Automation of irrigation system design (water gate design and simulation of paddy field water level control system)

(1)

RANCANG BANGUN OTOMATISASI IRIGASI

(Desain Pintu Air dan Simulasi Sistem Kendali

Level Muka Air Sawah)

AHMAD TUSI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Rancang Bangun Otomatisasi Irigasi – Desain Pintu Air dan Simulasi Sistem Kendali Level Muka Air Sawah” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2010

Ahmad Tusi NRP. F152080011


(3)

ABSTRACT

AHMAD TUSI. Automation of Irrigation System Design (Water Gate Design and Simulation of Paddy Field Water Level Control System). Under the supervision of BUDI I. SETIAWAN, SATYANTO K. SAPTOMO, and MOCHAMMAD AMRON.

Application of the System of Rice Intensification (SRI) needs to supply water intermittently in order to maintain water level around the soil surface. This needs more frequent operation of water gates and has become another heavy workload faced by farmers since most of the water gates made of metal materials and it is easily corosive. The objective of the study was to design water gates made of lighter materials with two function (regulator and measurement) which were also capable for applying automated irrigation. Mixtures of materials were conducted composed of concrete and glass fibre with varied treatments such as normal concrete (NC), fibre-concrete with 1 kg of fibre Woven Roving (FC1), FC2, FC3, fibre-concrete with 1 sheet Woven Roving (WR) in the midle of sample (FCM), and fibre-concrete with 1 sheet WR in the bottom (FCB). Furthermore, materials for fibreglass gate were used Chopped Strand Mat and WR with polyester resin (157 BQTN EX-Series). Material testings were conducted according to the Japanese Industrial Standard for Concrete (slump test, flexural strength, etc). The weight of a full fiberglass gate with its dimension of 150 cm x 54 cm x 1,2 cm was 15 kg. It has a flexural strength about 206 kg/cm2 for maximum deflection of 10 mm. While, the fibre-concrete has a maximum result of the FCB treatment with flexural strength 72 kg/cm2 and its dimension is 75 cm x 56 cm x 3 cm and 35 kg of weigth. The full fiberglass gate with round shape in the bottom has contraction coefcient (Cc) = 0,951, and a value of dischage coeficient (Cd) can be

determined by 1

. . 0 1 1 k c d w k h w h C C       + −

= ; with k0 = 15 and k1=0,062. Automation

irrigation was conducted with a water balance model approach on SRI paddy field and fuzzy logic controller. The model inputs consist of climatic data and discharge capacity. The model is formulated to simulate various processes such as evapotranspiration, percolation, surface run off, depth of irrigation water and drainage to be applied on a daily. It is also simulates an automated daily ponding depth in the field used simple fuzzy logic control. The model could simulate the actual daily ponding depth of paddy with alternating shallow inundation (±2 cm) pretty well by treating a number and discharge capacity of actuator (solenoid valve) and set up a paddy levee height. Average performance index with Root Mean Square Error is about 8,41 in drought and rainy seasons, with value of f1

and f2 were 0,85 and 1,00.

Keywords : water gates, discharge coeficient, fiberglass, fibre-concrete, fuzzy logic control.


(4)

RINGKASAN

AHMAD TUSI. Rancang Bangun Otomatisasi Irigasi (Desain Pintu Air dan Simulasi Sistem Kendali Level Muka Air Sawah). Dibimbing oleh BUDI I. SETIAWAN, SATYANTO K. SAPTOMO, dan MOCHAMMAD AMRON.

Penerapan irigasi intermittent pada teknik budidaya padi SRI (System of Rice Intensification) membutuhkan pengaturan air yang akurat agar kadar air tanah tetap terjaga sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pengaturan air irigasi di lahan persawahan umumnya menggunakan pintu air. Hal ini akan menjadi beban yang berat apabila dilakukan secara manual (konvensional) dalam penerapan SRI untuk skala luasan lahan yang lebih besar, misalnya 1 daerah irigasi (DI), mengingat pola kesetimbangan air yang sulit diperkirakan. Oleh sebab itu implementasi sistem kendali perlu dilakukan dalam pengaturan muka air di lahan padi sawah.

Kondisi pintu air yang ada saat ini (sebagian besar terbuat dari bahan besi) mengalami kerusakan akibat proses korosi dan pencurian. Oleh karena itu diperlukan bahan alternatif pintu air selain dari besi. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah bahan komposit (beton serat dan fiberglass). Dalam penelitian ini telah dilakukan pengendalian muka air (genangan) di lahan padi sawah secara otomatis, dan untuk menunjang otomatisasi tersebut diperlukan prasarana pintu air irigasi yang mampu menyediakan total kebutuhan air irigasi yang diperlukan di saluran irigasi. Tujuan penelitian ini adalah merancang pintu air irigasi dari bahan beton serat dan fiberglas; kalibrasi debit aliran dari pintu fiberglass; dan simulasi pengendalian muka air di lahan padi sawah menggunakan pengontrol fuzzy.

Pembuatan pintu beton serat menggunakan bahan semen, pasir menggunakan Pasir Bangka Belitung yang sudah lolos ayakan 2 mm dengan berat jenis pasir 2,61 gr/cm3 dengan modulus kehalusan 1,50. Dimensi pintu adalah 56 cm x 75 cm x 3 cm dengan proporsi campuran beton yang dibuat menggunakan standar nasional Indonesia untuk beton kedap air (SNI-03-2914-1992) dengan rasio semen pasir adalah 1 : 2 dan uji slump 12 cm. Dosis serat yang dicampurkan dalam mortar sebanyak 3 perlakuan, yaitu : 1, 2, dan 3 kg/m3 beton, dimana serat dipotong-potong dengan ukuran panjang 18 mm + 2. Berat jenis serat gelas (woven roving) yang akan digunakan memiliki berat jenis sebesar 1.200 kg/m3. Pengujian mekanik pintu beton serat menggunakan standar JIS (Japan Industrial Standart) untuk pengujian slump test, dan flexural test. Pengujian kuat lentur (flexural test) dilakukan pada 6 jenis perlakuan, yaitu normal concrete (NC), fiber concrete (FC) dengan dosis 1 kg/m3 atau FC1, FC2, FC3, FCM (serat diletakkan ditengah-tengah sampel dalam bentuk lembaran), dan FCB (serat diletakkan di bagian bawah). Pengujian dilakukan dengan ulangan sebanyak 2 kali untuk umur beton serat 28 hari dengan ukuran sampel 56 cm x 15 cm x 3 cm.

Sedangkan pintu fiberglass dibuat menggunakan bahan resin jenis

Unsaturated Polyester Resin tipe Orthopthaltic dan Isopthaltic Resin, dua jenis serat gelas (woven roving/WR dan chopped strand mat/CSM), erosil, pigmen


(5)

warna, cobalt, dan katalis. Ukuran sampel yang dibuat dengan dua ketebalan yang berbeda yaitu tebal 12 mm (FG12) dan 30 mm (FG30), dengan ukuran 65 cm x 15 cm (panjang x lebar). Pengujian dilakukan dengan standar JIS dengan ulangan sebanyak dua kali.

Simulasi pengontrolan muka air pada kondisi macak-macak antara 0 – 5 mm dilakukan secara otomatis menggunakan bidang polar sistem kendali fuzzy

sederhana untuk keperluan irigasi dan drainase melalui pendekatan konsep neraca air dengan parameter masukan berupa curah hujan, evapotranspirasi, perkolasi (dibuat tetap selama masa pertumbuhan), dan tinggi genangan air di saluran kecil yang terdapat di sawah. Simulasi hanya dilakukan selama masa pertumbuhan tanaman (tanpa kegiatan pengolahan tanah dan pelumpuran) dengan interval waktu 24 jam atau 1 hari.

Berdasarkan hasil uji kuat lentur untuk sampel beton serat menunjukkan bahwa peningkatan dosis serat berbentuk potongan kecil (18 mm) ke dalam campuran beton untuk perlakuan FC1, FC2, dan FC3 dapat menurunkan kuat lentur seiring dengan bertambahnya kandungan dosis serat jika dibandingkan dengan sampel kontrol (NC). Sedangkan untuk perlakuan penambahan serat gelas dalam bentuk lembaran (tidak dipotong-potong) memiliki pengaruh yang cukup signifikan mampu meningkatkan kuat lentur dari beton serat tesebut, baik untuk perlakuan FCB dan FCM, dengan peningkatan kekuatan sebesar 82,1% dan 25,6% dari sampel kontrol. Dimana kuat lentur untuk FCM dan FCB sebesar 49 dan 72 kg/cm2. Selain itu, berat sampel pada FCB dan FCM lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Berdasarkan hasil ini, maka perlakuan FCB merupakan hasil yang terbaik dan ini akan digunakan dalam pembuatan pintu air modifikasi dengan dimensi 56 cm x 75 cm x 3 cm.

Sampel pintu fiberglass FG30 memiliki nilai kuat lentur yang lebih tinggi dibandingkan dengan FG12, dimana apabila depleksi maksimum yang diijinkan 10 mm, maka kekuatan lentur maksimum yang mampu ditahan oleh FG12 dan FG 30 adalah 206 dan 299 kg/cm2. Kekuatan lentur yang dihasilkan sampel fiberglass lebih besar dibandingkan sampel beton serat FCB (72 kg/cm2). Hubungan grafik kuat lentur dan depleksi pada FG12 dan FG30 akan berpotongan pada kuat lentur sekitar 100 kg/cm2 dengan lendutan lebih dari 4 mm. Sampel pintu 12 mm akan digunakan untuk pembuatan pintu fiberglass dengan lebar pintu 58 cm.

Kalibrasi dan uji hidrolika pada pintu air fiberglass hasil rancangan dengan tambahan tonjolan berbentuk ½ lingkaran dengan radius 10 cm pada bagian bawah pintu terbukti mampu meningkatkan koefisien pengaliran (Cd) dan

koefisien kontraksi (Cc) hampir mendekati nilai 1. hal ini akan berdampak pada

tingkat akurasi penghitungan debit aliran semakin tinggi. Nilai Cd untuk pintu ini dapat ditentukan dengan persamaan 1

. . 0 1 1 k c d w k h w h C C       + −

= ; dengan nilai Cc = 0,951, k0

= 15, dan k1 = 0,062. Jadi pintu hasil rancangan ini mampu mengatur dan

mengukur aliran air. Ini amat membantu dalam kegiatan operasional pintu dan otomatisasi irigasi.

Simulasi pengendalian muka air sawah dilakukan pada dua musim yang berbeda, yaitu hujan dan kemarau dengan menggunakan Ms. Excel dengan fasilitas Visual Basic Application. Dari simulasi pada kedua musim tersebut, sistem pengendalian ini memiliki setting parameter sistem yang optimum (yang dilakukan menggunakan fasilitas SOLVER dalam Ms. Excel) : rata-rata nilai f


(6)

dan f2 adalah 0,85 dan 1,00 dengan nilai indeks performansi (IP) rata-rata sebesar

8,41. Selain itu, jumlah solenoid valve dan kapasitas keluaran pipa (diameter pipa) mempengaruhi nilai IP. Kapasitas solenoid valve yang digunakan dalam sistem ini sebesar 0,70 l/det/ha (6,08 mm/hari) sebanyak dua buah, baik untuk irigasi dan drainase.

