21
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 – Juni 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Beton dan Hidrolika milik Departemen Pekerjaan
Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Balai Irigasi, Bekasi; Wisma Wageningen – IPB Bogor; dan
pengujian lapang di DI Cimanuk, Garut.
4.2. Bahan dan Alat
a Bahan yang diperlukan dalam pembuatan daun pintu : beton serat Semen, Pasir, Air, serat gelas; Fiberglass serat gelas jenis : woven roving bentuk
lembaran, chooped strand mat; hardener, mirror glass, filler berupa calsium cabonattalc dan erosil, mouldingcetakan dari kayu papan multiplex.
Sedangkan untuk sistem pengangkatan membutuhkan besi siku, worm gear, besi bulat, mur-baut.
b Alat yang digunakan adalah i rancangan pintu : ayakan, molen, oven, pressure testing machine, proving ring, dll. Pengujian pintu dilakukan menggunakan
pompa, reservoir, saluran berupa pasangan bata, dan kalibrator debit dengan ISO Standar Rechbock weir.; ii simulasi kontrol fuzzy genangan air padi
sawah SRI : seperangkat komputer, software Microsoft Excel dengan Visual Basic Application VBA.
c Data Sekunder berupa data iklim : curah hujan, evapotranspirasi.
4.3. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada dua bagian yang berbeda, yaitu bagian rekayasa material pintu dan pengujian hidrolika, dan simulasi kontrol level
genangan air di sawah. Penelitian dilakukan dengan membuat komponen utama
22
dalam penelitian, yaitu pintu dari bahan beton serat dan fiberglas dengan sistem pengangkatan pintu, program pengendalian fuzzy dibuat dengan software Ms.
Excel dengan VBA. 4.3.1. Rekayasa Material Pintu Air
a Pembuatan Daun Pintu Pembuatan daun pintu dibuat dengan fiberglass dan kombinasi serat dan
mortar. Campuran mortar dibuat berdasarkan rancangan campuan untuk kedap air dengan merujuk pada peraturan SNI-03-2914-1992, Spesifikasi Beton Bertulang
Kedap Air; dengan nilai FAS Faktor Air Semen sebesar 0,50. Pasir yang digunakan terlebih dahulu halus lolos saringan ukuran 2,0 mm. Perbandingan
volume semen dan pasir yang digunakan adalah 1 : 2 dengan nilai slump test sebesar 12 cm. Dosis serat yang dicampurkan dalam mortar sebanyak 3 perlakuan,
yaitu : 1, 2, dan 3 kgm
3
beton. Berat jenis serat gelas woven roving yang akan digunakan memiliki berat jenis sebesar 1.200 kgm
3
. Sedangkan untuk bahan komposisi pintu air dari fiberglass akan dibuat
menggunakan bahan serat gelas kasar dan halus dengan jenis Woven Roving WR sebanyak dan Chopped Strand Mat CSM, serta liquid matrix
menggunakan Unsaturated Polyester Resin jenis orthopthaltic dan isopthaltic resin dan katalis untuk membentuk menjadi polimer. Tebal pintu dari fiberglass
direncanakan setebal 12 mm dan 30 mm. Sistem pengangkatan dibuat dengan dua jenis pengangkatan yang berbeda,
yaitu : pertama, menggunakan tuas pengangkat langsung biasa untuk pintu air dari fibreglass; kedua, dengan menggunakan sistem untuk pintu air dari mortar-
serat. Kerangka pondasi sistem pengangkatan memanfaatkan kerangka yang sudah ada besi siku 60 x 60 x 6 mm
3
dan akan ditutupi dengan selubung dari adukan beton untuk mencegah korosi dan mengalihkan pandangan orang agar tidak dicuri.
