Pengaruh Pembenaman Jerami serta Aplikasi Pupuk Organik dan Hayati untuk Mereduksi Penggunaan Pupuk NPK pada Padi Sawah (Oryza sativa L.)

(1)

PENGARUH PEMBENAMAN JERAMI SERTA APLIKASI

PUPUK ORGANIK DAN HAYATI UNTUK MEREDUKSI

PENGGUNAAN PUPUK NPK PADA PADI SAWAH

(

Oryza sativa

L.)

ATIKA DYAH PERWITA

A24070105

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

ATIKA DYAH. Pengaruh Pembenaman Jerami serta Aplikasi Pupuk

Organik dan Hayati untuk Mereduksi Penggunaan Pupuk NPK pada Padi Sawah (Oryza sativa L.) (Dibimbing oleh M. A. CHOZIN dan SUGIYANTA).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembenaman jerami serta aplikasi pupuk organik dan hayati untuk mereduksi penggunaan pupuk NPK pada padi sawah. Penelitian dilaksanakan di Karawang, Balai Besar Padi Muara dan Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB pada bulan November 2010 hingga April 2011.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah kombinasi pemupukan dengan pembenaman jerami, pupuk organik, pupuk hayati dan pupuk anorganik yang terdiri dari 13 taraf, yaitu Jerami + 0.5 dosis NPK, Jerami + 0.5 dosis NPK + POG + POC, Jerami + POG + 0.5 dosis NPK, Jerami + POG + PH 1 + 0.5 dosis NPK, Jerami + PH 2 + 0.75 dosis NPK, Jerami + Pukan + 0.5 dosis NPK, Jerami + PH 1 + 0.5 dosis NPK, Jerami + PH 2 + 0.5 dosis NPK, Jerami + 1 dosis NPK, Tanpa Jerami + 1 dosis NPK, Jerami + PH 3 + 0.5 dosis NPK, Tanpa Jerami + PH 3 + 0.5 dosis NPK, dan Tanpa Pupuk. Data percobaan diolah dengan menggunakan analisis ragam uji F dan apabila menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anakan dan bobot gabah per rumpun nyata lebih tinggi pada perlakuan pemupukan berupa pembenaman jerami dengan kombinasi 0.5 dosis pupuk NPK, pupuk organik granul (POG), pupuk organik cair (POC), pupuk hayati (PH) maupun pupuk kandang (pukan). Aplikasi pemupukan dengan pembenaman jerami, 0.5 dosis NPK, dan PH 2 dapat meningkatkan hasil panen gabah 4.05% dibandingkan dengan perlakuan dosis penuh pupuk NPK.

Pengurangan dosis penggunaan pupuk NPK hingga 50% dengan pembenaman jerami serta aplikasi pupuk organik dan hayati menghasilkan bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot kering total biomas, jumlah bulir per malai,


(3)

panjang malai, jumlah anakan produktif, bobot 1000 butir, hasil per ha, dan mutu gabah yang tidak berbeda bila dibandingkan dengan aplikasi pupuk NPK dosis penuh.


(4)

PENGARUH PEMBENAMAN JERAMI SERTA APLIKASI

PUPUK ORGANIK DAN HAYATI UNTUK MEREDUKSI

PENGGUNAAN PUPUK NPK PADA PADI SAWAH

(

Oryza sativa

L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ATIKA DYAH PERWITA

A24070105

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

Judul

: PENGARUH PEMBENAMAN JERAMI SERTA

APLIKASI PUPUK ORGANIK DAN HAYATI UNTUK

MEREDUKSI PENGGUNAAN PUPUK NPK PADA

PADI SAWAH (

Oryza sativa

L.)

Nama

: ATIKA DYAH PERWITA

NIM

: A24070105

Menyetujui, Dosen Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, M. Agr NIP. 19500303 197603 1 002

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Sugiyanta MSi NIP. 19630115 198811 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP. 19611101 198703 1 003


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 18 Mei 1989. Penulis merupakan anak pertama dari keluarga Bapak Saptana dan Ibu Nanik Hidayati.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Panaragan 1 pada tahun 1995. Pada tahun 2001 penulis lulus dari pendidikan dasar dan melanjutkan studi di SMP Negeri 4 Bogor dan pada tahun 2004 penulis masuk SMA Negeri 6 Bogor.

Tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selanjutnya, tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian melalui program penjurusan yang dilakukan oleh pihak IPB mulai tingkat pertama.

Selama proses perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan dan organisasi kemahasiswaan. Organisasi yang pernah diikuti adalah Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) sebagai sekertaris 2 mulai 2008-2009. Penulis juga telah mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Penulis beberapa kali menjadi enumerator untuk penelitian mahasiswa S3 dan untuk proyek yang diadakan Deptan (Departemen Pertanian). Penulis mengisi waktu luang dengan memberikan kursus untuk siswa Sekolah Menengah Atas bidang studi Ilmu dan Pengetahuan Alam.


(7)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena dengan segala rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga diberikan kepada Rasulullah Muhammad saw beserta keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada 1. Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, M. Agr dan Dr. Ir. Sugiyanta MSi sebagai dosen

pembimbing skripsi, yang telah membimbing penulis dalam melaksanakan penelitian ini dan memberikan saran serta kritik yang membangun.

2. Program I-MHERE B2c IPB (Nomor: 27/13.24.4/SPP/I-MHERE/2010) yang telah membiayai penelitian ini.

3. Dr. Ir. M. Syukur MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh kegiatan perkuliahan.

4. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis dalam penyempurnaan tulisan ini.

5. Ibu, Bapak, adik-adik dan seluruh keluarga atas doa dan motivasinya.

6. Shoni Riyanti sebagai rekan penelitian serta Ardoyo, Elfa Najata dan Agustiani Jojor Manik sebagai teman satu perjuangan penelitian padi.

7. Bapak dan Ibu Entis, Udin (Karawang) yang telah membantu kelancaran penelitian ini.

8. Prima Dessy (AGB44), Nurzakiah (THP44), dan semua sahabat yang telah memberikan motivasi dan persahabatan yang tulus.

9. Teman-teman AGH 44 yang telah menjadi kawan seperjuangan selama kuliah. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang pertanian.

Bogor, Oktober 2011 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar belakang ... 1

Tujuan ... 1

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. Pupuk Anorganik ... Error! Bookmark not defined. Peranan Unsur Hara N, P dan K pada Padi SawahError! Bookmark not defined. Bahan Organik ... Error! Bookmark not defined. Jerami Sebagai Bahan Organik ... 8

Pupuk Kandang Sebagai Pupuk Organik ... 8

Pupuk Hayati ... 10

BAHAN DAN METODE ... Error! Bookmark not defined. Waktu dan Tempat ... Error! Bookmark not defined. Bahan dan Alat ... Error! Bookmark not defined. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. Pelaksanaan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. Pengamatan ... Error! Bookmark not defined. Analisis data ... Error! Bookmark not defined. HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. Analisis Kandungan Hara Tanah ... 17

Pertumbuhan Vegetatif... 17

Komponen Hasil dan Hasil ... Error! Bookmark not defined. Mutu Gabah ... 23

Peningkatan Hasil ... 26

Pembahasan ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Hara Beberapa Pukan Menurut Jenis

Hewan………. 10

2. Analisis Tanah (pH dan C-Organik) Sebelum dan Setelah

Perlakuan ……… 17

3. Rata-rata Tinggi Tanaman, Jumlah Anakan dan Volume Akar

pada Berbagai Perlakuan Pemupukan ……… 18 4. Rata-rata Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai dan Jumlah

Bulir per Malai pada Berbagai Perlakuan Pemupukan………… 20 5. Rata-rata persentase Gabah Isi, Persentase Gabah Hampa dan

Bobot 1000 Butir pada Berbagai Perlakuan Pemupukan ……… 21 6. Rata-rata Bobot Gabah per Rumpun, Hasil per Ubinan dan Hasil

per ha pada Berbagai Perlakuan Pemupukan……….. 22 7. Rata-rata Rendemen Beras Pecah Kulit (BPK), Beras Giling

(BG) dan Beras Kepala (BK) pada Berbagai Perlakuan

Pemupukan………..

24

8. Peningkatan Hasil Produksi Tanaman Dibandingkan Perlakuan Satu Dosis NPK tanpa Pembenaman Jerami serta Efektivitas

Agronomi ……… 26


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Rata-rata Bobot Kering Akar, Tajuk dan Total Biomassa pada

Berbagai Perlakuan Pemupukan………... 19 2. Rata-rata Persentase Gabah Hijau Mengapur pada Berbagai

Perlakuan Pemupukan……… 24

3. Rata-rata Kadar Air Gabah pada Berbagai Perlakuan Pemupukan 25


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi Sidik Ragam…….………... 36

2. Deskripsi Padi Varietas Ciherang……… 37

3. Analisis Usahatani Budidaya Padi Sawah……. ……..…………... 38

4. Hasil Analisis Tanah Sebelum Musim Tanam 1………. 41

5. Kandungan dan Komposisi Pupuk Hayati 1……… 41

6. Kandungan dan Komposisi Pupuk Hayati 2……… 42

7. Kandungan dan Komposisi Pupuk Hayati 3……… 42

8. Kandungan dan Komposisi Pupuk Organik Granul……… 42

9. Denah Petak Percobaan………. ……..…………... 30


(12)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Padi atau beras merupakan komoditas pangan pokok yang memiliki nilai strategis bagi penduduk Indonesia. Beras adalah sumber karbohirat yang sangat penting bagi penduduk Indonesia yang ditunjukkan oleh sebagian besar (95 %) penduduknya mengkonsumsi beras. Bercocok tanam padi telah menjadi sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk dan bahkan menjadi bagian budaya. Permintaan bahan pangan beras terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Tingkat konsumsi beras per kapita di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 139.15 kg/kapita/tahun cukup tinggi dan berada di atas rata-rata konsumsi beras dunia sebesar 60 kg/kapita/tahun (Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, 2010). Diperkirakan pada tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia sekitar 235 juta dengan konsumsi beras sebesar 35.97 juta ton (Deptan, 2008).

Penyediaan beras dalam jumlah cukup dan harga terjangkau menjadi prioritas utama pembangunan nasional. Menurut data BPS, produksi padi tahun 2009 adalah 64 398 890 ton, luas panen padi 12 883 576 ha dan produktivitas padi adalah 49.99 kuintal/ha (BPS, 2009). Telah terjadi peningkatan produksi padi sebesar 10.52% dan peningkatan luas pertanaman padi sebesar 4.61% pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008 dimana produksi padi adalah 58.268 juta ton dengan luas pertanaman padi 12.29 juta hektar. Peningkatan luas pertanaman padi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan produksi. Namun dikhawatirkan perluasan pertanaman padi tidak akan terus terjadi akibat semakin banyaknya alih fungsi lahan dari penggunaan pertanian menjadi non pertanian.

Peningkatan produktivitas padi sangat dipengaruhi oleh penggunaan pupuk. Petani umumnya menyukai pupuk anorganik karena memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam memacu pertumbuhan tanaman dan memberikan dampak yang nyata, padahal penggunaan pupuk anorganik tanpa disertai aplikasi pupuk organik dapat menyebabkan kerusakan tanah baik secara fisik, biologi,


(13)

maupun kimia. Penyebabnya adalah penurunan bahan organik tanah yang tidak bisa digantikan perannya oleh pupuk anorganik.