Kondisi level muka air dapat dipertahankan mendekati level 0 – 5 mm akan tetapi sistem kendali mengalami gangguan yang cukup besar dalam pengendalian muka air pada saat hujan. Tetapi hal tersebut dapat ditangani dengan baik dengan adanya tanggul limpasam dengan tinggi 20 mm. Sehingga kelebihan air dapat dibuang menjadi surface run off. Hal ini terbukti dengan tingginya surface run off yang terjadi pada saat musim hujan, yaitu sebesar 964,32 mm atau 43,93% dari total air yang diberikan (hujan dan irigasi). Pemilihan kapasitas debit dan jumlah solenoid valve (aktuator jenis lainnya) yang tepat menjadi hal paling penting dalam sistem ini. Selain itu, faktor biaya juga menjadi faktor pembatas yang perlu dipertimbangkan selain faktor teknis tadi.

Secara umum dapat dilihat bahwa sistem kendali fuzzy sederhana ini dapat digunakan untuk pengendalian muka air pada lahan pertanian SRI. Akan tetapi kondisi lapang dan kemampuan sistem kendali akan membatasi kinerja sistem irigasi otomatis ini. Output dari kendali ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan pintu air GFRP hasil rancangan dengan beberapa level bukaan pintu.


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

RANCANG BANGUN OTOMATISASI IRIGASI

(Desain Pintu Air dan Simulasi Sistem Kendali

Level Muka Air Sawah)

AHMAD TUSI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(9)

(10)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Rancang Bangun Otomatisasi Irigasi

(Desain Pintu Air dan Simulasi Sistem Kendali Level Muka Air Sawah)

Nama : Ahmad Tusi

NRP : F152080011

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Budi I. Setiawan, MAgr. Ketua

Dr. Satyanto K. Saptomo, STP., MSi. Anggota

Dr. Ir. Mochammad Amron, MSc. Anggota

Diketahui, Ketua Program Studi

Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(11)

!

"

#


(12)

UCAPAN TERIMA KASIH

Karya ilmiah ini telah selesai ditulis. Segenap pujian hanya milik Allah dari awal hingga akhir. Allah-lah yang telah menyempurnakan segala kebaikan dengan kenikmatan yang Dia anugerahkan kepada kita.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

a) Komisi Pembimbing Tesis, Prof. Dr. Budi I. Setiawan, MAgr (Ketua), Dr. Satyanto K. Saptomo, MSi (anggota) dan Dr. Mochammad Amron, MSc (anggota) atas bimbingan, saran dan arahan selama dalam proses penelitian dan penyusunan tesis ini.

b) Penguji Luar Komisi, Prof. Dr. Asep Sapei, MS yang telah berkenan untuk menguji dan memberikan saran dalam penelitian ini.

c) Koordinator Mayor Teknik Sipil dan Lingkungan, Dr. Nora H. Pandjaitan, DEA, atas segala nasehat, perhatian dan dukungannya selama saya study S2 di Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB.

d) Kepala Puslitbang SDA, Dr. Arie Setiadi Moerwanto, MSc atas dukungan, saran dan kritiknya dalam penelitian ini. Salah satu hal yang terus saya ingat sampai sekarang adalah pertahankan konsep desain pintu air yang sederhana bagi petani....”Keep it Simple

e) Kepala Balai Irigasi, Ir. Lolly M. Martief, MT, atas segala dukungan baik moril dan materil selama penelitian ini.

f) Pak Hanhan, Pak Bejo, Pak Muqorrobin, Pak Bambang, Dadan, dan seluruh staf Balai Irigasi, Bekasi atas kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian ini. g) Teman-teman SIL 2008 (angkatan I), Mba Dona, Titin, Suci, Taufik atas

kerjasama, bantuan dan persahabatan yang telah terbangun selama ini. Semoga kita tetap ..”keep in touch...kawan

h) Teman-teman Wisma Wageningen, Kang Mulyawatullah, Pak Gardjito, Ibu Meiske, Ibu Poppy, Pak Yanto, dan yang lainnya.. terima kasih atas dukungan, saran dan kritiknya dalam penelitian saya.

i) Untuk istriku tercinta, Erika Kartini, dan anak-anaku tersayang, bulanku,Ara Athifa M, dan bintangku, Aisyah N. Sakhi untuk semua kasih sayang yang diberikan dan menemani papa baik suka maupun duka.

j) Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah dan Ibu tercinta serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Coming together is a beginning. Keeping together is progress. Working together is success. —Henry Ford


(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2009 sampai dengan Juni 2010 ini adalah irigasi, dengan judul “Rancang Bangun Otomatisasi Irigasi”. Karya ilmiah ini berisi tentang desain pintu air irigasi dan simulasi sistem kendali level muka air sawah.

Alasan utama pemilihan topik penelitian mengenai irigasi adalah karena ini merupakan concern bidang ilmu yang saya geluti dan kembangkan, selain itu banyaknya permasalahan yang muncul di lapangan, terutama mengenai kondisi pintu air yang ada di Indonesia. Secara umum, desain irigasi pemukaan berdasarkan kriteria fisik (hidrolika, agronomi, dan engineering). Namun ketika kita bandingkan dengan kondisi real di lapangan, kondisi performansi pintu jauh dari harapan karena kondisinya yang rusak, hilang, pembagian air yang tidak tepat, dll. Lalu muncul pertanyaan : “Would it be possible to design irrigation water gate taking into account human aspect? If so, what would be the repercussions on the type of technology?”

Operasional pintu air di Daerah Irigasi Cimanuk, Garut (dan kemungkin juga di daerah irigasi lain) mengalami keterbatasan juru pengairan. Tentunya hal ini akan berdampak pada tingkat kelelahan yang tinggi pada juru pengairan dalam menangani pembagian air irigasi dan akhirnya adalah performansi pengaliran air menurun. Maka muncullah pertanyaan : “Are these complicated technology and operational procedures realistic and really necessary? Would it be possible to achieve better performance by simplifying the technology and the operational procedures?”

Dalam karya ilmiah telah dicoba menjawab pertanyaan tersebut melalui desain pintu air dan simulasi sistem kendali otomatis level muka air sawah. Tak ada gading yang tak retak, karya ilmiah ini masih banyak kekurangan, jadi saran dan kritik sangat diharapkan demi pengembangan penelitian ini ke depan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan irigasi di Indonesia.

Bogor, Juli 2010


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 1981 sebagai anak ke-2 dari tiga bersaudara dari ayah M. Pur’adi dan Ibu Mundiroh (alm.). Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Negri 66 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, dan menamatkannya pada tahun 2003.

Penulis sempat menekuni pekerjaan di sektor perkebunan sawit di PT. TOR GANDA, Medan (tahun 2003), dan PT. Perusahaan Gas Negara, Tbk (tahun 2004 – 2005). Saat ini penulis bekerja sebagai dosen di Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung sejak tahun 2005.

Selama mengikuti program S2, penulis sempat merasakan pengalaman yang berharga untuk mengikuti kegiatan Workshop dan Symposium International di Ibaraki University, Jepang. Karya ilmiah yang disampaikan pada kegiatan tersebut berjudul “Design Of Automatic Water Gate To Control Water Level In Paddy Fields” pada bulan Desember 2009.


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Batasan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Sistem Irigasi Padi SRI ... 4

2.2. Pintu Air ... 6

2.3. Kontrol Fuzzy ... 10

2.4. Material Komposit ... 10

III. PENDEKATAN DESAIN ... 13

3.1. Rancangan Fungsional Pintu Air ... 14

3.2. Rancangan Struktural Pintu Air ... 15

IV. METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

4.2. Bahan dan Alat ... 21

4.3. Tahapan Penelitian ... 21

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

5.1. Rekayasa Material Pintu Air Beton Serat ... 32

5.2. Rancang Bangun Pintu Air Fiberglass ... 35

5.3. Analisa Biaya Pembuatan Daun Pintu ... 39

5.4. Kalibrasi Pintu Air Rancangan... 41

5.5. Pengedalian Muka Air dengan Sistem Kendali Fuzzy ... 45

5.6. Peluang dan Tantangan Otomatisasi Irigasi ... 52

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55


(16)

6.2. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN ... 60


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sifat-sifat Mekanik Bahan Dasar Fibreglasss ... 12

2. Perlakuan Pengujian Bending untuk Beton Serat ... 23

3. Perlakuan Pengujian Bending Fiberglass ... 23

4. Kuat Lentur dan Depleksi Fiberglass ... 37

5. Biaya Pembuatan Daun Pintu Beton Serat (GFRC) ... 40

6. Biaya Pembuatan Daun Pintu Fiberglass (GFRP) ... 40

7. Kalibrasi Pintu Air GFRP Bentang 50 cm ... 42

8. Indeks Performansi Masing-masing Metode ... 43

9. Nilai Parameter yang Optimum ... 45

10. Neraca Air Selama Pengendalian dengan Logika Fuzzy... 48

11. Hubungan Q, Um, dan IP. ... 51


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kondisi aliran bebas (free flow) dan tenggelam (submerged flow) ... 6

2. Gaya Hidrostatik Pada Bidang Datar Tegak ... 9

3. Skema Sistem Kendali Fuzzy ... 10

4. Jenis Fiberglass Reinforcement untuk Plastik... 12

5. Skema Sistem Kontrol Irigasi di Sawah ... 13

6. Pintu Air Beton Serat ... 16

7. Motor dan Mekanik ... 17

8. Pintu Air Fiberglass ... 19

9. Model Struktur yang Digunakan dalam Eksperimen ... 24

10 . Model Neraca Air Padi Sawah ... 26

11. Kc Tanaman Padi SRI Field Trial MT I 2008 ... 26

12. Tanggul Limpasan di Sawah ... 26

13. Pembuatan Sawah Baru dengan Lapisan Basin Plastic... 27

14. Kondisi Level Muka Air ... 28

15. Bidang Polar Sistem Kendali Fuzzy Sederhana ... 28

16. Fungsi Keanggotaan (a) Sudut Fasa, (b) Magnitudo ... 29

17. Bagan Alir Pemrograman Pengendalian Level Muka Air ... 31

18. Hasil Uji Kuat Lentur Beton Serat ... 32

19. Kondisi Sampel Setelah Pengujian Lentur ... 33

20. Pintu Air GFRC ... 34

21. Sistem Pengangkatan Pintu ... 35

22. Proses Pembuatan Sampel Pengujian ... 36

23. Pengujian Bending dengan Universal Testing Machine ... 36

24. Kondisi Sampel Fiberglass Selama Pengujian ... 38

25. Pemasangan Pintu GFRP di DI Cimanuk, Garut ... 39


(19)

27. Evapotranspirasi pada Musim Hujan dan Kemarau di Bekasi ... 46

28. Run Off pada MH selama musim tanam ... 46

29. Kondisi Muka Air Hasil Pengendalian dengan Um=2 buah ... 48

30. Nilai Um Diperbesar dan QSolenoid valve Diperkecil ... 49

31. Pengendalian Level Muka Air tanpa Solenoid valve Drainase ... 50


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Rancangan Pintu Air dari Bahan Fiberglass ... 61

2. Rancangan Pintu Air dari Bahan Beton Serat ... 63

3. Perhitungan Modulus Elastisitas Fiberglass ... 65

4. Analisa Gaya pada Pintu Air ... 67

5. Perhitungan Tebal Pintu ... 69

6. Perhitungan Slab Beton Pintu Beton Serat ... 71

7. Proses Pembuatan Pintu Air GFRP ... 73

8. Proses Pembuatan Beton Serat ... 74


(21)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

System of Rice Intensification (SRI) dewasa ini telah dikenal sebagai teknik budidaya padi hemat air dan memberikan hasil yang lebih baik dari pada cara budidaya konvensional. Pola pemberian air di sawah SRI dilakukan secara

intermittent dan disesuaikan dengan umur tanaman. Air akan berfungsi selain untuk memenuhi kebutuhan tumbuh tanaman, juga untuk mencegah tumbuhnya gulma yang akan mengganggu pertumbuhan bibit padi.