Sistem tuas pemutar dari besi dengan panjang 20 cm. Kedua jenis pengangkat pintu ini bersifat knockdown pasang-lepas. Untuk penggambaran detail rencana
pintu dan sistem pengangkatan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
23
b Pengujian Kekuatan Pintu Air Rancangan Pengujian dilakukan dalam dua tahap, yaitu pengujian di laboratorium dan
pengujian di lapangan. Pengujian di lapang dilakukan dengan menggunakan daun pintu pilihan dari hasil percobaan di laboratorium. Pengujian di laboratorium
adalah pengujian kekuatan beton serat, dan fiberglass. Untuk mengetahui kelecakan adukan beton serat maka perlu dilakukan uji slump. Sedangkan untuk
mutu beton serat setelah keras, maka perlu dilakukan uji bending flexural test. Semua pengujian dilakukan menggunakan Standar dari Jepang untuk Beton JIS
Japan Industrial Standard, 1975. Pada Tabel 2 disajikan perlakuan yang dilakukan di laboratorium untuk pengujian bending dengan menggunakan sampel
berukuran 53 x 15 x 3 cm
3
untuk beton serat dan pada Tabel 3 dijelaskan perlakuan untuk fiberglass berukuran 65 x 15 x 1,2 cm
3
dan 65 x 15 x 3 cm
3
. Tabel 2. Perlakuan Pengujian Bending untuk Beton Serat
Kode Variasi Perlakuan
Jumlah Sampel Umur 28 hari
NC FC1
FC2 FC3
FCM FCB
Beton Normal Beton-Serat 18mm dosis 1 kg
Beton-Serat 18mm dosis 2 kg Beton-Serat 18mm dosis 3 kg
Beton+ Roving di tengah mortar Beton+Roving di bawah mortar
2 2
2 2
2 2
Tabel 3. Perlakuan Pengujian Bending Fiberglass
Kode Variasi Perlakuan
Jumlah Sampel
FG12 FG30
Fiberglass tebal 12mm Fiberglass tebal 30mm
2 2
Perhitungan kekuatan lenturbending menggunakan rumus berikut :
1000
2
x d
b L
P
b
= σ
13 dimana, σ
b
kuat lentur, kgcm
2
, P tekanan maksimum mesin, ton, l jarak tumpuan batang, cm, b lebar sample, cm, d tebal sampel, cm.
24
c Pengujian dan Kalibrasi Hidrolika Aliran Air Pengujian hidrolika dan kalibrasi aliran air yang tejadi di bawah pintu
undershot dilakukan untuk pintu air dari bahan fiberglass dengan lebar pintu efektif 50 cm dengan tambahan tonjolan di bawah pintu berupa ½ lingkaran
dengan D diameter sebesar 20 cm. Pintu dipasang dalam saluran dengan tinggi saluran 60 cm dan lebar saluran 50 cm. Bagian bawah pintu terdapat weir dengan
tinggi 10 cm dari dasar saluran Gambar 9.
Gambar 9. Model Struktur yang Digunakan dalam Eksperimen Pengambilan data dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda, yaitu di hulu,
dekattepat, dan hilir dari pintu. Parameter yang diamati adalah tinggi aliran air dan bukaan pintu pada lokasi-lokasi potongan tesebut. Pengukuran menggunakan
mistar dengan tingkat ketelitian 1 mm. Bukaan pintu dilakukan mulai 1 – 11 cm, dengan kondisi aliran berbentuk free flow aliran bebas. Penentuan jenis aliran
akan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Swamee 1992 seperti dijabarkan dalam Persamaan 4, dengan membandingkan antara h
1
muka air hulu dengan rasio h
3
l perbandingan antara muka air hilir dengan bukaan pintu. Perhitungan debit aliran dari pintu dianalisa menggunakan dua metode,
yaitu persamaan yang dikembangkan oleh Rajaratnam dan Subramanya 1967 dan Swamee 1992 seperti yang telah dijabarkan dalam persamaan 6, 7, 8, dan 9.
Tampak Samping 1
2 3
h
1
a=10 h
3
a h
2
B
1
= 50 B
2
= 50 B
3
= 50 Tampak Atas
75 50
40 1
4 Arah aliran
Semua dimensi dalam cm
25
Untuk mendapatkan nilai koefisien pengaliran C
d
dan koefisien kontraksi C
c
dari pintu hasil rancangan maka digunakan fasilitas SOLVER yang terdapat dalam Ms. Excel dengan VBA Visual Basic Application untuk memperoleh nilai
koefisien yang optimum. Sebagai pembanding kalibrator hasil analisa menggunakan rumus, maka
dipasang alat Standard Suppressed Rectangular Weir Rehbock berbentuk persegi dengan lebar 36 cm. Alat ini dipasang pada bagian hilir pintu, sedangkan
pengamatan tinggi muka air pada potongan ke-3 dilakukan pada jarak 100 cm dari Rehbock. Berikut ini adalah persamaan dari alat tersebut :
14
15 dimana, Q m
3
det, L: lebar ambang m; H: beda elevasi antara ambang dengan muka air pada weir pool
3
m; µ
: koefisien debit ; D: jarak dari ambang ke dasar approach channel mm; H: head mm untuk Persamaan 15.