Hasil kajian Adiningsih et al. (1995) menunjukkan bahwa peningkatan produksi dan produktivitas sejalan dengan penggunaan pupuk, namun setelah itu produktivitas mulai melandai, sedangkan penggunaan pupuk terus meningkat. Hal ini berarti telah terjadi penurunan efisiensi dalam penggunaan pupuk dengan kenaikan produksi padi sawah per satuan pupuk yang digunakan semakin menurun. Implikasinya adalah perlu dibuat rekomendasi pemupukan berimbang yang tepat berdasarkan kemampuan tanah dalam menyediakan hara yang dibutuhkan oleh tanaman.

Penggunaan pupuk organik dan hayati dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Hal ini disebabkan karena pupuk organik memiliki C/N tinggi sehingga berpengaruh besar terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk hayati yang merupakan mikroba tanah dapat berfungsi sebagai penyedia hara bagi tanaman. Penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk secara keseluruhan dengan menekan pemakaian pupuk anorganik. Hal ini disebabkan penggunaan pupuk organik akan meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara dalam tanah oleh tanaman. Bahan organik juga merupakan sumber energi dan makanan bagi mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tanah dalam penyediaan hara tanaman. Menurut Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) pupuk organik dapat mencegah kahat unsur mikro pada tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang dan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah.

Banyak sedikitnya kebutuhan hara tanaman dapat diukur dari total akumulasi hara dalam biomas. Pada tanaman padi yang mempunyai indeks panen 0.5 (50% gabah dan 50% jerami pada fase panen), total akumulasi hara dalam biomas berkaitan erat dengan hasil yang dicapai. Pada kondisi pertumbuhan optimal, hara yang terakumulasi dalam biomas bagian atas tanaman padi adalah sekitar 15 kg N, 2.6 kg P dan 15 kg K untuk setiap ton gabah (Abdurachman et al., 2002).


(14)

Jerami sebagai bahan organik potensial bagi padi sawah seringkali dibakar atau diangkut ke luar lahan untuk pakan ternak oleh petani. Penambahan jerami padi ke lahan sawah menyumbang banyak unsur hara sehingga kesuburan lahan sawah dapat dipertahankan (Dobermann dan Fairhurts, 2000). Hasil penelitian Sugiyanta et al. (2010) menyatakan bahwa pengembalian jerami ke lahan ditambah pupuk hayati atau pupuk organik telah diteliti dapat menekan penggunaan pupuk NPK buatan hingga 50 %.

Penggunaan pupuk anorganik saja tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman karena tanaman juga memerlukan pupuk mikro dalam jumlah yang cukup yang terkandung dalam bahan organik dan pupuk organik. Oleh karena itu perlu adanya kombinasi penggunaan pupuk secara lengkap dan berimbang berlandaskan konsep good agricultural practices agar kesuburan lahan dapat diperbaiki dan pada akhirnya produktivitas usahatani padi sawah dapat ditingkatkan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh reduksi pupuk NPK serta aplikasi pupuk organik dan hayati terhadap hasil dan mutu padi sawah varietas Ciherang di Kabupaten Karawang.

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Kombinasi penggunaan pupuk anorganik dengan pupuk organik dan hayati serta pembenaman jerami berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil, dan mutu hasil padi sawah.

2. Aplikasi pupuk organik dan hayati dengan pengembalian jerami akan dapat mereduksi penggunaan pupuk NPK tanpa menurunkan hasil.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Pupuk Anorganik

Sejak Liebig mengemukakan teori tentang kadar unsur hara terhadap daya menghasilkan suatu lahan, penggunaan bahan organik untuk mempertahankan produksi tanaman telah digantikan oleh peningkatan penggunaan pupuk kimia (Houng, 1976). Penggunaan pupuk kimia disukai petani karena lebih praktis, diproduksi secara masal, mudah diperoleh, bisa disimpan lama, dibutuhkan dalam jumlah sedikit, dan mampu menyediakan hara bagi tanaman dengan segera. Kelebihan pupuk anorganik dibanding pupuk organik diantaranya mampu memberikan efek yang lebih cepat dan memiliki bentuk fisik yang relatif lebih praktis dan menarik (Yuliarti, 2009). Kandungan hara dalam pupuk anorganik dibuat secara tepat dan pemberiannya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman (Prihmantoro, 1999).

Penggunaan pupuk anorganik kemudian diketahui mempunyai efek merusak tanah. Struktur tanah yang secara alami remah menjadi bantat (sangat keras) setelah mendapat perlakuan dengan pupuk kimia secara terus-menerus (Andoko, 2008). Tanaman membutuhkan pupuk baik yang mengandung unsur mikro maupun makro dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhannya agar dapat menghasilkan produksi yang optimal.

Peranan Pupuk N, P dan K pada Padi Sawah

Nitrogen sangat penting dalam pembentukan protein (zat putih telur) dan senyawa lainnya. Nitrogen menghijaukan daun dan merangsang pertumbuhan serta pembentukan tunas pada tanaman serealia. Tanaman padi yang kekurangan nitrogen, sedikit anakannya dan pertumbuhannya kerdil. Daunnya berwarna hijau muda kekuning-kuningan serta menyebabkan butir pada malai banyak yang hampa (Siregar, 1981). Padi yang diberi pupuk anorganik memperoleh 50-80% nitrogen dari tanah, sedangkan yang tidak dipupuk memperoleh nitrogen terutama dari mineralisasi bahan organik. Pupuk N utama yang digunakan untuk pertanaman padi di Asia adalah urea tetapi tidak digunakan secara efisien, dan


(16)

tanaman padi hanya menggunakan sekitar 30 sampai 40% dari N yang diberikan (De Datta, 1987). Kehilangan nitrogen terutama disebabkan oleh denitrifikasi, penguapan, pelindian dan run off. Besarnya kehilangan dari pupuk yang diberikan diperkirakan sebesar 52-71%. Selanjutnya dikemukakan penyebab utama dari inefisiensi pupuk N adalah nitrifikasi-denitrifikasi dalam lapisan aerob/anaerob tanah padi sawah. Hasil percobaan Ismunadji et al. (1988) menunjukkan bahwa kehilangan nitrogen makin banyak dengan pemupukan nitrogen yang makin tinggi. Imobilisasi dan fiksasi amonium menyebabkan nitrogen untuk sementara tidak tersedia bagi tanaman.

Pupuk N, bila diaplikasikan pada tanah, akan cepat meningkatkan konsentrasi ion amonium dalam larutan tanah, tetapi segera hilang melalui penyerapan oleh tanaman padi, imobilisasi oleh mikroorganisme, pencucian dan denitrifikasi (Houng, 1976). Fiksasi nitrogen oleh mikroba di dalam tanah merupakan salah satu penjelasan tentang kesuburan tanah sawah untuk jangka panjang. Bouldin dan Alimagno (1976) melaporkan bahwa hingga 60% dari pupuk N hilang melalui penguapan amonia.

Fosfat merangsang pertumbuhan akar dan pembentukan anakan. Tanaman menjadi lebih cepat berbunga sehingga umumnya tanaman menjadi lebih pendek. Fosfat merupakan zat hara yang sangat diperlukan untuk pembentukan protein dan buah (Siregar, 1981). Pertumbuhan tanaman yang kekurangan fosfat akan menjadi kerdil dan warna daun tanaman yang masih muda nampak keungu-unguan (Siregar, 1981).

Kapasitas tanah untuk memfiksasi fosfor dianggap sebagai parameter yang penting untuk menentukan rekomendasi dosis fosfat yang cukup untuk memperoleh respon terhadap pemupukan. Menurut Chang (1976) mobilitas fosfor pada tanah tergenang lebih tinggi daripada tidak tergenang. Meskipun ketersediaan P pada tanah dalam kondisi tergenang lebih besar daripada kondisi lahan kering, terutama di daerah tropis, kekurangan P menyebabkan perlu dilakukan pemupukan fosfat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1.7 juta ha lahan sawah di Indonesia berstatus akumulasi P2O5 sedang (20-40 mg P2O5/100 g

tanah), 1.5 juta ha tergolong tinggi (>40 mg P2O5/100 g tanah) dan 0.54 juta ha


(17)

1995). Adanya garam N atau K dalam butiran air yang mengandung fosfat-larut cenderung meningkatkan luas permukaan per unit P sehingga akan meningkatkan ketersediaan P. Keberadaan garam amonium dalam butir fosfat larut juga cenderung meningkatkan serapan P oleh tanaman (Ismunadji dan Uexkull, 1984). Menurut Lingga (1986) unsur P berperan sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi, sekaligus mempercepat pembungaan dan pemasakan biji. Pupuk P berperan penting dalam budidaya padi karena rendahnya efisiensi pemupukan P dan besarnya angkutan hara P oleh tanaman menyebabkan penggunaan pupuk P tetap diperlukan (Radjagukguk, 2002).

Selain unsur P yang dibutuhkan tanaman padi dalam pembentukan dan pengisian bulir, unsur kalium juga memegang peranan penting. Menurut Soepardi (1983) zat hara kalium penting untuk pembentukan protein dan selulosa. Unsur K dapat meningkatkan respon tanaman terhadap pemupukan dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N dan P. Unsur kalium bisa didapat dari air irigasi. Zat hara kalium penting untuk pembentukan protein dan selulosa. Kalium dalam jumlah yang cukup akan menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium memperkuat batang tanaman yang berarti mempertinggi ketahanan tanaman terhadap serangan cendawan Pyricularia Oryzae dan cendawan Helminthosporium.

Tanaman padi yang kekurangan kalium memiliki batang yang lurus dan kerdil, daun tanaman menampakkan warna kekuning-kuningan dan mulai mati dari ujung daun (Siregar, 1981). Serapan tanaman terhadap unsur K dipengaruhi oleh jumlah K tersedia bagi tanaman. Semakin besar jumlah K tersedia, maka akan semakin besar pula jumlah K yang diserap oleh tanaman (Soepardi, 1983).

Bahan Organik

Serasah daun, akar, ranting, batang, jasad binatang serta mikroba adalah sumber bahan organik yang dikandung tanah. Pada tanah yang ditanami, bahan organik tanah dapat dipertahankan dengan cara mengembalikan sebagian sisa tanaman ke dalam tanah. Perombakan bahan organik oleh mikroba akan melepaskan hara yang terikat dalam senyawa kompleks menjadi tersedia, terutama


(18)

N, P dan S. Kapasitas tukar kation (KTK) bahan organik membuatnya higroskopis, sehingga daya pegang air dari tanah akan bertambah karena penambahan bahan organik ke dalam tanah (Ismunadji et al., 1988). Menurut Siregar (1981) bahan organik yang melapuk merupakan sumber dari berbagai macam zat hara yang dibutuhkan tanaman dan diantara zat-zat hara yang dikandungnya yang terbanyak dan terpenting ialah zat hara N, P dan K. Menurut Kumazawa (1984) bahan organik mengandung berbagai jenis nutrisi tanaman, baik unsur hara makro maupun mikro. Tanaman padi mendapatkan hara yang diperlukan dari air irigasi dan mineral tanah.