Penerapan irigasi intermittent pada teknik budidaya padi SRI membutuhkan pengaturan air yang akurat agar kadar air tanah tetap terjaga sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pada budidaya padi SRI umumnya petani akan lebih intensif berada di areal persawahan untuk melakukan kegiatan budidaya (seperti pemupukan, penyianyan, dll) dan tinggi muka air di lahan diatur supaya dalam kondisi macak-macak (0 – 5 mm). Hal ini dapat dilakukan petani dengan baik pada ukuran petakan yang kecil. Bagaimana bila penerapan teknik budidaya padi SRI dilakukan dalam skala besar, misalnya satu daerah irigasi (DI)? Tentu ini merupakan hal yang tidak mudah untuk mengatur pemberian air ke seluruh petakan lahan. Kondisi ini makin bertambah berat dengan minimnya juru pengairan. Jadi ini akan menjadi beban tambahan apabila dilakukan secara manual (konvensional), mengingat pola kesetimbangan air yang sulit diperkirakan. Oleh sebab itu implementasi sistem kendali perlu dilakukan dalam pengaturan muka air di lahan padi sawah.

Pengembangan model neraca air untuk padi sawah dengan praktek irigasi secara intermittent telah dikembangkan oleh Khepar et al., (2000) untuk keperluan memprediksi komponen neraca air yang ada di suatu lahan. Sedangkan untuk sistem kendali untuk pengaturan muka air telah secara intensif dikembangkan oleh Iskandar et al., (1999), Setiawan et al., (2001), Setiawan et al., (2002) , Saptomo

et al., (2004), dan Arif et al., (2009) untuk mengatur muka air di lahan basah dengan mengendalikan air di saluran yang membatasi lahan. Sistem kendali muka


(22)

air secara otomatis menjaga permukaan air di lahan pada level tertentu yang aman bagi tumbuhan dan cukup bagi lahan untuk terhindar dari kekeringan berlebihan dan deformasi. Sistem ini pada dasarnya dapat diterapkan untuk berbagai kasus pengendalian muka air, seperti pengaturan air dalam teknik padi dengan pola SRI. Pengendalian level muka air di lahan padi SRI tentu akan menjadi lebih kompleks dalam sistem neraca air di sawah, akibat adanya pengaruh hujan, evapotransipirasi, run off, perkolasi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah sistem kendali muka air sawah yang memasukkan beberapa parameter di tersebut.

Namun, pengaturan pemberian air irigasi harus juga memperhatikan kondisi eksisting yang ada di lapangan. Pemberian air pada lahan irigasi teknis yang ada di Indonesia, hampir seluruh areal menggunakan sistem irigasi permukaan (secara gravitasi) dan pengendalian pemberian air dilakukan menggunakan pintu air irigasi dan saluran pembuang (drainase). Untuk dapat menghasilkan pengaturan air secara baik tentunya memerlukan kondisi pintu air dalam kondisi yang baik. Namun, kondisi pintu air yang ada saat ini (sebagian besar terbuat dari bahan besi) mengalami kerusakan akibat proses korosi dan pencurian. Berdasarkan hasil pemantauan lapang di DI. Cimanuk1, Garut; dimana hampir 60% kondisi pintu air rusak akibat korosi dan dicuri, dan kasus ini dijumpai juga hampir di sebagian besar DI di Indonesia seperti yang diberitakan dalam berbagai media cetak dan elektronik (www.wawasandigital.com, 23/07/2009; www.kompas.com, 08/02/2009; www.newspaper.pikiran-rakyat.com, 22/6/2009).

Kondisi pintu yang rusak dan hilang pada bangunan bagi/sadap telah menimbulkan dampak yang cukup serius dalam hal alokasi pembagian air dan menurunnya kinerja delivery performance ratio (DPR)2 pada setiap bangunan bagi. Hal ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk kegiatan usaha tani. Selain itu, ini akan mempersulit upaya otomatisasi irigasi di lahan irigasi teknis karena kondisi pintu air yang rusak dan tidak berfungsi dengan baik

Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan pengendalian muka air (genangan) di lahan padi sawah secara otomatis, dan untuk menunjang otomatisasi

1

Hasil pengamatan di lapangan pada bulan Juli 2009

2

Hasil pengamatan lapang bulan Juli 2009 dengan perhitungan DPR mengacu pada Bos (2005), menunjukkan sebanyak 45,8% pemberian irigasi berlebihan, 33,3% kurang, dan sisanya sesuai dengan debit rencana.


(23)

tersebut diperlukan prasarana pintu air irigasi yang mampu menyediakan total kebutuhan air irigasi yang diperlukan di saluran irigasi. Untuk memperoleh ketepatan dalam pemberian air, maka diperlukan pintu air yang mampu mengatur dan mengukur (regulator and measurement) serta otomatisasi irigasi. Dalam penelitian ini akan dirancang pintu air irigasi dari bahan alternatif selain besi, yaitu menggunakan bahan komposit sepeti beton serat dan fiberglass.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah a) merancang pintu air dari beton serat dan fiberglass; b) membangun persamaan kalibrasi pintu air irigasi (antara tinggi bukaan pintu, water level, dan debit air); c) menyusun simulasi sistem kendali level muka air otomatis pada tanaman Padi SRI.

1.3. Batasan Penelitian

Penelitian ini akan melakukan rancang bangun pintu irigasi mulai dari pemilihan bahan material, pembuatan, pengujian di laboratorium dan lokasi penelitian di Bekasi serta simulasi sistem otomatisasi level muka air pada sawah menggunakan kontrol fuzzy.


(24)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Irigasi Padi SRI

Tujuan utama irigasi adalah untuk mensuplai air untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Pada budidaya padi SRI umumnya menggunakan irigasi intermittent yang didasarkan pada fase pertumbuhan tanaman dan kondisi cuaca tempat budidaya. Sehingga proses aerasi pada daerah perakaran dapat berjalan dengan baik dan tentunya akan meningkatkan jumlah anakan dan mendukung aktivitas mikroorganisme di daerah perakaran dan pada akhirnya meningkatkan produksi. Menurut Kalsim et al. (2007), pengelolaan air di petakan SRI di Jawa Barat pada prinsipnya dibagi dalam 5 fase, yaitu fase awal, vegetatif-anakan, pembungaan, pengisian bulir sampai masak susu, dan pematangan bulir sampai panen. Irigasi diberikan dalam kondisi macak-macak (0 – 5 mm), sedangkan untuk penyiangan gulma dilakukan 3 – 4 kali dalam satu musim tanam dengan tinggi genangan 20 mm.

2.1.1. Neraca Air Padi Sawah

Konsep neraca air dapat digunakan untuk mendekati nilai-nilai hidrologis proses yang terjadi di lapangan. Secara garis besar neraca air merupakan penjelasan tentang hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran ke luar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu dari proses sirkulasi air. Di lahan padi sawah beririgasi, komponen-komponen yang mempengaruhi neraca air adalah inflow (irigasi dan hujan) dan outflow (drainase, perkolasi, seepage, evapotranspirasi, dan surface run off)

Secara umum kesetimbangan air di lahan padi sawah dapat dijabarkan seperti dalam persamaan berikut ini (Khepar et al., 2000) :

H(t) = H(t-1) + R(t)– (ET(t) + P(t) + RO(t)) + Q(t) /1/

dimana,

H(t) = kedalaman genangan air di sawah pada saat hari ke-t (mm)


(25)

Q(t) = Jumlah air irigasi (+) atau drainase (-) yang pada hari ke-t (mm)

ET(t) = Evapotranspirasi tanaman (mm)

P(t) = jumlah air yang hilang melalui perkolasi (mm)

RO(t) = aliran permukaan yang terjadi di lahan sawah, jika ada (mm)

t = perioda waktu

2.1.2. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi terdiri dari dua proses, yaitu proses menguapnya air dari tanah (evaporasi) dan proses menguapnya air dari tajuk tanaman (transpirasi). Karena sulit untuk dibedakan, proses evaporasi (E) dan transpirasi (T) dirumuskan sebagai satu kesatuan sebagai evapotranspirasi (ETc). Menurut Allen et.al. (1998) kebutuhan air tanaman dirumuskan dalam bentuk :

ETc = ETo x Kc /2/

dimana, ETc : evapotranspirasi tanaman potensial (mm/hari), ETo : evaporasi tanaman acuan (mm/hari), Kc : koefisien tanaman.

ETo merupakan evapotranspirasi tanaman acuan yaitu rumput setinggi 10 cm yang tumbuh subur dan tidak kekurangan air. ETo hanya bergantung kepada faktor iklim, oleh karena itu telah banyak dikembangkan rumus-rumus pendekatan untuk menghitung ETo yang umumnya berupa rumus-rumus empiris berdasarkan kondisi yang ada di lapangan.

2.1.3. Limpasan Permukaan (Run off)

Run off (RO) akan terjadi pada suatu hari di lahan jika tinggi genangan air (height of ponding / H) pada hari ke-t telah melampaui tinggi tanggul limpasan / HL (height of levee). Pada sawah biasanya terdapat tanggul limpasan dengan tinggi tertentu dari permukaan lahan sesuai dengan keinginan petani. Sehingga jumlah RO dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan di bawah ini :

RO(t) = H(t) – HL /3/

dimana, H(t) = tinggi genangan air pada hari akhir ke-t (mm); HL = height of levee


(26)

2.2. Pintu Air

Pintu air (gate, sluice) merupakan sebuah bangunan struktur hidrolik yang biasa dibangun memotong tanggul saluran/sungai yang berfungsi sebagai pengatur aliran air untuk irigasi dan drainase, penyadap dan pengaturan lalu lintas air (Sosrodarsono dan Tominaga, 1984). Namun begitu, pintu air dapat digunakan dengan baik untuk keperluan pengukuran debit.

