amboinicus Lour)

Rumetor (2008) menyebutkan, dalam daun tanaman torbangun ditemukan tiga komponen utama yang berkhasiat. Komponen pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogue, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua adalah komponen gizi adapun komponen ketiga adalah komponen farmaseutika (senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibakterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna, dan penstabil). Hasil uji fitokimia menunjukkan dalam daun tanaman torbangun terkandung alkaloid, flavonoid, dan tanin. Kandungan kimiawi daun torbangun antara lain berupa kalium, minyak atsiri (2%), karvakrol, isoprofil-o-kresol, karvon, limonen, dihidrokarvon, dihidrokarveol, asetaldehida, furol, dan fenol (Adi 2006).

Menurut Savithramma et al. (2007), salah satu efek farmakologis tanaman ini adalah dapat mengobati penyakit asma bila 15 mL jus daun torbangun dicampur dengan madu dan diminum dua kali per hari. menambahkan, campuran jus torbangun dengan madu juga sangat cocok untuk menambah tenaga, sebagai expectorant (melancarkan keluarnya lendir pada saluran pernafasan), mengobati asma, batuk kronis, bronkitis, sakit perut, perut kembung dan rematik. Selain mengandung zat aktif, daun torbangun juga kaya akan kandungan zat gizi. Berikut adalah kandungan gizi daun torbangun.

Tabel 3 Kandungan gizi daun torbangun per 100 gram

Kandungan gizi Kadar

Energi kalori (Kal) 27

Protein (g) 1.3

Lemak (g) 0.6

Karbohidrat (g) 4.0

Zat Besi (mg) 13.6

Magnesium (mg) 62.5

Kalsium(mg) 279

Potasium (mg) 52

Abu (g) 1.6


(35)

Kandungan gizi Kadar

Karoten total 13288

Vitamin B1 (μkg) 0.16

Vitamin C (mg) 5.1

Air (%) 92.5

Berat dapat dimakan(%) 66

Sumber: Mahmud et al. (2009)

Minuman

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Menurut Winarno (2008), setiap hari manusia membutuhkan sekitar 2,5 L air, diperkirakan 1,5 L dipenuhi dari air minum dan 1 L sisanya berasal dari bahan makanan. Popkin et al. (2006) menyebutkan, pola konsumsi di Amerika menunjukkan 76% dari total kebutuhan air dipenuhi dari minuman selain air putih (baverage). Jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi berturut-turut adalah air teh (33%), Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) (25%), air kopi (21%), susu (15%) dan jus jeruk (6%). Jenis minuman yang dikombinasikan dengan cookies pada penelitian ini meliputi AMDK, susu cair siap minum (susu UHT), air teh (diseduh dari teh hitam celup), dan air kopi (diseduh dari kopi mix).

A. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)

BSN (2006) mendefinisi AMDK sebagai air baku yang telah diproses dengan perlakuan khusus, dikemas dalam botol atau kemasan lain serta memenuhi persyaratan sebagai air minum. AMDK terbagi atas dua jenis, air mineral dan air demineral. Air mineral adalah AMDK yang mengandung mineral dengan jumlah tertentu tanpa menambahkan mineral, sementara air demineral adalah AMDK yang diperoleh melalui proses destilasi, deionisasi, reverse osmosis, dan proses setara lainnya. Berikut adalah syarat mutu AMDK yang dituangkan dalam SNI 01-3553-2006.

Tabel 4 Syarat mutu AMDK berdasarkan SNI 01-3553-2006

Kriteria Uji Air Mineral Air Demineral

Ph 6,0 - 8,5 5,0 – 7,5

Kekeruhan Maks 1,5 NTU Maks 1,5 NTU

Zat yang terlarut Maks. 500 mg/L Maks. 10 mg/L

Zat organik Maks. 1,0 mg/L -

Total organik karbon - Maks 0,5 mg/L

Sumber : BSN (2006)

Secara fisik air mineral dan air demineral nampak sama sehingga keduanya sulit dibedakan, meskipun demikian pada kemasan air mineral akan tertulis jenis dan kadar mineral yang terkandung di dalamnya (Andarwulan 2010). AMDK mungkin mengandung kalsium dan magnesium dalam jumlah yang


(36)

berbeda-beda. AMDK juga mengandung flouride, namun kadarnya lebih sedikit dari air ledeng yang dimasak pada umumnya. Kalsium, magnesium, dan flouride AMDK dapat diserap dengan baik sehingga berkontribusi memenuhi kebutuhan mineral sehari-hari (Popkin et al. 2006).