Memasukkan bahan organik ke dalam tanah dapat memperbaiki struktur melalui peningkatan agregat yang mempengaruhi infiltrasi air, retensi air, drainase, aerasi, suhu dan penetrasi akar (De Datta dan Hundal, 1984). Bahan organik mempengaruhi produktivitas tanah melalui mineralisasi zat gizi, kapasitas tukar kation, kapasitas memegang air, dan kemampuannya untuk memperbaiki sifat fisik tanah (Larson dan Clapp, 1984). Peran sisa tanaman adalah untuk menjaga stabilitas struktur tanah dan mencegah infiltrasi yang lambat. Bahan organik juga dapat membentuk organik-liat kompleks. Pemberian bahan organik akan memperbaiki agregasi tanah dan tanah akan menjadi lebih gembur sehingga memudahkan pengolahan tanah (Ismunadji et al., 1988).

Akumulasi bahan organik dalam tanah yang berasal dari aplikasi jangka panjang bahan organik meningkatkan sifat fisik tanah sawah (Nakaya dan Motomura, 1984). Telah lama diketahui bahwa bahan organik tanah memiliki efek menguntungkan pada pertumbuhan tanaman yaitu untuk penambahan nutrisi. Bahan organik berasal dari sisa tanaman yang dipanen atau sumber lain seperti pupuk kandang mengandung N, P, K dan nutrisi lain (Flaig, 1984). Bahan organik memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi, kapasitas tinggi menahan air, kapasitas untuk khelat kation, dan kemampuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah (Larson dan Clapp, 1984).

Jerami Sebagai Bahan Organik

Menurut Purwanto (1988) jerami padi adalah semua bahan hijauan padi selain biji dan akar yang dihasilkan tanaman padi. Jerami padi mengandung


(19)

sekitar 0.6% N, 0.1% P, 0.1% S, 1.5% K, 5% Si dan 40% C (Ponammperuma, 1984). Jumlah jerami padi yang disarankan untuk diberikan ke lahan berkisar antara 3-6 ton/ha tergantung pada kesuburan tanah (Oh, 1984). Jerami padi merupakan sumber nutrisi makro yang baik. Jerami padi sebanyak 5 ton mengandung sekitar 2 ton C, yang di lahan basah dapat menjadi sumber tidak langsung unsur N.

Kandungan mineral nutrisi jerami saat panen tergantung pada tanah, kualitas air irigasi, jumlah pupuk diterapkan, kultivar, dan musim, tercermin dalam koefisien tinggi variasi (Ponnamperuma, 1984). Takijima dan Gunawardena (1971) menemukan tidak ada korelasi yang jelas antara kandungan unsur jerami dan ketersediaan hara di tanah kecuali P. Percobaan jangka panjang menunjukkan bahwa penggabungan jerami di sawah menyebabkan peningkatan kandungan C organik, N, dan P tersedia, K, dan Si. Jerami padi menginduksi imobilisasi N segera setelah diterapkan ke lapang. Di daerah tropis, semua jerami yang diproduksi ditempat (in situ) dapat dimasukkan ke dalam tanah sawah, dan padi dapat ditanam segera tanpa efek samping (Ponnamperuma, 1984).

Waktu aplikasi jerami padi bervariasi antar petani dan antar lokasi. Beberapa petani menyebar jerami ke sawah segera setelah panen, yang lain menerapkannya 2 minggu sebelum tanam, kemudian segera dibajak setelahnya. Menurut Oh (1984) jerami paling baik diaplikasikan saat 2 hingga 6 minggu sebelum tanam. Menurut Flinn dan Marciano (1984) jerami padi dapat digunakan sebagai pengganti atau sebagai pelengkap untuk pupuk anorganik.

Pupuk Kandang Sebagai Bahan Organik

Pupuk kandang adalah pupuk yang paling banyak digunakan untuk mempertahankan kesuburan tanah pada sistem tanam intensif di sektor pertanian tradisional (Okigbo dan Greenland, 1976). Peran pupuk kandang dalam memberikan nutrisi tanaman dalam tanah lebih penting daripada sekedar perbaikan struktur tanah (Rerkasem dan Rerkasem, 1984). Sumber nutrisi seperti pupuk kandang harus digunakan dengan kombinasi pupuk mineral untuk memenuhi bagian dari kebutuhan tanaman padi dan untuk mempertahankan kualitas tanah dalam jangka panjang. Secara umum kandungan hara dalam


(20)

kotoran hewan jauh lebih rendah daripada pupuk kimia sehingga takaran penggunaannya juga akan lebih tinggi. Pupuk kandang sebagai pupuk dasar biasanya digunakan sebanyak 5 ton/ha yang diberikan bersamaan dengan pembajakan kedua (Andoko, 2008).

Pupuk kandang mampu meningkatkan kandungan unsur hara dalam tanah dan memberikan pengaruh baik terhadap sifat fisik dan kimia tanah karena mendukung kehidupan jasad renik (Yuliarti, 2009). Penguraian pupuk kandang akan mempertinggi kadar humus di tanah. Humus berpengaruh baik terhadap sifat fisik tanah, mempertahankan struktur tanah, menjadikan tanah mudah diolah, dan terisi oksigen yang cukup. Pupuk kandang pun mampu mengembangkan kehidupan mikroorganisme (jasad renik) di dalam tanah (Sriyanto, 2010). Komposisi hara pada masing-masing kotoran hewan berbeda tergantung pada jumlah dan jenis makanannya (Setyorini et al., 2006). Komposisi hara ini juga sangat ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis dan umur hewan, jenis makanannya, penyimpanan dan pengelolaannya (Hartatik dan Widowati, 2006).

Pupuk kandang selain mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman juga mengandung asam humat, asam fulvat, hormon tumbuh dan lain-lain yang bersifat memacu pertumbuhan tanaman sehingga serapan hara oleh tanaman meningkat (Tan, 1993). Pemberian pupuk kandang secara jangka panjang dapat meningkatkan kadar humus dalam kisaran 0.8-3.0%; meningkatkan N-total dan tersedia, P tersedia, dan Si; meningkatkan kapasitas buffer tanah, KTK, dan basa-basa dapat ditukar terutama Ca dan K (Yamashita, 1967). Penambahan pupuk kandang merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat kimia tanah terutama dalam meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara seperti N, P, K, Ca, Mg dan S untuk unsur hara makro dan mikro seperti Fe, Zn, Mn, B, Cu dan Mo, meningkatkan KTK tanah, serta meningkatkan daya pegang tanah terhadap air dan hara (Lubis et al., 1986).


(21)

Tabel 1. Kandungan Hara Beberapa Pupuk Kandang Menurut Jenis Hewan

Sumber

pukan N P K Ca Mg S Fe

……….…..ppm……...………

Sapi perah 0.53 0.35 0.41 0.28 0.11 0.05 0.004

Sapi daging 0.65 0.15 0.3 0.12 0.1 0.09 0.004

Kuda 0.7 0.1 0.58 0.79 0.14 0.07 0.01

Unggas 1.5 1.77 0.89 0.3 0.88 0 0.1

Domba 1.28 0.19 0.93 0.59 0.19 0.09 0.02

Sumber: Tan (1993)

Pupuk Hayati

Pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Rao (1982) mendefinisikan pupuk hayati sebagai preparasi yang mengandung sel-sel dari strain-strain efektif mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat atau selulolitik yang digunakan pada tanah atau tempat pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba tersebut dan mempercepat proses mikrobial tertentu untuk menambah banyak ketersediaan hara dalam bentuk tersedia yang dapat diasimilasi tanaman.

Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) mendefinisikan pupuk hayati sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara dalam tanah bagi tanaman. Ketersediaan hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada juga makrofauna (cacing tanah). Kelompok organisme perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator perombak bahan organik.

Penggunaan pupuk hayati untuk membantu tanaman memperbaiki nutrisinya sudah lama dikenal. Pupuk hayati pertama yang dikomersialkan adalah rhizobia. Pada tahun 1930-an dan 1940-an berjuta-juta hektar lahan di Uni Soviet yang ditanami dengan berbagai tanaman diinokulasi dengan Azotobacter. Pupuk bakteri lain yang digunakan secara luas di Eropa Timur adalah fosfobakterin yang


(22)

mengandung bakteri Bacillus megaterium (Macdonald, 1989). Namun perhatian lebih dipusatkan pada pemanfaatan rhizobia karena pengetahuan tentang bakteri penambat nitrogen ini sudah banyak dan pengalaman menggunakan pupuk hayati penambat nitrogen sudah lama dilakukan.


(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai bulan April 2011. Penelitian dilakukan di Desa Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang dengan kelembaban nisbi 70% dan rata-rata curah hujan 218.5 mm per bulan. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Penilaian mutu fisik gabah yaitu gabah hampa, gabah utuh, dan gabah hijau mengapur dilakukan di Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Penilaian rendemen beras pecah kulit, rendemen beras giling, dan rendemen beras kepala dilakukan di Balai Besar Padi Muara, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih padi varietas Ciherang, pupuk anorganik, pupuk organik dan pupuk hayati. Pupuk anorganik yang digunakan yaitu pupuk NPK majemuk. Bahan organik yang akan digunakan adalah jerami. Pupuk organik yang digunakan terdiri dari pupuk kandang kambing, pupuk organik granul (POG), dan pupuk organik cair (POC). Pupuk hayati yang digunakan dalam penelitian terdiri atas tiga merk dagang (PH 1, PH 2 dan PH 3) dengan kandungan dan komposisi mikroba yang berbeda-beda (Lampiran 5, 6, 7). Bahan lain yang diperlukan adalah pestisida. Alat yang digunakan terdiri dari seperangkat alat budidaya pertanian, bor tanah, knapsack sprayer, meteran, oven, kantong kertas, timbangan digital, dan blower.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor perlakuan. Perlakuan pada penelitian ini adalah kombinasi dosis dan jenis pupuk organik dan anorganik. Dosis pupuk NPK yang biasa digunakan adalah 400 kg/ha, untuk jerami sebesar 5 ton/ha, untuk pupuk hayati dan pupuk organik cair yaitu 1 liter/ha/aplikasi pupuk hayati 1 (PH 1), 2


(24)

liter/ha/aplikasi pupuk hayati 2 (PH 2), 2 liter/ha/aplikasi pupuk organik cair (POC), 200 kg/ha pupuk organik granul (POG), dan 2 ton/ha pupuk kandang (pukan).

Perlakuan kombinasi pupuk organik dan anorganik terdiri dari: P1 : Jerami + 0.5 dosis NPK

P2 : Jerami + 0.5 dosis NPK + POG + POC P3 : Jerami + POG + 0.5 dosis NPK

P4 : Jerami + POG + PH 1 + 0.5 dosis NPK P5 : Jerami + PH 2 + 0.75 dosis NPK P6 : Jerami + Pukan + 0.5 dosis NPK P7 : Jerami + PH 1 + 0.5 dosis NPK P8 : Jerami + PH 2 + 0.5 dosis NPK P9 : Jerami + 1 dosis NPK

P10 : Tanpa Jerami + 1 dosis NPK P11 : Jerami + PH 3 + 0.5 dosis NPK P12 : Tanpa Jerami + PH 3 + 0.5 dosis NPK P13 : Tanpa Pupuk

Dasar penetapan perlakuan tanpa pupuk sebagai kontrol adalah untuk membandingkan pengaruh aplikasi pemupukan pada perlakuan lain terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu padi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk. Perlakuan tanpa pupuk sebagai variabel kontrol adalah peubah yang dibuat konstan.