Pintu air yang umum digunakan di Indonesia adalah jenis pintu sorong dengan sistem mekanik ke atas (vertical lift) dengan tipe gate dan sluice. Jenis ini umumnya digunakan untuk mengatur muka air dan laju aliran di saluran. Mekanisme pengangkatan pintu yang naik dan turun menjadikannya lebih simpel (mudah) untuk dioperasikan bagi seorang juru pengairan secara manual, dengan sistem mekanik (worm gear atau rack and pinion drive) atau secara elektrik (otomatis).

2.2.1. Kondisi Aliran

Kondisi aliran air yang melalui bawah pintu (undershot) akan mengalami dua jenis aliran yang berbeda, yaitu kondisi aliran bebas (free flow condition) dan aliran tenggelam (submerged flow condition) seperti pada Gambar 1. Kondisi aliran bebas terjadi apabila sebuah lompatan hidrolik (hydraulic jump) terjadi di bagian hilir pintu, sedangkan aliran tenggelam terjadi apabila muka air di hilir pintu lebih besar dari pada tinggi muka air di bawah pintu. Biasanya sering terjadi di dalam saluran tertutup yang kecil.

Gambar 1. Kondisi aliran bebas (free flow) dan tenggelam (submerged flow)

Dalam penelitian ini tidak akan dilakukan kajian tentang penentuan jenis aliran ini secara mendalam, tetapi cukup menggunakan beberapa formula atau


(27)

teori yang telah dikembangkan sebelumnya, seperti formula yang dikembangkan oleh Swamee (1992) seperti berikut :

Free flow :

72 . 0 3 3 1 0.81 

     ≥ l h h

h /4/

Submerged flow :

72 . 0 3 3 1

3 0.81 

     < < l h h h

h /5/

dimana, h1 : tinggi muka air di hulu pintu, h3 : tinggi muka air di hilir pintu, dan l :

bukaan pintu.

2.2.2. Perhitungan Debit Aliran

Perhitungan debit aliran yang mengalir di bawah pintu (undershot) bukanlah perkara yang mudah. Secara teori, memang aliran ini dapat dihitung menggunakan formula apabila telah diketahui koefisien kontraksi yang terjadi pada pintu tersebut. Persamaan umum perhitungan debit klasik secara umum adalah sebagai berikut :

1 . . 2 . .

.w b g h C

Q = d /6/

dimana Cd : koefisien pengaliran, w : bukaan pintu (m), b : lebar saluran, g :

percepatan gravitasi (9,81 m/det2), dan h1 : tinggi aliran di hulu pintu (m), dan Q :

laju aliran (m3/det).

Nilai koefisien pengaliran (Cd) merupakan suatu fungsi dari koefisien

kontraksi (Cc), lebar saluran (b), tinggi muka aliran di hulu pintu, dan jenis aliran.

Berikut ini adalah persamaan penentuan nilai Cd untuk aliran free flow yang

digambarkan seperti dalam persamaan berikut :

η + = 1 c d C

C ; dimana

1 . h b Cc =

η /7/

nilai Cc akan bervariasi tergantung dari besaran bukaan pintu, bentuk daun pintu

yang digunakan, kedalaman aliran air di hulu dan jenis aliran (Lin et al., 2002). Rajaratnam dan Subramanya (1967) menyatakan bahwa untuk aliran free flow, penentuan debit aliran bawah pada pintu sorong ditetapkan dengan persamaan berikut :


(28)

) (

2 g h1 C w b

w C

Q= dc /8/

Rajaratnam dan Subramanya (1967) menyatakan telah menetapkan nilai Cc untuk

rumus aliran bawah pada pintu bentuk persegi sebesar 0,61, dengan nilai Cd akan

linier pada saat nilai w/h1 < 0,3, dan nilai Cd dihitung dengan rumus Cd = 0,0297

x w/h1 + 0,585.

Sementara itu, Swamee (1992) telah menetapkan nilai Cd untuk aliran free

flow adalah sebagai berikut :

1 . 0 1 1 k c d w k h w h C C       + −

= /9/

Swamee (1992) melaporkan bahwa berdasarkan hasil eksperimen untuk pintu sorong berbentuk persegi dengan nilai Cc sebesar 0,611, memiliki nilai konstanta

k0 dan k1 sebesar 15 dan 0.072 dengan nilai Cd sesuai dengan Nomogram Henry,

yaitu akan memiliki nilai Cd maksimum yang konstan sebesai 0,611.

Untuk menghasilkan rancang bangun pintu air irigasi yang mampu mengatur dan mengukur aliran air, maka nilai koefisien dari Cd dan Cc harus

diperhatikan dan diharapkan mampu ~ 1. Nilai koefisien yang mendekati 1, diharapkan mampu meningkatkan tingkat akurasi perhitungan debit di lapangan. Pada model Crump-de Guyter telah dikembangkan pintu air dengan tambahan tonjolan pintu berbentuk ¼ lingkaran pada bagian ujung bawah, yang dimaksudkan untuk meningkatkan nilai koefisien Cc dan Cd mendekati 1. Oleh

karena itu pembuatan desain harus memperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengembangan otomatisasi irigasi dapat dilakukan dengan baik dan mudah apabila pintu air sendiri memiliki tingkat akurasi dalam pengaturan dan pengukuran air dengan baik.

2.2.3. Perhitungan Beban Pintu dan Pengangkat

(a) Pembebanan Pintu

Pada pintu sorong tekanan air diteruskan ke sponeng, dan pada pintu radial ke bantalan pusat. Apabila suatu benda berada di dalam zat cair yang diam, maka akan mengalami gaya hidrostatik yang diakibatkan oleh tekanan zat cair. Tekanan tersebut bekerja tegak lurus terhadap permukaan benda. Gaya hidrostatik yang


(29)

bekerja pada benda tersebut, dipengaruhi oleh bentuk permukaan benda. Gaya hidrostatik pada bidang datar tegak (Gambar 2), dapat ditentukan sebagai berikut

F = g h2 B

2 1

ρ /10/

h at

3 2

= /11/

dimana, F : gaya hidrostatik, at : titik tangkap gaya hidrostatik diukur dari

permukaan air, h : kedalaman air, dan B : lebar bidang yang ditinjau tegak lurus bidang Gambar.

Gambar 2. Gaya Hidrostatik Pada Bidang Datar Tegak

(b) Alat Pengangkat

Alat pengangkat dengan stang biasanya dipakai untuk pintu-pintu lebih besar. Untuk pintu-pintu yang dapat menutup sendiri, karena digunakan rantai berat sendiri atau kabel baja tegangan tinggi. Pemilihan tenaga manusia atau mesin tergantung kepada ukuran dan berat pintu, tersedianya tenaga listrik, waktu eksploitasi, mudah/tidaknya eksploitasi, dan pertimbangan-pertimbangan ekonomis. Perhitungan gaya pengangkatan pintu dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :

L b h g W b T f

F = c+ +ρ 1 c /12/

dimana, F : gaya angkat yang diperlukan (N), f : koefisien gesekan (0.6 pada saat akan diangkat, dan 0.3 pada saat pintu sedang diangkat/berjalan), T : luas pembebanan/segitiga (kg/det2), bc : lebar pintu (m), W : berat pintu (N), ρ : berat jenis air (1000 kg/m3), h1 : tinggi muka air (m), dan L : lebar weir (jika memiliki ambang lebar pada pintu tersebut)

z=0

F

p=?.g.h

z=-h

h at

B p = ρ.g.h


(30)

2.3. Kontrol Fuzzy

Pembuatan kontrol dengan logika fuzzy secara ringkas adalah menghitung error dan beda error, fuzifikasi, menentukan aturan kontrol (matrik keputusan) dan menghitung nilai maksimum, dan defuzikasi (Gambar 3). Besaran yang berpengaruh pada sistem kontrol fuzzy adalah error (Er) yang merupakan selisih antara set point dengan kondisi aktual, dan beda error (dEr) yang merupakan selisih antara error dengan error sebelumnya. Pada sistem kontol logika fuzzy

diharapkan bahwa keluaran tidak memiliki lewatan (overshot) dan waktu yang seminimal mungkin untuk mencapai set point.

Gambar 3. Skema Sistem Kendali Fuzzy

Teknik logika fuzzy telah banyak diaplikasikan dalam sistem kontrol otomatis. Setiawan dan Saptomo (1996), Iskandar et al., (1999), Setiawan et al.,

(2001), Setiawan et al., (2002) , Saptomo et al., (2004), dan Arif et al., (2009) melaporkan bahwa simulasi pengendalian tinggi muka air tanah dengan algoritma logika fuzzy dapat menstabilkan level air pada kedalaman yang diinginkan (set point yang direncanakan) pada keadaan pemberian air yang berfluktuasi pada kondisi batas yang ditentukan. Iskandar et al. (1999) telah mengembangkan bidang polar sistem kendali fuzzy sederhana untuk keperluan irigasi dan drainase.

2.4. Material Komposit

Smith dan Jayad (2006) menyatakan bahwa bahan komposit merupakan sebuah sistem material yang tersusun atas kombinasi dari dua atau lebih bahan penyusun mikro atau makro dengan lapisan pemisah diantara mereka yang berbeda dalam bentuk maupun susunan kimiawinya dan tidak larut/dapat dipecahkan secara esensial antara satu dengan bahan penyusun lainnya. Beberapa jenis bahan komposit yang penting dalam dunia keteknikan dan kehidupan kita adalah beton, fiberglass (fibre-reinforced plastics), aspal, kayu, dan sebagainya.


(31)

2.4.1. Beton Serat (fiber-concrete)

Beton serat atau fibre concrete adalah bahan komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat. Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5 dan 500 µm, dan panjang sekitar 25 – 100 mm. Bahan serat dapat berupa : serat asbestos, serat tumbuh-tumbuhan (rami, ijuk, bambu), serat plastik (polypropylene), atau potongan kawat baja. Maksud utama penambahan serat ke dalam beton adalah untuk :

- Menambah kuat tarik, karena beton merupakan bahan yang memiliki kuat tarik yang rendah

- Menambah daktilitas, karena beton merupakan bahan yang getas, dan - Menambah ketahanan terhadap retak.

Jika serat yang digunakan mempunyai modulus elastisitas yang lebih tinggi dari pada beton, misalnya kawat baja, maka beton serat akan mempunyai kuat tekan, kuat tarik, maupun modulus elastisitas yang sedikit lebih tinggi dari pada beton biasa. Ernawati (1998) dalam Tjokrodimuljo (2007) menyatakan bahwa peningkatan kandungan serat berdampak terhadap meningkatnya kuat tarik lentur dan daktilitas tetapi tidak meningkatkan kuat tekannya. Beton serat bersifat lebih tahan benturan dan lenturan, maka cocok dipakai pada landasan pesawat udara, jalan raya, lantai jembatan. Sehingga bila dilihat dari sifat beton serat ini, maka beton serat memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan daun pintu irigasi.

