Pemanfaatan Potensi Tepung Ubi Jalar (Ipomea batatas) dan Pati Garut (Maranta arundinaceae L.) Maranta Arundinaceae L.) sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan cookies yang diperkaya Isolat Protein Kedelai Untuk Intervensi Gizi
PEMANFAATAN POTENSI TEPUNG UBI JALAR (Ipomea batatas) DAN PATI GARUT (Maranta arundinaceae L.) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI
TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES YANG DIPERKAYA ISOLAT PROTEIN KEDELAI UNTUK INTERVENSI GIZI
Wawan Sugilar Rahmawan
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
RINGKASAN
WAWAN SUGILAR RAHMAWAN. Pemanfaatan Potensi Tepung Ubi Jalar (Ipomea batatas) Dan Pati Garut (Maranta arundinaceae L.) Sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu Dalam Pembuatan Cookies yang Diperkaya Isolat
Protein Kedelai untuk Intervensi Gizi (Di bawah bimbingan AHMAD
SULAEMAN dan MADE ASTAWAN).
Pemanfaatan ubi jalar dan tanaman garut untuk diproses menjadi tepung dan pati merupakan potensi yang besar sekaligus menjadi tantangan untuk bisa menggantikan fungsi tepung terigu dalam industri pengolahan pangan. Salah satu upaya pemanfaatan tepung ubi jalar dan pati garut dalam rangka substitusi tepung terigu adalah pada pembuatan cookies. Bahan baku utama cookies adalah tepung terigu, sehingga upaya penggantian fungsi tepung terigu oleh tepung ubi jalar dan pati garut adalah sesuatu hal yang sangat penting, mengingat pasokan bahan baku tepung terigu dalam negeri yang masih mengandalkan impor.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pembuatan cookies yang disubstitusi tepung ubi jalar atau pati garut serta diperkaya isolat protein kedelai untuk intervensi gizi, mengevaluasi karakteristik inderawi, sifat fisik dan kimia
cookies. Masing- masing cookies selanjutnya disebut cookies ubi jalar dan cookies
garut. Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan nilai tambah bagi bahan pangan lokal seperti ubi jalar dan garut yang belum termanfaatkan secara optimal, sehingga menjadi bahan pangan yang lebih bermutu, bernilai ekonomis dan dapat digunakan sebagai bahan pangan untuk intervensi gizi.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan. Pertama, tahap pengembangan formula dan proses pembuatan cookies pada tingkat substitusi tepung ubi jalar dan pati garut 0%, 30%, 40%, 50% dan 60%. Kedua, tahap evaluasi produk yang terdiri dari uji inderawi (mutu hedonik dan hedonik) serta analisis sifat fisik dan kimia. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan, sedangkan analisis data menggunakan uji one way ANOVA, uji lanjut Duncan dan uji Korelasi Pearson.
Proses pembuatan cookies ubi jalar dan cookies garut terdiri dari tiga tahapan, yaitu pencampuran adonan, pencetakan dan pemanggangan. Tahap pertama, pencampuran adonan yang dilakukan dengan dua tahap, yaitu pembuatan krim (creaming) dengan mencampurkan margarin, mentega, tepung gula, kuning telur, baking powder, vanili dan tepung susu skim yang kemudian dikocok selama 7 menit atau sampai terbentuk krim yang halus. Selanjutnya pencampuran tepung terigu, tepung ubi jalar atau pati garut, isolat protein kedelai dan maizena, sehingga terbentuk adonan. Tahap kedua adalah proses pencetakan dengan menggunakan alat pencetak Marcato Biscuits agar didapatkan bentuk dan ukuran
cookies yang seragam. Tahap ketiga adalah pemanggangan pada oven dengan suhu 150oC selama 10 menit, kemudian dinaikkan menjadi 160-170oC selama 20 menit.
Hasil penilaian organoleptik terhadap mutu warna cookies ubi jalar rata-rata berkisar antara 5,0-5,9 (tidak cerah/tidak gelap (netral) sampai agak gelap) dengan tingkat kesukaan 4,6-5,9 (suka tidak/tidak suka tidak (netral) sampai agak suka), mutu tekstur atau tingkat kerenyaha n 4,9-5,5 (tidak keras tidak juga renyah (netral) sampai agak renyah) dengan tingkat kesukaan 4,6-6,1 (suka tidak, tidak suka juga tidak (netral) sampai agak suka), mutu aroma 5,7-6,1 (agak kuat)
(3)
dengan tingkat kesukaan 5,5-6,0 (suka tidak/ tidak suka tidak (netral) sampai agak suka), mutu rasa atau tingkat kemanisan 4,9-5,3 (tidak manis dan tidak juga tidak manis (netral)) dengan tingkat kesukaan 4,8-5,5 (suka tidak/tidak suka juga tidak (netral) sampai agak suka). Persentase penerimaan panelis terhadap warna cookies
ubi jalar berkisar antara 46,7%-76,7%, tekstur 46,7%-80,0%, aroma 66,7%-80,0% dan rasa 50,0%-66,7%. Hal ini menunjukkan sebagian besar panelis bisa menerima atau menyukai terhadap cookies ubi jalar.
Berdasarkan hasil sidik ragam, terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antar tingkat substitusi pada formulasi cookies ubi jalar dalam hal mutu warna, kesukaan warna, mutu tekstur, dan kesukaan tekstur. Hasil uji korelasi Pearson, ada hubungan negatif sangat nyata (r= -0.935, p<0,01) antara mutu warna dengan kesukaan warna cookies ubi jalar, ada hubungan positif sangat nyata (r= 0.921, p<0,01) antara mutu tekstur dengan kesukaan tekstur, dan antara mutu rasa dengan kesukaan rasa (r= 0.776, p<0,01). Hal ini menunjukkan panelis menyukai warna cookies ubi jalar yang cerah, tekstur yang renyah dan rasa yang manis.
Hasil penilaian organoleptik terhadap mutu warna cookies garut rata-rata berkisar antara 3,4-5,3 (agak cerah sampai tidak cerah dan tidak juga gelap (netral)), dengan tingkat kesukaan terhadap warna 5,9-7,0 (agak suka sampai suka), mutu tekstur 5,5-7,0 (agak renyah sampai renyah) dengan tingkat kesukaan 6,1-7,1 (agak suka sampai suka), mutu aroma 6,0-6,4 (agak kuat) dengan tingkat kesukaan 5,8-6,8 (agak suka sampai suka), mutu rasa 5,3-5,9 (tidak manis dan tidak juga tidak manis (netral) sampai agak manis) dengan tingkat kesukaan 5,5-7,0 (agak suka sampai suka). Persentase penerimaan panelis terhadap warna
cookies garut berkisar antara 71,7%-95,0%, tekstur 80,0%-96,7%, aroma 76,7%-98,3% dan rasa 65,0%-76,7%-98,3%. Hal ini menunjukkan sebagian besar panelis bisa menerima atau menyukai terhadap cookies garut.
Cookies pada tingkat substitusi tepung ubi jalar 30% dan pati garut 40% ditentukan sebagai cookies terbaik berdasarkan penilaian panelis pada uji organoleptik dan pertimbangan aspek ekonomis. Cookies tersebut me mpunyai karakteristik skor rata-rata : mutu warna paling rendah (semakin rendah semakin cerah), mutu tekstur yang tinggi (semakin tinggi semakin renyah), serta kesukaan warna, tekstur dan rasa yang tinggi (semakin tinggi semakin disukai).
Berdasarkan hasil sidik ragam, terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antar tingkat substitusi pada formulasi cookies garut dalam hal mutu warna, kesukaan warna, mutu tekstur, kesukaan tekstur, kesukaan aroma, mutu rasa dan kesukaan rasa. Hasil uji korelasi Pearson, ada hubungan negatif nyata (r= -0.699, p<0,05) antara mutu warna dengan kesukaan warna cookies garut, ada hubungan positif sangat nyata (r= 0.969, p<0,01) antara mutu tekstur dengan kesukaan tekstur, ada hubungan positif nyata (r= 0.619, p<0,05) antara mutu rasa dengan kesukaan. Hal ini menunjukkan panelis menyukai warna cookies garut yang cerah, tekstur yang renyah dan rasa yang manis
Pada analisis sifat fisik, skor rata-rata tekstur cookies ubi jalar berkisar antara 1468,75-1531.25 gf (gram force), cookies garut berkisar antara 1450,00-1515,63 gf (gram force). Semakin tinggi tingkat subtitusi, cenderung memberikan nilai tekstur yang meningkat (semakin keras) baik pada cookies ubi jalar maupun
cookies garut. Rendemen cookies ubi jalar berkisar antara 89,5%-91,7%, rendemen cookeis garut berkisar antara 86,7%-89,9%. Tingkat kecerahan cookies
(4)
65,8-68,2. Derajat hue cookies ubi jalar berkisar antara 81,7-84,6 sedangkan
cookies garut berkisar antara 83,7-85,1. Semua formulasi cookies ubi jalar dan
cookies garut berada pada kisaran warna kuning merah (Yellow Red). Hasil uji sidik ragam, terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antar tingkat substitusi pada formulasi cookies ubi jalar dalam hal tingkat kecerahan, sedangkan pada cookies
garut terdapat perbedaan yang nyata dalam hal nilai tekstur.
Pada analisis sifat kimia, kadar air cookies ubi jalar 30% sebesar 6,69%, kadar abu 2,37%, protein 14,43%, lemak 30,93%, karbohidrat 45,59% dan energi 518 kkal, sedangkan cookies garut 40% kadar airnya sebesar 5,18%, abu 2,14%, protein 15,06%, lemak 28,22%, karbohidrat 49,41% dan energi 512 kkal. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia, cookies ubi jalar dan cookies garut memiliki kadar protein dan energi yang tinggi, yaitu protein mencapai minimal 12% dan energi mencapai minimal 450 kkal, sehingga bisa dikategorikan sebagai cookies
tinggi protein dan energi. Berdasarkan kandungan protein dan energi yang tinggi pada cookies ubi jalar dan cookies garut, maka cookies yang dihasilkan ini bisa digunakan sebagai bahan makanan untuk program intervensi gizi, terutama untuk program penanggulangan masalah Kekurangan Energi dan Protein (KEP) atau sebagai makanan tambahan bagi ibu hamil yang membutuhkan lebih banyak asupan energi dan proteinnya.
Berdasarkan kandungan protein dan energi cookies ubi jalar dan cookies
garut, jika ibu hamil mengkonsumsi cookies ubi jalar sebanyak 80 gram/hari, maka akan berkontribusi terhadap kecukupan protein sebesar 16,1%-17,2% dan energi sebesar 16,6%-19,7%, sedangkan jika mengkonsumsi cookies garut sebanyak 80 gram/hari, maka akan berkontribusi terhadap kecukupan protein sebesar 17,4%-18,7% dan energi sebesar 16,4%-19,5%.
(5)
PEMANFAATAN POTENSI TEPUNG UBI JALAR (Ipomea batatas) DAN PATI GARUT (Maranta arundinaceae L.) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI
TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES YANG
DIPERKAYA ISOLAT PROTEIN KEDELAI UNTUK INTERVENSI GIZI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertania n pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Wawan Sugilar Rahmawan A54101006
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(6)
Judul : PEMANFAATAN POTENSI TEPUNG UBI JALAR (Ipomea batatas) DAN PATI GARUT (Maranta arundinaceae
L.) MARANTA ARUNDINACEAE L.) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES YANG DIPERKAYA ISOLAT PROTEIN KEDELAI UNTUK INTERVENSI GIZI
Nama : Wawan Sugilar Rahmawan
NRP : A54101006
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS
NIP 131 284843 NIP 131 667 800
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP 130 422 698
(7)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Rabb semesta alam yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada :
1. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS dan Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam pelaksanaan penelitian sampai penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS sebagai dosen pemandu seminar penulis yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Drh. Rizal Damanik, M.Rep. sebagai dosen penguji penulis yang telah memberikan banyak saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
4. Dr. Rimbawan yang telah memberikan berbagai masukan, motivasi dan bantuannya sehingga penulis bisa menyelesaikan perkuliahannya.