Pada percobaan ini terdapat 13 perlakuan dengan 3 ulangan, sehingga diperoleh 39 satuan percobaan. Luas petakan percobaan ini yaitu 10 m x 20 m per petaknya. Model linier dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yij = µ + τi + βj+ εij ;(i: 1,….13; j: 1,2,3)

Keterangan

Yij = Pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke-j

µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

βj = Pengaruh kelompok ke-j


(25)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan penelitian dimulai dengan persiapan tanah yang dilakukan dua minggu sebelum tanam. Aplikasi jerami dan pupuk kandang dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengolahan tanah satu minggu sebelum sawah ditanami. Jerami dipotong-potong sepanjang 10 cm. Kebutuhan jerami dan pupuk kandang masing-masing yaitu sebanyak 5 dan 2 ton/ha. Aplikasi PH 1 dan PH 2 juga dilakukan pada satu minggu setelah tanam (MST). Pengolahan tanah dilakukan dengan sistem olah tanah sempurna, yaitu 2 kali pencangkulan ditambah dengan pelumpuran dan perataan.

Benih padi yang digunakan adalah varietas Ciherang (20 kg/ha). Benih direndam selama 12 jam dan diperam 24 jam pada karung goni basah. Selanjutnya benih disemai pada tampi semai yang telah disiapkan. Bibit dipindah tanam pada umur 14 hari dengan 1 bibit per lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan adalah metode legowo dengan ukuran 25 cm x 15 cm dan 40 cm antar kelompok barisan. Penyulaman dilakukan pada 1-2 MST dengan bibit yang umurnya sama.

Pemupukan POG (200 kg/ha), PH 3 (2 l/ha), dan PH 1 (1 l/ha) dilakukan satu minggu sebelum penanaman. Pemupukan NPK (400 kg/ha) dan POC (2 l/ha) dilakukan pada 1 MST. Komposisi pupuk NPK majemuk yang digunakan adalah komposisi untuk padi sawah, yaitu 30 : 6 : 8. Pemupukan POC dilakukan setiap dua minggu sekali (MST 1, 3, 5, 7) dan pemupukan PH 1 dan PH 2 dilakukan tiga hari sebelum tanam dan selanjutnya diaplikasikan setiap dua minggu sekali (MST 2, 4, 6) hingga menuju fase generatif. Pengendalian gulma dilakukan pada 3 dan 7 MST. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan jika terdapat gejala serangan pada tanaman. Pengairan diatur sesuai dengan kebutuhan agar petakan tidak tergenang berlebihan namun juga tidak kekurangan air.

Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap dua minggu yaitu pada 3 MST, 5 MST, dan 7 MST. Pengamatan bobot kering akar dan tajuk serta volumen akar dilakukan pada 8 MST. Pengamatan pertumbuhan tanaman dan komponen hasil diamati dari 10 tanaman contoh untuk setiap petak kecuali pada peubah bobot


(26)

kering akar dan tajuk. Parameter pertumbuhan vegetatif yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan/rumpun (semua anakan yang daunnya telah membuka penuh akan dihitung), bobot kering akar dan tajuk, serta volume akar.

Pengamatan komponen hasil meliputi jumlah anakan produktif/rumpun, panjang malai, jumlah gabah/malai, bobot 1000 butir (dihitung dengan menimbang 1000 butir gabah isi dengan menggunakan timbangan analitik). Hasil yang diamati mencakup bobot gabah per rumpun, hasil per ubinan (hasil dari panen ubinan yang berukuran 10 m x 20 m), hasil per ha (dihitung dari produktivitas ubinan dan dikonversikan ke ha sehingga diperoleh hasil gabah ton/ha), dan peningkatan hasil. Peningkatan hasil, dihitung berdasarkan dugaan hasil gabah kering giling (GKG) dengan menggunakan rumus

Peningkatan Hasil =

(BP – BK)

x 100% BK

BP : dugaan hasil GKG perlakuan

BK : dugaan hasil GKG perlakuan satu dosis NPK tanpa pembenaman jerami

Efektivitas agronomi dihitung berdasarkan dugaan hasil gabah kering giling (GKG) dengan menggunakan rumus

Efektivitas Agronomi =

(BP – BK)

x 100% (BS – BK)

BP : dugaan hasil GKG perlakuan

BS : dugaan hasil GKG perlakuan satu dosis NPK tanpa pembenaman jerami

BK : dugaan hasil GKG perlakuan kontrol tanpa pemupukan

Parameter mutu yang diamati pada penelitian ini yaitu persentase gabah isi, persentase gabah hampa, kadar air gabah, persentase gabah hijau mengapur, rendemen beras pecah kulit, rendemen beras giling dan rendemen beras kepala. Analisis usaha tani dilakukan untuk menilai kelayakan usaha tani masing-masing perlakuan dengan menghitung total inflow, total outflow dan nilai net B/C.


(27)

Analisis Data

Analisis yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan yang diuji adalah analisis ragam (uji F). Jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk melihat perbedaan antar perlakuan pada taraf selang kepercayaan (95 %) atau atau α (5%).


(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kandungan Hara Tanah

Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui pH tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan P dan K di dalam tanah. Berdasarkan hasil analisis tanah awal, lahan sawah penelitian mempunyai pH 6.3 – 6.7. Kandungan C organik dalam tanah (0.81 – 0.94 %) dan kandungan N total (0.07 – 0.1 %) sangat rendah. Lahan sawah mempunyai kandungan P sebesar 3.5 – 6.3 ppm yang tergolong rendah, dan kandungan K dapat ditukar sebesar 0.84 – 1.10 me/100 gr yang tergolong sangat tinggi (Riyanti, 2011).

Tabel 2. Analisis Tanah (pH dan C-Organik) Sebelum dan Setelah Perlakuan (Riyanti, 2011).

Perlakuan pH C-Organik (%)

S1 S2 S1 S2

Jerami + 0.5 Dosis NPK 6.30a 7.00b 0.92a 0.55b

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + POC 6.40a 7.20b 0.88a 0.39b

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG 6.50a 7.10b 0.82a 0.56b

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + PH 1 6.50a 7.10b 0.93a 0.60b

Jerami + 0.75 Dosis NPK + PH 2 6.60a 7.20b 0.86a 0.47b

Jerami + 0.5 Dosis NPK + pukan 6.60a 7.10b 0.81a 0.43b

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 1 6.50a 7.40b 0.94a 0.51b

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 2 6.70a 7.20b 0.90a 0.47b

Jerami + 1 Dosis NPK 6.60a 6.90b 0.85a 0.49b

Tanpa Jerami + 1 Dosis NPK 6.50a 7.00b 0.90a 0.49b

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 6.50a 7.40b 0.87a 0.38b

Tanpa Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 6.60a 7.20b 0.89a 0.34b

Tanpa pupuk 6.60a 7.00b 0.83a 0.47b

Keterangan = S1: sebelum ; S2: setelah percobaan ;

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji t

Pertumbuhan Vegetatif

Tinggi Tanaman, Jumlah Anakan dan Volume Akar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa reduksi pupuk NPK dengan pembenaman jerami serta aplikasi pupuk organik dan hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan volume akar, tetapi berpengaruh nyata terhadap


(29)

jumlah anakan (Tabel 3). Jumlah anakan tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 24.9 anakan, berbeda nyata lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, kecuali dengan perlakuan dosis penuh NPK (P10), yaitu sebanyak 21.6 anakan. Kombinasi pembenaman jerami dengan 0.5 dosis NPK, POG dan POC (P2) memiliki jumlah anakan yang cenderung lebih banyak jika dibandingkan perlakuan dosis penuh NPK (P10).

Tabel 3. Rata-rata Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan (7 MST) serta Volume Akar (8 MST) pada Berbagai Perlakuan Pemupukan

Perlakuan Tinggi Jumlah Volume

Tanaman Anakan Akar (ml)

Jerami + 0.5 Dosis NPK 91.3a 19.2bcd 88.3a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + POC 92.7a 24.9a 88.3a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG 88.8a 19.2bcd 70.0a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + PH 1 89.4a 19.1bcd 65.0a

Jerami + 0.75 Dosis NPK + PH 2 90.9a 19.5bcd 70.0a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + pukan 91.1a 20.1bcd 91.7a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 1 88.2a 20.6bc 62.5a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 2 88.1a 21.1b 116.7a

Jerami + 1 Dosis NPK 93.7a 19.7bcd 90.8a

Tanpa Jerami + 1 Dosis NPK 91.0a 21.6ab 72.5a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 91.8a 16.4d 79.2a

Tanpa Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 86.0a 19.9bcd 73.3a

Tanpa pupuk 86.0a 16.8cd 63.3a

Ket: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Pembenaman jerami dan reduksi pupuk NPK dengan penambahan pupuk organik dan hayati tidak berpengaruh nyata terhadap volume akar saat 8 MST (Tabel 3). Perlakuan pemupukan dengan kombinasi pembenaman jerami dengan PH 2 dan 0.5 dosis NPK (P8) meningkatkan volume akar dan menghasilkan volume akar cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan lain tetapi jumlah anakan yang dihasilkan nyata lebih rendah dibanding perlakuan pembenaman jerami, 0.5 dosis NPK, POG dan POC (P2). Volume akar yang paling tinggi tidak menjamin jumlah anakan yang dihasilkan akan paling tinggi pula, karena pembentukan anakan lebih ditentukan oleh serapan hara selama fase vegetatif.


(30)

Bobot Kering Akar, Tajuk dan Total Biomassa

Reduksi pupuk NPK dengan pembenaman jerami serta aplikasi pupuk organik dan hayati pada berbagai dosis pemupukan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering akar, tajuk dan total biomasa pada 8 MST. Perlakuan pembenaman jerami, POG, PH 1 dan 0.5 dosis NPK (P4) menghasilkan bobot kering total biomasa lebih rendah 35.35% dibanding perlakuan dosis penuh NPK tanpa pembenaman jerami meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Aplikasi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap pembentukan akar dan tajuk pada tanaman.

Gambar 1. Rata-rata Bobot Kering Akar, Tajuk dan Total Biomassa pada Berbagai Perlakuan Pemupukan

Ket : P1 : J + ½ DP NPK P8 : J + ½ DP NPK + PH 2

P2 : J + ½ DP NPK + POG + POC P9 : J + 1 DP NPK

P3 : J + ½ DP NPK + POG P10 : 1 DP NPK

P4 : J + ½ DP NPK + POG + PH 1 P11 : J + ½ DP NPK + PH 3

P5 : J + ¾ DP NPK + PH 2 P12 : ½ DP NPK + PH 3

P6 : J + ½ DP NPK + pukan Garis horizontal : Tanpa pupuk (P13)

P7 : J + ½ DP NPK + PH 1

Komponen Hasil dan Hasil

Pengamatan komponen hasil meliputi jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah bulir per malai, bobot 1000 butir, persentase gabah isi dan persentase gabah hampa. Reduksi pupuk NPK dengan pembenaman jerami serta aplikasi pupuk organik dan hayati tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah anakan produktif, panjang malai, dan jumlah bulir per malai. Diduga

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12

B o b o t K er ing (gr ) Perlakuan Pemupukan Akar Tajuk Total Biomasa


(31)

pemberian pupuk berupa pembenaman jerami, pupuk hayati dan pupuk organik mampu mereduksi penggunaan pupuk NPK karena tidak terdapat perbedaan yang nyata dari data yang dihasilkan (Tabel 4).