2.4.2. Fibreglass

Fiberglass adalah bahan paduan atau campuran beberapa bahan kimia (bahan komposit) yang bereaksi dan mengeras dalam waktu tertentu. Bahan ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan bahan lainya (seperti logam), diantaranya: ringan; mudah dibentuk; memiliki kekuatan yang tinggi (tergantung rasio beratnya); memiliki stabilitas dimensi yang baik; tahan terhadap panas, dingin, lembab, dan korosi; sebagai bahan insulasi listrik yang baik; dan murah (Smith dan Jayad, 2006). Pada Tabel 1 disajikan beberapa sifat-sifat bahan serat untuk sebagai bahan campuran untuk pembuatan fibreglass /reinforced fibreglass


(32)

Tabel 1. Sifat-sifat Mekanik Bahan Dasar Fibreglasss

Sifat Mekanik Bahan Glass (E)

Carbon (HT)

Aramid (Kevlar 49) Tensile strength, ksi (Mpa) 450 (3.100) 500 (3.450) 525 (3.600) Tensile Modulus, Msi (Gpa) 11,00 (76) 33 (228) 19 (131) Elongation at break (%) 4,50 1,6 2,80 Density (g/cm3) 2,54 1,8 1,44

Jenis Fiberglass reinforcements untuk plastik adalah fiberglass yarn

(bentuk rajutan benang), woven fabric of fiberglass yarn (lembaran), continous-strand roving, dan woven roving. Sedangkan untuk fiberglass reinforcing mats

adalah continous-strand mat, surfacing mat, chopped-strand mat, dan kombinasi

woven roving dengan chopped-strand mat. Pada Gambar 4 disajikan dua jenis serat gelas yang ada di pasaran.

Gambar 4. Jenis Fiberglass Reinforcement untuk Plastik

Untuk membentuk menjadi sebuah fiberglass atau glass fiber reinforced plastic

memerlukan liquid, yaitu plastiknya (matrix). Jenisnya ada banyak, namun yang umum dipakai adalah polyester dan epoxy resin.


(33)

Rancang bang irigasi teknis pada sua jaringan irigasi sepert pintu air. Rancang komunikasi data men yang jauh antara pint diberikan air irigasi. komputer utama (hos keseluruhan; Ethernet penerima sinyal dari be 3202), berfungsi seba

gateway dan kompute

Gamba

III. PENDEKATAN DESAIN

bangun sistem irigasi otomatis ini direncanaka suatu daerah irigasi yang umumnya telah m perti : bangunan sadap/bagi, saluran irigasi dan

ng bangun pintu air otomatis akan mengg enggunakan wireless (tanpa kabel) menginga pintu air pada bangunan bagi/sadap dengan ar

si. Skema rencana irigasi otomatis (Gambar host control), sebagai kontrol sistem otomatis

net Gateway (NI WSN-9791), berfungsi sebaga ri beberapa sensor yang terpasang di lapang; da ebagai penerima sinyal dari sensor dan akan puter utama.

mbar 5. Skema Sistem Kontrol Irigasi di Sawah

akan untuk lahan h memiliki prasana dan drainase, serta nggunakan sistem gat kondisi lokasi n areal lahan yang bar 5) memiliki : is pintu air secara bagai pemancar dan dan Node (WSN-kan diterus(WSN-kan ke


(34)

Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menyediakan air irigasi dengan jumlah dan waktu pemberian yang tepat dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan pada suatu areal lahan yang dilayani pada sebuah bangunan sadap/bagi. Hal ini dapat diterjemahkan sebagai bagaimana mengatur kondisi level muka air pada saluran agar mampu diambil/disadap oleh pipa klep pada areal sawah. Salah satu perangkat dalam sistem ini adalah pintu air, yang berfungsi sebagai pengatur air yang akan masuk ke dalam saluran dan kemudian disadap oleh pipa klep yang menuju ke lahan. Oleh karena itu diperlukan sebuah pintu air yang dapat mengatur sekaligus mengukur, sehingga langkah menuju otomatisasi dapat berjalan dengan baik.

Dalam penelitian ini fokus pada bagian perangkat komponen pintu air untuk kebutuhan otomatisasi tersebut dengan menggunakan material dari bahan komposit (fiberglass dan beton serat), mengingat banyaknya pintu air yang rusak dan hilang. Selain itu, penelitian ini juga membuat simulasi program sistem kendali muka air sawah untuk penentuan kapan (waktu) dan jumlah air irigasi/drainase yang harus dilakukan. Sehingga total kebutuhan volume air yang harus disediakan pada bangunan bagi/sadap bisa dapat diprediksi dan besar kapasitas debit pipa klep (solenoid valve) yang harus digunakan pada suatu lahan dapat kita tentukan dengan baik.

3.1. Rancangan Fungsional Pintu Air

Secara fungsional pintu air yang dibuat menggunakan dua jenis bahan yang berbeda, yaitu beton serat dan fiberglass, memiliki fungsi mengatur dan mengukur aliran air. Sistem pengangkatan pintu air dari bahan fiberglass digerakkan secara manual (tetapi dapat juga digerakkan secara mekanik), sedangkan pintu beton serat digerakkan menggunakan sistem mekanik.

Berikut ini adalah komponen penyusun pintu air beton serat :

a) Daun pintu, berfungsi sebagai komponen utama untuk penahan gaya-gaya dari tekanan air dan sedimen (bila ada) yang terjadi pada saluran.

b) Poros pintu (stem atau screw jack), berfungsi sebagai penghubung antara daun pintu dengan unit sistem mekanik.


(35)

c) Sistem mekanik, berfungsi sebagai penggerak pintu, yang terdiri dari lifting nut, worm gear, drive shaft.

d) Unit penggerak sistem mekanik, befungsi untuk menggerakkan sistem mekanik, yang dilakukan dengan motor atau secara manual (dengan tangan). Pintu air yang dibuat bersifat knock down, sehingga memungkinkan untuk digerakkan dengan motor dan manual.

e) Rangka pintu, berfungsi untuk penahan pintu dan sistem mekanik.

f) Penutup sistem mekanik (Cover), berfungsi untuk mengamankan sistem mekanik dan perlengkapan lainnya dari kondisi lingkungan dan pencuri. Pintu air fiberglass memiliki beberapa komponen berupa :

a) Daun pintu, berfungsi sebagai komponen utama untuk penahan gaya-gaya dari tekanan air dan sedimen (bila ada) yang terjadi pada saluran.

b) Handle/pegangan, berfungsi untuk pegangan dalam kegiatan operasional pintu, seperti menaikkan dan menurunkan pintu air.

c) Tonjolan pintu, berfungsi untuk meningkatkan koefisien kontraksi dan pengaliran yang terjadi di bawah pintu air (undershot).

3.2. Rancangan Struktural Pintu Air

Rancangan struktural pintu air yang dirancang adalah jenis pintu sorong dengan aliran bawah (undershot), karena sebagian besar pintu air yang ada di DI Indonesia menggunakan jenis pintu ini.

3.2.1. Rancangan Struktural Pintu Air Beton Serat

Gambar 6 menunjukkan gambar rancangan pintu air beton serat dengan unit-unitnya. Rancangan struktural pintu beton serat ini terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu daun pintu, sistem mekanik, rangka pintu, dan penutup pintu (cover). Komponen sistem mekanik dilindungi oleh cover (penutup pintu) yang terbuat dari beton serat dan berada di atas lantai kerja.


(36)

Gambar 6. Pintu Air Beton Serat

a) Daun Pintu

Daun pintu ini dibuat menggunakan bahan beton serat dengan komposisi bahan terdiri dari pasir “bangka-belitung”, semen, air, dan serat gelas jenis woven roving. Dimensi pintu dirancang untuk pintu bagi/sadap sekunder dan tersier dengan ukuran 56 cm x 75 cm x 3 cm (lebar x tinggi x tebal). Bentang efektif pintu adalah 50 cm dan bagian pintu yang masuk ke alur sponeng/rangka sebesar 3 cm (Lampiran 2).

Apabila tinggi muka air maksimum di saluran adalah 50 cm, maka tekanan hidrostatis air terhadap pintu pada saat kondisi tertutup adalah sebesar 613 N atau 62,48 kg.f (Lampiran 4). Nilai ini menjadi acuan dalam penentuan perlakuan beton serat mana yang harus dipilih, baik dari segi kekuatan dan berat pintu sendiri. Karena berat pintu akan menentukan jenis motor penggerak yang harus digunakan.

b) Sistem Mekanik

Sistem mekanik pintu beton serat terdiri dari poros pintu (stem), lifting nut, worm gear, drive shaft. Komponen lifting nut, worm gear, dan driveshaft terletak di dalam kotak pelat dengan tebal 8 mm, dengan ukuran 24 x 25 x 10 cm3. Sistem mekanik dipasang di bawah slab beton serat menggunakan sistem


(37)

mur-baut. Slab beton dibua polos diameter 6 mm digerakkan secara manu

Motor biasany lagi), karena cepatny dikurangi agar pengan halus. Biasanya per Training and Resear memerlukan gear box

diusulkan mengguna menggunakan rantai dihubungkan dengan rancangan di lapanga kombinasi dari gear box

membutuhkan 125 put

Pada motor de maka menjadi 1700/5 menghasilkan 340 RP maka akan menghasil pengangkatan dalam membutuhkan :

13,6 r

dibuat dengan tebal 5 cm dengan sistem tulang m sebanyak dua buah (Lampiran 6). Sistem m

anual dan menggunakan motor.

anya memiliki kecepatan sekitar 1700 RPM (a tnya gerak putar yang dihasilkan oleh motor gangkatan dan penurunan pintu dapat bergerak pergerakan poros pintu antara 2,5 – 15 cm/m

earch Center, www.itrc.org). Untuk mere

box, chain drive, atau worm gear. Dalam unakan reduction gear sebesar 5 : 1 dan ntai dengan perbandingan 1 : 1. Drive

an worm gear/lifting nut yang telah terpasa gan. Worm gear yang terpasang memiliki ra

ar box, drive chain, dan worm gear adalah 125 n 125 putaran motor untuk 1 putaran keluaran worm g

dengan putaran 1700 rpm dan output pada ge 1700/5 = 340 RPM dan nilai chain drive hanya 1:1

RPM pada worm gear. Dengan rasio 25 : 1 pa silkan putaran sebesar 13,6 RPM. Jika pintu am 1 putaran = 10 mm, maka penga

13,6 rev/min x 10mm/rev = 136 mm/menit

Gambar 7. Motor dan Mekanik

ngan dengan baja mekanik ini dapat

(atau lebih cepat otor, maka harus ak secara baik dan /menit (Irrigation ereduksinya maka lam penelitian ini n drive ke motor

e shaft ini akan asang pada pintu ki rasio 25:1, maka 125 : 1. ini berarti

m gear.

gearbox sebesar 5 1:1 maka ini akan 1 pada worm gear, ntu memiliki tinggi ngangkatan pintu


(38)

c) Rangka Pintu

Rangka pintu menggunakan besi siku ukuran 60 x 60 x 6 (mm3) dengan lebar rangka pintu 50 cm dan tinggi tergantung kondisi bangunan bagi di lapangan. Pada bangunan bagi di DI Cimanuk Garut (B. CMK 5), beda elevasi antara dasar saluran dan lantai kerja adalah 100 cm. Maka tinggi rangka pintu dibuat 150 cm. Tinggi rangka pintu yang muncul di atas lantai kerja sebesar 50 cm, sehingga dengan jarak 50 cm, diharapkan penggunaan panjang chain drive

untuk menghubungkan driveshaft dengan motor tidak terlalu panjang.