5. SEAFAST CENTER IPB yang telah memberikan bantuan dana untuk penelitian.
6. Ayahanda, saudara-saudara penulis; kakak, adik, paman dan semuanya yang telah memberikan dorongan, nasehat, doa dan semangatnya.
7. Istri tercinta, Anjar Pamungkas Wati, SPt. yang selalu setia menemani penulis setiap saat, dalam suka dan duka senantiasa dijalani bersama
8. Bapak Mashudi, Ibu Rizki dan Ibu Nina, Ibu Indani, Eka Kaeruni, dan Yulina Eva atas semua bantuannya di Laboratorium
9. Mas Bagas, Kru di Pondok Jazz Com, Kru di Java Computer atas semua kebaikannya memberikan fasilitas untuk ”ngetik” kepada penulis.
10. Teman-teman GMSK 38: Sholichin, Adi Praja, Ade Chandra dan semuanya yang telah pada lulus lebih dahulu. Semoga sukses selalu.
11. Teman-teman seperjuangan di BKIM dan MT, tetap Istiqomah di jalan-Nya. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua.
Bogor, Maret 2006 Wawan Sugilar Rahmawan
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cianjur, pada tanggal 03 Agustus 1981. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan M. Nanang Rustandi dan Babay Rukiah (Almarhummah).
Pendidikan penulis dimulai pada tahun 1989 di SDN Palasari Cianjur, Kabupaten Cianjur, lulus tahun 1995. Kemudian dilanjutkan di SLTP Negeri 6 Cianjur tahun 1995-1998 dan di MAN Cianjur pada tahun 1998-2001. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama masa pendidikannya, penulis aktif di berbagai orga nisasi, dimulai pada tahun 1998 penulis menjadi pengurus OSIS MAN Cianjur sebagai staf bidang ketakwaan kepada Tuhan YME, kemudian pada tahun 1999-2000 penulis diamanahi sebagai ketua umum OSIS MAN Cianjur juga sebagai anggota Pramuka dan Karya Ilmiah dan Jurnalistik MAN Cianjur.
Selama di IPB, karir keorganisasian penulis dimulai pada tahun pertama kuliah (2001) yakni sebagai anggota BKIM (Badan Kerohanian Islam Mahasiswa) IPB dan El Sifa (Lembaga Studi Islam Faperta) IPB. Tahun 2002-2003 penulis aktif di BEM Fakultas Pertanian sebagai staf Biro Kajian Strategis Departemen Sosial dan Politik, tahun 2003-2004 sebagai staf Biro Humas BKIM IPB dan Kepala Bidang Humas El Sifa, tahun 2003 juga sebagai ketua Masa Perkenalan Jurusan mahasiswa baru GMSK angkatan 40, tahun 2004-2005 sebagai kepala Biro Humas BKIM IPB. Selain di bidang keorganisasian, penulis juga aktif di bidang akademik, tahun 2005 penulis menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Analisis Zat Gizi selama satu semester.
Di akhir masa perkuliahan, menjelang kelulusan, alhamdulillah penulis telah melangsungkan pernikahan dengan seorang putri bernama Anjar Pamungkas Wati, SP pada tanggal 10 November 2005 di Blora, Jawa Tengah.
Bogor, Maret 2006
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA... 4
Ubi Jalar (Ipomea batatas) ... 4
Nilai Gizi Ubi Jalar ... 6
Pengolahan dan Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar ... 7
Tanaman Garut (Maranta arundinaceae L.) ... 8
Umbi Garut ... 9
Pemanfaatan Umbi Garut ... 11
Pati Garut ... 11
Cookies ... 13
Bahan-bahan dalam Pembuatan Cookies ... 13
Proses Pembuatan Cookies ... 17
Isolat protein kedelai kedelai ... 18
METODOLOGI ... 22
Tempat dan Waktu... 22
Bahan dan Alat ... 22
Metode Penelitian ... 22
Rancangan Percobaan ... 28
Pengolahan dan Analisis Data ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
Pembuatan Cookies Ubi Jalar dan Cookies Garut ... 29
Karakteristik Mutu Produk ... 31
Karakteristik Mutu Hedonik dan Hedonik Cookies ... 31
(10)
Karakteristik Kimia Cookies ... 52
KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
Kesimpulan ... 56
Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
(11)
PEMANFAATAN POTENSI TEPUNG UBI JALAR (Ipomea batatas) DAN PATI GARUT (Maranta arundinaceae L.) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI
TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES YANG DIPERKAYA ISOLAT PROTEIN KEDELAI UNTUK INTERVENSI GIZI
Wawan Sugilar Rahmawan
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(12)
RINGKASAN
WAWAN SUGILAR RAHMAWAN. Pemanfaatan Potensi Tepung Ubi Jalar (Ipomea batatas) Dan Pati Garut (Maranta arundinaceae L.) Sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu Dalam Pembuatan Cookies yang Diperkaya Isolat
Protein Kedelai untuk Intervensi Gizi (Di bawah bimbingan AHMAD
SULAEMAN dan MADE ASTAWAN).
Pemanfaatan ubi jalar dan tanaman garut untuk diproses menjadi tepung dan pati merupakan potensi yang besar sekaligus menjadi tantangan untuk bisa menggantikan fungsi tepung terigu dalam industri pengolahan pangan. Salah satu upaya pemanfaatan tepung ubi jalar dan pati garut dalam rangka substitusi tepung terigu adalah pada pembuatan cookies. Bahan baku utama cookies adalah tepung terigu, sehingga upaya penggantian fungsi tepung terigu oleh tepung ubi jalar dan pati garut adalah sesuatu hal yang sangat penting, mengingat pasokan bahan baku tepung terigu dalam negeri yang masih mengandalkan impor.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pembuatan cookies yang disubstitusi tepung ubi jalar atau pati garut serta diperkaya isolat protein kedelai untuk intervensi gizi, mengevaluasi karakteristik inderawi, sifat fisik dan kimia
cookies. Masing- masing cookies selanjutnya disebut cookies ubi jalar dan cookies
garut. Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan nilai tambah bagi bahan pangan lokal seperti ubi jalar dan garut yang belum termanfaatkan secara optimal, sehingga menjadi bahan pangan yang lebih bermutu, bernilai ekonomis dan dapat digunakan sebagai bahan pangan untuk intervensi gizi.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan. Pertama, tahap pengembangan formula dan proses pembuatan cookies pada tingkat substitusi tepung ubi jalar dan pati garut 0%, 30%, 40%, 50% dan 60%. Kedua, tahap evaluasi produk yang terdiri dari uji inderawi (mutu hedonik dan hedonik) serta analisis sifat fisik dan kimia. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan, sedangkan analisis data menggunakan uji one way ANOVA, uji lanjut Duncan dan uji Korelasi Pearson.
Proses pembuatan cookies ubi jalar dan cookies garut terdiri dari tiga tahapan, yaitu pencampuran adonan, pencetakan dan pemanggangan. Tahap pertama, pencampuran adonan yang dilakukan dengan dua tahap, yaitu pembuatan krim (creaming) dengan mencampurkan margarin, mentega, tepung gula, kuning telur, baking powder, vanili dan tepung susu skim yang kemudian dikocok selama 7 menit atau sampai terbentuk krim yang halus. Selanjutnya pencampuran tepung terigu, tepung ubi jalar atau pati garut, isolat protein kedelai dan maizena, sehingga terbentuk adonan. Tahap kedua adalah proses pencetakan dengan menggunakan alat pencetak Marcato Biscuits agar didapatkan bentuk dan ukuran
cookies yang seragam. Tahap ketiga adalah pemanggangan pada oven dengan suhu 150oC selama 10 menit, kemudian dinaikkan menjadi 160-170oC selama 20 menit.
Hasil penilaian organoleptik terhadap mutu warna cookies ubi jalar rata-rata berkisar antara 5,0-5,9 (tidak cerah/tidak gelap (netral) sampai agak gelap) dengan tingkat kesukaan 4,6-5,9 (suka tidak/tidak suka tidak (netral) sampai agak suka), mutu tekstur atau tingkat kerenyaha n 4,9-5,5 (tidak keras tidak juga renyah (netral) sampai agak renyah) dengan tingkat kesukaan 4,6-6,1 (suka tidak, tidak suka juga tidak (netral) sampai agak suka), mutu aroma 5,7-6,1 (agak kuat)
(13)
dengan tingkat kesukaan 5,5-6,0 (suka tidak/ tidak suka tidak (netral) sampai agak suka), mutu rasa atau tingkat kemanisan 4,9-5,3 (tidak manis dan tidak juga tidak manis (netral)) dengan tingkat kesukaan 4,8-5,5 (suka tidak/tidak suka juga tidak (netral) sampai agak suka). Persentase penerimaan panelis terhadap warna cookies
ubi jalar berkisar antara 46,7%-76,7%, tekstur 46,7%-80,0%, aroma 66,7%-80,0% dan rasa 50,0%-66,7%. Hal ini menunjukkan sebagian besar panelis bisa menerima atau menyukai terhadap cookies ubi jalar.
Berdasarkan hasil sidik ragam, terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antar tingkat substitusi pada formulasi cookies ubi jalar dalam hal mutu warna, kesukaan warna, mutu tekstur, dan kesukaan tekstur. Hasil uji korelasi Pearson, ada hubungan negatif sangat nyata (r= -0.935, p<0,01) antara mutu warna dengan kesukaan warna cookies ubi jalar, ada hubungan positif sangat nyata (r= 0.921, p<0,01) antara mutu tekstur dengan kesukaan tekstur, dan antara mutu rasa dengan kesukaan rasa (r= 0.776, p<0,01). Hal ini menunjukkan panelis menyukai warna cookies ubi jalar yang cerah, tekstur yang renyah dan rasa yang manis.
Hasil penilaian organoleptik terhadap mutu warna cookies garut rata-rata berkisar antara 3,4-5,3 (agak cerah sampai tidak cerah dan tidak juga gelap (netral)), dengan tingkat kesukaan terhadap warna 5,9-7,0 (agak suka sampai suka), mutu tekstur 5,5-7,0 (agak renyah sampai renyah) dengan tingkat kesukaan 6,1-7,1 (agak suka sampai suka), mutu aroma 6,0-6,4 (agak kuat) dengan tingkat kesukaan 5,8-6,8 (agak suka sampai suka), mutu rasa 5,3-5,9 (tidak manis dan tidak juga tidak manis (netral) sampai agak manis) dengan tingkat kesukaan 5,5-7,0 (agak suka sampai suka). Persentase penerimaan panelis terhadap warna
cookies garut berkisar antara 71,7%-95,0%, tekstur 80,0%-96,7%, aroma 76,7%-98,3% dan rasa 65,0%-76,7%-98,3%. Hal ini menunjukkan sebagian besar panelis bisa menerima atau menyukai terhadap cookies garut.
Cookies pada tingkat substitusi tepung ubi jalar 30% dan pati garut 40% ditentukan sebagai cookies terbaik berdasarkan penilaian panelis pada uji organoleptik dan pertimbangan aspek ekonomis. Cookies tersebut me mpunyai karakteristik skor rata-rata : mutu warna paling rendah (semakin rendah semakin cerah), mutu tekstur yang tinggi (semakin tinggi semakin renyah), serta kesukaan warna, tekstur dan rasa yang tinggi (semakin tinggi semakin disukai).