B. Susu Segar dalam Kemasan (Susu UHT)

Susu didefinisikan sebagai produk kelenjar susu (mammary gland) atau sekresi dari kelenjar susu binatang menyusui (Marliyati, Sulaeman & Anwar 1992). Produk susu baik dalam bentuk segar maupun olahan sebagian besar berasal dari sapi. Oleh karena itu, istilah susu biasanya mempunyai pengertian sebagai susu sapi, kecuali bila dinyatakan jenis hewan lainnya di belakang kata susu (Rahman et al. 1992).

Lebih lanjut Rahman et al. (1992) menjelaskan, secara kimia susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral, dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Komponen utama susu ialah air, lemak, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu), dan abu. Dibandingkan dengan pangan lain, kalsium di dalam susu tersedia dalam jumlah lebih tinggi dan memiliki bioavailabilitas yang tinggi pula. Meskipun demikian kadarnya sangat bervariasi bergantung pada jenis ternak, umur ternak, waktu pemerahan, urutan pemerahan, musim, makanan ternak, dan penyakit. Secara umum komposisi zat gizi dalam susu dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 Komposisi susu segar (per 100 mL)

Zat Gizi Jumlah

Energi 122 Kal

Karbohidrat 8.6 g

Protein 6.6 g

Lemak 7.0 g

Kalsium 286 mg

Fosfor 120 mg

Magnesium 26.9 mg

Zat Besi 3.4 mg

Vitamin A 90 RE

Vitamin C 2 mg

Vitamin B1 0.06 mg

Riboflavin 0.34 mg

Niasin 0.16 mg

Asam Folat 6 – 16 µg

Vitamin B12 1.0 µg

Vitamin D 1.0 – 8.8 IU

Vitamin E 0.16 mg

Sumber : Hardisyah & Briawan (1994) Buckle et al (1987)

Menurut Jonsson (2009), susu tersedia dalam bentuk segar maupun olahan. Produk olahan susu telah berkembang luas sejak lama, antara lain


(37)

berupa susu bubuk, susu kental manis, susu evaporasi, keju, yoghurt, kefir, dadih, dan sebagainya. Susu segar biasanya berbentuk cair dan tersedia dalam kemasan (ready to drink) ataupun tidak dalam kemasan (loose milk). Jenis susu segar dalam kemasan yang paling umum dikenal adalah susu UHT (Ultra High Temperature). Meningkatnya konsumsi susu cair ready to drink erat kaitannya dengan keamanan, kesehatan, dan kenyamanan.

BSN (1998) mendefinisikan susu UHT sebagai produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan susu minimal pada suhu 135˚C selama 3 detik, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan atau bahan tambahan makanan yang diizinkan, serta dikemas secara aseptik. Berdasarkan rasanya, susu UHT diklasifikasikan menjadi susu UHT tawar dan berpenyedap citarasa. Komarudin (2000) menambahkan, rasa susu yang paling disukai adalah rasa coklat. Berikut adalah syarat mutu susu UHT yang ditetapkan BSN dalam SNI 01-3950-1998.

Tabel 6 Syarat mutu susu UHT berdasarkan SNI 01-3950-1998

Kriteria Uji Persyaratan Kadar

Susu UHT tawar Susu UHT bercitarasa

Protein Min. 2,7 (%b/b) Min. 2,4 (%b/b)

Lemak Min. 3,0 (%b/b) Min. 2,0 (%b/b)

Berat kering tanpa lemak Min. 8,0 (%b/b) -

Total padatan - Min. 12

Seng (Zn) Maks. 40,0 mg/Kg Maks. 40,0 mg/Kg

Sumber : BSN (1998)

C. Teh Hitam Celup

Teh merupakan jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi setelah air, kurang lebih 120 mL/hari/kapita (McKay & Blumberg 2002). Agustina (2010) menyebutkan, berdasarkan tingkat oksidasinya teh diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu teh putih (tidak mengalami proses oksidasi sama sekali), teh hijau (mengalami proses oksidasi minimal), teh oolong (mengalami proses oksidasi sebagian) dan teh hitam (teroksidasi sempurna). McKay & Blumberg (2002) menambahkan, diantara jenis teh tersebut, teh hitam merupakan jenis teh yang paling banyak dikonsumsi (76 – 78%), disusul teh hijau (20 - 22%), dan teh oolong (< 2 %).

Berdasarkan jenis kemasannya, teh dapat dibedakan menjadi teh celup, teh seduh, teh pres, teh stik, dan teh instant. Teh celup adalah teh yang dikemas dalam kantong kecil dari kertas. Teh celup merupakan jenis teh kemasan yang populer dan paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena praktis (Agustina 2010). BSN (1995) dalam SNI 01-3753-1995 mendefinisikan teh hitam


(38)

celup sebagai teh kering hasil fermentasi pucuk dan daun muda termasuk tangkai tanaman teh (Theasinensis L sims) yang dikemas dalam kantong khusus untuk dicelup. Berikut adalah syarat mutu teh hitam celup yang ditetapkan BSN dalam SNI 01-3753-1995.