Rangka besi ini akan dicor dengan adukan beton agar posisi rangka pintu tetap kokoh.

d) Penutup Sistem Mekanik (Cover)

Penutup sistem mekanik menggunakan bahan beton serat hasil pilihan dalam perlakuan penelitian ini. Bagian penutup yang berfungsi untuk menunjang sistem mekanik (slab beton) didesain dengan sistem plat satu arah dengan dimensi panjang 80 cm, lebar 30 cm dan tebal 5 cm; tulangan besi dengan diameter 6 mm. Perhitungan slab beton ini dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada bagian penutup lainnya, yaitu sisi kiri dan kanan digunakan beton serat tanpa tulangan besi dengan tebal 3 cm. Gambar detail penutup sistem mekanik dapat dilihat pada Lampiran 2.

Penutup sistem mekanik dibuat dengan sistem knock down dengan mur-baut jenis Ferrule yang tertanam dalam beton serat.

3.2.2. Rancangan Struktural Pintu Air Fiberglass

Gambar 8 menunjukkan desain pintu fiberglass dengan beberapa bagiannya. Pintu ini terdiri dari daun pintu, handle, dan tonjolan pintu. Desain pintu ini direncanakan untuk pintu dengan beda elevasi antara saluran dengan lantai kerja sebesar 100 cm. Untuk keperluan otomatisasi, bagian handle pintu bisa dipotong dan digantikan dengan sistem mekanik seperti pada pintu beton serat, namun diameter poros dan motor yang digunakan jauh lebih kecil karena bobot pintu fiberglass lebih ringan dibandingkan dengan beton serat.


(39)

Gambar 8. Pintu Air Fiberglass

a) Handle/Pegangan Pintu

Pada bagian pegangan pintu ini terdapat lubang untuk mengunci posisi pintu pada jarak bukaan tertentu; bagian untuk pegangan pintu dengan ukuran 15 cm x 5 cm dengan bentuk yang ergonomis, mengikuti pola jari manusia; dan bagian kosong/bolong pada pintu dengan dimensi 32 cm x 60 cm, ini dimaksudkan untuk memperingan bobot pintu.

b) Daun Pintu

Daun pintu merupakan bagian utama dari pintu ini, dimana pintu langsung berhadapan langsung dengan air. Bagian ini memiliki dimensi 58 cm x 75 cm, dimana tinggi air maksimum yang bisa ditahan adalah 75 cm, sedangkan rata-rata tinggi muka air di lapangan adalah sebesar 50 cm dengan besar tekanan hidrostatis sebesar 613 N atau 62,48 kg.f (Lampiran 4).

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa tebal daun pintu yang direncanakan untuk tinggi muka air 50 cm adalah 10 mm dan untuk keamanan maka tebal ditetapkan 12 mm (Lampiran 5) dengan nilai modulus elastisitas fiberglass sebesar 40.500 kg/cm2 (lihat Lampiran 3), dimana komposisi

Handle Pintu

Daun Pintu


(40)

perbandingan volume antara polymer dan serat gelas (glass content) adalah 60 % : 40%.

c). Tonjolan Pintu

Bagian ini terbuat dari fiberglass dengan sistem knock down. Bentuk tonjolan berupa ½ lingkaran dengan radius 10 cm dan panjang 49 cm. Tonjolan ini merupakan tambahan pada daun pintu yang dimaksudkan untuk meningkatkan nilai koefisien pengaliran dan kontraksi dari pintu, sebagaimana yang telah dikembangkan dalam pintu air Crump-de Gruyter dengan bentuk ¼ lingkaran pada bagian bawah pintu.


(41)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 – Juni 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Beton dan Hidrolika milik Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Balai Irigasi, Bekasi; Wisma Wageningen – IPB Bogor; dan pengujian lapang di DI Cimanuk, Garut.

4.2. Bahan dan Alat

a) Bahan yang diperlukan dalam pembuatan daun pintu : beton serat (Semen, Pasir, Air, serat gelas); Fiberglass (serat gelas jenis : woven roving bentuk lembaran, chooped strand mat; hardener, mirror glass, filler berupa calsium cabonat/talc dan erosil, moulding/cetakan dari kayu (papan multiplex). Sedangkan untuk sistem pengangkatan membutuhkan besi siku, worm gear, besi bulat, mur-baut.

b) Alat yang digunakan adalah i) rancangan pintu : ayakan, molen, oven, pressure testing machine, proving ring, dll. Pengujian pintu dilakukan menggunakan pompa, reservoir, saluran (berupa pasangan bata), dan kalibrator debit dengan ISO Standar Rechbock weir.; ii) simulasi kontrol fuzzy genangan air padi sawah SRI : seperangkat komputer, software Microsoft Excel dengan Visual Basic Application (VBA).

c) Data Sekunder berupa data iklim : curah hujan, evapotranspirasi.

4.3. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada dua bagian yang berbeda, yaitu bagian rekayasa material pintu dan pengujian hidrolika, dan simulasi kontrol level


(42)

dalam penelitian, yaitu pintu dari bahan beton serat dan fiberglas dengan sistem pengangkatan pintu, program pengendalian fuzzy dibuat dengan software Ms. Excel dengan VBA.

4.3.1. Rekayasa Material Pintu Air

a) Pembuatan Daun Pintu

Pembuatan daun pintu dibuat dengan fiberglass dan kombinasi serat dan mortar. Campuran mortar dibuat berdasarkan rancangan campuan untuk kedap air (dengan merujuk pada peraturan SNI-03-2914-1992, Spesifikasi Beton Bertulang Kedap Air); dengan nilai FAS (Faktor Air Semen) sebesar 0,50. Pasir yang digunakan terlebih dahulu halus lolos saringan ukuran 2,0 mm. Perbandingan volume semen dan pasir yang digunakan adalah 1 : 2 dengan nilai slump test

sebesar 12 cm. Dosis serat yang dicampurkan dalam mortar sebanyak 3 perlakuan, yaitu : 1, 2, dan 3 kg/m3 beton. Berat jenis serat gelas (woven roving) yang akan digunakan memiliki berat jenis sebesar 1.200 kg/m3.

Sedangkan untuk bahan komposisi pintu air dari fiberglass akan dibuat menggunakan bahan serat gelas (kasar dan halus) dengan jenis Woven Roving

(WR) sebanyak dan Chopped Strand Mat (CSM), serta liquid (matrix) menggunakan Unsaturated Polyester Resin jenis orthopthaltic dan isopthaltic resin dan katalis untuk membentuk menjadi polimer. Tebal pintu dari fiberglass direncanakan setebal 12 mm dan 30 mm.

Sistem pengangkatan dibuat dengan dua jenis pengangkatan yang berbeda, yaitu : pertama, menggunakan tuas pengangkat langsung (biasa) untuk pintu air dari fibreglass; kedua, dengan menggunakan sistem untuk pintu air dari mortar-serat. Kerangka pondasi sistem pengangkatan memanfaatkan kerangka yang sudah ada (besi siku 60 x 60 x 6 mm3) dan akan ditutupi dengan selubung dari adukan beton untuk mencegah korosi dan mengalihkan pandangan orang agar tidak dicuri. Sistem tuas pemutar dari besi dengan panjang 20 cm. Kedua jenis pengangkat pintu ini bersifat knockdown (pasang-lepas). Untuk penggambaran detail rencana pintu dan sistem pengangkatan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.


(43)

b) Pengujian Kekuatan Pintu Air Rancangan

Pengujian dilakukan dalam dua tahap, yaitu pengujian di laboratorium dan pengujian di lapangan. Pengujian di lapang dilakukan dengan menggunakan daun pintu pilihan dari hasil percobaan di laboratorium. Pengujian di laboratorium adalah pengujian kekuatan beton serat, dan fiberglass. Untuk mengetahui kelecakan adukan beton serat maka perlu dilakukan uji slump. Sedangkan untuk mutu beton serat (setelah keras), maka perlu dilakukan uji bending (flexural test). Semua pengujian dilakukan menggunakan Standar dari Jepang untuk Beton (JIS / Japan Industrial Standard), (1975). Pada Tabel 2 disajikan perlakuan yang dilakukan di laboratorium untuk pengujian bending dengan menggunakan sampel berukuran 53 x 15 x 3 cm3 untuk beton serat dan pada Tabel 3 dijelaskan perlakuan untuk fiberglass berukuran 65 x 15 x 1,2 cm3 dan 65 x 15 x 3 cm3.

Tabel 2. Perlakuan Pengujian Bending untuk Beton Serat

Kode Variasi Perlakuan Jumlah Sampel

Umur 28 hari

NC FC1 FC2 FC3 FCM FCB

Beton Normal

Beton-Serat 18mm dosis 1 kg Beton-Serat 18mm dosis 2 kg Beton-Serat 18mm dosis 3 kg Beton+ Roving di tengah mortar Beton+Roving di bawah mortar

2 2 2 2 2 2 Tabel 3. Perlakuan Pengujian Bending Fiberglass

Kode Variasi Perlakuan Jumlah Sampel

FG12 FG30

Fiberglass tebal 12mm Fiberglass tebal 30mm

2 2 Perhitungan kekuatan lentur/bending menggunakan rumus berikut :

1000

2 x d b

L P b =

σ /13/

dimana, σb (kuat lentur, kg/cm2), P (tekanan maksimum mesin, ton), l (jarak


(44)

c) Pengujian dan Kalibrasi Hidrolika Aliran Air

Pengujian hidrolika dan kalibrasi aliran air yang tejadi di bawah pintu (undershot) dilakukan untuk pintu air dari bahan fiberglass dengan lebar pintu efektif 50 cm dengan tambahan tonjolan di bawah pintu berupa ½ lingkaran dengan D (diameter) sebesar 20 cm. Pintu dipasang dalam saluran dengan tinggi saluran 60 cm dan lebar saluran 50 cm. Bagian bawah pintu terdapat weir dengan tinggi 10 cm dari dasar saluran (Gambar 9).