Tabel 4. Rata-rata Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai, dan Jumlah Bulir per Malai pada Berbagai Perlakuan Pemupukan

Perlakuan Jumlah Anakan Panjang Malai Jumlah Bulir Produktif (cm) per Malai

Jerami + 0.5 Dosis NPK 18.0 24.1 134.4

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + POC 19.2 24.5 131.1

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG 17.4 24.4 123.4

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + PH 1 17.4 24.1 146.6

Jerami + 0.75 Dosis NPK + PH 2 16.6 25.0 145.5

Jerami + 0.5 Dosis NPK + pukan 17.8 25.0 134.2

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 1 18.7 24.5 136.2

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 2 18.5 24.7 149.7

Jerami + 1 Dosis NPK 16.7 24.3 135.9

Tanpa Jerami + 1 Dosis NPK 16.8 24.3 137.5

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 15.3 24.2 152.9

Tanpa Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 15.2 23.5 135.5

Tanpa pupuk 16.4 23.4 134.2

Pada komponen pengamatan jumlah bulir per malai, perlakuan pemupukan berupa pembenaman jerami, PH 3 dan 0.5 dosis NPK (P11) memiliki jumlah bulir per malai lebih banyak 11.2% dibanding perlakuan dosis penuh NPK (P10) dan lebih banyak 13.9% dibanding perlakuan kontrol tanpa pemupukan.

Pembenaman jerami dan reduksi pupuk NPK dengan penambahan pupuk organik dan hayati tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir (Tabel 5). Bobot 1000 butir pada perlakuan P4 yaitu pemupukan dengan pembenaman jerami, POG, PH 1, dan 0.5 dosis NPK lebih tinggi 2.11% dibandingkan perlakuan dengan menggunakan dosis penuh NPK (P10). Petakan kontrol tanpa pemupukan (P13) menghasilkan bobot 1000 butir terendah.


(32)

Tabel 5. Rata-rata Persentase Gabah Isi, Persentase Gabah Hampa dan Bobot 1000 Butir pada Berbagai Perlakuan Pemupukan

Perlakuan Gabah Isi Gabah Hampa Bobot 1000 Butir

(%) (gr)

Jerami + 0.5 Dosis NPK 95.7 2.6 28.8

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + POC 95.4 1.9 28.4

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG 96.5 2.2 28.4

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + PH 1 94.6 3.9 29.1

Jerami + 0.75 Dosis NPK + PH 2 96.6 2.2 28.2

Jerami + 0.5 Dosis NPK + pukan 96.8 2.2 28.6

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 1 96.8 2.2 28.5

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 2 96.0 2.0 28.6

Jerami + 1 Dosis NPK 96.1 2.3 29.0

Tanpa Jerami + 1 Dosis NPK 97.0 2.0 28.5

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 96.3 2.1 28.8

Tanpa Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 96.7 2.3 28.4

Tanpa pupuk 96.9 2.3 27.9

Pembenaman jerami dan reduksi pupuk NPK dengan penambahan pupuk organik dan hayati tidak berpengaruh nyata terhadap persentase gabah isi dan gabah hampa (Tabel 5). Berdasarkan data pada Tabel 5, persentase gabah hampa semua perlakuan dibawah 3% kecuali pada perlakuan pemupukan dengan pembenaman jerami, POG, PH 1 dan 0.5 dosis NPK (P4), persentase gabah hampa yang dihasilkan sebesar 3.9%, dan secara statistik tidak berbeda nyata.

Reduksi pupuk NPK dengan pembenaman jerami dan aplikasi pupuk organik dan hayati berpengaruh sangat nyata terhadap bobot gabah per rumpun (Tabel 6). Semua perlakuan kombinasi pemupukan kecuali P12 menghasilkan bobot gabah per rumpun yang tidak berbeda nyata dengan P10 (dosis penuh NPK). Perlakuan P2 dengan kombinasi pemupukan berupa pembenaman jerami, pupuk organik granul, pupuk organik cair dan 0.5 dosis NPK serta perlakuan P6 dengan kombinasi pemupukan berupa pembenaman jerami, pupuk kandang dan 0.5 dosis NPK memiliki bobot gabah per rumpun paling tinggi dibandingkan kombinasi pembenaman jerami dengan aplikasi pupuk organik, hayati dan anorganik lainnya, yaitu sebesar 67.0 gram (Tabel 6). Kedua perlakuan tersebut menghasilkan bobot gabah per rumpun yang lebih tinggi 17.54% dibandingkan perlakuan kontrol tanpa pemupukan.


(33)

Tabel 6. Rata-rata Bobot Gabah per Rumpun, Hasil Ubinan dan Hasil per ha pada Berbagai Perlakuan Pemupukan

Perlakuan Bobot Gabah/rumpun Hasil per Ubinan Hasil per ha

(kg) (kg) (kg)

Jerami + 0.5 Dosis NPK 0.063a 5.3a 8484.4a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + POC 0.067a 5.2a 8320.0a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG 0.058abc 5.4a 8684.4a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + PH 1 0.063a 4.9a 7804.4a

Jerami + 0.75 Dosis NPK + PH 2 0.061ab 5.4a 8657.8a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + pukan 0.067a 5.5a 8737.8a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 1 0.066a 5. 3a 8453.3a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 2 0.066a 5. 7a 9082.7a

Jerami + 1 Dosis NPK 0.058abc 5.0a 8008.9a

Tanpa Jerami + 1 Dosis NPK 0.062ab 5.5a 8728.9a

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 0.052bc 5.3a 8555.6a

Tanpa Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 0.048c 4.9a 7811.6a

Tanpa pupuk 0.057abc 4.6a 7342.2a

Ket: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT

Perlakuan PH 3 dan 0.5 dosis NPK tanpa jerami (P12) menghasilkan bobot gabah per rumpun paling rendah, tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemupukan (P13) maupun perlakuan dengan jerami + POG + 0.5 dosis NPK (P3); jerami + 1 dosis NPK (P9); dan kombinasi jerami + PH 3 + 0.5 dosis NPK (P11).

Pembenaman jerami dan reduksi pupuk NPK dengan penambahan pupuk organik dan hayati tidak berpengaruh nyata terhadap hasil gabah per ubinan dan hasil per ha (Tabel 6). Pembenaman jerami serta aplikasi pupuk organik dan hayati dapat mensubsidi penggunaan dosis pupuk NPK hingga 50% karena tidak terjadi penurunan yang nyata berdasarkan hasil panen per hektar. Hasil panen per ha yang dihasilkan pada perlakuan pembenaman jerami, PH 2 dan 0.5 dosis NPK (P8) cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan dosis penuh NPK (P10) maupun perlakuan tanpa pemupukan (P13). Perlakuan tanpa pemupukan menghasilkan hasil panen per ha yang cenderung lebih rendah dibanding perlakuan lainnya. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, namun secara aktual hasil panen per ha antara perlakuan pembenaman jerami, PH 2 dan 0.5 dosis NPK (P8) dengan perlakuan tanpa pemupukan (P13) selisihnya mencapai 1.74 ton gabah kering giling (GKG), sedangkan perlakuan P8 dengan P10 (dosis penuh NPK) selisihnya mencapai 354 kg GKG. Selisih hasil panen tersebut secara


(34)

agronomis sangat berarti. Hasil panen per ha dari semua perlakuan pemupukan lebih tinggi dibanding rata-rata produktivitas padi nasional pada tahun 2009 yaitu sebesar 49.99 ku/ha GKG (BPS). Produksi padi pada penelitian juga di atas rata-rata produksi di lokasi penelitian yang berkisar antara 6 ton – 6.7 ton per hektar GKG. Kisaran hasil yang dapat dicapai oleh padi varietas Ciherang berkisar antara 5 ton hingga 8.5 ton per hektar.

Mutu Gabah

Pembenaman jerami dan reduksi pupuk NPK dengan penambahan pupuk organik dan hayati tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen beras pecah kulit, rendemen beras giling, dan rendemen beras kepala (Tabel 7). Beras pecah kulit adalah beras yang hanya dihilangkan sekamnya namun tidak dipoles menjadi beras putih. Proses penggilingan dilakukan untuk memisahkan lapisan lemma dan palea dari biji beras, dan jika memungkinkan, tanpa adanya beras pecah kulit yang patah dan hancur (Araullo et al., 1976). Rendemen beras giling pada penelitian ini berkisar antara 64%-69%. Rendemen yang baik adalah bila gabah menghasilkan minimal 70% beras giling (Harahap et al., 1984).

Tabel 7. Rata-rata Rendemen Beras Pecah Kulit (BPK), Beras Giling (BG) dan Beras Kepala (BK) pada Berbagai Perlakuan Pemupukan

Perlakuan Rendemen (%)

BPK BG BK

Jerami + 0.5 Dosis NPK 79.6 67.7 94.3

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + POC 78.5 66.6 94.3

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG 80.2 67.6 94.0

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + PH 1 80.0 65.9 92.0

Jerami + 0.75 Dosis NPK + PH 2 79.9 64.0 93.7

Jerami + 0.5 Dosis NPK + pukan 79.9 66.2 92.7

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 1 80.3 66.2 94.3

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 2 80.2 65.9 93.7

Jerami + 1 Dosis NPK 78.8 67.8 95.3

Tanpa Jerami + 1 Dosis NPK 79.5 66.9 92.3

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 78.9 65.3 94.7

Tanpa Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 79.9 68.5 94.3


(35)

Rendemen beras kepala didapat dari persentase beras kepala yang diperoleh dari 100 gram sampel beras giling. Persentase beras kepala pada 100 gram sampel beras giling tergolong tinggi. Perlakuan pembenaman jerami dengan aplikasi dosis penuh NPK (P9) dan perlakuan tanpa pupuk (P13) memiliki persentase beras kepala diatas 95% sedangkan perlakuan lain memiliki rendemen beras kepala berkisar antara 92-95%. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), rendemen beras kepala perlakuan P9 dan P13 termasuk dalam mutu I sedangkan perlakuan lain masuk dalam mutu II (Soerjandoko, 2010).

Persentase Gabah Hijau Mengapur dan Kadar Air Gabah

Perlakuan kombinasi pupuk organik, hayati dan anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap komponen-komponen mutu gabah berupa persentase gabah hijau mengapur dan kadar air gabah. Kadar air gabah tergolong rendah, yaitu di bawah 14% dan persentase gabah hijau mengapur tergolong sangat rendah. Waktu pemanenan yang tepat diduga menjadi penyebab rendahnya persentase gabah hijau mengapur. Artinya bahwa pada saat pemanenan, sebagian besar bulir telah masak dan hanya sangat sedikit bulir muda yang terpanen.