Tabel 7 Syarat mutu teh celup hitam berdasarkan SNI 01-3753-1995

Kriteria Uji Persyaratan Kadar

Ekstrak dalam air Min. 32 (%b/b)

Air Maks. 10 (%b/b)

Serat kasar Maks. 16,5 (%b/b)

Abu 4 – 8 (%b/b)

Abu larut dalam air Min. 45 (%b/b)

Abu tidak larut dalam air Maks. 1,0 (%b/b)

Sumber : BSN (1995)

Komponen kimia yang terkandung dalam daun teh terdiri dari substansi fenol (flavonol yang terdiri dari katekin dan isomernya), substansi bukan fenol (karbohidrat, pektin, alkaloid, protein, klorofil, dan mineral), substansi aromatis dan enzim. Komponen kimia tersebut bervariasi jumlahnya, bergantung pada jenis klon, variasi musim dan kondisi tanah, perlakuan kultur teknis, umur daun, dan banyaknya sinar matahari yang diterima. Komponen kimia daun teh segar akan sangat berpengaruh terhadap mutu teh (warna, flavor, dan rangsangan seduhan teh) meliputi yang dihasilkan (Nasution & Tjiptadi 1975). Berikut adalah komposisi komponen kimia daun teh segar dan daun teh hitam :

Tabel 8 Komposisi komponen kimia daun teh segar dan daun teh hitam

Komponen Daun Segar (%) Teh Hitam (%)

Selulosa & serat kasar 34 34

Protein 17 16

Klorofil dan pigmen 1,5 1

Pati 8,5 0,25

Tanin 25 18

Tanin teroksidasi 0 4

Kafein 4 4

Asam amino 8 9

Mineral 4 4

Abu 5,5 5,5

Sumber : Nasution & Tjiptadi (1975)

Hasil penelitian Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, Jawa Barat menunjukkan bahwa kandungan polifenol pada teh Indonesia kurang lebih 1.34 kali lebih tinggi dibandingkan teh dari negara lain (PPTK 2008). Katekin merupakan senyawa polifenol utama pada teh, mencapai 90% dari total kandungan polifenol. Katekin menyusun 20-30 persen dari berat kering daun teh dan merupakan senyawa terpenting dalam menentukan perubahan rasa, warna, dan aroma teh. Katekin adalah tanin yang tidak mempunyai sifat menyamak atau


(39)

menggumpalkan protein, berbeda dengan tanin yang terdapat pada tumbuhan-tumbuhan lainnya (Kustamiyati 1987).

Tanin sendiri merupakan salah satu komponen asam amino yang terdapat pada daun teh hijau. Tanin hanya terdapat dalam bentuk bebas (non protein) dan sekitar 50% dari total asam amino bebas dalam teh adalah tanin. Setiap 3 – 4 cangkir teh hijau mengandung 100 – 200 mg tanin. Tanin diketahui dapat mengurangi kecemasan terutama pada wanita muda, mengurangi tekanan darah tinggi dan meningkatkan konsentrasi dan belajar. Meskipun demikian, Williams (1995) menyatakan kandungan tanin yang tinggi dalam teh dapat menurunkan abosorbsi zat besi teh hingga 60%.

D. Kopi Mix

Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae, terdiri banyak jenis kopi namun yang paling umum dikenal adalah jenis Arabica, Robusta dan Liberica (Ridwansyah 2003). Industri pengolahan kopi pada umumnya menggunakan bahan baku biji kopi Arabika dan Robusta dengan komposisi perbandingan tertentu. Kopi Arabika digunakan sebagai sumber citra rasa, sedangkan kopi Robusta digunakan sebagai campuran untuk memperkuat body. Kopi Arabika memiliki citra rasa yang lebih baik, tetapi memiliki body yang lebih lemah dibandingkan kopi Robusta (Deperindag 2009).

Deperindag (2009) menyebutkan, saat ini diversifikasi produk kopi olahan meliputi kopi bubuk, kopi instan, kopi biji matang (roasted coffee), kopi tiruan, kopi rendah kafein (decaffeinated coffee), kopi mix, kopi celup, ekstrak kopi, minuman kopi dalam botol dan produk turunan lainnya. BSN (1998) mendefinisikan kopi mix sebagai produk berbentuk serbuk, mudah larut dalam air, merupakan campuran kopi dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan. Berikut adalah syarat mutu teh hitam celup yang ditetapkan BSN (1998) dalam SNI 01-4446-1998. .