Berdasarkan hasil sidik ragam, terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antar tingkat substitusi pada formulasi cookies garut dalam hal mutu warna, kesukaan warna, mutu tekstur, kesukaan tekstur, kesukaan aroma, mutu rasa dan kesukaan rasa. Hasil uji korelasi Pearson, ada hubungan negatif nyata (r= -0.699, p<0,05) antara mutu warna dengan kesukaan warna cookies garut, ada hubungan positif sangat nyata (r= 0.969, p<0,01) antara mutu tekstur dengan kesukaan tekstur, ada hubungan positif nyata (r= 0.619, p<0,05) antara mutu rasa dengan kesukaan. Hal ini menunjukkan panelis menyukai warna cookies garut yang cerah, tekstur yang renyah dan rasa yang manis
Pada analisis sifat fisik, skor rata-rata tekstur cookies ubi jalar berkisar antara 1468,75-1531.25 gf (gram force), cookies garut berkisar antara 1450,00-1515,63 gf (gram force). Semakin tinggi tingkat subtitusi, cenderung memberikan nilai tekstur yang meningkat (semakin keras) baik pada cookies ubi jalar maupun
cookies garut. Rendemen cookies ubi jalar berkisar antara 89,5%-91,7%, rendemen cookeis garut berkisar antara 86,7%-89,9%. Tingkat kecerahan cookies
(14)
65,8-68,2. Derajat hue cookies ubi jalar berkisar antara 81,7-84,6 sedangkan
cookies garut berkisar antara 83,7-85,1. Semua formulasi cookies ubi jalar dan
cookies garut berada pada kisaran warna kuning merah (Yellow Red). Hasil uji sidik ragam, terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antar tingkat substitusi pada formulasi cookies ubi jalar dalam hal tingkat kecerahan, sedangkan pada cookies
garut terdapat perbedaan yang nyata dalam hal nilai tekstur.
Pada analisis sifat kimia, kadar air cookies ubi jalar 30% sebesar 6,69%, kadar abu 2,37%, protein 14,43%, lemak 30,93%, karbohidrat 45,59% dan energi 518 kkal, sedangkan cookies garut 40% kadar airnya sebesar 5,18%, abu 2,14%, protein 15,06%, lemak 28,22%, karbohidrat 49,41% dan energi 512 kkal. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia, cookies ubi jalar dan cookies garut memiliki kadar protein dan energi yang tinggi, yaitu protein mencapai minimal 12% dan energi mencapai minimal 450 kkal, sehingga bisa dikategorikan sebagai cookies
tinggi protein dan energi. Berdasarkan kandungan protein dan energi yang tinggi pada cookies ubi jalar dan cookies garut, maka cookies yang dihasilkan ini bisa digunakan sebagai bahan makanan untuk program intervensi gizi, terutama untuk program penanggulangan masalah Kekurangan Energi dan Protein (KEP) atau sebagai makanan tambahan bagi ibu hamil yang membutuhkan lebih banyak asupan energi dan proteinnya.
Berdasarkan kandungan protein dan energi cookies ubi jalar dan cookies
garut, jika ibu hamil mengkonsumsi cookies ubi jalar sebanyak 80 gram/hari, maka akan berkontribusi terhadap kecukupan protein sebesar 16,1%-17,2% dan energi sebesar 16,6%-19,7%, sedangkan jika mengkonsumsi cookies garut sebanyak 80 gram/hari, maka akan berkontribusi terhadap kecukupan protein sebesar 17,4%-18,7% dan energi sebesar 16,4%-19,5%.
(15)
PEMANFAATAN POTENSI TEPUNG UBI JALAR (Ipomea batatas) DAN PATI GARUT (Maranta arundinaceae L.) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI
TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES YANG
DIPERKAYA ISOLAT PROTEIN KEDELAI UNTUK INTERVENSI GIZI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertania n pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Wawan Sugilar Rahmawan A54101006
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(16)
Judul : PEMANFAATAN POTENSI TEPUNG UBI JALAR (Ipomea batatas) DAN PATI GARUT (Maranta arundinaceae
L.) MARANTA ARUNDINACEAE L.) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES YANG DIPERKAYA ISOLAT PROTEIN KEDELAI UNTUK INTERVENSI GIZI
Nama : Wawan Sugilar Rahmawan
NRP : A54101006
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS
NIP 131 284843 NIP 131 667 800
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP 130 422 698
(17)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Rabb semesta alam yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada :
1. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS dan Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam pelaksanaan penelitian sampai penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS sebagai dosen pemandu seminar penulis yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Drh. Rizal Damanik, M.Rep. sebagai dosen penguji penulis yang telah memberikan banyak saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
4. Dr. Rimbawan yang telah memberikan berbagai masukan, motivasi dan bantuannya sehingga penulis bisa menyelesaikan perkuliahannya.
5. SEAFAST CENTER IPB yang telah memberikan bantuan dana untuk penelitian.
6. Ayahanda, saudara-saudara penulis; kakak, adik, paman dan semuanya yang telah memberikan dorongan, nasehat, doa dan semangatnya.
7. Istri tercinta, Anjar Pamungkas Wati, SPt. yang selalu setia menemani penulis setiap saat, dalam suka dan duka senantiasa dijalani bersama
8. Bapak Mashudi, Ibu Rizki dan Ibu Nina, Ibu Indani, Eka Kaeruni, dan Yulina Eva atas semua bantuannya di Laboratorium
9. Mas Bagas, Kru di Pondok Jazz Com, Kru di Java Computer atas semua kebaikannya memberikan fasilitas untuk ”ngetik” kepada penulis.
10. Teman-teman GMSK 38: Sholichin, Adi Praja, Ade Chandra dan semuanya yang telah pada lulus lebih dahulu. Semoga sukses selalu.
11. Teman-teman seperjuangan di BKIM dan MT, tetap Istiqomah di jalan-Nya. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua.
Bogor, Maret 2006 Wawan Sugilar Rahmawan
(18)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cianjur, pada tanggal 03 Agustus 1981. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan M. Nanang Rustandi dan Babay Rukiah (Almarhummah).
Pendidikan penulis dimulai pada tahun 1989 di SDN Palasari Cianjur, Kabupaten Cianjur, lulus tahun 1995. Kemudian dilanjutkan di SLTP Negeri 6 Cianjur tahun 1995-1998 dan di MAN Cianjur pada tahun 1998-2001. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama masa pendidikannya, penulis aktif di berbagai orga nisasi, dimulai pada tahun 1998 penulis menjadi pengurus OSIS MAN Cianjur sebagai staf bidang ketakwaan kepada Tuhan YME, kemudian pada tahun 1999-2000 penulis diamanahi sebagai ketua umum OSIS MAN Cianjur juga sebagai anggota Pramuka dan Karya Ilmiah dan Jurnalistik MAN Cianjur.
Selama di IPB, karir keorganisasian penulis dimulai pada tahun pertama kuliah (2001) yakni sebagai anggota BKIM (Badan Kerohanian Islam Mahasiswa) IPB dan El Sifa (Lembaga Studi Islam Faperta) IPB. Tahun 2002-2003 penulis aktif di BEM Fakultas Pertanian sebagai staf Biro Kajian Strategis Departemen Sosial dan Politik, tahun 2003-2004 sebagai staf Biro Humas BKIM IPB dan Kepala Bidang Humas El Sifa, tahun 2003 juga sebagai ketua Masa Perkenalan Jurusan mahasiswa baru GMSK angkatan 40, tahun 2004-2005 sebagai kepala Biro Humas BKIM IPB. Selain di bidang keorganisasian, penulis juga aktif di bidang akademik, tahun 2005 penulis menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Analisis Zat Gizi selama satu semester.
Di akhir masa perkuliahan, menjelang kelulusan, alhamdulillah penulis telah melangsungkan pernikahan dengan seorang putri bernama Anjar Pamungkas Wati, SP pada tanggal 10 November 2005 di Blora, Jawa Tengah.
Bogor, Maret 2006
(19)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA... 4
Ubi Jalar (Ipomea batatas) ... 4
Nilai Gizi Ubi Jalar ... 6
Pengolahan dan Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar ... 7
Tanaman Garut (Maranta arundinaceae L.) ... 8
Umbi Garut ... 9
Pemanfaatan Umbi Garut ... 11
Pati Garut ... 11
Cookies ... 13
Bahan-bahan dalam Pembuatan Cookies ... 13
Proses Pembuatan Cookies ... 17
Isolat protein kedelai kedelai ... 18
METODOLOGI ... 22
Tempat dan Waktu... 22
Bahan dan Alat ... 22
Metode Penelitian ... 22
Rancangan Percobaan ... 28
Pengolahan dan Analisis Data ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
Pembuatan Cookies Ubi Jalar dan Cookies Garut ... 29
Karakteristik Mutu Produk ... 31
Karakteristik Mutu Hedonik dan Hedonik Cookies ... 31
(20)
Karakteristik Kimia Cookies ... 52
KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
Kesimpulan ... 56
Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
(21)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Karakteristik varietas unggul ubi jalar... 5
2. Kandungan rata-rata zat gizi ubi jalar per 100 gram ... 6
3. Perbandingan komposisi kimia rata-rata tepung ubi jalar per 100 g ... 8
4. Kompisis i kimia umbi garut per 100 g bahan... 10
5. Komposisi kimia pati garut per 100 g bahan ... 13
6. Syarat mutu cookies yang ditetapkan oleh SNI No. 01-2973-1992... 19
7. Kandungan asam amino isolat protein kedelai ... 21
8. Formula cookies dengan substitusi tepung ubi jalar ... 24
9. Formula cookies dengan substitusi garut ... 25
10. Karakteristik panelis uji organoleptik cookies ubi jalar dan cookies garut 27 11. Karakteristik panelis berdasarkan kesukaan dan tingkat kesukaan terhadap cookies secara umum ... 31
12. Nilai oHue dan warna cookies ubi jalar dan cookies garut ... 51
13. Hasil analisis komponen gizi cookies ubi jalar dan cookies garut ... 52 14. Kontribusi protein dan energi cookies per 80 g terhadap AKG ibu hamil 55
(22)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Ubi jalar ... 5 2. Umbi garut ... 10 3. Prosedur pembuatan cookies ubi jalar dan cookies garut ... 26 4. Cookies ubi jalar dan cookies garut ... 30 5. Grafik skor mutu warna cookies ubi jalar dan cookies garut ... 33 6. Grafik skor kesukaan warna cookies ubi jalardan cookies garut ... 35 7. Grafik persentase penerimaan panelis terhadap warna cookies ubi jalar
dan cookies garut ... 36 8. Grafik skor mutu tekstur cookies ubi jalar dan cookies garut... 38 9. Grafik skor kesukaan tekstur cookies ubi jalar dan cookies garut ... 39 10. Grafik persentase penerimaan panelis terhadap tekstur cookies ubi jalar
dan cookies garut ... 40 11. Grafik skor mutu aroma cookies ubi jalar dan cookies garut ... 42 12. Grafik skor kesukaan aroma cookies ubi jalar dan cookies garut ... 43 13. Grafik persentase penerimaan panelis terhadap aroma cookies ubi jalar
dan cookies garut ... 43 14. Grafik skor mutu rasa cookies ubi jalar dan cookies garut ... 44 15. Grafik skor kesukaan rasa cookies ubi jalar dan cookies garut ... 45 16. Grafik persentase penerimaan panelis terhadap rasa cookies ubi jalar
dan cookies garut ... 46 17. Grafik skor rata-rata tekstur cookies ubi jalar dan cookies garut ... 47 18. Grafik skor rata-rata rendemen cookies ubi jalar dan cookies garut... 48 19. Grafik skor rata-rata nilai L, a, dan b cookies ubi jalar ... 50 20. Grafik skor rata-rata nilai L, a, dan b cookies garut ... 50
