Citra Digital Pengolahan Citra Digital

Teknologi AR ini dapat menyisipkan suatu informasi tertentu ke dalam dunia maya dan menampilkannya di dunia nyata dengan bantuan perlengkapan seperti webcam, komputer, HP Android, maupun kacamata khusus.User ataupun pengguna didalam dunia nyata tidak dapat melihat objek maya dengan mata telanjang, untuk mengidentifikasi objek dibutuhkanperantara berupa komputer dan kamera yang nantinya akan menyisipkan objek maya ke dalam dunia nyata.Ada terdapat 2 metode yang dikembangkan pada Augmented Reality saat ini yaitu ,Marker Based Tracking dan Markless Augmented Reality.: • Marker Augmented Reality Marker Based Tracking Marker biasanya merupakan ilustrasi hitam dan putih persegi dengan batas hitam tebal dan latar belakang putih. Komputer akan mengenali posisi dan orientasi marker dan menciptakan dunia virtual 3D yaitu titik 0,0,0 dan tiga sumbu yaitu X, Y, dan Z. Marker Based Tracking ini sudah lama dikembangkan sejak 1980-an dan pada awal 1990-an mulai dikembangkan untuk penggunaan Augmented Reality. • Markerless Augmented Reality Salah satu metode Augmented Reality yang saat ini sedang berkembang adalah metode Markerless Augmented Reality, dengan metode ini pengguna tidak perlu lagi menggunakan sebuah marker untuk menampilkan elemen-elemen digital, dengan tool yang disediakan Qualcomm untuk pengembangan Augmented Reality berbasis mobile device, mempermudah pengembang untuk membuat aplikasi yang markerless Qualcomm, 2012. Seperti yang saat ini dikembangkan oleh perusahaan Augmented Reality terbesar di dunia Total Immersion dan Qualcomm, mereka telah membuat berbagai macam teknik Markerless Tracking sebagai teknologi andalan mereka, seperti Face Tracking, 3D Object Tracking, dan Motion Tracking.

2.3 Citra Digital

Citra digital adalah citra dua dimensi yang dapat ditampilkan pada layar monitor komputer sebagai himpunan berhingga diskrit nilai digital yang disebut pixel picture elements. Pixel adalah elemen citra yang memiliki nilai yang menunjukkan intensitas warna. Berdasarkan cara penyimpanan atau pembentukannya, citra digital dapatdibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah citra digital yang dibentuk olehkumpulan pixel Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dalam array dua dimensi.Citra jenis ini disebut citra bitmap atau citra raster.Jenis citra yang kedua adalah citrayang dibentuk oleh fungsi-fungsi geometri dan matematika.Jenis citra ini disebutgrafik vektor.Citra digital diskrit dihasilkan dari citra analog kontinu melalui digitalisasi.Digitalisasi citra analog terdiri sampling danquantitazion.Sampling adalah pembagian citra ke dalam elemen-elemen diskrit pixel, sedangkan quantitazion adalah pemberian nilai intensitaswarna pada setiap pixel dengan nilai yang berupa bilangan bulat Awcock,1996.