Tabel 9 Syarat mutu kopi mix berdasarka SNI 01-4446-1998

Kriteria Uji Persyaratan Kadar

Air Maks. 7,0 (%b/b)

Abu Min. 3,0 (%b/b)

Kafein Min. 0,1 (%b/b)

Seng (Zn) Maks. 40 mg/Kg

Sumber : BSN (1998)

Kopi mix dikenal dengan berbagai istilah, misalnya kopi gula (duo), kopi gula susu (duo susu), dan kopi gula kreamer (tree in one). Jenis – jenis kopi di atas umumnya disajikan dalam kemasan, berupa produk berbentuk bubuk yang berisi campuran kopi murni/instant, gula/pemanis, susu/krim, dan devariasinya


(1)

Lampiran 8 Hasil Sidik Ragam (One Way ANOVA) Total Fe, Bio Fe, Fe100g,

Total Ca, Bio Ca, dan Ca100g

Tabel 55 One way ANOVA total Fe, bio Fe, Fe100g, total Ca, bio Ca, dan Ca100g

Jumlah

Kuadrat df

Kuadrat

tengah F hitung Sig.

TotalFe Antar kelompok 56,3724 9 6,263597 100,272 0,000

Dalam kelompok 0,6247 10 0,062466

Total 56,9970 19

BioFe Antar kelompok 41,8377 9 4,648634 16,505 0,000

Dalam kelompok 2,8288 10 0,282877

Total 44,6665 19

Fe100g Antar kelompok 0,0226 9 0,002513 3,176 0,043

Dalam kelompok 0,0080 10 0,000802

Total 0,0306 19

TotalCa Antar kelompok 106598,2864 9 11844,25 48,782 0,000

Dalam kelompok 2427,9637 10 242,7964

Total 109026,2500 19

BioCa Antar kelompok 208,2376 9 23,13751 16,784 0,000

Dalam kelompok 13,7852 10 1,378515

Total 222,0228 19

Ca100g Antar kelompok 3210,0542 9 356,6727 16,740 0,000

Dalam kelompok 213,0647 10 21,30647

Total 3423,1189 19

* Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata

Lampiran 9 Hasil Uji Lanjut Duncan Total Fe, Bio Fe, Fe100g, Total Ca, Bio Ca,

dan Ca100g

A. Total Ca

Tabel 56 Uji lanjut Duncan total Ca

Jenis kombinasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Cookies kontrol 2 265,3473 a

Cookies kontrol+air 2 278,1850 a

Cookies kontrol+teh 2 281,3914 a

Cookies kontrol+kopi 2 283,8500 a

Cookies kontrol+susu 2 327,2730 b

Cookies PGT 2 405,1756 c

Cookies PGT +air 2 418,0133 c


(2)

Jenis kombinasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Cookies PGT +kopi 2 423,6783 c

Cookies PGT +susu 2 467,1014 d

Sig. 0,2937 1,0000 0,2937 1,0000

*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata

B. Bio Ca

Tabel 57 Uji lanjut Duncan bio Ca

Jenis kombinasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Cookies PGT +teh 2 0,7592 a

Cookies kontrol+teh 2 1,4760 ab 1,4760 ab

Cookies PGT +kopi 2 1,5145 ab 1,5145 ab

Cookies PGT +air 2 3,4169 abc 3,4169 abc 3,4169 abc

Cookies kontrol+kopi 2 3,9883 bc 3,9883 bc

Cookies kontrol+air 2 4,6166 c

Cookies PGT 2 5,7034 c

Cookies kontrol 2 5,9171 c

Cookies PGT +susu 2 8,9134 d

Cookies kontrol+susu 2 11,4606 d

Sig. 0,0608 0,0739 0,0788 0,0552

*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata

C. Ca 100g

Tabel 58 Uji lanjut Duncan Ca100g

Jenis kombinasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Cookies PGT +teh 2 3,1941 a

Cookies kontrol+teh 2 4,1698 a

Cookies PGT +kopi 2 6,4131 ab 6,4131 ab

Cookies kontrol+kopi 2 11,0914 ab 11,0914 ab

Cookies kontrol+air 2 12,7705 abc 12,7705 abc 12,7705 abc

Cookies PGT +air 2 14,2992 abc 14,2992 abc 14,2992 abc

Cookies kontrol 2 15,6403 bc 15,6403 bc

Cookies PGT 2 23,0803 c

Cookies kontrol+susu 2 37,6242 d

Cookies PGT +susu 2 41,7681 d


(3)

