o. Rasio Efektivitas menggambarkan kemmpuan pemerintah daerah
dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil
daerah. Abdul Halim, 2004
D. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan dua teknik analisis, yaitu: a. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif
merupakan suatu
bentuk analisis
yang menggambarkan pola-pola yang konsisten dalam data dengan kegiatan
mengumpulkan, mengelompokkan memisahkan komponen bagian yang relevan dari keseluruhan data sehingga data mudah dikelola dan
hasilnya dapat dipelajari, ditafsirkan secara singkat dan penuh makna. Mudrajad Kuncoro, 2003
Analisis ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang kondisi keuangan daerah Kota Surakarta dengan melihat pertumbuhan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD dari tahun ke tahun dan besarnya kontribusi PAD terhadap APBD.
b. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif merupakan analisis yang menggunakan data yang diukur dalam suatu skala numerikangka. Mudrajad Kuncoro, 2003
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan keuangan daerah, tingkat kemandirian daerah serta kesiapan pemerintah daerah
Kota Surakarta dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
1. Mencapai Tujuan Penelitian 1
Untuk mengetahui tingkat kemampuan keuangan daerah Kota Surakarta maka digunakan beberapa indikator kemampuan
keuangan daerah yang terdiri dari: a Derajat Desentralisasi Fiskal DDF
Untuk mengukur Derajat Desentralisasi Fiskal antara Pemerintah Pusat dan Daerah digunakan formula sebagai
berikut Sukanto Reksohadiprojo, 2001:
DDF1 =
100 X
TPD PAD
DDF2 =
100 X
TPD BHPBP
DDF3 =
100 X
TPD SBD
Dimana TPD = PAD + BHPBP + SBD
DDF = Derajat Desentralisasi Fiskal
PAD = Pendapatan Asli Daerah
BHPBP = Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
SBD = Sumbangan dan Bantuan Daerah TPD
= Total Penerimaan Daerah Ukuran DDF = 50
Jika nilai DDF 50, maka daerah dikatakan semakin mandiri dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat semakin kecil
kecuali DDF3. Sebaliknya jika nilai DDF 50, maka daerah dikatakan
belum cukup mandiri karena ketergantungan terhadap pemerintah pusat masih tinggi kecuali DDF3.
b Derajat Otonomi Fiskal DOF
Pengukuran Derajat Otonomi Fiskal menggunakan formula Adrianus Dwi S, 2008:
DOF =
100 X
jadaerah totalbelan
aerah retribusid
pajak
c Kebutuhan Fiskal
Fiscal Need KbF
Penghitungan Kebutuhan
Fiskal suatu
daerah dilakukan dengan menghitung Indeks Pelayanan Publik
Perkapita IPPP dengan formula Sukanto Reksohadiprojo, 2001:
SKbFJateng=
35 Kota
JmlKab kJateng
Jmlpendudu aranJateng
Jmlpengelu
KbF SKA =
SKbFJateng PPP
Dimana SkbFJateng= Rata-rata Kebutuhan Fiskal Standart se-Jateng
KbFSKA = Kebutuhan Fiskal Kota Surakarta
PPP = Jumlah Pengeluaran Rutin dan Pembangunan masing-masing
daerahpengeluaran aktual
perkapita untuk jasa publik. Semakin tinggi hasilnya, maka kebutuhan fiskal suatu daerah
juga semakin besar. d
Kapasitas Fiskal
Fiscal CapacityKaF
Kapasitas fiskal dapat dihitung dengan cara Sukanto Reksohadiprojo, 2001:
SKaFJateng =
Kota JmlKab
kJateng Jmlpendudu
ng PDRBHBJate
KaFSKA =
SKaFJateng kSKA
Jmlpendudu PDRBHBSKA
Dimana SKaFJateng= Rata-rata Kapasitas Fiskal Standart se-Jateng
KaFSKA = Kapasitas Fiskal Kota Surakarta Semakin tinggi hasilnya, maka kapasitas fiskal daya tumbuh
keuangan suatu daerah semakin besar. e
Upaya Posisi Fiskal
Tax Effort
UpayaPosisi Fiskal suatu daerah dihitung dengan mencari koefisien elastisitas PAD terhadap PDRB. Semakin
elastis PAD suatu daerah, maka struktur PAD di daerah tersebut semakin baik. Abdul Halim, 2004
Elastisitas PAD =
100 X
PDRB PAD
f Rasio Efektivitas PAD
Perhitungan Efektivitas PAD menggunakan rumus Abdul Halim, 2004:
Rasio Efektivitas =
100 arg
Re X
etPAD T
alisasiPAD
Semakin tinggi rasio efektivitas maka kemampuan daerah semakin baik.
g Indikator Kinerja Pajak dan Retribusi Daerah
Perhitungan potensi pungutan dari berbagai jenis Pajak dan Retribusi Daerah dari sisi penggolongan masing-
masing jenis Pajak dan Retribusi Daerah, apakah termasuk dalam
kategori Prima,
Potensial, Berkembang
atau Terbelakang, dapat dilihat pada tabel berikut Wihana Kirana
dalam Mulyanto, 2001: 24-25:
Tabel 3.1 Matriks Potensi Jenis Pajak atau Retribusi
Catatan: Jenis Pajak atau Retribusi Daerah Sumber: Mulyanto 2001.
Identifikasi dan Analisis Potensi Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah di Eks-Karesidenan Surakarta
.
Proporsi Pertumbuhan
1 Re
r ataX
Xi 1
Re
r ataX Xi
1
XTotal Xi
Prima Berkembang
1
XTotal Xi
Potensial Terbelakang
2. Mencapai Tujuan Penelitian 2
Untuk mengetahui tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Surakarta digunakan analisis Rasio Kemandirian dengan
rumus sebagai berikut Abdul Halim, 2004:
Rasio Kemandirian =
100 X
Pinj Sumb
Bant PAD
Tabel 3.2 Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah Kemampuan Keuangan
Kemandirian Pola Hubungan
Rendah Sekali 0-25
Instruktif Rendah
25-50 Konsultatif
Sedang 50-75
Partisipatif Tinggi
75-100 Delegatif
Sumber: Abdul Halim. 2004.
Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah
,
Edisi Revisi
. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Hal. 189. Pola Hubungan Instruktif menunjukkan bahwa peranan pemerintah
pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah.
Pola Hubungan Konsultatif menunjukkan bahwa campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang karena daerah dianggap
sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah. Pola Hubungan Partisipatif menunjukkan bahwa peranan
pemerintah pusat semakin berkurang mengingat daerah yang bersangkutan
tingkat kemandiriannya
mendekati mampu
melaksanakan urusan otonomi.
Pola Hubungan Delegatif menunjukkan bahwa campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar
mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Geografis