Gambar 2. Rata-rata Persentase Gabah Hijau Mengapur pada Berbagai Perlakuan Pemupukan

Ket : P1 : J + ½ DP NPK P8 : J + ½ DP NPK + PH 2

P2 : J + ½ DP NPK + POG + POC P9 : J + 1 DP NPK

P3 : J + ½ DP NPK + POG P10 : 1 DP NPK

P4 : J + ½ DP NPK + POG + PH 1 P11 : J + ½ DP NPK + PH 3

P5 : J + ¾ DP NPK + PH 2 P12 : ½ DP NPK + PH 3

P6 : J + ½ DP NPK + pukan Garis horizontal : Tanpa pupuk (P13)

P7 : J + ½ DP NPK + PH 1 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12

% G ab ah H ij au M en g ap u r Perlakuan Pemupukan


(36)

Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dan BULOG (2003) syarat untuk pengadaan gabah dan beras dalam negeri adalah kandungan butir hampa dan kotoran gabah 3% dan butir hijau mengapur 5%. Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa gabah yang dihasilkan dari berbagai kombinasi pemupukan sudah dapat memenuhi syarat untuk pengadaan beras dalam negeri, baik dari persentase gabah hampa maupun persentase gabah hijau mengapur.

Gambar 3. Rata-rata Kadar Air Gabah pada Berbagai Perlakuan Pemupukan

Ket : P1 : J + ½ DP NPK P8 : J + ½ DP NPK + PH 2

P2 : J + ½ DP NPK + POG + POC P9 : J + 1 DP NPK

P3 : J + ½ DP NPK + POG P10 : 1 DP NPK

P4 : J + ½ DP NPK + POG + PH 1 P11 : J + ½ DP NPK + PH 3

P5 : J + ¾ DP NPK + PH 2 P12 : ½ DP NPK + PH 3

P6 : J + ½ DP NPK + pukan Garis horizontal : Tanpa pupuk (P13)

P7 : J + ½ DP NPK + PH 1

Peningkatan Hasil

Peningkatan hasil dihitung dengan membandingkan hasil panen antara perlakuan reduksi pupuk NPK yang disertai pembenaman jerami, aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati dengan perlakuan dosis penuh NPK (perlakuan yang umum digunakan petani dalam budidaya padi). Semua perlakuan kombinasi pemupukan menunjukkan penurunan hasil, kecuali pada perlakuan pembenaman jerami + 0.5 dosis pupuk NPK + pupuk kandang dan perlakuan pembenaman jerami + 0.5 dosis pupuk NPK + pupuk hayati 2 (Tabel 8).

10,20 10,40 10,60 10,80 11,00 11,20 11,40 11,60 11,80 12,00 12,20 12,40

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12

%

K

ad

ar

A

ir


(37)

Tabel 8. Peningkatan Hasil Produksi Tanaman dibandingkan Perlakuan Satu Dosis NPK tanpa Pembenaman Jerami serta Efektivitas Agronomi

Perlakuan

Hasil per Ha

Peningkatan Hasil

Efektivitas Agronomi (kg/ha) (%)

Jerami + 0.5 Dosis NPK 8484.4 -2.8 82.37

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + POC 8320.0 -4.68 70.51

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG 8684.4 -0.51 96.79

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + PH 1 7804.4 -10.59 33.33

Jerami + 0.75 Dosis NPK + PH 2 8657.8 -0.81 92.87

Jerami + 0.5 Dosis NPK + pukan 8737.8 0.1 100.64

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 1 8453.3 -3.16 80.13

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 2 9082.7 4.05 125.51

Jerami + 1 Dosis NPK 8008.9 -8.25 48.08

Tanpa Jerami + 1 Dosis NPK 8728.9 0 100.00

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 8555.6 -1.99 87.50

Tanpa Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 7811.6 -10.51 33.85

Tanpa pupuk 7342.2 -15.89 0

Peningkatan hasil yang diperoleh dari perlakuan P6 dan P8, masing-masing sebesar 0.1% dan 4.05% atau sebesar 8.9 kg/ha dan 353.8 kg/ha, lebih tinggi dibandingkan hasil pada perlakuan dosis penuh NPK saja (P10). Reduksi pupuk NPK dengan pembenaman jerami dan aplikasi pupuk organik dan hayati dapat meningkatkan hasil panen padi dibandingkan perlakuan tanpa pemupukan maupun perlakuan yang hanya mendapat dosis penuh NPK saja. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pembenaman jerami dan penambahan pupuk kandang atau PH 2 mampu menurunkan penggunaan setengah dosis NPK tanpa mengurangi produktivitasnya.

Efektivitas agronomi dari semua perlakuan kombinasi pemupukan berada di bawah efektivitas agronomi perlakuan dosis penuh NPK, kecuali perlakuan setengah dosis NPK dengan pembenaman jerami dan pupuk kandang (100.64%) serta perlakuan setengah dosis NPK dengan pembenaman jerami dan aplikasi pupuk hayati 2 (125.51%). Perlakuan dengan efektivitas di atas 100% menunjukkan bahwa perlakuan tersebut efektif untuk diterapkan guna mereduksi penggunaan 50% dosis pupuk NPK dan menghasilkan efektivitas agronomi yang lebih tinggi dibandingkan dosis penuh NPK.


(38)

Tabel 9. Total Biaya Aplikasi dan Net B/C pada Setiap Perlakuan

Perlakuan Total Biaya Aplikasi* (Rp/ha) NET B/C

Jerami + 0.5 Dosis NPK 590000 1.59

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + POC 1225000 1.49

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG 975000 1.67

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + PH 1 1245000 1.33

Jerami + 0.75 Dosis NPK + PH 2 1162500 1.61

Jerami + 0.5 Dosis NPK + pukan 1680000 1.18

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 1 860000 1.61

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 2 890000 1.83

Jerami + 1 Dosis NPK 1135000 1.13

Tanpa Jerami + 1 Dosis NPK 1090000 1.66

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 935000 1.65

Tanpa Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3 890000 1.43

Tanpa pupuk 0 1.54

Keterangan = * asumsi tanpa biaya sewa lahan, pengolahan lahan, benih, persemaian, penanaman, dan penyiangan gulma

Analisis usaha tani secara rinci disajikan pada Tabel Lampiran 23.

Hasil perhitungan biaya pada Tabel 9 menunjukkan terjadinya penambahan biaya pada setiap perlakuan kombinasi pemupukan kecuali perlakuan tanpa pemupukan. Perlakuan satu dosis pupuk NPK tanpa pembenaman jerami membutuhkan biaya Rp 1.090.000,00 yaitu merupakan biaya satu dosis pupuk NPK (400 kg/ha) dan biaya aplikasinya. Apabila dihitung berdasarkan analisis usaha tani, perlakuan setengah dosis pupuk NPK dengan pembenaman jerami dan penambahan pupuk hayati 2 (1.83) mempunyai net B/C lebih besar dengan kebutuhan biaya aplikasi yang lebih rendah dibandingkan perlakuan dosis penuh pupuk NPK tanpa pembenaman jerami (1.66).

Pembahasan

Hara nitrogen, fosfor dan kalium termasuk unsur hara makro dan mutlak diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pupuk NPK yang digunakan pada penelitian adalah berupa pupuk majemuk yang tidak hanya mengandung satu unsur hara saja tetapi tiga unsur sekaligus. Kekurangan salah satu unsur saja dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman. Selain pentingnya pemenuhan kecukupan hara bagi tanaman berupa unsur-unsur hara makro, tanaman juga memerlukan unsur hara mikro. Bahan organik serta pupuk organik dan hayati dapat meningkatkan efektifitas penyerapan hara dan meningkatkan ketersediaan unsur hara baik makro maupun mikro sehingga unsur-unsur yang diperlukan dapat tersedia bagi tanaman dengan lebih baik.


(39)

Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan terhadap komponen tinggi, jumlah anakan per rumpun dan volume akar. Reduksi pupuk NPK dengan pembenaman jerami serta aplikasi pupuk organik dan hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan volume akar, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan yang dihasilkan. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), pembenaman jerami serta sisa pangkal batang padi ke dalam tanah akan dapat mempertahankan dan bahkan meningkatkan kandungan hara tanah.

Jumlah anakan tertinggi terlihat pada perlakuan P2 (jerami + 0.5 dosis pupuk NPK + POG + POC) sebanyak 24.9 anakan. Pemberian bahan organik berupa jerami, aplikasi POG dan POC serta pupuk hayati diduga dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pengurangan dosis NPK hingga 50% terlihat tidak menurunkan jumlah anakan apabila ditambah dengan pembenaman jerami + POG + POC atau pembenaman jerami + PH 2. Ponamperuma (1984) menyatakan bahwa jerami padi mengandung 0.6% N, 0.1% P dan 1.5% K sehingga pengembalian jerami ke tanah akan menambah unsur-unsur hara tersebut. Bahan organik juga dapat menstimulasi pertumbuhan populasi mikroba tanah yang membantu dan berperan dalam penyediaan unsur hara N, P dan K. Demikian pula pupuk organik. Peningkatan unsur N dan P diduga menyebabkan meningkatnya jumlah anakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi pemupukan terbaik untuk meningkatkan jumlah anakan adalah perlakuan pembenaman jerami + 0.5 dosis NPK + POG + POC (P2).

Menurut Hesse (1984), manfaat terbesar dari daur ulang bahan organik dalam tanah adalah peningkatan kondisi tanah secara keseluruhan yang meliputi pemeliharaan struktur, perbaikan sifat fisik, penurunan kerentanan terhadap erosi, dan terpacunya aktivitas mikroba, sehingga nutrisi yang diperlukan tanaman dapat tersedia dengan lebih baik. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kombinasi penggunaan bahan organik dengan pupuk hayati dalam jumlah yang cukup menghasilkan volume akar tertinggi. Hal ini diduga disamping meningkatnya ketersediaan hara, juga terdapat peran mikroba dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti auksin, yang dapat menstimulasi pertumbuhan akar.


(40)

Pengurangan dosis penggunaan pupuk NPK hingga 50% dengan pembenaman jerami serta aplikasi pupuk organik dan hayati menghasilkan bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot kering total biomas, jumlah bulir per malai, panjang malai, jumlah anakan produktif, bobot 1000 butir, hasil per hektar, dan mutu gabah yang tidak berbeda dibandingkan dengan aplikasi pupuk NPK dosis penuh.

Hal tersebut menunjukkan bahwa jerami, pupuk organik dan hayati mampu berperan dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara dan perbaikan lingkungan tumbuh. Pupuk organik seperti pupuk kandang dapat meningkatkan unsur N tanah karena salah satu kandungan utamanya adalah unsur N. Pupuk hayati mengandung mikroba yang dapat mengikat N sehingga menjadi bentuk tersedia bagi tanaman (Azotobacter dan Azospirillum) serta pelarut P. Dengan demikian walaupun dosis NPK anorganik dikurangi 50%, kebutuhan tanaman tetap tercukupi.

Pembenaman jerami dengan aplikasi pupuk hayati 2 atau pembenaman jerami dan aplikasi pupuk kandang dapat mensubstitusi 50% dosis pupuk NPK tanpa menurunkan hasil panen. Hasil panen per hektar yang diperoleh dari kedua perlakuan tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan dosis penuh pupuk NPK dan memiliki efektivitas agronomi diatas 100% sehingga perlakuan tersebut efektif untuk mereduksi 50% dosis pupuk NPK.