D. Total Fe

Tabel 59 Uji lanjut Duncan total Fe

Jenis kombinasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5 6

Cookies kontrol 2 1,6287a

Cookies PGT 2 3,7622 b

Cookies kontrol+teh 2 4,2149 bc 4,2149 bc

Cookies kontrol+air 2 4,3757 c

Cookies kontrol+kopi 2 4,9343 d

Cookies kontrol+susu 2 5,3292 d

Cookies PGT +teh 2 6,3484 e

Cookies PGT +air 2 6,5092 e

Cookies PGT +kopi 2 7,0678 f

Cookies PGT +susu 2 7,4627 f

Sig. 1,0000 0,1002 0,5345 0,1451 0,5346 0,1450

*Nilai rata-rta pada kolom berbeda, berbeda nyata

E. Bio Fe

Tabel 60 Uji lanjut Duncan bio Fe

Jenis kombinasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Cookies PGT +teh 2 0,9116 a

Cookies PGT +air 2 0,9590 a

Cookies kontrol+teh 2 1,3046 ab 1,3046 ab

Cookies PGT +kopi 2 1,6234 ab 1,6234 ab

Cookies kontrol+kopi 2 1,9423 ab 1,9423 ab

Cookies PGT +susu 2 2,0542 ab 2,0542 ab

Cookies kontrol+air 2 2,1165 ab 2,1165 ab

Cookies kontrol+susu 2 2,5569 b

Cookies PGT 2 3,7725 c

Cookies kontrol 2 5,9479 d

Sig. 0,0685 0,0579 1,0000 1,0000

*Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata

F. Fe 100g

Tabel 61 Uji lanjut Duncan Fe100g

Jenis kombinasi N Subset for alpha = 0.05

1 2

Cookies kontrol+teh 2 0,0560 a

Cookies PGT +teh 2 0,0580 a


(4)

Cookies kontrol+air 2 0,0929 ab 0,0929 ab

Cookies kontrol+kopi 2 0,0968 ab 0,0968 ab

Cookies kontrol 2 0,0969 ab 0,0969 ab

Cookies PGT +kopi 2 0,1144 ab 0,1144 ab

Cookies kontrol+susu 2 0,1373 c

Cookies PGT 2 0,1418 c

Cookies PGT +susu 2 0,1532 c

Sig. 0,0917 0,0830


(5)

Lampiran 10 Hasil Uji Korelasi Pearson Bio Ca dan Bio Fe Terhadap Kandungan Gizi Campuran

Tabel 62 Hasil uji korelasi Pearson bio ca & bio fe terhadap kand. gizi campuran

BioCa BioFe Protein Serat Kalsium Besi Zink Fosfor VitC

BioCa Pearson Correlation 1 .358 .644** .243 -.022 -.070 .394 .357 -.331

Sig. (2-tailed) .121 .002 .302 .928 .768 .086 .122 .154

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

BioFe Pearson Correlation .358 1 -.084 -.448* -.332 -.743** -.473* -.508* -.253

Sig. (2-tailed) .121 .723 .047 .153 .000 .035 .022 .281

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Protein Pearson Correlation .644** -.084 1 .733** .575** .591** .828** .802** -.086

Sig. (2-tailed) .002 .723 .000 .008 .006 .000 .000 .719

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Serat Pearson Correlation .243 -.448* .733** 1 .573** .740** .825** .895** .360

Sig. (2-tailed) .302 .047 .000 .008 .000 .000 .000 .119

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Kalsium Pearson Correlation -.022 -.332 .575** .573** 1 .766** .408 .422 -.015

Sig. (2-tailed) .928 .153 .008 .008 .000 .074 .064 .949


(6)

BioCa BioFe Protein Serat Kalsium Besi Zink Fosfor VitC

Besi Pearson Correlation -.070 -.743** .591** .740** .766** 1 .770** .780** .278

Sig. (2-tailed) .768 .000 .006 .000 .000 .000 .000 .235

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Zink Pearson Correlation .394 -.473* .828** .825** .408 .770** 1 .979** .232

Sig. (2-tailed) .086 .035 .000 .000 .074 .000 .000 .324

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Fosfor Pearson Correlation .357 -.508* .802** .895** .422 .780** .979** 1 .293

Sig. (2-tailed) .122 .022 .000 .000 .064 .000 .000 .210

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

VitC Pearson Correlation -.331 -.253 -.086 .360 -.015 .278 .232 .293 1

Sig. (2-tailed) .154 .281 .719 .119 .949 .235 .324 .210

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

* Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata ** Signifikansi lebih kecil dari p=0,01, berbeda nyata