(23)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Metode analisis sifat fisik cookies ... 63 2. Metode analisis komponen gizi ... 65 3. Formulir survey pra-penilaian inderawi ... 67 4. Form uji inderawi cookies ubi jalar dan cookies garut ... 68 5. Rekapitulasi data hasil uji mutu hedonik warna cookies ubi jalar ... 69 6. Rekapitulasi data hasil uji mutu hedonik tekstur cookies ubi jalar... 70 7. Rekapitulasi data hasil uji mutu hedonik aroma cookies ubi jalar... 71 8. Rekapitulasi data hasil uji mutu hedonik rasa cookies ubi jalar ... 72 9. Rekapitulasi data hasil uji mutu hedonik warna cookies garut ... 73 10. Rekapitulasi data hasil uji mutu hedonik tekstur cookies garut... 74 11. Rekapitulasi data hasil uji mutu hedonik aroma cookies garut ... 75 12. Rekapitulasi data hasil uji mutu hedonik rasa cookies garut ... 76 13. Rekapitulasi data hasil uji hedonik warna cookies ubi jalar ... 77 14. Rekapitulasi data hasil uji hedonik tekstur cookies ubi jalar ... 78 15. Rekapitulasi data hasil uji hedonik tekstur cookies ubi jalar ... 79 16. Rekapitulasi data hasil uji hedonik rasa cookies ubi jalar ... 80 17. Rekapitulasi data hasil uji hedonik warna cookies garut ... 81 18. Rekapitulasi data hasil uji hedonik tekstur cookies garut ... 82 19. Rekapitulasi data hasil uji hedonik aroma cookies garut ... 83 20. Rekapitulasi data hasil uji hedonik rasa cookies garut ... 84 21. Hasil sidik ragam mutu warna cookies ubi jalar ... 85 21a. Hasil uji lanjut duncan mutu warna cookies ubi jalar ... 85 22. Hasil sidik ragam mutu warna cookies garut ... 85 22a. Hasil uji lanjut duncan mutu warna cookies garut ... 85 23. Hasil sidik ragam kesukaan warna cookies ubi jalar ... 85 23a. Hasil uji lanjut duncan kesukaan warna cookies ubi jalar ... 86 24. Hasil sidik ragam kesukaan warna cookies garut ... 86 24a. Hasil uji lanjut duncan kesukaan warna cookies garut ... 86 25. Hasil sidik ragam mutu tekstur cookies ubi jalar ... 86 25a. Hasil uji lanjut duncan mutu tekstur cookies ubi jalar... 87
(24)
26. Hasil sidik ragam mutu tekstur cookies ubi jalar ... 87 26a. Hasil uji lanjut duncan mutu tekstur cookies garut... 87 27. Hasil sidik ragam kesukaan tekstur cookies ubi jalar ... 87 27a. Hasil uji lanjut duncan kesukaan tekstur cookies ubi jalar ... 88 28. Hasil sidik ragam kesukaan tekstur cookies garut ... 88 28a. Hasil uji lanjut duncan kesukaan tekstur cookies garut ... 88 29. Hasil sidik ragam mutu aroma cookies ubi jalar... 88 30. Hasil sidik ragam mutu aroma cookies garut... 88 31. Hasil sidik ragam kesukaan aroma cookies ubi jalar ... 89 32. Hasil sidik ragam kesukaan aroma cookies garut... 89 32a. Hasil uji lanjut duncan kesukaan aroma cookies garut ... 89 33. Hasil sidik ragam mutu rasa cookies ubi jalar ... 89 34. Hasil sidik ragam mutu rasa cookies garut ... 89 34a. Hasil uji lanjut duncan mutu rasa cookies garut ... 90 35. Hasil sidik ragam kesukaan rasa cookies ubi jalar... 90 36. Hasil sidik ragam kesukaan rasa cookies garut ... 90 36a. Hasil uji lanjut duncan kesukaan rasa cookies garut ... 90 37. Rekapitulasi data hasil pengukuran tekstur (kerenyahan) dan rendemen cookies ubi jalar... 91 38. Rekapitulasi data hasil pengukuran tekstur (kerenyahan) dan rendemen cookies garut... 92 39. Rekapitulasi data hasil pengukuran nilai kecerahan (l), nilai a, b, hue dan penggolongan warna cookies ubi jalar dan ... 93 40. Hasil sidik ragam tekstur cookies ubi jalar ... 94 41. Hasil sidik ragam tekstur cookies garut ... 94 41a. Hasil uji lanjut duncan tekstur cookies garut ... 94 42. Hasil sidik ragam rendemen cookies ubi jalar ... 94 43. Hasil sidik ragam rendemen cookies garut ... 94 44. Hasil sidik ragam tingkat kecerahan cookies ubi jalar... 95 44a. Hasil uji lanjut duncan tingkat kecerahan cookies ubi jalar ... 95 45. Hasil sidik ragam derajat hue cookies ubi jalar ... 95 46. Hasil sidik ragam tingkat kecerahan cookies garut ... 95
(25)
47. Hasil sidik ragam derajat hue cookies garut ... 95 48. Rekapitulasi data hasil analisis sifat kimia cookies ubi jalar dan cookies
garut ... 96 49. Hasil uji korelasi pearson mutu warna terhadap kesukaan warna cookies
ubi jalar... 97 50. Hasil uji korelasi pearson mutu warna terhadap kesukaan warna cookies
garut... 97 51. Hasil uji korelasi pearson mutu tekstur terhadap kesukaan tekstur cookies ubi jalar... 97 52. Hasil uji korelasi pearson mutu tekstur terhadap kesukaan tekstur cookies
garut... 97 53. Hasil uji korelasi pearson mutu aroma terhadap kesukaan aroma cookies ubi jalar... 97 54. Hasil uji korelasi pearson mutu aroma terhadap kesukaan aroma cookies
garut... 98 55. Hasil uji korelasi pearson mutu rasa terhadap kesukaan rasa cookies ubi jalar ... 98 56. Hasil uji korelasi pearson mutu rasa terhadap kesukaan rasa cookies
garut... 98 57. Hasil uji korelasi Pearson nilai tekstur (kekerasan) terhadap mutu tekstur cookies ubi jalar... 98 58. Hasil uji korelasi Pearson nilai tekstur (kekerasan) terhadap kesukaan
tekstur cookies ubi jalar ... 98 59. Hasil uji korelasi Pearson nilai tekstur (kekerasan) terhadap mutu tekstur cookies garut... 98 60. Hasil uji korelasi Pearson nilai tekstur (kekerasan) terhadap kesukaan
tekstur cookies garut ... 99 61. Hasil uji korelasi Pearson mutu warna terhadap tingkat kecerahan (L)
cookies ubi jalar... 99 62. Hasil uji korelasi Pearson kesukaan warna terhadap tingkat kecerahan (L) cookies ubi jalar... 99
(26)
63. Hasil uji korelasi Pearson mutu warna terhadap tingkat kecerahan (L)
cookies garut... 99 64. Hasil uji korelasi Pearson kesukaan warna terhadap tingkat kecerahan (L) cookies garut ... 99 65. Hasil uji korelasi Pearson Mutu Warna terhadap Warna (ohue) cookies ubi jalar... 100 66. Hasil uji korelasi Pearson Kesukaan Warna terhadap Warna (ohue)
cookies ubi jalar ... 100 67. Hasil uji korelasi Pearson Mutu Warna terhadap Warna (ohue) cookies garut... 100 68. Hasil uji korelasi Pearson Kesukaan Warna terhadap Warna (ohue)
(27)
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup. Pangan sebagai kebutuhan pokok manusia harus tersedia dalam jumlah yang cukup bagi semua kalangan. Tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi merupakan prasyarat utama yang harus terpenuhi dalam upaya mewujudkan insan yang berharkat dan bermartabat serta sumber daya manusia yang berkualitas (Peraturan Pemerintah RI No 28 Tahun 2004).
Lebih jauh lagi, pangan yang tersedia dan dikonsumsi harus bisa memenuhi kecukupan gizi yang dibutuhkan untuk aktivitas hidup yang sehat dan normal. Jika tidak, sangat dikhawatirkan bisa mengakibatkan masalah gizi, seperti Kekurangan Energi Protein (KEP), Kekurangan Energi Kronis (KEK), Kekurangan Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKI) yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
Tidak bisa tidak, pemerintah sebagai institusi negara harus memperhatikan kondisi penduduk di negaranya dan berupaya seoptimal mungkin mengatur kebijakan-kebijakan dalam penyediaan pangan dan distribusinya untuk memenuhi kebutuhan penduduknya, agar bisa hidup sejahtera dan makmur. Pemerintah pun harus menyelenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi pangan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat (UU RI No.7 Tahun 1996).
Sampai saat ini, mayoritas penduduk Indonesia masih mengandalkan jenis pangan tertentu dalam memenuhi kebutuhan energinya, yakni kepada beras. Keterga ntungan terhadap beras yang tinggi tanpa diimbangi dengan jumlah produksi beras dalam negeri mengakibatkan pemerintah harus melakukan impor dalam jumlah yang banyak, padahal impor beras akan memerlukan biaya yang cukup besar. Produk pangan lain sebagai sumber energi yang sering dikonsumsi masyarakat adalah produk berbasis terigu. Padahal, bahan baku terigu yaitu gandum juga merupakan komoditas impor yang hampir tidak diproduksi di Indonesia. Bahkan Indonesia termasuk negara importir gandum ke-6 terbesar di dunia setelah Brazil, Mesir, Iran, Jepang, dan Algeria (Sawit 2003). Menurut data
(28)
statistik (BPS 2005a), selama tahun 2004 Indonesia telah mengimpor gandum senilai US$ 1.080.750.000 dan pada tahun 2005 senilai US$ 872.800.000.
Tepung terigu sebagai bahan baku utama dalam industri pengolahan makanan seperti roti, mi, cakes, biscuit dan cookies, jika penyediaannya terus menerus mengandalkan pasokan impor, dikhawatirkan negara akan sangat tergantung terhadap pasokan luar negeri. Hal ini akan menyebabkan negara harus mengeluarkan dana dalam jumlah besar setiap tahunnya. Padahal, mungkin masih bisa dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor tersebut. Salah satu upaya alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan mengusahakan pembuatan sejenis tepung atau pati dari komoditi pangan lain seperti ubi jalar dan tanaman umbi garut untuk menggantikan fungsi tepung terigu.
Pemanfaatan ubi jalar dan tanaman garut untuk diproses menjadi tepung atau pati merupakan potensi yang besar sekaligus menjadi tantangan untuk bisa menggantikan fungsi tepung terigu dalam industri pengolahan pangan. Tanaman ubi jalar sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Hanya saja ubi jalar masih dipersepsikan sebagai bahan pangan inferior yang tidak sekelas dengan jagung, beras dan gandum, sehingga masyarakat kurang berminat untuk mengkonsumsi ubi jalar atau produk olahannya. Hal ini karena masih kurang bervariasinya produk olahan asal ubi jalar. Padahal, produksi ubi jalar di Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 1.749.070 ton (tahun 2001), 1.771.642 ton (2002), 1.991.478 ton (2003), dan 1.901.802 ton (2004) (BPS 2005b).
Sementara itu, tanaman garut juga secara umum sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia khususnya di pulau Jawa. Garut dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif maupun penghasil pati untuk bahan baku industri. Hal ini sejalan dengan arah dan sasaran kebijakan pembangunan pangan dan gizi yaitu dalam mewujudkan ketahanan pangan sebaiknya tidak bertumpu pada komoditas tertentu seperti padi, jagung dan kedelai (Anonim 2005). Pemerintah mencanangkan perluasan budidaya tanaman garut seluas satu juta hektar di Pulau Jawa, setelah sebelumnya menanam pada luasan lahan 18.000 hektar sejak tahun 1998 (Anonim 2002).
(29)
Salah satu upaya pemanfaatan potensi tepung ub i jalar dan pati garut untuk mensubstitusi tepung terigu adalah pada pembuatan cookies. Cookies adalah jenis biskuit manis yang terbuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan, penampang potongannya bertekstur kurang padat (Departemen Perindustrian 1992). Bahan baku utama cookies adalah tepung terigu, sehingga upaya mensubstitusi fungsi tepung terigu oleh tepung ubi jalar atau pati garut merupakan hal yang sangat penting, mengingat pasokan bahan baku tepung terigu dalam negeri yang masih mengandalkan impor. Selain substitusi tepung terigu,
cookies yang dibuat kemudian diperkaya dengan protein dengan harapan akan menjadi bahan pangan alternatif yang berbahan baku lokal dan bernilai protein dan energi yang tinggi sehingga bisa digunakan untuk bahan intervensi gizi.