2.4 Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra merupakan teknik manipulasi citra secara digital yang khususnya menggunakan komputer, menjadi citra lain yang sesuai untuk digunakan dalam aplikasi tertentu. Agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer, pengolahan citra harus dilakukan dengan berbagai macam metode untuk mencapai citra sesuai yang diinginkan.Operasi pengolahan citra digital umumnya dilakukan dengan tujuan memperbaiki kualitas suatu gambar sehingga dapat dengan mudah diinterpretasikan oleh mata manusia dan untuk mengolah informasi yang ada pada suatu gambar untuk kebutuhan identifikasi objek secara otomatis. 2.4.1 Gray-Scaling Proses awal yang banyak dilakukan dalam image processing adalah mengubah citra berwarna menjadi citra gray-scale, hal ini digunakan untukmenyederhanakan model citra. Seperti telah dijelaskan di depan, citra berwarna terdiri dari 3 layer matrik yaitu R- layer, G-layer dan B-layer. Sehingga untuk melakukan proses-proses selanjutnya tetap diperhatikan tiga layer di atas. Bila setiap proses perhitungan dilakukan menggunakan tiga layer, berarti dilakukan tiga perhitungan yang sama. Sehingga konsep itu diubah dengan mengubah 3 layer di atas menjadi 1 layer matrik gray-scale dan hasilnya adalah citra gray-scale.Dalam citra ini tidak ada lagi warna, yang ada adalah derajat keabuan. Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matrik masing-masing r, g dan b menjadi citra gray-scale dengan nilai s, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai r, g dan b sehingga dapat dituliskan menjadi: I x,y = ��,� +��,�+��,�3…………………………………….….2.1 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Keterangan: I x,y = nilai intensitas citra grayscale R x,y = nilai intensitas warna merah dari citra asal G x,y = nilai intensitas warna hijau dari citra asal B x,y = nilai intensitas warna biru dari citra asal Atau dapat menggunakan persamaan: I = 0,299 x Rx,y + 0,587 x Gx,y + 0,144 x Bx,y ……… 2.2 Taylor dan Francis Group, 2007 2.4.2 Thresholding Thresholding merupakan konversi citra berwarna ke citra biner yang dilakukan dengan cara mengelompokkan nilai derajat keabuan setiap pixel kedalam 2 kelas, hitam dan putih. Pada citra hitam putih terdapat 256 level, artinya mempunyai skala “0” sampai “255” atau [0,255], dalam hal ini nilai intensitas 0 menyatakan hitam, dan nilai intensitas 255 menyatakan putih, dan nilai antara 0 sampai 255 menyatakan warna keabuan yang terletak antara hitam dan putih Munir, 2004. Pada operasi pengambangan, nilai intensitas pixel dipetakan ke salah satu dari dua nilai, α₁ atau α₂, berdasarkan nilai ambang threshold T dapat ditunjukkan seperti pada persamaan 2.3 ��, ′= α₁,f x,y �α₂,f x,y ≥T ………………………….……………....2.3 Jika α₁ = 0 dan α₂ = 1, maka operasi pengambangan mentransformasikan citra hitam- putih ke citra biner. Dengan kata lain, nilai intensitas pixel semula dipetakan ke dua nilai saja: hitam dan putih. Nilai ambang yang dipakai dapat berlaku untuk keseluruhan pixel atau untuk wilayah tertentu saja berdasarkan penyebaran nilai intensitas pada wilayah tersebut Munir, 2004.Thresholding merupakan salah satu teknik segmentasi yang baik digunakan untuk citra dengan perbedaan nilai intensitas yang signifikan antara latar belakang dan objek utama.Dalam pelaksanaannya thresholding membutuhkan suatu nilai yang digunakan sebagai nilai pembatas antara objek utama dengan latar belakang, dan nilai tersebut dinamakan dengan threshold.Sementara pada kasus segmentasi objek yang membutuh dua nilai T atau lebih, maka disebut dengan Multiple Threshold Gonzales dan Woods, 2002. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1. Citra hasil segementasi Rahman ,S U et al.2014 2.4.3 Erosion Operasi erosi adalah operasi morfologi untuk mengurangi area foreground.Efek dari operasi ini adalah menyusutkan foreground.Foreground berkurang dari tepi luar ke dalam wilayahnya. Jika ada lubang di dalam area foreground, maka lubang akan membesar. Proses ini menggunakan penataan elemen structuring element dan hal itu dilakukan dengan operasi konvolusi antara gambar dan structuring element. Operasi ini adalah untuk gambar biner. Proses erosi akan mengatur pixelforeground menjadi background jika ada bagian dari structuring element yang mencapai latar belakang saat tengah structuring element mencapai tepi foreground. Gambar 2.2 memberikan ilustrasi dari proses erosi dengan contoh structuring element 3 x 3. Gambar 2.2 a penataan element dan gambar sebelum operasi; b