4.3.2. Simulasi Kendali Level Muka Air dengan Logika Fuzzy a Model Kesetimbangan Air Padi Sawah
Model keseteimbangan air di lahan padi sawah dengan SRI menggunakan Persamaan 1. Parameter input dalam model ini adalah curah hujan harian,
perkolasi yang dibuat tetap selama musim tanam, Evapotranspirasi dengan menggunakan metoda panci evaporasi Persamaan 2 dengan nilai Kc padi SRI
Gambar 11 berdasarkan penelitian Tim Balai Irigasi 2008, kondisi level muka air awal H
di lahan sebelum tanam, tinggi tanggul di sawah. Tinggi tanggul dibuat 20 mm di atas permukaan sawah Gambar 12. Parameter surface run off
RO diprediksi menggunakan Persamaan 3, dimana run off akan terjadi apabila genangan H
t
yang ada pada hari ke-t melampaui tinggi tanggul limpasan yang ada. Apabila H
t
masih di bawah HL, maka RO bernilai nol.
3
weir pool: kolam tenang dekat approach channel
2 3
2 gH
H L
Q µ
=
5 ,
1 6
, 1
1 1
615 ,
2
D H
H H
+ +
+ +
=
µ
Ga
Gambar
G Perioda waktu
sawah adalah 24 jam tanam yang berbeda,
kemarau Juni – Sept adalah pertama, bahw
air irigasi yang diber seepage aliran ke sam
Gambar 10 . Model Neraca Air Padi Sawah
11. Kc Tanaman Padi SRI Field Trial MT I 2008
Gambar 12. Tanggul Limpasan di Sawah ktu t yang digunakan dalam simulasi kontr
m atau 1 harian. Dimana simulasi dilakukan pa da, yaitu musim hujan Januari – April 2009
eptember 2009. Asumsi yang digunakan dala hwa tinggi level muka air pada setiap titik sam
berikan akan cepat tersebar merata ke seluruh samping tanggul dalam tanah tidak terjadi dan
HL
K sa
26
I 2008
kontrol muka air di n pada dua musim
2009 dan musim alam penelitian ini
amaseragam, dan uruh lahan; kedua,
dan sudah diwakili
Keluar menuju saluan drainase
27
oleh besarnya perkolasi yang diasumsikan terjadi sebesar 5 mmhari selama masa pertumbuhan tanaman hingga panen. Besarnya perkolasi diatur dengan
menggunakan kran seperti pada Gambar 12. Kondisi lahan sawah yang dibuat telah diberi lapisan basin plastic sedalam 60 cm untuk mencegah terjadinya
kehilangan air yang berlebihan Gambar 13; ketiga, perhitungan simulasi dilakukan sejak mulai tanam hingga panen, sehingga perhitungan kebutuhan air
untuk pengolahan tanah dan pelumpuran tidak dilakukan; keempat, kondisi lahan yang digunakan dalam hampir rata flat dan terdapat saluan cacingrorak di dalam
sekeliling lahan.
a b
Gambar 13. Pembuatan Sawah Baru dengan Lapisan Basin Plastic b Simulasi Pengendalian Level Muka Air dengan Pengontrol Fuzzy
Dengan menggunakan dasar dari Persamaan 1 diatas, maka model simulasi kontrol genangan air pada sawah SRI dikembangkan untuk memprediksi jumlah
air irigasi atau drainase yang harus dilakukan agar dapat mempertahankan level muka air di lahan padi SRI sesuai dengan fase pertumbuhan. Dimana perlakuan
genangan air pada tanaman padi SRI mengacu pada pengelolaan padi SRI Jawa Barat, dimana irigasi diberikan dalam kondisi macak-macak 0 – 5 mm,
sedangkan untuk penyiangan gulma dilakukan 3 – 4 kali dalam satu musim tanam dengan tinggi genangan 20 mm Kalsim et al., 2007.
Pengendalian level muka air sawah diilustrasikan seperti pada Gambar 14. Tujuan pengendalian adalah mengupayakan ketinggian muka air sawah selalu
berada di sekitar tinggi yang diinginkansetpoint h
sp
, dimana tinggi muka air yang diinginkan adalah 0 – 5 mm kondisi macak-macak. Deviasi tinggi muka
28
air aktual pada waktu k merupakan selisih antara ketinggian air h
k
dengan h
sp
, yang diberi notasi E
k
. Demikian pula deviasi pada waktu k-1 diberi notasi E
k-1
.
Gamba r 14.
Kondis i Level
Muka Air
E
k
= h
k
- h
sp
14
∆E
k
= E
k
– E
k-1
15 dimana, E
k
adalah perubahan deviasi pada waktu k dan k = 1,2,3, .... Kondisi level muka air pada saluran di dalam sawah yang akan dikendalikan
direpresentasikan dengan deviasi E dan perubahan deviasi E dari nilai aktual terhadap nilai yang diinginkan, yang diamati pada setiap waktu sampling T.
Untuk memudahkan pengamatan, keadaan level muka air, nilai E dan E diubah dalam bentuk koordinat polar D dan θ dari titik p D, θ seperti yang dikemukakan
oleh Iskandar et al., 1999 seperti pada Gambar 15.