Tujuan
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk makanan berupa cookies yang disubstitusi dengan tepung ubi jalar atau pati garut dan diperkaya isolat protein kedelai dalam rangka diversifikasi produk pangan sehingga bisa digunakan sebagai bahan untuk intervensi gizi.
Tujuan Khusus
Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari pembuatan cookies ubi jalar dan cookies garut yang diperkaya isolat protein kedelai sebagai bahan untuk intervensi gizi
2. Mengevaluasi karakteristik inderawi cookies ubi jalar dan cookies garut 3. Mengevaluasi sifat fisik dan kimia cookies ubi jalar dan cookies garut
Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi bahan pangan lokal yaitu ubi jalar dan garut yang belum termanfaatkan secara optimal, sehingga menjadi bahan pangan yang lebih bermutu, bernilai ekonomis dan dapat digunakan sebagai bahan pangan untuk intervensi gizi. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat mendukung program penganekaragaman pangan sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan Indonesia.
(30)
TINJAUAN PUSTAKA Ubi Jalar (Ipomea batatas, L.)
Ubi Jalar (Ipomea batatas, L.) berasal dari daerah tropik dan subtropik Amerika, kemudian menyebar ke daerah tropik dan subtropik lainnya, termasuk Indonesia. Ubi jalar adalah tanaman herba dengan batang yang bervariasi dalam ketebalan, panjang dan kebiasaan pertumbuhan (Pusbangtepa 1999).
Menurut Lingga, et al (1986) ubi jalar digolongkan sebagai tanaman merambat dengan batang tidak berkayu, berbentuk bulat dan bagian tengah terdiri dari gabus. Pada tiap ruas tumbuh daun, akar, batang dan tunas cabang. Batang ubi jalar dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu, batang besar; biasanya terdapat pada varietas denga n tipe menjalar, mempunyai panjang batang 1-3 m. golongan kedua berbatang sedang, terdapat pada varietas yang bertipe agak tegak dengan panjang batang 1-2 m. Golongan ketiga berbatang kecil, terdapat pada varietas yang bertipe merambat dengan panjang batang 2-3 m.
Daun ubi jalar tersusun berselang-seling, berbentuk spiral sepanjang batang. Daun ubi jalar mempunyai bentuk yang bisa dibedakan atas tiga golongan, yakni : berbentuk bulat/hati, tepi daun rata, bergigi dan berlekuk. Kedua, berbentuk elip/lonjong, tepi daun berlekuk dangkal. Ketiga, berbentuk runcing/panah, tepi daun berlekuk dalam, menjari dan rata, ukurannya tergantung dari besar kecilnya batang. Warna daun hijau tua dan hijau-kuning, warna tangkai dan tulang daun bervariasi antara hijau dan ungu sesuai dengan warna batang. Pola warna daun dan tangkainya dapat digunakan sebagai petunjuk dalam pengenalan varietasnya. Huaman (1990) membedakan bentuk ubi atas 9 bentuk, yaitu bulat, bulat elip, elip, bulat di bawah, bulat di atas, bulat panjang ukuran kecil, bulat panjang ukuran besar, elip ukuran besar panjang, dan panjang kecil tidak beraturan.
Umbi tanaman ubi jalar adalah akar yang membesar dan sebagai makanan cadangan bagi tanaman, dengan bentuk antara lonjong sampai agak bulat. (Gambar 1). Warna kulit umbi bervariasi, ada yang putih kotor, kuning, merah muda, jingga dan ungu tua. Warna daging putih, krem, merah muda, kekuning-kuningan dan jingga tergantung jenis dan banyaknya pigmen yang terdapat dalam
(31)
kulit. Pigmen yang terdapat di dalam ubi jala r adalah karotenoid dan antosianin (Pusbangtepa 1999).
Gambar 1 Ubi jalar
Di Indonesia, telah terdapat lebih dari 1000 jenis ubi jalar yang ditemukan hampir di semua daerah. Paling banyak jenis yang ditemukan adalah di wilayah Indonesia Timur seperti Papua, Maluku dan Flores. Dari ribuan jenis pohon ubi jalar itu, baru 142 jenis yang telah diidentifikasi, lima diantaranya ditetapkan sebagai varietas unggul, masing- masing Daya, Prambanan, Mendut, Borobudur dan Kalasan. Daya merupakan hasil silangan varietas Putri Selatan dan Jonggol. Borobudur hasil silangan klon No. 380 dengan Filipina II. Sedangkan Mendut dan Kalasan masing- masing merupakan varietas introduksi dari Nigeria dan Taiwan (Pusbangtepa 1999). Karakteristik masing- masing varietas tersebut tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik varietas unggul ubi jalar Karakteristik
Varietas Ubi jalar
Daya Prambanan Borobudur Mendut Kalasan
§ Produksi (ton/ha)
§ Umur panen (hari
setelah tanam)
§ Warna kulit
§ Warna daging umbi
§ Rasa umbi
§ Ketahanan terhadap
penyakit kudis 25-35 110 Jingga muda Jingga muda Manis berair Tahan 25-35 135 Jingga Jingga Manis enak Tahan 25-35 120 Jingga Jingga Manis Tahan 25-50 125 - - Manis Tahan 31.2-42.5 95-100 Coklat muda Kuning Manis agak berair Tahan
(32)
Nilai Gizi Ubi Jalar
Tanaman ubi jalar lebih efektif sebagai penghasil karbohidrat dibandingkan dengan ubi kayu. Ubi jalar mampu menghasilkan 48.000 kalori per hektar perhari, sedangkan ubi kayu hanya 35.000 kalori per hektar per hari. Hal ini tentu tidak terlepas dari umur panen tanaman ini yang lebih pendek dari ubi kayu yakni hanya sekitar 4 bulan. Nilai gizi ubi jalar dipengaruhi oleh varietas, lokasi penanaman dan musim tanamnya. Terdapat variasi komposisi pada ubi jalar antara varietas yang sama yang ditanam pada lokasi yang berbeda dan antara varietas yan berbeda yang ditanam pada lokasi yang sama (Pusbangtepa 1999). Winarno (1982) menyatakan bahwa ubi jalar adalah sumber energi, ß-karoten, asam askorbat, niacin, riboflavin, thiamin dan mineral. Kandungan gizi rata-rata ubi jalar dan beberapa komoditi lain tercantum dalam Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan rata-rata zat gizi ubi jalar per 100 gram
Zat gizi Ubi jalar 1 Ubi jalar merah2 Ubi jalar putih2 Ubi jalar kuning2 Energi (kal) Protein (g) Karbohidrat (g) Lemak (g) Ca (mg) Fe (mg) P (mg)
Vitamin C (mg) Vitamin A (RE) Vitamin B (mg) Air (g)
β-Karoten (µg) Serat (g Abu (g Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg) 135,0 1,1 31,8 0,4 55,0 0,7 51,0 35,0 - - 65,5 - 0,7 1,2 0,1 0,04 0,6 151,0 1,6 35,4 0,3 29,0 0,7 74,0 10,5 0,0 0,13 61,9 1208,0 0,7 0,6 - 0,08 0,7 152,0 1,5 35,7 0,3 29,0 0,8 64,0 9,8 0,0 0,17 61,6 264,0 0,7 0,9 - 0,07 0,7 114,0 0,8 26,7 0,5 51,0 0,9 47,0 22,0 0,0 0,06 70,9 4948,0 1,1 1,1 - - - Sumber : 1Woolfe (1999)
2 Direktorat Gizi dan Kesehatan RI (1995) - Data tidak ditemukan
Berdasarkan tabel di atas, kandungan energi ubi jalar sangat tinggi (135 kal/100 gram). Kandungan lemak dan protein ubi jalar relatif rendah sehingga menjadikan penggunaannya sebagai bahan pangan harus dilengkapi dengan
(33)
potensi sebagai bahan makanan yang ideal untuk mengurangi kekurangan energi dan juga kekurangan vitamin A.
Pengolahan dan Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar
Pembuatan tepung ubi jalar adalah jenis pengolahan yang penting bagi ubi jalar, karena dapat memperpanjang masa simpannya serta lebih luwes pamakainnya untuk berbagai jenis kebutuhan, baik pangan maupun non pangan. Hasil penelitian Suismono (1995), menunjukkan bahwa untuk menghasilkan tepung ubi jalar yang baik, maka ubi diproses melalui beberapa tahap yaitu pengupasan, penyawutan, perendaman di dalam larutan bisulfit 0,2 %, pengepresan, pengeringan dan penepungan. Sammy (1970), menyatakan untuk perbaikan warna tepung ubi jalar dapat dilakukan dengan cara ubi diiris dengan ketebalan 2-3 mm, dicelupkan ke dalam larutan sodium metabisulfit, kemudian dicuci 2 kali sebelum dikeringkan.
Tepung ubi jalar merupakan salah satu produk olahan ubi jalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan (Antarlina 1994). Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan makaroni dan kue, sebagai bahan pengisi, pengikat dan penstabil karena daya ikat airnya tinggi. Tepung ini juga dapat digunakan sebagai campuran dalam pembuatan roti, kue-kue, biskuit,
cookies dan bahan campuran dalam pembuatan BMC (Bahan Makanan Campuran). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu dalam pembuatan roti sampai 30%, biskuit 80% dan cookies 60% (Pusbangtepa 1999).
Hasil penelitian Hanafi (1999) menunjukkan bahwa tepung ubi jalar mampu mensubstitusi tepung terigu pada pembuatan cookies sebesar 30% dengan suplementasi tepung kacang hijau 10% dan penggunaan di atas 30% (40% dan 50%) hasilnya masih kurang memuaskan terutama dalam warna cookies. Sedangkan Sunarlinah (1983) melaporkan bahwa tepung ubi jalar mampu mensubstitusi tepung terigu sampai 50% dalam pembuatan cookies. Djuanda (2003) juga menyatakan dalam penelitiannya bahwa penerimaan optimum cookies
ubi jalar adalah penggunaan tepung ubi jalar 70% dan lemak 55% pada skala tingkat substitusi tepung ubi jalar 60-80% dan lemak 50-60% (basis 100 unit tepung). Sementara Woolfe (1999) melaporkan bahwa roti bisa disubstitusi tepung
(34)
ubi jalar sebesar 50%. Selain itu, cake juga bisa disubtitusi tepung ubi jalar hingga 50% (Antarlina 1994).
Karakteristik kimia tepung ubi jalar berbeda antar varietas. Berikut disajikan perbandingan komposisi kimia tepung ubi jalar antar varietas pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan komposisi kimia rata-rata tepung ubi jalar per 100 g bahan
Zat gizi Tepung ubi jalar
Putih Kuning Merah
Air (g) Abu (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat kasar (g) Pati (g) Gula (g) β-Karoten (µg) Amilosa Ca (mg)* Fe (mg)* 6,40 1,78 2,35 0,75 79,41 2,45 80,46 5,23 303,00 26,55 64,00 3,50 4,50 2,05 2,85 0,45 79,36 3,31 79,81 5,51 909,00 25,00 132,20 4,20 4,25 2,92 2,36 0,76 65,93 4,19 85,32 18,38 794,10 24,50 - - Sumber : Marahastuti (1993)
* Bogasari (2005) - Data tidak ditemukan
Tanaman Garut (Maranta arundinaceae, L)
Tanaman garut termasuk dalam famili Marantaceae, genus Maranta, dan spesies Maranta arundinaceae, L. Daerah asal tanaman garut adalah dari St. Vincent, Amerika Tengah. Tanaman ini merupakan tanaman setahun yang termasuk jenis rumput-rumputan tegak, tingginya 60-80 cm, berbatang lunak, berdaun besar dan oval seperti kepala anak panah (Vilamajor & Jurkema 1996). Batang tanaman garut mulai tumbuh dari umbi, sedikit memanjang, lurus dan runcing, berbentuk kumparan dan menebal ke arah puncak. Bunganya berwarna putih, berjumlah sedikit, cepat hilang, bergerombol, dan berbentuk oval dalam ikatan kembar dengan panjang kurang dari satu inchi (2,54) cm. Bijinya berwarna merah, tetapi jarang diproduksi.