Gambar 9. Model Struktur yang Digunakan dalam Eksperimen

Pengambilan data dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda, yaitu di hulu, dekat/tepat, dan hilir dari pintu. Parameter yang diamati adalah tinggi aliran air dan bukaan pintu pada lokasi-lokasi potongan tesebut. Pengukuran menggunakan mistar dengan tingkat ketelitian 1 mm. Bukaan pintu dilakukan mulai 1 – 11 cm, dengan kondisi aliran berbentuk free flow (aliran bebas). Penentuan jenis aliran akan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Swamee (1992) seperti dijabarkan dalam Persamaan 4, dengan membandingkan antara h1 (muka air hulu)

dengan rasio h3/l (perbandingan antara muka air hilir dengan bukaan pintu). Perhitungan debit aliran dari pintu dianalisa menggunakan dua metode, yaitu persamaan yang dikembangkan oleh Rajaratnam dan Subramanya (1967) dan Swamee (1992) seperti yang telah dijabarkan dalam persamaan 6, 7, 8, dan 9.

Tampak Samping

1 2 3

h1

a=10

h3 a h2

B1 = 50 B2 = 50 B3 = 50

Tampak Atas

75 50 40

1 4 Arah aliran


(45)

Untuk mendapatkan nilai koefisien pengaliran (Cd) dan koefisien kontraksi (Cc)

dari pintu hasil rancangan maka digunakan fasilitas SOLVER yang terdapat dalam Ms. Excel dengan VBA (Visual Basic Application) untuk memperoleh nilai koefisien yang optimum.

Sebagai pembanding (kalibrator) hasil analisa menggunakan rumus, maka dipasang alat Standard Suppressed Rectangular Weir (Rehbock) berbentuk persegi dengan lebar 36 cm. Alat ini dipasang pada bagian hilir pintu, sedangkan pengamatan tinggi muka air pada potongan ke-3 dilakukan pada jarak 100 cm dari Rehbock. Berikut ini adalah persamaan dari alat tersebut :

/14/

/15/

dimana, Q (m3/det), L: lebar ambang (m); H: beda elevasi antara ambang dengan muka air pada weir pool3(m); µ: koefisien debit ; D: jarak dari ambang ke dasar

approach channel (mm); H: head (mm untuk Persamaan 15).

4.3.2. Simulasi Kendali Level Muka Air dengan Logika Fuzzy (a) Model Kesetimbangan Air Padi Sawah

Model keseteimbangan air di lahan padi sawah dengan SRI menggunakan Persamaan 1. Parameter input dalam model ini adalah curah hujan harian, perkolasi (yang dibuat tetap selama musim tanam), Evapotranspirasi dengan menggunakan metoda panci evaporasi (Persamaan 2) dengan nilai Kc padi SRI (Gambar 11) berdasarkan penelitian Tim Balai Irigasi (2008), kondisi level muka air awal (H0) di lahan sebelum tanam, tinggi tanggul di sawah. Tinggi tanggul

dibuat 20 mm di atas permukaan sawah (Gambar 12). Parameter surface run off

(RO) diprediksi menggunakan Persamaan 3, dimana run off akan terjadi apabila genangan H(t) yang ada pada hari ke-t melampaui tinggi tanggul limpasan yang

ada. Apabila H(t) masih di bawah HL, maka RO bernilai nol.

2 3

2 LH gH

Q= µ

5 , 0 1 6 , 1 1 1 615 , 0 2 D H H

H 

           + +       + + = µ


(46)

Ga

Gambar

G

Perioda waktu sawah adalah 24 jam tanam yang berbeda, kemarau (Juni – Sept adalah pertama, bahw air irigasi yang diber

seepage (aliran ke sam

Gambar 10 . Model Neraca Air Padi Sawah

11. Kc Tanaman Padi SRI Field Trial MT I 2008

Gambar 12. Tanggul Limpasan di Sawah

ktu (t) yang digunakan dalam simulasi kontr m atau 1 harian. Dimana simulasi dilakukan pa da, yaitu musim hujan (Januari – April 2009) eptember 2009). Asumsi yang digunakan dala

hwa tinggi level muka air pada setiap titik sam berikan akan cepat tersebar merata ke seluruh samping tanggul dalam tanah) tidak terjadi dan

HL K

sa I 2008

kontrol muka air di n pada dua musim 2009) dan musim alam penelitian ini ama/seragam, dan uruh lahan; kedua,

dan sudah diwakili Keluar menuju saluan drainase


(47)

oleh besarnya perkolasi yang diasumsikan terjadi sebesar 5 mm/hari selama masa pertumbuhan tanaman hingga panen. Besarnya perkolasi diatur dengan menggunakan kran seperti pada Gambar 12. Kondisi lahan sawah yang dibuat telah diberi lapisan basin plastic sedalam 60 cm untuk mencegah terjadinya kehilangan air yang berlebihan (Gambar 13); ketiga, perhitungan simulasi dilakukan sejak mulai tanam hingga panen, sehingga perhitungan kebutuhan air untuk pengolahan tanah dan pelumpuran tidak dilakukan; keempat, kondisi lahan yang digunakan dalam hampir rata (flat) dan terdapat saluan cacing/rorak di dalam sekeliling lahan.

(a) (b)

Gambar 13. Pembuatan Sawah Baru dengan Lapisan Basin Plastic

(b) Simulasi Pengendalian Level Muka Air dengan Pengontrol Fuzzy

Dengan menggunakan dasar dari Persamaan 1 diatas, maka model simulasi kontrol genangan air pada sawah SRI dikembangkan untuk memprediksi jumlah air irigasi atau drainase yang harus dilakukan agar dapat mempertahankan level muka air di lahan padi SRI sesuai dengan fase pertumbuhan. Dimana perlakuan genangan air pada tanaman padi SRI mengacu pada pengelolaan padi SRI Jawa Barat, dimana irigasi diberikan dalam kondisi macak-macak (0 – 5 mm), sedangkan untuk penyiangan gulma dilakukan 3 – 4 kali dalam satu musim tanam dengan tinggi genangan 20 mm (Kalsim et al., 2007).

Pengendalian level muka air sawah diilustrasikan seperti pada Gambar 14. Tujuan pengendalian adalah mengupayakan ketinggian muka air sawah selalu berada di sekitar tinggi yang diinginkan/setpoint (hsp), dimana tinggi muka air


(48)

air aktual pada waktu k merupakan selisih antara ketinggian air hk dengan hsp, yang diberi notasi Ek. Demikian pula deviasi pada waktu k-1 diberi notasi Ek-1.

Gamba r 14. Kondis i Level

Muka Air

Ek = hk - hsp

/14/

Ek = Ek – Ek-1 /15/

dimana, Ek adalah perubahan deviasi pada waktu k dan k = 1,2,3, .... Kondisi level muka air pada saluran di dalam sawah yang akan dikendalikan direpresentasikan dengan deviasi E dan perubahan deviasi E dari nilai aktual terhadap nilai yang diinginkan, yang diamati pada setiap waktu sampling (T). Untuk memudahkan pengamatan, keadaan level muka air, nilai E dan E diubah dalam bentuk koordinat polar D dan θdari titik p (D, θ) seperti yang dikemukakan oleh Iskandar et al., (1999) seperti pada Gambar 15.


(49)

k E

D =

k =cos

θ

dimana, D adalah mag disetel.

Pengoperasian vektor Dk dalam bida ini berarti bahwa ket pada ketinggian yang berarti solenoid valve

air mencapai kondisi bila Dk berada pada K yang lebih rendah da cenderung menurun.

Pada kuadran atau drainase dapat

solenoid valve irigas merupakan garis pe sebaliknya. Dari logi sudut fasa θseperti pa

(a) Gambar 16. 2 2 1 2 k

k f E

E + ∆ /16/

k k D E 1

os− /17/

agnitudo, θadalah sudut fasa, f1 adalah param

ian solenoid valveirigasi dan drainase tergant bidang fasa dan magnitudonya. Bila Dk berada

ketinggian muka air berada pada level yang l ng diinginkan dan level muka air cenderung

alve drainase harus dioperasikan untuk menurunk si yang diinginkan, yaitu titik 0 secepat mungk a Kuadran III, berarti kondisi level muka air be h dari pada ketinggian yang diinginkan, dan un. Ini berarti solenoid valve irigasi harus dioper an II dan IV merupakan daerah dimana solenoi

t beroperasi, sedangkan di sepanjang garis gasi dan drainase sama sekali tidak beroper

perpindahan pengoperasian dari drainase ke ogika tersebut, maka dibuat suatu fungsi keangg

pada Gambar 16.a.

(b)

. Fungsi Keanggotaan (a) Sudut Fasa, (b) Mag

ameter yang dapat

ntung pada posisi da pada kuadran I, g lebih tinggi dari g bertambah. Ini nurunkan level muka gkin. Sebaliknya, berada pada level n level muka air operasikan.

enoid valve irigasi is ZL (zero line), operasi. Garis ZL ke irigasi atau ggotaan fuzzy dari


(50)

Pada Gambar 16.a, N dan P adalah label fungsi keanggotaan sudut fasa, yang menunjukkan kondisi operasi solenoid valve drainase (N:Negatif), dan solenoid valve irigasi (P:Positif). N dan P adalah grade, yaitu derajat

keanggotaan sudut fasa θk terhadap label N dan P dari fungsi keanggotaan

tersebut. Berdasarkan fungsi keanggotaan pada Gambar 16.a, maka sinyal kendali setara dengan inferensi sebagai berikut :

P N P N k U µ µ µ µ + − ≈ /18/

Selanjutnya pada Gambar 16.b, G adalah label fungsi keanggotaan magnitudo Dk, yang menunjukkan banyaknya air yang harus diberikan atau dibuang ke atau dari lahan, dimana D adalah grade, yaitu derajat keanggotaan magnitudo Dk terhadap fungsi keanggotaan tersebut. Berdasarkan fungsi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sinyal kendali juga setara dengan derajat keanggotaan Dk, atau Uk ~ D. Lebih lanjut, nilai maksimum sinyal kendalidibatasi pada suatu nilai Um yang besarnya disesuaikan dengan nilai

optimalnya dari hasil penyetelan serta kelayakan teknis. Dengan menggabungkan dari semua logika yang dijelaskan di atas, maka didapatkan suatu formula inferensi fuzzy untuk menentukan Uk sebagai berikut :

m D P N P N K U U µ µ µ µ µ + − = /19/

dengan hubungan P = 1 – N, maka didapat persamaan yang sederhana berikut ini :

m D N

K U

U =(1−2µ )µ

/20/

Pada kasus ini Um dan Uk adalah laju irigasi/drainase (mm/hari) yang

diberikan langsung untuk mengatur level muka air. Untuk mengoptimalkan hasil pengendalian, maka beberapa parameter teknik kendali fuzzy dalam sistem ini, yaitu f1 dan f2 harus diset pada nilai yang meminimumkan suatu indeks

performansi tertentu. Dalam penelitian ini indeks performansi (IP) dihitung menggunakan Root Mean Square Error (RMSE) :

( )

= = N i k E N RMSE 1 2

1 /21/


(51)

Simulasi peng

fuzzy sederhana mel Software Ms. Excel SOLVER, dengan baga

Gambar 17. Ba

ngendalian level muka air dengan menggunakan s elalui pendekatan neraca air ini dilakukan cel dengan fasilitas VBA (Visual Basic A n bagan alir program seperti pada Gambar 17.