Perlakuan reduksi 50% dosis pupuk NPK dengan pembenaman jerami dan pupuk hayati 2 memerlukan total biaya input dan aplikasi yang lebih rendah dibandingkan perlakuan dosis penuh NPK tetapi menghasilkan nilai net B/C yang lebih tinggi. Perlakuan tersebut dapat dijadikan alternatif pemupukan oleh petani sehingga petani dapat meningkatkan keuntungan dari budidaya padi sawah sekaligus mengurangi penggunaan dosis pupuk NPK hingga 50% dosis.


(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pembenaman jerami dan reduksi pupuk NPK dengan penambahan pupuk organik dan hayati menghasilkan pertumbuhan, hasil gabah serta mutu yang tidak berbeda dengan perlakuan dosis penuh pupuk NPK. Pembenaman jerami dan reduksi pupuk NPK dengan penambahan pupuk organik dan hayati berpengaruh nyata pada parameter jumlah anakan dan bobot gabah per rumpun. Aplikasi pupuk kandang atau pupuk hayati 2 dengan pengembalian jerami dapat mereduksi penggunaan pupuk NPK hingga 50% tanpa menurunkan hasil panen. Pembenaman jerami dan aplikasi pupuk hayati 2 dapat diterapkan untuk mereduksi dosis pupuk padi sawah hingga 50% (200 kg NPK) karena menghasilkan keuntungan yang lebih besar dengan kebutuhan biaya aplikasi yang lebih rendah dibandingkan perlakuan dosis penuh pupuk NPK.

Saran

Disarankan jerami dibenamkan kembali ke lahan sawah sebagai substitusi sebagian pupuk anorganik. Aplikasi pupuk hayati 2 atau pupuk kandang dengan pembenaman jerami dapat diterapkan untuk mereduksi dosis pupuk padi sawah hingga 50% (200 kg NPK).

Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh reduksi pupuk NPK dengan aplikasi pupuk organik dan hayati di lokasi penelitian dengan kondisi agroekosistem yang berbeda.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, S., C. Witt, dan T. Fairhurst. 2002. Petunjuk teknis pemupukan spesifik lokasi. Implementasi omission plot padi. Kerjasama Potash and Phosphate Institute (ESEAP), International Rice Research (IRRI), dan Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa).

Adiningsih, S.J., D. Setyorini, dan T. Prihatini. 1995. Pengelolaan hara terpadu mencapai produksi pangan yang mantap dan akrab lingkungan, hal. 55-69 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Makalah Kebijakan. Cisarua-Bogor, 10-12 Januari 1995. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Andoko, A. 2008. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Depok. 96 hal.

Araullo, E.V., D.B. De Padua and M. Graham. 1976. Rice Postharvest Technology. International Development Research Center. Ottawa, Canada. 394 p.

Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian. 2010. Konferensi Pers Diversifikasi Pang25 Oktober 2010]

Bouldin, D.R. and B.V. Alimagno. 1976. NH3 Volatilization Losses From IRRI

Paddies Following Broadcast Application of Fertilizer Nitrogen. IRRI. Los Banos, Laguna. Philippines. 51 p.

BPS. 2009. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Chang, S.C. 1976. Phosphorus in Submerged Soils and Phosphorus Nutrition and Fertilization of Rice. Food and Fertilizerr Technology Center for the Asian and Pasific Region. RRC. p. 93-116.

De Datta, S.K. 1987. Advances in Soil Fertility Research and Nitrogen fertilizer Management for Lowland Rice. Prosiding Efficiency of Nitrogen Fertilizers for Rice. IRRI. Los Banos, Laguna. Philippines. p. 27-42.

De Datta, S.K., and S.S. Hundal. 1984. Effects of Organic Matter Management on Land Preparation and Structural Regeneration in Rice-based Cropping Systems. p. 399-416. In Organic Matter and Rice. IRRI. Los Banos, Laguna. Phillippines.

Deptan. 2008. Peningkatan Produksi Padi Menuju 2020. Departemen Pertanian. Jakarta. 71 hal.

Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Kepala Badan Urusan Logistik. 2003. Persyaratan Kualitas Gabah/Beras Untuk Pengadaan Dalam Negeri. 11 hlm.


(43)

Dobermann, A and T. Fairhurts. 2000. Nutrient Disorders and Nutrient Management. Potash and Phospat Institute of Canada and IRRI. Oxford Geographic Printers Pte Ltd. Canada. Philippines. 191 p.

Flaig, W. 1984. Soil Organic Matter as a Source of Nutrients. p. 73-92. In Organic Matter and Rice. IRRI. Los Banos, Laguna. Phillippines.

Flinn, J.C., and V.P. Marciano. 1984. Rice Straw and Stubble Management. p. 593-612. In Organic Matter and Rice. IRRI. Los Banos, Laguna. Phillippines.

Harahap, Z.,S.Ibrahim, I.J. Soemantri dan T. W. Susanto. 1984. Cibandung Varietas Padi Dengan Mutu Baik . Penelitian Pemberitaan Puslitbang .III(40) : 13-18

Hartatik, W., and L.R. Widiowati. 2006. Pupuk kandang, hal. 59-82. Dalam R.D.M. Simanungkalit, D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, and W. Hartatik (Eds.). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Hesse, P.R. 1984. Potential of Organic Materials For Soil Improvement. p. 35-43. In Organic Matter and Rice. IRRI. Los Banos, Laguna. Phillippines.

Houng, K.H. 1976. The Role of Organic Matter in Rice Production. The Fertility of Paddy Soils and Fertilizer Application For Rice. Food and Fertilizerr Technology Center for the Asian and Pasific Region. RRC. p. 49-59. Ismunadji, M., dan H.R. von Uexkull. 1976. Comparative Values of Chemical

Fertilizers for Paddy Rice. Food and Fertilizerr Technology Center for the Asian and Pasific Region. RRC. p. 222-246.

Ismunadji, M., dan S.O. Manurung. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Dalam Padi Buku 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal. 55-102. Kumazawa, K. 1984. Beneficial Effects of Organic Matter on Rice Growth and

Yield in Japan. p. 431-444. In Organic Matter and Rice. IRRI. Los Banos, Laguna. Phillippines.

Larson, W.E., and C.E. Clapp. 1984. Effects of Organic Matter on Soil Physical Properties. p. 363-386. In Organic Matter and Rice. IRRI. Los Banos, Laguna. Phillippines.

Lingga. 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 163 hal. Lubis, A.M., A.G. Amrah, M.A. Pulung, M. Nyakpa, dan Nurhayati Hakim. 1986.

Pupuk dan Pemupukan. Universitas Islam Sumatera Utara. Medan. 218 hal.


(44)

Macdonald. 1989. An overview of crop inoculation, p. 1-9. In R. Campbell and R.M. Macdonald (Eds.). Microbial Inoculation of Crop Plants. IRL Press, Oxford.

Oh, W.K. 1984. Effects of Organic Matter on Rice Production. p. 477-488. In Organic Matter and Rice. IRRI. Los Banos, Laguna. Phillippines.

Okigbo, E.N., and D.J. Greenland. 1976. Multiple cropping in tropical Africa. p. 63-101. In R.I. Papendick, P.A. Sanchez, and G.B. Triplett (Eds.). Multiple Cropping. American Society of Agronomy special publication number 27. Madison, Wisconsin.

Ponnamperuma, F.N. 1984. Sraw as a Source of Nutrients for Wetland Rice, p. 117-136. In Organic Matter and Rice. IRRI. Los Banos, Laguna. Phillippines.

Prihmantoro, H. 1999. Memupuk Tanaman Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. 69 hal.

Purwanto, T. 1988. Sistem Pangan dan Gizi. Suspenda. Yogyakarta. 172 hal. Radjagukguk, B. 2002. Prospek penggunaan pupuk tunggal dan pupuk majemuk

pada padi sawah, hal. 1-8. Dalam Z. Zaini, A. Sofyan, dan S. Kartaatmadja (Eds.). Pengelolaan Hara P dan K pada Padi Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Rao, S.N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing Co., New Delhi.

Rerkasem, K., and B. Rerkasem. 1984. Organic Manures in Intensive Cropping Systems. p. 517-532. In Organic Matter and Rice. IRRI. Los Banos, Laguna. Phillippines.

Riyanti, S. 2011. Aplikasi Pembenaman Jerami, Pupuk Hayati dan Pupuk Organik serta Reduksi NPK terhadap Ketersediaan Hara dan Populasi Mikroba Tanah pada Padi Sawah Musim Tanam Kedua di Karawang, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 63 hal.

Setyorini, D., R. Saraswati, and E.K. Anwar. 2006. Kompos, hal. 11-40. Dalam R.D.M. Simanungkalit, D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, and W. Hartatik (Eds.). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Bogor. 320 hal.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal.


(45)

Soerjandoko. 2010. Teknik Pengujian Mutu Beras Skala Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian Vol. 15 No. 2, 2010: 44-47

Sriyanto, S. 2010. Panen Duit Dari Bisnis Padi Organik. AgroMedia Pustaka. Jakarta. 98 hal.

Sugiyanta, Purwono, D. Guntoro, dan A.D. Susila. 2010. Reduksi Dosis Penggunaan Pupuk Buatan Pada Produksi Padi Sawah. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. 73 hal.

Suriadikarta, D.A., dan R.D.M. Simanungkalit. 2006. Pendahuluan, hal. 1-10. Dalam R.D.M. Simanungkalit, D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, and W. Hartatik (Eds.). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Syam, M., dan Hermanto. 1995. Teknologi Produksi Mendukung Swasembada

Beras. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 26 hal.

Takijima, Y., and S.D.I.E. Gunawardena. 1971. Nutrient Deficiency and Physiological Disease of Lowland Rice in Ceylon. Trop. Agric. 127:49-67. Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York. Yamashita, K. 1967. The Effects of Prolonged Application of Farmyard Manure

on The Nature of Soil Organic Matter and Chemical and Physical Properties of Paddy Rice Soils. Bull. Kyushu Agric. Exp. Stn. 23: 113-156.

Yuliarti, N. 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Lily Publisher. Yogyakarta. 70 hal.