(35)
Villamajor dan Jurkema (1996) menyatakan bahwa garut dikenal dengan nama Arrowroot, St. Vincent Arrowroot, West Indian Arrowroot. Di Indonesia tanaman ga rut disebut juga angkrik, arus, erut, garut (Jawa), larut, patat, sagu (Sunda), arut, larut, selarut (Madura).
Tanaman garut mempunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan tumbuh yang ternaungi, sehingga tanaman garut sering ditanam di pekarangan dan kawasan hutan (agroforestry). Tanaman ini dapat menghasilkan umbi garut optimal pada ketinggian 600-900 m dpl, curah hujan minimum 1500-2000 mm pertahun dengan musim kemarau selama 1-2 bulan, dan suhu udara 22-32oC (Rukmana 2000).
Tanaman garut telah dicanangkan oleh pemerintah sebagai salah satu komoditas pangan yang perlu dikembangkan. Pemerintah melalui Menteri Pangan dan Hortikultura pada tahun 1998/1999 telah mencanangkan budidaya tanaman garut pada areal tanam yang dipersiapkan seluas 18.000 hektar pada tahap awal yang tersebar di Banyumas, Malang dan Blitar (Rukmana 2000). Bahkan sampai saat ini ditargetkan penanaman garut pada lahan seluas satu juta hektar di Jawa Barat (Tasikmalaya, Ciamis dan Banjar), Jawa Tengah (Ajibarang, Wangla, Purwokerto, Sampang, Sukaraja, Buntu, Banyumas, dan Pemalang) dan Jawa Timur (Malang, Blitar, dan Kepanjen) (Anonim 2002).
Umbi Garut
Umbi garut merupakan rhizoma dari tanaman garut. Umbi garut berwarna putih dan dibungkus dengan sisik-sisik secara teratur (Gambar 2). Sisik-sisik ini berwarna putih sampai coklat pucat. Rhizoma garut mempunyai panjang sekitar 20-45 cm dan diameter 2,5 cm (Muchtadi 1989). Bentuk umbinya spesifik, yaitu melengkung seperti busur panah. Suranto (1989) juga menyatakan umbi garut berbentuk silinder dan diameter umbi membesar dari pangkal sampai ujung umbi.
Umbi garut mempunyai ujung yang bentuknya bervariasi. Sebagian kecil umbi mempunyai ujung yang lancip dan sebagian besar mempunyai ujung tumpul yang membulat. Bentuk ujung umbi garut dapat digunakan sebagai tanda tingkat kematangan umbi dan dapat juga digunakan sebagai tanda panen. Umbi garut yang masih muda secara umum mempunyai ujung yang lancip, sedangkan umbi garut yang sudah tua mempunyai ujung yang membulat (Suranto 1989).
(36)
Gambar 2 Umbi garut
Umbi garut yang berasal dari St. Vincent ini mempunyai dua kultivar yaitu kultivar Creole dengan umbi berwarna putih dan kultivar Banana yang berumbi kemerahan. Kultivar Creole memiliki rhizoma kurus panjang, menjalar luas dan menembus tanah. Sedangkan kultivar Banana memiliki rhizoma yang pendek, gemuk dan tumbuh menjalar di dekat permukaan tanah (Vilamajor & Jurkema 1996).
Daya tahan kultivar Banana lebih rendah dari Creole, yaitu 48 jam setelah panen, sehingga harus segera diolah. Menurut Lingga et al (1986), kultivar
Banana yang berumbi gemuk itu ternyata mempunyai kandungan protein dan air yang lebih tinggi dari pada kultivar Creole yang berumbi kurus, akan tetapi kultivar tersebut mempunyai pati dan serat yang lebih rendah dibandingkan kultivar Creole. Komposisi kimia kedua kultivar umbi garut tersebut tersaji dalam Tabel 4.
Tabel 4 Kompisisi kimia umbi garut per 100 gram bahan
Komposisi Lingga et al (1986) DKBM (1995)
Kultivar Creole Kultivar Banana
Air (g) Abu (g) Protein (g) Lemak (g) Serat (g) Pati (g)
69,1 1,4 1,3 0,1 1,0 21,7
72,0 1,3 2,2 0,1 0,6 19,4
70,0 1,2 2,2 0,1 1,7 - Keterangan : - Data tidak ditemukan
(37)
Pemanfaatan Umbi Garut
Manfaat yang dapat diambil dari tanaman garut adalah dalam bentuk umbi maupun dalam bentuk olaha n umbi yaitu tepung dan pati garut. Umbi garut telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mendinginkan perut, menawarkan bisa ular atau lebah, memperbanyak ASI, obat disentri dan eksim, serta untuk menurunkan suhu badan orang yang sakit demam. Umbi garut yang masih muda dan segar dapat digunakan untuk makanan kecil dengan cara dikukus, direbus atau dibakar. Rasanya manis, namun bila yang sudah tua seratnya banyak sehingga mengurangi kelezatannya. Umbi garut yang sudah tua umumnya dijadikan tepung atau diambil patinya (Rukmana 2000)
Tepung garut berpotensi untuk mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan berbagai makanan. Hal ini dibuktikan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian Gunawan (1989) menunjukkan tepung garut dapat mensubstitusi tepung terigu sampai 25% pada pembuatan roti tawar. Roti yang dihasilkan memiliki penampakan yang baik, tekstur keras, tipis dan kering serta butiran dan tekstur dalam roti halus. Sementara, Widowati et al
(1999) menyatakan tepung garut bisa mensubstitusi tepung terigu sebesar 10-20% pada roti tawar dan 20% pada mi kering. Pada mi instan tepung garut termodifikasi bisa mensubstitusi tepung terigu sebesar 30% (Naryanto & Kumalaningsih 1999).
Pati Garut
Pati merupakan salah satu bentuk karbohidrat alami yang paling murni dan memiliki kekentalan tinggi. Kekentalan ini sangat dipengaruhi oleh keasaman air yang digunakan dalam proses pengolahannya (Kay 1973). Pati yang diperoleh dari umbi garut mempunyai rendemen sebesar 16-18% (Vilamajor & Jurkema, 1996). Di daerah asalnya pati garut telah banyak diteliti sebagai bahan baku industri pangan, kertas, farmasi, dan kosmetik (Erdman 1986). Pemanfaatan pati garut dalam bidang pangan antara lain adalah sebagai bahan pensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan mi sebesar 30% (Komari et al 2000), dan Cookies yang mudah dicerna (Palomar et al, 1992), sebagai bahan baku glukosa cair dan sebagai bahan untuk membuat makanan bayi yang mudah dicerna dan mudah larut (Vilamajor & Jurkema 1996). Hasil penelitian Yustiareni (2001) menunjukkan bahwa pati garut
(38)
dapat mensubstitusi tepung terigu sampai 20% pada pembuatan mi kering. Badrudin (2005) juga bisa membuat keripik simulasi dari pati garut sebanyak 45%.
Pati garut menurut Kay (1973) mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : • Mudah larut dan mudah dicerna sehingga cocok untuk bahan makanan
bayi dan orang sakit
• Bentuk oval dengan ukuran 15-70- mikron
• Pati garut dari kultivar banana memiliki lebih banyak butiran yang berukuran besar dibanding kultivar creole
• Suhu awal gelatinisasi 70%
• Mudah mengembang bila terkena air dan daya mengembang 54%
• Untuk keperluan komersial harus memenuhi syarat : kadar air tidak boleh lebih dari 18%, kadar abu dan serat rendah, pH 4,5-7, kekentalan 512-640 satuan Brabender
Pengolahan pati garut merupakan suatu proses untuk memisahkan granula-granula pati dari umbinya. Granula- granula-granula pati terikat di dalam sel bersama-sama dengan bahan lain seperti protein, karbohidrat terlarut, lemak dan lain- lain, sehingga perlu dipisahkan pada proses pemurnia n/ pencucian menggunakan air. Tahap pengolahan pati dari bahan umbi meliputi persiapan dan ekstraksi, pemurnian, pemisahan air, pengeringan dan finishing (Grace 1977).
Tahap persiapan dan ekstraksi merupakan tahap penghancuran dinding sel dan pemisahan granula-granula dari bahan-bahan yang terlarut seperti kotoran. Pada tahap pencucian dilakukan substitusi air terhadap cairan yang mengelilingi granula-granula pati untuk memudahkan pemisahannya. Tahap pemisahan air dan pengeringan bertujuan untuk membuang air sampai kering dan kadar air tertentu. Tahap akhir adalah finishing yang merupakan tahap penghancuran gumpalan pati dan pengayakan (Grace 1977). Komposisi kimia pati garut dapat dilihat pada Tabel 5.
(39)
Tabel 5 Komposisi kimia pati garut per 100 gram bahan
Komposisi Pati garut (%)
Murdiyati (1983) Chilmijati (1999) Mariati (2001)
Air Protein Abu Serat Pati Amilosa Amilopektin 13,07 0,47 0,20 - 83,19 - - 12,80 0,65 0,20 1,25 84,09 31,35 68,05 10,45-13,09 0,44-1,90 0,13-1,65 0,19-0,50 92,24-98,78 29,67-31,34 55,81-69,16 Keterangan : - Data tidak ditemukan
Cookies
Cookies adalah jenis biskuit manis yang terbuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat (Departemen Perindustrian 1992). Cookies disebut juga kue kering atau kue manis kecil-kecil (U.S. Wheat Associates 1983). Husain (1993) menyatakan bahwa cookies termasuk jenis biskuit yang biasanya memiliki kandungan gula dan lemak yang lebih tinggi dibandingkan jenis biskuit lainnya.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua fungsi, yang pertama adalah bahan-bahan yang berfungsi sebagai pengikat dan pembentuk tekstur cookies, seperti tepung terigu, air, garam, susu tanpa lemak dan putih telur. Sedangkan yang kedua, adalah bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut tekstur seperti shortening dan emulsifier, gula (sampai batas tertentu), bahan-bahan pengembang, pati (pati jagung, gandum, tapioka) serta kuning telur (Matz & Matz 1978). Untuk mendapatkan tekstur cookies yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu renyah, penggunaan kedua golongan bahan dasar ini harus seimbang (Husain 1993).
Bahan-Bahan dalam Pembuatan Cookies
Pemilihan bahan-bahan dalam pembuatan cookies harus dilakukan secara teliti. Hanya bahan-bahan yang bermutu baik yang dapat menghasilkan kue kering atau cookies yang bermutu tinggi (U.S. Wheat Associates 1983). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies diantaranya sebagai-berikut :
(40)
a. Tepung
Kualitas hasil produksi pembakaran kue kering hampir seluruhnya tergantung pada tepung. Kue kering yang bermutu tinggi sangat cocok dan ideal menggunakan tepung gandum lunak. Tepung gandum lunak ini biasanya tidak diputihkan dan berkadar protein 8-10% dan kurang dari 0,4% abu. Warnanya agak sedikit gelap, tetapi jenis tepung ini memungkinkan kue kering merata dengan baik. Bila yang digunakan adalah tepung gandum tipe medium atau keras hal itu akan menimbulkan inefisiensi. Matz dan Matz (1978) menyatakan, semakin keras tepung gandum, maka semakin banyak lemak dan gula yang harus ditambahkan guna mendapatkan tekstur yang baik.