Gambar 15. Bidang Polar Sistem Kendali Fuzzy Sederhana
k
E D
=
k
cos =
θ dimana, D adalah mag
disetel. Pengoperasian
vektor Dk dalam bida ini berarti bahwa ket
pada ketinggian yang berarti solenoid valve
air mencapai kondisi bila Dk berada pada K
yang lebih rendah da cenderung menurun.
Pada kuadran atau drainase dapat
solenoid valve irigas merupakan garis pe
sebaliknya. Dari logi sudut fasa θ seperti pa
a
Gambar 16.
2 2
1 2
k k
E f
E ∆
+ 16
k k
D E
1
os
−
17 agnitudo, θ adalah sudut fasa, f
1
adalah param
ian solenoid valve irigasi dan drainase tergant
bidang fasa dan magnitudonya. Bila Dk berada ketinggian muka air berada pada level yang l
ng diinginkan dan level muka air cenderung alve drainase harus dioperasikan untuk menurunk
si yang diinginkan, yaitu titik 0 secepat mungk a Kuadran III, berarti kondisi level muka air be
h dari pada ketinggian yang diinginkan, dan un. Ini berarti solenoid valve irigasi harus dioper
an II dan IV merupakan daerah dimana solenoi t beroperasi, sedangkan di sepanjang garis
gasi dan drainase sama sekali tidak beroper perpindahan pengoperasian dari drainase ke
ogika tersebut, maka dibuat suatu fungsi keangg pada Gambar 16.a.
b
. Fungsi Keanggotaan a Sudut Fasa, b Mag
29
ameter yang dapat
ntung pada posisi da pada kuadran I,
g lebih tinggi dari g bertambah. Ini
nurunkan level muka gkin. Sebaliknya,
berada pada level n level muka air
operasikan. enoid valve irigasi
is ZL zero line, operasi. Garis ZL
ke irigasi atau ggotaan fuzzy dari
agnitudo
30
Pada Gambar 16.a, N dan P adalah label fungsi keanggotaan sudut fasa, yang menunjukkan kondisi operasi solenoid valve drainase N:Negatif, dan
solenoid valve irigasi P:Positif.
N
dan
P
adalah grade, yaitu derajat keanggotaan sudut fasa θ
k
terhadap label N dan P dari fungsi keanggotaan tersebut. Berdasarkan fungsi keanggotaan pada Gambar 16.a, maka sinyal kendali
setara dengan inferensi sebagai berikut :
P N
P N
k
U µ
µ µ
µ +
− ≈
18 Selanjutnya pada Gambar 16.b, G adalah label fungsi keanggotaan
magnitudo D
k
, yang menunjukkan banyaknya air yang harus diberikan atau dibuang ke atau dari lahan, dimana
D
adalah grade, yaitu derajat keanggotaan magnitudo D
k
terhadap fungsi keanggotaan tersebut. Berdasarkan fungsi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sinyal kendali juga setara dengan derajat
keanggotaan D
k
, atau U
k
~
D
. Lebih lanjut, nilai maksimum sinyal kendalidibatasi pada suatu nilai U
m
yang besarnya disesuaikan dengan nilai optimalnya dari hasil penyetelan serta kelayakan teknis. Dengan menggabungkan
dari semua logika yang dijelaskan di atas, maka didapatkan suatu formula inferensi fuzzy untuk menentukan U
k
sebagai berikut :
m D
P N
P N
K
U U
µ µ
µ µ
µ
+ −
=
19 dengan hubungan P = 1 – N, maka didapat persamaan yang sederhana berikut
ini :
m D
N K
U U
µ µ
2 1
− =
20 Pada kasus ini
U
m
dan
U
k
adalah laju irigasidrainase mmhari yang diberikan langsung untuk mengatur level muka air. Untuk mengoptimalkan hasil
pengendalian, maka beberapa parameter teknik kendali
fuzzy
dalam sistem ini, yaitu f
1
dan f
2
harus diset pada nilai yang meminimumkan suatu indeks performansi tertentu. Dalam penelitian ini indeks performansi IP dihitung
menggunakan
Root Mean Square Error
RMSE :
∑
=
=
N i
k
E N
RMSE
1 2
1
21
dimana, E
k
: error pada waktu ke-n; N : jumlah data.
Simulasi peng fuzzy sederhana mel
Software Ms. Excel SOLVER, dengan baga
Gambar 17. Ba ngendalian level muka air dengan menggunakan s
elalui pendekatan neraca air ini dilakukan cel dengan fasilitas VBA Visual Basic A
n bagan alir program seperti pada Gambar 17.
Bagan Alir Pemrograman Pengendalian Level
31
kan sistem kendali kukan menggunakan
Application dan
Muka Air
V
5.1. Rekayasa Mater