Bagan Alir Pemrograman Pengendalian Level

kan sistem kendali kukan menggunakan Application) dan


(52)

V

5.1. Rekayasa Mater

5.1.1. Pengaruh Kandun Salah satu tujua kekuatan lentur dari ba tegak lurus (gaya hidr pintu air yang diranca

Gam

Berdasarkan h dosis serat berbentuk perlakuan FC1, FC2, bertambahnya kandun (NC). Menurut Libre suatu beton merupak yang diuji. Oleh ka ketidakstabilan dalam pasta semen dalam sa

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

aterial Pintu Air Beton Serat

ndungan Serat Terhadap Sifat Mekanik

ujuan penambahan serat dalam penelitian ini unt i bahan komposit yang dibuat, dimana mampu hidrostatis dan kecepatan aliran air) dalam s ncang ini.

ambar 18. Hasil Uji Kuat Lentur Beton Serat

n hasil uji pada Gambar 18, menunjukkan bahw uk potongan kecil (18 mm) ke dalam campur C2, dan FC3 terus menurunkan kuat lentur ndungan dosis serat jika dibandingkan dengan bre et al., (2008), homogenitas dan kompaksi upakan hal yang penting dalam menentukan ke

h karena itu, hal ini dapat dijelaskan bahw am design mix untuk beton yang dicampur denga sampel menjadi tidak stabil akibat meningkatn

ni untuk menambah pu menahan beban saluran terhadap

bahwa peningkatan puran beton untuk ur seiring dengan an sampel kontrol ksi dari design mix

kekuatan sampel hwa telah terjadi ngan serat, karena katnya volume serat


(53)

dalam sampel (baik panjang dan isinya). Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Stegmaier (2003), yang menyatakan bahwa peningkatan kandungan serat di dalam campuran beton dapat menurunkan fraksi agregat dalam campuran tersebut. Dengan demikian, ini dapat dijelaskan bahwa penambahan dosis serat akan menyebabkan permukaan spesifik dari beton menjadi lebih besar (mengembang) dibandingkan dengan serat yang sedikit atau tidak ada sama sekali. Hal ini mengakibatkan kuat ikat antar fraksi agregat di dalam campuran pasir, semen, dan serat menjadi menurun seiring dengan bertambahnya dosis serat dalam

design mix.

Dari sisi pengerjaan (workability), peningkatan kandungan serat dalam sampel yang dibuat memerlukan rasio air-semen (Faktor Air Semen) yang lebih besar untuk membuat mudah dalam pengerjaannya, namun peningkatan kandungan air akan menyebabkan tidak stabilnya design mix yang dibuat (Libre et al., 2008). Proses pencampuran serat dengan panjang 18 mm dengan dosis 1, 2, dan 3 kg/m3 tidak mampu meningkatkan kekuatan lentur dari sampel yang dibuat.

Sedangkan untuk perlakuan penambahan serat gelas dalam bentuk lembaran (tidak dipotong-potong) memiliki pengaruh yang cukup signifikan, dimana mampu meningkatkan kuat lentur dari beton serat tesebut, baik untuk perlakuan FCB dan FCM. Peningkatan kekuatan sebesar 82,1% dan 25,6% dari sampel kontrol. Dimana kuat lentur untuk FCM dan FCB sebesar 49 dan 72 kg/cm2. Selain itu, berat sampel pada FCB dan FCM lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Berdasarkan hasil ini, maka perlakuan FCB merupakan hasil yang terbaik dan ini akan digunakan dalam pembuatan pintu air modifikasi.

.

(a) Sampel Uji NC, FC1-3 : terbelah (b) Sampel FCB tidak terbelah Gambar 19. Kondisi Sampel Setelah Pengujian Lentur

Kondisi sampel setelah pengujian ada yang terbelah dan juga tidak terbelah. Untuk sampel kontrol, FC1, 2, dan 3 mengalami patahan, sedangkan FCM dan FCB tidak mengalami patahan. Pada sampel FCM dan FCB dengan


(1)

71

Lampiran 6. Perhitungan Slab Beton Pintu Beton Serat

Slab Beton untuk Pintu Beton Serat direncanakan menggunaka sistem plat

satu arah untuk keperluan penutup dan penahan beban sistem mekanik pintu

air dengan intensitas beban hidup 150 kg/m

2

.

Jarak antar kolom 50 cm (sesuai dengan lebar saluran) pada arah memanjang.

Kualitas beton serat berdasarkan hasil uji adalah f

c

= 7.06 MPa dan baja

tulangan yang digunakan f

y

= 400 MPa (tulangan polos / BJTP 24)

Gambar 6.1. Rencana Slab Beton Penahan Sistem Mekanik

Rasio panel slab beton serat ly/lx = (80-15) / 30 = 2,17, maka didesain dengan

plat satu arah.

Dimensi lebar pondasi (rangka pintu) = 15 cm

Bentang bersih (ln) = 80 – 15 = 65 cm = 650 mm

Estimasi Tebal Plat (d) minimum = ln / 20 = 650/20 = 32,5 mm.

(Pada

perhitungan awal diambil tebal 50 mm).

Pembebanan yang terjadi pada Slab Beton Serat :

a) Beban Hidup (L)

= 150 kg/m

2

b) Beban Mati (D) :

- Pelat 50 mm

= 109 kg/m

2

- Beban mekanik dan hidrostatis

= 436 kg/m

2

TOTAL

= 695 kg/m

2

Beban Terfaktor = 1,2.D + 1,6.L

= 1.074 kg/m

2

Momen Maksimum pada tumpuan dan tengah bentang :

a)

Momen tumpuan dan lapangan arah x = 0,093 . q . l

n2

= (0,093) . (1.074) .

(0,65)

2

= 42,2 kg.m

b)

Pada tengah bentang = 0,079 . q . l

n2

= (0,079). (1.074).(0,65)

2

= 35,8 kg.m

Porsentase tulangan :

+

=

y y c b

f

f

f

600

600

'

.

85

,

0

β

ρ

; dimana

β

= 0,85. Maka

ρb

= 0,0077

Ambil nilai

ρ

= 0,5 .

ρ

b

= 0,0038

d ..? θ ..?

L=80 cm Beban


(2)

72

Lampiran 6. (lanjutan)

Luas tulangan , As =

ρ

.b.d = (0,0038) . (30) . (5) = 0,574 cm

2

Digunakan baja tulangan polos BJTP P6 (diameter 6 mm) dengan luas As = 0,283

cm

2

. Langkah berikutnya adalah mengecek momen nominal penampang :

5

.

30

2

.

283

,

0

buah

aktual

=

ρ

= 0,57

Jadi, gunakan baja tulangan polos sebanyak 2 buah dengan diameter 6 mm.

Lengan momen dalam :

30

.

06

,

7

.

85

,

0

400

.

574

,

0

.

.

85

,

0

.

=

=

b

f

f

As

a

c y

= 1,257 cm.

Jadi Momen nominal adalah :

Mn = As . fy . ( d - a/2 ) = 0,574 . 400 . (5 – 1,257/2 ) = 989,643 kg.m

Nilai Mn aktual > Mn Perlu... OK.

Maka berdasarkan hasil perhitungan , diperlukan tebal slab beton serat 5

cm dengan menggunakan tulangan baja polos sebanyak 2 buah dengan

diamter 6 mm sepanjang 65 cm.

Gambar 6.2. Slab Beton Penahan Sistem Mekanik

d=5 cm

2 bh θ6 mm

L=80 cm Beban


(3)

Lampiran 7. Pros

roses Pembuatan Pintu Air GFRP


(4)

Lampiran 8. Proses P

es Pembuatan Beton Serat


(5)

75

Lampiran 9. Tampilan Program Simulasi Kendali Muka Air Sawah

Syntax program di dalam Visual Basic Application di Ms. Excel. ' Teknik Kendali dengan Fuzzy

Const Pi = 3.141592654 Function fngrade(X, x1, x2) fngrade = (X - x1) / (x2 - x1) End Function

Function Theta(f1, Er, dEr) If dEr = 0 Then Er = 0.00001 sudut = Atn(f1 * dEr / Er) * 180 / Pi Rem 0<=theta<=90 Kuadran I

If Er > 0.00001 And dEr > 0 Then Theta = sudut Rem 90<theta<=180 Kuadran II

If Er < 0.00001 And dEr > 0 Then Theta = 180 - Abs(sudut) If Er = 0.00001 And dEr > 0 Then Theta = 180

Rem 180<theta<=270 Kuadran III

If Er < 0.00001 And dEr < 0 Then Theta = 180 + Abs(sudut) Rem 270<theta<=360 Kuadran IV

If Er > 0 And dEr < 0 Then Theta = 360 - Abs(sudut) End Function

Function mN(Theta) Rem 0<=theta<=90

If Theta >= 0 And Theta <= 90 Then mN = 1 Rem 90<theta<=180

If Theta > 90 And Theta < 180 Then mN = fngrade(Theta, 180, 90) Rem 180<theta<=270

If Theta >= 180 And Theta <= 270 Then mN = 0 Rem 270<theta<=360


(6)

76

Lampiran 9. (lanjutan)

End Function

Function Dk(f1, Er, dEr)

Dk = (Er ^ 2 + (f1 ^ 2 * dEr ^ 2)) ^ 0.5 End Function

Function mD(Dk, f2) Rem 0<= mD <=f2

If Dk >= 0 And Dk <= f2 Then mD = fngrade(Dk, 0, f2) Rem mD >f2

If Dk > f2 Then mD = 1 End Function

Function Uk(mN, mD, Um) Uk = (1 - 2 * mN) * mD * Um End Function

Function SVdrain(Uk, Um)

If Uk < 0 And Uk > -Um Then SVdrain = Abs(Uk) If Uk > 0 And Uk < Um Then SVdrain = 0 If Uk = Um Then SVdrain = 0

If Uk = -Um Then SVdrain = Um End Function

Function SVirr(Uk, Um)

If Uk < 0 And Uk > -Um Then SVirr = 0 If Uk > 0 And Uk < Um Then SVirr = Uk If Uk = Um Then SVirr = Um

If Uk = -Um Then SVirr = 0 End Function

Function Q(SVdrain, SVirr, Qsv) If SVdrain = 0 Then Q = SVirr * Qsv If SVirr = 0 Then Q = -SVdrain * Qsv End Function

' Analisis Water Balance

Function HPa(HPo, RF, ET, P) HPa = HPo + RF - ET - P End Function

Function RO(HPa, HL)

If HPa > HL Then RO = HPa - HL Else RO = 0 End Function

Function HPn(HPa, RO) HPn = HPa - RO End Function