Untuk rasio BHPBP terhadap TPD, sama seperti rasio PAD terhadap TPD yang telah disebutkan sebelumnya, nilai
maksimalnya adalah pada tahun 2005 sebesar 9,97. Sedangkan yang terendah adalah pada tahun 2003 sebesar 6,53. Secara
rerata dari tahun 2003-2008, hasil rasio BHPBP terhadap TPD adalah sebesar 8,36. Dengan nilai yang masih kurang dari 50
maka dapat dikatakan kemampuan keuangan Kota Surakarta belum mandiri.
Adapun hasil perhitungan DDF yang ketiga, yakni rasio antara SBD terhadap TPD, nilai tertingginya adalah 78,12 pada
tahun 2008 dan nilai terendah 72,34 pada tahun 2005. Sedangkan untuk rata-ratanya dari tahun 2003-2008, hasil rasio
menunjukkan angka 76,08. Karena nilainya yang berada diatas 50, maka hal ini mengindikasikan bahwa ketergantungan
Pemerintah Daerah Kota Surakarta terhadap Pemerintah Pusat masih sangat tinggi sehingga tingkat desentralisasi fiskalnya
masih rendah, belum ada kemandirian.
b. Derajat Otonomi Fiskal DOF
Kemandirian keuangan daerah Otonomi Fiskal menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai
sendiri kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah embayar pajak dan
retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah Abdul Halim, 2004.
Derajat Otonomi Fiskal Kota Surakarta dihitung dengan menggunakan rasio antara bagian PAD pajak daerah + retribusi
daerah dengan total belanja daerah.
Tabel 4.13 Derajat Otonomi Fiskal Kota Surakarta Tahun 2003-2008 Tahun
DOF
2003 14,59
2004 17,02
2005 17,48
2006 14,33
2007 12,71
2008 11,34
Rerata 14,58
Sumber: Hasil Ringkasan Pengolahan Data Sekunder
Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa besarnya DOF Kota Surakarta tertinggi adalah pada tahun 2005
sebesar 17,48 dan yang terendah pada tahun 2008 dengan nilai 11,34. Secara rerata, besarnya DOF Kota Surakarta adalah
14,58. Hal ini berarti kecenderungan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat masih rendah.
c. Kebutuhan Fiskal
Fiscal Need
KbF
Kebutuhan Fiskal menggambarkan seberapa besar kebutuhan per kapita penduduk jika jumlah seluruh pengeluaran
dibagi secara adil kepada seluruh penduduk daerah tersebut. Kebutuhan Fiskal juga menunjukkan besarnya indeks pelayanan
publik per kapita. Kebutuhan Fiskal Kota Surakarta dan Propinsi Jawa Tengah dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.14 Kebutuhan Fiskal KbF Se-Jawa Tengah dan Kota Surakarta Tahun 2003-2008
Tahun Kebut. Fiskal Standar Se-Jateng
SKbF Jateng Kebut. Fiskal Kota SKA
KbF SKA
2003 11.257,75
62,88 2004
9.571,69 67,16
2005 11.235,61
56,63 2006
15.215,41 60,30
2007 19.872,18
57,44 Rerata
13.430,52 60,88
Sumber: Hasil Ringkasan Pengolahan Data Sekunder
Dari tabel 4.14 terlihat bahwa dari tahun 2003-2007 rata-rata kebutuhan fiskal standar se-Jateng adalah sebesar Rp.
13.430,52. adapun kebutuhan fiskal Kota Surakarta sebesar 60,88. hal ini menunjukkan Indeks Pelayanan Publik Perkapita
IPPP Kota Surakarta adalah sebesar 60,88 dan kebutuhan fiskal Kota Surakarta 61 kali lebih besar dari rata-rata kebutuhan
standar se-Jateng.
d. Kapasitas Fiskal