Fungsi tepung dalam pembuatan cookies adalah sebagai pembentuk struktur dan pengikat serta pembentuk cita rasa. Kandungan protein yang tinggi dalam tepung akan menyebabkan tekstur yang keras dan penampakan yang kasar (Matz & Matz 1978). Tepung gandum (terigu) biasanya merupakan bahan utama dalam pembuatan cookies yang mengandung protein yang unik, yang disebut gluten (Husain 1993). Gluten merupakan campuran antara dua jenis protein gandum, yaitu glutenin dan gliadin. Glutenin memberikan sifat-sifat yang tegar dan gliadin memberikan sifat yang lengket sehingga mampu memerangkap gas yang terbentuk selama proses pengembangan adonan dan membentuk struktur remah produk.
b. Gula
Fungsi gula dalam pembuatan cookies menurut Husain (1993) antara lain: pemberi rasa manis, mempengaruhi kerenyahan dan kelembutan tekstur, memberikan kontribusi terhadap volume yang dihasilkan, menghasilkan warna di permukaan cookies, menghasilkan flavor dan mempengaruhi pengembangan
cookies.
Ada berbagai jenis gula yang digunakan dalam produksi kue kering. Gula pasir kasar menurut resep akan menyebabkan kue kering menyebar secara maksimum selama pembakaran berlangsung, dan sebagian besar tetap sebagai butir gula besar-besar. Jumlah gula dalam resep juga akan mempengaruhi menyebarnya kue. Kue kering dengan persentase gula yang tinggi akan lebih menyebar daripada kue dengan jumlah gulanya kurang. Gula tepung tidak akan
(41)
menghasilkan kue kering dengan penyebaran yang baik. Bahkan kristal-kristal gula yang sangat besar (kasar) juga tidak akan meleleh dengan baik selama pembakaran berlangsung dan akibatnya tidak akan menghasilkan kue kering yang menyebar dengan baik sesuai dengan yang diinginkan (U.S. Wheat Associates 1983).
Menurut Kaplan (1971), gula yang baik untuk kue kering adalah gula halus, karena tidak menyebabkan terlalu besarnya penyebaran kue. Penyebaran kue juga dipengaruhi oleh jumlah gula yang ditambahkan. Jika penambahannya terlalu banyak, akan menghasilkan kue yang kurang lembut dan kurang lezat akibat reaksi menyebarnya gluten tepung.
c. Lemak
Menurut Husain (1993), lemak merupakan bahan baku yang sangat
penting dalam cookies. Selama pengadukan suatu adonan, lemak akan
mengelilingi terigu sehingga jaringan gluten di dalamnya diputus dan setelah menjadi cookies teksturnya akan lebih lembut dan tidak terlalu keras. Lemak bisa berasal dari hewan (mentega) atau dari tumbuhan (margarin). Penggunaan mentega bertujuan untuk meningkatkan penerimaan, khususnya flavor. Rendahnya titik cair mentega menyebabkan produk menjadi berlemak. Untuk mengurangi efek berminyak yang dihasilkan mentega, biasanya ditambahkan margarin (Matz & Matz 1978).
d. Telur
Menurut Penfield dan Campbell (1990) telur digunakan pada banyak makanan karena kemampuannya dalam koagulasi, emulsifikasi dan pengembang, selain memberi warna dan cita rasa ke dalam produk makanan tersebut. Telur memiliki suatu reaksi mengikat, bila telur digunakan dalam jumlah besar maka kue keringnya akan lebih mengembang dari pada menyebar. Penggunaan kuning telur saja dalam pembuatan cookies akan menghasilkan kue kering yang lebih empuk dari pada memakai seluruh telur. Kuning telur juga akan menambahkan warna pada hasil produksi. Selain itu telur juga memberi nilai gizi dan meningkatkan penerimaan produk (U.S. Wheat Associates 1983).
Telur dapat melembutkan tekstur cookies dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi
(42)
karena daya ikat dari putih telur (Matz 1978). Winarno (1997) telur dapat berfungsi sebagai aerasi yaitu kemampuan menangkap udara saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan.
e. Susu skim
Susu skim merupakan bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu, kecuali lemak dan vitamin yang larut dalam lemak (Buckle, et al. 1985).
Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat dan
sering digunakan pada pembuatan cookies. Skim merupakan susu yang
mengandung protein palingg tinggi yaitu sebesar 36,4%. Susu skim berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tekstur dan memperbaiki warna permukaan. Laktosa yang terkandung di dalam susu skim merupakan disakarida pereduksi yang jika berkombinasi dengan protein melalui reaksi Maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna coklat menarik pada permukaan cookies
setelah dipanggang (Manley 1983). f. Baking Powder
Baking powder adalah bahan peragi hasil reaksi asam dengan sodium bikarbonat (NaHCO3) memakai atau tidak memakai pati/tepung sebagai bahan pengisi. Sebenarnya baking powder terdiri dari soda, tetapi perbedaannya hanya dalam jenis asam yang digunakan. Fungsi bahan peragi ialah membentuk volume, mengatur aroma (rasa), mengontrol penyebaran dan membuat hasil produksi menjadi ringan. Baking powder digunakan secara luas sebagai bahan peragi dalam produksi kue kering.
Penggunaan sodium bikarbonat (soda kue) sebagai bahan peragi hendaknya digunakan sesuai ukuran ataupun ammonium bikarbonat boleh digunakan hanya dalam produksi kue kering yang benar-benar harus kering setelah pembakaran, kalau tidak bau ammonianya akan melekat bila produksinya lembab. Dalam sodium bikarbonat dan ammonium bikarbonat, bikarbonatnya bersifat melemahkan gluten dalam adonan. Bila kedua bahan itu digunakan maka akan menghasilkan penyebaran yang lebih besar (U.S. Wheat Associates 1983).
(43)
g. Flavor
Menurut Heath (1978) flavor didefinisikan sebagai kesan (sensasi) yang muncul dan disebabkan oleh komponen kimia volatil dan non volatil yang berasal dari alam atau yang dibuat secara sintetik, serta timbul pada saat makan dan minum. Phillips (1981) menyatakan bahwa kategori flavor meliputi minyak essensial yang diekstrak dari jaringan tanaman, campuran bahan-bahan kimia aromatik, maupun dari proses alami bahan karena bahan-bahan tersebut mempunyai aroma kuat dan menyenangkan.
Penambahan flavor pada cookies dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan produk karena akan memberikan rasa tertentu. Jenis bahan yang dapat digunakan sebagai flavor diantaranya adalah vanilla, keju, coklat, kopi, karamel dan almond. Penambahan flavor pada biskuit dan produk yang dimasak lainnya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : 1) ditambah flavor dalam adonan sebelum dipanggang, 2) ditaburkan atau disemprotkan setelah dipanggang, dan 3) flavor yang tidak ikut dipanggang, seperti pelapisan cream-jam, icing atau mallow
(Manley 1983).
Proses Pembuatan Cookies
Proses pembuatan cookies atau kue kering terdiri dari tiga tahapan, yaitu pencampuran adonan, pencetakan adonan dan pemanggagan. Tahap pertama yaitu pencampuran atau yang disebut proses creaming. Bahan-bahan seperti tepung gula, susu skim, margarin, mentega, telur, garam, baking powder dan flavor dicampurkan sampai menjadi cream yang halus. Menurut Matz dan Matz (1978), proses pencampuran adonan seperti ini adalah cara yang paling baik dan disebut
creaming method. Metode ini akan membatasi pengembangan gluten yang berlebihan, karena pembuatan cookies tidak memerlukan pengembangan gluten yang berlebihan seperti pada pembuatan roti.
Selanjutnya pencampuran cream dengan tepung dan bahan lainnya yang diberikan sehingga bahan-bahan menjadi satu adonan yang rata. Adonan cookies
harus dicampur sedemikian rupa agar bahan-bahan menjadi satu adonan yang homogen. Jika adonan dicampur agak lama, glutennya cenderung akan berkembang dan akan menahan penyebaran cookies. Dengan tidak tepatnya
(44)
pencampuran, maka akan dihasilkan kue kering yang berbintik-bintik (U.S. Wheat Associates 1983).
Setelah adonan yang homogen berbentuk, maka dilakukan pencetakan. Pencetakan cookies dapat bervariasi tergantung selera. Tahap akhir adalah pembakaran atau pemanggangan. Pemanggangan cookies dilakukan dengan oven. Waktu pemanggangan berlangsung antara 12-30 menit tergantung suhu dan jenis ven (Sunaryo 1985). Suhu yang digunakan untuk pemanggangan berkisar antara 180-200oC. Ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh terlalu panas. Bila terlalu panas, cookies akan segera terbentuk sebelum sempat menyebar. Bahkan permukaan cookies akan menjadi retak-retak.
Sebaliknya bila panas oven kurang cookies akan terlalu banyak menyebar, terlalu banyak air yang hilang karena pembakarannya terlalu lama, demikian juga aroma dan rasa menjadi hilang. Untuk memperoleh hasil pembakaran yang paling baik, cookies harus dikeluarkan dari oven sewaktu masih dalam keadaan sedikit lembek karena kue-kue itu akan dilanjutkan dibakar di atas loyang yang panas. Untuk menjaga kemungkinan terjadinya kerusakan, kue kering tersebut diangkat dan dipindahkan dari loyang dalam keadaan masih hangat (U.S. Wheat Associates 1983). Cookies yang dihasilkan segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan mencegah pengerasan cookies akibat memadatnya gula dan lemak (Sunaryo 1985).
Seluruh tahap proses pembuatan cookies tersebut sangat mempengaruhi kualitas produk akhir yang dihasilkan. Cookies yang dihasilkan harus dapat diterima dengan baik oleh konsumen secara organoleptik dan dari aspek gizi harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh SNI (Standar Nasional Indonesia). Persyaratan tersebut disajikan dalam Tabel 6.
(45)
Tabel 6 Syarat mutu cookies yang ditetapkan oleh SNI No. 01-2973-1992
Kriteria uji Satuan Ketentuan
Bau, rasa, warna dan tekstur Normal
Kadar air %, b/b Maksimum 5
Kadar abu %, b/b Maksimum 2
Kadar protein %, b/b Minimum 6
Kadar lemak %, b/b Minimum 9,5
Kadar karbohidrat %, b/b Minimum 70
Serat kasar %, b/b Maksimum 0,5
Kalori Kal/100 g Minimum 400
Bahan tambahan makanan
• Pewarna Yang diizinkan
• Pemanis buatan Tidak boleh ada
Cemaran logam
• Tembaga (Cu) mg/kg Maksimum 10
• Timbal (Pb) mg/kg Maksimum 1,0
• Seng (Zn) mg/kg Maksimum 40
• Air raksa (Hg) mg/kg Maksimum 0,05
Arsen (As) mg/kg Maksimum 0,5
Cemaran mikroba
• Angka lempeng total koloni/gram Maksimum 1,0 x 106
• Coliform APM*/Gram Maksimum 20
• E. Coli APM*/Gram <3
• Kapang koloni/gram Maksimum 1,0 x 102
Sumber : Dewan Standardisasi Nasional 1992 * APM : Angka Paling Mungkin
Isolat protein kedelai
Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein yang paling murni. Isolat protein kedelai mengandung protein sekitar 90% berdasarkan berat kering. (Winarno 1993). Isolat diproses satu tingkat lebih lanjut dari protein konsentrat dengan cara memisahkan polisakarida yang larut air, gula dan komponen minor lainnya. Isolat protein kedelai hampir bebas dari karbohidrat, serat dan lemak
(46)
sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat protein maupun tepung bubuk kedelai (Harris & Karmas 1989).
Isolat protein kedelai sering dibuat dari protein nabati yaitu kedelai. Isolat protein kedelai kadar proteinnya minimum 95% dari berat kering. Pembuatan isolat protein kedelai dilakukan dengan mengekstraksi protein susu kedelai tanpa lemak dengan alkali encer kemudian disentrifugasi. Protein dalam ekstrak dipisahkan dengan mengatur pH sebesar 4, kemudian dilanjutkan dengan sentrifugasi, pencucian, netralisasi dengan alkali dan pengeringan dengan spray drying (Harris & Karmas 1989).