hasiloperasi erosi Naser dan Nanik, 2013 2.4.4 Dilation operasi dilasi adalah operasi kebalikan dari erosi. erosi adalah untuk mengurangi latar depan, sedangkan dilasi untuk memperbesarnya. latar depan membentang dari batas Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara luarnya. Jika ada lubang di dalam foreground, maka lubang menyusut. Sama seperti erosi, operasi dilasi menggunakan elemen struktural.Elemen struktural digunakan dalam konvolusi dengan gambar.Proses dilasi akan mengatur pixel background untuk menjadi latar depan jika ada bagian dari elemen penataan yang mencapai foreground ketika pusat dari elemen penataan masih di daerah background. Gambar 2.3 memberikan gambaran tentang proses dilasi dengan contoh elemen 3 x 3 penataan. Gambar 2.3 a penataan element dan gambar sebelum operasi; b hasil operasi dilasi Naser dan Nanik , 2013 2.4.5 Contour Sebuah kontur adalah kurva untuk fungsi dua variabel bersama yang fungsinya memiliki nilai konstan. Sebuah kontur menggabungkan poin-poin di atas tingkat tertentu dan ketinggian yang sama. Sebuah peta kontur menggambarkan kontur menggunakan garis kontur, yang menunjukkan kecuraman lereng dan lembah dan bukit-bukit.gradien fungsi ini selalu tegak lurus dengan garis kontur. Ketika garis yang berdekatan, besarnya gradien biasanya sangat besar. Kontur –kontur adalah berupa garis lurus atau kurva yang menggambarkan persimpangan satu atau lebih bidang horisontal dengan permukaan nyata atau hipotetis. Implementation of Hand Detection based Techniques for Human Computer Interaction ,Amiraj Dhawan, Vipul Honrao. Gambar 2.4 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4 ContourAmiraj dan Vipul, 2013 2.4.6 Convex-hull Convex hull digambarkan secara sederhana dalam sebuah bidang sebagai pencarian subset dari himpunan titik pada bidang tersebut, sehingga jika titik-titik tersebut dijadikan poligon maka akan membentuk poligon yang konveks. Suatu poligon dikatakan konveks jika garis yang menghubungkan antar kedua titik dalam poligon tersebut tidak memotong garis batas dari poligon.Convex hull suatu obyek P didefinisikan sebagai area poligon convex terkecil yang melingkupi P. Oleh karena itu, untuk suatu himpunan titik N {p0, p1, p2, . . . , pN} ϵ P, maka dapat dinyatakan bahwa hull H dapat disusun dengan M titik dari himpunan N untuk membuat suatu area konveks poligon minimum.Dari Gambar.2.3 dapat dinyatakan bahwa Convex hull dibuat denga n mengambil sudut interior θ, dari tiga titik yang bersebelahan {p1, p0, p9}. Jika θ π maka p0 dianggap sebagai titik refleks dan p0 bukan anggota M. Himpunan akhir H adalah {p1, p9, p7, p5, p3}.Alif Muqtadiret al, 2013. Gambar 2.5 Convex-hullAmiraj dan Vipul, 2013 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2.4.7 Convexity Defects Convex hull dari kontur lengan bawah dihitung untuk mendapatkan convexity defects dari kontur. Convexity defects menyediakan informasi yang sangat berguna untuk memahami bentuk kontur. Banyak karakteristik dari kontur yang rumit dapat digambarkan dengan convexity defects.Pada pembahasan sebelumnya, dijelaskan bahwa titik-titik yang membentuk convex hull harus merupakan bagian dari kontur. Langkah pertama dalam mencari convexity defects adalah menemukan titik awal starting point dari convexity defects pada kontur. Titik awal convexity defects adalah sebuah titik pada kontur yang juga termasuk dalam titik-titik convex hull, tapi titik selanjutnya pada kontur tidak termasuk dalam titik-titik convex hull. Gambar 2.6 menjelaskan titik awal dari convexity defects.Kontur dicari dengan jalur searah jarum jam.Titik merah adalah titik pertama yang termasuk dalam convex hull, tapi titik selanjutnya tidak termasuk dalam convex hull.Setelah definisi titik awal diketahui, titik akhir pun juga demikian.Titik akhir didefinisikan sebagai titik dari kontur yang termasuk dalam titik-titik convex hull, tapi titik sebelumnya tidak termasuk dalam titik-titik convex hull.Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 2.6, titik ungu adalah titik akhir dari convexity defects. Dengan menghubungkan titik awal, titik akhir, dan titik di antara keduanya, area dari convexity defects dapat diketahui sebagaimana ditunjukkan oleh sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2.7.Rudy dan Marcus, 2012. Gambar 2.6 Titik awal starting point dan titik akhir ending point convexity defect Aliq dan bambang, 2016. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 2.7 Area convexity defectsAliq dan bambang, 2016

2.5 OpenCV