(46)

(47)

Tabel Lampiran 1. Rekapitulasi Sidik Ragam

Peubah Pengaruh Perlakuan % KK

Tinggi Tanaman

3 MST tn 3.04

5 MST tn 4.28

7 MST tn 3.13

Jumlah Anakan

3 MST tn 12.26

5 MST tn 11.5

7 MST ** 10.47

Bobot Basah (8 MST)

Akar tn 29.51

Tajuk tn 18.77

Total Biomasa tn 18.45

Bobot Kering (8 MST)

Akar tn 17.06*

Tajuk tn 25.69

Total Biomasa tn 24.07

Volume Akar tn 27.75

Hasil & Komponen Hasil

Jumlah Bulir per Malai tn 11.18

Bobot Gabah per Tanaman ** 8.91

Jumlah Anakan Produktif tn 9.11

Hasil Ubinan tn 8.21

Dugaan Hasil per Ha tn 8.21

Bobot 1000 Butir tn 2.06

Panjang Malai tn 3.05

Mutu Gabah

Kadar Air tn 5.27

Persentase Gabah Isi tn 1.44

Persentase Gabah Hampa tn 22.69*

Persentase Gabah Hijau Mengapur tn 6.13#

Rendemen Beras Pecah Kulit tn 1.5

Rendemen Beras Giling tn 2.99

Rendemen Beras Kepala tn 2.1


(1)

ANALISIS USAHA TANI

URAIAN PERLAKUAN

1 2 3 4 5

INFLOW

penjualan hasil gabah 21,211,111 20,800,000 21,711,111 19,511,111 21,644,444

TOTAL INFLOW 21,211,111 20,800,000 21,711,111 19,511,111 21,644,444 OUTFLOW 21,211,111 20,800,000 21,711,111 19,511,111 21,644,444 1. SEWA LAHAN 4,500,000 4,500,000 4,500,000 4,500,000 4,500,000

2. BIAYA PRODUKSI

- PENGOLAHAN LAHAN 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 - PERSEMAIAN 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 - BENIH 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 - PENANAMAN 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 POG (kg) 340,000 340,000 340,000

POC (L) 70,000

pukan (kg)

PH1 (L) 90,000

PH2 (L) 120,000

PH3 (L)

NPK (kg) 500,000 500,000 500,000 500,000 750,000 pemupukan POG 45,000 45,000 45,000

pemupukan POC 180,000

pemupukan pukan

pemupukan PH1 180,000

pemupukan PH2 180,000

pemupukan PH3

pemupukan NPK 90,000 90,000 90,000 90,000 90,000 pembenaman jerami 45000 45000 45000 45000 45000 TOTAL BIAYA PRODUKSI 3,870,000 3,870,000 3,620,000 3,890,000 3,785,000

TOTAL OUTFLOW 8,370,000 8,370,000 8,120,000 8,390,000 8,285,000 NET BENEFIT 12,841,111 12,430,000 13,591,111 11,121,111 13,359,444 PV POSITIF (NET BENEFIT) 12,841,111 12,430,000 13,591,111 11,121,111 13,359,444 PV NEGATIF(TOTAL

OUTFLOW) 8,080,000 8,370,000 8,120,000 8,390,000 8,285,000

NET B/C 1.59 1.49 1.67 1.33 1.61

Keterangan :

Perlakuan 1 : Jerami + 0.5 Dosis NPK

Perlakuan 2 : Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + POC

Perlakuan 3 : Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG

Perlakuan 4 : Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + PH 1

Perlakuan 5 : Jerami + 0.75 Dosis NPK + PH 2


(2)

ANALISIS USAHA TANI

URAIAN PERLAKUAN

6 7 8 9

INFLOW

penjualan hasil gabah 21,844,444 21,133,333 22,706,667 20022222

TOTAL INFLOW 21,844,444 21,133,333 22,706,667 20,022,222

OUTFLOW 21,844,444 21,133,333 22,706,667 20,022,222

1. SEWA LAHAN 4,500,000 4,500,000 4,500,000 4,500,000

2. BIAYA PRODUKSI

- PENGOLAHAN LAHAN 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 - PERSEMAIAN 300,000 300,000 300,000 300,000 - BENIH 300,000 300,000 300,000 300,000 - PENANAMAN 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000

POG (kg)

POC (L)

pukan (kg) 1,000,000

PH1 (L) 90,000

PH2 (L) 120,000

PH3 (L)

NPK (kg) 500,000 500,000 500,000 1,000,000

pemupukan POG

pemupukan POC

pemupukan pukan 90,000

pemupukan PH1 180,000

pemupukan PH2 180,000

pemupukan PH3

pemupukan NPK 90,000 90,000 90,000 90,000 pembenaman jerami 45000 45000 45000 45000 TOTAL BIAYA PRODUKSI 4,325,000 3,505,000 3,535,000 3,735,000

TOTAL OUTFLOW 8,825,000 8,005,000 8,035,000 8,235,000

NET BENEFIT 13,019,444 13,128,333 14,671,667 11,787,222

PV POSITIF (NET BENEFIT) 13,019,444 13,128,333 14,671,667 11,787,222 PV NEGATIF(TOTAL OUTFLOW) 8,825,000 8,005,000 8,035,000 8,235,000

NET B/C 1.48 1.64 1.83 1.43

Keterangan :

Perlakuan 6 : Jerami + 0.5 Dosis NPK + pukan

Perlakuan 7 : Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 1

Perlakuan 8 : Jerami + 0,5 Dosis NPK + PH 2

Perlakuan 9 : Jerami + 1 Dosis NPK


(3)

ANALISIS USAHA TANI

URAIAN PERLAKUAN

10 11 12 13

INFLOW

penjualan hasil gabah 21822222 21388889 19528889 18355556

TOTAL INFLOW 21,822,222 21,388,889 19,528,889 18,355,556

OUTFLOW 21,822,222 21,388,889 19,528,889 18,355,556

1. SEWA LAHAN 4,500,000 4,500,000 4,500,000 4,500,000

2. BIAYA PRODUKSI

- PENGOLAHAN LAHAN 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 - PERSEMAIAN 300,000 300,000 300,000 300,000 - BENIH 300,000 300,000 300,000 300,000 - PENANAMAN 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000

POG (kg)

POC (L)

pukan (kg)

PH1 (L)

PH2 (L)

PH3 (L) 120000 120000

NPK (kg) 1,000,000 500,000 500,000

pemupukan POG

pemupukan POC

pemupukan pukan

pemupukan PH1

pemupukan PH2

pemupukan PH3 225000 225000

pemupukan NPK 90,000 90,000 90,000 90,000

pembenaman jerami 45000 45000

TOTAL BIAYA PRODUKSI 3,690,000 3,580,000 3,535,000 2,735,000

TOTAL OUTFLOW 8,190,000 8,080,000 8,035,000 7,235,000

NET BENEFIT 13,632,222 13,308,889 11,493,889 11,120,556

PV POSITIF (NET BENEFIT) 13,632,222 13,308,889 11,493,889 11,120,556 PV NEGATIF(TOTAL OUTFLOW) 8,190,000 8,080,000 8,035,000 7,235,000

NET B/C 1.66 1.65 1.43 1.54

Keterangan :

Perlakuan 10 : Tanpa Jerami + 1 Dosis NPK

Perlakuan 11 : Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3

Perlakuan 12 : Tanpa Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3

Perlakuan 13 : Tanpa pupuk


(4)

Kebutuhan pupuk per hektar untuk budidaya padi

Pupuk

Kebutuhan pupuk/ha

Harga

Biaya/ha

POG (kg)

200

1700

340000

POC (L)

2

35000

70000

pukan (kg)

2000

500

1000000

PH1 (L)

1

90000

90000

PH2 (L)

2

60000

120000

PH3 (L)

2

60000

120000

NPK (kg)

400

2500

1000000

Asumsi kebutuhan biaya pemupukan

Kebutuhan biaya

pemupukan/ha

Jumlah

HOK

Frekuensi

Biaya

HOK

Biaya

pemupukan/ha

Pemupukan POG

1

1

45000

45000

Pemupukan POC

1

4

45000

180000

Pemupukan pukan

2

1

45000

90000

Pemupukan PH1

1

4

45000

180000

Pemupukan PH2

1

4

45000

180000

Pemupukan PH3

1

5

45000

225000

Pemupukan NPK

2

1

45000

90000

Pembenaman jerami

1

1

45000

45000

Tabel Lampiran 4. Hasil Analisis Tanah Sebelum Musim Tanam I

Parameter

Hasi Pengukuran

pH

5.7

N (%)

0.13

P (ppm)

4.7

K (meq/100 g)

1.16

C-Organik (%)

0.82

Thiobacillus

(SPK/g)

21.8 x 10

4

Azospirillum

(SPK/g)

3.5 x 10

3

Azotobacter

(SPK/g)

3.0 x 10

3

Tabel Lampiran 5. Kandungan dan Komposisi Pupuk Hayati 1

Jenis Mikroba

Kandungan

Azospirillum

sp. (Mpn/ml)

2.4 x 10

8

Azotobacter

sp. (Cfu/ml)

3.2 x 10

8

Bakteri Pelarut Fosfat (Cfu/ml)

4.0 x 10

7

Rhizobium

(Mpn/ml)

7.2 x 10

5

Pseudomonas

sp. (Cfu/ml)

5.0 x 10

6

Bacillus

sp. (Cfu/ml)

2.7 x 10

5

pH

5.9

Salmonella

0

E-coli

0


(5)

Jenis Mikroba

Kandungan

Azospirillum

sp. (Mpn/ml)

1.10 x 10

11

Azotobacter

sp. (Cfu/ml)

7.5 x 10

7

Bakteri Pelarut Fosfat (Cfu/ml)

6.0 x 10

7

pH

6.6

Salmonella

Negatif

E-coli

Negatif

Patogenisitas

Negatif

Etilen (ppm)

78.69

Tabel Lampiran 7. Kandungan dan Komposisi Pupuk Hayati 3

Jenis Mikroba

Kandungan

Total bakteri (Cfu/ml)

3.0 x 10

10

Rhizobium

(Cfu/ml)

3.9 x 10

7

Azospirillum

sp. (Cfu/ml)

2.4 x 10

8

Azotobacter

sp. (Cfu/ml)

6.6 x 10

6

Bakteri Pelarut Fosfat (Cfu/ml)

2.9 x 10

7

Bacillus

sp (Cfu/ml)

3.0 x 10

8

Salmonella

(MPN/ml)

0

E-coli

(MPN/ml)

0

Patogenisitas

Negatif

IAA (ppm)

14.27

Tabel Lampiran 8. Kandungan dan Komposisi Pupuk Organik Granul

Parameter

Kandungan

pH

6.8

C-Organik (%)

14.26

N (%)

0.71

P

2

O

5

(%)

2.76

K

2

O (%)

2.87

CaO (%)

0.68

MgO (%)

0.94

Cu (ppm)

106.2

Zn (ppm)

118.6

C/N rasio

20.1

Kadar air (%)

11.36

Bahan ikutan (kerikil, beling, plastik) (%)

0.6

Ukuran butiran (%)

94.8

E coli

Negatif


(6)

Tabel Lampiran 9. Gambar Denah Petak Percoban

C 8

B 7

A 1

A10

C 6

B 2

A 3

D 12

A 12

C 10

C 9

C 7

C 1

C 3

C 5

C 4

C 2

B 12

C 12

B 10

B 9

B 4

B 3

B 1

B 6

B 8

B 5

A 11

C 11

B 11

D 11

A 7

A 4

A 8

A 6

A 5

A 2

Saluran parit

Saluran parit

A 13

A 9

C 13

B 13

Ukuran petak = 10 m x 20 m

Keterangan:

No

Perlakuan

1

Jerami + 0.5 Dosis NPK

2

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + POC

3

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG

4

Jerami + 0.5 Dosis NPK + POG + PH 1

5

Jerami + 0.75 Dosis NPK + PH 2

6

Jerami + 0.5 Dosis NPK + pukan

7

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 1

8

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 2

9

Jerami + 1 Dosis NPK

10

Tanpa Jerami + 1 Dosis NPK

11

Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3

12

Tanpa Jerami + 0.5 Dosis NPK + PH 3

13

Tanpa pupuk

A : ulangan 1

B : ulangan 2

C : ulangan 3

U

S

B

T