Isolat protein kedelai biasanya digunakan sebagai campuran dalam makanan olahan daging dan susu. Prospek penggunaan isolat protein kedelai sangat luar biasa, bukan hanya sebagai campuran tetapi juga sebagai bahan utama dalam industri pangan. Isolat protein kedelai baik sekali digunakan dalam formulasi berbagai produk pangan, sebagai bahan pengikat dan pengemulsi dalam produk-produk daging dan produk pangan lainnya (Winarno 1993). Isolat protein kedelai dapat juga digunakan sebagai bahan suplemen untuk menghasilkan produk tinggi protein dengan harga yang relatif murah (Prabhavat 1990).
Menurut Winarno (1997) mutu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang terkandung dalam protein tersebut. Protein yang dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia, mempunyai mutu yang tinggi. Sebaliknya protein yang kekurangan satu atau lebih asam-asam amino esensial mempunyai mutu yang rendah. Asam-asam amino yang biasanya kurang dalam bahan pangan disebut asam amino pembatas. Dalam serealia asam amino pembatasnya adalah lisin, sedang pada leguminosa (kacang-kacangan) biasanya asam amino metionin. Kedua protein tersebut tergolong bermutu rendah, sedang protein yang berasal dari hewani seperti daging, telur dan susu dapat menyediakan protein dengan mutu tinggi. Asam amino yang terkandung dalam isolat protein kedelai tercantum pada Tabel 7.
(47)
Tabel 7. Kandungan asam amino isolat protein kedelai
Asam amino Kadar (mg/16 N)
Isoleucin 4,9
Leucin 7,7
Lisin 6,1
Metionin 1,1
Sistein 1,0
Fenilalanin 5,4
Tirosin 3,7
Treonin 3,7
Triptofan 1,4
Valin 4,8
Total 39,8
Sumber : Harris dan Karmas (1989)
Berdasarkan Tabel 6, isolat protein kedelai mempunyai asam amino pembatas metionin dan sistein tetapi lisinnya tinggi, sehingga untuk meningkatkan mutu proteinnya perlu dikombinasikan dengan produk serealia yang biasanya tinggi metionin tetapi rendah lisin. Pada pembuatan cookies yang diperkaya isolat protein kedelai diharapkan asam aminonya dapat saling berkombinasi dengan asam amino dari protein tepung terigu serta susu skim dan telur. Winarno (1997) menyatakan bahwa bila dua jenis protein yang memiliki jenis asam amino esensial pembatas yang berbeda digunakan bersama-sama, maka kekurangan asam amino dari satu protein dapat ditutupi oleh asam amino sejenis yang berlebihan pada protein lain. Dua protein tersebut saling mendukung (complementary), sehingga mutu gizi dari protein campuran menjadi lebih tinggi.
(1)
Lampiran 48 Rekapitulasi data hasil analisis sifat kimia cookies ubi jalar dan cookies garut (%b/b)
Perlakuan
Kadar Air
(%) Rata-rata
Kadar Abu
(%) Rata-rata
Lemak (%) Rata-rata
Protein (%) Rata-rata
Karbohidrat
(%)
Rata-rata
Energi (kal) Rata-rata
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
Cookies Kontrol A0 5.70 5.27
5.57 2.29 2.21 2.23 26.43 28.95 28.23 15.45 16.23 15.68 50.1 47.3 48.30 500.2 514.8 510
6.11 5.18 2.18 2.23 27.10 30.44 15.65 15.38 49.0 46.8 502.3 522.6
Cookies Ubi Jalar A1 6.90 6.51
6.69 2.35 2.38 2.37 29.37 31.64 30.93 14.35 13.75 14.43 47.0 45.7 45.59 509.9 522.6 518
6.97 6.38 2.37 2.36 30.13 32.58 14.45 15.16 46.1 43.5 513.3 527.9
Cookies Garut B2 4.62 5.52
5.18 2.13 2.14 2.14 27.56 31.08 28.22 15.10 14.62 15.06 50.6 46.6 49.41 510.8 524.7 512
(2)
Lampiran 49 Hasil uji korelasi pearson mutu warna terhadap kesukaan warna cookies ubi jalar
Pearson Kesukaan warna
Mutu warna cookies
ubi jalar
Coef. Corr (r) -0.935
Sig. (2-tailed) 0.000**
N 10
Ket : ** Signifikansi/Probabilitas (P) lebih kecil dari α= 0.01, hubungan sangat nyata Lampiran 50 Hasil uji korelasi pearson mutu warna terhadap kesukaan warna cookies garut
Pearson Kesukaan warna
Mutu warna cookies
garut
Coef. Corr (r) -0.699
Sig. (2-tailed) 0.024*
N 10
Ket : * Signifikansi/Probabilitas (P) lebih kecil dari α= 0.05, hubungan nyata
Lampiran 51 Hasil uji korelasi pearson mutu tekstur terhadap kesukaan tekstur cookies ubi jalar
Pearson Kesukaan tekstur
Mutu tekstur cookies
ubi jalar
Coef. Corr (r) 0.921
Sig. (2-tailed) 0.000**
N 10
Ket : ** Signifikansi/Probabilitas (P) lebih kecil dari α= 0.01, hubungan sangat nyata
Lampiran 52 Hasil uji korelasi pearson mutu tekstur terhadap kesukaan tekstur cookies garut
Pearson Kesukaan tekstur
Mutu tekstur cookies
garut
Coef. Corr (r) 0.969
Sig. (2-tailed) 0.000**
N 10
Ket : ** Signifikansi/Probabilitas (P) lebih kecil dari α= 0.01, hubungan sangat nyata Lampiran 53 Hasil uji korelasi pearson mutu aroma terhadap kesukaan aroma cookies ubi jalar
Pearson Kesukaan aroma
Mutu aroma cookies
ubi jalar
Coef. Corr (r) -0.317
Sig. (2-tailed) 0.372*
N 10
(3)
Lampiran 54 Hasil uji korelasi pearson mutu aroma terhadap kesukaan aroma cookies garut
Pearson Kesukaan aroma
Mutu aroma cookies
garut
Coef. Corr (r) -0.119
Sig. (2-tailed) 0.744*
N 10
Ket : *Signifikansi/Probabilitas (P) lebih besar dari α= 0.05, tidak ada hubungan nyata Lampiran 55 Hasil uji korelasi pearson mutu rasa terhadap kesukaan rasa cookies ubi jalar
Pearson Kesukaan rasa
Mutu rasa cookies ubi jalar
Coef. Corr (r) 0.776
Sig. (2-tailed) 0.008**
N 10
Ket : ** Signifikansi/Probabilitas (P) lebih kecil dari α= 0.01, hubungan sangat nyata
Lampiran 56 Hasil uji korelasi pearson mutu rasa terhadap kesukaan rasa cookies garut
Pearson Kesukaan rasa
Mutu rasa cookies
garut
Coef. Corr (r) 0.619
Sig. (2-tailed) 0.056*
N 10
Ket : *Signifikansi/Probabilitas (P) lebih besar dari α= 0.05, tidak ada hubungan nyata
Lampiran 57 Hasil uji korelasi Pearson nilai kekerasan (tekstur) terhadap mutu tekstur cookies ubi jalar
Pearson Mutu Tekstur (Kerenyahan)
Tekstur (Kekerasan)
cookies ubi jalar
Coef. Corr ® -0.511
Sig. (2-tailed) 0.131*
N 10
Ket : *Signifikansi/Probabilitas (P) lebih besar dari α= 0.05, tidak ada hubungan nyata Lampiran 58 Hasil uji korelasi Pearson nilai kekerasan (tekstur) terhadap kesukaan tekstur cookies ubi jalar
Pearson Kesukaan Tekstur (Kerenyahan)
Tekstur (Kekerasan)
cookies ubi jalar
Coef. Corr ® -0.532
Sig. (2-tailed) 0.113*
N 10
Ket : *Signifikansi/Probabilitas (P) lebih besar dari α= 0.05, tidak ada hubungan nyata
Lampiran 59 Hasil uji korelasi Pearson nilai tekstur (kekerasan) terhadap mutu tekstur cookies garut
Pearson Mutu Tekstur (Kerenyahan)
Tekstur (kekerasan)
cookies garut
Coef. Corr ® 0.197
Sig. (2-tailed) 0.585*
N 10
(4)
Lampiran 60 Hasil uji korelasi Pearson nilai tekstur (kekerasan) terhadap kesukaan tekstur cookies garut
Pearson Kesukaan Tekstur (Kerenyahan)
Tekstur (kekerasan)
cookies garut
Coef. Corr ® 0.183
Sig. (2-tailed) 0.612*
N 10
Ket : *Signifikansi/Probabilitas (P) lebih besar dari α= 0.05, tidak ada hubungan nyata Lampiran 61 Hasil uji korelasi Pearson mutu warna terhadap tingkat kecerahan
(L) cookies ubi jalar
Pearson Kecerahan (L)
Mutu warna cookies
ubi jalar
Coef. Corr ® -0.439
Sig. (2-tailed) 0.205*
N 10
Ket : *Signifikansi/Probabilitas (P) lebih besar dari α= 0.05, tidak ada hubungan nyata Lampiran 62 Hasil uji korelasi Pearson kesukaan warna terhadap tingkat
kecerahan (L) cookies ubi jalar
Pearson Kecerahan (L)
Kesukaan warna
cookies ubi jalar
Coef. Corr ® 0.573
Sig. (2-tailed) 0.083*
N 10
Ket : *Signifikansi/Probabilitas (P) lebih besar dari α= 0.05, tidak ada hubungan nyata Lampiran 63 Hasil uji korelasi Pearson mutu warna terhadap tingkat kecerahan
(L) cookies garut
Pearson Kecerahan (L)
Mutu warna cookies
garut
Coef. Corr ® -0.372
Sig. (2-tailed) 0.290*
N 10
Ket : *Signifikansi/Probabilitas (P) lebih besar dari α= 0.05, tidak ada hubungan nyata Lampiran 64 Hasil uji korelasi Pearson kesukaan warna terhadap tingkat
kecerahan (L) cookies garut
Pearson Kecerahan (L)
Kesukaan warna
cookies garut
Coef. Corr ® 0.448
Sig. (2-tailed) 0.194*
N 10
(5)
Lampiran 65. Hasil Uji Korelasi Pearson Mutu Warna terhadap Warna (ohue) Cookies Ubi Jalar
Pearson Warna (ohue)
Mutu warna cookies ubi jalar
Coef. Corr (r) -0,461
Sig. (2-tailed) 0,180*
N 10
Ket : *Signifikansi/Probabilitas (P) lebih besar dari α= 0.05, tidak ada hubungan nyata
Lampiran 66. Hasil Uji Korelasi Pearson Kesukaan Warna terhadap Warna (ohue) Cookies Ubi Jalar
Pearson Warna (ohue)
Kesukaan warna cookies ubi jalar
Coef. Corr (r) 0,644
Sig. (2-tailed) 0,045*
N 10
Ket : *Signifikansi/Probabilitas (P) lebih kecil dari α= 0.05, ada hubungan nyata
Lampiran 67. Hasil Uji Korelasi Pearson Mutu Warna terhadap Warna (ohue) Cookies Garut
Pearson Warna (ohue)
Mutu warna cookies garut
Coef. Corr (r) -0,124
Sig. (2-tailed) 0,733*
N 10
Ket : *Signifikansi/Probabilitas (P) lebih besar dari α= 0.05, tidak ada hubungan nyata
Lampiran 68. Hasil Uji Korelasi Pearson Kesukaan Warna terhadap Warna (ohue) Cookies Garut
Pearson Warna (ohue)
Kesukaan warna cookies garut
Coef. Corr (r) 0,144
Sig. (2-tailed) 0,692*
N 10
(6)